Usulan Kerja Praktek Rindang

Embed Size (px)

Citation preview

USULAN KERJA PRAKTEK

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PANTAI DRINI, YOGYAKARTA

Disusun sebagai pedoman untuk melaksanakan Kerja Praktek pada Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman

Oleh : Rindang IslamiatiNIM. H1K011009

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTANFAKULTAS SAINS DAN TEKNIKUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO2014

USULAN KERJA PRAKTEK

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PANTAI DRINI, YOGYAKARTA

Oleh : Rindang IslamiatiNIM. H1K011009

disetujui tanggal-

MengetahuiKetua Jurusan Perikanan dan Kelautan, Pembimbing,

Dr. Ir. H. Arif Mahdiana, M.si.Dr. Bintang Marhaeni, M.si.NIP. 195901261986011001 NIP. 1966070319992032

19

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiI.PENDAHULUAN21.1.Latar Belakang21.2.Perumusan Masalah41.3.Tujuan41.4.Manfaat4

II.TINJAUAN PUSTAKA52.1.Ekosistem Terumbu Karang52.2.Echinodermata62.3.Struktur Komunitas172.4.Faktor Faktor Lingkungan yang mempengaruhi Ekosistem Terumbu Karang dan Echinodermata20

III. MATERI DAN METODE233.1.Materi Penelitian233.2.Metode Penelitian233.3.Lokasi dan Waktu Kerja Praktek29

DAFTAR PUSTAKA30

LAMPIRAN32

i

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPantai Drini terletak di Kelurahan Ngestirejo Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta atau 37 kilometer arah selatan dari pusat kota Wonosari. Kawasan wisata ini memiliki pasir putih dengan dibatasi bukit-bukit kapur dan karang-karang yang agak menjorok dari bibir pantai. Pantai drini kondisi alamnya masih terjaga karena belum di manfaatkan secara maksimal sehingga kemungkinan struktur komunitas disana termasuk dalam kondisi yang baik. Pantai Drini terletak di Selatan Yogyakarta yang mempunyai gelombang dan arus cukup kencang. Gelombang dan arus ini dapat mendistribusikan makanan untuk makrozoobentos yang berada di sekitar Pantai Drini. Selain itu Pantai Drini memiliki ekosistem terumbu karang yang baik sehingga makrozoobentos dapat hidup baik disana. Pengunjung kawasan pariwisata di Pantai Drini masih di kategorikan rendah, hal ini kemungkinan terjadi karena kurangnya sosialisasi pemerintah setempat dan lokasi Pantai Drini yang cukup jauh dari pusat kota Yogyakarta. Terdapat kemungkinan kondisi struktur komunitas Echinodermata di kawasan Pantai Drini baik sehingga perlu dilalukan penelitianEchinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, derma artinya kulit. Secara umum Echinodermata berarti hewan yang berkulit duri. Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak. Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini bentuk tubuhnya radial simetris dan kebanyakan mem-punyai endoskeleton dari zat kapur dengan me-miliki tonjolan berupa duri (Jasin, 1984). Echinodermata merupakan salah satu hewan yang sangat penting dalam ekosistem laut dan bermanfaat sebagai salah satu kompo-nen dalam rantai makanan, pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. (Dahuri, 2003) menyatakan bahwa Jenis-jenis Echinodermata dapat bersifat pemakan seston atau pemakan destritus, sehingga peranannya dalam suatu ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai oleh spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis Echinodermata. Selain itu Echinodermata mengandung unsur-unsur kimia yang memiliki nilai tinggi di bidang pangan, obat-obatan dan sering dijadikan barang koleksi hiasan yang indah. Mengingat hewan-hewan yang tergolong dalam filum Echinodermata begitu banyak, maka perlu diklasifikasikan dalam kelas tertentu berdasarkan beberapa persamaan dan perbedaan ciri morfologi mau-pun anatomi. (Jasin, 1984) mengelompok-an filum Echinodermata menjadi 5 kelas yaitu kelas Asteroidea (bintang laut) contoh: Archaster typicus, kelas Ophiuroidea(Bintang Ular) contoh: Amphiodiaurtica, kelas Echinoidea (Landak Laut) contoh: Diademasetosium, kelas Crinoidea (lilia laut) contoh: Antedonrosacea, dan kelas Holothuroidea (Tripang Laut) contoh: Holothuriascabra.Habitat Echinodermata dapat ditemui hampir semua ekosistem laut. Namun eko-sistem yang paling tinggi terdapat pada terum-bu karang di zona intertidal. Hal ini dipe-ngaruhi oleh faktor fisik dan kimia pada masing-masing daerah. Nybakken (1987:226) mengemukakan bahwa, Dari semua pantai intertidal, pantai berbatu yang tersusun dari bahan keras merupakan daerah yang paling padat mikroorganismenya dan mempunyai ke-anekaragaman terbesar baik untuk spesies he-wan maupun tumbuhan. Diketahui bahwa komunitas hewan Echinodermata di alam bebas memiliki ukuran populasi yang tidak sama kerena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi.

