Upload
ayudya-septarizky
View
360
Download
30
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS
UVEITIS ANTERIOR
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
Mata di RSUD Salatiga
Disusun Oleh:
Ayudya Septarizky
20070310082
Diajukan Kepada Yth:
dr. Djoko Luzono, Sp. M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA
2012
Halaman Pengesahan
Telah diajukan dan disahkan, presentasi kasus dengan judul
UVEITIS ANTERIOR
Disusun Oleh:
Nama : Ayudya Septarizky
NIM : 20070310082
Telah dipresentasikan
Hari/ Tanggal : Desember 2012
Disahkan Oleh:
Dosen Pembimbing,
dr. Djoko Luzono, Sp.M
KATA PENGANTAR
Puji syukur, alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus
dengan judul UVEITIS ANTERIOR. Penulisan presentasi kasus ini dimaksudkan untuk
memenuhi sebagian syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.
Dalam kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat, yang tak terhingga sehingga
penulis mampu menyelesaikan presentasi kasus ini dengan baik, serta junjungan Nabi
Muhammad SAW.
2. dr. Ardi Pramono, Sp. An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. dr. Djoko Luzono, Sp. M, dosen kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UMY di RSUD Salatiga yang telah membimbing penulis selama menjalani
Ko-assisten di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Salatiga.
4. Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa dan semangatnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas presentasi kasus ini pada waktunya.
5. Teman-teman Ko-assisten FKIK UMY, terutama bagian Ilmu Kesehatan Mata yang
telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran walaupun dalam
penulisan presentasi kasus ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan
penulis. Akhirnya, sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
presentasi kasus ini.
Salatiga, Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iii
DAFTAR ISI............................................................................................................. v
BAB I KASUS..........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4
UVEITIS ANTERIOR
A. Anatomi & Fisiologi Uvea............................................. 8
B. Definisi & Klasifikasi...................................................... 9
C. Epidemiologi...…............................................................. 11
D. Etiologi………................................................................. 11
E. Patofisiologi..................................................................... 13
F. Gejala Klinis…..……....................................................... 15
G. Diagnosis Banding........................................................... 16
H. Pemeriksaan Penunjang.................................................... 16
I. Penatalaksanaan................................................................ 17
J. Komplikasi........................................................................ 17
K. Prognosis........................................................................... 17
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. 19
BAB IV KESIMPULAN………………............................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 21
BAB I
KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. VNN
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 76 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Cemara IV/16 4/8 Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga
No. RM : 12-13-233291
Tanggal Periksa : 03 Desember 2012
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama: mata merah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli klinik Mata RSUD Salatiga dengan keluhan mata kanan merah sejak 9
hari yang lalu. Keluhan yang sangat mengganggu meliputi nyeri pada mata (+), terasa
ngganjel(+), nrocos (+), kotoran pada mata (-), pusing (-). Pasien mengatakan sudah
mengobati sendiri dengan tetes mata Rohto namun tidak kunjung membaik. Pasien
mengatakan mata kanan sudah tidak dapat melihat sejak + 1 tahun yang lalu. Pasien memiliki
riwayat HT sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan yang sama (-)
Riwayat penyakit mata sebelumnya (-)
Riwayat asthma (-), rhinitis alergika (-), eksema pada kulit (-), alergi
makanan/obat/debu disangkal.
Riwayat trauma pada mata maupun kepala (-)
Riwayat penyakit metabolic (+) hipertensi (+ 20 tahun) , penyakit tuberculosis,
nyeri sendi, penyakit kulit , herpes disangkal
Riwayat mondok (-) operasi mata (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan yang sama (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum:
Compos Mentis, tampak kesakitan.
