Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LAPORAN KEGIATAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER
DIKLAT PENGEMBANGAN PERANGKAT PENDIDIKAN
KARAKTER TERINTEGRASI PEMBELAJARAN FISIKA
MELIBATKAN GURU-GURU FISIKA SMA
DI KABUPATEN BULELENG
Oleh
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si
Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd
Gede Saindra Santyadiputra, S.T., M.Cs
Made Juniantari, S.Pd., M.Pd
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
18 OKTOBER 2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
1. Judul Pengabdian : Diklat pengembangan perangkat pendidikan
karakter terintegrasi pembelajaran fisika
melibatkan guru-guru fisika SMA di
Kabupaten Buleleng
2. Ketua Tim Pengusul :
a. N a m a : Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si
b. NIP/NIDN : 19611219 198702 1 001 / 0019126106
c. Bidang Keahlian : Pendidikan Fisika
d. Jabatan/Pangkat/Golongan : Guru Besar/Pembina Utama/IVE
e Jurusan/Fakultas : Pendidikan Fisika / MIPA
f. Alamat Rumah
g. Telp/HP
:
:
Jl. Srikandi Gang Durian I/8 Singaraja
(0362)23182/08179723988
3. Jumlah Anggota Tim : 3 orang
a. Identitas Anggota 1
Nama Lengkap : Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd
NIP : 19490805 197710 1 001
Jabatan/Pangkat/Gol : Guru Besar/Pembina Utama/IVE
b. Identitas Anggota 2
Nama Lengkap : Gede Saindra Santyadiputra, S.T., M.Cs
NIP : 19870802 201404 1 001
Jabatan/Pangkat/Gol : Asisten Ahli/Penata Tk 1/IIIB
c. Identitas Anggota 3
Nama Lengkap : Made Juniantari, S.Pd., M.Pd
NIP : 19870606 201504 2 001
Jabatan/Pangkat/Gol : Asisten Ahli/Penata Tk 1/IIIB
4. Lokasi Kegiatan : Kabupaten Buleleng
5. Jumlah biaya yang diusulkan : Rp 9.500.000,00 (Sembilan Juta Lima ratus
Ribu Rupiah)
Singaraja, 18 Oktober 2017
Mengetahui: Ketua Pelaksana,
Dekan FMIPA Undiksha,
Prof. Dr. I Nengah Suparta, M.Si Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si
NIP. 19650711 199003 1 003 NIP. 19611219 198702 1 001
Menyetujui:
Ketua LPPM Undiksha,
Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum
NIP. 19561231 198303 1 022
iii
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN PERANGKAT
PENDIDIKAN KARAKTER TERINTEGRASI PEMBELAJARAN
FISIKA MELIBATKAN GURU-GURU FISIKA SMA
DI KABUPATEN BULELENG
Oleh
I Wayan Santyasa, I Wayan Sadia, I Gede Saindra Santyadiputra, Made Juniantari
Universitas Pendidikan Ganesha
Abstrak. Kegiatan Diklat pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika (PPKTPF) melibatkan guru-guru fisika SMA di kabupaten Buleleng
ini dilakukan dengan tujuan: (1) Mendeskripsikan proses pendidikan dan pelatihan para
guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng dalam pengembangan PPKTPF. (2)
Mendeskripsikan kualitas produk PPKTPF yang dihasilkan oleh para guru fisika SMA
melalui program pendidikan dam pelatihan yang dilakukan. (3) Mendeskripsikan
tanggapan para guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng terhadap PPKTPF. (4)
Mendeskripsikan tanggapan para guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng terhadap
program pendidikan dam pelatihan pengembangan PPKTPF. Diklat ini dilakukan selama
4 (empat) hari, tanggal 1 September 2017, 8 September 2017, 15 September 2017, dan 22
September 2017 bertempat di Ruang MGMP Fisika SMA di SMA Negeri 1 Singaraja.
Kegiatan diklat diikuti oleh 15 orang guru fisika SMA yang tergabung dalam
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kabupaten Buleleng. Kegiatan dilakukan
dengan empat tahapan, yaitu seminar dan tanya jawab, pelatihan, pembimbingan, dan
pendampingan penyusunan PPKTPF, presentasi dan diskusi, dan evaluasi. Data yang
dikumpulkan dalam kegiatan ini adalah (1) data mengenai proses pendidikan dan
pelatihan, (2) data tanggapan guru peserta diklat terhadap PPKTPF, (3) data tanggapan
guru peserta diklat terhadap program pendidikan dan pelatihan yang dilakukan, dan (4)
data kualitas produk diklat. Data pertama, kedua, dan ketiga dikumpulkan berdasarkan
pengamatan dari hasil diskusi, tanya jawab, dan pendampingan, sedangkan data keempat
dikumpulkan melalui penilaian produk PPKTPF yang dihasilkan oleh guru. Data
dianalisis secara deskriptif. Hasil diklat adalah sebagai berikut. Pertama, proses
pendidikan dan pelatihan berlangsung secara interaktif dan menantang. Kedua, tanggapan
para guru terhadap gagasan pengembangan PPKTPF adalah berkategori baik. Ketiga,
tanggapan para guru terhadap program pendidikan dan pelatihan ini adalah berkategori
baik. Keempat, kualitas produk pendidikan dan pelatihan adalah berkategori baik. Secara
umum, pendidikan dan pelatihan mencapai kriteria keberhasilan, baik dalam proses
pelaksanaan, dalam menghasilkan produk pengembangan PPKTPF, maupun dalam
membangun sikap positif para guru terhadap gagasan pengembangan PPKTPF dan
terhadap program pelatihan yang diikutinya. Para guru menunjukkan sikap interaktif dan
tertantang dalam pendidikan dan pelatihan tersebut.
Kata-kata Kunci: perangkat pendidikan karakter, pembelajaran fisika
iv
THE EDUCATION AND TRAINING OF DEVELOPING
THE CHARACTER EDUCATION TOOLS INTEGRATED WITH THE
LEARNING PHYSICS INVOLVED PHYSICS TEACHERS OF SENIOR
HIGH SCHOOL IN BULELENG REGENCY
by
I Wayan Santyasa, I Wayan Sadia, I Gede Saindra Santyadiputra, Made Juniantari
Universitas Pendidikan Ganesha
Abstract. The education and training on the development of character education tools
integrated with the physics learning (CETIFL) involving high school physics teachers in
Buleleng regency was conducted with the aim of: (1) Describe the process of education
and training of high school physics teachers in Bueleng Regency in developing CETIFL.
(2) Describe the quality of CETIFL products produced by high school physics teachers
through education and training programs undertaken. (3) Describe the responses of high
school physics teachers in Bueleng Regency to CETIFL. (4) Describe the responses of
high school physics teachers in Bueleng Regency to education programs and training on
PPKTPF development. This training is conducted for 4 (four) days, September 1, 2017,
September 8, 2017, September 15, 2017, and September 22, 2017 at SMA Negeri 1
Singaraja. The education and training activities were attended by 15 high school physics
teachers who were members of the Subject Mater Teachers Discussion (SMTD) of
Buleleng Regency. The activities are conducted with four stages, namely seminar and
question and answer session, training, guidance, and mentoring of CETIFL preparation,
presentation and discussion, and evaluation. The data collected in this activity are (1) data
on education and training process, (2) data of teachers' training responses to CETIFL, (3)
teacher training data for education and training program, and (4) quality data training
product. Data were analyzed descriptively. The result of the education and training is as
follows. Firstly, the education and training process is interactive and challenging. Second,
teachers' responses to the idea of developing CETIFL are categorized well. Third,
teachers' responses to this education and training program are categorized well. Fourth,
the quality of education and training products is categorized well. In general, education
and training achieve success criteria, both in the implementation process, in generating
CETIFL development products, as well as in building positive attitudes of teachers
towards the idea of developing CETIFL and on the training programs they attend.
Teachers show an interactive and challenging attitude in the education and training.
Key Words: character education tools, learning physics
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat-Nya, laporan kegiatan pengabdian pada masyarakat dalam
bentuk “Pendidikan dan pelatihan pengembangan perangkat pendidikan karakter
terintegrasi pembelajaran fisika melibatkan Guru-Guru Fisika SMA di Kabupaten
Buleleng” dapat diselesaikan tepat waktu.
Laporan pengabdian pada masyarakat ini telah dikerjakan secara optimal, namun
hasilnya masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang konstruktif dari
para kolega sangat diharapkan untuk penyempurnaan lebih lanjut.
Terlaksananya kegiatan pengabdian pada masyarakat ini telah mendapat uluran
tangan dari berbagai pihak, baik moral maupun finansial. Oleh sebab itu, pada kesempatan
ini kami menghaturkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Universitas
Pendidikan Ganesha (Undiksha) atas dukungan finasial, moral, dan ijin yang diberikan
serta atas koordinasinya dalam pemerolehan hibah dari dana DIPA Undiksha;
2. Dekan MIPA Universitas Pendidikan Ganesha atas ijin dan dukungan moral yang
diberikan dalam pelaksanaan kegiatan ini;
3. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng atas ijin dan dukungan moral yang
diberikan dalam pelaksanaan kegiatan ini;
4. Ketua MGMP Fisika SMA Kabupaten Buleleng atas koordinasi dan dukungan moral
serta kesediaan menugaskan guru-guru terlibat dalam pelaksanaan kegitan ini;
5. Staft LPPM Undiksha atas dukungan moral dan bantuan administrasi yang diberikan
demi kelancaran terlaksananya kegiatan ini;
6. Rekan-rekan panitia pelaksana dan tim monitoring kegiatan ini atas partisipasinya;
7. Rekan-rekan guru fisika SMA di Kabupaten Buleleng yang terlibat dalam kegiatan ini
atas antusiasme dan partisipasinya yang baik.
Akhirnya, atas kerja samanya yang baik, semoga Tuhan senantiasa memberkati dan
kita sekalian diberikan kesejahteraan lahir dan bathin.
Semoga laporan pengabdian pada masyarakat ini dapat memberikan manfaat yang
optimal dalam pengembangan sumber daya manusia di Indonesia, khusunya sumber daya
manusia di bidang pendidikan di Kabupaten Buleleng.
Singaraja, 18 Oktober 2017.
Penulis.
