46
PRESENTASI KASUS UVEITIS ANTERIOR Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata di RSUD Salatiga Disusun Oleh: Ayudya Septarizky 20070310082 Diajukan Kepada Yth: dr. Djoko Luzono, Sp. M KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Uveitis Anterior

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Uveitis Anterior

PRESENTASI KASUS

UVEITIS ANTERIOR

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan

Mata di RSUD Salatiga

Disusun Oleh:

Ayudya Septarizky

20070310082

Diajukan Kepada Yth:

dr. Djoko Luzono, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD SALATIGA

2012

Page 2: Uveitis Anterior

Halaman Pengesahan

Telah diajukan dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

UVEITIS ANTERIOR

Disusun Oleh:

Nama : Ayudya Septarizky

NIM : 20070310082

Telah dipresentasikan

Hari/ Tanggal : Desember 2012

Disahkan Oleh:

Dosen Pembimbing,

dr. Djoko Luzono, Sp.M

Page 3: Uveitis Anterior

KATA PENGANTAR

Puji syukur, alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus

dengan judul UVEITIS ANTERIOR. Penulisan presentasi kasus ini dimaksudkan untuk

memenuhi sebagian syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.

Dalam kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat, yang tak terhingga sehingga

penulis mampu menyelesaikan presentasi kasus ini dengan baik, serta junjungan Nabi

Muhammad SAW.

2. dr. Ardi Pramono, Sp. An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. dr. Djoko Luzono, Sp. M, dosen kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UMY di RSUD Salatiga yang telah membimbing penulis selama menjalani

Ko-assisten di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Salatiga.

4. Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa dan semangatnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas presentasi kasus ini pada waktunya.

5. Teman-teman Ko-assisten FKIK UMY, terutama bagian Ilmu Kesehatan Mata yang

telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.

Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran walaupun dalam

penulisan presentasi kasus ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan

penulis. Akhirnya, sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

presentasi kasus ini.

Salatiga, Desember 2012

Penulis

Page 4: Uveitis Anterior

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... ii

KATA PENGANTAR............................................................................................... iii

DAFTAR ISI............................................................................................................. v

BAB I KASUS..........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4

UVEITIS ANTERIOR

A. Anatomi & Fisiologi Uvea............................................. 8

B. Definisi & Klasifikasi...................................................... 9

C. Epidemiologi...…............................................................. 11

D. Etiologi………................................................................. 11

E. Patofisiologi..................................................................... 13

F. Gejala Klinis…..……....................................................... 15

G. Diagnosis Banding........................................................... 16

H. Pemeriksaan Penunjang.................................................... 16

I. Penatalaksanaan................................................................ 17

J. Komplikasi........................................................................ 17

K. Prognosis........................................................................... 17

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. 19

Page 5: Uveitis Anterior

BAB IV KESIMPULAN………………............................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 21

Page 6: Uveitis Anterior

BAB I

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. VNN

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 76 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Cemara IV/16 4/8 Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga

No. RM : 12-13-233291

Tanggal Periksa : 03 Desember 2012

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama: mata merah

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poli klinik Mata RSUD Salatiga dengan keluhan mata kanan merah sejak 9

hari yang lalu. Keluhan yang sangat mengganggu meliputi nyeri pada mata (+), terasa

ngganjel(+), nrocos (+), kotoran pada mata (-), pusing (-). Pasien mengatakan sudah

mengobati sendiri dengan tetes mata Rohto namun tidak kunjung membaik. Pasien

mengatakan mata kanan sudah tidak dapat melihat sejak + 1 tahun yang lalu. Pasien memiliki

riwayat HT sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat keluhan yang sama (-)

Riwayat penyakit mata sebelumnya (-)

Riwayat asthma (-), rhinitis alergika (-), eksema pada kulit (-), alergi

makanan/obat/debu disangkal.

Riwayat trauma pada mata maupun kepala (-)

Riwayat penyakit metabolic (+) hipertensi (+ 20 tahun) , penyakit tuberculosis,

nyeri sendi, penyakit kulit , herpes disangkal

Page 7: Uveitis Anterior

Riwayat mondok (-) operasi mata (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluhan yang sama (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum:

Compos Mentis, tampak kesakitan.