2. Status Oftalmologikus
NO Pemeriksaan OD OS
1. Sekitar Mata
Supercilia
o Rontok
Cilia
o Rontok
o Trikiasis
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
2. Palpebrae superior
Benjolan
Oedem
Hiperemis
Cobblestone
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
3. Palpebrae inferior
Benjolan
Oedem
Hiperemis
Cobblestone
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
4. Margo palpebra sup et inf Normal Normal
5. Punctum Lakrimal sup et inf Normal Normal
6. Saccus Lakrimal Normal Normal
7. Konjungtiva
(palpebra,bulbi,forniks)
Injeksi siliar
Injeksi konjungtiva
Hiperemis
Oedem
Folikel
Papil
Kemotik
Sub.konj. bleeding
Positif
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
8. Bulbus Okuli
Eksof/endoftalmos
Gerakan
Nistagmus
Strabismus
Normal
Normal
Negatif
Negatif
Normal
Normal
Negatif
Negatif
9. Sklera
Ikterik Negatif Negatif
10. Kornea
Warna
Sikatrik
Infiltrat
Oedem
Neovaskularisasi
Arcus senilis
Keruh
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Positif
Bening,transparan,men
gkilat
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
11. COA Keruh Jernih
12. Iris
Warna
Sinekia
Bentuk
Kriptae
Coklat normal
positif
Normal
Normal
Coklat normal
Negatif
Normal
Normal
13. Pupil
Anisokor
Reflek pupil (direct
& Indirect
Letak
Bentuk
Ø 2-3mm
-/-
Sentral
Bulat
Ø 4mm
+ / +
Sentral
Bulat
14. Lensa
Ada/Tidak
Terletak pada
tempatnya/ Tidak
Warna
Ada
Terletak pada tempatnya
Keruh (?)
Ada
Terletak pada
tempatnya
Jernih
15. Sekret Negatif Negatif
16. Visus 0 6/7
17. TIO Normal Normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Slit Lamp : Keratik presipitat (+)
E. ASSESMENT
Uveitis Anterior Akut
F. TERAPI
- Brealifex Plus ( 4 dd 2 gtt OD )
- Lameson tab 8 mg ( 2 dd tab I )
- Mefinter cap 500 mg ( 2 dd cap I )
G. EDUKASI
- Istirahat, tidak terlalu banyak aktifitas
- Bila bepergian menggunakan kacamata pelindung
- Meningkatkan daya tahan tubuh (makan bergizi, istirahat cukup)
- Menggunakan dan meminum obat sesuai anjuran dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Uvea
Uvea merupakan lapis vaskular mata yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan khoroid.
Iris
Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkular yang ditengahnya
terdapat lubang yang dinamakan pupil. Iris berpangkal pada badan siliar dan merupakan
pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan iris warnanya
sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang
disebut kripti. Jaringan otot iris terusun longgar dengan otot polos yang berjalan
melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus pupil (dilator pupil). Iris menipis
di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil. Pembuluh darah
di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut
sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang
bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.
Korpus Siliaris
Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi
di belakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid
terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk
akomodasi.
Khoroid
Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara sklera dan retina. Khoroid
tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid, besar, sedang dan kecil. Semakin ke
dalam letak pembuluh di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Khoroid di sebelah
dalam dibatasi oleh membrana Bruch dan di sebelah luar dibatasi oleh sklera. Khoroid
melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid bersambung
dengan badan siliar.
Fungsi dari uvea antara lain :
1. Regulasi sinar ke retina
2. Imunologi, bagian yang berperan dalam hal ini adalah khoroid
3. Produksi akuos humor oleh korpus siliaris
4. Nutrisi
5. Filtrasi
B. Definisi dan Klasifikasi
Uveitis diartikan sebagai peradangan dari ‘uveal tract’, lapisan pembuluh darah mata
yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan khoroid. Inflamasi dari struktur ini biasanya diikuti
oleh inflamasi jaringan sekitarnya, termasuk kornea, sklera, vitreous, retina, dan nervus
optikus.
Uveitis dapat diklasifikasikan menurut :
a. Anatomi
Yaitu berdasarkan seberapa besar bagian uvea yang terkena. Menurut Standardization of
Uveitis Nomenclatur (SUN) Working Group pada tahun 2005 membuat suatu system
klasifikasi secara anatomis suatu uveitis.