1.2. Perumusan MasalahPantai Drini memiliki ekosistem terumbu karang yang baik sehingga menarik untuk di kunjuingi, karena memiliki ekosistem terumbu karang yang baik habitat Echinodermata disana juga masih dalam kategori baik. Pengunjung yang datang dapat melakukan kegiatan yang berpengaruh terhadap ekosistem seperti menginjak terumbu karang yang dapat menyebabkan terumbu karang tersebut mati dan berpengaruh terhadap struktur komunitas karena terumbu karang merupakan habitat bagi organisme yang hidup di dalamnya.1.3. TujuanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas Echinodermata yang berada di Pantai Drini, Yogyakarta yang meliputi keanekaragaman, kemerataan, dominansi dan kelimpahan.1.4. ManfaatHasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kondisi Echinodermata yang berada di Pantai Drini, Yogyakarta.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Terumbu KarangEkosistem terumbu karang adalah ekosistem yang hidup di dasar perairan laut dangkal di daerah tropis dan subtropis yang dibentuk oleh kegiatan biologis dari hewan- hewan karang Anthozoa. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluhpuluh jenis moluska, krustacea, sponge, echinodermata, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).Terumbu karang (coral reefs) merupakan Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh endapan massif (deposit) padat Kalsium (CaCo3) yang dihasilkan oleh hewan karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) dan organisme - organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (CaCo3) (Veron, 1995). Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleractina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu (reef-building corals). Terumbu karang memiliki berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Menurut Adrianto et al. (2004), ekosistem terumbu karang memiliki fungsi ekologis diantaranya: (1) nutrien bagi biota perairan laut, (2) pelindung fisik (dari gelombang), (3) tempat pemijahan, (4) tempat bermain dan asuhan bagi biota laut, sedangkan fungsi ekonomi sebagai habitat dari ikan karang, udang karang, algae, teripang, dan kerang mutiara. Terumbu karang juga berfungsi sebagai tujuan wisata dan penelitian. Menurut Cesar (2000) estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.2.2. EchinodermataEchinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, derma artinya kulit. Secara umum Echinodermata berarti hewan yang berkulit duri. Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak. Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini bentuk tubuhnya radial simetris dan kebanyakan mem-punyai endoskeleton dari zat kapur dengan me-miliki tonjolan berupa duri. Kelompok utama Echinodermata terdiri dari lima kelas, yaitu kelas Asteroidea (bintang laut) contoh: Archaster typicus, kelas Ophiuroidea (Bintang Ular) contoh: Amphiodiaurtica, kelas Echinoidea (Landak Laut) contoh: Diademasetosium, kelas Crinoidea (lilia laut) contoh: Antedon-rosacea, dan kelas Holothuroidea (Tripang Laut) contoh: Holothuriascabra (Jasin, 1984). Echinodermata merupakan salah satu hewan yang sangat penting dalam ekosistem laut dan bermanfaat sebagai salah satu kompo-nen dalam rantai makanan, pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. Dahuri, 2003 menyatakan bahwa Jenis-jenis Echinodermata dapat bersifat pemakan seston atau pemakan destritus, sehingga peranannya dalam suatu ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai oleh spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis Echinodermata. Selain itu Echinodermata mengandung unsur-unsur kimia yang memiliki nilai tinggi di bidang pangan, obat-obatan dan sering dijadikan barang koleksi hiasan yang indah. Mengingat hewan-hewan yang tergolong dalam filum Echinodermata begitu banyak, maka perlu diklasifikasikan dalam kelas tertentu berdasarkan beberapa persamaan dan perbedaan ciri morfologi mau-pun anatomi. Habitat Echinodermata dapat ditemui hampir semua ekosistem laut. Namun eko-sistem yang paling tinggi terdapat pada terumbu karang di zona intertidal. Hal ini dipe-ngaruhi oleh faktor fisik dan kimia pada masing-masing daerah Nybakken, 1987 mengemukakan bahwa, Dari semua pantai intertidal, pantai berbatu yang tersusun dari bahan keras merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keanekaragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Diketahui bahwa komunitas hewan Echinodermata di alam bebas memiliki ukuran populasi yang tidak sama kerena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi.Echinodermata merupakan hewan yang sering muncul pada perairan intertidal terutama pada ekosistem terumbu karang seperti yang dikemukakan oleh Clark (1974) bahwa Echinodermata sangat kuat asosiasinya dengan ekosistem terumbu karang karena termasuk dalam rantai makanan sebagai karnivora, herbivora, dan makanan bagi ikan karang serta sebagai pembersih laut.Echinodermata dibagi dalam 5 kelas utama yakni: teripang (Holothuroidea), bintang laut (Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea), bulu babi (Echinoidea) dan lili laut (Crinoidea). Hewan ini sangat umum di jumpai di daerah pantai terutama di daerah padang lamun dan terumbu karang. Di Indonesia dan sekitarnya (kawasan India-Pasifik Barat) terdapat teripang kurang lebih 141 jenis, bintang laut 87 jenis, bintang ular142 jenis, bulu babi 84 jenis dan lili laut 91 jenis (Nontji, 2007).

2.2.1. Kelas AsteroideaPergerakan hewan ini lambat di dasar perairan yang bersubstrat pasir. Habitatnya meliputi daerah padang lamun, mangrove dan terumbu karang yang mencapai kedalaman 1.5 m. Hewan ini berkelompok dengan membentuk sarang dari pasir. Pasir yang menjadi substrat tempat hidupnya dibentuk menyerupai gundukan untuk penyamaran. Hewan ini dtemukan di seluruh wilayah laut tropis. Asteroidea termasuk karnivora dan memangsa berbagai avertebrata lain seperti polip coelenterata, crustacea, kerang, dan siput, bahkan ikan. Beberapa jenis merupakan pemakan bangkai. Acanthaster merupakan hama pada terumbu karang, memakan polip coelenterata (Suwignyo, 2005).Klasifikasi Asteroidea:Kingdom : AnimaliaPhylum : EchinodermataKelas: AsteroideaFamili: ArchasteridaeGenus: Linckia; ArchasterSpecies : Linckia lacviagata;Achaster typicusTubuh bintang laut terdiri atas cawan sentral yang berisi mulut dan dikelilingi oleh lima lengan. Bintang laut (Kelas Asteroidea) mampu bergerak kemana-mana dengan bantuan kaki tabungnya tetapi sangat perlahan. Kelas Ophiuroidea berbeda dengan bintang laut karena mempunyai lengan yang kurus dan panjang yang jelas berbeda dari cawan sentral dan dapat bergerak sangat cepat (bagi ekor Ekinoderamata). Kelas Asteroidea (bintang laut) mampu bergerak kemana-mana dengan bantuan kaki tabungnya tetapi sangat perlahan. Tubuh bintang laut terdiri atas cawan sentral yang berisi mulut dan dikelilingi oleh lima lengan (Kimball, 1999). Bintang laut memiliki lima lengan (kadang-kadang lebih) yang memanjang dari suatu cakram pusat. Permukaan bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung, yang masing-masing dapat bertindak seperti suatu cakram penyedot. Melalui sekumpulan kompleks hidrolik dan kerja otot, penyedot ini dapat di ciptakan atau dibebaskan. Bintang laut mengkoordinasikan kaki tabungnya untuk lekat menempel pada bebatuan dan atau untuk merangkak secara perlahan-lahan sementara kaki tabung tersebut memanjang, mencengkram sekali lagi. Bintang laut juga menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsa, seperti remis dan tiram. Lengan bintang laut mengapit bivalvia yang menutup, yang menggantung dengan ketat pada kaki tabungnya. Bintang laut itu kemudian membalikan lambungnya (bagian dalam menjadi keluar), dan memasukannya ke dalam pembukaan atau lubang sempit antara kerang bivalvia tersebut. Sistem pencernaan bintang lau mensekresikan getah pencernaan yang mulai mencerna tubuh lunak moluska di dalam cangkangnya sendiri. Bintang laut dan beberapa echinodermata mampu melakukan regenerasi.