2. Status Oftalmologikus

NO Pemeriksaan OD OS

1. Sekitar Mata

Supercilia

o Rontok

Cilia

o Rontok

o Trikiasis

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

2. Palpebrae superior

Benjolan

Oedem

Hiperemis

Cobblestone

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

3. Palpebrae inferior

Benjolan

Oedem

Hiperemis

Cobblestone

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

4. Margo palpebra sup et inf Normal Normal

5. Punctum Lakrimal sup et inf Normal Normal

6. Saccus Lakrimal Normal Normal

7. Konjungtiva

Page 8: Uveitis Anterior

(palpebra,bulbi,forniks)

Injeksi siliar

Injeksi konjungtiva

Hiperemis

Oedem

Folikel

Papil

Kemotik

Sub.konj. bleeding

Positif

Positif

Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

8. Bulbus Okuli

Eksof/endoftalmos

Gerakan

Nistagmus

Strabismus

Normal

Normal

Negatif

Negatif

Normal

Normal

Negatif

Negatif

9. Sklera

Ikterik Negatif Negatif

10. Kornea

Warna

Sikatrik

Infiltrat

Oedem

Neovaskularisasi

Arcus senilis

Keruh

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Positif

Bening,transparan,men

gkilat

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Positif

11. COA Keruh Jernih

12. Iris

Warna

Sinekia

Bentuk

Kriptae

Coklat normal

positif

Normal

Normal

Coklat normal

Negatif

Normal

Normal

13. Pupil

Page 9: Uveitis Anterior

Anisokor

Reflek pupil (direct

& Indirect

Letak

Bentuk

Ø 2-3mm

-/-

Sentral

Bulat

Ø 4mm

+ / +

Sentral

Bulat

14. Lensa

Ada/Tidak

Terletak pada

tempatnya/ Tidak

Warna

Ada

Terletak pada tempatnya

Keruh (?)

Ada

Terletak pada

tempatnya

Jernih

15. Sekret Negatif Negatif

16. Visus 0 6/7

17. TIO Normal Normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Slit Lamp : Keratik presipitat (+)

E. ASSESMENT

Uveitis Anterior Akut

F. TERAPI

- Brealifex Plus ( 4 dd 2 gtt OD )

- Lameson tab 8 mg ( 2 dd tab I )

- Mefinter cap 500 mg ( 2 dd cap I )

G. EDUKASI

- Istirahat, tidak terlalu banyak aktifitas

- Bila bepergian menggunakan kacamata pelindung

- Meningkatkan daya tahan tubuh (makan bergizi, istirahat cukup)

- Menggunakan dan meminum obat sesuai anjuran dokter

Page 10: Uveitis Anterior

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Uvea

Uvea merupakan lapis vaskular mata yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan khoroid.

Iris

Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkular yang ditengahnya

terdapat lubang yang dinamakan pupil. Iris berpangkal pada badan siliar dan merupakan

pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan iris warnanya

sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang

disebut kripti. Jaringan otot iris terusun longgar dengan otot polos yang berjalan

melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus pupil (dilator pupil). Iris menipis

di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil. Pembuluh darah

di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut

Page 11: Uveitis Anterior

sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang

bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.

Korpus Siliaris

Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi

di belakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid

terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk

akomodasi.

Khoroid

Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara sklera dan retina. Khoroid

tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid, besar, sedang dan kecil. Semakin ke

dalam letak pembuluh di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Khoroid di sebelah

dalam dibatasi oleh membrana Bruch dan di sebelah luar dibatasi oleh sklera. Khoroid

melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid bersambung

dengan badan siliar.

Fungsi dari uvea antara lain :

1. Regulasi sinar ke retina

2. Imunologi, bagian yang berperan dalam hal ini adalah khoroid

3. Produksi akuos humor oleh korpus siliaris

4. Nutrisi

5. Filtrasi

B. Definisi dan Klasifikasi

Uveitis diartikan sebagai peradangan dari ‘uveal tract’, lapisan pembuluh darah mata

yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan khoroid. Inflamasi dari struktur ini biasanya diikuti

oleh inflamasi jaringan sekitarnya, termasuk kornea, sklera, vitreous, retina, dan nervus

optikus.

Uveitis dapat diklasifikasikan menurut :

Page 12: Uveitis Anterior

a. Anatomi

Yaitu berdasarkan seberapa besar bagian uvea yang terkena. Menurut Standardization of

Uveitis Nomenclatur (SUN) Working Group pada tahun 2005 membuat suatu system

klasifikasi secara anatomis suatu uveitis.