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Rasional 1
1.2 Analisis Situasi 2
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah 3
1.4 Tujuan Kegiatan 4
1.5 Manfaat Kegiatan 5
1.6 Kerangka Pemecahan Masalah 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Hakikat Fisika dan Pembelajarannya 7
2.2 Pendidikan Karakter 9
2.3 Karakteristik dan Tujuan Pendidikan Karakter 11
2.4 Konten Pendidikan Karakter 12
2.5 Komponen Psikologi Karakter 14
2.6 Pendekatan Pengembangan Karakter 15
2.7 Strategi Pembelajaran Pengembangan Karakter 16
2.8 Evaluasi Proses dan Produk Pengembangan Karakter 21
BAB III METODE KEGIATAN 23
3.1 Khalayak Sasaran 23
3.2 Keterkaitan 23
3.3 Prosedur Kegiatan 24
3.4 Rancangan Evaluasi 24
3.5 Teknik Analisis Data 26
BAB IV HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN 27
4.1 Hasil Kegiatan 27
4.2 Pembahasan 38
BAB V PENUTUP 41
5.1 Simpulan 41
5.2 Saran-Saran 41
DAFTAR RUJUKAN 43
LAMPIRAN-LAMPIRAN 44
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Rasional
Pendidikan dalam praksisnya selalu dilaksanakan melalui pembelajaran. Oleh sebab
itu, peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu faktor penentu peningkatan
kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pembelajaran, merupakan tuntutan logis dari
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) yang semakin pesat. Bagi
Indonesia, salah satu upaya menuju ke arah itu adalah melakukan pengembangan
kurikulum secara terprogram. Kurikulum terbaru yang sedang diuji cobakan di Inodensia
adalah Kurikulum 2013 (K-13). Salah satu karakteristik K-13 adalah menghendaki
diterapkannya pendekatan ilmiah (scientific approach) sebagai suatu pijakan dalam
pembelajaran. Di samping itu, K-13 juga mengisyaratkan pencapaian Kompetensi Inti
(KI), yang dibedakan atas, KI-1 tentang sikap spiritual, KI-2 tentang sikap sosial, KI-3
tentang pengetahuan, dan KI-4 tentang keterampilan.
Secara implementatif, untuk mencapai KI-1 dan KI-2, pembelajaran harus
dirancang dan dilaksanakan dengan upaya pencapaian KI-3 dan KI-4. Kurikulum
Nasional sebelumnya, yaitu KTSP mengamanatkan himbauan pengintegrasian pendidikan
karakter dalam pembelajaran bidang studi, termasuk dalam pembelajaran fisika. Dengan
kata lain, pendidikan karakter disertakan terintegrasi dalam perancangan pencapaian KI-
3 dan KI-4 dalam konteks K-13. Oleh sebab itu, perancangan pendidikan karakter
terintegrasi dalam pembelajaran fisika tidak hanya bertujuan membangun karakter yang
baik bagi peserta didik, tetapi juga dalam rangka mencapai KI-1 dan KI-2 dalam konteks
K-13. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran fisika dapat menyediakan peluang yang
optimal bagi peserta didik dalam membangun kompetensi intelektual, praktikal, sosial,
dan spiritual. Kuantitas dan kualitas peluang tersebut sangat bergantung pada upaya
mengejawantahkan pembelajaran fisika yang humanis berbasis pada pemberdayaan
potensi diri siswa.
Harapan agar pembelajaran fisika khususnya di SMA untuk dapat diwujudkan
secara humanis berbasis pada pemberdayaan potensi diri siswa dalam pencapaian
2
karakter yang baik bagi siswa termasuk pencapaian keempat KI dalam K-13, tampaknya
belum terjadi secara optimal. Penelitian Santyasa et al (2014) dan Santyasa et al (2016)
menyatakan bahwa pembelajaran fisika cenderung bertahan dengan pola regularitas,
perangkat pembelajaran yang mendukung upaya pencapaian keempat KI belum tampak
secara sistematis, perangkat pembelajaran yang mendukung upaya mengintegrasikan
pendidikan karakter ke dalam pembelajaran fisika cenderung sangat minimal. Temuan ini
mengindikasikan bahwa empat kompetensi yang telah dimiliki guru-guru fisika, yaitu (1)
kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4)
kompetensi kepribadian, belum mampu secara optimal mengakomodasi tagihan
kurikulum, khususnya pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran fisika.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kompetensi guru seyogyanya ditingkatkan secara
berkelanjutan agar akomodatif terhadap perkembangan zaman, khususnya dalam rangka
memenuhi tagihan kurikulum yang berlaku di Indonesia.
Peningkatan kompetensi guru merupakan tanggung jawab moral bagi para guru di
sekolah, termasuk para guru fisika. Upaya peningkatan keempat kompetensi tersebut,
salah satu cara yang dapat dilakukan adalah pelatihan penyusunan perangkat pendidikan
karakter terintegrasi dalam pembelajaran fisika. Lebih-lebih dengan diberlakukannya K-
13 yang mewajibkan para guru menerapkan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah,
pelatihan pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi dalam pembelajaran
fisika menjadi sangat strategis, yang memiliki harapan besar untuk mendukung
pencapaian empat KI dalam K-13.
1.2 Analisis Situasi
Kompetensi guru-guru fisika SMA di Kota Singaraja belum mampu secara optimal
mengakomodasi pentingnya pengembangan perangkat pendidikan terintegrasi
pembelajaran fisika. Hal ini terbukti dari respon empat Kepala SMA dan Ketua
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Fisika SMA di Kabupaten Buleleng, yang
menyatakan bahwa banyak hal yang perlu didiskusikan terkait dengan pendidikan
karakter terintegrasi pembelajaran fisika. Pada tataran implementasi kurikulum, kepala
sekolah menghimbau para guru fisika mengembangkan perangkat pendidikan karakter,
namun mereka belum sepenuhnya dapat membimbing para guru mengembangkan
3
perangkat tersebut. Padahal dalam konteks supervisi, seyogyanya masalah tersebut tidak
terjadi. Masalah tersebut juga dirasakan oleh Ketua MGMP guru fisika yang secara tegas
menyatakan perlunya diskusi secara intensif tentang perangkat pendidikan karakter
terintegrasi pembelajaran fisika, baik secara teoretis maupun teknis, sehingga guru-guru
fisika dapat mengembangkan perangkat pembelajarannya yang sesuai dengan tagihan
kurikulum.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa Ketua MGMP Fisika mewakili para guru fisika
SMA di Kabupaten Buleleng memiliki persepsi dan sikap positif dan sekaligus
menginginkan adanya program-program pendidikan dan pelatihan pengembangan
perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika, termasuk di dalamnya
pendekatan saintifik pada tataran implementatif. Komitmen tersebut didukung oleh semua
kepala sekolah dari empat sekolah yang menyatakan responnya. Mereka menyatakan
komitmennya mengikuti pendidikan dan pelatihan secara optimal jika terdapat program
yang mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut, lebih-lebih dalam rangka implementasi
K-13.
Berdasarkan analisis situasi pembelajaran fisika SMA di Kabupaten Buleleng dan
agar dapat memenuhi kebutuhan para guru tersebut, pendidikan dan pelatihan
pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika melibatkan
para guru fisika SMA tampak sangat penting untuk segera dilakukan.
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan analisis situasi dan fakta yang terungkap dari hasil survey di lapangan,
teridentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.
Di Kabupaten Buleleng terdapat 50 orang guru fisika yang terhimpun dalam MGMP
Fsika Kabupaten Buleleng, yang bertugas pada 17 SMA Negeri dan 5 SMA Swasta. Ketua
MGMP Fisika yang mewakili guru-guru fisika tersebut sangat tertarik meningkatkan
pemahaman secara optimal konsep inovasi terutama yang berkaitan dengan perangkat
pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika, agar pemahaman yang terbatas
menurut mereka tidak menjadi hambatan dalam penyusunan perangkat pembelajaran
dalam pencapaian empat KI dalam inmplementasi Kurikulum 2013 (K-13).
4
Guru-guru fisika SMA di Kabupaten Buleleng sangat tertarik mengikuti pendidikan
dan pelatihan pengembanganperangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran
fisika secara intensif, karena mereka merasakan belum memahami secara mendalam
tentang perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika, baik secara
konseptual maupun praktek mengembangkan rencana dan pelaksanaan pembelajaran
(RPP), lembaran kerja siswa (LKS), dan format-format asesmennya.
Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut, berikut diajukan rumusan masalah
yang akan diupayakan pemecahannya dalam pelaksanaan program pengabdian pada
masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana proses diklat yang dapat dilakukan terhadap para guru fisika SMA di
Kabupaten Bueleng dalam pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika?
2. Bagaimana kualitas produk perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran
fisika yang dihasilkan oleh para guru fisika SMA melalui program diklat ini?
3. Bagaimana tanggapan para guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng terhadap
perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika?
4. Bagaimana tanggapan para guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng terhadap program
diklat ini?
1.4 Tujuan Kegiatan
Tujuan pelaksanaan pengabdian pada masyarakat dengan pola pendidikan dan
pelatihan pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika
bagi para guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan proses diklat para guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng dalam
pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika.
2. Mendeskripsikan kualitas produk perangkat pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika yang dihasilkan oleh para guru fisika SMA melalui program
diklat ini.
3. Mendeskripsikan tanggapan para guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng terhadap
perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika.
5
4. Mendeskripsikan tanggapan para guru fisika SMA di Kabupaten Bueleng terhadap
program diklat ini.
1.5 Manfaat Kegiatan
Manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika di
Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut.
1. Dalam jangka pendek, pendidikan dan pelatihan pengembangan perangkat
pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika sangat bermanfaat bagi guru
fisika dalam rangka mengemas pembelajaran yang akomodatif terhadap kebutuhan
pengembangan karakter bangsa melalui pendidikan formal. Pengemasan
pembelajaran fisika dengan mengintegrasikan pendidikan karakter merupakan suatu
kewajiban guru fisika untuk mengakomodasi tagihan KTSP dan sekaligus memenuhi
pencapaian KI-1 dan KI-2 dalam K-13.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan dan pelatihan pengembangan perangkat
pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika sangat bermanfaat meletakkan
landasan yang kuat bagi para guru fisika di Kabupaten Buleleng dalam mengeman
tugas keseharian, karena imbas pengetahuan konseptual dan operasional pendidikan
karakter terintegrasi pembelajaran fisika melalui pelatihan ini diyakini dapat
menggugah kesadaran mereka untuk selalu melakukan refleksi berbasis praktek
sehari-hari. Bangkitnya kesadaran tersebut akan memberikan peluang bagi mereka
untuk melakukan olah pikir, rasa, raga sebagai hasil kristalisasi tanggung jawab moral
dalam melaksanakan tugas sebagai abdi negara.
3. Pembimbingan dalam pengemasan perangkat pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika dapat membiasakan para guru fisika dalam mengemas alur
berpikir ilmiah, sehingga sebagai tenaga profesi mereka akan berada pada posisi
selalu siap menjalani ivent-ivent ilmiah, seperti lomba penulisan karya ilmiah, lomba
penelitian, dan sebagainya, yang pada gilirannya akan sangat membantu mereka
dalam proses kenaikan pangkat ke jenjang kepangkatan yang lebih tinggi.
