243
UNIVERSITAS INDONESIA MANAJEMEN KASUS SPESIALIS JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DI RW 02 DAN RW 12 KELURAHAN BARANANG SIANG KECAMATAN BOGOR TIMUR KARYA ILMIAH AKHIR Dwi Heppy Rochmawati 0906573742 PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2012 Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN KASUS SPESIALIS JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI

PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DI RW 02 DAN RW 12

KELURAHAN BARANANG SIANG

KECAMATAN BOGOR TIMUR

KARYA ILMIAH AKHIR

Dwi Heppy Rochmawati

0906573742

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JUNI 2012

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN KASUS SPESIALIS JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI

PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DI RW 02 DAN RW 12

KELURAHAN BARANANG SIANG

KECAMATAN BOGOR TIMUR

KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun guna memenuhi tugas untuk menyelesaikan Mata Ajar KIA

pada Program Spesialis Keperawatan Jiwa

Dwi Heppy Rochmawati

0906573742

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JUNI 2012

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

vii

ABSTRAK

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

Karya Ilmiah Akhir, Juli 2012

Dwi Heppy Rochmawati

Manajemen Kasus Spesialis Jiwa Defisit Perawatan Diri pada Klien Gangguan

Jiwa di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang Kecamatan Bogor Timur

xviii + 180 hal + 19 tabel + 3 skema + 5 lampiran

Jumlah klien gangguan jiwa yang ditemukan adalah 18 orang (2,44%) dari total

penduduk dewasa 737 orang. Angka ini menunjukkan peningkatan dari estimasi

gangguan jiwa di Jawa Barat (0,22%). Defisit perawatan diri adalah salah satu

bentuk gangguan jiwa dan dialami oleh seluruh klien gangguan jiwa yang

ditemukan. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini adalah menggambarkan

management of care kasus spesialis terhadap klien defisit perawatan diri dengan

pendekatan Self Care Orem. Metode yang digunakan adalah studi serial kasus

defisit perawatan diri pada klien gangguan jiwa dengan pemberian terapi spesialis

keperawatan jiwa. Paket terapi yang diberikan : 1 Behaviour theraphy, 2

Behaviour theraphy dan Supportif Theraphy, 3 Behaviour theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group. Terapi diberikan kepada 17 klien (9 skizofrenia, 4

retardasi mental dan 4 demensia). Hasil pelaksanaan terapi adalah paket terapi

ketiga sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan dan menurunkan tanda

gejala klien defisit perawatan diri dengan diagnosa medis skizofrenia dan retardasi

mental. Terapi-terapi tersebut kurang efektif bagi klien demensia. Berdasarkan

hasil di atas perlu direkomendasikan bahwa behaviour theraphy, supportif

theraphy dan self help group dapat dijadikan standar terapi spesialis keperawatan

jiwa bagi klien defisit perawatan diri khususnya dengan skizofrenia dan perlu

dilakukan penelitian lanjut tentang terapi spesialis keperawatan jiwa yang tepat

untuk klien defisit perawatan diri dengan demensia.

Kata kunci : Behaviour theraphy, Self Care Orem, defisit perawatan diri.

Daftar pustaka 57 (1997-2012)

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

viii

ABSTRACT

POST GRADUATE PROGRAM FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF

INDONESIA

The Last Paper of Science, July 2012

Dwi Heppy Rochmawati

Mental Specialist Case Management Self-Care Deficit for Client of Mental

Disorders at RW 02 and RW 12 Kelurahan Baranang Siang East of Bogor

xviii + 180 page + 19 table + 3 scheme + 5 appendixs

The amount of clients of mental disorders found were 18 people (2.44%) of the

total adult population of 737 people. This amount shows an increase from an

estimate of mental disorder in West Java (0.22%). Self-care deficit is one form of

mental disorder and is experienced by all clients of mental disorders was found.

The purpose of this paper is to describe management of care the scientific end

case specialists to client self-care deficit with Orem’s Self Care approach. The

method used is the serial case study of self-care deficits in psychotic clients with

life-giving therapy nursing specialists. Therapy are : first package of Behavior

Therapy, second package of Behavior Therapy and Supportive Therapy, third

package of Behavior Therapy, Supportive Therapy and Self Help Group. Therapy

was given to the 17 client (9 schizophrenia, 4 mental retardation, and 4 dementia).

The results of the implementation of these therapies is that the package of three

highly effective therapy to improve coping mechanism and reduce the symptoms

signs on the client's self-care deficit with a medical diagnosis of schizophrenia and

mental retardation in performing self-care. These therapies are less effective for

clients with dementia. Based on the above results need to be recommended that

the behavior therapy, supportive therapy and self help group can be made standard

of therapy of nursing specialist self-care deficit of clients and schizophrenia in

particular, and have done research about nursing specialist mental therapy is right

for the client self-care deficits with dementia.

Keywords: Behavior Therapy, Self Care Orem, self-care deficit.

Bibliography 57 (1997-2012)

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Robbil Aalamiin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

atas berkat Rahmat dan Kasih Sayang-Nya Karya Ilmiah Akhir dengan judul

“Manajemen Kasus Spesialis Jiwa Defisit Perawatan Diri pada Klien

Gangguan Jiwa di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang

Kecamatan Bogor Timur” dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Karya

Ilmiah Akhir ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir untuk meraih

gelar Spesialis Keperawatan Jiwa pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia.

Selama proses penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, penulis tidak lepas

mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat membantu.

Maka pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Kepala Kecamatan Bogor Timur beserta seluruh staf yang telah bekerjasama

dan memfasilitasi serta memberikan kesempatan pada mahasiswa dalam

mengembangkan program Community Mental Health Nursing (CMHN) di

Wilayah Kecamatan Bogor Timur khususnya Kelurahan Baranang Siang.

2. Kepala Puskesmas Bogor Timur beserta seluruh staf yang telah bekerjasama

dan memfasilitasi serta memberikan kesempatan pada mahasiswa dalam

mengembangkan progam Community Mental Health Nursing (CMHN) di

Wilayah Puskesmas Bogor Timur.

3. Kepala Kelurahan Baranang Siang Kecamatan Bogor Timur yang telah

bekerja sama, memfasilitasi dan memberikan kesempatan pada mahasiswa

untuk mengaplikasikan kemampuan perawat spesialis khususnya dalam

mengembangkan program CMHN di Wilayah RW 02 dan RW 12 Kelurahan

Baranang Siang.

4. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

x

5. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN, selaku Ketua Program Pascasarjana Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

6. Prof. DR. Budi Anna Keliat, S. Kp., M. App. Sc, selaku pembimbing I yang

telah memberikan saran, arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan

Karya Ilmiah Akhir ini hingga selesai.

7. Ice Yulia Wardani, S. Kp., M. Kep., Sp. Kep. J., selaku pembimbing II yang

telah memberikan saran, arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan

Karya Ilmiah Akhir ini hingga selesai.

8. Mustikasari, S. Kp., MARS., selaku Dosen Wali yang selalu memberikan

arahan dan motivasi untuk tetap semanagt dan maju meraih yang terbaik.

9. Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc, selaku pengajar Mata Kuliah

Keperawatan Jiwa pada Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia.

10. Herni Susanti, S.Kp., M.N, selaku pengajar Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

pada Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

11. Novy Helena C.D., S. Kp., M. Sc, selaku pengajar Mata Kuliah Keperawatan

Jiwa pada Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia

12. Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia yang telah membekali ilmu, sehingga penulis mampu menyusun

karya ilmiah akhir ini.

13. Seluruh keluarga terutama suami (Hery Apriyanto) dan anak-anakku tercinta

(Kiky, Vicky dan Ricky Ilyasa) yang telah memberikan motivasi dan

dukungan selama proses studi.

14. Rekan-rekan mahasiswa Program Pendidikan Perawat Spesialis Jiwa Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia angkatan Tahun 2009 senasib

seperjuangan.

15. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xi

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat untuk semua kebaikan

yang telah penulis terima dan semoga laporan Karya Ilmiah Akhir ini dapat

dipergunakan untuk peningkatan kualitas pelayanan keperawatan jiwa.

Depok, Mei 2012

Dwi Heppy Rochmawati

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................

i

ii

iii

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................... vii

ABSTRACT .................................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

DAFTAR TABEL ........................................................................................

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

viii

ix

xii

xvi

xvii

xviii

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................

1.2.1 Tujuan Umum ...........................................................................

1.2.2 Tujuan Khusus ..........................................................................

9

9

9

1.3 Manfaat Penulisan ..............................................................................

1.3.1 Manfaat Aplikatif ......................................................................

1.3.2 Manfaat Keilmuan .....................................................................

1.3.3 Manfaat Metodologi ..................................................................

10

10

10

11

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa .................................................................................. 12

2.2 Skizofrenia .........................................................................................

2.2.1 Pengertian .................................................................................

2.2.2 Penyebab ...................................................................................

14

14

15

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xiii

2.2.3 Tanda dan Gejala .......................................................................

2.2.4 Terapi Psikofarmaka Skizofrenia ..............................................

2.3 Retardasi Mental ................................................................................

2.3.1 Pengertian ..................................................................................

2.3.2 Penyebab ...................................................................................

2.3.3 Tanda dan Gejala .......................................................................

2.3.4 Terapi Psikofarmaka Retardasi Mental .....................................

2.4 Demensia ............................................................................................

2.4.1 Pengertian .................................................................................

2.4.2 Penyebab ...................................................................................

2.4.3 Tanda dan Gejala ......................................................................

2.4.4 Terapi Psikofarmaka Demensia ................................................

16

18

20

20

21

24

25

26

26

27

27

27

2.5 Defisit Perawatan Diri ........................................................................ 29

2.5.1 Pengertian ................................................................................ 29

2.5.2 Stressor Defisit Perawatan Diri ................................................ 29

2.5.3 Respon terhadap Stresor pada Defisit Perawatan Diri ............. 40

2.5.4 Kemampuan Klien Defisit Perawatan Diri ...............................

2.5.5 Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri ........................

2.6 Konseptual Model Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa ..........

2.6.1 Teori dan Konsep Model Self Care Dorothy Orem ..................

2.6.2 Konsep Community Mental Health Nursing ............................

2.6.3 Aplikasi dan Kerangka Konsep Proses Keperawatan dengan

Pendekatan Model Orem’s Self Care .......................................

46

52

69

70

75

84

3. MANAJEMEN PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

JIWA DI PUSKESMAS BOGOR TIMUR

3.1 Profil Wilayah .....................................................................................

3.1.1 Kecamatan Bogor Timur ............................................................

3.1.2 Kelurahan Baranang Siang ........................................................

3.1.3 RW 02 dan RW 12 .....................................................................

3.2 Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa ..............................................

88

88

91

92

96

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xiv

3.2.1 Puskesmas Bogor Timur ............................................................

3.2.2 Kelurahan Baranang Siang ........................................................

3.2.3 RW 02 dan RW 12 .....................................................................

96

96

96

4. PELAKSANAAN DAN HASIL MANAJEMEN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA KLIEN DEFISIT PERAWATAN DIRI

4.1 Hasil Pengkajian ................................................................................

4.1.1 Karakteristik ............................................................................

4.1.2 Stressor Predisposisi ...............................................................

4.1.3 Stressor Presipitasi ....................................................................

4.1.4 Respon terhadap Stressor ..........................................................

4.1.5 Kemampuan Klien ....................................................................

4.2 Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Medis .....................................

4.3 Rencana Tindakan Keperawatan ........................................................

4.4 Pelaksanaan dan Hasil Tindakan Keperawatan ..................................

4.4.1 Tindakan Keperawatan .............................................................

4.4.2 Hasil .........................................................................................

4.5 Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut .................................................

4.5.1 Evaluasi Keperawatan ..............................................................

4.5.2 Rencana Tindak Lanjut .............................................................

4.6 Hambatan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan ...................................

4.6.1 Pelaksanaan Terapi ...................................................................

4.6.2 Lingkungan Perawatan .............................................................

109

109

111

113

114

116

118

120

126

126

138

151

151

151

152

152

153

5. PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik .......................................................................................

5.1.1 Usia ...........................................................................................

5.1.2 Pendidikan .................................................................................

5.1.3 Status Pekerjaan ........................................................................

5.1.4 Status Perkawinan .....................................................................

5.2 Stressor Predisposisi ..........................................................................

154

154

155

156

156

157

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xv

5.3 Stressor Presipitasi .............................................................................

5.4 Efektifitas Penerapan Terapi pada Klien Defisit Perawatan Diri

dengan Pendekatan Teori Dorothy Orem Self Care Model .............

5.4.1 Respon terhadap Stressor .......................................................

5.4.2 Kemampuan Klien .................................................................

5.5 Efektifitas Penerapan Terapi pada Defisit Perawatan Diri ................

5.3.1 Efektifitas BT ............................................................................

5.3.2 Efektifitas BT+ST, BT+ST+SHG .............................................

159

161

161

163

166

169

169

172

5 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ...........................................................................................

6.2 Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

177

179

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1

Tabel 3.2

Tabel 4.1

Distribusi KK Sehat, Risiko dan Gangguan di RW

02 Kelurahan Baranang Siang Kecamatan Bogor

Timur

Distribusi KK Sehat, Risiko dan Gangguan di RW

12 Kelurahan Baranang Siang Kecamatan Bogor

Timur

Distribusi Karakteristik Klien dengan Defisit

Perawatan Diri Periode Oktober 2011-April 2012

(n=18)

94

96

110

Tabel 4.2 Distribusi Stressor Predisposisi Klien dengan

Defisit Perawatan Diri Periode Oktober 2011-

April 2012 (n=18)

112

Tabel 4.3 Distribusi Stressor Presipitasi Klien dengan

Defisit Perawatan Diri Periode Oktober 2011-

April 2012 (n=18)

113

Tabel 4.4 Distribusi Respon terhadap Stressor Klien dengan

Defisit Perawatan Diri Periode Oktober 2011-

April 2012 (n=18)

115

Tabel 4.5 Distribusi Kemampuan Klien dengan Defisit

Perawatan Diri Periode Oktober 2011-April 2012

(n=18)

117

Tabel 4.6 Distribusi Diagnosa Keperawatan Penyerta Klien

dengan Defisit Perawatan Diri Periode Oktober

2011-April 2012 (n=18)

119

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Distribusi Diagnosa Medis Klien dengan Defisit

Perawatan Diri Periode Oktober 2011-April 2012

(n=18)

Rencana Pemberian Terapi Klien dengan Defisit

Perawatan Diri Periode Oktober 2011-April 2012

119

125

Tabel 4.9 Distribusi Pelaksanaan Terapi Keperawatan Klien

dengan Defisit Perawatan Diri Periode Oktober

2011-April 2012 (n=18)

126

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xvii

Tabel 4.10 Distribusi Pelaksanaan Terapi Keperawatan

Keluarga dengan Klien Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011-April 2012 (n=18)

131

Tabel 4.11

Tabel 4.12

Tabel 4.13

Tabel 4.14

Tabel 4.15

Tabel 4.16

Tabel 4.17

Tabel 4.18

Tabel 4.19

Distribusi Pelaksanaan Terapi Keperawatan

Kelompok Klien Defisit Perawatan Diri Periode

Oktober 2011-April 2012 (n=18)

Distribusi Hasil Evaluasi Respon terhadap

Stressor Klien Defisit Perawatan Diri dengan

Diagnosa Medis Skizofrenia Periode Oktober

2011-April 2012

Distribusi Hasil Evaluasi Respon terhadap

Stressor Klien Defisit Perawatan Diri dengan

Diagnosa Medis Retardasi Mental Periode

Oktober 2011-April 2012

Distribusi Hasil Evaluasi Respon terhadap

Stressor Klien Defisit Perawatan Diri dengan

Diagnosa Medis Demensia Periode Oktober 2011-

April 2012

Distribusi Hasil Evaluasi Kemampuan Pre dan

Post Terapi Klien Defisit Perawatan Diri dengan

Diagnosa Medis Skizofrenia Periode Oktober

2011-April 2012

Distribusi Hasil Evaluasi Kemampuan Pre dan

Post Terapi Klien Defisit Perawatan Diri dengan

Diagnosa Medis Retardasi Mental Periode

Oktober 2011-April 2012

Distribusi Hasil Evaluasi Kemampuan Pre dan

Post Terapi Klien Defisit Perawatan Diri dengan

Diagnosa Medis Demensia Periode Oktober 2011-

April 2012

Distribusi Kemampuan Keluarga dalam Merawat

Klien Defisit Perawatan Diri Periode Oktober

2011-April 2012

Distribusi Kemampuan Kelompok dalam

Merawat Klien Defisit Perawatan Diri Periode

Oktober 2011-April 2012

135

139

140

141

146

147

147

150

151

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rentang Respon Perawatan Diri

45

Gambar 2.2 Orem’s Self Care Model

72

Gambar 2.3

Gambar 3.1

Aplikasi Penerapan Orem’s Self Care Model

Struktur Pengelolaan Klien Gangguan Jiwa RW

02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang

87

100

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekapitulasi Hasil Pengkajian Karaktersitik Klien Defisit

Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12 Periode Oktober 2011-April

2012

Lampiran 2 Rekapitulasi Hasil Pengkajian Faktor Predisposisi Klien Defisit

Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12 Periode Oktober 2011-April

2012

Lampiran 3 Rekapitulasi Hasil Pengkajian Faktor Presipitasi Klien Defisit

Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12 Periode Oktober 2011-April

2012

Lampiran 4 Rekapitulasi Hasil Pengkajian Penilaian Terhadap Stresor

Klien Defisit Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12 Periode

Oktober 2011-April 2012

Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Pengkajian Kemampuan Klien

Defisit Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12 Periode Oktober

2011-April 2012

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan

fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan

perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (UU No 36,

2009). Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) tahun

2001 yaitu kondisi sejahtera dimana individu menyadari kemampuan yang

dimilikinya, dapat mengatasi stress dalam kehidupannya, dapat bekerja

secara produktif dan mempunyai kontribusi dalam kehidupan

bermasyarakat. Sedangkan menurut Stuart (2009) kesehatan jiwa adalah

keadaan sejahtera yang ditandai dengan perasaan bahagia, keseimbangan,

merasa puas, pencapaian diri dan optimis. Dari beberapa definisi tersebut

dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah keadaan atau kondisi yang

sejahtera baik secara emosional, psikologis, maupun sosial, mampu

menyadari tentang diri dan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat

berfungsi secara produktif baik bagi diri sendiri, keluarga maupun

masyarakat.

WHO (2001) menjelaskan bahwa status kesehatan jiwa secara global

memperlihatkan 25% penduduk pernah mengalami gangguan mental dan

perilaku, namun hanya 40% yang terdiagnosis. Selain itu, 10% populasi

orang dewasa pernah mengalami gangguan mental dan perilaku, 20%

pasien di puskesmas teridentifikasi mengalami gangguan jiwa dan satu

orang dari empat rumah tangga mempunyai keluhan gangguan perilaku.

Data WHO (2006) mengungkapkan 26 juta penduduk Indonesia

mengalami gangguan jiwa. Panik dan cemas adalah gejala paling ringan

dan dari total populasi, sekitar 13,2 juta orang mengalami depresi.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

2

Universitas Indonesia

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dari

Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kemenkes Republik

Indonesia (Kemenkes RI, 2008), prevalensi gangguan mental emosional

seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi

orang dewasa dengan prevalensi tertinggi di Jawa Barat yaitu 20,0%.

Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 0,46 %, dengan kata

lain dari 1000 penduduk Indonesia empat sampai lima diantaranya

menderita gangguan jiwa berat. Prevalensi gangguan jiwa berat di Jawa

Barat sebesar 0,22 % dan angka tersebut meningkat menjadi 0,40% di kota

Bogor. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan

jiwa baik gangguan jiwa ringan hingga berat cukup tinggi dan

membutuhkan penanganan yang serius serta berkesinambungan.

Gangguan jiwa menurut Townsend, (2005) merupakan respon maladaptif

terhadap stresor dari lingkungan internal dan eksternal yang ditunjukkan

dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan

norma lokal dan budaya setempat, mengganggu fungsi sosial, pekerjaan,

dan fisik individu. Disfungsi yang terjadi dapat berupa disfungsi dalam

segi perilaku, psikologik, biologik dan gangguan itu tidak semata-mata

terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat (PPDGJ

III, 2003). Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders (DSM-IV-TR) 4th

edition (1994) gangguan jiwa didefinisikan

sebagai kumpulan gejala (sindrom) atau pola klinik yang signifikan dari

perilaku dan psikologis yang terjadi pada individu dan dikaitkan dengan

stress dan ketidakmampuan (kerusakan fungsi dalam satu area atau lebih)

atau meningkatan resiko penderitaan, ketidakmampuan atau kehilangan

kebebasan.

Gangguan jiwa menurut Kaplan dan Sadock (2007), merupakan gejala

yang dimanifestasikan melalui perubahan karakteristik utama dari

kerusakan fungsi perilaku atau psikologis yang secara umum diukur dari

beberapa konsep norma, dihubungkan dengan distress atau penyakit, tidak

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

3

Universitas Indonesia

hanya dari respon yang diharapkan pada kejadian tertentu atau

keterbatasan hubungan antara individu dan lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan gangguan

jiwa merupakan respon maladaptif terhadap stresor yang menyebabkan

disfungsi baik biologis, psikologis atau perilaku dimana disfungsi atau

perubahan ini tidak sesuai dengan norma lokal dan budaya setempat yang

menyebabkan timbulnya penderitaan dan hambatan dalam melaksanakan

peran sosialnya.