Tipe Fokus Inflamasi Meliputi
Uveitis Anterior COA Iritis
Iridosiklitis
Siklitis Anterior
Uveitis Intermediat Vitreus Pars Planitis
Siklitis Posterior
Hialitis
Uveitis Posterior Retina dan Koroid Koroiditis Fokal, Multifokal
atau difus
Korioretinitis
Retinokoroiditis
Retinitis
Neuroretinitis
Pan Uveitis COA, Viterus, Retina
dan Koroid
b. Gambaran klinik :
Tipe Keterangan
Akut Karakteristik Episodenya: onset tiba-
tiba, durasi ≤ 3 bln
Rekuren Episode berulang, dengan periode
inaktivasi tanpa terapi ≥ 3bln
Kronik Uveitis persisten dengan relaps < 3 bln
setelah terapi dihentikan
c. Histopatologi
1. Granulomatosa, umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme
penyebab.
2. Non-granulomatosa, umumnya tidak ditemukan organisme pathogen dan berespon
baik terhadap terapi kortikosteroid sehingga diduga peradangan ini merupakan
fenomena hipersensifitas.
C. Epidemiologi
Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya terjadi pada usia muda dan usia
pertengahan. Insidensi dari uveitis di Amerika Serikat sekitar 15 per 100.000 orang per
tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar
50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Uveitis bisa terjadi pada
umur di bawah 16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara seperti Amerika
Serikat, Israel, India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada dekade 30-40
tahun.
D. Etiologi
Pada kebanyakan kasus tidak diketahui penyebabnya, diduga terjadi proses inflamasi
dan non infeksi.
1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intra okuler,
ataupun iatrogenik.
2. Endogen : karena adanya kelainan sistemik sebagai faktor predisposisi
a. Bakteri : Tuberkulosa, sifilis
b. Virus : Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV, Penyakit
Vogt- Koyanagi-Hanada, Sindrom Bechet.
c. Jamur : Kandidiasis
d. Parasit : Toksoplasma, Toksokara
e. Penyakit Sistemik : Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple
sklerosis, sarkoidosis, penyakit vaskuler
f. Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
g. Neoplastik : Limfoma, reticulum cell carcinoma
3. Immunodefisiensi : AIDS
4. Idiopatik
E. Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu
trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap
zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.
Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu
setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel
kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Apabila presipitat keratik ini besar disebut mutton fat.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit
ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada
perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca
nodules.
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris
dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Dapat pula terjadi
perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup
oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah
dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik
mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe.
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma
sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada
sudut bilik mata depan, sedangkan pada fase lanjut glaukoma terjadi karena adanya
seklusio pupil.
Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi akuos
humor yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan
siliar.
F. Gejala Klinis
a. Gejala subyektif
1) Nyeri :
-Uveitis anterior akut
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf
siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri
bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal.
Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang
nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri.
- Uveitis anterior kronik
Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati bulosa
akibat glaukoma sekunder.
2) Fotofobia dan lakrimasi
- Uveitis anterior akut
Fotofobia disebabkan spasmus siliar bukan karena sensitif terhadap cahaya.
Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan
erat dengan fotofobia.
- Uveitis anterior kronik
Gejala subjektif ini hampir tidak ataupun ringan.
3) Penglihatan kabur
Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan-sedang, berat atau hilang timbul,
tergantung penyebab.
- Uveitis anterior akut
Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan aquos dan badan
kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.
- Uveitis anterior kronik
Disebabkan oleh karena kekeruhan lensa, badan kaca dan kalsifikasi kornea.
b. Gejala objektif
Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila
diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi.
1) Injeksi Silier
Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna
keunguan.
- Uveitis anterior akut
Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat
meluas sampai pembuluh darah konjungtiva.
- Uveitis anterior hiperakut
Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis.
Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar
depan dengan reflex aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.
2) Perubahan kornea
- Keratik presipitat
Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea
akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik
endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus.
Keratik presipitat dapat dibedakan :
o Baru dan lama : Jika baru berbentuk bundar dan berwarna putih. Lama
akan mengkerut, berpigmen dan lebih jernih.
o Jenis sel : Leukosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah,
halus keabuan. Limfosit kemampuan beraglutinasi sedang
dan membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih.
Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi
sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar dikenal
sebagai mutton fat.
o Ukuran dan jumlah sel : Halus dan banyak terdapat pada iritis dan
iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis intermedia.
Mutton fat berwarna kebuan dan agak basah. Terdapat pada uveitis granulomatosa
disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, lepra, vogt-koyanagi-harada dan simpatik
oftalmia. Juga ditemui pada uveitis non-granulomatosa akut dan kronik yang berat.
Mutton fat dibentuk oleh makrofag yang bengkak oleh bahan fagositosis dan sel
epiteloid berkelompok atau bersatu membentuk kelompok besar. Pada permulaan
hanya beberapa dengan ukuran cukup besar dengan hidratasi dan tiga dimensi,
lonjong batas tidak teratur. Bertambah lama membesar dan menipis serta berpigmen
akibat fagositosis pigmen uvea, dengan membentuk daerah jernih pada endotel
kornea. Pengendapan Mutton fat sulit mengecil dan sering menimbulkan perubahan
endotel kornea gambaran merupakan gelang keruh di tengah karena pengendapan
pigmen dan sisa hialin sel.
3) Kelainan kornea
- Uveitis anterior akut
Keratitis dapat bersamaan uveitis dengan etiologi tuberculosis, sifilis, lepra, herpes
simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan kornea.
- Uveitis anterior kronik
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descement dan
neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan Descement dan
vesikel pada epitel kornea.
4) Bilik mata
Kekeruhan dalam bilik mata depan mata disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, sel
dan fibrin.
4.1. Efek Tyndall
Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran paling tepat dengan
tyndalometri.
- Uveitis anterior akut
Kenaikan jumlah sel dalam bilik mata depan sebanding dengan derajat
peradangan dan penurunan jumlah sel sesuai dengan penyembuhan pada
pengobatan uveitis anterior.
- Uveitis anterior kronik
Terdapat efek Tyndall menetap dengan beberapa sel menunjukan telah terjadi
perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah iris. Bila terjadi peningkatan efek
Tyndall disertai dengan eksudasi sel menunjukkan adanya eksaserbasi
peradangan.
4.2. Sel
Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila efek
Tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah dalam ruangan gelap
dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3 mm dengan sudut 45o. dapat dibedakan sel
yang terdapat dalam bilik mata depan.
Jenis sel : Limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan.
Makrofag lebih besar, warna tergantung bahan yang difagositosis.
Sel darah berwarna merah.
4.3. Fibrin
Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau bercabang,
warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea.
4.4. Hipopion
Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah. Hipopion
dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebukan sel leukosit berinti
banyak.
5) Iris
5.1. Hiperemi iris
Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang tidak
terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hiperemi ini harus dibedakan dari
rubeosis iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa percabangan abnormal.
5.2. Pupil
Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat
peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai
nyeri.
5.3. Nodul Koeppe
Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih, warna
putih keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmentasi baik pada permukaan
atau lebih dalam.
5.4. Nodul Busacca
Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai benjolan
putih pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk kelompok dalam liang
setelah mengalami organisasi dan hialinisasi. Nodul Busacca merupakan tanda uveitis
anterior granulomatosa.
5.5. Granuloma iris
Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris
merupakan kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti tuberculosis, lepra
dan lain-lain. Ukuran lebih besar dari kelainan lain pada iris. Terdapat hanya tunggal,
tebal padat, menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila
glaucoma hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan.
5.6. Sinekia iris
Merupakan perlengketan iris dengan struktur yang berdekatan pada uveitis
anterior karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami proses organisasi sel
radang dan fibrosis iris. Sinekia posterior merupakan perlengketan iris dengan kapsul
depan lensa. Perlengketan dapat berbentuk benang atau dengan dasar luas dan tebal. Bila
luas akan menutupi pupil, dengan pemberian midriatika akan berbentuk bunga. Bila
eksudasi fibrin membentuk sinekia seperti cincin, bila seklusio sempurna akan
memblokade pupil (iris bombe). Kelainan ini dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa
atau non-granulomatosa, lebih sering bentuk akut dan subakut, dengan fibrin cukup
banyak. Ditemui juga pada bentuk residif bila efek Tyndall berat. Sedangkan sinekia
anterior merupakan perlengketan iris dengan sudut irido-kornea, jelas terlihat dengan
gonioskopi. Sinekia anterior timbul karena pada permukaan blok pupil sehingga akar iris
maju ke depan menghalangi pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada dasar
iris, sehingga setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea menarik iris
kea rah sudut. Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan determinan uveitis
anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik dalam bilik mata depan.