4. Kegiatan pelatihan ini akan memberikan manfaat yang sangat strategis bagi
Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), karena di satu sisi kegiatan pelatihan
6
merupakan pengejawantahan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu
pengabdian pada masyarakat, di sisi lain dapat menjalin kerja sama yang saling
menguntungkan antara Undiksha dengan sekolah, dinas pendidikan kabupaten, dan
pemerintah daerah. Bagi sekolah, dinas pendidikan kabupaten, dan daerah,
keuntungan yang dapat dipetik, adalah terklaksananya program peningkatan
kualifikasi non gelar yang praktis bagi guru fisika di daerahnya. Bagi Undiksha,
keuntungan yang dapat dipetik adalah tertemukannya data aktual menyangkut
kompetensi guru yang pada gilirannya dapat dijadikan refleksi dalam melaksanakan
program-program otentik kelembagaan untuk menunjang peningkatan kualitas
pendidikan dalam jabatan dan prajabatan.
1.6 Kerangka Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah yang diajukan dan sekaligus mencapai tujuan kegiatan
pendidikan dan pelatihan ini, maka ditetapkan kerangka pemecahan masalah seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Kerangka pelaksanaan diklat pengembangan pendidikan
karakter terintegrasi pembelajaran fisika SMA
Orientasi Lapangan
Identifikasi Masalah
Pemecahan secara Teoretik Pengembangaan Perangkat
Pendidikan Karakter
Kajian Konseptual Pembimbingan
Revisi Perangkat
Evaluasi Program
Seminar dan Diskusi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Fisika dan Pembelajarannya
Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan
kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam
proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran
yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di SMA dapat menjadi wahana bagi siswa
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam pembelajaran fisika, pengalaman
proses fisika dan pemahaman produk fisika dalam bentuk pengalaman langsung akan
sangat berarti dalam membentuk konsep siswa. Hal ini juga sesuai dengan tingkat
perkembangan mental siswa SMA yang tela memasuki fase formal, akan sangat
memudahkan siswa jika pembelajaran fisika mengajak anak untuk belajar merumuskan
konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Dalam pembelajaran akan ada komunikasi antara guru dengan siswa. Segala sesuatu
yang menyangkut pembelajaran merupakan proses komunikasi. Komunikasi dalam
pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik yang terjadi tidak dengan sendirinya
tetapi harus diciptakan oleh guru dan siswa.
Santyasa (2014) menyatakan bahwa fisika pada hakekatnya merupakan sebuah
kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking),
dan cara untuk penyelidikan (a way of investigating). Dengan mengacu kepada pernyataan
ini ternyata bahwa, pandangan kebanyakan orang, pandangan para ilmuwan, dan
pandangan para ahli filsafat yang dikemukakan di atas tidaklah salah, melainkan masing-
masing hanya merupakan salah satu dari tiga hakikat fisika.
Istilah lain yang juga digunakan untuk menyatakan hakekat fisika adalah fisika
sebagai produk untuk pengganti pernyataan fisika sebagai sebuah kumpulan pengetahuan,
fisika sebagai sikap untuk pengganti pernyataan fisika sebagai cara atau jalan berpikir, dan
fisika sebagai proses untuk pengganti pernyataan fisika sebagai cara untuk penyelidikan. Jadi
pada hakekatnya, fisika adalah sebagai produk, fisika sebagai sikap, dan fisika sebagai proses.
Berikut ini akan dikemukakan lebih rinci mengenai hakekat fisika itu.
8
1. Fisika Sebagai Produk
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia, terjadi interaksi antara manusia
dengan alam lingkungannya. Interaksi itu memberikan pembelajaran kepada manusia
sehinga menemukan pengalaman yang semakin menambah pengetahuan dan
kemampuannya serta berubah perilakunya. Dalam wacana ilmiah, hasil-hasil penemuan
dari berbagai kegiatan penyelidikan yang kreatif dari pada ilmuwan diinventarisir,
dikumpulkan, dan disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan yang
kemudian disebut sebagai produk atau “a body of knowledge”. Pengelompokkan hasil-
hasil penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan
yang kemudian disebut sebagai fisika. Dengan demikian, fisika merupakan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori, dan model.
2. Fisika Sebagai Proses
Fisika sebagai proses atau juga disebut sebagai “a way of investigating” memberikan
gambaran mengenai bagaimana para ilmuwan bekerja melakukan penemuan-penemuan.
Jadi fisika sebagai proses memberikan gambaran mengenai pendekatan yang digunakan
untuk menyusun pengetahuan. Berdasarkan uraian tersebut, bahwa pemahaman fisika
sebagai proses sangat berkaitan dengan kata-kata kunci fenomena, dugaan, pengamatan,
pengukuran, penyelidikan, dan publikasi. Pembelajaran yang merupakan tugas guru
termasuk ke dalam bagian mempublikasikan itu. Dengan demikian pembelajaran fisika
sebagai proses hendaknya berhasil mengembangkan keterampilan proses fisika pada diri
siswa.
3. Fisika Sebagai Sikap
Berdasarkan penjelasan mengenai hakikat fisika sebagai produk dan hakekat fisika
sebagai proses di atas, tampak bahwa penyusunan pengetahuan fisika diawali dengan
kegiatan-kegiatan kreatif seperti pengamatan, pengukuran dan penyelidikan atau
percobaan, yang kesemuanya itu memerlukan proses mental dan sikap yang berasal dan
pemikiran. Jadi dengan pemikirannya orang bertindak dan bersikap, sehingga akhirnya
dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah itu. Pemikiran-pemikiran para ilmuwan yang
bergerak dalam bidang fisika itu menggambarkan, rasa ingin tahu dan rasa penasaran
9
mereka yang besar, diiringi dengan rasa percaya, sikap objektif, jujur dan terbuka serta
mau mendengarkan pendapat orang lain. Sikap-sikap itulan yang kemudian memaknai
hakikat fisika sebagai sikap atau “a way of thinking”.
2.2 Pendidikan Karakter
Menurut UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Definisi tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan tidak hanya diarahkan pada
pengembangan intelektual dan praktikal manusia, tetapi juga menyangkut spiritual,
pengendalian diri, kepribadian, dan ahlak mulia, yang justru lebih penting karena
menyangkut etika moral manusia.
Satu hal yang terpenting dalam pengembangan etika manusia akhir-akhir ini telah
memusatkan perhatian pada karakter. Hal ini tampak pada diskusi-diskusi di sekolah,
berita-berita di media masa, dan percakapan keseharian masyarakat dan pemerintah semua
fokus pada karakter yang mungkin dimiliki oleh para pemimpin, warga negara terpelajar,
dan anak-anak kita. Lebih-lebih dunia sekarang telah memasuki abad pengetahuan, dan
khususnya Indonesia memasuki Era Masyarakat Ekonomi Asian (MEA), yang
memungkinkan terjadi arus transformasi nilai-nilai budaya yang sangat pesat yang
berpeluang menguntungkan atau justru merugikan, maka pendidikan karakter menjadi
sangat penting dikaji sebagai landasan berpikir, berkata, dan bertindak. Terkait dengan hal
karakter manusia, Psikiater Pittman (1992:62) mengungkapkan pernyataan berikut
The stability of our lives depends upon our character. It is charakter, not poisson,
that keep marriages together long enough to do their work of raising children into
mature, responsible, productive citizens. In this imperfect world, it is character that
enables people to survive, to endure, and to transcend their misfortunes.
Secara bebas, pernyataan tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut:
Kesetabilan hidup kita bergantung pada karakter kita. Yang mampu memelihara
kelanggengan pernikahan, keluarga dapat membesarkan anak-anak dan
menjadikannya matang, bertanggung jawab, dan menjadi warga negara yang
10
produktif, adalah karakter keluarga, bukan nafsu. Di dunia yang tidak sempurna ini
karakter itulah yang memungkinkan orang bertahan hidup, kekal, dan melampui
nasib mereka yang malang.
Barangkali beranjak dari pendapat Pittman tersebut, kini perhatian pendidikan
cenderung mengarah pada pengembangan karakter manusia, sehingga sering diistilahkan
pendidikan karakter. “Pendidikan karakter didefinisikan sebagai upaya untuk
mempertimbangkan pengembangan kebajikan”(Lichona, 1999). Menurut Yahya Khan
(2010:1), pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan berprilaku yang
membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat, dan
bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Di samping itu, Raka et al (2011: xi) menyatakan bahwa
pendidikan karakter diperlukan agar setiap individu menjadi orang yang lebih baik,
menjadi warga masyarakat yang lebih baik, dan menjadi warga negara yang lebih baik.
Ketiga pendapat tersebut tidak jauh berbeda. Intinya, bahwa pendidikan karakter sangat
penting diformulasikan dan dilakukan untuk mengembangkan kebaikan dan kebajikan
masyarakat. Kebajikan secara objektif adalah kualitas manusia yang baik, baik dalam
perkembangan, dan baik dalam kehidupan individu dan di masyrakat. Oleh karena secara
intrinsik baik, kebajikan melampui waktu dan budaya; keadilan (justice), kejujuran
(honesty), dan keramahan (kindness) selalu dimiliki dan selalu menjadi bajik.
Secara filosofis, pendidikan karakter menuntut realitas kebenaran moral objektif,
anggapan bahwa sesuatu itu diakui benar atau salah secara jujur. Kebenaran objektif,
sebagaimana pandangan filsuf Kreeft dan Tacelli (1994), bahwa kebenaran itu tidak
bergantung pada orangnya. Sebagai contoh, menolong orang yang sedang menderita
secara objektif adalah benar, sementara perzinahan (adultery) adalah salah, meyakini suku
sendiri lebih unggul dibandingkan dengan yang lain (rasism) adalah salah, menganiaya
(torture) adalah salah, perampokan atau pemerkosaan (rape) adalah salah, berbuat curang
(cheating) adalah salah, mengambil keputusan tidak adil (unjust) terhadap orang yang
tidak bersalah adalah salah. Semua perbuatan tersebut termasuk kebenaran moral objektif,
yang memiliki claim pada hati nurani dan prilaku kita.