a. Linckia lacviagatab. Achaster typicusGambar 1. Morfologi Asteroid (Nontji, 2007)Reproduksi Asteroid umumnya dioecious, mempunyai lima pasang gonad pada tiap tangan. Telur dan sperma dilepas ke air, pembuahan diluar dan setelah 2 hari menjadi blastula yang berenang bebas. Larva mulai makan pada saat saluran pencernaan sudah terbentuk. Makanan larva adalah fitoplankton dan partikel tersuspensi. Enam atau tujuh minggu kemudian larva turun ke substrat dan mengalami metamorfosa menjadi dewasa. Kebanyakan bintang laut berumur 10 tahun,tetapi adayang mencapai34 tahun(Romimohtarto &Juwana, 2007). Bintang laut dan beberapa Echinodermata mampu melakukan regenerasi. Bintang laut dapat menumbuhkan kembali lengan yang hilang dan bahkan anggota satu genus dapat menumbuhkan kembali keseluruhan tubuh dari sebuah lengan (Niel et al., 2003).2.2.2. Kelas CrinoideaJenis ini umumnya hidup menempel pada substrat yang keras di ekosistem terumbu karang untuk bertahan dari ombak maupun serangan predator. Pada ekosistem terumbu karang, jenis lili laut dapat mencapai diversitas maksimal (Bradbury et al., 1987). Selain itu lili laut juga bisa bertahan hidup pada salinitas air laut 2836 dan mampu menyesuaikan diri dengan substrat dasar yang lunak.Klasifikasi Crinoidea:Kingdom : AnimaliaPhylum: EchinodermataKelas: CrinoideaGenus : CrinoideaSpecies : Holopus sp, Stephanometra indicaKelompok hewan inidinamakan lili laut atau bintang bulu. Sebagian besar dari mereka hidup di laut yang pada kedalaman sedang dan beberapa jenis berupa hewan laut dalam serta beberapa jenis lagi mendiami laut dangkal. Panjangnya tidak lebih dari 40 cm dan berwarna mencolok. Tubuhnya terdiri dari cakram sentral dengan lima lengan bercabang dua atau lebih. Setiap cabang mempunyai ranting-ranting melintang disebutpinnule, cabang ini membuat hewan berbulu-bulu. Cakram sentral bentuknya seperti mangkuk dengan mulut terletak di dasar (RomimohtartodanJuwana, 2007).

a. Holopus sp b. Stephanometra indicaGambar 2. Morfologi Crinoid (Matranga, 2005)Crinoid memiliki sifat alami sebagai filterfeeder. Ia berpegang pada batu atau tumbuhan dengan alat yang disebut cirri (Matranga, 2005). Salah satu contoh yang sangat umum adalah Comatula pectinata yang mempunyai 12 lengan. Jenis lainya Himerometra magnipinna yang warnanya cokelat kemerah merahan mempunyai 40 lengan (Nontji, 2007). Reproduksi crinoid dilakukan secara seksual dan dioecious. Gonad terdapat pada pangkal beberapa pinnule atau pangkal tangan. Pembuahan di air laut atau dierami. Telur Antedon, bintang bulu, dilekatkan pada sejumlah pinnule. Kemudian turun hingga mengalami proses metamorfosa. Enam atau tujuh minggu kemudian larva turun ke substrat dan mengalami metamorfosa menjadi dewasa (Suwignyo, 2005).2.2.3. Kelas EchinoideaKomunitas Echinodermata merupakan kelompok hewan-hewan yang sangat penting di dalam ekologi pesisir dan laut. Sebagian kerusakan terumbu karang disebabkan oleh pemangsaan bintang laut dari anggota komunitas Asteroidea. Sebaliknya, pemulihan terumbu karang yang rusak juga sebagian besar tergantung dari peran kamunitas Echinoidea sebagai pemakan makroalgae. Laju erosi kapur di terumbu karang juga banyak ditentukan oleh kelimpahan populasi fauna Echinoidea. Hewan ini biasanya hidup di sela-sela pasir atau bebatuan pantai atau di dasar laut. Contoh hewan echinoidea yang banyak ditemukan di dasar pasir dan terumbu karang adalah Diadema setosum. Bulu babi ini berwarna hitam dengan duri runcing dan panjang serta mudah patah (Romimohtarto & Juwana, 2007).Klasifikasi Echinoidea :Kingdom : AnimaliaPhylum: EchinodermataClass: EchinoideaGenus : Diadema; TripneutesSpecies:Diadema savegnyi, Diadema setosum;Tripneuteus gratllia

Bentuk tubuh pada hewan ini kurang lebih terdiri atas lima bagian tubuh yang sama, tanpa tangan dan berduri. Kaki ambulakral pendek dan terletak diantara duri-duri yang panjang. Mulut dikelilingi oleh lima buah gigi yang berkumpul di dalam bibir yang corong (Rusyana, 2011). Bulu babi (sea urchin) dan dollar pasir (sand dollar) tidak memiliki lengan, akan tetapi mereka memiliki lima baris kaki tabung yang berfungsi dalam pergerakan lambat. Bulu babi juga memili otot untuk memutar durinya yang panjang, yang membantu dalam pergerakan. Mulut bulu babi dilingkari oleh struktur kompleks mirip rahang yang telah beradaptasi untuk memakan ganggang laut dan makanan lain. Bulu babi secara kasar bentuknya agak bulat. Sementara tubuh dollar pasir pipih dan berbentuk cakram.