Tipe Fokus Inflamasi Meliputi

Uveitis Anterior COA Iritis

Iridosiklitis

Siklitis Anterior

Uveitis Intermediat Vitreus Pars Planitis

Siklitis Posterior

Hialitis

Uveitis Posterior Retina dan Koroid Koroiditis Fokal, Multifokal

atau difus

Korioretinitis

Retinokoroiditis

Retinitis

Neuroretinitis

Pan Uveitis COA, Viterus, Retina

dan Koroid

b. Gambaran klinik :

Tipe Keterangan

Akut Karakteristik Episodenya: onset tiba-

tiba, durasi ≤ 3 bln

Rekuren Episode berulang, dengan periode

inaktivasi tanpa terapi ≥ 3bln

Page 13: Uveitis Anterior

Kronik Uveitis persisten dengan relaps < 3 bln

setelah terapi dihentikan

c. Histopatologi

1. Granulomatosa, umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme

penyebab.

2. Non-granulomatosa, umumnya tidak ditemukan organisme pathogen dan berespon

baik terhadap terapi kortikosteroid sehingga diduga peradangan ini merupakan

fenomena hipersensifitas.

C. Epidemiologi

Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya terjadi pada usia muda dan usia

pertengahan. Insidensi dari uveitis di Amerika Serikat sekitar 15 per 100.000 orang per

tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar

50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Uveitis bisa terjadi pada

umur di bawah 16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara seperti Amerika

Serikat, Israel, India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada dekade 30-40

tahun.

D. Etiologi

Pada kebanyakan kasus tidak diketahui penyebabnya, diduga terjadi proses inflamasi

dan non infeksi.

1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intra okuler,

ataupun iatrogenik.

2. Endogen : karena adanya kelainan sistemik sebagai faktor predisposisi

a. Bakteri : Tuberkulosa, sifilis

b. Virus : Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV, Penyakit

Vogt- Koyanagi-Hanada, Sindrom Bechet.

c. Jamur : Kandidiasis

d. Parasit : Toksoplasma, Toksokara

Page 14: Uveitis Anterior

e. Penyakit Sistemik : Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple

sklerosis, sarkoidosis, penyakit vaskuler

f. Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika

g. Neoplastik : Limfoma, reticulum cell carcinoma

3. Immunodefisiensi : AIDS

4. Idiopatik

E. Patofisiologi

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu

infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu

trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap

zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.

Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi

hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam

(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.

Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu

setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier

sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada

pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel

kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk

presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.

Apabila presipitat keratik ini besar disebut mutton fat.

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel

radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit

ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada

perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca

nodules.

Page 15: Uveitis Anterior

Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara iris

dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris

dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Dapat pula terjadi

perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup

oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah

dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor

dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik

mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe.

Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma

sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada

sudut bilik mata depan, sedangkan pada fase lanjut glaukoma terjadi karena adanya

seklusio pupil.

Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi akuos

humor yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan

siliar.

F. Gejala Klinis

a. Gejala subyektif

1) Nyeri :

-Uveitis anterior akut

Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf

siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri

bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal.

Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang

nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri.

- Uveitis anterior kronik

Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati bulosa

akibat glaukoma sekunder.

2) Fotofobia dan lakrimasi

- Uveitis anterior akut

Page 16: Uveitis Anterior

Fotofobia disebabkan spasmus siliar bukan karena sensitif terhadap cahaya.

Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan

erat dengan fotofobia.

- Uveitis anterior kronik

Gejala subjektif ini hampir tidak ataupun ringan.

3) Penglihatan kabur

Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan-sedang, berat atau hilang timbul,

tergantung penyebab.

- Uveitis anterior akut

Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan aquos dan badan

kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.

- Uveitis anterior kronik

Disebabkan oleh karena kekeruhan lensa, badan kaca dan kalsifikasi kornea.

b. Gejala objektif

Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila

diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi.

1) Injeksi Silier

Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna

keunguan.

- Uveitis anterior akut

Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat

meluas sampai pembuluh darah konjungtiva.

- Uveitis anterior hiperakut

Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis.

Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar

depan dengan reflex aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.

Page 17: Uveitis Anterior

2) Perubahan kornea

- Keratik presipitat

Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea

akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik

endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus.