11
2.3 Karakteristik dan Tujuan Pendidikan Karakter
Gerakan pendidikan karakter ditentukan oleh beberapa faktor (Kilpatrick, 1992;
Lickona, 1991): (1) kelemahan keluarga dalam sosialisasi pada anak-anaknya, (2)
pengaruh negatif budaya media masa sebagai pembentuk nilai-nilai masa muda, (3)
persepsi masyarakat bahwa negara dalam suatu periode tertentu tidak peduli dengan
pembinaan moral dan spiritual, (4) kecemasan terhadap anak muda yang cenderung
menunjukkan meningkatnya kekerasan, ketidakjujuran, penyalahgunaan obat bius,
pengutamaan diri sendiri, dan aktivitas seksual. Pendidikan karakter juga suatu reaksi
untuk memerangi metode pendidikan yang lebih banyak mengutamakan nilai-nilai
kognitif, banyak perintah, dan kurang proses yang humanis. Dalam kontek kurikulum
yang lebih menekankan pengembangan kompetensi, hendaknya jangan dilupakan muatan
pendidikan karakter di dalamnya, sehingga pembangunan manusia seutuhnya dapat
diwujudkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Raka et al (2011:18), bahwa kompetensi
membuat seseorang bisa melakukan tugasnya dengan baik, namun karakterlah yang
membuatnya bertekad mencapai yang terbaik dan selalu ingin lebih baik; Orang-orang
dengan kompetensi yang tinggi tanpa disertai karakter yang baik dapat menjadi sumber
masalah bagi lingkungannya.
Pendidikan karakter adalah suatu pendidikan yang memberikan keyakinan dalam
membantu siswa untuk memperoleh kebajikan melalui pembelajaran. Hal ini sangat
penting, mengingat siswa oleh dirinya sendiri tidak mungkin dapat mambangun karakter
secara optimal, misalnya berkaitan dengan pengambilan keputusan yang dapat dikatakan
benar atau salah. Oleh sebab itu, pendidikan karakter tidak penting hanya untuk
dipikirkan, dibicarakan, dan didiskusikan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan yang
aktual. Pendidikan karakter harus menjadi tanggung jawab semua sekolah dalam rangka
membangun masyarakat yang bajik. Prilaku-prilaku siswa seperti: sikap hormat (respect),
tanggung jawab (responsibility), kejujuran (honesty), keramahan (kindness), kerajinan
atau ketekunan (diligence), dan kontrol diri (self-control) perlu dimodelkan, diajarkan,
dihormati, dipuji, dan secara kontinu dipraktekkan dalam setiap berinteraksi di sekolah.
Suatu prinsip teoretik yang dapat memberikan petunjuk praktis penerapan
pendidikan karakter di sekolah adalah pendapat Aristoteles, yaitu: Virtues are not mere
thoughts but habits we develop by performing virtuous actions. We be come kind by doing
12
kind deeds, self-controlled by exercising self-control. Petunjuk tersebut sangat penting
untuk dimengerti dan diterapkan secara berkelanjutan dalam upaya membantu siswa
menampilkan keramahan, kesopanan (courteous), dan disiplin diri, sampai secara relatif
mudah bagi mereka untuk melakukannya dan secara relatif mereka dapat menentang hal-
hal yang tidak diinginkan sebagai akibat pembiasaan berprilaku.
Tujuan pendidikan karakter di sekolah adalah untuk menciptakan 3 (tiga) hal, yaitu
(1) rakyat yang baik, (2) sekolah yang baik, dan (3) masyarakat yang baik. Tujuan pertama
diarahkan agar semua manusia memiliki karakter yang baik. Dua hal penting berikut
adalah suatu keniscayaan menjadi muatan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
kematangan manusia, yaitu (1) kekuatan pikiran, hati, kebaikan, pertimbangan-
pertimbangan yang baik, kejujuran, empati, kepedulian, usaha keras, (2) disiplin diri
dalam upaya menjadi cerdas membangun cinta kasih dan kerja.
Tujuan kedua diarahkan agar sekolah dapat mewujudkan karakter yang baik.
Sekolah adalah tempat yang lebih baik, tentunya akan menjadi tempat yang lebih kondusif
dalam proses pembelajaran, apabila sekolah tersebut dapat menyemaikan pembangunan
kemanusiaan, kepedulian, dan memiliki standar tinggi dalam pencapaian kehidupan
sekolah yang lebih baik.
Tujuan ketiga, menyatakan bahwa pendidikan karakter esensial dalam
membangun suatu masyarakat bermoral. Masalah-masalah masyarakat, seperti kekerasan,
ketidakjujuran, kerakusan, kehancuran rumah tangga, pertumbuhan jumlah anak yang
hidup melarat, dan tindak kekerasan terhadap perempuan, serta tindakan-tindakan amoral
lainnya memiliki akar yang kuat di masyarakat yang senantiasa memelukan solusi. Tetapi
tidak mungkin dapat dibangun masyarakat yang bajik, jika kebajikan tidak ada dalam
pikiran, hati, dan jiwa dalam kehidupan individu. Pembangunan karakter yang baik akan
dapat diwujudkan apabila individu, keluarga, sekolah, masyarakat, dan tempat-tempat
beribadah benar-benar dapat berfungsi secara optimal sebagai tempat persemaian karakter
yang baik.
2.4 Konten Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dimulai dengan proposisi, bahwa pengembangan karakter
bertujuan mempercepat terbentuknya kebajikan pada diri seseorang, dan kebajikan itu
13
adalah kualitas baik bagi manusia itu sendiri. Proposisi umum tersebut mengarahkan ke
pertanyaan yang lebih spesifik: “kebajikan yang bagaimana yang menjadi landasan
karakter yang baik bagi seseorang yang dapat disosialisasikan melalui pembelajaran di
sekolah?”
Dalam makalah ini, pembangunan karakter peserta didik mengacu pada teori
Isaacs (dalam Lickona, 1999), bahwa terdapat 24 kebajikan yang perlu dikembangkan
sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik. (1) Umur 0-7 tahun, taat pada aturan
(obedience), ketulusan atau keikhlasan hati (sincerity), dan penggunaan waktu secara baik
(orderliness). (2) Umur 8-12 tahun, ketahanan (fortitude), usaha keras (perseverance),
kerajinan (industriusness), kesabaran (patience), tanggungjawab (responsibility),
keadilan (justice), dan kemurahan hati (generosity). (3) Umur 13-15 tahun, kesopanan
(modesty), tidak ekstrim atau memiliki kontrol diri yang kuat (moderation), sederhana
(simplisity), sanggup berinteraksi sosial yang baik (socialbility), bersahabat (friendship),
rasa hormat (respect), rasa cinta pada tanah air (patriotism). (4) Umur 16-18 tahun,
kebijaksanaan (prudence), fleksibel (flexibility), memahami (understanding), kesetiaan
(loyalty), keberanian mengambil resiko untuk kebaikan (audacity), kerendahan hati
(humility), dan optimis berbasis keyakinan pada Yang Maha Pencipta (optimism).
DeMarco (dalam Lickona, 1999) merekomendasikan 28 kebajikan dengan menambahkan
4 kebajikan terhadap 24 butir yang ditawarkan oleh Isaacs, yaitu kepedulian (care),
kesucian (chastity), menghindari minuman keras (temperance), dan kebijaksanaan
(wisdom).
Lickona (1999) membedakan pendidikan karakter atas dua jenis, (1) kebajikan
keras (hard virtue), yaitu disiplin diri, kerja keras, ketekunan, kontrol diri, dan (2)
kebajikan lunak (soft virtue), yaitu empati, keramahan (kindness), perasaan iba
(compassion), dan toleransi. Konten karakter yang disebut sebagai kebajikan tersebut
hendaknya disosialisasikan kepada peserta didik secara komprehensif dan objektif. Dalam
konteks masyarakat demokratis, pendidikan karakter secara logika mencakup kebajikan
demokratis, misalnya homat terhadap hak individu, menjalankan kebaikan, nalar dalam
berdialog, menghargai proses, toleransi terhadap perbedaan pendapat, berpartisipasi
secara sukarela dalam kehidupan bermasyarakat.
14
2.5 Komponen Psikologi Karakter
Secara psikologi, karakter mencakup kognitif, afektif, dan aspek moral prilaku.
Aspek moral prilaku mencakup moral knowing, moral feeling, dan moral action. Karakter
yang baik mencakup knowing the good, desiring the good, dan doing the good. Doing the
good terdiri dari habits of the mind, habits of the heart, dan habits of the behavior. Peserta
didik diharapkan agar bisa mempertimbangkan mana yang benar, peduli secara mendalam
tentang benar, dan kemudian mampu mengerjakan yang disebut dengan benar.
Menurut Lickona (1999), sisi kognitif karakter mencakup 6 (enam) komponen,
yaitu (1) kewaspadaan moral (moral alertness), (2) paham terhadap kebajikan, (3)
kemenarikan dalam perspektif, (4) penalaran moral, (5) pengambilan keputusan yang
bernalar, dan (6) kematangan moral.
Sisi emosional karakter berfungsi sebagai jembatan antara pertimbangan moral
dan tindakan moral. Sisi emosional moral mencakup 5 (lima) komponen, yaitu (1)
mencintai dan bertindak keadilan, (2) menghormati diri sendiri, (3) empati, (4) mencintai
kebaikan, dan (5) mengakui dan mengoreksi secara rela dan penuh kerendahan hati
terhadap kesalahan moral.
Tindakan moral mencakup 3 (tiga) komponen, yaitu (1) moral competence
(mendengarkan, mengkomunikasikan, bekerja sama, memecahkan konplik), (2) moral
will (yang memobilisasi pertimbangan dan energi yang merupakan inti dari kontrol diri),
dan (3) moral habit (merespon dengan cara yang baik dan konsisten).
Suyanto (2010), menyatakan terdapat 9 (sembilan) pilar karakter yang berasal dari
nilai-nilai luhur universal, yaitu (1) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2)
kemandirian dan tanggungjawab, (3) kejujuran/amanah, (4) diplomatis, (5) hormat dan
santun, (6) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama, (6) percaya
diri dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, dan (9)
karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Sementara Puskurbuk (2011: 3)
memformulasikan 18 nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber dari agama,
Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3)
Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8)Demokratis, (9) Rasa
Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai
15
Prestasi, (13) Bersahabat/ Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca,(16)
Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab.
Formulasi konten pendidikan karakter tersebut menjadi sangat penting sebagai
acuan bagi para teoretisi dan praktisi di semua jenjang pendidikan dalam mengemas
pembelajaran berorientasi pada pengembangan karakter peserta didik.
2.6 Pendekatan Pengembangan Karakter
Dalam mengembangkan karakter, baik kognitif, emosional, maupun dimensi-
dimensi prilaku, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif. Pendekatan tersebut
bertujuan (1) mengidentifikasi peluang perkembangan karakter dalam kehidupan kelas
dan sekolah, (2) merencanakan cara-cara penanganan untuk menggunakan peluang
tersebut untuk mempercepat perkembangan karakter dan meminimalisasi praktik-praktik
sekolah yang bertentangan dengan karakter yang baik.
Pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan karakter peserta didik perlu
dikaji untuk mempermudah menetapkan strategi pembelajarannya. Secara umum terdapat
dua jenis pendekatan pengembangan karakter peserta didik, yaitu pendekatan langsung
dan pendekatan tak langsung. Pendekatan langsung (konten kurikulum) dapat dilakukan
dengan menjelaskan kebajikan, pemodelan kebajikan, mengarahkan peserta didik dalam
proses studi kebajikan, dan mendorong peserta didik untuk praktik kebajikan. Pendekatan
tak langsung (konteks lingkungan moral yang positif) dapat dilakukan dengan
menyediakan pengalaman-pengalaman moral yang real seperti pembelajaran koperatif,
resolusi konflik, pembelajaran pelayanan untuk membantu peserta didik memahami dan
praktik kebajikan. Di samping pendekatan-pendekatan langsung dan tak langsung
tersebut, terdapat pula pendekatan-pendekatan yang lain, misalnya pembelajaran
pengembangan otoritas pribadi dan tanggung jawab, pembelajaran pengembangan
berpikir kritis, dan pembelajaran membantu peserta didik mengerjakan sesuatu yang benar
dalam kasus-kasus yang pasti dan membantu mereka menggambarkan solusi terpadu
tentang masalah moral menyangkut konflik kebajikan. Pembelajaran melawan upaya
destruktif terhadap lingkungan, misalnya pemecahan masalah tentang praktik aborsi untuk
menghormati kehidupan sebelum lahir dan dukungan terhadap kaum perempuan,
termasuk pendekatan pengembangan karakter.
16
2.7 Strategi Pembelajaran Pengembangan Karakter
Lickona (1999) menganjurkan 9 (sembilan) strategi pembelajaran untuk
mengembangkan karakter peserta didik, yaitu (1) guru sebagai pemberi kepedulian, model
moral, dan penasehat moral, (2) menciptakan komunitas kelas yang peduli, (3) penegakan
disiplin moral, (4) menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, (5) pengajaran
kebajikan sesuai konten kurikulum, (6) pembelajaran kooperatif, (7) pembelajaran hati
nurani, (8) refleksi etik, dan (9) pengajaran resolusi konflik.
Guru sebagai pemberi kepedulian, model moral, dan penasehat moral
Dalam kelas, moral guru memiliki pengaruh secara langsung terhadap
pertumbuhan moral peserta didik. Kadar pertumbuhan moral tersebut sangat bergantung
pada kualitas hubungan yang mampu diciptakan oleh guru pada peserta didik selama
pembelajaran berlangsung di kelas. Melalui hubungan-hubungan yang mampu diciptakan,
guru dapat mengerahkan pengaruh moral positif dalam tiga cara, yaitu menghormati dan
memperdulikan peserta didiknya, memberikan contoh yang baik, dan menyediakan
bimbingan moral secara langsung.
Menciptakan komunitas kelas yang peduli
Peserta didik sangat perlu untuk peduli tidak hanya terhadap orang yang lebih tua,
tetapi juga terhadap teman sebayanya. Apabila mereka memiliki perasaan saling memiliki,
maka mereka akan saling memperdulikan satu sama lainnya. Untuk tujuan tersebut, guru
dapat menciptakan komunitas kelas yang memiliki kepedulian, dan guru membantu
peserta didik untuk (1) mengetahui satu sama lain sebagai individu, (2) menghormati dan
peduli satu sama lain, (3) merasakan suatu nilai sebagai anggota kelompok. Membangun
komunitas kelas seperti itu akan berkontribusi terhadap tumbuhnya suasana kelas yang
mengikat peningkatan partisipasi peserta didik dalam diskusi.
Penegakan disiplin moral
Penegakan disiplin dapat menjamin tumbuh kembangnya karakter peserta didik.
Oleh sebab itu, guru hendaknya membantu mereka mengembangkan penalaran moral,
17
disiplin diri, dan hormat kepada orang lain. Aturan hendaknya ditegakkan dengan cara
yang memungkinkan peserta didik melihat standar moral (misalnya kesopanan (courtesy)
dan kepedulian (caring)) yang ditetapkan dalam aturan tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan, bahwa jangan sampai menjanjikan hadiah atau mengancam dengan
hukuman, karena kedua hal ini bersifat pemicu ekstrinsik. Guru yang menggunakan
disiplin moral dalam pembelajaran di kelas dapat menjamin bahwa peserta didiknya
memahami dasar moral tersebut terkait dengan peraturan yang ditetapkan di kelas. Dalam
menetapkan aturan kelas tersebut, guru perlu menjelaskan, bahwa tujuannya bukan untuk
mencari kesalahan, namun untuk menanamkan kejujuran, keterbukaan, dan kerelaan
untuk mengambil tanggungjawab atas segala sesuatu yang dilakukan. Dengan demikian,
peserta didik senantiasa belajar bahwa ketika mereka melakukan kesalahan akan memiliki
kesanggupan untuk memperbaiki kesalahan tersebut dengan penuh kesadaran
Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis
Strategi ini melibatkan keikutsertaan peserta didik dalam pengambilan keputusan
yang mampu meningkatkan tanggungjawab mereka untuk membuat kelas menjadi tempat
belajar yang baik. Strategi yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan kelas
yang demokratis adalah dengan mengadakan pertemuan-pertemuan kelas dalam rangka
mengerjakan pekerjaan rumah. Gagasan pertemuan kelas, bahwa hal tersebut membuat
peserta didik merasakan alasan-alasan mereka dalam diskusi masuk akal dan bermanfaat,
sehingga mereka dapat membantu pemecahan masalah. Pertemuan-pertemuan kelas
sangat perlu dilakukan untuk mengajak peserta didik berdemokrasi melalui kesadaran
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang harus dikerjakan. Moto yang perlu diikuti,
bahwa “jika guru menginginkan siswa mengembangkan tanggung jawab, mereka harus
memiliki tanggung jawab”.
Pengajaran kebajikan sesuai konten kurikulum
Terkait dengan pengajaran kebajikan melalui konten kurikulum, guru perlu
mencermati tingkatan kelas. Yang perlu diperhatikan oleh guru adalah: ”pertanyaan moral
yang bagaimana dan pelajaran karakter yang bagaimana yang ada dalam mata pelajaran
18
yang saya ampu? Bagaimana mungkin saya membuat pertanyaan-pertanyaan dan
pelajaran tersebut menjadi penting bagi peserta didik?
Guru sains dapat mendesain pelajarannya agar peserta didik dapat menampilkan
ketelitian dan kebenaran pelaporan data dan menyajikan temuan secara ilmiah. Guru ilmu
sosial dapat mempertanyakan tentang keadilan sosial, dilema moral aktual yang diungkap
oleh sejarah, dan tindakan terpuji bagi masyarakat sebagai warga negara. Guru sastra
dapat mengajak peserta didiknya menganalisis keputusan moral, kekuatan dan kelemahan
moral terkait dengan karakter novel atau ceritera singkat. Guru matematika dapat
menugaskan peserta didiknya untuk melakukan penelitian dan membuat grafik
kecenderungan masyarakat yang baik secara moral. Semua guru dapat mengajak peserta
didik mempelajari kaum laki-laki atau perempuan yang telah mampu mencapai perbedaan
moral atau intelektual dalam kehidupan mereka masing-masing.
Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif mengajak peserta didik untuk praktik mengembangkan
kompetensi-kompetensi sosial dan moral, seperti kebiasaan memikirkan “perlunya rasa
hormat” terhadap orang lain, kemampuan bekerja sebagai bagian dari sebuah tim, dan
kapasitas untuk mengapresiasi orang lain, dalam waktu yang sama bahwa mereka
mempelajari materi akademik. Pembelajaran kooperatif juga berkontribusi terhadap
perkembangan kohesivitas dan kepedulian komunitas kelas dengan memperkecil jurang
pemisah sebagai akibat perbedaan etnik, ras, dan hambatan-hambatan sosial lain dan
dengan mengintegrasikan setiap siswa ke dalam struktur sosial yang kecil dari kelompok
kooperatif.
Agar efektif sebagai strategi pengembangan akademik dan karakter peserta didik,
pembelajaran kooperatif harus didesain mencakup saling ketergantungan dan tanggung
jawab individu (Borich, 2007). Setiap anggota kelompok harus dibutuhkan, dan setiap
orang harus secara bebas menunjukkan penguasaan materi dari suatu kesimpulan hasil
kerja sama. Waktu harus disediakan untuk mengajar peserta didik keterampilan dan
aturan-aturan yang mereka perlukan untuk kerjasama secara efektif. Waktu juga harus
disediakan untuk mengajak mereka dalam merefleksi kerja kooperatif yang baik yang
harus dilakukan terkait dengan tugas-tugas yang diberikan dan bagaimana mereka
19
menampilkan kemajuan yang dibutuhkan pada waktu berikutnya. Kelas dapat
mengembangkan panduan yang membantu mencegah masalah dan menyediakan kriteria
untuk merefleksikan upaya-upaya mereka. Contoh panduan kerja sama adalah “anggota
kelompok memiliki kontribusi terbaik”, apabila (1) setiap anggota ramah satu sama lain,
(2) tidak ada anggota yang tidak bekerja, (3) setiap anggota mendengarkan dan
menghargai gagasan setiap anggota kelompok, (4) setiap anggota memiliki tugas masing-
masing, (5) tidak ada anggota yang meninggalkan tugasnya, (6) tidak ada yang protes, dan
(7) selalu saling memuji. Pembelajaran kooperatif dapat mengajak peserta didik untuk
berubah paradigma dari i alone atau i instead of you menjadi i as well as you.
Pembelajaran hati nurani
Karakter pribadi kita sering mempengaruhi kehidupan orang lain melalui kualitas
kerja yang kita lakukan. Ketika kita mengerjakan pekerjaan dengan baik, orang lain
merasakan manfaat yang baik, ketika kita mengerjakannya secara buruk, orang lain
merasakan kerugian. Satu yang terpenting, adalah “suara” dari “hati nurani”, sehingga hati
nurani yang menunjukkan kesanggupan, suara itu menyatakan “do a good job”. Hal itu
menandakan karakter manusia.
Peserta didik memiliki kesanggupan untuk mengembangkan hati nurani yang baik
dan pekerjaan yang berkaitan dengan berbagai kualitas karakter, yaitu (1) disiplin diri,
mencakup kemampuan menunda keadaan yang menyenangkan untuk mengejar tujuan-
tujuan berikutnya, (2) ketekunan, (3) ketergantungan untuk bekerja yang baik, (4)
kecerdasan, dan (5) tanggung jawab. Guru membantu peserta didik mengembangkan
pekerjaan terkait dengan kualitas karakter apabila mereka mampu menunjukkan contoh
tanggungjawab kerja yang baik melalui pembelajarannya (menyiapkan pembelajaran
dengan baik dan tepat waktu, mengembalikan pekerjaan siswa dengan segera dengan
balikan yang tepat, dan memberikan bantuan ekstra apabila diperlukan),
mengkombinasikan harapan dan dukungan yang tinggi, menyediakan kurikulum yang
mendorong semua siswa, dan menugaskan siswa dengan pekerjaan rumah yang bermakna.