a. Diadema setosumb. Tripneuteus gratlliaGambar 3. Morfologi Echinoidea (Nontji, 2007)

Hewan-hewan Echinoid antara lain landak laut (sea urchin) berbentuk bundar pipih. Kulitnya tertutup duri. Kulit yang juga disebut test itu terdiri dari papan-papan kapur yang tersusun berdekatan menjadi 20 buah baris radier. Mulut dilengkapi dengan 5 buah gigi, terdapat pada pusat permukaan oral dan dikelilingi oleh sebuah daerah membran yang bebas dari duri yang disebut peristom. Branki dermal berjumlah 5 pasang mengelilingi batas peristom. Branki itu juga disebut insang. Duri-duri itu dapat bergerak pada pangkalnya. Pada hewan ini terdapat tabung-tabung telapak yang terdapat pada sisi oral berfungsi dalam gerakan, lainnya berfungsi dalam pernapasan. Anus bermuara pada pusat sisi aboral, yaitu pada pusat periprok yang berupa sekumpulan papan-papan kapur. Periprok dikelilingi oleh 5 buah papan-papan genital. Satu di antara papan-papan genital itu adalah madreporit, yaitu suatu papan yang terbesar dan berlubang-lubang halus. Papan itu adalah papan amburakral dan lubang-lubangnya untuk tabung-tabung telapak. Barisbaris intermedier itu adalah papan interamburakral. Kelas Echinoidea mempunyai kerangka berongga yang kaku mirip kotak. Pada kerangka ini terpaut duri-duri, yang ada beberapa bulu babi sangat panjang. Kelas Holothuroidea mempunyai kulit keras (bukan berduri), tidak berlengan dan hampir tidak berangka (Kimball, 1999).2.2.4. Kelas HolothuroideaTeripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substratpasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang merupakan komponen penting dalamrantai makananditerumbu karangdan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic levels). Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit(deposit feeder) dan pemakan suspensi (suspensi feeder). Di wilayah Indo-Pasifik, pada daerah terumbu yang tidak mengalami tekanan eksploitasi, kepadatan teripang bisa lebih dari 35 ekor per m2, dimana setiap individunya bisa memproses 80 gram berat kering sedimen setiap harinya.Klasifikasi Holothuroidea:Kingdom : AnimaliaPhylum: EchinodermataKelas : HolothurideaGenus : HolothuriaSpecies : Holothuria edulis, Holothuria scabra, Holothuria argusKetimun laut atau teripang (Kelas Holothuroidea) mempunyai kulit keras (bukanberduri), tidak berlengan dan hampir tidak ada kerangka. Meskipun pada umumnya bentuk dan tingkah lakunya tidak menarik perhatian, respon mereka terhadap pemangsasangat mengejutkan. Bila diganggu, mereka mengerutkan otot dinding tubuhnya sampai tekanan didalamnya menjadi sangat besar sehingga dinding tubuh itu pecah. Dengan ini, organ internal mereka bersama dengan suatu zat gelatin yang lengket keluar kedalam air. Sering pada waktu pemangsa itu sibuk dengan bahan ini, sisa ketimun laut menjauh dan mulai dengan proses pembentukan kembali organ yang hilang tadi (Kimball, 1999). Ukuran dan berat tubuhnya pun bervariasi, mulai dari 3cm-50cm dengan berat mulai beberapa gr sampai 6kg per ekor. Warna tubuh teripang umumnya hitam, cokelat dan hijau muda. Meskipun jarang, beberapa teripang mempunyai warna yang cantik, yaituorange dan violet. Sayangnya, pembudidayaan hewan satu ini belum begitu diminati (Ikawati, dkk. 2001).

a. Holothuria edulis b. Holothuria scabra c. Holothuria argusGambar 4. Morfologi Holothuroidea (Nontji, 2007)Teripang atau ketimun laut secara morfologi, bentuk tubuh teripang ini bervariasi mulai dari yang bulat sampai panjang silindris seperti cacing, dengan mulut dan anus terletak pada kedua ujungnya. Pada tubuh bagian perut mempunyai tiga daerah yang disebut daerah tapak kaki, sedang pada bagian punggungnya hanya terdapat dua (Ikawati, dkk. 2001). Kelas Holothuroidea pada pengamatan sepintas, ketimun laut (sea cucumber) tidak terlihat mirip dengan hewan echinodermata lainnya. Mereka tidak memiliki duri, dan endoskeletonnya yang keras sangat tereduksi. Tubuh ketimun laut memanjang sepanjang sumbu oral aboral, sehingga memberikan bentuk ketimun seperti namanya dan yang selanjutnya membedakan hubungan mereka dengan bintang laut dan bulu babi. Namun demikian, pemeriksaan lebih dekat memperlihatkan adanya lima kaki baris tabung, bagian dari sistem pembuluh air yang hanya ditemukan pada hewan Echinodermata. Beberapa kaki tabung yang ada disekitar mulut dikembangkan menjadi tentakel untuk makan (Campbell, dkk. 2000).2.2.5. Kelas OphiuroideaHewan Ophiuroidea hidup dilaut, bersembunyi diantara rumput laut, dalam lumpur atau dalam pasir dan terumbu karang yang aktif pada malam hari dan hidup berenang, makanan terdiri dari moluska, krustacea, jasad renik dan zat organik yang sedang membusuk yang berada di dasar parairan.Klasifikasi Ophiuroidea: Kingdom : AnimaliaPhylum: EchinodermataClass : OphiuroideaGenus : Ophiocoma; OphiolepisSpecies : Ophiocoma alexand, Ophiocoma aethiops, Ophiolepis superba