Skizofrenia merupakan salah satu diagnosa medis dari gangguan jiwa yang

paling banyak ditemukan dan merupakan gangguan jiwa berat. Menurut

PPDGJ III (tahun 2003) bahwa Skizofrenia termasuk salah satu gangguan

jiwa, selain gangguan mental organik, gangguan mood dan afektif,

gangguan neurotik, gangguan kepribadian, retardasi mental, gangguan

perkembangan psikologis dan gangguan perilaku dan emosional.

Skizofrenia adalah sekumpulan sindroma klinik yang ditandai dengan

perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku (Kaplan &

Sadock, 2007). Menurut Durand (2007), retardasi mental adalah gangguan

yang telah tampak sejak masa anak-anak dalam bentuk fungsi intelektual

dan adaptif yang secara signifikan berada dibawah rata-rata. Menurut Ely

Lilly dalam Stuart dan Laraia, (2005) tanda dan gejala dari skizofrenia

dibagi dalam empat dimensi utama yaitu gejala positif, gejala negatif,

gejala kognitif dan gejala depresi atau perubahan mood.

Gejala positif dari skizofrenia adalah halusinasi, delusi, perubahan arus

pikir (arus pikir terputus, inkoheren dan neologisme) dan perilaku bizarre

(agresif, agitasi, repetisi, perilaku stereotip). Gejala negatif yaitu afek

tumpul, ketidakmampuan dalam berpikir, kehilangan motivasi,

ketidakmampuan dalam mengalami perasaan senang dan kegembiraan,

sikap masa bodoh, pembicaraan terhenti tiba-tiba, menarik diri dari

pergaulan sosial dan menurunnya kinerja (bermasalah dalam pekerjaan)

atau menurunnya aktifitas sosial sehari-hari (termasuk perawatan diri).

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

4

Universitas Indonesia

Gejala kognitif yaitu kurang perhatian, mudah terdistraksi, gangguan

memori, ketidakmampuan dalam memecahkan masalah, ketidakmampuan

dalam mengambil keputusan, tidak logis. Sedangkan gejala depresi atau

perubahan mood yaitu dysphoria, keinginan bunuh diri dan

ketidakberdayaan (Stuart & Laraia, 2009).

Penjelasan di atas memberikan makna bahwa individu dengan skizofrenia

mengalami perubahan-perubahan pada perasaan, pikiran dan perilaku

menjadi maladaptif sehingga mempengaruhi individu tersebut dalam

berperan terhadap dirinya atau orang lain. Berdasarkan gejala-gejala

negatif, kognitif dan depresi tersebut dapat dikatakan bahwa klien yang

mengalami gangguan jiwa berat atau skizofrenia beresiko untuk

mengalami Defisit Perawatan Diri.

Defisit perawatan diri adalah kerusakan kemampuan dalam memenuhi

aktifitas kebersihan diri secara mandiri (merawat tubuh dan fungsi tubuh)

yang meliputi aktifitas mandi, berpakaian dan berhias untuk diri sendiri

sesuai situasi dan kondisi, aktifitas makan, dan aktifitas toileting

(Herdman, 2012). Perawatan diri membutuhkan kesadaran dan

pemahaman yang baik untuk memenuhinya, karena perawatan diri

merupakan salah satu kebutuhan yang sangat dasar bagi manusia.

Berdasarkan pengalaman penulis di komunitas, walaupun klien telah

dijelaskan pentingnya perawatan diri dan diajarkan cara-cara memenuhi

kebutuhan perawatan diri hingga dimotivasi dengan menyediakan

kebutuhan untuk perawatan diri namun masih banyak klien belum

melaksanakannya dengan baik. Kondisi ini memberikan arti bahwa

manajemen untuk mengatasi masalah Defisit Perawatan Diri masih ada

yang kurang atau tidak berkesinambungan.

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi

akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk

melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

5

Universitas Indonesia

tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara

mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar

(BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara mandiri (WHO & FIK UI, 2006).

Penatalaksanaan klien dengan Defisit Perawatan Diri yang dilakukan di

masyarakat sudah dikembangkan melalui Community Mental Health

Nursing (CMHN). Pelayanan kesehatan jiwa di komunitas diberikan oleh

perawat puskesmas yang telah mendapat pelatihan. Perawat melakukan

manajemen asuhan dengan melakukan kunjungan ke keluarga, sedangkan

kolaborasi terkait pemberian obat atau yang lainnya dilakukan di

puskesmas.

Intervensi keperawatan terdiri dari tindakan keperawatan generalis dan

spesialis. Tindakan keperawatan generalis diajarkan dan dilatih kepada

klien dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri yang

meliputi mandi, berhias, makan dan minum dengan benar serta toileting.

Tindakan keperawatan spesialis Defisit Perawatan Diri antara lain adalah

terapi perilaku, terapi suportif, terapi kelompok swa bantu dan terapi psiko

edukasi keluarga.

Penelitian yang dilakukan oleh Parendrawati (2008) terhadap 110 klien

gangguan jiwa yang mengalami Defisit Perawatan Diri di RSMM Bogor

menunjukkan hasil bahwa dengan pemberian terapi spesialis keperawatan

jiwa token ekonomi menunjukkan peningkatan kemampuan. Kemampuan

klien merawat diri diukur dan diobservasi secara statistik dan

menunjukkan hasil bahwa pada klien Defisit Perawatan Diri yang

diberikan terapi token ekonomi mengalami peningkatan kemampuan

dibandingkan dengan klien Defisit Perawatan Diri yang tidak diberikan

terapi token ekonomi. Pada klien Defisit Perawatan Diri di komunitas,

terapi perilaku token ekonomi yang diberikan oleh penulis menunjukkan

hasil efektif dalam meningkatkan kemampuan klien dalam pemenuhan

kebutuhan perawatan diri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

6

Universitas Indonesia

Konsep pelayanan keperawatan diterapkan dengan memberi pelayanan

pada tiga strategi pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier. Kegiatan

yang harus dilakukan dalam upaya mencapai tiga pencegahan tersebut

yaitu dengan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan (continuity

care) atau pelayanan yang dilakukan di rumah sakit hingga di masyarakat.

Kegiatan pencegahan primer berupa promosi kesehatan dapat

dikembangkan di masyarakat dalam bentuk community mental health

nursing (CMHN). Kegiatan pencegahan sekunder berupa penyembuhan

atau kuratif dapat dilakukan di rumah sakit jiwa dan puskesmas atau

masyarakat bagi kasus gangguan mental berat dan gangguan mental

emosional. Sedangkan kegiatan pencegahan tersier atau rehabilitatif dapat

dilakukan di masyarakat tidak hanya oleh tenaga kesehatan tetapi juga

dengan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan memberikan

pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat

terhadap masalah kesehatan jiwa warganya.

Upaya untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa diberikan dalam bentuk

pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas. Bentuk pendekatan

manajemen pelayanan kesehatan jiwa komunitas ini dikenal dengan istilah

Community Mental Health Nursing (CMHN) ( Keliat, dkk, 2007). Program

CMHN ini pertama kali dilakukan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

(NAD) dan beberapa tempat lain di Indonesia. Provinsi Jawa Barat

khususnya Kota Bogor merupakan daerah pertama kali dikembangkannya

program CMHN yang bukan karena bencana alam. Program ini

dikembangkan oleh Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

melalui Program Pendidikan Spesialis Keperawatan Jiwa yang

bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bogor. Pertama kali

dilaksanakan tahun 2006 di Kelurahan Sindang Barang, kemudian tahun

2008 di Kelurahan Bubulak, tahun 2010 di Kelurahan Katulampa dan

mulai tahun 2011 di Kelurahan Baranang Siang. Kegiatan dan

keberhasilan program CMHN ini menunjukkan bahwa program telah

efektif untuk memulihkan masalah kesehatan jiwa pada klien yang masih

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

7

Universitas Indonesia

berada di masyarakat baik yang sudah mengalami gangguan jiwa maupun

yang masih mengalami masalah psikososial atau klien yang mempunyai

risiko untuk mengalami gangguan jiwa.

Kegiatan CMHN yang telah dilakukan penulis di komunitas bekerja sama

dengan pihak Puskesmas Bogor Timur dan Kelurahan Baranang Siang.

Pertama kali yang dilakukan adalah pembentukan RW Siaga Sehat Jiwa,

perekrutan Kader Kesehatan Jiwa dan penyelenggaraan Pelatihan Kader

Kesehatan Jiwa. Kegiatan yang dilakukan oleh kader setelah mengikuti

pelatihan adalah deteksi dini pada keluarga dan diperoleh daftar keluarga

sehat, resiko maupun gangguan jiwa. Bersama kader penulis melakukan

kunjungan rumah dan memberikan asuhan keperawatan pada klien

gangguan jiwa. Program CMHN bertujuan untuk meningkatkan kesehatan

jiwa masyarakat, mempertahankan individu yang sehat jiwa tetap sehat,

mencegah terjadinya gangguan pada kelompok masyarakat yang risiko

atau rentan dan memulihkan klien gangguan jiwa untuk menjadi mandiri

dan produktif. Tujuan dari kelurahan peduli sehat jiwa adalah agar

masyarakat ikut berperan serta dalam mendeteksi pasien gangguan jiwa

yang belum terdeteksi, dan membantu pemulihan pasien yang telah

dirawat di rumah sakit, serta siaga terhadap munculnya masalah kesehatan

jiwa di masyarakat.

Karya Ilmiah Akhir ini dilaporkan dan dianalisis berdasarkan praktik

klinik keperawatan jiwa III di Kelurahan Baranang Siang selama 9 minggu

yaitu dari tanggal 20 Februari sampai dengan 20 April 2012. Kelurahan

Baranang Siang merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah

Kecamatan dan Puskesmas Bogor Timur. Jumlah penduduk berdasarkan

laporan sistem pendataan profil Kelurahan Baranang Siang Bulan

Desember 2011, yaitu sebanyak 24.162 jiwa dengan jumlah KK sebanyak

6608 KK. Kasus gangguan jiwa yang ditemukan sebanyak 91 orang, yang

berarti prevalensi gangguan jiwa di Kelurahan Baranang Siang sebesar

0,59% atau lebih besar dari prevalensi di Jawa Barat yaitu 0,22%

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

8

Universitas Indonesia

(Riskesdas, 2007). Dari 91 orang ini tersebar di 14 RW kelurahan

Baranang Siang, dan 18 orang di antaranya berada di wilayah RW 02 dan

RW 12.

Berdasarkan survey serta pengalaman penulis dalam melakukan

perawatan kepada klien selama di komunitas khususnya RW 02 dan RW

12 Kelurahan Baranang Siang ditemukan beberapa masalah keperawatan.

Dari sejumlah 1.168 penduduk (186 jiwa di RW 02 dan 982 jiwa di RW

12), ditemukan jumlah penduduk dewasa adalah 817 jiwa. Angka

gangguan mental emosional sebanyak 148 jiwa dari 200 jiwa yang

diperkirakan, angka gangguan jiwa yang ditemukan 18 jiwa dari 4 jiwa

berdasarkan estimasi jumlah penduduk dewasa. Angka tersebut meningkat

hampir 450% dari angka gangguan jiwa tingkat nasional yaitu 0,46%.

Masalah keperawatan pada klien gangguan jiwa yang ada di RW 02 dan

RW 12 yaitu halusinasi, harga diri rendah, isolasi sosial, waham, resiko

bunuh diri, perilaku kekerasan/risiko perilaku kekerasan dan defisit

perawatan diri. Dari tujuh masalah keperawatan tersebut yang paling

sering ditemukan adalah masalah defisit perawatan diri, sebanyak 18 orang

(100%) klien mengalami Defisit Perawatan Diri. Penulis melakukan

manajemen asuhan keperawatan pada klien dengan Defisit Perawatan Diri

dengan pendekatan CMHN.

Tindakan keperawatan yang tepat, di tatanan masyarakat sangat diperlukan

dalam mengatasi masalah Defisit Perawatan Diri ini. Tindakan yang sudah

dikembangkan dalam mengatasi Defisit Perawatan Diri ini terdiri dari

tindakan keperawatan generalis dan spesialis. Tindakan keperawatan

generalis yang dilakukan yaitu klien diajarkan dan dilatih untuk memenuhi

kebutuhan perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, makan dan minum

dengan benar serta toileting (BAK dan BAB secara benar). Tindakan

keperawatan spesialis yang tepat dan dapat dilakukan untuk klien dengan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

9

Universitas Indonesia

Defisit Perawatan Diri antara lain adalah terapi perilaku, terapi suportif,

terapi kelompok swa bantu dan terapi psiko edukasi keluarga.

Hasil manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa ini menunjukan hasil

yang signifikan dalam mengubah perilaku maladaptif menjadi adaptif

dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri dan meningkatkan

kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Berdasarkan hal tersebut penulis akan mencoba menganalisis manajemen

asuhan keperawatan spesialis jiwa dan melaporkannya dalam bentuk

Karya Ilmiah Akhir.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Menggambarkan hasil manajemen kasus spesialis keperawatan jiwa

terhadap pasien Defisit Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12

Kelurahan Baranang Siang Kecamatan Bogor Timur dengan

pendekatan model Self Care Dorothea Orem.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Diketahui karakteristik pasien yang mengalami Defisit

Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang

Siang Kecamatan Bogor Timur.

1.2.2.2 Diketahui gambaran kasus yang meliputi stressor, respon

dan kemampuan yang dimiliki klien Defisit Perawatan Diri

di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang

Kecamatan Bogor Timur.

1.2.2.3 Diketahui pelaksanaan manajemen kasus spesialis terhadap

klien yang mengalami Defisit Perawatan Diri di RW 02 dan

RW 12 Kelurahan Baranang Siang Kecamatan Bogor

Timur.

1.2.2.4 Diketahui manajemen kasus yang tepat pada pasien Defisit

Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

10

Universitas Indonesia

Siang Kecamatan Bogor Timur dengan pendekatan model

sistem perilaku Dorothea Orem.

1.2.2.5 Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

perawatan Defisit Perawatan Diri di RW 02 dan RW 12

Kelurahan Baranang Siang Kecamatan Bogor Timur dengan

pendekatan model sistem perilaku Dorothea Johnson.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Aplikatif

1.3.1.1 Klien Defisit Perawatan Diri bisa dirawat di komunitas

dengan baik oleh keluarga dan masyarakat yang

berpartisipasi sebagai kader kesehatan jiwa yang telah

dibekali dengan ilmu kesehatan jiwa.

1.3.1.2 Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan jiwa, khususnya

pada klien dengan Defisit Perawatan Diri yang diberikan

oleh perawat jiwa di komunitas.

1.3.1.3 Menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun program

kebijakan Puskesmas dalam penanggulangan masalah

gangguan jiwa pada klien Defisit Perawatan Diri di masa

mendatang.

1.3.2 Manfaat Keilmuan

1.3.2.1 Hasil Karya Ilmiah Akhir ini diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai gambaran peran perawat kesehatan

jiwa komunitas dalam menangani masalah Defisit

Perawatan Diri pada pasien gangguan jiwa di komunitas

1.3.2.2 Masukan bagi pengelola program kesehatan jiwa

masyarakat di Dinas Kesehatan Kota Bogor dalam

merencanakan program-program yang lebih efektif dan

merupakan dasar dalam merumuskan kebijakan dalam

menangani masalah kesehatan jiwa.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

11

Universitas Indonesia

1.3.3 Manfaat Metodologi

1.3.3.1 Dapat dijadikan data rujukan terkait dengan proses belajar

mengajar yang melibatkan mahasiswa program pasca

sarjana terkait dengan manajemen pelayanan kesehatan jiwa

dan asuhan keperawatan jiwa secara nyata di masyarakat.

1.3.3.2 Memperoleh pengalaman dalam penerapan ilmu dan konsep

keperawatan jiwa khususnya dalam menerapkan terapi

spesialis pada kelompok gangguan jiwa dan melakukan

koordinasi serta kerjasama dengan jajaran masyarakat

1.3.3.3 Hasil Karya Ilmiah Akhir ini selanjutnya dapat menjadi

bahan acuan untuk tindak lanjut program bagi spesialis

keperawaan jiwa.

1.3.3.4 Berguna sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya

dalam memberikan gambaran terapi yang efektif bagi

pasien dengan masalah Defisit Perawatan Diri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

12 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan tentang konsep-konsep dasar keperawatan dan medis yang

mendasari penulisan Karya Ilmiah Akhir ini, yaitu Gangguan Jiwa, Skizofrenia,

Retardasi Mental, Demensia, Defisit Perawatan Diri dan penatalaksanaan klien

Defisit Perawatan Diri dengan pendekatan Model Self Care Dorothea Orem dan

Community Mental Health Nursing (CMHN).

2.1 Gangguan Jiwa

Tingginya angka gangguan jiwa di Indonesia merupakan hal yang sangat

serius karena mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, menimbulkan

beban sosial ekonomi yang tinggi, mengakibatkan kemiskinan, kehilangan

produktivitas, dan disintegrasi keluarga. Menurut Depkes (2008) hasil data

Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas, 2007), menunjukkan prevalensi

gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi

sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa dengan prevalensi tertinggi di

Jawa Barat yaitu 20,0%. Sedangkan gangguan jiwa berat di Indonesia

sebesar 4,6 ‰ dengan prevalensi tertinggi di DKI Jakarta yaitu 2,02% ;

untuk daerah Jawa Barat khususnya Kota Bogor yaitu 0,40%. Hal ini berarti

bahwa dari setiap 1000 jumlah penduduk akan ditemukan sebanyak 4 orang

yang menderita gangguan jiwa di Kota Bogor. Kondisi ini merupakan

masalah yang serius dan membutuhkan penanganan yang sangat efektif.

Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku, atau psikologis

seseorang yang secara klinik bermakna, dan secara khusus berkaitan dengan

suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (disability) atau secara

bermakna meningkatnya risiko merasa sangat menderita, merasa sakit,

kecacatan, atau kehilangan arti penting dari kebebasan (American

Psychiatric Association, 2000 dalam Townsend, 2005). Disfungsi yang

terjadi dapat berupa disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, biologik dan

gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan antara orang itu

dengan masyarakat (Maslim, 2003).

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

13

Universitas Indonesia

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-

TR) 4th

edition (1994) gangguan jiwa didefinisikan sebagai kumpulan gejala

(sindrom) atau pola klinik yang signifikan dari perilaku dan psikologis yang

terjadi pada individu dan dikaitkan dengan stress dan ketidakmampuan

(kerusakan fungsi dalam satu area atau lebih) atau meningkatan risiko

penderitaan, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa

walaupun tidak langsung menyebabkan kematian, namun akan menimbulkan

penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban berat bagi keluarga,

baik mental maupun materi karena penderita menjadi kronis dan tidak lagi

produktif. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan gangguan jiwa adalah

suatu sindrom dari beberapa disfungsi yaitu disfungsi perilaku, psikologis

dan biologis yang mengakibatkan penderitaan bagi diri klien dan keluarga.

Ganguan jiwa ini sangat luas mulai dari yang sangat ringan atau berat

memerlukan perawatan hingga berhasil. Klasifikasi gangguan jiwa ringan

hingga berat didasarkan akan gejala klinis yang ditampakkan oleh klien

(Bastaman, 2010). Gangguan jiwa ringan dicirikan sering dilanda

kecemasan, gangguan panik, sulit berkonsentrasi, serta gangguan tidur,

sedangkan gangguan jiwa berat dicirikan dengan ketidakmampuan

membedakan yang nyata dan tidak nyata, perilaku irasional, agresif, serta

paranoid. Menurut Maslim (2003) yang termasuk dalam gangguan jiwa

adalah : gangguan mental organik termasuk di dalamnya demensia,

skizofrenia, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan

perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik,

gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental,

gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional

dengan onset masa kanak-kanak dan remaja, serta kondisi lain yang menjadi

fokus perhatian klinis.

Berdasarkan penggolongan tersebut, jelaslah bahwa skizofrenia, retardasi

mental dan demensia merupakan gangguan jiwa. Berikut akan diuraikan satu

persatu mengenai skizofrenia dan retardasi mental.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

14

Universitas Indonesia

2.2 Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau

pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang

yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan

jiwa atau keretakan kepribadian (Hawari, 2001). Skizofrenia merupakan

suatu gangguan jiwa berat yang biasanya diderita pada usia remaja akhir

atau dewasa awal, dikarakteristikkan dengan terjadinya distorsi persepsi,

pikiran, dan emosi yang tidak sesuai (WHO, 2001). Skizofrenia adalah

bentuk parah dari penyakit mental yang mempengaruhi sekitar 7 per seribu

dari populasi orang dewasa, terutama di kelompok usia 15-35 tahun (WHO,

2011).

2.2.1 Pengertian

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan

perilaku yang aneh (Videbeck, 2008). Sedangkan menurut Kaplan &

Saddock (2007), skizofrenia adalah sekumpulan sindroma klinik yang

ditandai dengan perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek lain

dari perilaku. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa

skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat disebabkan karena

penyakit yang mempengaruhi otak ditandai dengan perubahan

perilaku, emosi dan pikiran.