20
Refleksi etik
Strategi ini fokus pada pengembangan karakter dari sisi kognitif, khususnya
memberikan pembelajaran kepada siswa tentang kebajikan, bagaimana mereka bisa
memiliki kebiasaan praktik yang memuaskan kehidupan, dan bagaimana mengambil
tanggungjawab mengembangkan karakter masing-masing. Peserta didik didorong untuk
menunjukkan tujuan sehari-hari dalam memperbaiki praktik mereka mengenai kebajikan
yang esensial, seperti hormat (respect), kerjasama (cooperative), dan kemurahan hati
(generosity). Di akhir hari itu, mereka melakukan penilaian diri sendiri, apabila mereka
memilih, rekam kemajuan mereka dalam jurnal pribadi. Penunjukan tujuan harian ini
merupakan hal yang cukup penting untuk mengembangkan kebiasaan dan kerelaan diri
yang baik.
Pengajaran resolusi konflik
Pembelajaran resolusi konflik tanpa intimidasi adalah bagian yang sangat penting
dalam pengembangan karakter peserta didik. Rasionalnya, adalah (1) konflik tidak pasti
mengubah dengan jujur mengikis suatu komunitas moral dalam kelas, (2) tanpa
keterampilan resolusi konflik, peserta didik akan cacat secara moral dalam hubungan
interpersoal mereka dalam kehidupannya sekarang dan kemudian hari dan barangkali
berujung pada kekerasan di sekolah dan di masyarakat.
Terdapat banyak cara mengajar keterampilan resolusi konflik dalam kelas. Ketika
dua orang peserta didik mengalami koflik, guru segera memberhentikan tindakan mereka
yang menyebabkan konflik tersebut dan menggunakannya sebagai momen pembelajaran.
Guru dapat meminda dua peserta didik yang lain yang tidak terlibat dalam konflik tersebut
untuk tampil di depan kelas untuk memerankan suatu solusi positif terhadap konflik
tersebut. Guru lalu menganjurkan seluruh peserta didik dalam kelas untuk memberikan
saran. Dua peserta didik yang terlibat dalam konflik diminta untuk bertindak yang bukan
merupakan solusi positif yang merepresentasikan apa yang mereka lihat dan dengar.
Keterampilan-keterampilan tersebut menjadi bagian karakter peserta didik yang telah
dipelajari sebelumnya dan sering dipraktekkan.
21
2.8 Evaluasi Proses dan Produk Pengembangan Karakter
Evaluasi proses dan produk pengembangan karakter ditujukan pada 3 (tiga) hal,
yaitu (1) Kemajuan karakter peserta didik yang dapat diamati atau yang dapat
didokumentasi dalam lingkungan kelas, (2) pengaruh-pengaruh karakter di luar
lingkungan sekolah, dan (3) aktivitas kehidupan peserta didik setelah mereka tamat.
Evaluasi terhadap kemajuan karakter peserta didik yang dapat diamati atau
yang dapat didokumentasi dalam lingkungan kelas
Sekolah seyogyanya memiliki program pendidikan karakter. Hal ini penting agar
sekolah dapat menjadi tempat yang lebih baik bagi peserta didik. Program tersebut dapat
mempengaruhi terjadinya perubahan yang positif sikap dan prilaku peserta didiknya.
Dalam konteks ini, evaluasi dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
(1) Sudahkah keikutsertaan peserta didik berlangsung? Pertentangan dan penskorsan
dihentikan? Perusakan karya-karya seni berkurang? Kejadian-kejadian pembiusan
diminimalisasi? Sikap menentang penjiplakan, dan laporan diri tentang penjiplakan dapat
ditingkatkan? Guru dapat menilai seperti itu sebelum dan setelah program dijalankan
dengan pencatatan prilaku-prilaku yang dapat diamati atau dengan angket tanpa nama.
Tujuannya adalah untuk mengukur pertimbangan moral peserta didik. Misalnya, apakah
mencontek pada saat ulangan adalah tindakan keliru? Tujuan lainnya, juga untuk
mengukur komitmen moral mereka. Apakah anda akan mencontek jika anda yakin dengan
hal-hal yang tidak mengerti? Angket juga bertujuan untuk mengukur prilaku moral terkait
dengan laporan diri. Berapa kali anda telah mencontek dalam ulangan akhir semester?
Evaluasi terhadap pengaruh-pengaruh karakter di luar lingkungan sekolah
Dalam hal ini, evaluasi dapat dilakukan terhadap prilaku-prilaku peserta didik di
luar kelas, misalnya keterlibatan mereka dalam aktivitas prososial, termasuk membantu
orang lain jika dibutuhkan, juga termasuk upaya mempertahankan keyakinan moral.
Upaya untuk menahan diri tidak melakukan perbuatan mencuri di toko dengan pura-pura
sebagai pembeli. Menahan diri dari prilaku-prilaku yang beresiko tinggi, seperti peminum.
Sama halnya dengan prilaku di sekolah, prilaku-prilaku tersebut dapat dinilai berdasarkan
surve laporan diri.
22
Evaluasi terhadap aktivitas kehidupan peserta didik setelah mereka tamat
Hal ini merupakan pengukuran jangka panjang terhadap karakter peserta didik.
Apa yang bisa dilakukan oleh peserta didik setelah mereka lulus, misalnya menjadi orang
tua yang bertanggung jawab, menjadi warga negara yang baik, menjadi anggota
komunitas yang produktif, semuanya dapat dinilai melalui penelitian jangka panjang di
luar kapasitas sekolah. Penelitian dilakukan untuk mengukur sisi prilaku karakter,
misalnya sifat penolong, sisi kognitif karakter, misalnya menjadi pemikir yang baik dalam
upaya menemukan resolusi konflik di masyarakat, sisi sikap atau emosional karakter,
misalnya menampilkan nilai-nilai demokratis di masyarakat, seperti keyakinan bahwa
semua anggota kelompok memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang dapat mempengaruhi aktivitas kelompok.
23
BAB III
METODE KEGIATAN
3.1 Khalayak Sasaran
Berdasarkan data yang ada di Organisasi MGMP fisika Kabupaten Buleleng,
terdapat 50 orang guru fisika yang tersebar di berbagai SMA pada 9 kecamatan. Kegiatan
pendidikan dan pelatihan pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika ini melibatkan sampel 2 orang guru fisika SMA dari masing-masing
kecamatan di Kabupaten Buleleng, sehingga jumlah guru fisika yang terlibat adalah 18
orang. Evaluasi akhir program berdasarkan tanggapan peserta 18 orang guru fisika
tersebut berpotensi menjadi dasar pelaksanaan program selanjutnya yang memungkinkan
melibatkan guru fisika dalam jumlah yang lebih besar.
3.2 Keterkaitan
Kegiatan pendidikan dan pelatihan pengembangan perangkat pendidikan karakter
terintegrasi pembelajaran fisika yang merupakan kegiatan pengabdian pada masyarakat
ini melibatkan institusi-institusi berikut.
1. Universitas Pendidikan Ganesha melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat (LPPM) yang menyediakan tenaga pelatih untuk memfasilitasi para guru
fisika SMA dalam berlatih pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika. Guru-guru sampel yang berlatih dipastikan dapat memberikan
imbas yang positif untuk rekannya dalam organisasi MGMP Fisika di Kabupaten
Buleleng, karena proses pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran
fisika di kelas yang sesungguhnya dapat dilakukan secara kolaboratif dalam
kelompok-kelompok guru bidang studi.
2. Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Pendidikan Kabupaten yang akan
memberikan dorongan moral dan finansial dalam rangka peningkatan kualitas dan
kuantitas pengetahuan dan keterampilan para guru fisika SMA, khususnya di bidang
pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika.
24
3.3 Prosedur Kegiatan
Kegiatan pendidikan dan pelatihan pengembangan perangkat pendidikan karakter
terintegrasi pembelajaran fisika ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu (1) tahapan
pendidikan konseptual dan teknik operasional tentang pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika, (2) tahapan pelatihan pengembangan perangkat pendidikan karakter
terintegrasi pembelajaran fisika, dan (3) tahapan evaluasi.
Tahapan pertama, dilakukan dengan metode seminar dan tanya jawab. Fasilitator
dari Universitas Pendidikan Ganesha akan tampil sebagai pemrasaran, sedangkan para
guru akan berperan sebagai peserta. Antara pemrasaran dan peserta secara berkolaborasi
menjalankan peran sebagai learning community, sehingga secara psikologis tidak ada
jurang pemisah antara keduanya. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Pertemuan MGMP
Fisika Kabupaten Buleleng.
Tahapan kedua, dilakukan dengan metode diskusi terbimbing dalam proses
pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika. Proses ini
dijalankan dengan praktek pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika yang dilakukan oleh para guru dibimbing langsung oleh fasilitator.
Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Pertemuan MGMP Fisika Kabupaten Buleleng.
Fasilitator menjalankan perannya sebagai pelayan guru, sehingga proses berlangsung
secara terbuka dan bebas.
Tahap ketiga, dilakukan dengan metode pengujian secara tertulis dan portofolio.
Pengujian tertulis bertujuan mengevaluasi kemampuan guru mengaitkan antara teori
pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran dan praktek pengembangan perangkatnya.
Pengujian dengan portofolio lebih difokuskan untuk menilai perangkat-perangkat yang
telah dikembangkan oleh guru. Proses evaluasi dilakukan di Ruang Pertemuan MGMP
Fisika Kabupaten Buleleng.