Dibandingkan asteroid, hewan-hewan Ophiuroid cakramnya lebih jelas muncul dari lima buah penjuluran yang tipis dan lentur. Penjuluran-penjuluran itu bercabang cabang. Tiap cabang terdiri dari 2 ossikel yang tertutup oleh 4 buah papan. Di antara ossikel itu terdapat otot yang mampu menggerakkan cabang. Dalam penjuluran terdapat selom, batang saraf, ruang berisi darah dan cabang sistem vaskular air. Tabung telapak (tentakel) terletak ventrolateral. Di sini tidak ada pengisap atau ampula. Tabung telapak berfungsi untuk melewatkan makanan ke mulut. Semua sistem digesti dan reproduksi terdapat dalam diskus. Mulut terletak di tengah-tengah cakram dan dikelilingi oleh 5 buah papan. Di sini ada lambung, tetapi tidak ada sekum dan anus. Sisa makanan dikeluarkan melalui mulut. Dekat mulut ada lubang-lubang sebanyak 5 buah yang menuju ke bursa. Bursa ini berguna untuk bernapas. Madreporit terletak di sisi oral. Hewan-hewan Ophiurid yang juga disebut Ophiuran hidup di laut, bersembunyi di antara rumput laut,dalam lumpur atau dalam pasir, aktif di waktu malam. Hewan-hewan ini berenang. Makanan terdiri dari moluska dan krustasea. Hewan-hewan itu sendiri dimakan oleh ikan. Ophiuran mudah beregenerasi, bersifat biseksual dan fertilisasi terjadi luar. Contoh: bintang ular, bintang rapuh (Ophiura sp.), bintang keranjang (Gorgonocephalus sp.) dan Pectinura sp. Bintang laut (Kelas Ophiuroidea) berbeda dengan bintang laut karena mempunyai lengan yang kurus dan panjang yang jelas berbeda dari cawan sentral dan dapat bergerak sangat cepat (bagi ekor Ekinoderamata) (Kimball, 1999).

a. Ophiocoma aethiops b. Ophiolepis superbaGambar 5. Morfologi Ophiuroidea (Nontji, 2007)Menurut (Jasin, 1984) bintang ular mempunyai tubuh seperti bola cakram kecil dengan lima lengan panjang. Di bagian seperti lateral terdapat duri, sedangkan bagian dorsal serta ventral tidak terdapat duri. Dasar kaki tabung dari bintang mengular tidak memiliki cakram seperti ditemukan pada bintang laut, oleh karena itu dia bergerak dengan mencambukkan lengan-lengannya dalam gerakan yang mirip ular. Beberapa spesies merupakan pemakan suspense, sedangkan yang lain merupakan predator (Campbell dan Reece, 2008).Hewan Ophiuroidea hidup dilaut, bersembunyi diantara rumput laut, dalam lumpur atau dalam pasir yang aktif pada malam hari dan hidup berenang, makanan terdiri dari moluska, krustacea, jasad renik dan zat organik yang sedang membusuk yang berada di dasar parairan. Cara makan dengan mengangkat lengan ke atas dalam air untuk menangkap plankton dan bahan makanan lainnya. Hewan ini tidak memiliki anus, makanan yang tidak dicerna dimuntahkan kembali keluar mulut (Romimohtarto & Juwana, 2007). Diatom merupakan makanannya utama, tetapi ada pula yang memakan berbagai hewan kecil. Bintang ular tidak mempunyai anus (Nontji, 2007). Makanan yang tidak tercerna dimuntahkan kembali melewati mulut. Kegiatan makan dilakukan dimalam hari di perairan dangkal. Dengan bantuan lendir, lengan bercabang ini menjadi efektif sebagai penyaring untuk memisahkan plankton dan air. Mereka berkembang biak dengan kelamin terpisah, pembuahan diluar dan perkembangan melalui larva. Ada yang membawa telurnya ke dalam kantung, tetapi sebagian besar melalui perkembangan larva planktonik sebelum masak telur (Romihtotarto & Juwana, 2007).2.3. Struktur KomunitasStruktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas (Schowalter, 1996). Secara umum ada tiga pendekatan yang dapat di gunakan untuk menggambarkan struktur komunitas yaitu keanekaragaman spesies, interaksi spesies dan organisasi fungsional (Schowalter, 1996). Masing-masing pendekatan memberikan informasi yang berguna dan pemilihan pendekatan yang akan digunakan tergantung pada tujuan dan pertimbangan praktisnya. Menurut Odum (1993), struktur komunitas mempunyai lima karakteristik yaitu keanekaragaman, dominansi, bentuk dan struktur pertumbuhan, kelimpahan relatif, dan struktur trofik. Beberapa populasi spesies yang cenderung untuk hidup bersama di berbagai daerah geografis membentuk suatu komunitas ekologi. Spesies yang jumlahnya berlimpah tersebut disebut dominan dan biasanya dipakai sebagai ciri khas suatu komunitas (Nybakken, 1988). Penilaian tercemar atau tidaknya suatu ekosistem, tidak sedemikian mudahnya dapat terdeteksi dari hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya.2.3.1. Indeks keragaman (Shannon - Weiner)Keragaman merupakan pengukuran jumlah spesies dan kelimpahan relatif individu dari setiap spesies (Odum, 1996). Indeks keragaman adalah perbandingan angka atau nisbah antara jumlah jenis dan nilai penting individu-individu. Nilai penting tersebut seperti jumlah, biomasa dan produktivitas. Disamping itu, keragaman jenis memiliki dua komponen utama yang disebut komponen varietas dan komponen kesama-rataan. Komponen varietas adalah kekayaan jenis, sedangkan komponen kesama-rataan adalah pembagian individu yang merata diantara jenis (Odum, 1996). Nilai suatu indeks keragaman bisa dilihat dengan kriteria pada tabel 1. Dimana nilai indeks keragaman (H) > 3 berkriteria biota stabil (prima), 1 < H< 3 berkriteria biota sedang (moderat), dan < 1 berkriteria biota tidak stabil (rendah).