Penetapan diagnosa skizofrenia berdasarkan gejala-gejala khas yang

ditampakkan seperti halusinasi, delusi. dan gejala khas ini telah

berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih, serta harus ada

suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek pribadi,

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak

mampu berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri dan penarikan

diri secara sosial (Maslim, 2003)

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

15

Universitas Indonesia

2.2.2 Penyebab

Menurut Stuart (2009) penyebab Skizofrenia terdiri atas biologis,

psikologis, sosial dan lingkungan.

a. Biologis

Penyebab skizofrenia dari segi biologis terdiri dari genetik,

neurotransmiter, neurobiologi, perkembangan saraf otak dan teori-

teori virus. Menurut Kaplan & Saddock (2007), pengaruh faktor

genetik terhadap skizofrenia belum teridentifikasi secara spesifik

namun ada 9 ikatan kromosom yang dipercayai untuk terjadinya

skizofrenia yaitu 1q, 5q, 6p, 6q, 8p, 10p, 13q, 15q, dan 22q.

Menurut Shives (2005), anak dengan orang tua yang salah satunya

mengalami skizofrenia mempunyai risiko 10% dan bila kedua

orang tua mengalami skizofrenia maka anak akan berisiko 40%

mengalami skizofrenia juga.

Individu dengan skizofrenia ditemukan bahwa korteks prefrontal

dan korteks limbik otak tidak berkembang dengan sempurna.

Biasanya ditemukan peningkatan volume otak, fungsi yang

abnormal dan neuro kimia yang menunjukkan perubahan pada

sistem neurotransmitter. Fokus pada korteks frontal

mengimplikasikan gejala negatif pada skizofrenia dan sistem limbik

(dalam lobus temporal) mengimplikasikan gejala positif pada

skizofrenia serta sistem neurotransmitter menghubungkan kedua

daerah tersebut terutama dopamin, serotonin dan glutamat (Frisch

& Frisch, 2006).

Menurut teori yang disampaikan bahwa pada masa kehamilan

khususnya pada trimester kedua bila terpapar virus influenza

berisiko untuk terjadinya skizofrenia pada anak (Shives, 2005).

Jadi, berdasarkan keterangan di atas bahwa ditinjau dari faktor

biologis, skizofrenia terjadi karena genetik, kortek prefrontal dan

kortek limbik yang tidak berkembang, pengaruh neurotransmitter

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

16

Universitas Indonesia

serta adanya serangan virus pada masa kehamilan.

b. Psikologis

Penyebab skizofrenia secara psikologis adalah karena keluarga dan

perilaku individu itu sendiri. Faktor keluarga, ibu yang sering

cemas, perhatian yang berlebihan atau tidak ada perhatian, ayah

yang jauh atau yang memberikan perhatian berlebihan, konflik

pernikahan, dan anak yang didalam keluarga selalu dipersalahkan

(Stuart, 2009). Komunikasi dalam bentuk pesan ganda ini

menyebabkan individu yang menerimanya berisiko untuk

mengalami skizofrenia.

c. Sosial dan lingkungan

Penyebab skizofrenia secara sosial dan lingkungan adalah status

sosial ekonomi. Status sosioekonomi mengacu pada pendapatan,

pendidikan dan pekerjaan individu (Lipson et al, 1996 dalam

Videbeck, 2008). Menurut Townsend (2005), banyak hal yang telah

dicoba untuk dikaitkan dengan masalah gangguan jiwa seperti

skizofrenia dan salah satu faktornya adalah masalah status sosial.

Isaacs (2005) dalam teori keluarga, bagian fungsi keluarga yang

berkaitan dengan peran keluarga dalam munculnya skizofrenia

adalah keluarga yang sangat mengekspresikan emosi (high

expressed emotion). Pola asuh yang dilakukan oleh keluarga yang

terlalu berlebihan menjadi pemicu terjadinya skizofrenia. Baik itu

pola asuh positif maupun negatif.

2.2.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala klien yang mengalami skizofrenia yang paling umum

menurut Seagel dan Smith (2011) adalah sosial penarikan, permusuhan

dan kecurigaan, kerusakan kebersihan diri, ekspresi tatapannya datar,

ketidakmampuan menangis atau mengekspresikan kegembiraan,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

17

Universitas Indonesia

depresi, aneh atau pernyataan tidak rasional, pelupa tidak dapat

berkonsentrasi, ekstreme terhadap kritik, dan aneh penggunaan kata

atau cara bicara. Menurut Ely Lilly dalam Stuart dan Laraia, (2005)

tanda dan gejala dari skizofrenia dibagi dalam empat dimensi utama

yaitu gejala positif, gejala negatif, gejala kognitif dan gejala depresi

atau perubahan mood.

Gejala positif dari skizofrenia adalah halusinasi, delusi, perubahan

arus pikir yaitu arus pikir terputus, inkoheren dan neologisme dan

perilaku bizarre yaitu agresif, agitasi, repetisi, perilaku stereotip.

Gejala negatif yaitu afek tumpul, ketidakmampuan dalam berpikir,

kehilangan motivasi, ketidakmampuan dalam mengalami perasaan

senang dan kegembiraan, sikap masa bodoh, pembicaraan terhenti

tiba-tiba, menarik diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja

yaitu bermasalah dalam pekerjaan atau menurunnya aktifitas sosial

sehari-hari yaitu tidak memperhatikan kebersihan diri. Gejala kognitif

yaitu kurang perhatian, mudah terdistraksi, gangguan memori,

ketidakmampuan dalam memecahkan masalah, ketidakmampuan

dalam mengambil keputusan, tidak logis dan gejala depresi atau

perubahan mood yaitu dysphoria, keinginan bunuh diri dan

ketidakberdayaan (Stuart & Laraia, 2005). Berdasarkan beberapa

gejala tersebut dapat dikatakan bahwa klien yang mengalami

gangguan jiwa berat atau skizofrenia berisiko untuk mengalami Defisit

perawatan diri.

Skizofrenia terdiri dari beberapa tipe berdasarkan DSM-IV-TR (APA,

2000 dalam Frisch, 2006) yaitu skizofrenia paranoid dengan tanda

curiga, bermusuhan, garang ; skizofrenia katatonik yaitu seperti

patung, tidak mau makan, tidak mau minum ; skizofrenia hebefrenik,

perilaku seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta ;

skizofrenia simplek, penampilan seperti gelandangan, jalan terus,

keluyuran ; dan skizofrenia latent, ditandai dengan autustik, seperti

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

18

Universitas Indonesia

gembel. Jenis Skizofrenia yang berisiko untuk terjadi defisit perawatan

diri adalah skizofrenia katatonik, simplek dan latent. Dari beberapa

penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia mempunyai

gejala negative dan gejala positif, dimana defisit perawatan diri

merupakan gejala negatif dan cenderung ditunjukan oleh skizofrenia

katatonik simplek dan latent.

Fase skizofrenia dibagi dua yaitu fase akut dan fase kronik. Fase Akut

adalah fase mulai munculnya gejala sampai dengan sebelum 6 bulan,

ditandai dengan Waham ; Halusinasi ; Perubahan arus pikir yaitu arus

pikir terputus dalam pembicaraan terjadi tiba-tiba tanpa bisa

melanjutkan isi pembicaraan, inkoheren yaitu berbicara tidak selaras

dengan lawan bicara (bicara kacau), neologisme yaitu menggunakan

kata-kata yang hanya dimengerti oleh diri sendiri tapi tidak dimengerti

oleh orang lain ; Perubahan perilaku yaitu hiperaktif atau perilaku

motorik yang berlebihan, agitasi yaitu perilaku yang menunjukkan

kegelisahan, iritabilitas yaitu mudah tersinggung. Fase Kronik ditandai

dengan gejala akut, sudah berlangsung 6 bulan atau lebih dengan

tanda atau gejala-gejala yang sama dengan fase akut. Selain itu timbul

gejala-gejala lainnya seperti : Sikap masa bodoh, apatis secara

emosional, gangguan berpikir yang tampak dari pembicaraan yang

tidak terangkai atau aneh, menarik diri dari pergaulan sosial,

bermasalah dalam pekerjaan, tidak memperhatikan kebersihan diri,

gangguan motorik atau pergerakan (Keliat, 2007).

2.2.4 Terapi Psikofarmaka Skizofrenia

Skizofrenia dapat diawali dengan atau tanpa fase prodormal (early

psikosis). Gejala yang tampak pada fase ini adalah gangguan pola

tidur, gangguan napsu makan, perubahan perilaku, afek datar,

pembicaraan yang sulit dimengerti, berfikir tidak realistik, dan

perubahan dalam penampilan. Jika gejala ini muncul dan langsung

mendapatkan terapi maka skizofrenia dapat dihindari. Namun pada

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

19

Universitas Indonesia

beberapa klien, mereka tidak menyadari atau tidak mengalami fase ini

sehingga tidak mendapatkan penangganan awal dan berakhir pada

skizofrenia. Pengobatan skizofrenia lebih efektif bila dimulai sedini

mungkin saat gejala mulai muncul (World Federation for Mental

Health, 2009). Penatalaksanaan pengobatan Skizofrenia mengacu pada

penatalaksanaan Skizofrenia secara umum.

Anti Psikotik

Obat-obat antipsikotik efektif mencegah penyebaran keadaan akut dan

mencegah relaps. Terdapat dua macam obat antipsikotik yaitu

antipsikotik tradisional (tipikal) dan antipsikotik atipikal. Jenis

antipsikotik atipikal merupakan generasi baru antipsikotik. Atipikal

antipsikosis tidak hanya mengatasi gejala skizofrenia tapi juga

meningkatkan kualitas hidup. Varcarolis (2006) menyebutkan

antipsikotik atipikal merupakan pilihan pertama karena memiliki

karakteristik : efek ekstrapiramidal minimal, mengatasi gejala positif

sebaik mengatasi gejala negatif dan meningkatkan neurokognitif.

Obat yang termasuk atipikal antipsikosis yaitu clozapine, risperidone,

olanzapine dan quetiapine. Target kerja kelompok atipikal mengatasi

baik gejala positif maupun negatif. Golongan atipikal mempunyai efek

samping lebih ringan dari golongan tipikal dan walaupun muncul

gejala efek samping, biasanya klien masih bisa mentoleransinya.

Selain itu kelompok atipikal juga bisa mengatasi gejala cemas dan

depresi, menurunkan kecenderungan perilaku bunuh diri dan

memperbaiki fungsi neurokognitif (Varcarolis, 2006). Sedangkan yang

termasuk jenis antipsikotik tipikal yaitu : antara lain haloperidol,

tiflourorazine, chlorpromazine (CPZ) dan loxapine (Varcarolis, 2006).

Target kerja kelompok tipikal adalah mengatasi gejala positif.

Golongan tipikal mempunyai efek samping lebih dari golongan

atipikal (Kuo, 2004 dalam Varcarolis 2006). Pengobatan pada klien

skizofrenia yang paling umum diberikan adalah chlorpromazine tablet

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

20

Universitas Indonesia

dengan pilihan dosis 25 mg dan 100 mg, injeksi dengan dosis 25

mg/ml; haloperidol tablet dengan pilihan dosis 0,5 mg, 1,5 mg dan 5

mg, injeksi 5 mg/ml; dan triheksipenidil tablet sediaan dosis 2 mg.

Efek samping obat antipsikotik dikelompokkan menjadi dua yaitu efek

samping neurologis dan non neurologis. Efek samping neurologis

meliputi gejala ekstrapiramidal berupa reaksi distonia akut, akatisia,

dan Parkinson; kejang dan sindrom maligna neuroleptik. Efek samping

non neorologis mencakup sedasi; fotosensitivitas; dan gejala

antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, kontsipasi,

retensi urin, dan hipotensi ortostatik (Videbeck, 2008).

Obat pencegahan efek ekstrapiramidal diberikan melalui jenis obat

pencegahan sindrom ekstrapiramidal yaitu trihexyphenidil (THP),

biperidin dan diphenhidramine hydrochloride (Varcarolis, Carson &

Shoemaker, 2006). Trihexyphenidil dosis yang digunakan : 1-15

mg/hari dan difehidamin dosis yang diberikan 10-400 mg/hari untuk

semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi

ekstrapiramidal akibat obat (Kaplan & Saddock, 1997).

2.3 Retardasi Mental

2.3.1 Pengertian

Menurut PPDGJ III (2003), bahwa retardasi mental merupakan

gangguan jiwa. Menurut American Association on Mental Retardation

(AAMR) (2002) Retardasi mental yaitu : Kelemahan atau

ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum

18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-

75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua

area berikut : berbicara dan berbahasa ; keterampilan merawat diri,

ADL ; keterampilan social ; penggunaan sarana masyarakat ;

kesehatan dan keamanan ; akademik fungsional ; bekerja dan rileks,

dan lain-lain.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

21

Universitas Indonesia

Menurut Durand (2007), retardasi mental adalah gangguan yang telah

tampak sejak masa anak-anak dalam bentuk fungsi intelektual dan

adaptif yang secara signifikan berada dibawah rata-rata. Sedangkan

menurut Rosyadi (2009), Retardasi mental adalah suatu keadaan

perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama

terlihat selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua

tingkat inteligensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan

sosial. Retardasi mental kadang disertai gangguan jiwa atau gangguan

fisik lain.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

retardasi mental adalah keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan yang berlangsung sejak masa kanak-kanak dan

berpengaruh terhadap penurunan kemampuan secara kognitif, bahasa,

motorik, sosial, ketrampilan. Bahkan ada beberapa yang disertai

dengan gangguan jiwa dan atau gangguan fisik lain.

2.3.2 Penyebab

Menurut Kaplan dan Sandock (1997), penyebab dari retardasi mental

dibagi menjadi faktor genetik, faktor prenatal, faktor perinatal,

gangguan didapatkan masa anak – anak, dan faktor lingkungan dan

sosiokultural;

a. Faktor Genetik, meliputi; kelainan kromosom (sindrom down,

fragile X syndrome, sindrom klinefelter, sindrom Cri-du-chat dan

sindrom turner).

Sindrom Down

Pada sindrom down, retardasi mental adalah ciri yang

menumpang. Orang dengan sindrom down cenderung

menunjukkan perburukan yang jelas dalam bahasa, daya ingat,

ketrampilan merawat diri sendiri dan memecahkan masalah pada

usia 30 tahun.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

22

Universitas Indonesia

Fragile X Syndrome

Pada orang dengan fragile X syndrome, merupakan penyebab

tunggal kedua yang tersering dari retardasi mental. Ciri perilaku

orang dengan sindroma ini adalah tingginya angka gangguan

defisit atensi/hiperaktif, gangguan belajar dan gangguan

perkembangan pervasif, seperti gangguan autistik. Defisit dalam

fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perservatif

dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata

membentuk frasa dan kalimat. Orang dengan sindroma X rapuh

tampaknya memiliki ketrampilan dalam komunikasi dan

sosialisasi yang relatif kuat dan fungsi intelektual mereka

tampaknya menurun pada periode pubertal.

Sindrom Cri-du-chat

Anak-anak dengan sindrom tangisan kucing kehilangan bagian

kromosom 5. Mereka mengalami retardasi berat dan

menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan

penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letak

rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme dan mikrognatia.

Tangisan seperti kucing yang khas, walaupun akan hilang

dengan sendirinya dengan bertambahnya usia.

b. Faktor Perinatal

Gangguan metabolik seperti fenilketonuria (FKU), penyakit Hartup,

intoleransi ruktosa, galaktosemia. Rubela maternal juga

mengakibatkan kecatatan, sifilis, toksoplamosis atau diabetes,

penyalahgunaan beberapa obat. Selain itu juga malnutrisi dapat

mengakibatkan bayi mengalami risiko retardasi mental.

c. Gangguan didapat pada Masa Anak-Anak

Status perkembangan seseorang anak kadang-kadang berubah

secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara

retrospektif, kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

23

Universitas Indonesia

kemajuan perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya

gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau

ketrampilan anak tampak terganggu.

Infeksi adalah hal yang paling mempengaruhi integritas sereberal,

infeksi yang sering terjadi adalah ensefalitis dan meningitis.

Ensefalitas campak telah hampir dapat dihilangkan dengan

pemakaian vaksin. Sebagian episode ensefalitis disebabkan oleh

virus. Kadang-kadang klinisi harus mempertimbangkan

kemungkinan penyakit masa lalu dengan demam tinggi. Meningitis

yang didiagnosa terlambat juga dapat mempengaruhi

perkembangan kognitif anak.

Trauma kepala pada anak-anak juga menjadi penyebab kecacatan

mental, termasuk kejang, kecelakaan bermotor, kecelakaan di

rumah misalnya jatuh dari meja, dari jendela terbuka. Selain itu,

penyiksaan anak juga menyebabkan retardasi mental.

d. Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiokultural

Retardasi mental ringan secara bermakna menonjol di antara orang

yang mengalami gangguan kultural, kelompok sosioekonomi

rendah dan banyak keluarga yang mengalami retardasi mental

dengan retardasi derajat yang sama. Malnutrisi juga menjadi

penyebab kecacatan mental, kemudian perawatan bayi yang buruk,

pemaparan dengan zat toksin. Ketidakstabilan keluarga, sering

pindah, dan pengasuh yang berganti- ganti tetapi tidak adekuat.

Kurangnya stimulus dari orang tua terhadap perkembangan anak

juga menjadi penyebabnya.

Anak yang mengalami retardasi mental, seringkali mempunyai

diagnosa ganda yaitu diagnosa yang mengacu pada retardasi mental

dan yang kedua adalah diagnosa yang berhubungan dengan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

24

Universitas Indonesia

gangguan mental dan diagnosa emosional (Shives, 1998).

Keterlambatan perkembangan kognitif jelas merupakan bagian

yang menyatu dengan retardasi mental ini, karena perkembangan

kognitif merupakan salah satu pertimbangan dalam menetapkan

diagnosa retardasi mental.

Pada keluarga dengan retardasi mental hendaknya menjadi

perencanaan dari intervensi karena keluarga dapat mengalami masalah

psikososial. Penelitian menunjukkan bahwa keluarga dengan anak

yang memiliki kecacatan seringkali mempunyai tingkat stress yang

sangat tinggi (Friedrich, Witmer & Cohen, 1985 dalam Shives, 1998).

Menurut Shives (1998) klien dengan retardasi mental membutuhkan

perawatan yang ekstra dan keluarga membutuhkan tambahan sumber

dan dukungan.

2.3.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala anak retardasi mental menurut (Brown, dkk 1991

dalam Sekar, 2007) menyatakan :

a. Lamban dan kesulitan menggeralisasikan dalam mempelajari hal-

hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari

pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa

yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.

b. Kemampuan bicara sangat kurang terutama pada retardasi mental

berat.

c. Cacat fisik, ketebatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat

berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka

lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit

menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.

d. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri, pada retardasi

mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti :

berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu

memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

25

Universitas Indonesia

e. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim, kesulitan memberikan

perhatian terhadap lawan main.

f. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus, misalnya :

memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang

membahayakan diri sendiri : menggigit diri sendiri, membentur-

beturkan kepala.

g. Perilaku agresif melukai diri.

Ketidakmampuan merawat diri merupakan salah satu tanda dan gejala

pada klien dengan retardasi mental. Klien retardasi mental, baik yang

disebabkan karena faktor genetik, perinatal, faktor didapat pada masa

anak-anak maupun faktor lingkungan dan sosiokultural memiliki

kelainan kognitif sehingga mengalami keterbatasan dalam melakukan

fungsi-fungsi dalam kehidupan sehari-hari, baik secara kognitif,

bahasa, sosial, motorik, termasuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

2.3.4 Terapi Psikofarmaka Retardasi Mental

Terapi yang terbaik diberikan pada klien ini, adalah pencegahan

primer, pencegahan tersier dan pencegahan tertier (Kaplan & Saddock,

1997). Terapi ini hampir sama dengan terapi keperawatan. Pencegahan

primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau

menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan

mental. Sedangkan pencegahan sekunder adalah jika suatu gangguan

yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan harus

diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit. Pencegahan tersier

adalah untuk menekan sekuela atau kecacatan yang terjadi setelahnya.

Intervensi farmakologik dalam terapi gangguan mental komorbid pada

klien retardasi mental adalah banyak kesamaan seperti untuk klien

yang tidak mengalami retardasi mental. Semakin banyak data yang

mendukung pemakaian berbagai medikasi untuk klien dengan

gangguan mental yang tidak retardasi mental (Kaplan & Saddock,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

26

Universitas Indonesia

1997). Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada

pemakaian medikasi untuk sindroma perilaku berikut ini yang sering

terjadi diantara retardasi mental. Sehingga terapi farmakologi yang

diberikan pada klien ini adalah simptomatis sesuai dengan gejala yang

dialami. Perilaku agresi dan perilaku melukai diri, menggunakan

Lithium (Eskalith) dalam mengendalikannya. Naltrexone (Trexan)

banyak digunakan untuk menurunkan perilaku melukai diri sendiri

pada klien retardasi mental yang memenuhi kriteria autistik infantil.

Selain itu ada Carbamazepine (Tegretol), Valproic acid (Depakene).

Sedangkan untuk gerakan motorik stereotipik, medikasi antipsikotik

seperti haloperidol (haldol) dan chlorpromazine (thorazine) dapat

digunakan untuk menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang.