3.4 Rancangan Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat)
pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika ini
dibedakan atas dua jenis, evaluasi sebelum diklat dan evaluasi setelah diklat. Evaluasi
sebelum diklat bertujuan mengungkap pengetahuan awal guru mengenai pendidikan
25
karakter terintegrasi pembelajaran fisika secara konseptual, sedangkan evaluasi setelah
diklat bertujuan mengungkap dampak diklat terhadap pengembangan pengetahuan dan
keterampilan guru tentang pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran
fisika. Evaluasi setelah pelatihan dilakukan dengan dua model, yaitu pengujian tertulis
dan portofolio. Deskripsi tentang instrumen evaluasi dan kriteria keberhasilan diklat
pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika disajikan
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Deskripsi data, instrumen, dan kriteria keberhasilan diklat
No Jenis Data Sumber
Data
Instrumen Indikator Kriteria
Keberhasilan
1 Proses diklat
pengembangan
pendidikan
karakter
terintegrasi
pembelajaran
fisika
Guru Pengamatan Peserta antusias
dalam
pendidikan dan
latihan
Terungkapnya
aktivitas guru yang
mencerminkan
antusiasnya baik
dalam proses
pendidikan maupun
dalam pelatihan
berkategori baik
2 Tanggapan guru
terhadap
konsepsi
pendidikan
karakter
terintegrasi
pembelajaran
fisika setelah
diklat
Guru Angket Tanggapan guru
teradap konsepsi
pendidikan
karakter
terintegrasi
pembelajaran
fisika positif
Terungkapnya
tanggapan guru
teradap konsepsi
pendidikan karakter
terintegrasi
pembelajaran fisika
mencapai kategori
baik
3 Tanggapan guru
terhadap
program diklat
pengembangan
perangkat
pendidikan
karakter
terintegrasi
pembelajaran
fisika setelah
diklat
Guru Angket Tanggapan guru
teradap program
diklat
pengembangan
perangkat
pendidikan
karakter
terintegrasi
pembelajaran
fisika positif
Terungkapnya
tanggapan guru
teradap program
diklat pengembangan
perangkat pendidikan
karakter terintegrasi
pembelajaran fisika
mencapai kategori
baik
4 Kualitas produk
program diklat
pengembangan
perangkat
Guru Portofolio Kualitas produk
program diklat
pengembangan
perangkat
Terungkapnya
kualitas produk
program diklat
pengembangan
26
pendidikan
karakter
terintegrasi
pembelajaran
fisika setelah
diklat
pendidikan
karakter
terintegrasi
pembelajaran
fisika
berkategori
tinggi
perangkat pendidikan
karakter terintegrasi
pembelajaran fisika
mencapai kategori
baik
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang diperlukan dalam diklat pengembangan pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika ini terdiri dari (1) Proses diklat pengembangan pendidikan karakter
terintegrasi pembelajaran fisika, (2) Tanggapan guru terhadap konsepsi pendidikan
karakter terintegrasi pembelajaran fisika setelah diklat, (3) Tanggapan guru terhadap
program diklat pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran
fisika setelah diklat, dan (4) Kualitas produk program diklat pengembangan perangkat
pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika setelah diklat. Semua data tersebut
dianalisis secara deskriptif kualitatif.
27
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3, bahwa kegiatan Diklat ini dilakukan
dalam tiga tahapan, yaitu (1) tahapan pendidikan konseptual dan teknik operasional
tentang pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika, (2) tahapan pelatihan dan
pendampingan pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran
fisika, dan (3) tahapan pendampingan lanjutan dan evaluasi.
Tahapan pertama, dilaksanakan pada Jum’at, 1 September 2017 bertempat di
Ruang Pertemuan MGMP Fisika Kabupaten Buleleng yang bertempat di SMA Negeri 1
Singaraja. Kegiatan ini dilakukan dengan metode seminar dan tanya jawab. Fasilitator
berperan sebagai pemrasaran, sedangkan para guru sebagai peserta, mereka bekerja secara
berkolaborasi menjalankan peran sebagai learning community, secara psikologis tidak ada
jurang pemisah antara keduanya. Gambar 4.1 adalah tayangan nara sumber sebelum
seminar dilakukan.
Gambar 4.1 Tayangan power point nara sumber
Selanjutnya disajikan Gambar 4.2(a) dan 4.2(b) yang menunjukkan nara sumber
sedang memberikan materi konseptual sebagai landasan palatihan.
28
(a)
(b)
Gambar 4.2 Nara sumber sedang memberikan materi konseptual sebagai landasan
pelatihan
29
Peserta tampak antusias memperhatikan, menganggapi, bertanya, dan mengajukan
pendapat secara intensif.
(b)
(b)
Gambar 4.3(a) dan (b) Peseta menuliskan pertanyaan yang akan diajukan
30
Pertanyaan-pertanyaan kritis yang muncul dalam kegiatan ini adalah (1) Dalam
membangun karakter bangsa, di antara lembaga pendidikan keluarga, masyarakat, dan
sekolah, mana yang paling bertanggung jawab? Di sekolah, guru berhadapan dengan
siswa beragam, bagaimana mndidik mereka agar memiliki karakter yang baik? (2) Apa
yang bisa dilakukan agar pembelajaran fisika sekaligus bisa membangun karakter yang
baik pada siswa, terutama dalam hal mengatasi pengaruh pergaulan yang tidak baik? (3)
Bagaimana cara mengintegrasikan penguatan pendidikan karakter seperti religius dan
gotong royong ke dalam pembelajaran fisika? Saking banyaknya karakter bangsa yang
perlu dibangun pada siswa, yang tentunya memerlukan waktu banyak, bagaimana cara
memilah dan memilih agar pembelajaran fisika tidak sampai kekurangan waktu? (4) Guru
yang memberi hukuman ada siswa harus berurusan dengan polisi, bahkan sampai
dipenjara, padahal guru sering berhadapan pada siswa yang sering berprilaku kebablasan,
bagaimana caranya mengkiati hal-hal seperti itu? (5) Mengapa siswa sekarang sering
berprilaku yang cenderung bertentangan dengan aturan sekolah? (6) Mengapa siswa pada
umumnya sekarang kurang memiliki kepedulian? (7) Bagaimana cara mengevaluasi nilai-
nilai karakter siswa? (8) Jika siswa yang kita didik belum berhasil memiliki karakter yang
baik, apa yang bisa kita lakukan sebagai guru? (9) Jika kita memnerikan sangsi pada siswa
yang lenaggar, apakah cara kita itu termasuk upaya membantu siswa membangun karakter
yang baik? (10) Mengajar itu ibarat kita menabur benih yang kemungkinan jatuhnya di
batu cadas, di semak belukar, di tanah subur, bagaimana caranya mengajar agar benih
jatuh di tanah subur, sehingga memungkinkan tumbuhnya karakter yang baik pada siswa?
(11) Bagaimana caranya mengaar fisika agar bisa mnesinergikan penguasaan pengetahuan
dan teknologi dengan sikap sosialnya di lingkungan masyarakat? (12) Apakah pendidikan
karakter bisa diintegrasikan pada semua model pembelajaran dan semua materi pelajaran?
(13) Secara teknis, bagaimana caranya mengembangkan karakter baik siswa dalam proses
pembelajaran? (14) Bagaimana caranya menanamkan pendidikan karakter pada anak-
anak yang cenderung berprilaku menyimpang? (15) Terkait dengan sistem penilaian
karakter, sampai saat ini belum pernah dilakukan remidi di sekolah, karena guru langsung
menyimpulkan siswa memiliki karakter baik, mohon penjelasan!
Secara umum, terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, nara sumber memberikan
jawaban secara konfrontatif, tujuannya agar peserta kembali memikirkan pertanyaan-
31
pertanyaan tersebut secara bersama-sama. Untuk itu, peserta diklat kemudian
dikelompokkan untuk mendiskusikannya, sekaligus menemkan rancangan pendidikan
karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran fisika. Aktivitas-aktivitas diskusi tersebut
disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 (a) Nara sumber mengarahkan peserta berdiskusi kelompok
Peserta dibagi dalam 2 kelompok, masing mendikusikan semua pertanyaan-
pertanyaan yang telah diindetifikasi di atas. Pada diskusi tersebut, anggota kelompok juga
diajak mengeksplorasi nilai-nilai karakter yang secara logika bersumber dari konsep dan
prinsip fisika, sehingga dapat disertakan sebagai bahan pengayaan pendidikan karakter
terontegrasi dalam pembelajaran fisika.
32
Gambar 4.4(b) Nara sumber memberikan teknik diskusi
Gambar 4.4(c) Salah satu kelompok diskusi sedang mendengarkan arahan
33
Gambar 4.4(d) Salah satu kelompok diskusi mulai berdiskusi
Gambar 4.4(e) Dua kelompok diskusi tampak mulai diskusi
34
Gambar 4.4(f) Satu kelompok tampak bingung dan kelompok yang lain lancar
Gambar 4.4(g) Kelompok yang bingung sudah mulai menemukan cara
35
Gambar 4.4(h) Salah satu kelompok tampak diskusi secara intensif
Gambar 4.4(i) Kelompok ini cukup inten berdiskusi
36
Gambar 4.4(j) Nara sumber menjelaskan pada salah satu kelompok
Gambar 4.4(k) Kelompok ini menindalanjuti arahan nara sumber
37
Gambar 4.4(l) Nara sumber memberi penjelasan pada kelompok yang lain
Gambar 4.4(m) Nara sumber menjelaskan lebih lanjut berdasarkan pertanyaan
kelompok ini
38
Tahapan kedua, dilaksanakan pada Jum’at, 8 September 2017. Kegiatan diskusi
terbimbing sangat intensif dilakukan dalam proses pengembangan perangkat pendidikan
karakter terintegrasi pembelajaran fisika. Pelatihan pengembangan perangkat pendidikan
karakter terintegrasi pembelajaran fisika dilakukan oleh para guru dibimbing langsung
oleh fasilitator. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Pertemuan MGMP Fisika Kabupaten
Buleleng. Peran sebagai fasilitator yang dilakukan oleh instruktur membuat proses
pelatihan berlangsung secara terbuka dan bebas. Tahapan pendampingan berikutnya
dilakukan pada Jum’at, 15 September 2017 dilaksanakan di Ruang Pertemuan MGMP
Fisika Kabupaten Buleleng. Pada kegiatan ini instruktur mengajak para guru melakukan
penyempurnaan terkait dengan perangkat-perangkat pendidikan yang telah dihasilkan.
Tahap ketiga, dilakukan pada Jum’at, 22 September 2017, dengan aktivitas
pendampingan lanjutan yang diakhiri dengan evaluasi. Pendampingan dilakukan terutama
mendiskusikan solusi-solusi terbaik terhadap kendala-kendala yang ditemukan oleh guru
ketika perangkat ini diimpleentasikan dalam pembelajaran. Evaluasi dilakukan dengan
pengamatan terhadap tanggapan guru melalui diskusi dan tanya jawab dan dengan
portofolio. Pengujian dengan pengamatan berkaitan dengan proses diklat, tanggapan guru
terhadap materi diklat, dan tanggapan guru terhadap proses diklat. Evaluasi dengan
portofolio dilakukan terhadap produk perangkat pendidikan karakter terintegrasi
pembelajaran fisika yang dihasilkan oleh para guru.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa tanggapan guru-guru sebagai peserta diklat
terhadap proses diklat adalah berkategori baik. Tanggapan guru-guru terhadap materi
diklat adalah berkategori baik, demikian pula terhadap program diklat ini adalah
berkategori baik. Hasil penilaian portofolio menunjukkan bahwa produk perangkat
pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran fisika yang dihasilkan oleh para guru adalah
berkategori baik.