Tabel 1. Kriteria Indeks Keragaman (Odum, 1993)Indeks Keragaman (H)

Kriteria

> 3Stabilitas komunitas biota stabil (prima)

1 < H < 3Stabilitas komunitas biota sedang (moderat)

< 1Stabilitas komunitas biota tidak stabil (rendah)

2.3.2. Indeks kemerataan (Pielou)Indeks Kemerataan (Index of Evenness) berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis dalam setiap komunitas yang dijumpai. Indeks Kemerataan dapat diketahui, jika nilai kemeratan relatif tinggi, maka hal ini jenis biota di perairan tersebar merata. Indeks kemerataan (E) digunakan untuk melihat keseimbangan komunitas dengan cara mengukur besarnya kesamaan dari total individu antar jenis dalam komunitas (Odum, 1996). Indeks kemerataan cenderung mengikuti nilai indeks keragaman karena suatu kesama-rataan jenis merupakan komponen utama suatu keragaman jenis, namun tidak selalu nilai yang dihasilkan sama (Odum, 1996). Nilai indeks kemerataan berkisar antara 0-1. Nilai E=0 berarti kemerataan antar spesies rendah, sehingga sebaran antar spesiesnya tidak seragam. E=1, menyatakan bahwa sebaran antar spesies relatif seragam (Odum, 1996).2.3.3. Indeks Dominansi (Simpson) Indeks Dominansi yaitu menggambarkan jenis yang paling banyak ditemukan. Indeks Dominansi juga dapat mengetahui pengaruh kualitas lingkungan terhadap komunitas Echinodermata dan memperoleh informasi mengenai jenis Echinodermata yang mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat. Indeks dominansi memiliki hubungan terbalik dengan indeks keragaman dan indeks kemerataan. Hal tersebut dikarenakan apabila dalam suatu komunitas terjadi ledakan populasi maka hanya ada sebagian kecil jenis yang mendominan sehingga nilai indeks dominansi tinggi namun nilai indeks kemerataan dan indeks keragaman kecil (Odum, 1996). Menurut Odum (1996) nilai dominasi menjadi dua kriteria yaitu jika D=0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi atau struktur komunitas dalam keadaan stabil. Jika spesies yang mendominasi spesies lainya atau struktur komunitas dalam keadaan labil akan menunjukan nilai D =1.2.4. Faktor Faktor Lingkungan yang mempengaruhi Ekosistem Terumbu Karang dan Echinodermata

Biota Echinodermata dapat ditemukan pada hampir semua ekosistem laut seperti ekosistem terumbu karang. Hal ini dibenarkan oleh Nybakken (1988) bahwa ekosistem yang paling tinggi terdapat Echinodermata pada terumbu karang di zona intertidal. Hal ini dikarenakan, pengaruh faktor fisik maupaun faktor kimia. Menurut Soemodhiharjo (1990) mengungkapkan bahwa faktor fisik-kimia laut meliputi salinitas, pH, arus, suhu, dan kecerahan yang selalu berubah-ubah sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme di daerah pasang surut. Densitas hewan laut bergantung pada temperatur, salinitas, dan tekanan. Faktor fisika-kimia pendukung kehidupan Echinodermata yaitu suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), tipe substrat (Romimohtarto & Juwana, 1999). 2.4.1. Suhu Untuk dapat tumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat di atas 20oC.Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi.Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang. Dalam kondisi terumbu karang yang baik maka Echinodermata dapat hidup dengan baik karena terumbu karang merupakan habitat alami Echinodermata.Beberapa ahli mengemukakan tentang suhu :1. Nontji (1987), menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan organisme khususnya dan sumber daya hayati laut pada umumnya.2. Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi organisme yang hidup di laut mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui suhu optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.3. Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.2.4.2. SalinitasMenurut Gross (1972) dalam Marbun (2007), menyatakan bahwa hewan bentos umumnya dapat mentoleransi salinitas berkisar antara 25 40 . Menurut James et al. (1998), Echinodermata mempunyai kisaran salinitas optimum antara 32-35 . Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme makrobenthos baik secara vertikal maupun horizontal. Pengaruh salinitas terhadap teripang cukup besar. Pada teripang (Echinodermata) dewasa salinitas merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada reproduksi teripang (Echinodermata) (Tuwo dan Nessa, 1990).2.4.3. pHMenurut Odum (1993) bahwa pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu laut. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi maupun yang terlalu rendah dapat mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup di dalamnya. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) pH yang baik, dapat mendukung kehidupan organisme di laut yaitu berkisar antara 5,0-8,0. Organisme laut dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH dengan kisaran toleransi asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme laut seperti golongan filum molluska, echinodermata pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5.

2.4.4. Oksigen Terlarut (DO)Pada umumnya terumbu karang berada di perairan yang relatif dangkal sehingga difusi oksigen dari udara dapat berlangsung secara efektif, demikian pula halnya dengan fotosintesis, sehingga terubu karang tidak kekurangan oksigen. Kadar oksigen yang terlarut di dalam massa air nilai nya relatif, biasanya berkisar antara 6-14 ppm (4,28-10 ml/l) (Connel et al, 1995). Pada umumnya kandungan oksigen sebesar 5ppm dengan suhu air berkisar antara 20-30C relatif masih baik untuk kehidupan oraganisme yang berhabitat di terumbu karang seperti Echinodermata.2.4.5. Tipe SubstratPada tahap larva, terumbu karang membutuhkankan substrat yang keras untuk menempel dan tumbuh. Hal ini dikarenakan substrat yang keras membuat terumbu karang dapat kuat menempel. Bentos yang dominan hidup di daerah substrat berlumpur tergolong dalam suspended feeder.Diantara yang umum ditemukan adalah kelompokPolychaeta, Bivalva, Crustaceae, Echinodermatadan Bakteri (Tuwo dan Nessa, 1990).