Keratik presipitat dapat dibedakan :

o Baru dan lama : Jika baru berbentuk bundar dan berwarna putih. Lama

akan mengkerut, berpigmen dan lebih jernih.

o Jenis sel : Leukosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah,

halus keabuan. Limfosit kemampuan beraglutinasi sedang

dan membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih.

Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi

sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar dikenal

sebagai mutton fat.

o Ukuran dan jumlah sel : Halus dan banyak terdapat pada iritis dan

iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis intermedia.

Mutton fat berwarna kebuan dan agak basah. Terdapat pada uveitis granulomatosa

disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, lepra, vogt-koyanagi-harada dan simpatik

oftalmia. Juga ditemui pada uveitis non-granulomatosa akut dan kronik yang berat.

Mutton fat dibentuk oleh makrofag yang bengkak oleh bahan fagositosis dan sel

epiteloid berkelompok atau bersatu membentuk kelompok besar. Pada permulaan

hanya beberapa dengan ukuran cukup besar dengan hidratasi dan tiga dimensi,

lonjong batas tidak teratur. Bertambah lama membesar dan menipis serta berpigmen

Page 18: Uveitis Anterior

akibat fagositosis pigmen uvea, dengan membentuk daerah jernih pada endotel

kornea. Pengendapan Mutton fat sulit mengecil dan sering menimbulkan perubahan

endotel kornea gambaran merupakan gelang keruh di tengah karena pengendapan

pigmen dan sisa hialin sel.

3) Kelainan kornea

- Uveitis anterior akut

Keratitis dapat bersamaan uveitis dengan etiologi tuberculosis, sifilis, lepra, herpes

simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan kornea.

- Uveitis anterior kronik

Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descement dan

neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan Descement dan

vesikel pada epitel kornea.

4) Bilik mata

Kekeruhan dalam bilik mata depan mata disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, sel

dan fibrin.

4.1. Efek Tyndall

Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran paling tepat dengan

tyndalometri.

- Uveitis anterior akut

Kenaikan jumlah sel dalam bilik mata depan sebanding dengan derajat

peradangan dan penurunan jumlah sel sesuai dengan penyembuhan pada

pengobatan uveitis anterior.

Page 19: Uveitis Anterior

- Uveitis anterior kronik

Terdapat efek Tyndall menetap dengan beberapa sel menunjukan telah terjadi

perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah iris. Bila terjadi peningkatan efek

Tyndall disertai dengan eksudasi sel menunjukkan adanya eksaserbasi

peradangan.

4.2. Sel

Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila efek

Tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah dalam ruangan gelap

dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3 mm dengan sudut 45o. dapat dibedakan sel

yang terdapat dalam bilik mata depan.

Jenis sel : Limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan.

Makrofag lebih besar, warna tergantung bahan yang difagositosis.

Sel darah berwarna merah.

4.3. Fibrin

Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau bercabang,

warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea.

4.4. Hipopion

Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah. Hipopion

dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebukan sel leukosit berinti

banyak.

Page 20: Uveitis Anterior

5) Iris

5.1. Hiperemi iris

Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang tidak

terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hiperemi ini harus dibedakan dari

rubeosis iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa percabangan abnormal.

5.2. Pupil

Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat

peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai

nyeri.

5.3. Nodul Koeppe

Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih, warna

putih keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmentasi baik pada permukaan

atau lebih dalam.

5.4. Nodul Busacca

Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai benjolan

putih pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk kelompok dalam liang

setelah mengalami organisasi dan hialinisasi. Nodul Busacca merupakan tanda uveitis

anterior granulomatosa.

5.5. Granuloma iris

Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris

merupakan kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti tuberculosis, lepra

dan lain-lain. Ukuran lebih besar dari kelainan lain pada iris. Terdapat hanya tunggal,

tebal padat, menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila

glaucoma hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan.

5.6. Sinekia iris

Page 21: Uveitis Anterior

Merupakan perlengketan iris dengan struktur yang berdekatan pada uveitis

anterior karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami proses organisasi sel

radang dan fibrosis iris. Sinekia posterior merupakan perlengketan iris dengan kapsul

depan lensa. Perlengketan dapat berbentuk benang atau dengan dasar luas dan tebal. Bila

luas akan menutupi pupil, dengan pemberian midriatika akan berbentuk bunga. Bila

eksudasi fibrin membentuk sinekia seperti cincin, bila seklusio sempurna akan

memblokade pupil (iris bombe). Kelainan ini dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa

atau non-granulomatosa, lebih sering bentuk akut dan subakut, dengan fibrin cukup

banyak. Ditemui juga pada bentuk residif bila efek Tyndall berat. Sedangkan sinekia

anterior merupakan perlengketan iris dengan sudut irido-kornea, jelas terlihat dengan

gonioskopi. Sinekia anterior timbul karena pada permukaan blok pupil sehingga akar iris

maju ke depan menghalangi pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada dasar

iris, sehingga setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea menarik iris

kea rah sudut. Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan determinan uveitis

anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik dalam bilik mata depan.