4.2 Pembahasan
Pelatihan pengembangan perangkat pendidikan karakter terintegrasi pembelajaran
fisika (PPKTPF) bagi para guru dipandang sangat strategis dalam memfasilitasi mereka
untuk mengembangkan profesi. Namun, guru-guru fisika SMA di Kabupaten Buleleng
belum pernah mengikuti pelatihan pengembangan PPKTPF melalui kegiatan pengabdian
39
pada masyarakat, baik yang dilakukan atas kerja sama Pemerintah Kabupaten Buleleng
dengan Universitas Pendidikan Ganesha, maupun dengan universitas lainnya. Oleh sebab
itu, kegiatan pelatihan pengembangan PPKTPF ini sangat perlu dilakukan.
Hasil kegiatan menunjukan bahwa awalnya para guru menunjukkan keragu-raguan
tentang upaya mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran fisika. Hal ini
terbukti dari banyak munculnya pertanyaan-pertanyaan fisimis. Fakta ini
mengindikasikan, bahwa kegiatan diklat pengembangan PPKTPF bagi para guru fisika
SMA di Kabupaten Buleleng sangat penting untuk dilakukan.
Setelah dilakukan diklat pengembangan PPKTPF, peserta menunjukkan
pemahaman mereka tentang PPKTPF dengan berkategori baik. Kualitas pemahaman
peserta pelatihan tersebut menunjukkan bahwa proses diklat ini berlangsung dengan baik.
Hal ini juga tampak dari sikap antisiasme para guru dalam mengikuti diklat. Ketika
dilakukan diskusi kelompok, peserta diklat juga menunjukan keseriusannya dalam
memecahkan permasalahan. Lebih-lebih dalam proses pendampingan, peserta diklat
semakin menunjukkan pengetahuan yang memadai terkait dengan upaya pengambangan
PPKTPF.
Walaupun peserta pelatihan telah mencapai kriteria baik tentang dalam proses
pengembangan PPKTPF, namun kemampuan itu masih perlu ditingkatkan, sehingga
berikutnya ada peluang mencapai kualifikasi yang lebih tingi. Kebutuhan pengembangan
PPKTPF ini sangat diperlukan secara berkelanjutan. Hal yang sangat positif ditemukan
dalam diklat ini adalah bahwa peserta menunjukkan antusiasme tinggi dalam pelatihan
pengembangan PPKTPF, terbukti dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang esensial
tentang pendidikan karakter dalam pembelajaran fisika dilontarkan oleh peserta ketika
seminar.
Ketika pedampingan, peserta tampak menunjukkan upaya-upaya yang sangat serius,
namun karena pendeknya waktu diklat, menyebabkan proses pengembangan PPKTPF
terutama RPP dan LKS tidak terjadi secara optimal. Namun, sikap keseriusan peserta
terlibat dalam pembimbingan dan pendampingan diklat ini mengindikasikan adanya
peluang untuk melakukan pelatihan pengembangan PPKTPF berikutnya, baik pada subjek
yang sama maupun pada subjek yang berbeda.
40
Dilihat dari kemampuan peserta dalam mengemas PPKTPF selama pelatihan,
tampak bahwa peserta telah menunjukkan kualifikasi baik. Kualifikasi ini memang telah
melampaui kriteria keberhasilan minimal yang ditargetkan dalam diklat. Hal ini juga
merupakan suatu peluang bagi pelaksanaan diklat berikutnya. Apabila diklat sejenis
dilakukan pada subjek yang sama, yaitu yang menjadi responden kali ini, dan bila
memungkinkan dilakukan pendampingan di kelas dalam waktu relatif lamanya, dapat
dipastikan diklat pengembangan PPKTPF berikutnya akan memberikan peluang kepada
peserta untuk menghasilkan produk lebih baik dan mampu mengimplementasikannya di
kelas secara lebih optimal. Pernyataan ini diperkuat oleh temuan dalam pelatihan ini,
bahwa tanggapan peserta diklat terhadap proses diklat berkategori baik, demikian pula
tanggapan mereka terhadap progra diklat ini juga berkategori baik.
Implikasi dari temuan-temuan dan pembahasan kegiatan diklat pengembangan
PPKTPF ini, bahwa diklat pengembangan PPKTPF bagi peserta yang sama tidak cukup
sekali pelaksanaan, namun memerlukan proses yang berulang. Semakin sering diklat
dilakukan pada subjek yang sama, semakin besar peluang keberhasilannya. Lebih-lebih
jika pelatihan pengembangan PPKTPF dilanjutkan dengan proses pendampingan secara
intensif dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Hal ini sangat penting untuk dilakukan,
karena pelaksanaan pembelajaran pembelajaran fisika yang mengintegrasikan pendidikan
karakter merupakan salah satu cara yang efektif untuk memfasilitasi guru dalam
peningkatan profesionalisme, meningkatkan hasil belajar siswa di sekolah, dan sekaligus
mengajak para guru belajar sepanjang hayat.
41
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil diklat pengembangan perangkat pendidikan karakter
terintegrasi pembelajaran fisika (PPKTPF) dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, dapat ditarik simpulan-simpulan berikut: (1) tanggapan guru-guru sebagai
peserta diklat terhadap proses diklat pengembangan PPKTPF kali ini adalah berkategori
baik. (2) Tanggapan guru-guru terhadap materi diklat pengembangan PPKTPF adalah
berkategori baik. (3) Tanggapan guru-guru terhadap program diklat pengembangan
PPKTPF adalah berkategori baik.(4) Hasil penilaian portofolio menunjukkan bahwa
produk pengembangan PPKTPF yang dihasilkan oleh para guru adalah berkategori baik.
5.2 Saran-Saran
Diklat pngembangan PPKTPF bagi peserta yang sama tidak cukup sekali
pelaksanaan, tetapi memerlukan proses yang berulang. Semakin sering pelatihan
dilakukan pada subjek yang sama, semakin besar peluang keberhasilannya. Oleh sebab
itu, disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Pendidikan
Kabupaten agar melakukan koordinasi dan kerja sama yang terprogram dengan instansi-
instansi terkait, terutama dengan Undiksha melalui Lembaga Penelitian dan Lembaga
Pengabdian pada Masyarakat dalam rangka memfasilitasi para guru mengembangkan
profesionalisme melalui kegiatan diklat pengembangan PPKTPF secara lebih intensif.
Untuk menambah pengetahuan praktikal guru dalam pengembangan PPKTPF,
diklat pengembangan PPKTPF seyogyanya dilanjutkan dengan proses pendampingan
secara intensif. Untuk itu, disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui
Dinas Pendidikan Kabupaten agar kegiatan-kegiatan pelatihan para guru khususnya diklat
pengembangan PPKTPF dilakukan dengan program lengkap hingga pendampingan yang
intensif dalam proses praktik, sehingga pengetahuan guru akan menjadi lengkap.
Pengetahuan guru yang lengkap lebih memiliki peluang keberhasilan dalam
42
meningkatkan kemampuannya melayani anak-anak di sekolah, sehingga diharapkan dapat
membantu meningkatkan kualitas pendidikan.
Pelaksanaan diklat pengembangan PPKTPF bagi para guru merupakan salah satu
cara yang efektif, tidak hanya untuk memfasilitasi guru dalam peningkatan profesi, tetapi
juga meningkatkan hasil belajar siswa di sekolah dan sekaligus mengajak para guru belajar
sepanjang hayat. Untuk tujuan-tujuan tersebut, disarankan kepada pemerintah yang
berwewenang, agar selalu memprogramkan berikut anggarannya untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan guru produktif, seperti pengembangan PPKTPF, misalnya melalui
aktivitas seminar, pelatihan, work shop, pendampingan, dan yang paling penting
memberikan hibah kepada para guru melalui jalur-jalur prestatif melalui proses kompetitif
yang objektif. Kegiatan-kegiatan lomba karya ilmiah juga perlu diprogram dan
dianggarkan untuk para guru. Program berikutnya, pemerintah bisa meningkatkan tagihan
kepada para guru dalam proses pembelajaran, pelaporan hasil pembelajaran, kenaikan
pangkat, dan sertifikasi. Program-program tersebut diyakini akan memiliki dampak yang
sangat positif untuk meningkatkan kinerja guru, menambah portofolio guru dan sekolah
yang bersifat otentik, memajukan proses dan hasil belajar siswa, yang pada akhirnya akan
berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Borich, G. D. 2007. Effective teaching methode: Research based practice. Sixth edition.
New Jersey, Columbus, Ohio: Pearson Prentice Hall.
Lickona, T. 1999. Character education: The cultivation of virtue. In Regeluth, C. M. (Ed.):
Instructional design theories and model: A new paradigm of instructional theory.
591-612. United States of America: Lawrence Erlboum Associates, Inc.
Koesoema, D. 2007. Pendidikan karakter: Strategi mendidik anak di zaman global.
Jakarta: PT. Grasindo.
Raka, G., Mulyana, Y., Markam, S. S., Semiawan, C. R., Hasan, S. H., Bastaman, H. D.,
& Nuracham, N. 2011. Pendidikan karakter di sekolah: Dari gagasan ke tindakan.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
O'Sullivan, S. 2004. Books to live by: Using children's literature for character education.
The Reading Teacher. 57(7). 640-645. http://vnweb.hwwilsonweb.com.jerome.
stjohns.edu:81.
Santyasa, I W. 2014. Asesmen dan evaluasi pembelajaran fisika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Santyasa, I W., Sukra Warpala, I W., & Tegeh, I M. 2014. Analisis kebutuhan
pengembangan model-model student centetered learning untuk meningkatkan
penalaran dan karakter siswa SMA. Jurnal Pendidikan Indonesia. 3(1). 299-312.
Santyasa, I W., Suastra, I W., & Astawan, I G. 2016. Pengembangan buku ajar dan
perangkat pembelajaran fisika SMA berbasis model-model student centered
learning: Mengaitkan konsep dan prinsip fisika dengan nilai-nilai karakter, sikap
sosial, dan sikap spiritual. Laporan penelitian komepetensi. Lembaga Penelitian
dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha.
Sudrajat, A. 2010. Konsep pendidikan karakter. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/
Suyanto, 2010. Urgensi pendidikan karakter. http://waskitamandiribk.wordpress.com/
2010/06/02/urgensi-pendidikan-karakter/.
Yahya Khan, D. 2010. Pendidikan karakter berbasis potensi diri mendongkrak kualitas
pendidikan. Yogyakarta: Pelangi.