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Penelitian3.1.1. AlatAlat alat yang digunakan dalam kerja praktek ini terdiri dari transek kuadrat 1 x 1 m, roll meter, kertas pH, termometer, salinometer/hand refraktometer, tabung erlenmeyer, jarum suntik, botol BOD ( botol Winkler) dan pipet tetes, kamera.3.1.2. BahanBahan yang digunakan dalam kerja praktek ini terdiri dari larutan alkohol 70% sebagai media pengawetan untuk sampel Echinodermata yang diambil agar mempermudah proses identifikasi dan tiosulfat, amilum, MnSO4, NaOHKI, H2SO4 untuk mengukur DO. 3.2. Metode Penelitian3.2.1. Teknik Pengambilan Sampel1. EchinodermataPengambilan sampel dilakukan dengan cara menentukan stasiun pengamatan Echinodermata. Pengamatan dilakukan saat pantai mengalami surut terendah. Proses pengambilan sampel dibuat menjadi 3 stasiun pengamatan dan di lakukan 3 kali ulangan. Transek kuadran berukuran 1x1m dipasang pada stasiun dengan jarak satu dengan yang lainnya sekitar 10 meter atau di sesuaikan dengan kondisi rataan terumbu karang di Pantai Drini, Yogyakarta. Echinodermata diambil menggunakan tangan lalu di amati dan di identifikasi selanjutnya jumlah Echinodermata di hitung per-spesies. Jika ada yang belum teridentifikasi salah satu sampel diambil lalu diawetkan ke dalam larutan alkohol 70% (Romimohtarto & Juwana,1999) atau bisa hanya di ambil gambar spesiesnya dengan kamera untuk di identifikasi.

Stasiun 1

Line transek 100mTransek Kuadran 1x1mStasiun 2Stasiun 3

U1U2U3U1U2U3U 1U 3U 2

Gambar 6. Penentuan stasiun

2. Kondisi Terumbu KarangMetode LIT (Line intercept Transect) yaitu Metode pengamatan ekosistem terumbu karang yang menggunakan transek berupa meteran dengan prinsip pencatatan substrat dasar yang menyinggung transek (Saleh, 2009). Diamati bentuk pertumbuhan untuk mengetahui jenis karang dengan cara dilihat lalu di identifikasi, jika ada yang belum teridentifikasi salah satu sampel diambi lalu di awetkan atau di foto untuk di identifikasi di laboratorium.

3. Kualitas Aira) Suhu Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air raksa. Termometer dicelupkan kedalam permukaan perairan selama kurang lebih 2-3 menit hingga air raksa konstan, kemudian setelah air raksa yang disimbolkan dengan warna merah pada suhu konstan, maka angkanya dicatat. Pengukuran suhu dilakukan pada setiap stasiun.b) Salinitas Salinitas perairan diukur dengan menggunakan hand-refraktometer. Sampel air diambil dengan menggunakan pipet, lalu air sampel diteteskan pada wadah hand-refraktometer, kemudian cover hand-refraktometer ditutup. Hand-refraktometer diarahkan ke arah datangnya cahaya matahari. Setelah itu nilai salinitasnya dilihat lihat pada teropong hand-refraktometer. Nilai salinitas pada teropong ditunjukan pada angka di sebelah kanan dalam teropong. c) pHPengukuran pH dilakukan mengggunakan kertas pH dan indikator pH. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengukur pH di setiap stasiun. Cara pengukurannya adalah dengan cara memasukan kertas pH kedalam perairan kemudian beberapa saat kemudian dicocokkan dengan indikator pH.d) DO (Oksigen Terlarut)Botol Winkler yang digunakan untuk mengambil sampel harus bersih, dan telah dibilas dengan air suling terlebih dahulu, kemudian dilanjutkanpengkondisian cairan yang akan digunakan untuk mengisi botol. Hal yang sama juga berlaku untuk alat-alat pengambilan sampel yang digunakan. Alat-alat ini harus bersih dan tidak mengandung sisa dari bekas sampel yang lama, khususnya tumbuhnya jamur dan lumut harus dicegah.Pengambilan sampeldilakukan di laut dibawah permukaan air. Kemudian di tempatkan dalam botol sampel/ botol winkler sampai penuh, kemudian di tutup.Selama penentuan oksigen terlarut, diusahakan seminimal mungkin larutan sampai yang akan diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas. Sampel dalam botol winkler kemudian ditentukan DO-nya dengan titrasi winkler. tentukan lokasi pengambilan air sampel. Setelah itu ambil air sampal menggunakan botol BOD namun jangan samapai terjadi gelembung udara. Caranya yaitu dengan menenggelamkan tabung erlenmeyer secara perlahan kedalam perairan, setelah tabung terisi penuh tutup mulut tabung dengan rapat. Lalu periksa apakah didalam tabung yang berisi air terdapat gelembung udara atau tidak, jika ada maka ulangi kembali hingga gelembung udara benar-benar tidak ada didalam tabung. Tapi, jika gelembung udara tidak ada maka dengan menggunakan jarum suntik ataupun pipet tetes tamabahkan 2 ml larutan MnSO4, 2 ml NaOHK. Tutup botol dengan rapat lalu kocok dengan cara membalik-balikkan botol hingga beberapa kali. Beberapa saat kemudian akan terjadi gumpalan dan tunggu beberapa saat hingga proses pengendapan sempurna. Setelah itu, ambil bagian larutan yang masih jernih dengan menggunakan jarum suntik ataupun pipet tetes sebanyak 100 ml dan pindahkan kedalam tabung erlenmeyer. Pada larutan yang tadinya terdapat endapan, tambahkan 2 ml H2SO4lalu kocok dengan perlahan hingga semua endapan larut, lalu pindahkan larutan tersebut kedalam tabung erlenmeyer dan titrasi dengan tiosulfat hingga larutan berwarna coklat muda. Pada larutan ini, tambahkan amilum beberapa tetes hingga larutan berubah menjadi warna biru, kemudian titrasi kembali dengan larutan tiosulfat hingga warna biru pada larutan tersebut hilang. Lalu catat hasilnya dengan menggunaka rumus :