Kemarahan yang eksplosif dapat diturunkan dengan penghambat-

seperti propanolol dan buspirone.

2.4 Demensia

2.4.1 Pengertian

Demensia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan dan

degenerasi sel-sel otak secara abnormal, termasuk penurunan

kemampuan daya ingat, disorientasi waktu, orang dan tempat, serta

hilangnya fungsi-fungsi intelektual lainnya (Varcarolis, Carson &

Shoemaker, 2006). Demensia adalah suatu keadaan di mana seseorang

mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa

adanya penurunan fungsi kesadaran. Demensia atau kepikunan

seringkali dianggap wajar terjadi pada lanjut usia karena merupakan

bagian dari proses penuaan yang normal.

2.4.2 Penyebab

Menurut Keliat (2011) penyebab demensia adalah : genetik,

penggunaan alkohol, cedera kepala, penyempitan pembuluh darah otak

yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, kerusakan

jaringan otak yang berlangsung pelan dan bertahap, gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

27

Universitas Indonesia

neurotransmitter (asetilkolin, norepineprin, dan glutamat).

2.4.3 Tanda dan Gejala

Menurut Keliat (2011) klien yang mengalami demensia sedang sampai

berat memiliki tanda dan gejala sebagai berikut : sulit melakukan

kegiatan sehari-hari; daya ingat menurun atau hilang; tidak mengenal

waktu, tempat dan orang; sulit belajar dan mengingat informasi baru;

pelupa (lupa barang miliknya atau lupa kejadian masa lalu); cepat

marah dan sulit diatur; sering mengulang kata-kata; kurang

konsentrasi; kurang kebersihan diri; tremor; kurang koordinasi

gerakan; gangguan keseimbangan (rentan terhadap kecelakaan,

misalnya jatuh)

Menurut Maslim (2003) dalam PPDGJ III apabila ditemukan 4 dari

tanda gejala di atas ditambah dengan adanya masalah kognitif, afektif

dan intelektual akbibat degenerasi sel-sel otak, maka klien didiagnosis

mengalami demensia.

2.4.4 Terapi Psikofarmaka Demensia

Penatalaksanaan atau pengobatan klien dengan demensia yang sering

diberikan adalah benzodiazepin, antipsikotik, dan antioksidan.

Pemberiannya tergantung pada gejala yang dialami oleh klien (Clark,

2000).

a. Benzodiazepin

Salah satu pengobatan demensia adalah dengan menggunakan obat

sedatif atau hipnotik (benzodiazepin). Biasanya diberikan diazepam

tablet 2 mg dengan dosis 2-3 kali sehari atau 5 mg; atau diazepam

(valium) injeksi 10 mg sekali sehari. Efek obat yang diharapkan :

mengurangi kecemasan, menurunkan agitasi, mengurangi stress.

Efek samping obat yang bisa terjadi sedasi atau mengantuk, risiko

ketergantungan, risiko penyalahgunaan zat.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

28

Universitas Indonesia

Tindakan keperawatan untuk efek samping obat sedasi atau

mengantuk, yaitu obat diberikan sebelum tidur sesuai anjuran

dokter, kolaborasi untuk menurunkan dosis obat dan minta obat

yang kurang mengandung sedatif, anjurkan klien untuk tidak

mengendarai kendaraan atau menjalankan kendaraan bila

mengalami sedasi; sedangkan tindakan keperawatan untuk efek

samping risiko ketergantungan dan penyalahgunaan zat, yaitu

anjurkan klien untuk menggunakan obat sesuai dengan resep

dokter, beri pendidikan kesehatan tentang akibat dari

ketergantungan dan penyalahgunaan obat.

b. Antipsikotik dosis rendah

Obat yang biasa diberikan adalah haloperidol atau risperidon. Cara

pemberian haloperidol tablet sediaan 0,5-1 mg dosis 1-2 kali sehari

atau risperidon tablet 0,5-1 mg dosis 2 kali sehari. Efek obat yang

diharapkan yaitu mengontrol agitasi, mengurangi gejala gangguan

psikotik, menurunkan agresi atau perilaku kekerasan. Efek samping

obat haloperidol pada klien demensia yang perlu diwaspadai oleh

perawat adalah mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi

dan hipotensi ortostatik.

Tindakan keperawatan untuk efek samping obat mulut kering yaitu

berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan

mulut secara teratur; pandangan kabur yaitu berikan bantuan untuk

tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan; konstipasi yaitu

makan makanan tinggi serat; sedasi yaitu tidak menyetir atau

mengoperasikan peralatan yang berbahaya; hipotensi ortostatik

yaitu perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.

c. Antioksidan

Obat yang biasa diberikan adalah vitamin E dosis tinggi yaitu 1000

units yang diberikan dengan dosis 2 kali sehari. Efek obat yang

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

29

Universitas Indonesia

diharapkan adalah mengurangi kerusakan pada fungsi peredaran

darah untuk klien dengan demensia vaskuler. Efek samping

penggunaan obat ini pada klien demensia jarang terjadi.

2.5 Defisit Perawatan Diri

2.5.1 Pengertian

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan

atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri untuk diri sendiri : mandi;

berpakaian dan berhias untuk diri sendiri ; aktifitas makan sendiri ; dan

aktifitas eliminasi sendiri (Herdman, 2012). Defisit perawatan diri

menggambarkan suatu keadaan seseorang yang mengalami gangguan

kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, seperti mandi,

berganti pakaian, makan dan toileting (Wilkinson, 2007). Menurut

beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa defisit perawatan

diri adalah suatu kondisi seseorang yang mengalami gangguan untuk

melakukan aktifitas perawatan diri meliputi mandi, berhias, makan dan

minum serta toileting.

2.5.2 Stressor Defisit Perawatan Diri

Proses terjadinya defisit perawatan diri ini dapat diuraikan terlebih

dahulu dari proses terjadinya gangguan jiwa itu sendiri yang

dihubungkan dengan defisit perawatan diri. Stuart (2009)

menggambarkan dua dimensi yang dapat menjelaskan stressor atau

penyebab terjadinya defisit perawatan diri yaitu meliputi stressor

predisposisi dan stressor presipitasi.

2.5.2.1 Stressor Predisposisi

Stuart (2009) mendefinisikan stressor predisposisi sebagai faktor

risiko yang menjadi sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe

dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik yang biologis,

psikososial dan sosial kultural. Stuart (2009) membedakan stressor

predisposisi menjadi tiga, meliputi biologis, psikologis dan sosial

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

30

Universitas Indonesia

budaya. Stressor predisposisi ini kejadiannya telah berlalu.

Penjelasan secara rinci tentang ketiga stressor predisposisi tersebut

sebagai berikut :

a. Biologis, terkait dengan adanya neuropatologi dan

ketidakseimbangan dari neurotransmiternya. Dampak yang dapat

dinilai sebagai manifestasi adanya gangguan adalah pada perilaku

maladaptif klien (Townsend, 2005). Secara biologi riset

neurobiologikal memfocuskan pada tiga area otak yang dipercaya

dapat melibatkan defisit perawatan diri yaitu sistem limbik, lobus

frontalis dan hypothalamus.

Sistem Limbik merupakan cincin kortek yang berlokasi di

permukaan medial masing-masing hemisfer dan mengelilingi

pusat kutup serebrum. Fungsinya adalah mengatur persyarapan

otonon dan emosi (Suliswati,et al, 2005 : Stuart, 2009). Fungsi

sistem limbik berikutnya adalah menyimpan dan menyatukan

informasi berhubungan dengan emosi, tempat penyimpanan

memori dan pengolahan informasi. Disfungsi pada sistem limbik

menghadirkan beberapa gejala klinik seperti hambatan emosi dan

perubahan kebribadian, isyarat antara rangsangan dan pengalaman

masa lalu, emosi, perilaku saling mempengaruhi, adanya periode

peristiwa ketakutan, amukan, kemarahan dan ketegangan

(Kaplan, Saddock & Grebb, 1997). Berdasarkan penjelasan

tersebut dapat disimpulkan bahwa klien dengan defisit perawatan

diri mengalami gangguan pada sistem limbik sehingga tidak bisa

mengontrol perilaku untuk dapat merawat diri.

Lobus Frontal berperan penting menjadi media yang sangat

berarti dalam perilaku dan berpikir rasional, yang saling

berhubungan dengan sistem limbik (Suliswati,et al, 2005 : Stuart,

2009). Menurut Townsend (2005) lobus frontal terlibat dalam dua

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

31

Universitas Indonesia

fungsi serebral utama yaitu kontrol motorik gerakan voluntir

termasuk fungsi bicara, fungsi fikir dan kontrol berbagai ekspresi

emosi. Kerusakan pada daerah lobus frontal dapat meyebabkan

gangguan berfikir, dan gangguan dalam bicara/disorganisasi

pembicaraan serta tidak mampu mengontrol emosi sehingga

berperilaku maladaptif. Klien defisit perawatan diri yang

mengalami kerusakan pada lobus frontal mengakibatkan

timbulnya perilaku maladaptif yaitu tidak mampu berperilaku

untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Hypotalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu bagian dalam

dari serebrum yang menghubungkan otak tengah dengan hemisfer

serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai respon tingkah laku

terhadap emosi dan juga mengatur mood dan motivasi (Suliswati,

et al, 2005 ; Stuart, 2009). Kerusakan hipotalamus membuat

seseorang kehilangan mood dan motivasi sehingga kurang

aktivitas dan malas melakukan sesuatu. Apabila kerusakan

hipotalamus terjadi pada klien defisit perawatan diri, maka akan

terjadi gangguan mood dan penurunan motivasi sehingga

mengakibatkan klien tidak dapat melakukan aktifitas perawatan

diri.

Selain gangguan pada struktur otak, proses terjadinya gangguan

defisit perawatan diri berdasarkan faktor biologis disebabkan juga

oleh adanya kondisi patologis dan ketidakseimbangan dari

beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter tersebut adalah

dopamin, serotonin, norepineprin dan asetilkolin.

Dopamine fungsinya mencakup regulasi gerak dan koordinasi,

emosi, kemampuan pemecahan masalah secara volunter (Boyd &

Nihart, 1998 ; Suliswati, et al, 2005). Transmisi dopamin

berimplikasi pada penyebab gangguan emosi tertentu. Menurut

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

32

Universitas Indonesia

Hawari (2001) fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam

perasaan) dan psikomotor (perilaku) pada klien skizofrenia

dipengaruhi oleh dopamin. Gangguan pada fungsi dopamin akan

menyebabkan terjadinya gangguan fungsi regulasi gerak dan

koordinasi, emosi, serta kemampuan pemecahan masalah. Apabila

gangguan fungsi dopamin ini terjadi pada klien skizofrenia, akan

menyebabkan klien mengalami gangguan dalam regulasi gerak

dan koordinasi, emosi, serta kemampuan pemecahan masalah

sehingga klien tidak dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Serotonin berperan sebagai pengontrol nafsu makan, tidur, alam

perasaan, halusinasi, persepsi nyeri, muntah. Serotonin dapat

mempengaruhi fungsi kognitif yaitu alam pikir, afektif yaitu alam

perasaan dan psikomotor yaitu perilaku (Hawari, 2001). Menurut

Wilkinson (2007) jika serotonin mengalami penurunan akan

mengakibatkan kecenderungan perilaku yang maladaptif. Pada

klien dengan defisit perawatan diri cenderung menunjukkan

perilaku maldapatif. Perilaku maladaftif yang dapat dilihat yaitu

tidak adanya aktifitas dalam melakukan aktifitas perawatan diri

seperti : mandi, berganti pakaian, makan dan toileting.

Norepineprin (Boyd & Nihart, 1998 ; Suliswati, et al, 2005)

berfungsi untuk kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; proses

pembelajaran dan memori. Jika terjadi penurunan kadar

norepinephrine akan mengakibatkan kelemahan yang

menunjukkan kecenderungan klien menampilkan perilaku negatif.

Kelemahan yang terjadi mengakibatkan klien defisit perawatan

diri berperilaku negatif seperti tidak melakukan aktifitas mandi,

tidak berhias, tidak memperhatikan makan dan minum serta tidak

melakukan aktifitas toileting dengan benar.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

33

Universitas Indonesia

Acetylcholine (Ach) (Boyd & Nihart, 1998) berperan penting

untuk belajar dan memori. Jika terjadi peningkatan kadar

acetylcholine akan dapat menurunkan ‘atensi dan mood’.

Penurunan atensi dan mood menyebabkan terjadinya perubahan

fungsi otak sebagai pusat pengatur perilaku manusia. Salah satu

dampak perilaku dari penurunan atensi dan mood ini adalah

defisit perawatan diri. Pada klien defisit perawatan diri terjadi

penurunan atensi dan mood yang dapat dilihat dengan adanya

gejala kurang perhatian untuk dirinya dan malas dalam

beraktivitas. Defisit perawatan diri tidak dapat dikendalikan hanya

dengan psikofarmaka saja tetapi melalui pendekatan psikoterapi

yang mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif

salah satunya dengan menggunakan terapi perilaku : token

ekonomi.

Pada klien dengan defisit perawatan diri diperkirakan mengalami

kerusakan pada sistem limbik dan lobus frontal yang berperan

dalam pengendalian atau pengontrolan perilaku, kerusakan pada

hipotalamus yang berperan dalam pengaturan mood dan motivasi.

Kondisi kerusakan ini mengakibatkan klien defisit perawatan diri

tidak memiliki keinginan dan motivasi untuk berperilaku secara

adaptif melakukan aktifitas perawatan diri : mandi, berhias,

makan minum dan toileting. Klien defisit perawatan diri juga

diperkirakan mengalami perubahan pada fungsi neurotransmitter.

Perubahan dopamin, serotonin, norepineprin dan asetilkolin

menyebabkan adanya perubahan regulasi gerak dan koordinasi,

emosi, kemampuan memecahkan masalah; perilaku cenderung

negatif atau berperilaku maladaptif; terjadi kelemahan serta

penurunan atensi dan mood.

b. Psikologis, meliputi konsep diri, intelektualitas, kepribadian,

moralitas, pengalaman masa lalu, koping dan keterampilan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

34

Universitas Indonesia

komunikasi secara verbal (Stuart, 2009). Beberapa aspek tersebut

diperkirakan ikut berperan menjadi penyebab secara psikologis

terjadinya defisit perawatan diri.

Konsep diri, dimulai dari gambaran diri secara keseluruhan yang

diterima secara positif atau negatif oleh seseorang. Penerimaan

gambaran diri yang negatif menyebabkan perubahan persepsi

seseorang dalam memandang aspek positif lain yang dimiliki.

Peran merupakan bagian terpenting dari hadirnya konsep diri

secara utuh. Peran yang terlalu banyak dapat menjadi beban bagi

kehidupan seseorang, hal ini akan berpengaruh terhadap

kerancuan dari peran dirinya dan dapat menimbulkan depresi

yang berat. Ideal diri adalah harapan, cita-cita serta tujuan yang

ingin diwujudkan atau dicapai dalam hidup secara realistis.

Identitas diri terkait dengan kemampuan seseorang dalam

mengenal siapa dirinya, dengan segala keunikannya. Harga diri

merupakan kemampuan seseorang untuk menghargai diri sendiri

serta memberi penghargaan terhadap kemampuan orang lain.

Seseorang yang memandang dirinya secara negatif sering

mengabaikan gambaran dirinya, tidak memperhatikan

kebutuhannya dengan baik, sehingga berakibat pula pada tidak

terpenuhinya kebutuhan perawatan diri.

Intelektualitas ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang,

pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Menurut Potter &

Perry (2005) klien dengan defisit perawatan diri cenderung

memiliki tingkat pengetahuan dan pendidikan yang rendah,

sehingga tidak mampu memutuskan untuk melakukan aktifitas

perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, makan minum dan

toileting

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

35

Universitas Indonesia

Kepribadian, pada klien defisit perawatan diri biasanya ditemukan

klien memiliki kepribadian yang tertutup. Klien tidak mudah

menerima masukan dan informasi yang berkaitan dengan

kebersihan diri. Klien juga jarang bergaul dan cenderung menutup

diri. Klien memiliki ketidakmampuan untuk mengevaluasi atau

menilai keadaan dirinya dan tidak mampu memutuskan

melakukan peningkatan keadaan menjadi lebih baik.

Moralitas, klien defisit perawatan diri menganggap dirinya tidak

berguna, memandang dirinya rendah, dan negatif. Pandangan

negatif terhadap diri sendiri ini menyebabkan klien mengalami

penurunan motivasi untk melakukan aktifitas perawatan diri.

Kesimpulannya, adanya penilaian diri yang negatif menyebabkan

tidak ada tanggung jawab secara moral pada klien untuk

melakukan aktifitas perawatan diri.

Menurut beberapa penjelasan di atas dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa konsep diri negatif, intelektualitas yang

rendah, kepribadian dan moralitas yang tidak adekuat merupakan

penyebab secara psikologis untuk terjadinya defisit perawatan

diri. Klien defisit perawatan diri memerlukan perhatian yang

cukup besar untuk dapat mengembalikan konsep diri yang

seutuhnya.

c. Sosial Budaya, meliputi status sosial, umur, pendidikan, agama,

dan kondisi politik. Menurut Townsend (2005) ada beberapa hal

yang dikaitkan dengan masalah gangguan jiwa, salah satunya

adalah dengan masalah status sosial. Masyarakat dengan status

sosial ekonomi yang rendah berpeluang lebih besar untuk

mengalami gangguan jiwa dibandingkan dengan masyarakat yang

memiliki status sosial ekonomi tinggi. Faktor sosial ekonomi

tersebut meliputi kemiskinan, tidak memadainya sarana dan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

36

Universitas Indonesia

prasarana, tidak adekuatnya pemenuhan nutrisi, rendahnya

pemenuhan kebutuhan perawatan untuk anggota keluarga, dan

perasaan tidak berdaya. Termasuk dalam faktor sosial ekonomi

adalah kemampuan untuk menyediakan peralatan dan

perlengkapan mandi : sabun, pasta gigi, sampo, handuk, dll

Potter dan Perry (2005), mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi praktik hygiene seseorang adalah citra tubuh,

praktek sosial, status sosial ekonomi, pendidikan yang rendah,

pengetahuan, kultur budaya, motivasi kurang dan kondisi fisik

yang lemah.

Citra tubuh, merupakan konsep subyektif seseorang tentang

penampilan fisiknya. Citra tubuh mempengaruhi cara

mempertahankan perawatan diri. Menurut Struart (2009) citra

tubuh adalah kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak

disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi serta perasaan masa

lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi.

Dapat disimpulkan bahwa citra tubuh sangat berpengaruh bagi

seseorang terutama dalam hal penampilan fisiknya, seseorang

memiliki keyakinan terhadap ukuran, struktur, fungsi dan

penampilan diri untuk melakukan perawatan diri. Citra tubuh yang

negatif menyebabkan penurunan motivasi melakukan aktifitas

perawatan diri.

Tahap Perkembangan, pelajaran kebersihan diri dari orang tua

yang meliputi kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan

ketersediaan peralatan kebersihan diri merupakan beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi perawatan kebersihan diri. Remaja

dapat menjadi lebih perhatian pada kebersihan diri karena ada

ketertarikan pada teman. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan

sangat berpengaruh terhadap seseorang untuk melakukan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

37

Universitas Indonesia

perawatan diri sesuai dengan usia dan kelompok kerja.

Pengetahuan, pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri dan

implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik kebersihan

diri. Pembelajaran yang diharapkan dapat menguntungkan dalam

mengurangi risiko kesehatan dan memotivasi seseorang untuk

memenuhi perawatan diri yang diperlukan. Semakin rendah

tingkat pengetahuan seseorang menyebabkan ketidakmampuan

dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Kultur atau budaya, kepercayaan kebudayaan klien dan nilai

pribadi mempengaruhi perawatan diri. Kebudayaan di Asia

kebersihan dipandang penting bagi kesehatan. Beberapa negara di

Eropa, mandi biasa dilakukan hanya sekali dalam seminggu.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kebiasaan yang dimillki

tiap daerah ataupun bangsa dalam hal perawatan diri berbeda-

beda, disesuaikan dengan letak giografis dan kebiasaan

masyarakat setempat

Motivasi, setiap orang memiliki keinginan dan pilihan tentang

waktu untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut

sesuai dengan kebutuhan. Seseorang juga memiliki pilihan

mengenai bagaimana melakukan perawatan diri. Jika orang

tersebut tidak memiliki motivasi, maka dia tidak mampu

menentukan pilihan, hal ini akan mempengaruhi terpenuhinya

kebutuhan perawatan diri.

Kondisi fisik, orang yang mengalami atau menderita penyakit

tertentu atau yang menjalani operasi seringkali kekurangan energi

fisik atau ketangkasan untuk melakukan perawatan kebersihan

diri. Menurut Wilkinson (2007) defisit perawatan diri sering kali

disebabkan oleh intoleransi aktifitas, hambatan mobilitas fisik,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

38

Universitas Indonesia

nyeri, ansietas, gangguan kognitif atau persepsi .

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan

bahwa status sosial ekonomi, pendidikan yang rendah, kurangnya

pengetahuan, motivasi yang kurang dan kondisi fisik yang lemah

dapat mempengaruhi klien dalam mempertahankan aktifitas

pemenuhan perawatan diri, sehingga mengakibatkan klien

mengalami defisit perawatan diri.