5.7. Oklusi pupil

Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel-sel radang pada

pinggir pupil.

5.8. Atrofi iris

Page 22: Uveitis Anterior

Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi iris

dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis akut

disebabkan oleh virus, terutama herpetic.

5.9. Kista iris

Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah kecelakaan, bedah mata

dan insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang dilapisi epitel seperti pada

epitel kornea.

6) Perubahan pada lensa.

6.1. Pengendapan sel radang.

Akibat eksudasi ke dalam akuos diatas kapsul lensa terjadi pengendapan pada

kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan,

bulat, menimbul, tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa.

6.2. Pengendapan pigmen

Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa

menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang

menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.

6.3. Perubahan kejernihan lensa

Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan

proses degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan

tergantung pada tingkat perlengketan lensa-iris, berat dan lamanya penyakit.

7) Perubahan dalam badan kaca

Page 23: Uveitis Anterior

Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa

kolagen, didepan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau bergerak.

Agregasi terutama oleh sel limfosit, plasma dan makrofag.

8) Perubahan tekanan bola mata

Tekanan bola mata pada uveitis dapat hipotoni, normal atau hipertoni. Hipotoni timbul

karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi menunjukkan

berkurangnya peradangan pada bilik mata depan. Hipertoni dini ditemui pada uveitis

hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang

menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.

G. Diagnosa Banding

1. Konjungtivitis

Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret dan

umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier

2. Keratitis/ keratokonjungtivitis

Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.

3. Glaukoma akut

Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap/ keruh.

4. Neoplasma

Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna bisa terdiagnosa

sebagai uveitis.

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Flouresence Angiografi (FA)

FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan

komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk intraokular

maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah

edema intraokular, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N.

optikus dan radang pada koroid.

2. USG

Page 24: Uveitis Anterior

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan

retina

3. Biopsi Korioretinal

Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan

pemeriksaan laboratorium lainnya

Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non

granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non spesifik. Sedangkan pada uveitis

anterior yang tetap tidak responsive harus diusahan untuk menemukan diagnosis etiologinya.

I. Pengobatan

Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obat intra okuler, seperti

sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS atau kortikosteroid, dapat juga

digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu pada pengobatan yang tidak berespon

terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator.

a. Midriatik atau sikloplegik

Midriatik atau sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia

posterior dan menghilangkan efek fotofobia sekunder yang diakibatkan oleh spasme dari

otot siliaris. Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis siklopegik yang

dibutuhkan semakin tinggi.

b. OAINS

Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS

dalam mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan. Pemakaian

OAINS yang lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan

traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik.

c. Kortikosteroid

Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat.

Namun efek samping yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi

Page 25: Uveitis Anterior

yang spesifik, seperti pengobatan inflamasi aktif di mata dan mengurangi inflamasi intra

okuler di retina, koroid dan N.optikus.

d. Imunomodulator

Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam

penglihatan yang sudah tidak merespon terhadap kortikosteroid. Imunomodulator bekerja

dengan cara membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi.

Indikasi digunakannya imunomodulator adalah :

1. Inflamasi intraocular yang mengancam penglihatan pasien.

2. Gagal dengan terapi kortikosteroid.

3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid.

Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis

pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau

kelainan darah. Dan sebelum dilakukan informed concent.

e. Analgetika

Analgetik dapat diberikan secara sistemik terutama diberikan pada kasus uveitis non

granulomatosa, karena biasanya pasien mengeluhkan nyeri.

J. Komplikasi

Komplikasi dari uveitis dapat berupa :

1. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata

Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan

hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan

cairan ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out

flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan

midriatika.

2. Katarak

Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan

terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism

lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih

Page 26: Uveitis Anterior

komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola

dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post

operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian

menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior

dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata

dengan uveitis.