5.7. Oklusi pupil
Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel-sel radang pada
pinggir pupil.
5.8. Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi iris
dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis akut
disebabkan oleh virus, terutama herpetic.
5.9. Kista iris
Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah kecelakaan, bedah mata
dan insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang dilapisi epitel seperti pada
epitel kornea.
6) Perubahan pada lensa.
6.1. Pengendapan sel radang.
Akibat eksudasi ke dalam akuos diatas kapsul lensa terjadi pengendapan pada
kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan,
bulat, menimbul, tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa.
6.2. Pengendapan pigmen
Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa
menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang
menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.
6.3. Perubahan kejernihan lensa
Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan
proses degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan
tergantung pada tingkat perlengketan lensa-iris, berat dan lamanya penyakit.
7) Perubahan dalam badan kaca
Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa
kolagen, didepan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau bergerak.
Agregasi terutama oleh sel limfosit, plasma dan makrofag.
8) Perubahan tekanan bola mata
Tekanan bola mata pada uveitis dapat hipotoni, normal atau hipertoni. Hipotoni timbul
karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi menunjukkan
berkurangnya peradangan pada bilik mata depan. Hipertoni dini ditemui pada uveitis
hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang
menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.
G. Diagnosa Banding
1. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret dan
umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier
2. Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.
3. Glaukoma akut
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap/ keruh.
4. Neoplasma
Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna bisa terdiagnosa
sebagai uveitis.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Flouresence Angiografi (FA)
FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan
komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk intraokular
maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah
edema intraokular, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N.
optikus dan radang pada koroid.
2. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan
retina
3. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan
pemeriksaan laboratorium lainnya
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non
granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non spesifik. Sedangkan pada uveitis
anterior yang tetap tidak responsive harus diusahan untuk menemukan diagnosis etiologinya.
I. Pengobatan
Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obat intra okuler, seperti
sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS atau kortikosteroid, dapat juga
digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu pada pengobatan yang tidak berespon
terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator.
a. Midriatik atau sikloplegik
Midriatik atau sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia
posterior dan menghilangkan efek fotofobia sekunder yang diakibatkan oleh spasme dari
otot siliaris. Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis siklopegik yang
dibutuhkan semakin tinggi.
b. OAINS
Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS
dalam mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan. Pemakaian
OAINS yang lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan
traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik.
c. Kortikosteroid
Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat.
Namun efek samping yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi
yang spesifik, seperti pengobatan inflamasi aktif di mata dan mengurangi inflamasi intra
okuler di retina, koroid dan N.optikus.
d. Imunomodulator
Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam
penglihatan yang sudah tidak merespon terhadap kortikosteroid. Imunomodulator bekerja
dengan cara membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi.
Indikasi digunakannya imunomodulator adalah :
1. Inflamasi intraocular yang mengancam penglihatan pasien.
2. Gagal dengan terapi kortikosteroid.
3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid.
Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis
pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau
kelainan darah. Dan sebelum dilakukan informed concent.
e. Analgetika
Analgetik dapat diberikan secara sistemik terutama diberikan pada kasus uveitis non
granulomatosa, karena biasanya pasien mengeluhkan nyeri.
J. Komplikasi
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
1. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan
hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan
cairan ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out
flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan
midriatika.
2. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan
terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism
lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih
komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola
dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post
operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian
menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior
dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata
dengan uveitis.