OT =a x N x 8 x 1000 / V-4Keterangan :OT : O2terlarut ( mg O2/L )a : volume titran Na-thiosulfat ( ml )N : Normalitas larutan thiosulfat ( 0,025 N)V : Volume botol Winkler ( ml )Tipe substrat dapat di ketahui dengan cara melihat dan memegang substrat itu sendiri. Menurut Sumich (1992), Nybakken (1997) dn Barnes and Hughes (1999) substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir dan berbatu.3.2.2. Analisis DataPerhitungan populasi Echinodermata bertujuan untuk mengetahui jumlah struktur komunitas Echinodermata yang berada di ekosistem terumbu karang. Analisis data secara deksriptif kuantitatif untuk mengetahui indeks keragaman, indeks kemerataan, indeks dominansi, kelimpahan terhadap biota Echinodermata di pantai Drini, Yogyakarta.1. Perhitungan DataEchinodermata:a. Indeks Keragaman (Shannon - Weiner) atau Keterangan :ni = nilai kepentingan tiap jenis (jumlah individu dari speies ke-i)Pi = ni/NN = nilai kepentingan total (jumlah total semua individu) ( Odum, 1993).

b. Indeks Kemerataan (Pielou)E=Keterangan :E = Indeks kemerataanH = Indeks keragamanH maks = Indeks keragaman maksimum = ln SS = Jumlah jenis (Odum, 1993).

c. Indeks Dominansi (Simpson) Indeks Dominansi :

Keterangan :C= Indeks Dominansi Simpsonni = Jumlah individu jenis ke-iN = Jumlah total individu seluruh jenis (Odum, 1993).

d. Kelimpahankelimpahan :

Di = Kemelimpahan individu spesies ke-i ni = Jumlah individu dari speies ke-i A = Luas plot pengembilan contoh (Odum, 1993).Terumbu Karang:Ni: li/L x 100Keterangan :Ni: persentase tutupan karang hidup (%)Li: panjang koloni perpanjang transek garis (cm)L: panjang transek garis3.3. Lokasi dan Waktu Kerja PraktekLokasi untuk pengambilan sampel terletak di Pantai Drini, Kelurahan Ngestirejo Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta pada 23 Januari 2014.

Gambar 7. Lokasi Pengambilan Sampel

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, R. S. K., Hughes R. N. 2004. An Introduction to Marine Ecology. 3rd edition. Oxford: Blackwell Science Ltd.

Campbell, N. A, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. Edisi 5, Jilid I. Erlangga. Jakarta.

Campbell, N. A. 2003. Biologi Edisi ke Lima Jilid Dua. Jakarta: Erlangga.Cesar, H. 2000. Collected Essay on the Economics of Coral Reefs. Cordio Departemen Biology and Environmental Science, Kalmar University. Sweden

Clark, A. M and F. W. E. Rowe. 1971. Monograph of shallow-water Indo West Pasific Echinoderms. Trustees of the British Museum (Natural History). London : 238 pp.

Connel, W. D. dan Gregory, J. Miller. 1995. Kimia dan ekotoksikologi pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia : 520.

Dahuri, R., 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran). LISPI. ISBN : 979-96004-0-5.

Dahuri,R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan BerkelanjutanEnglish, S., Wilkinson, C., Baker, V., 1997. Survey manual for tropical marine resources. Townsville: Australian Institute of Marine Science.

Hasan, I., 2004, Analisis Dana Penelitian Dengan Statistik, Jakarta, Bumi Aksara.Hela Idan T.Laevastu. 1970.FisheriesOceanography. Fishing News (Books)Ltd. London. hlm. 123 Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ikawati, Y dan Budiman S. 2001. Terumbu Karang di Indonesia. Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.

Jasin, M. 1984.Sistematika Hewan Invertebrata dan Vertebrata.Surabaya: Sinarwijaya. hlm: 45 50.

Kimball. 1983. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.Kimball, John W. 1999.Biologi Jilid 2 dan 3. Erlangga, Jakarta.

Ludwig, JA, Reynold, JF. 1988. Statistical Ecology. A. Primer on Method on Competing: Jhon Willey and Sons.

Matranga, V. 2005. Cell Adhesion and Communication: A Lesson from Echinodermata Embryos for the Exploitation of New Therapeutic Tools. Verlag Berlin Heidelberg.

Niel, A. C, Jane, B. R & Lawrence, G. M. 2003. Biologi. Edisi 5. Jilid 2.Jakarta : Erlangga. Hlm: 240-242.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Hlm : 201-210.Odum, E. P. 1996. Fundamental of Ecology, Third Edition. W.B. Soundeerss. Company Phyladelphia, London. 697 hal.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Romimohtarto, K. dan S. Juwana 1999. Biologi Laut. Ilmu pengetahuan tentang biota laut. Puslitbang Oseanografi-LIPI, Jakarta : 527 hal.

Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2007. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta

Rowe, F.W. E. and J. E. Doty. 1977. The Shallow - water Holothurian of Guam. Micronesica 13 (2) : 217 - 250.

Rusyana, Adun. 2011.Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik).Bandung : ALFABETA.Saleh, S.1996. Statistik Nonparametrik. Edisi 2. BPFE, Yogyakarta.

Schowalter, T.D. 1996. Insect Ecology an Ecosystem Approach. Academic Press. New York.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta : Proyek Pembangunan Guru Sekolah Menengah.

Sorokin YI. 1993. Coral reef ecology. New York: Springer-Verlag.Suwignyo, S. 2005.Avertebrata Air Jilid 2.Penebar Swadaya. Jakarta.Tuwo, A dan M.N. Nessa. 1990. Beberapa Aspek Biologi Teripang Ekonomi Penting. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. Vol 4(1) 1-20.

Veron, J. 1995. Coral in space and time. The biogeography and evolution of scleractinian. Cornell, Univ. Press. Ithaca. 321 pp.

LAMPIRAN

Jenis Dan Kepadatan Echinodermata Di Kawasan Pantai Drini YogyakartaNoJenisST. 1 (ind/M2)ST. 2 (ind/M2)ST. 3 (ind/M2)Rerata (ind/m2)

U1U2U3U1U2U3U1U2U3

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17