Prognosis penglihatan pasien dengan katarak komplikata ini tergantung pada

penyebab uveitis anteriornya. Pada Fuchs heterochromic iridocyclitis operasi berjalan

baik dengan hasil visualisasi bagus. Sedangkan pada tipe lain (idiopatik, pars planitis,

uveitis associated with sarcoidosis, HSV, HZF, syphilis, toksoplasmosis, spondylo

arthopathies) menimbulkan masalah, walaupun pembedahan dapat juga memberikan

hasil yang baik.

3. Neovaskularisasi

4. Ablasio retina

Akibat dari tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.

5. Kerusakan N.optikus

6. Atropi bola mata

7. Edem Kisoid Makulae

Terjadi pada uveitis anterior yang berkepanjangan.

K. Prognosis

Prognosis dari uveitis anterior ini tergantung dari etiologi atau gambaran

histopatologinya. Pada uveitis anterior non granulomatosa gejala klinis dapat hilang dalam

beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan.

Pada uveitis anterior granulomatosa inflamasi dapat berlangsung berbulan-bulan hingga

bertahun-tahun, kadang-kadang terjadi remisi dan eksaserbasi. Pada kasus ini dapat timbul

kerusakan permanen walaupun dengan pemberian terapi terbaik.

Page 27: Uveitis Anterior

BAB III

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan mata, serta

pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. Berdasarkan anamnesis pada pasien ini didapatkan

keluhan berupa mata kanan merah, nyeri, ngganjel dan nrocos yang dirasakan sejak 9 hari yang

lalu. Pasien mengatakan mata yg sakit sudah tidak dapat melihat sejak 1 tahun yang lalu, tidak

didapatkan riwayat trauma maupun riwayat sakit mata lainnya. Riwayat hipertensi positif,

diderita sejak kurang lebih 20 tahun. Riwayat alergi dan penyakit lain seperti DM, tuberkulosa,

penyakit sendi, penyakit kulit dan herpes disangkal. Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal.

Dari pemeriksaan general meliputi keadaan umum pasien dan vital sign, dalam batas normal,

kecuali tekanan darahnya, yaitu 150/100 mmHg. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan

mata, meliputi inspeksi, palpasi TIO digital, visus dan slit lamp. Pada inspeksi didapatkan hasil

konjungtiva palpebra hiperemis, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar positif, kornea keruh,

kornea oedem, bilik mata depan keruh, sinekia positif, reflek cahaya negatif dan lensa keruh.

Palpasi digital TIO menunjukkan interpretasi yang normal. Pemeriksaan visus memberikan hasil

0 (nol) pada mata kanan dan 6/7 pada mata kiri. Pemeriksaan slit lamp memberikan gambaran

keratik presipitat positif. Dari keseluruhan prosedur untuk menegakkan diagnosis ,baik

anamnesis maupun pemeriksaan mata, didapatkan diagnosis uveitis anterior. Berdasar

onset/waktunya ( < 6 minggu ) diklasifikasikan menjadi uveitis anterior akut.

Etiologi dari uveitis anterior dapat berbagai macam, dapat disebabkan oleh infeksi,

trauma, reaksi hipersensitifitas maupun manifestasi dari penyakit lain. Olek karena itu anamnesis

yang lengkap sangat membantu dalam penegakan diagnosis.

Prinsip terapi uveitis anterior adalah mempertahankan penglihatan (karena merupakan

penyakit yang mengancam penglihatan), mengatasi nyeri, mengatasi peradangan, mencegah dan

atau melepaskan sinekia yang telah terbentuk, dan menatalaksana tekanan intraokular. Terapi

untuk uveitis anterior sifatnya non spesifik dikarenakan etiologinya yang beragam. Dapat

ditambahkan terapi kausatif apabila penyebabnya telah diketahui. Secara umum diberikan terapi

topikal dengan kortikosteroid dan sikloplegik atau midriatikum. Dapat ditambahkan preparat oral

kortikosteroid atau antiinflamasi nonsteroid bila diperlukan.

Page 28: Uveitis Anterior

Pada pasien ini, diteteskan midriatikum pada mata kanan saat itu juga di poli. Tujuan

pemberian midriatikum adalah untuk mengatasi nyeri dengan mengistirahatkan iris, mencegah

terjadinya sinekia dan menstabilkan blood-aquous barrier dan mencegah kebocoran protein

(flare). Lalu ditambahakn resep meliputi Bralifex Plus, yaitu suspensi tetes mata steril yang

berisi kortikosteroid dan antibiotik, dan juga preparat oral berupa Lameson tab 8 mg dan

Mefinter cap 500 mg.