Prognosis penglihatan pasien dengan katarak komplikata ini tergantung pada
penyebab uveitis anteriornya. Pada Fuchs heterochromic iridocyclitis operasi berjalan
baik dengan hasil visualisasi bagus. Sedangkan pada tipe lain (idiopatik, pars planitis,
uveitis associated with sarcoidosis, HSV, HZF, syphilis, toksoplasmosis, spondylo
arthopathies) menimbulkan masalah, walaupun pembedahan dapat juga memberikan
hasil yang baik.
3. Neovaskularisasi
4. Ablasio retina
Akibat dari tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.
5. Kerusakan N.optikus
6. Atropi bola mata
7. Edem Kisoid Makulae
Terjadi pada uveitis anterior yang berkepanjangan.
K. Prognosis
Prognosis dari uveitis anterior ini tergantung dari etiologi atau gambaran
histopatologinya. Pada uveitis anterior non granulomatosa gejala klinis dapat hilang dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan.
Pada uveitis anterior granulomatosa inflamasi dapat berlangsung berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun, kadang-kadang terjadi remisi dan eksaserbasi. Pada kasus ini dapat timbul
kerusakan permanen walaupun dengan pemberian terapi terbaik.
BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan mata, serta
pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. Berdasarkan anamnesis pada pasien ini didapatkan
keluhan berupa mata kanan merah, nyeri, ngganjel dan nrocos yang dirasakan sejak 9 hari yang
lalu. Pasien mengatakan mata yg sakit sudah tidak dapat melihat sejak 1 tahun yang lalu, tidak
didapatkan riwayat trauma maupun riwayat sakit mata lainnya. Riwayat hipertensi positif,
diderita sejak kurang lebih 20 tahun. Riwayat alergi dan penyakit lain seperti DM, tuberkulosa,
penyakit sendi, penyakit kulit dan herpes disangkal. Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal.
Dari pemeriksaan general meliputi keadaan umum pasien dan vital sign, dalam batas normal,
kecuali tekanan darahnya, yaitu 150/100 mmHg. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
mata, meliputi inspeksi, palpasi TIO digital, visus dan slit lamp. Pada inspeksi didapatkan hasil
konjungtiva palpebra hiperemis, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar positif, kornea keruh,
kornea oedem, bilik mata depan keruh, sinekia positif, reflek cahaya negatif dan lensa keruh.
Palpasi digital TIO menunjukkan interpretasi yang normal. Pemeriksaan visus memberikan hasil
0 (nol) pada mata kanan dan 6/7 pada mata kiri. Pemeriksaan slit lamp memberikan gambaran
keratik presipitat positif. Dari keseluruhan prosedur untuk menegakkan diagnosis ,baik
anamnesis maupun pemeriksaan mata, didapatkan diagnosis uveitis anterior. Berdasar
onset/waktunya ( < 6 minggu ) diklasifikasikan menjadi uveitis anterior akut.
Etiologi dari uveitis anterior dapat berbagai macam, dapat disebabkan oleh infeksi,
trauma, reaksi hipersensitifitas maupun manifestasi dari penyakit lain. Olek karena itu anamnesis
yang lengkap sangat membantu dalam penegakan diagnosis.
Prinsip terapi uveitis anterior adalah mempertahankan penglihatan (karena merupakan
penyakit yang mengancam penglihatan), mengatasi nyeri, mengatasi peradangan, mencegah dan
atau melepaskan sinekia yang telah terbentuk, dan menatalaksana tekanan intraokular. Terapi
untuk uveitis anterior sifatnya non spesifik dikarenakan etiologinya yang beragam. Dapat
ditambahkan terapi kausatif apabila penyebabnya telah diketahui. Secara umum diberikan terapi
topikal dengan kortikosteroid dan sikloplegik atau midriatikum. Dapat ditambahkan preparat oral
kortikosteroid atau antiinflamasi nonsteroid bila diperlukan.
Pada pasien ini, diteteskan midriatikum pada mata kanan saat itu juga di poli. Tujuan
pemberian midriatikum adalah untuk mengatasi nyeri dengan mengistirahatkan iris, mencegah
terjadinya sinekia dan menstabilkan blood-aquous barrier dan mencegah kebocoran protein
(flare). Lalu ditambahakn resep meliputi Bralifex Plus, yaitu suspensi tetes mata steril yang
berisi kortikosteroid dan antibiotik, dan juga preparat oral berupa Lameson tab 8 mg dan
Mefinter cap 500 mg.