2.5.2.2 Stressor Presipitasi

Stuart (2009) mendefinisikan stressor presipitasi sebagai suatu

stimulus yang dipersepsikan oleh individu apakah dipersepsikan

sebagai suatu kesempatan, tantangan, ancaman/tuntutan. Stressor

presipitasi bisa berupa stimulus internal maupun eksternal yang

mengancam individu. Komponen stressor presipitasi terdiri atas

sifat, asal, waktu dan jumlah stressor.

Sifat stresor, terjadinya defisit perawatan diri berdasarkan sifat

terdiri dari biologis, psikologis, dan sosial budaya. Sifat stresor

yang tergolong komponen biologis, misalnya penyakit infeksi,

penyakit kronis atau kelainan struktur otak. Komponen psikologis,

misalnya : intelegensi, ketrampilan verbal, moral, kepribadian dan

kontrol diri, pengalaman yang tidak menyenangkan, kurangnya

motivasi. Selanjutnya komponen sosial budaya, misalnya : adanya

aturan yang sering bertentangan antara individu dan kelompok

masyarakat, tuntutan masyarakat yang tidak sesuai dengan

kemampuan seseorang, ataupun adanya stigma dari masyarakat

terhadap seseorang yang mengalami gangguan jiwa sehingga klien

melakukan perilaku yang terkadang menentang hal tersebut yang

menurut masyarakat tidak sesuai dengan kebiasaan dan lingkungan

setempat.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

39

Universitas Indonesia

Asal stresor terdiri dari internal dan eksternal. Stresor internal atau

yang berasal dari diri sendiri seperti persepsi individu yang tidak

baik tentang dirinya, orang lain dan lingkungannya., merasa tidak

mampu, ketidakberdayaan. Stresor eksternal atau berasal dari luar

diri seperti kurangnya dukungan keluarga, dukungan masyarakat,

dukungan kelompok/teman sebaya, dan lain-lain.

Stuart (2009) menjelaskan bahwa waktu dilihat sebagai dimensi

kapan stresor mulai terjadi dan berapa lama terpapar stressor

sehingga menyebabkan munculnya gejala. Lama dan jumlah stresor

yaitu terkait dengan sejak kapan, sudah berapa lama, berapa kali

kejadiannya (frekuensi) serta jumlah stresor. Bila baru pertama kali

terkena masalah, maka penanganannya juga memerlukan suatu

upaya yang lebih intensif dengan tujuan untuk pencegahan primer.

Frekuensi dan jumlah stresor juga mempengaruhi individu, bila

frekuensi dan jumlah stresor lebih sedikit juga akan memerlukan

penanganan yang berbeda dibandingkan dengan yang mempunyai

frekuensi dan jumlah stresor lebih banyak. Dengan kata lain

seorang perawat harus memahami kondisi stresor yang dialami oleh

seorang individu sehingga penanganannya juga akan lebih baik.

Berbagai penyebab/stressor di atas, yang meliputi stressor predisposisi dan

stressor presipitasi yang dialami oleh klien defisit perawatan diri akan

memunculkan beberapa respon. Respon-respon tersebut merupakan pikiran,

sikap, tanggapan, perasaan dan perilaku yang ditunjukkan klien terhadap

kejadian yang dialami.

2.5.3 Respon terhadap Stresor Klien Defisit Perawatan Diri

Menurut Stuart (2009), respon terhadap stressor merupakan suatu

respon dari proses evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh

individu terhadap stressor dengan tujuan untuk melihat tingkat

kemaknaan dari suatu kejadian yang dialaminya. Secara spesifik

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

40

Universitas Indonesia

proses ini melibatkan respon kognitif, respon afektif, respon fisiologis,

respon perilaku dan respon sosial.

2.5.3.1 Respon Kognitif

Menurut Stuart (2009) respon kognitif adalah penilaian individu

secara kognitif terhadap stressor yang dialami dan merupakan

mediator bagi interaksi antara individu dan lingkungan. Individu

dapat menilai adanya suatu bahaya/potensi terhadap suatu stresor

yang dipengaruhi oleh : a) Pandangan/pengertian : sikap, terbuka

terhadap adanya perubahan, peran serta seseorang secara aktif dalam

suatu kegiatan, dan kemampuan untuk kontrol diri terhadap pengaruh

lingkungan. b) Sumber untuk toleransi terhadap masalah yang

dihadapi selama ini yang berasal dari diri sendiri serta lingkungannya.

c) Kemampuan koping, hal ini seringkali berhubungan dengan

pengalaman secara individual. d) Efektifitas koping yang

dipergunakan oleh klien dalam mengatasi masalahnya. e) Koping

yang tersedia dan dapat dipergunakan oleh klien.

Menurut Herdman (2012) respon kognitif pada klien defisit

perawatan diri meliputi tidak mengetahui cara perawatan diri yang

benar, adanya gangguan kognitif, penurunan persepsi,

ketidakmampuan melihat bagian tubuh dan ketidakmampuan

memahami hubungan spasial. Dapat disimpulkan bahwa respon

kognitif klien defisit perawatan diri adalah adanya penurunan

kemampuan secara kognitif, ketidakmampuan mengambil keputusan

dan ketidakmampuan mengatasi masalah.

2.5.3.2 Respon Afektif

Menurut Stuart (2009) Respon afektif adalah penilaian individu

secara afektif terhadap stressor yang dialami. Hal ini terkait dengan :

1) Ekspresi emosi : respons emosi dalam menghadapi masalah dapat

berupa perasaan sedih, gembira, takut, marah, menerima, tidak

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

41

Universitas Indonesia

percaya, antisipasi, surprise. 2) Klasifikasi dari emosi akan

tergantung pada tipe, lama dan intensitas dari stresor yang diterima

dari waktu ke waktu. 3) Mood dapat berupa emosi dan sudah

berlangsung lama yang akan mempengaruhi suasana hati seseorang.

4) Sikap (attitude): hal ini terjadi bila stresor telah berlangsung lama,

sehingga sudah menjadi suatu kebiasaan/pola bagi individu tersebut.

Menurut Stuart (2009) respon afektif defisit perawatan diri terkait

dengan : sedih, bingung, apatis/pasif, sehingga tidak ada motivasi

untuk melakukan perawatan diri. Tidak memiliki keinginan merawat

diri, tidak berdaya, putus asa, frustasi, gugup, muram, gelisah,

perasaan tidak mampu, perasaan negatif tentang dirinya dan rasa tidak

berguna, berakibat tidak terpenuhinya kebutuhan perawatan diri.

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Herdman (2012) bahwa

respon afektif klien defisit perawatan diri adalah penurunan motivasi

dan adanya kecemasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa respon

afektif yang berhubungan dengan klien defisit perawatan diri adalah

adanya perasaan sedih, apatis/pasif, tidak adanya motivasi melakukan

perawatan diri, perasaan negatif tenrhadap dirinya, penurunan mood

dan terbentuknya sikap dan pola yang menetap terhadap penurunan

kemauan perawatan diri karena stressor sudah dialami terlalu lama.

2.5.3.3 Respon Fisiologis

Menurut Stuart (2009) Respons fisiologis adalah penilaian individu

yang dimanifestasikan dengan adanya interaksi neuroendokrin, yang

dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan penunjang, meliputi : hormon

pertumbuhan, prolaktin, hormon adenokortikotropik, hormon

luteinising dan stimulasi folikel, hormon tiroid, vasopresin, oksitosin,

insulin, epineprin, norepineprin dan beberapa neurotransmiter lain di

otak. Respons fight atau flight yang dilakukan oleh klien dalam

menghadapi suatu permasalahan akan distimulasi oleh sistem saraf

otonom serta meningkatnya aktivitas dari pituitari adrenal.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

42

Universitas Indonesia

Menurut Herdman (2012) respon fisiologis pada klien defisit

perawatan diri, dapat dilihat dari adanya kelelahan, keletihan,

kelemahan, penurunan muskuloskeletal, penurunan neuromuskuler,

nyeri, ketidaknyamanan. Apabila dihubungkan dengan peran

neurotransmitter norepineprin, bahwa penurunan kadar norepineprin

akan menyebabkan kelemahan sehingga mengakibatkan seseorang

berperilaku negatif. Salah satu perilaku negatif yang ditimbulkan

adalah enggan melakukan aktifitas perawatan diri. Kesimpulannya,

penurunan kadar norepineprin menyebabkan kelelahan dan

mengakibatkan defisit perawatan diri.

2.5.3.4 Respon Perilaku

Respon perilaku merupakan suatu reflek dari respons emosi dan

perubahan fisiologis sebagai suatu kemampuan analisis kognitif

dalam menghadapi suatu situasi yang penuh dengan stres. Respon

perilaku pada defisit perawatan diri bermacam-macam. Menurut

Herdman (2012) perilaku yang ditampilkan klien defisit perawatan

diri meliputi : gangguan kemampuan dalam melakukan atau

menyelesaikan aktifitas perawatan diri : mandi; gangguan

kemampuan dalam melakukan atau menyelesaikan aktifitas berhias;

gangguan kemampuan dalam melakukan atau menyelesaikan aktifitas

makan minum; dan gangguan kemampuan dalam melakukan atau

menyelesaikan aktifitas toileting.

Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas mandi untuk diri sendiri, meliputi ketidakmampuan untuk

menuju/mengakses kamar mandi; mengeringkan tubuh; mendapatkan

perlengkapan mandi; memperoleh sumber air; mengatur suhu air

mandi; dan ketidakmampuan untuk membersihkan tubuh (Herdman,

2012). Pada klien defisit perawatan diri : mandi, ada yang mengalami

gangguan ketidakmampuan untuk melakukan semua aktifitas di atas,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

43

Universitas Indonesia

ada juga yang hanya mengalami gangguan ketidakmampuan

melakukan beberapa aktifitas tersebut.

Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas berpakaian untuk diri sendiri, meliputi gangguan dalam hal

mengikat pakaian; mendapatkan/mengambil pakaian; mengenakan

aksesoris yang diperlukan pakaian; memakai, melepas dan mengganti

sepatu; memakai, melepas dan mengganti kaus kaki; memakai,

melepas dan mengganti aksesoris yang diperlukan pakaian; memilih

pakaian; mempertahankan penampilan pada tingkat yang

memuaskan; mengambil pakaian; menempatkan pakaian di tubuh

bagian bawah; menempatkan pakaian di tubuh bagian atas;

menggunakan alat bantu; menggunakan resleting (Herdman, 2012).

Seperti halnya ketidakmampuan perawatan diri : mandi, pada klien

yang mengalami ketidakmampuan perawatan diri : berhias, tidak

semua klien mengalami ketidakmampuan melaksanakan semua

fungsi di atas, bahkan ada yang hanya melakukan aktifitas

berpakaian secara umum memerlukan bantuan.

Herdman (2012), mengemukakan tentang gangguan kemampuan

untuk melakukan atau menyelesaikan kegiatan makan sendiri,

meliputi ketidakmampuan membawa makanan dari tempat makan ke

mulut; mengunyah makanan; menyelesaikan makan; mengambil

makanan ke tempat makan; membersihkan peralatan makan; menelan

makanan dengan cara yang diterima oleh masyarakat; menelan

makanan dengan aman; menelan makanan yang cukup;

memanipulasi makanan di mulut; membuka container/tempat makan;

mengambil cangkir atau gelas; menyiapkan makanan untuk

dikonsumsi; menelan makanan; dan ketidakmampuan menggunakan

perangkat alat bantu. Klien defisit perawatan diri : makan, pada

kondisi tertentu sesuai tingkatannya memerlukan bantuan untuk

memenuhi kebutuhan makan dan minumnya, mulai dari

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

44

Universitas Indonesia

menyediakan makanan, memulai dan memproses makanan hingga

membersihkan perlengkapan makan.

Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas toileting untuk diri sendiri, meliputi ketidakmampuan klien

melaksanakan kebersihan toilet yang tepat;

menyiram toilet atau commode; sampai atau menuju toilet atau

commode; memanipulasi pakaian untuk toileting; bangkit dari toilet

atau commode; dan ketidakmampuan untuk duduk di toilet atau

commode (Herdman, 2012). Pada ketidakmampuan ini, pasie

memerlukan bantuan untuk memnuhi kebutuhan toiletingnya baik di

kamar mandi atau bahkan di tempat tidur karena adanaya

keterbatasan fisik.

2.5.3.5 Respons Sosial

Menurut Stuart (2009), respons sosial yaitu memandang masalah

yang muncul berasal dari kegagalan mereka sendiri dengan koping

yang dipergunakannya. Biasanya individu cenderung menyalahkan

dirinya sendiri, bersikap pasif dan perilakunya menarik diri.

Respon sosial defisit perawatan diri pada beberapa individu adalah :

kecenderungan untuk isolasi, partisipasi sosial berkurang, acuh

dengan lingkungan, personal hygiene jelek/tidak terpenuhi, sulit

berinteraksi, tidak tertarik dengan kegiatan yang bersifat menghibur

(Stuart, 2009). Klien biasanya cenderung menarik diri dari pergaulan

lingkungan sosial, karena kebersihan dirinya yang kurang, klien

menghindar bertemu dengan orang lain karena tidak percaya diri.

Respon yang telah diuraikan di atas merupakan sekumpulan tanda dan gejala

pada klien dengan defisit perawatan diri, apabila terdapat pada klien

menyebabkan klien berada pada rentang maladaptif karena ketidakmauan,

ketidaktahuan dan ketidakmampuannya untuk memenuhi kebutuhan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

45

Universitas Indonesia

perawatan diri. Penulis memberikan tindakan keperawatan untuk

menjadikan klien berada pada rentang adaptif.

Rentang Respon Perawatan Diri

Defisit perawatan diri merupakan respon maladaptif klien, sehingga penulis

berupaya untuk mengubah respon maladaptif tersebut menjadi respon

adaptif dengan cara meningkatkan kemampuan-kemampuan klien dan

keluarga untuk bisa memenuhi aktifitas perawatan diri. Perawatan diri

merupakan pola aktifitas kegiatan untuk diri sendiri yang membantu untuk

memenuhi tujuan terkait kesehatan dan dapat ditingkatkan (Herdman, 2012).

Gambar berikut ini menggambarkan tentang rentang respon adaptif dan

maladaptif defisit perawatan diri.

Gambar 2.1 Rentang Respon Perawatan Diri Stuart & Laraia ( 2005)

Gambar 2.1 menjelaskan bahwa klien defisit perawatan diri berada pada

rentang respon maladaptif karena adanya ketidakmauan, ketidakmampuan

dan ketidaktahuan untuk melakukan perawatan diri yang meliputi mandi,

berhias, makan dan minum serta toileting. Apabila klien memiliki kemauan,

kemampuan dan pengetahuan tentang cara melakukan aktifitas perawatan diri

dan dapat melaksanakan kegiatan tersebut secara mandiri, menggunakan alat-

alat untuk membantu perawatan diri hingga memanfaatkan sistem pendukung

Respon Maladaptif

Respon Adaptif

1. Mampu melakukan

perawatan diri secara mandiri

2. Menggunakan alat-alat untuk

membantu perawatan diri

3. Menggunakan dukungan

orang lain untuk melakukan

perawatan diri

1. Tidak mau melakukan

perawatan diri

2. Tidak mampu melakukan

perawatan diri

3. Tidak tahu cara melakukan

perawatan diri

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

46

Universitas Indonesia

yang ada untuk melakukan perawatan diri, maka klien tersebut berada pada

rentang respon yang adaptif.

Berdasarkan keterangan di atas diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan

adalah ketidakmampuan melakukan aktifitas perawatan diri : mandi, berhias,

makan dan minum serta toileting. Tujuan yang akan dicapai terhadap klien

dan keluarga adalah meningkatkan kemampuan klien dan keluarga dalam

memahami dan melaksanakan aktifitas pemenuhan perawatan diri yang

meliputi memenuhi kebutuhan mandi, berhias, makan dan minum serta

toileting.

2.5.4 Kemampuan Klien Defisit Perawatan Diri

Kemampuan atau koping merupakan pilihan atau strategi bantuan untuk

memutuskan mengenai apa yang dapat dilakukan dalam menghadapi

atau berespon terhadap suatu permasalahan akibat stres yang dialami.

Perawat dapat menentukan tindakan yang tepat dalam melakukan

asuhan keperawatan, dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki

oleh klien. Klien defisit perawatan diri diharapkan memiliki

kemampuan yang meliputi dua hal, yaitu sumber koping dan

mekanisme koping. Menurut Stuart (2009) sumber koping terdiri dari

empat hal, yaitu kemampuan individu (personal abilities), dukungan

sosial (social support), ketersediaan materi (material assets) dan

kepercayaan (positive belief).

Sumber koping adalah beberapa sumber potensi baik secara internal

maupun eksternal yang dapat dimanfaatkan untuk membantu

menyelesaikan masalah akibat stressor yang ada (Stuart, 2009).

Mekanisme koping adalah upaya sadar dari individu dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi akibat paparan stressor.

Penggunaan mekanisme koping dipengaruhi oleh tingkat stres, sumber

stres, serta kemampuan seseorang dalam menghadapi realitas hidup,

hubungan interpersonal, dan kesuksesan yang ditampilkan (Stuart,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

47

Universitas Indonesia

2009). Kesimpulannya, sumber koping maupun mekanisme koping

merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh klien defisit

perawatan diri dalam berespon terhadap stressor sehingga bisa

berperilaku secara adaptif.

2.5.4.1 Kemampuan Individu

Kemampuan individu adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu

dan biasa dilakukan dalam menghadapi masalah. Kemampuan

individu yang perlu dioptimalkan meliputi kemampuan dalam

memahami (kognitif) terhadap masalah yang dihadapi secara rasional.

Kemampuan dalam mengontrol emosi (afektif) terhadap masalah yang

ada. Secara fisiologis dan perilaku yang perlu dioptimalkan adalah

hidup teratur (aktivitas dan istirahat) dan pola makan yang teratur dan

bergizi sehingga asupan energi bisa mensuplai otak dengan baik.

Kemampuan memanfaatkan (dukungan sosial) yang ada dan

menggunakan nilai kepercayaan yang selaras dengan tidak bertolak

belakang dari nilai yang dimiliki.

Menurut Herdman (2012), kemampuan individu yang harus dimiliki

oleh klien defisit perawatan diri adalah kemampuan untuk melakukan

aktifitas perawatan diri dalam hal pemenuhan kebutuhan mandi ;

berhias ; makan dan minum ; serta toileting. Sedangkan pada klien

defisit perawatan diri biasanya didapatkan data rendahnya motivasi

klien dalam merawat diri, keterbatasan intelektual klien yang sangat

mempengaruhi dalam kemampuan perawatan diri dan keterbatasan

fisik serta ketidakmampuan memanfaatkan dukungan sosial.

2.5.4.2 Dukungan Sosial

Stuart (2009) dukungan sosial adalah sumber dukungan yang berasal

dari eksternal dan merupakan komponen terpenting dalam sumber

koping yang perlu dikembangakan. Dukungan sosial adalah dukungan

untuk individu yang didapat dari keluarga, teman, kelompok atau

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

48

Universitas Indonesia

orang-orang disekitar klien termasuk kader dan dukungan terbaik yang

diperlukan oleh klien adalah dukungan dari keluarga. Klien dengan

defisit perawatan diri sangat memerlukan dukungan sosial ini, karena

dukungan sosial akan membuat individu merasa tidak sendiri dan

berada pada lingkungan keluarga atau masyarakat yang care pada

dirinya. Apabila dukungan sosial tidak adekuat maka seseorang akan

merasa sendiri dan terlalu berat menghadapi stressor/masalahnya.

Keluarga sebagai care giver bagi klien harus memiliki kemampuan-

kemampuan tentang cara merawat klien. Kemampuan-kemampuan

yang harus dimiliki oleh keluarga terdiri dari kemampuan memahami

dan mengerti tentang cara melakukan aktifitas perawatan diri,

kemampuan memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan

perawatan diri pada klien, kemampuan untuk melakukan perawatan

diri pada klien defisit perawatan diri.

Kader kesehatan sebagai sistem pendukung bagi klien juga harus

memiliki kemampuan-kemampuan untuk ikut merawat klien defisit

perawatan diri. Kemampuan yang harus dimiliki oleh kader kesehatan

jiwa adalah kemampuan dalam melakukan kegiatan untuk memberikan

dukungan, dorongan dan motivasi kepada klien untuk melakukan

aktifitas pemenuhan perawatan diri yang meliputi mandi, berhias,

makan dan minum serta toileting. Kemampuan lain yang harus

dimiliki adalah pengetahuan tentang cara melakukan perawatan diri

dan kader harus siap memberikan bantuan pada klien apabila

diperlukan.

2.5.4.3 Ketersediaan Pelayanan kesehatan dan Finansial Materi

Ketersediaan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat

akan mempermudah dalam mengantisipasi permasalahan kesehatan

termasuk penanganan masalah defisit perawatan diri. Tujuan

ketersediaan pelayanan kesehatan adalah supaya masyarakat mudah

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

49

Universitas Indonesia

mendapatkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan

diselenggarakan oleh institusi pelayanan kesehatan yang disebut

Rumah Sakit. Menurut UU RI no 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit,dalam BAB VI pasal 19 ayat 1-3 Rumah Sakit sebagai pelayanan

kesehatan terdiri dari Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua

bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus memberikan

pelayanan utama pada satu jenis kekhususan tertentu. Contoh Rumah

Sakit Khusus adalah Rumah Sakit Jiwa. Rumah Sakit Jiwa

memberikan pelayanan kesehatan terkait masalah kesehatan jiwa.