Bralifex Plus berisi deksametason 1 mg dan tobramisin 3 mg. Deksametason merupakan

kortikosteroid, berperan mengatasi inflamasi dengan menurunkan produksi eksudat, stabilisator

membran sel, menghambat pelepasan lisozim oleh granulosit dan menekan sirkulasi limfosit.

Berbagai kortikosteroid topikal yang tersedia untuk mata antara lain Prednisolone acetate 0.125%

and 1%, Rimexolone 1%, Prednisolone sodium phosphate 0.125%, 0.5%, and 1%, Dexamethasone

alcohol 0.1%, Dexamethasone sodium phosphate 0.1%, Fluoromethalone 0.1% and 0.25%, Medrysone

1%. Dalam bralifex Plus terkandung pula antibiotik tobramisin yang dapat dikombinasikan dengan

kortikosteroid untuk mengatasi inflamasi pada mata dan beresiko terkena infeksi bakterial.

Pada pasien ini diberikan juga Lameson 8 mg, terkandung metilprednisolon, yaitu glukokortikoid

sintetik yang memiliki efek antiinflamasi kuat. Pemberian kortikosteroid sistemik dimungkinkan untuk

mengatasi kemungkinan adanya reaksi peradangan oleh penyakit lain yang melatar belakangi uveitis

anterior. Selain itu diberikan juga Mefinter 500 mg yang berisi asam mefenamat, merupakan analgetik

yang diharapkan mampu mengatasi nyeri pada mata yang cukup mengganggu.

Selain terapi berupa medikasi, perlu juga diberikan edukasi terhadapa pasien supaya proses

penyembuhan lebih optimal. Edukasi meliputi istirahat yang cukup, tidak terlalu banyak aktifitas terlebih

aktifitas diluar rumah, menggunakan kacamata pelindung saat bepergian, dan juga meningkatkan daya

tahan tubuh dengan makan-makanan bergizi dan tidak lupa untuk kontrol setelah 3-5 hari.

Page 29: Uveitis Anterior

BAB IV

KESIMPULAN

Uveitis diartikan sebagai peradangan dari ‘uveal tract’, lapisan pembuluh darah mata

yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan khoroid. Inflamasi dari struktur ini biasanya diikuti

oleh inflamasi jaringan sekitarnya, termasuk kornea, sklera, vitreous, retina, dan nervus

optikus.

Uveitis diklasifikasikan menurut anatomi, etiologi, keparahan, onset dan juga

gambaran histopatologinya. Secara anatomi dapat dibagi menjadi uveitis anterior, intermediet

dan posterior. Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi eksogen dan endogen. Berdasar

keparahan dibagi menjadi uveitis ringan, sedang dan berat. Berdasar onsetnya dibagi menjadi

akut dan kronis. Dan berdasar gambaran histopatologinya, dibagi menjadi granulomatosa dan

non-granulomatosa.

Gejala subyektif meliputi nyeri (terutama pada bulbus okuli, spontan atau pada

penekanan), pening yang menjalar ke temporal, fotofobia, gangguan visus, dan lakrimasi.

Gejala obyektif meliputi penurunan visus, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, koernea

keruh karena oedem, hipopion, keratik presipitat dan flare.

Penegakan diagnosis didapatkan dari anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik

dan mata yang teliti.

Terapi bersifat non spesifik, meliputi terapi topikal dengan kortikosteroid dan

sikloplegik atau midriatikum. Dapat ditambahkan terapi sistemik dengan kortikosteroid

maupun NSAIDs sesuai indikasi.

Page 30: Uveitis Anterior

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas Sidarta, 2002. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa

Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.

Ilyas Sidarta, 2006. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit Faultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

Wijana, Nana. 1983. Uvea. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta.

Kelvin L Alexander et al. Care of the patient with uveitis anterior. Optometric Clinical Practice

Guideline Care Of The Patient With Uveitis Anterior. American Optometric Association,

2004.

Gordon, Kilbourn, 2008. Iritis dan Uveitis. E Medicine available from :

http://www.emedicine.com/emrg/byname/iritisdanuveitis.htm.

Anonymous. http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Bralifex%20Plus/