Bralifex Plus berisi deksametason 1 mg dan tobramisin 3 mg. Deksametason merupakan
kortikosteroid, berperan mengatasi inflamasi dengan menurunkan produksi eksudat, stabilisator
membran sel, menghambat pelepasan lisozim oleh granulosit dan menekan sirkulasi limfosit.
Berbagai kortikosteroid topikal yang tersedia untuk mata antara lain Prednisolone acetate 0.125%
and 1%, Rimexolone 1%, Prednisolone sodium phosphate 0.125%, 0.5%, and 1%, Dexamethasone
alcohol 0.1%, Dexamethasone sodium phosphate 0.1%, Fluoromethalone 0.1% and 0.25%, Medrysone
1%. Dalam bralifex Plus terkandung pula antibiotik tobramisin yang dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid untuk mengatasi inflamasi pada mata dan beresiko terkena infeksi bakterial.
Pada pasien ini diberikan juga Lameson 8 mg, terkandung metilprednisolon, yaitu glukokortikoid
sintetik yang memiliki efek antiinflamasi kuat. Pemberian kortikosteroid sistemik dimungkinkan untuk
mengatasi kemungkinan adanya reaksi peradangan oleh penyakit lain yang melatar belakangi uveitis
anterior. Selain itu diberikan juga Mefinter 500 mg yang berisi asam mefenamat, merupakan analgetik
yang diharapkan mampu mengatasi nyeri pada mata yang cukup mengganggu.
Selain terapi berupa medikasi, perlu juga diberikan edukasi terhadapa pasien supaya proses
penyembuhan lebih optimal. Edukasi meliputi istirahat yang cukup, tidak terlalu banyak aktifitas terlebih
aktifitas diluar rumah, menggunakan kacamata pelindung saat bepergian, dan juga meningkatkan daya
tahan tubuh dengan makan-makanan bergizi dan tidak lupa untuk kontrol setelah 3-5 hari.
BAB IV
KESIMPULAN
Uveitis diartikan sebagai peradangan dari ‘uveal tract’, lapisan pembuluh darah mata
yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan khoroid. Inflamasi dari struktur ini biasanya diikuti
oleh inflamasi jaringan sekitarnya, termasuk kornea, sklera, vitreous, retina, dan nervus
optikus.
Uveitis diklasifikasikan menurut anatomi, etiologi, keparahan, onset dan juga
gambaran histopatologinya. Secara anatomi dapat dibagi menjadi uveitis anterior, intermediet
dan posterior. Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi eksogen dan endogen. Berdasar
keparahan dibagi menjadi uveitis ringan, sedang dan berat. Berdasar onsetnya dibagi menjadi
akut dan kronis. Dan berdasar gambaran histopatologinya, dibagi menjadi granulomatosa dan
non-granulomatosa.
Gejala subyektif meliputi nyeri (terutama pada bulbus okuli, spontan atau pada
penekanan), pening yang menjalar ke temporal, fotofobia, gangguan visus, dan lakrimasi.
Gejala obyektif meliputi penurunan visus, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, koernea
keruh karena oedem, hipopion, keratik presipitat dan flare.
Penegakan diagnosis didapatkan dari anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik
dan mata yang teliti.
Terapi bersifat non spesifik, meliputi terapi topikal dengan kortikosteroid dan
sikloplegik atau midriatikum. Dapat ditambahkan terapi sistemik dengan kortikosteroid
maupun NSAIDs sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidarta, 2002. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.
Ilyas Sidarta, 2006. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit Faultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Wijana, Nana. 1983. Uvea. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta.
Kelvin L Alexander et al. Care of the patient with uveitis anterior. Optometric Clinical Practice
Guideline Care Of The Patient With Uveitis Anterior. American Optometric Association,
2004.
Gordon, Kilbourn, 2008. Iritis dan Uveitis. E Medicine available from :
http://www.emedicine.com/emrg/byname/iritisdanuveitis.htm.
Anonymous. http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Bralifex%20Plus/