Pelayanan kesehatan harus bisa menjamin dan memberikan

kemampuan pada klien untuk menyelesaikan masalah kesehatan.

Ketersediaan finansial, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

membutuhkan dana. Dana bisa berasal dari dana pribadi, asuransi

kesehatan pribadi atau jaminan kesehatan yang disediakan oleh

pemerintah (JAMKESDA). Klien defisit perawatan diri kebanyakan

menunjukkan kemampuan materi yang lemah atau kurang. Kelemahan

atau kekurangan ekonomi juga menyebabkan klien defisit perawatan

diri tidak mampu menjangkau pusat pelayanan kesehatan. Kelemahan

atau kekurangan ekonomi termasuk ketidakmampuan secara ekonomi

untuk menyediakan peralatan dan perlengkapan perawatan diri.

Peralatan dan perlengkapan perawatan diri tersebut meliputi

menyediakan sabun, pasta gigi, sampo ; pakaian yang memadai ;

makanan yang bergizi dan sarana untuk toileting.

Menurut UU kesehatan nomor 36 tahun 2009 Bab IX pasal 144 ayat 1-

5, dijelaskan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin

setiap orang mendapatkan kehidupan kejiwaan yang sehat ; upaya

kesehatan jiwa tersebut terdiri dari tindakan preventif, promotif,

kuratif dan rehabilitatif klien gangguan jiwa dan psikososial ; upaya

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

50

Universitas Indonesia

kesehatan jiwa tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara

pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat ; pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab menciptakan

kondisi kesehatan jiwa dan menjamin ketersediaan, aksesibilitas, mutu

dan pemerataan upaya kesehatan ; pemerintah dan pemerintah daerah

berkewajiban untuk mengembangkan upaya kesehatan jiwa berbasis

masyarakat sebagai bagian dari upaya kesehatan jiwa keseluruhan,

termasuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan jiwa.

Berdasarkan penjelasan di atas, klien-klien defisit perawatan diri yang

tidak mampu secara ekonomi bisa menggunakan fasilitas pemerintah

untuk memenuhi kebutuhan dalam hal materi terkait perawatan

kesehatannya. Fasilitas yang dimaksudkan adalah fasilitas berupa

jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) yang bisa didapatkan melalui

persetujuan RT, RW dan Kelurahan setempat. Beberapa klien defisit

perawatan diri yang membutuhkan jamkesda sudah berhasil

memanfaatkan fasilitas tersebut.

2.5.4.4 Kepercayaan

Kepercayaan (positive belief) merupakan keyakinan dan gambaran

positif seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang

dapat mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh

stresor. Stuart (2009) mengemukakan bahwa keyakinan harus

dikuatkan untuk membentuk keyakinan positif (kognitif) dan dapat

menguatkan afektif, kestabilan fisiologis tubuh, perilaku konstruktif

dan sosial yang baik. Keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan

terhadap tenaga kesehatan, keyakinan tentang kemampuan mengatasi

masalah, keyakinan bahwa perilaku dapat diubah dan keyakinan

terhadap pelayanan kesehatan.

Penyimpangan dalam aspek keyakinan pada klien defisit perawatan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

51

Universitas Indonesia

diri biasanya memiliki pikiran negatif terhadap kemampuan diri dalam

melakukan aktifitas perawatan diri. Penyimpangan lain tidak adanya

kepercayaan kepada petugas kesehatan bahwa petugas kesehatan dapat

membantu klien mengatasi masalahnya. Hal ini terbukti dari sebagian

besar perilaku klien dan keluarga dalam mencari pengobatan bagi

klien yang mengalami gangguan jiwa. Orang yang didatangi pertama

kali adalah Dukun, karena mereka percaya bahwa Dukun bisa

membantu kesembuhan mereka. Klien defisit perawatan diri juga

memiliki anggapan bahwa perilaku yang ada pada klien tidak akan

dapat diubah karena sudah terbentuk sejak lama dan bukan merupakan

masalah bagi klien.

Kemampuan-kemampuan yang terdiri dari sumber koping dan mekanisme

koping yang dimiliki oleh klien defisit perawatan diri inilah yang menjadi

perhatian khusus perawat, karena dengan mengetahui sumber koping dan

mekanisme koping tersebut menjadi dasar dalam pemberian suatu terapi

kepada klien defisit perawatan diri. untuk mencapai standar kemampuan

yang harus dimiliki oleh klien dan atau keluarga. Defisit perawatan diri,

diperkirakan sebagai akibat dari kurangnya sumber pendukung internal dan

eksternal, sehingga klien tidak mempunyai motivasi dalam melakukan

kegiatan sehari-hari dalam melakukan perawatan diri.

Berikut ini diuraikan mengenai tindakan keperawatan atau intervensi yang

dilakukan kepada klien dan keluarga klien defisit perawatan diri. Tindakan

keperawatan diberikan untuk melatih klien dan keluarga klien agar memiliki

kemampuan-kemampuan yang bisa digunakan sebagai upaya dalam

melakukan aktifitas pemenuhan perawatan diri yang meliputi mandi,

berhias, makan dan minum serta toileting.

2.5.5 Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri

Fokus intervensi keperawatan dalam hal ini terdiri dari dua : (1) Untuk

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan klien dan keluarga

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

52

Universitas Indonesia

melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan diri. (2) Untuk

membantu klien dengan keterbatasan dan melakukan perawatan yang

tidak dapat dilakukan klien.

Pada klien defisit perawatan diri, terapi yang dapat diberikan antara

lain terapi generalis (individu, keluarga dan kelompok) dan terapi

spesialis keperawatan jiwa di antaranya yaitu terapi perilaku

(individu), terapi supportif dan self help group (kelompok) serta

psikoedukasi keluarga (keluarga).

2.5.5.1 Tindakan terhadap Klien

Tindakan keperawatan diberikan kepada klien dengan tujuan supaya

klien memiliki kemampuan-kemampuan yang bisa digunakan untuk

memenuhi kebutuhan perawatan diri. Tindakan keperawatan yang

dilakukan tersebut terdiri dari tindakan generalis dan spesialis.

Tindakan Generalis

Tindakan generalis yang dilakukan adalah menjelaskan, melatih dan

mengajarkan kepada klien tentang cara memenuhi kebutuhan

perawatan diri. Hal ini bertujuan supaya klien memiliki kemampuan

secara mandiri untuk menyelesaikan aktifitas mandi, berhias, makan

dan minum serta toileting untuk diri sendiri.

Setelah diberikan tindakan keperawatan ini diharapkan klien mampu

mengungkapkan keinginan untuk meningkatkan kemandirian.

Menurut Herdman (2012) kemandirian yang akan dicapai adalah

kemandirian dalam menjaga kesehatan; kemandirian dalam

mempertahankan hidup; kemandirian dalam mempertahankan

pengembangan pribadi; kemandirian dalam mempertahankan

kesejahteraan; meningkatkan pengetahuan tentang strategi untuk

perawatan diri; meningkatkan tanggung jawab untuk perawatan diri;

dan meningkatkan perawatan diri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

53

Universitas Indonesia

Tindakan keperawatan generalis yang dilakukan untuk klien defisit

perawatan diri adalah :

a) Memberikan penjelasan tentang pentingnya perawatan diri,

alat-alat yang diperlukan untuk melakukan perawatan diri dan

cara-cara melakukan perawatan diri.

b) Memberikan latihan untuk mengatasi gangguan kemampuan

melakukan atau menyelesaikan aktivitas mandi untuk diri

sendiri, dengan cara melatih dan mengajarkan klien untuk

mandiri memenuhi aktifitasnya. Tindakan yang diberikan

adalah melatih klien untuk menuju/mengakses kamar mandi;

melatih klien untuk mengeringkan tubuh; melatih klien untuk

mendapatkan perlengkapan mandi; melatih klien untuk

memperoleh sumber air; melatih klien untuk mengatur suhu

air mandi; melatih klien untuk membersihkan tubuh

(Herdman, 2012). Asuhan keperawatan yang diberikan

perawat kepada klien defisit perawatan disesuaikan dengan

tingkat kebutuhan yang diperlukan.

c) Memberikan latihan untuk mengatasi gangguan kemampuan

melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian untuk

diri sendiri, ditujukan agar klien mampu memenuhi

kebutuhan berhias. Herdman (2012), menyebutkan tindakan

yang diberikan adalah melatih klien untuk mengikat pakaian;

melatih klien untuk mendapatkan/mengambil pakaian;

melatih klien untuk mengenakan aksesoris yang diperlukan

pakaian; melatih klien untuk memakai, melepas dan

mengganti sepatu; melatih klien untuk memakai, melepas dan

mengganti kaus kaki; melatih klien untuk memakai, melepas

dan mengganti aksesoris yang diperlukan pakaian; melatih

klien untuk memilih pakaian; melatih klien untuk

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

54

Universitas Indonesia

mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan;

melatih klien untuk mengambil pakaian; melatih klien untuk

menempatkan pakaian di tubuh bagian bawah; melatih klien

untuk menempatkan pakaian di tubuh bagian atas;

menggunakan alat bantu; melatih klien untuk menggunakan

resleting.

d) Memberikan latihan untuk mengatasi gangguan kemampuan

melakukan atau menyelesaikan kegiatan makan sendiri,

bertujuan untuk memandirikan klien dalam hal pemenuhan

kebutuhan makan dan minum. Herdman (2010), menyebutkan

tindakan yang dilakukan adalah melatih klien untuk

membawa makanan dari tempat makan ke mulut; melatih

klien untuk mengunyah makanan; melatih klien untuk

menyelesaikan makan; melatih klien untuk mengambil

makanan ke tempat makan; melatih klien untuk

membersihkan peralatan makan; melatih klien untuk menelan

makanan dengan cara yang diterima oleh masyarakat; melatih

klien untuk menelan makanan dengan aman; melatih klien

untuk menelan makanan yang cukup; melatih klien untuk

memanipulasi makanan di mulut; melatih klien untuk

membuka container/tempat makan; melatih klien untuk

mengambil cangkir atau gelas; melatih klien untuk

menyiapkan makanan untuk dikonsumsi; melatih klien untuk

menelan makanan; melatih klien untuk menggunakan

perangkat alat bantu.

e) Memberikan latihan untuk mengatasi gangguan kemampuan

melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting untuk diri

sendiri, bertujuan untuk membantu klien memenuhi

kebutuhan toileting. Herdman (2012) menyebutkan tindakan

yang dilakukan adalah melatih klien untuk melaksanakan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

55

Universitas Indonesia

kebersihan toilet yang tepat; melatih klien untuk menyiram

toilet atau commode; melatih klien untuk sampai ke toilet atau

commode; melatih klien untuk memanipulasi pakaian untuk

toileting; melatih klien untuk bangkit dari toilet atau

commode; melatih klien untuk duduk di toilet atau commode.

Tindakan Spesialis

Terapi spesialis keperawatan jiwa yang diberikan meliputi terapi

individu, terapi kelompok dan terapi keluarga. Terapi individu yang

diberikan adalah terapi perilaku token ekonomi, terapi kelompok

yang diberikan pada klien defisit perawatan diri adalah terapi

kelompok suportif dan terapi kelompok swa bantu, sedangkan terapi

keluarga yang diberikan adalah terapi psikoedukasi keluarga.

a. Terapi Perilaku/Behaviour Theraphy

Behaviour Therapy (BT) merupakan terapi spesialis keperawatan

jiwa yang didasarkan atas proses belajar dan mempunyai tujuan

mengubah perilaku negatif menjadi perilaku positif. Salah satu

cara untuk merubah perilaku negatif menjadi positif adalah

dengan token economy. Token ekonomi adalah bentuk dari

reinforcement positif yang digunakan baik secara individu

maupun kelompok klien di ruang psikiatri (Stuart & Laraia,

2005). Token ekonomi yaitu sebuah teknik berdasarkan prinsip

prinsip pengkondisian operan. Token ekonomi didesain bagi klien

gangguan jiwa agar menghasilkan perilaku yang diinginkan.

Pelaksanaan token ekonomi meliputi mengidentifikasi

kemampuan interpersonal yang positif dan perilaku self care klien

yang akan dikuatkan dan mendapatkan dispensasi berupa

tanda/token pada klien apabila kemampuannya meningkat

(Mc.Monagle & Sultana, 2004). Terapi perilaku token ekonomi

ini merupakan proses pendidikan dan peningkatan tingkah laku,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

56

Universitas Indonesia

sehingga dibutuhkan adanya keterbukaaan, kehangatan, empati

dan komunikasi terapeutik.

Tujuan terapi perilaku ini adalah untuk menghasilkan perubahan-

perubahan positif dalam berbagai perilaku meliputi kesehatan

pribadi, interaksi sosial, kehadiran dan formasi dalam pekerjaan

dan tugas rumah tangga, mengidentifikasi kemampuan

interpersonal yang positif, mengidentifikasi perilaku self care

klien, meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi

perilaku yang tidak diinginkan dengan pemakaian tokens (tanda-

tanda). Contohnya pada peningkatan perilaku merawat diri :

mandi, berpakaian/berhias, makan dan toileting.

Terapi perilaku token ekonomi digunakan untuk menghasilkan

perubahan-perubahan positif dalam berbagai tingkah laku yang

meliputi kesehatan pribadi, interaksi-interasi sosial, kehadiran dan

formasi dalam pekerjaan, performasi akademik, tugas-tugas

rumah tangga. Menurut Carson (2000) manfaat lain dari token

ekonomi adalah mengajarkan nilai pada klien karena token

diberikan apabila ada perubahan perilaku. Menurut Gerald Corey

(2003) tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang

ekstrinsik menjadi motivasi yang intrinsik. Harapannya adalah

perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan

sendirinya akan menjadi cukup dengan mengajarkan supaya

memelihara tingkah laku yang baru.

Prinsip terapi ini adalah : Individu menerima token segera setelah

mempertunjukkan perilaku yang diinginkan; bentuk token adalah

suatu obyek yang benar-benar diinginkan klien atau kehormatan

yang penuh arti atau hadiah yang bagus; hadiah dapat bersifat

individual tergantung dari umur, jenis kelamin, hobi, dan tipe

intensitas dari tanda yang tampak pada klien; besarnya

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

57

Universitas Indonesia

reward/hadiah adalah sama nilainya untuk semua individu dalam

suatu kelompok; penggunaan dari hukuman (respon costs) lebih

sedikit risikonya dibandingkan bentuk-bentuk hukuman yang lain;

individu dapat belajar ketrampilan-ketrampilan yang berhubungan

dengan masa depan.

Terapi token ekonomi yang dikembangkan mengacu pada 3 (tiga)

tahapan terapi token ekonomi (Liberman, 2000, Mc.Monagle &

Sultana, 2004 dalam Stuart & Laraia, 2005). Ketiga tahapan terapi

tersebut adalah sesi 1, yaitu mengadakan kontrak; sesi 2, yaitu

melatih kemampuan klien merawat diri : mandi dan

berpakaian/berhias, makan minum dan toileting (BAB dan BAK);

sesi 3, yaitu mengungkapkan manfaat dan hasil dari latihan setiap

sesi serta merencanakan tindak lanjut.

Pada pelaksanaannya, penulis melakukan modifikasi pada

tahapan yang kedua, yaitu melatih kemampuan klien. Modifikasi

tersebut adalah melakukan tahapan kedua melalui 4 kali

pertemuan. Sehingga langkah-langkah pelaksanaan terapi ini

terbagi dalam beberapa sesi, yaitu :

Sesi 1 : Mengidentifikasi dan menyepakati perilaku negative

yang ingin diubah dan token yang akan diberikan jika perilaku

negative tidak dilakukan dan berubah menjadi perilaku positif

Sesi 2 : Melatih kemampuan mengubah perilaku negatif 1

menjadi perilaku positif, yaitu melatih klien untuk melakukan

perawatan diri : mandi dan memberikan token jika sudah

dilakukan

Sesi 3 : Melatih kemampuan mengubah perilaku negatif 2

menjadi perilaku positif, yaitu melatih klien untuk melakukan

perawatan diri : berhias dan memberikan token jika sudah

dilakukan

Sesi 4 : Melatih kemampuan mengubah perilaku negative 3

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

58

Universitas Indonesia

menjadi perilaku positif, yaitu melatih klien untuk melakukan

perawatan diri : makan minum teratur dan memberikan token

jika sudah dilakukan

Sesi 5 : Melatih kemampuan mengubah perilaku negative 4

menjadi perilaku positif, yaitu melatih klien untuk melakukan

perawatan diri : toileting (BAB dan BAK) dengan tepat dan

memberikan token jika sudah dilakukan

Sesi 6 : Mengungkapkan manfaat serta hasil dari latihan setiap

sesi serta merencanakan tindak lanjut dan menulis/mengisi

buku catatan kegiatan harian klien.

b. Terapi Suportif/Supportif Terapi

Supportif group merupakan sekumpulan orang-orang yang

berencana, mengatur dan berespon secara langsung terhadap

issue-isue dan tekanan yang khusus maupun keadaan yang

merugikan. Tujuan awal dari grup ini didirikan adalah

memberikan support dan menyelesaikan pengalaman isolasi dari

masing-masing anggotanya (Grant-Iramu, 1997 dalam Hunt,

2004).

Tujuan terapi suportif adalah memberikan dukungan kepada

individu sehingga mampu mengatasi masalah yang dihadapinya

dengan cara menguatkan daya tahan mental yang ada,

mengembangkan mekanisme baru yang lebih baik untuk

mempertahankan kontrol diri dan mengembalikan keseimbangan

yang adaptif (dapat menyesuaikan diri), sehingga mampu

mencapai tingkat kemandirian yang lebih tinggi serta mampu

mengambil keputusan secara otonom (Maramis, 1998 dan

Rockland, 1989 dalam Stuart & Laraia, 2005).

Prinsip yang harus diperhatikan pada terapi suportif adalah

memperlihatkan hubungan saling percaya, memikirkan mengenai

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

59

Universitas Indonesia

ide dan alternatif untuk memecahkan masalah, mendiskusikan

area yang tabu (tukar pengalaman mengenai rahasia dan konflik

internal secara psikologis), menghargai situasi yang sama dan

bertindak bersama, adanya sistem pendukung yang membantu

(mutual support dan assistance) serta pemecahan masalah secara

individu (Chien, Chan & Thompson, 2006).

Pelaksanaan supportif group terbagi menjadi empat sesi yaitu :

Sesi 1 : mengidentifikasi kemampuan dan sumber pendukung

yang ada.

Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan

mengenai pengetahuan klien dan keluarga tentang defisit

perawatan diri, cara yang biasa dilakukan untuk perawatan diri,

hambatan dalam melakukan serta mengidentifikasi sumber

pendukung yang ada.

Sesi 2 : menggunakan sistem pendukung yang berasal dari

dalam, monitor hasil dan hambatannya

Kegiatan yang dilakukan pada sesi 2 ini adalah mendiskusikan

bersama klien dan keluarga mengenai kemampuan

menggunakan sistem pendukung dari dalam, misalnya keluarga

dan hambatannya. Hasil dari sesi 2 ini adalah klien memiliki

daftar kemampuan dalam menggunakan sistem pendukung

yang berasal dari dalam.

Sesi 3 : menggunakan sistem pendukung yang berasal dari luar,

monitor hasil dan hambatannya.

Kegiatan yang dilakukan pada sesi 3 ini adalah mendiskusikan

bersama klien dan keluarga mengenai kemampuan

menggunakan sistem pendukung dari luar, misalnya kelompok

atau masyarakat dan hambatannya. Hasil dari sesi 3 ini adalah

klien memiliki daftar kemampuan dalam menggunakan sistem

pendukung yang berasal dari luar.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

60

Universitas Indonesia

Sesi 4 : mengevaluasi hasil dan hambatan dalam menggunakan

sistem pendukung baik yang berasal dari dalam maupun yang

berasal dari luar.

Kegiatan yang dilakukan pada sesi ini adalah mengevaluasi

pengalaman yang dipelajari dan pencapaian tujuan,

mendiskusikan hambatan dan kebutuhan yang diperlukan

terkait dengan penggunaan sumber pendukung baik yang

berasal dari dalam maupun dari luar, dan cara memenuhi

kebutuhan tersebut.

c. Kelompok Swa Bantu/Self Help Group

Self help group merupakan satu pendekatan untuk

mempertemukan kebutuhan keluarga dan sumber penting untuk

keluarga dengan gangguan jiwa (Citron, et.all, 1999). Self help

group merupakan suatu kelompok atau peer dimana tiap anggota

saling berbagi masalah baik fisik maupun emosional atau issue

tertentu (Anonim, 2008). Self help group bertujuan untuk

mengembangkan empathy diantara sesama anggota kelompok di

mana sesama anggota kelompok saling memberikan penguatan

untuk membentuk koping yang adaptif. Self help group pada

keluarga dengan gangguan jiwa perlu dilakukan untuk membantu

keluarga mengatasi permasalahannya yang diselesaikan bersama

dalam kelompok.

Hasil penelitian pengaruh self help group terhadap kemampuan

keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa di Kelurahan

Sindang Barang dan Katulampa menunjukkan kemampuan

kognitif dan psikomotor keluarga dalam merawat klien gangguan

jiwa meningkat secara bermakna setelah melaksanakan self help

group (Utami, 2008). Bila dilihat dari hasil tersebut self help

group sangat penting dilakukan pada keluarga yang memiliki

anggota keluarga dengan gangguan jiwa.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

61

Universitas Indonesia

Tujuan dari terapi ini adalah : Membentuk self help group pada

keluarga dengan gangguan jiwa, Melakukan implementasi self

help group pada keluarga dengan gangguan jiwa, Mengevaluasi

self help group pada keluarga dengan gangguan jiwa,

Mendokumentasian kegiatan self help group pada keluarga

dengan gangguan jiwa.

Prinsip Self help group, Pembentukan self help group harus

memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini : Tiap anggota

kelompok berperan secara aktif untuk berbagi pengetahuan dan

harapan terhadap pemecahan masalah serta menemukan solusi

melalui kelompok; Sesama anggota saling memahami,

mengetahui dan membantu berdasarkan kesetaraan, respek antara

satu dengan yang lain dan hubungan timbal balik; Self help group

merupakan kelompok informal dan dibimbing oleh volunteer; Self

help group adalah kelompok self supporting anggota self help

group berbagi pengetahuan dan harapan terhadap pemecahan

masalah serta menemukan solusi melalui kelompok. Pembiayaan

untuk pelaksanaan kegiatan ditanggung bersama kelompok;

Kelompok harus menghargai privacy dan kerahasiaan dari

anggota kelompoknya; Pengambilan keputusan dengan

melibatkan kelompok dan kelompok harus bertanggung jawab

dalam pengambilan keputusan.

Pembentukan kelompok self help group merupakan langkah awal

dalam kegiatan self help group. Pembentukan self help group

dilaksananakan dalam tiga kali pertemuan .

a) Pertemuan pertama : Pembentukan kelompok

Pertemuan ini menjelaskan tentang konsep self help group dan

langkah-langkah pelaksanaan self help group

Menjelaskan tentang konsep self help group meliputi

pengertian self help group, tujuan self help group, prinsip

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

62

Universitas Indonesia

self help group, membuat beberapa kesepakatan (seperti

nama kelompok, anggota kelompok) dan aturan dalam

melaksanakan self help group.

Menjelaskan lima langkah kegiatan self help group :

Langkah I : Memahami masalah

Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan masalah

yang dihadapi oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga dengan gangguan jiwa. Setiap anggota

mengungkapkan masalah yang dihadapinya. Pertemuan

kedua dan seterusnya mendiskusikan kembali apa ada

masalah lain yang dialami oleh keluarga. Hasil dari langkah

pertama adalah kelompok memiliki daftar masalah.

Langkah II : Cara untuk menyelesaikan masalah.

Kegiatan yang dilakukan adalah peserta saling berbagi

informasi bagaimana cara mengatasi permasalahan yang

terjadi berdasarkan daftar masalah yang sudah dibuat. Bila

penyelesaian masalah tidak ditemukan maka bisa

menggunakan pedoman untuk menyelesaikan masalah.

Materi yang dapat diberikan adalah memberikan informasi

tentang kesehatan jiwa, tanda sehat jiwa, gangguan jiwa

(penyebab, tanda dan gejala, dampak gangguan jiwa bagi

klien dan keluarga), cara yang dapat dilakukan untuk

merawat anggota keluarga seperti berinteraksi, membantu

melakukan perawatan diri (mandi, menyisir rambut,

menggosok gigi, berpakaian), melakukan kegiatan (seperti

menyiapkan makan, mencuci piring, merapihkan rumah,

berbelanja), memberikan pujian klien dan keluarga, cara

memberikan obat. Materi tersebut diberikan oleh anggota

kelompok itu sendiri ataupun oleh tenaga kesehatan yang

ditunjuk dan disepakati oleh kelompok. Pertemuan kedua

dan seterusnya kegiatan yang dilakukan adalah

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

63

Universitas Indonesia

mendiskusikan cara penyelesaian masalah yang lain, apakah

ada tambahan. Jika cara penyelesaian masalah tidak

ditemukan dapat konsul kepada ahlinya. Hasil dari langkah

kedua adalah kelompok memiliki daftar cara penyelesaian

masalah

Langkah III : Memilih cara pemecahan masalah.

Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan tiap-tiap

cara penyelesaian masalah yang ada dalam daftar

penyelesaian masalah dan memilih cara penyelesaian

masalah dengan mempertimbangkan faktor pendukung dan

penghambat dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Pertemuan ke dua dan seterusnya adalah mendiskusikan

apakah ada cara lain yang dipilih dalam mengatasi masalah.

Hasil dari langkah ke tiga ini adalah daftar cara penyelesaian

masalah yang dipilih

Langkah IV : Melakukan tindakan untuk penyelesaian

masalah.

Kegiatan yang dilakukan adalah tiap peserta melakukan role

play (bermain peran) cara penyelesaian masalah yang telah

dipilih. Pertemuan ke dua dan selanjutnya melakukan role

play cara lain yang telah dipilih oleh kelompok. Hasil dari

langkah ke empat adalah kelompok memiliki daftar

penyelesaian masalah yang sudah dilatih.

Langkah V : Pencegahan kekambuhan.

Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan cara – cara

mencegah kekambuhan, tanda dan tanda kekambuhan dan

tindakan yang dilakukan saat kekambuhan terjadi.

Pertemuan kedua dan selanjutnya adalah mendiskusikan

tentang cara lain untuk mencegah kekambuhan dan tindakan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

64

Universitas Indonesia

yang dilakukan saat kekambuhan terjadi. Hasil dari langkah

kelima adalah daftar cara mencegah kekambuhan dan

tindakan yang dilakukan jika kekambuhan terjadi.

b) Pertemuan kedua : Pendampingan

Pertemuan kedua dilakukan setelah penjelasan konsep self help

group dan lima langkah kegiatan self help group. Pertemuan ini

dipimpin oleh leader yang ditunjuk oleh kelompok namun

masih didampingi oleh tenaga profesional.

Mendiskusikan masalah yang dihadapi oleh keluarga yang

memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Setiap

peserta mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

Kelompok membuat daftar masalah .

Mendiskusikan cara mengatasi permasalahan yang terjadi

berdasarkan daftar masalah yang sudah dibuat. Kelompok

menyusun daftar cara penyelesaian masalah.

Mendiskusikan tiap-tiap cara penyelesaian masalah yang

ada dalam daftar penyelesaian masalah dan memilih cara

penyelesaian masalah. Kelompok membuat daftar cara

penyelesaian masalah yang dipilih.

Melakukan role play (bermain peran) oleh peserta tentang

cara penyelesaian masalah yang telah dipilih. Kelompok

membuat daftar penyelesaian masalah yang sudah dilatih.

Mendiskusikan cara – cara mencegah kekambuhan, tanda

dan tanda kekambuhan dan tindakan yang dilakukan saat

kekambuhan terjadi. Kelompok membuat daftar cara

mencegah kekambuhan dan tindakan yang dilakukan jika

kekambuhan terjadi.

c) Pertemuan ketiga : Pelaksanaan Mandiri

Pertemuan ketiga merupakan tahap akhir pembentukan self

help group, dipimpin oleh leader yang merupakan anggota

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

65

Universitas Indonesia

kelompok tersebut. Peran terapis pada pertemuan ketiga ini

adalah memfasilitasi jalannya kegiatan self help group

Mendiskusikan masalah lain yang dihadapi oleh keluarga

yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa

berdasarkan daftar masalah .Bila ada masalah baru,

kelompok menulis pada daftar masalah.

Mendiskusikan cara mengatasi permasalahan yang terjadi

berdasarkan daftar masalah yang sudah dibuat.

Mendiskusikan cara penyelesaian masalah yang lain yang

ditulis dalam daftar cara penyelesaian masalah.

Melakukan role play (bermain peran) oleh peserta tentang

cara penyelesaian masalah yang telah dipilih.

Mendiskusikan tindakan lain yang dapat dilakukan saat

kekambuhan terjadi.

2.5.5.2 Tindakan terhadap Keluarga

Tindakan keperawatan diberikan kepada keluarga klien dengan

tujuan supaya keluarga klien memiliki kemampuan-kemampuan yang

bisa digunakan untuk membantu klien memenuhi kebutuhan

perawatan diri. Tindakan keperawatan yang dilakukan tersebut terdiri

dari tindakan generalis dan spesialis.

Tindakan Generalis

Tindakan generalis yang dilakukan adalah menjelaskan, melatih dan

mengajarkan kepada keluarga klien tentang cara memenuhi

kebutuhan perawatan diri. Tindakan/intervensi generalis yang

diberikan kepada keluarga bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan keluarga dalam :

a. Mengidentifikasi masalah defisit perawatan diri yang meliputi

pemenuhan aktifitas mandi, berhias, makan dan minum serta

toileting.

b. Mengambil keputusan dalam merawat klien dengan defisit

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

66

Universitas Indonesia

perawatan diri yang meliputi pemenuhan aktifitas mandi, berhias,

makan dan minum serta toileting.

c. Merawat klien dengan defisit perawatan diri yang meliputi

membantu klien dalam pemenuhan aktifitas mandi, berhias,

makan dan minum serta toileting.

d. Memodifikasi lingkungan yang mendukung untuk merawat klien

defisit perawatan diri termasuk menyediakan peralatan untuk

pemenuhan aktifitas mandi, berhias, makan dan minum serta

toileting.

e. Memanfaatkan sistem pelayanan kesehatan yang dapat digunakan

untuk mendukung merawat klien dengan defisit perawatan diri.

Kegiatan yang dilakukan dalam memberikan tindakan keperawatan

generalis kepada keluarga adalah :

a. Mendiskusikan bersama keluarga tentang fasilitas kebersihan diri

yang dibutuhkan oleh klien untuk menjaga perawatan diri klien

b. Menganjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri klien

dan membantu mengingatkan klien dalam merawat diri sesuai

jadwal yang telah disepakati.

c. Menganjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas

keberhasilan klien dalam merawat diri.

Tindakan Spesialis

Tindakan spesilis yang diberikan oleh penulis terhadap keluarga

klien adalah terapi spesialis keperawatan jiwa psikoedukasi keluarga.

Berikut ini dijelaskan secara rinci tentang terapi psikoedukasi

keluarga.

Terapi Psikoedukasi Keluarga/Family Psico Educasy

Family Psychoeducation Therapy adalah salah satu elemen program

perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi

dan edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

67

Universitas Indonesia

psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan

pragmatik (Stuart, 2009).

Psikoedukasi keluarga merupakan sebuah metode yang berdasarkan

pada penemuan klinik terhadap pelatihan keluarga yang bekerjasama

dengan tenaga keperawatan jiwa profesional sebagai bagian dari

keseluruhan intervensi klinik untuk anggota keluarga yang

mengalami gangguan. Terapi ini menunjukkan adanya peningkatan

outcomes pada klien dengan schizofrenia dan gangguan jiwa berat

lainnya (Anderson, 1983 dalam Levine, 2002).

Prinsip psikoedukasi dapat membantu anggota keluarga dalam

meningkatkan pengetahuan tentang penyakit melalui pemberian

informasi dan edukasi yang dapat mendukung pengobatan dan

rehabilitasi klien dan meningkatkan dukungan bagi anggota keluarga

itu sendiri.

Tujuan utama psikoedukasi keluarga adalah untuk berbagi informasi

tentang perawatan klien dengan gangguan jiwa pada anggotanya

(Varcarolis, 2006). Sedangkan menurut Levine (2002), Stuart (2009)

tujuan psikoedukasi keluarga adalah untuk mengurangi kekambuhan

klien gangguan jiwa, meningkatkan fungsi klien dan keluarga

sehingga mempermudah klien kembali ke lingkungan keluarga dan

masyarakat dengan memberikan penghargaan terhadap fungsi sosial

dan okupasi klien gangguan jiwa. Tujuan lain dari program ini adalah

untuk memberi dukungan terhadap anggota keluarga yang lain dalam

mengurangi beban keluarga terutama beban fisik dan mental dalam

merawat klien gangguan jiwa untuk waktu yang lama.

Sedangkan tujuan khusus dari terapi psikoeduksi ini adalah :

meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang penyakit dan

pengobatan; meningkatkan kemampuan keluarga dalam upaya

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

68

Universitas Indonesia

menurunkan angka kekambuhan; mengurangi beban keluarga;

melakukan penelitian yang berkelanjutan tentang perkembangan

keluarga; melatih keluarga untuk lebih bisa mengungkapkan

perasaan, bertukar pandangan antar anggota keluarga dan orang lain.

Berdasarkan uraian tujuan khusus yang akan dicapai seperti

diuraikan di atas, pencapaian terapi Family Psyhcoeducy dapat

dilakukan dalam 5 sesi, sebagai berikut :

Sesi 1 : Mengidentifikasi masalah yang dihadapi keluarga.

Kegiatan yang dilakukan pada sesi 1 ini adalah penyampaian

tujuan dan kontrak program psikoedukasi kepada keluarga.

Kemudian sharing pengalaman keluarga dalam merawat anggota

keluarga dengan gangguan jiwa (masalah pribadi yang dihadapi

oleh caregiver dan masalah dalam merawat klien defisit

perawatan diri) serta keinginan dan harapan keluarga selama

mengikuti program psikoedukasi keluarga.

Sesi 2 : Mendiskusikan cara merawat klien defisit perawatan diri.

Kegiatan yang dilakukan pada sesi 2 ini adalah penyampaian

materi tentang gangguan jiwa yang dialami oleh klien defisit

perawatan diri yaitu materi tentang pengertian, gejala, etiologi,

prognosis, intervensi dan terapi yang dapat diberikan kepada klien

gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri yang disertai dengan

informasi dan demonstrasi serta role play tentang cara merawat

klien dengan gangguan jiwa (khususnya defisit perawatan diri) di

rumah.

Sesi 3 : Manajemen stres keluarga

Kegiatan yang dilakukan pada sesi 3 ini adalah pemberian materi

tentang manajemen stres yang dialami oleh keluarga akibat

merawat klien defisit perawatan diri, hambatan dan cara

mengatasinya yang disertai dengan diskusi dan role play.

Sesi 4 : Manajemen beban keluarga

Kegiatan yang dilakukan pada sesi 4 ini adalah mengidentifikasi

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

69

Universitas Indonesia

adanya tanda-tanda beban yang dialami oleh keluarga dan cara

mengatasi beban yang dialami akibat adanya anggota keluarga

yang menderita gangguan jiwa (khususnya defisit perawatan diri).

Cara berkomunikasi serta latihan asertif bagi keluarga untuk

mengungkapkan perasaan masing-masing disertai dengan diskusi

dan role play.

Sesi 5 : Pemberdayaan komunitas untuk membantu keluarga.

Kegiatan yang dilakukan pada sesi 5 ini adalah mengidentifikasi

hambatan yang dialami oleh keluarga dalam merawat klien

gangguan jiwa (khususnya defisit perawatan diri) di rumah,

hambatan dalam berhubungan dengan tenaga kesehatan dan cara

mengatasi hambatan dalam berkolaborasi, serta diskusi dengan

tenaga kesehatan dari Puskesmas tentang sistem rujukan, advokasi

hak-hak klien gangguan jiwa dan mencari dukungan untuk

pembentukan kelompok suportif dan swabantu.

Beberapa terapi keperawatan di atas diberikan oleh penulis kepada klien

dan keluarganya dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang tepat

untuk mengatasi masalah klien dan keluarga. Keperawatan merupakan

suatu profesi dan diakui sebagai suatu disiplin ilmiah karena profesi

keperawatan didasarkan kepada ilmu pengetahuan yang teoritis.

Penggunaan pengetahuan yang teoritis, pengembangan metode-metode

secara sistematis memberikan peningkatan dan keberhasilan pelayanan

keperawatan sehingga tindakan keperawatan yang dilakukan dapat

dipertanggungjawabkan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dan

kepercayaan diri perawat.

2.6 Konseptual Model Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa

Asuhan keperawatan jiwa diberikan kepada klien defisit perawatan diri

dengan penerapan teori dan model keperawatan yang tepat dan pendekatan

keperawatan. Penulis dalam melakukan asuhan keperawatan klien dengan

defisit perawatan diri ini juga menggunakan teori dan model konsep

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

70

Universitas Indonesia

keperawatan yaitu teori Self Care Dorothy Orem. Pendekatan keperawatan

yang digunakan adalah pendekatan pelayanan keperawatan yang berbasis

komunitas yaitu CMHN (Community Mental Health Nursing) yang

mengutamakan peran serta masyarakat untuk meningkatkan derajat

kesehatan. Berikut ini diuraikan mengenai teori Self Care Orem dan konsep

CMHN.

2.6.1 Teori dan Konsep Model Self Care Dorothy Orem

Teori adalah suatu kumpulan pernyataan untuk menguraikan,

menjelaskan dan meramalkan hubungan dari beberapa konsep untuk

memproyeksikan sebuah fenomena. (Power dan Knapp, 1995, dalam

Tomey, 2006). Teori membantu memberikan pengetahuan kepada

perawat untuk meningkatkan praktik keperawatan dengan cara

menguraikan, menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan

fenomena.

Model merupakan sebuah gambaran yang abstrak dari realitas, sebagai

sebuah cara untuk memvisualisasikan realitas sehingga dapat

mempermudah cara berpikir. Konseptual model memperlihatkan

bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang beraneka ragam

dengan aplikasi berbagai teori untuk memprediksi atau mengevaluasi

berbagai alternatif dari konsekuensi-konsekuensi. Hal ini menjadi

dasar dalam pengembangan dan dalam rangka penerapan terapi

spesialis keperawatan jiwa.

Orem memberi label bagi teorinya Self-care deficit theory of nursing

sebagai teori umum. Teori ini disusun atas tiga teori yang saling

berhubungan:

a. Theory self-care (Perawatan diri)

Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang bisa melakukan atau

mampu berfungsi secara optimal untuk melakukan kegiatan

pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya sendiri secara mandiri

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

71

Universitas Indonesia

tanpa bantuan.

b. Theory self-care deficit (Ketidakmampuan perawatan mandiri)

Asumsi teori ini menjelaskan bahwa suatu saat pada kondisi

tertentu, seseorang bisa mengalami kondisi bahwa dia tidak mampu

melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya

sendiri. Sehingga pada kondisi ini individu mengalami self care

defisit.

c. Theory of nursing system (Teori sistem keperawatan)

Asumsi teori ini bahwa ketika seseorang tidak mampu memenuhi

kebutuhan perawatan dirinya secara mandiri, maka dia memerlukan

bantuan, dan perawat sebagai nursing agency harus memberikan

bantuan kepada orang tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan

perawatan dirinya.

Secara umum, keyakinan dari teori self care menurut Orem adalah

bahwa tidak ada keterbatasan pada seseorang untuk melakukan

perawatan bagi dirinya sendiri. Artinya bahwa setiap orang mampu

untuk melakukan kegiatan memenuhi kebutuhan perawatan dirinya

secara mandiri. Tindakan keperawatan yang diberikan sebagai

bantuan bagi klien bertujuan untuk memandirikan klien dalam

pemenuhan perawatan diri/self care.

Gambar 2.2 berikut ini menjelaskan tentang hubungan antara self care

demand, dengan self care agency dan peran nursing agency supaya

terjadi kemampuan pemenuhan self care secara mandiri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

72

Universitas Indonesia

Gambar 2.2. A conceptual framework for nursing. R, Relationship:<,

deficitrelationship, current or projected

Diambil dari Orem, D.E. (2001). Nursing: Concepts of practice.

[6th

edition. hal.491] St.Louis: Mosby

Keseluruhan kegiatan perawatan diri dilakukan guna memenuhi

kebutuhan perawatan diri seseorang dengan menggunakan metode

yang valid yang diistilahkan Orem sebagai therapeutic self care

demand, yaitu suatu kegiatan yang sengaja dilakukan sesuai

kemampuan didasarkan pada keputusan yang tepat sesuai dengan

keadaan. Perawat menggunakan kegiatan gabungan berarti bahwa

kegiatan perawat perlu dikoordinasi, dilakukan secara serentak atau

berhubungan. Seseorang yang melakukan kegiatan harus mempunyai

pengetahuan sensori dan kewaspadaan pada situasi, serta

merefleksikan pada pengetahuan kemudian membuat keputusan.

Seseorang yang memberikan perawatan diri baik pada diri sendiri atau

pada orang lain disebut sebagai self care agent. Self care agent

dipengaruhi oleh conditioning factor yaitu berbagai faktor internal

atau eksternal setiap individu yang mempengaruhi kemampuannya

SELF-

CARE

SELF-

CARE

AGENCY

SELF-

CARE

DEMAND

D

DEFICIT

NURSING

AGENCY

F

A

K

T

O

R

K

O

N

D

I

S

I

FAKTOR

KONDISI

R R

R

R R

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

73

Universitas Indonesia

untuk melakukan self-care seperti usia, jenis kelamin, tahap

perkembangan, status kesehatan, orientasi sosial budaya, sistem

pelayanan kesehatan, sistem keluarga, gaya hidup, faktor lingkungan,

latar belakang pengalamannya dan ketersediaan sumber daya. Secara

normal, orang yang sudah dewasa mampu melakukan perawatan bagi

diri sendiri, bayi, anak-anak, lansia, orang sakit dan cacat yang

membutuhkan bantuan penuh atau dibantu dalam kegiatan perawatan

diri.

Sel care deficit adalah kondisi yang terjadi ketika hubungan antara

self-care agency dengan self care therapeutic demand tidak seimbang.

Self care agency tidak cukup mampu menggunakan self care

therapeutic demand untuk melakukan kegiatan dalam memenuhi

kebutuhannya. Pada saat inilah diperlukan bantuan dari nursing

agency.

Nursing Agency adalah karakteristik orang yang memenuhi syarat dan

memiliki kemampuan memberikan bantuan untuk memenuhi self

care. Nursing agency merupakan seseorang baik laki-laki atau wanita,

atau salah satu anggota keluarga klien dengan kemampuan khusus

yang bersedia memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan

perawatan diri. Kemampuan khusus harus mereka miliki agar

memungkinkan mereka memberikan bantuan dalam mengatasi

tuntutan kesehatan dan memenuhi kebutuhan perawatan diri bagi

klien.

Orem mengidentifikasi 5 metode yang dilakukan perawat untuk

memberikan bantuan keperawatan yaitu:

a. Memberikan bantuan langsung dalam bentuk tindakan keperawatan.

b. Memberikan panduan, arahan dan memfasilitasi kemampuan klien

dalam memenuhi kebutuhannya secara mandiri.

c. Mengajarkan klien tentang prosedur dan aspek-aspek tindakan agar

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

74

Universitas Indonesia

klien dapat melakukan perawatan dirinya secara mandiri

d. Memberikan dorongan secara fisik dan psikologik agar klien dapat

mengembangkan potensinya untuk melakukan perawatan secara

mandiri.

e. Menyediakan dan mempertahankan lingkungan yang mendukung

perkembangan pribadi klien untuk meningkatkan kemandirian

dalam perawatan.

Tindakan perawatan sebagai metode bantuan yang diberikan pada

klien menurut theory of nursing system terdiri dari :

a. Wholly compensatory

Perawat mengambil alih semua kebutuhan self care terapeutik klien

atau untuk mengkompensasi ketidakmampuan klien

mengikutsertakan perawatan dirinya atau ketika klien

membutuhkan bimbingan yang kontinu dalam perawatan dirinya.

Diberikan pada klien dengan tingkat ketergantungan tinggi (total

care). Contoh pada klien defisit perawatan diri yang mengalami

keterbatasan fisik, yang tidak mampu melakukan kegiatan

pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya secara mandiri.

b. Partly compensatory

Klien dan perawat bersama-sama memenuhi kebutuhan perawatan

diri klien seperti activity daily living atau ambulasi. Perawat

mengambil alih beberapa aktifitas self care yang tidak dapat

dilakukan klien, contoh pada klien defisit perawatan diri yang

berusia lanjut, klien masih dapat melakukan sebagian kegiatan

untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.

c. Supportive educative system

Yaitu dimana klien membutuhkan bantuan dalam mengambil

keputusan, mengkontrol tingkah laku dan tambahan ketrampilan

serta pengetahuan. Dimana sistem ini klien mampu melakukan

perawatan diri dengan bantuan. Peran perawat adalah menjadikan

klien sebagai self care agent. Contoh pada klien defisit perawatan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

75

Universitas Indonesia

diri dimana keluarganya diajarkan untuk membantu memenuhi

kebutuhan perawatan diri klien dalam hal mandi, berhias, makan

minum dan toileting.

2.6.2 Community Mental Health Nursing

Manajemen adalah proses pelaksanaan kerja yang dilakukan melalui

orang (Gillies, 1994). Manajemen keperawatan adalah pendekatan

sistem yang menjelaskan sebagai suatu proses yang sejajar dan

menunjang proses keperawatan. Proses manajemen keperawatan

selaras proses keperawatan meliputi tahapan pengumpulan data

(pengkajian), diagnosa atau identifikasi masalah kesehatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil. Adanya keselarasan

antara proses manajemen keperawatan dengan proses asuhan

keperawatan diharapkan keduanya saling menopang dalam

mewujudkan pelayanan keperawatan yang professional.

Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan

kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat yang membutuhkannya,

sehingga manajemen pelayanan keperawatan yang adekuat perlu

diterapkan dalam mewujudkan pelayanan keperawatan yang

berkualitas. Pelayanan Keperawatan atau intervensi keperawatan untuk

penanganan masalah gangguan jiwa berdasarkan paradigma sehat yang

dicanangkan Departemen Kesehatan lebih menekankan pada upaya

pencegahan (preventif) dan promotif, namun upaya ini tidak akan

tercapai bila hanya dilakukan di rumah sakit. Oleh karena itu

pandangan hospital based bergeser menjadi community based.

Community Mental Health Nursing (CMHN) memberikan perawatan

dengan metode yang efektif dalam merespon kebutuhan kesehatan

jiwa individu, keluarga atau kelompok. Konsep dari community mental

health ditujukan kepada kesehatan jiwa secara kolektif bagi semua

orang yang tinggal dimasyarakat (Mohr, 2006). Tujuan dari

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

76

Universitas Indonesia

Community Mental Health Nursing (CMHN) yaitu memberikan

pelayanan, konsultasi dan edukasi, informasi mengenai prinsip-prinsip

kesehatan jiwa kepada para agen komunitas lainnya, menurunkan

angka risiko terjadinya gangguan jiwa, dan meningkatkan penerimaan

komunitas terhadap praktek kesehatan jiwa melalui edukasi (Stuart,

2009).

Community Mental Health Nursing (CMHN) yang dikembangkan

diadaptasi dari modul yang dikembangkan oleh FIK UI dan WHO

(2006). Kegiatan CMHN ini dilakukan oleh perawat CMHN yang

berada di Puskesmas Bogor Timur bersama KKJ. Keliat (2011)

menguraikan manajemen keperawatan jiwa komunitas dalam empat

pilar, yaitu Pilar I Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas,

Pilar II Pemberdayaan Masyarakat, Pilar III Kemitraan Lintas Sektor

dan Lintas Program dan Pilar IV Manajemen Kasus Kesehatan Jiwa.

Semua kegiatan ini akan dilakukan oleh perawat CMHN yang berada

di Puskesmas bersama dengan Kader Kesehatan Jiwa. Aplikasi

penerapan tiap pilar tersebut asalah sebagai berikut :

a. Pilar I : Manajemen Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas

Pendekatan manajemen yang digunakan adalah empat fungsi

manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

pengendalian.

Perencanaan :

Siagian (1990, dalam Keliat, 2011) mendefinisikan

perencanaan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan

penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa

mendatang dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Berdasarkan hierarki perencanaan menurut Marquis

dan Houston (1998, dalam Keliat, 2011), kegiatan perencanaan

yang akan ditetapkan di layanan keperawatan kesehatan jiwa

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

77

Universitas Indonesia

komunitas meliputi perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan

dan perencanaan.

Rencana kegiatan yang disusun oleh perawat CMHN dalam

penatalaksanaan klien gangguan jiwa dengan defisit perawatan

diri disebut sebagai rencana bulanan. Rencana bulanan perawat

CMHN terdiri dari kegiatan manajerial dan kegiatan asuhan

keperawatan.

Kegiatan manajerial dalam rencana bulanan perawat CMHN

yaitu jadwal supervisi kader dan jadwal rapat/pertemuan

bersama kader. Kegiatan asuhan keperawatan dalam rencana

bulanan perawat CMHN yaitu jadwal memberikan pendidikan

kesehatan untuk kelompok klien gangguan jiwa dengan

masalah defisit perawatan diri; jadwal memberikan asuhan

keperawatan gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan

diri; jadwal melakukan terapi aktifitas kelompok dan

rehabilitasi untuk klien gangguan jiwa dengan masalah defisit

perawatan diri.

Rencana bulanan tokoh masyarakat/kader disusun untuk

membantu menangani masalah defisit perawatan diri pada klien

gangguan jiwa dan keluarga dengan anggota keluarga

mengalami gangguan jiwa di RW 02 dan RW 12. Rencana

yang disusun adalah : menggerakkan keluarga klien gangguan

jiwa untuk mengikuti penyuluhan tentang cara merawat klien;

menggerakkan klien gangguan jiwa untuk mengikuti TAK dan

rehabilitasi; melakukan kunjungan rumah pada klien gangguan

jiwa yang telah mandiri; merujuk kasus gangguan jiwa kepada

perawat CMHN dan mendokumentasikan kegitan yang telah

dilaksanakan dalam buku kegiatan kader.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

78

Universitas Indonesia

Pengorganisasian :

Pengorganisasian adalah pengelompokkan aktifitas untuk

mencapai suatu tujuan, penugasan suatu kelompok tenaga

keperawatan untuk proses koordinasi aktifitas yang tepat, baik

vertikal maupun horizontal, yang bertanggung jawab untuk

mencapai tujuan Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ) (Keliat, 2011).

Pengorganisasian di Desa Siaga Sehat Jiwa terdiri dari struktur

organisasi petugas layanan keperawatan kesehatan jiwa

komunitas dan pengelompokkan keluarga pada Desa Siaga

Sehat Jiwa.

Struktur organisasi petugas layanan keperawatan kesehatan

jiwa komunitas di DSSJ dipimpin oleh perawat CMHN

puskesmas. Perawat CMHN bertanggung jawab terhadap

Kelurahan Baranang Siang, ada 2 RW di Kelurahan Baranang

Siang yang menjadi tanggung jawabnya yaitu RW 02 dan RW

12. Perawat CMHN mengorganisir KKJ yang ada di RW 02

dan RW 12.

KKJ di RW 02 dan RW 12 memiliki daftar keluarga yang

sudah dikelompokkan. Pengelompokkan keluarga dilakukan

berdasarkan asuhan keperawatan yang diberikan. Yaitu asuhan

keperawatan untuk keluarga dan klien gangguan jiwa dengan

masalah defisit perawatan diri. Kelompok klien gangguan jiwa

dan keluarga dengan anggota keluarga mengalami gangguan

jiwa dengan masalah defisit perawatan diri dijadwalkan untuk

diberikan terapi aktifitas kelompok dan rehabilitasi.

Pengarahan :

Keliat (2011) mendefinisikan pengarahan sebagai langkah

pengejawantahan rencana kegiatan dalam bentuk tindakan guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kegiatan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

79

Universitas Indonesia

pengarahan yang dilaksanakan pada layanan keperawatan

kesehatan jiwa komunitas yaitu menciptakan budaya motivasi,

menerapkan manajemen waktu, melaksanakan pendelegasian,

melaksanakan supervisi dan komunikasi yang efektif,

melakukan manajemen konflik dan melakukan advokasi serta

negosiasi.

Perawat CHMN melakukan kegiatan komunikasi, supervisi dan

pendelegasian untuk membantu klien gangguan jiwa dengan

masalah defisit perawatan diri. Komunikasi dilakukan kepada

KKJ untuk menjalin dan membina hubungan saling percaya

dalam rangka penangan klien gangguan jiwa dengan masalah

defisit perawatan diri. Supervisi perawat CMHN kepada klien

defisit perawatan diri yaitu mengidentifikasi jumlah kunjungan

klien defisit perawatan diri ke puskesmas dan kepada KKJ

dalam rangka pengawasan untuk memastikan bahwa KKJ

melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi.

Pendelegasian dilakukan oleh perawat CMHN kepada KKJ

untuk menindaklanjuti perawatan di komunitas bagi klien

defisit perawatan diri yang sudah berkunjung ke puskesmas.

Pendelegasian berikutnya kepada KKJ, berupa kewenangan

untuk merujuk kasus klien gangguan jiwa defisit perawatan diri

yang belum berkunjung ke puskesmas agar berkunjung ke

puskesmas.

KKJ melakukan kegiatan pengarahan yang meliputi

komunikasi, supervisi dan pendelegasian. Komunikasi kepada

perawat CMHN dalam hal penanganan klien yang mengalami

gangguan jiwa dan keluarga dengan anggota keluarga

mengalami gangguan jiwa defisit perawatan diri, komunikasi

kepada klien gangguan jiwa defisit perawatan diri dan keluarga

dengan anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dalam

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

80

Universitas Indonesia

pemberian asuhan keperawatan defisit perawatan diri.

Supervisi dilakukan oleh KKJ kepada klien gangguan jiwa

defisit perawatan diri yang sudah mandiri, dan keluarga dengan

anggota keluarga mengalami gangguan jiwa yang sudah

mampu secara mandiri merawat klien gangguan jiwa.

Pendelegasian dilakukan KKJ untuk merujuk kasus klien

gangguan jiwa defisit perawatan diri ke puskesmas kepada

perawat CMHN.

Pengendalian :

Fayol (1984, dalam Keliat, 2011), mendefinisikan

pengendalian atau pengontrolan sebagai metode pemeriksaan

untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan menurut

rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan,

serta prinsip-prinsip yang ditentukan, yang bertujuan untuk

menemukan kekurangan dan kesalahan sehingga dapat

diperbaiki dan tidak terjadi lagi.

Kegiatan yang dilakukan oleh perawat CMHN dalam hal

pengontrolan adalah monitor dan evaluasi. Perawat CMHN

memonitor KKJ dalam melaksanakan program CMHN di

wilayahnya. Evaluasi kinerja KKJ dilakukan berdasarkan

delapan kemampuan KKJ. Perawat CMHN juga melakukan

monitor dan evaluasi terhadap peningkatan kemampuan klien

gangguan jiwa defisit perawatan diri dalam perawatan diri,

berkurangnya tanda dan gejala yang dialami oleh klien

gangguan jiwa defisit perawatan diri.

KKJ melakukan monitor dan evaluasi terhadap rencana kerja

yang telah disusun terhadap klien dan keluarga untuk

mengatasi masalah defisit perawatan diri. Monitor dan evaluasi

kepada klien mengenai peningkatan kemampuan klien dalam

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

81

Universitas Indonesia

hal memenuhi kebutuhan perawatan diri dan berkurangnya

tanda dan gejala yang dialami klien defisit perawatan diri.

Monitor dan evaluasi kepada keluarga mengenai peningkatan

kemampuan keluarga dalam hal merawat klien gangguan jiwa

dengan masalah defisit perawatan diri.

b. Pilar II : Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan proses pengembangan

potensi pengetahuan maupun ketrampilan masyarakat agar mereka

mampu mengontrol diri dan terlibat dalam pemenuhan kebutuhan

mereka sendiri, Helvi (1998, dalam Keliat, 2011). Manajemen

pemberdayaan masyarakat dalam hal ini adalah Kader Kesehatan

Jiwa (KKJ) di Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ) berfokus pada

proses rekruitmen, seleksi, orientasi, penilaian kinerja dan

pengembangan kader.

Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini KKJ dilakukan oleh

perawat CMHN. Perawat CMHN sebelum memberdayakan KKJ

harus memiliki kemampuan sebagai perawat CMHN. Kemampuan

tersebut didapatkan melalui pelatihan sebagi perawat CMHN. Jadi

perawat CMHN yang akan memberdayakan KKJ harus mengikuti

pelatihan sebagai perawat CMHN terlebih dahulu.

Kegiatan yang dilakukan oleh perawat CMHN di Pilar II ini

adalah rekruitmen, seleksi, orientasi dan penilaian kinerja KKJ.

Perawat CMHN berkoordinasi dengan kepala desa, kepala dusun,

tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mendapatkan nama

calon KKJ, menentukan KKJ yang memenuhi syarat, melakukan

sosialisasi program CMHN, menyelenggarakan pelatihan KKJ dan

melakukan penilaian kinerja KKJ. KKJ terpilih dan terlatih akan

bersama dengan perawat CMHN memberikan asuhan keperawatan

pada klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

82

Universitas Indonesia

Kegiatan yang dilakukan KKJ adalah mengikuti proses

rekruitmen, seleksi dan orientasi. KKJ menjalani proses

rekruitmen karena ketertarikannya untuk memberikan asuhan

keperawatan kepada klien gangguan jiwa dengan masalah defisit

perawatan diri. KKJ mengikuti penjelasan dan sosialisasi tentang

persyaratan KKJ dari perawat CMHN kemudian memberikan

persetujuan dengan menandatangani surat persetujuan menjadi

KKJ. KKJ mengikuti proses sosialisasi program CMHN yang

disampaikan oleh perawat CMHN dan mengikuti pelatihan KKJ

untuk mendapatkan ketrampilan dan pengetahuan merawat klien

gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri.

c. Pilar III : Kemitraan Lintas Sektoral & Lintas Program

Helvie (1998, dalam Keliat, 2011) menjelaskan kemitraan adalah

upaya membangun dan mempertahankan hubungan dengan

berbagai profesi dan sektor terkait di masyarakat dengan tujuan

menyelesaikan masalah, merancang program baru dan

mempertahankan dukungan guna meningkatkan kesehatan

masyarakat. Kemitraan dalam layanan kesehatan di komunitas

merupakan bentuk strategi kemitraan lintas program dan lintas

sektor yang terintegrasi berdasarkan prinsip kesetaraan,

keterpaduan, kesepakatan dan keterbukaan (Depkes RI, 2000

dalam Keliat, 2011).

Perawat CMHN melakukan kegiatan kemitraan lintas program

dan lintas sektor, untuk menangani klien gangguan jiwa dengan

masalah defisit perawatan diri. Kemitraan lintas program yang

dilakukan adalah menggalang kerjasama layanan CMHN dengan

puskesmas untuk mengidentifikasi masyarakat yang mengalami

gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri; melakukan

koordinasi dengan dokter di puskesmas untuk pemberian terapi

klien defisit perawatan diri, konsultasi klien dan perujukan kasus;

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

83

Universitas Indonesia

melakukan koordinasi dengan KKJ mengenai klien defisit

perawatan diri yang tidak berkunjung ke puskesmas. Kemitraan

lintas sektor yang dilakukan adalah kerjasama dengan dinas

kesehatan kota, kecamatan dan kelurahan.

KKJ melakukan kegiatan kemitraan lintas program dan lintas

sektor. Kegiatan kemitraan lintas program yaitu melakukan

rujukan kasus klien gangguan jiwa dengan masalah defisit

perawatan diri ke puskesmas dan melaporkan kepada perawat

CMHN mengenai kondisi klien gangguan jiwa dengan masalah

defisit perawatan diri. Kegiatan kemitraan lintas sektor yang

dilakukan KKJ adalah bekerja sama dengan perangkat RT, RW

dan organisasi PKK, Karang Taruna, kelompok pengajian, untuk

mendukung pelaksanaan kegiatan pemberian asuhan keperawatan

kepada klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan

diri.

d. Pilar IV : Manajemen Kasus Kesehatan Jiwa Komunitas

Keperawatan kesehatan jiwa komunitas yang profesional

mempunyai ciri praktik yang didasari oleh ketrampilan intelektual,

teknis dan interpersonal. Pendekatan yang digunakan adalah

proses keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa

keperawatan, perencanaan tindakan, implementasi dan evaluasi.

Perawat CMHN memberikan asuhan keperawatan dibantu oleh

kader kesehatan jiwa.

Perawat CMHN bertanggung jawab memberikan asuhan

keperawatan jiwa komunitas kepada kelompok klien gangguan

jiwa dan keluarga yang anggotanya mengalami gangguan jiwa.

Perawat memberikan asuhan pada klien dengan perawatan total

(total care) dan perawatan parsial (partial care). Perawat CMHN

diharapkan memiliki kemampuan di bawah ini :

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

84

Universitas Indonesia

Melaksanakan asuhan keperawatan pada kelompok klien yang

mengalami gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan

diri

Memberikan pendidikan kesehatan pada kelompok klien yang

mengalami gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan

diri

Melaksanakan terapi aktifitas kelompk (TAK) pada kelompok

klien gangguan jiwa

Melakukan rehabilitasi pada klien gangguan jiwa

Kader bertanggung jawab untuk memantau perkembangan klien

yang sudah mandiri (self care). Sedangkan kemampuan yang

harus dimiliki oleh kader adalah :

Mendeteksi keluarga gangguan jiwa

Menggerakkan keluarga klien gangguan jiwa untuk mengikuti

penyuluhan tentang cara merawat klien

Menggerakkan klien gangguan jiwa untuk mengikuti TAK dan

rehabilitasi

Melakukan kunjungan rumah pada klien gangguan jiwa yang

telah mandiri

Merujuk kasus kepada perawat CMHN dan

Mendokumentasikan kegitan yang telah dilaksanakan.

2.6.3 Aplikasi dan Kerangka Konsep Proses Keperawatan dengan

Pendekatan Model Orem’s Self Care dan CMHN

Pemberian asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa dengan

masalah defisit perawatan diri di RW 02 dan RW 12 Kelurahan

Baranang Siang dilakukan oleh perawat CMHN bekerja sama dengan

KKJ. Pendekatan yang digunakan untuk memberikan asuhan

keperawatan defisit perawatan diri adalah model Self Care yang

dikemukakan oleh Dorothy Orem dan konsep CMHN.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

85

Universitas Indonesia

Kegiatan pemenuhan kebutuhan perawatan diri dilakukan dengan

menggunakan metode yang diistilahkan Orem sebagai therapeutic self

care demand, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan pada

kebutuhan yang sesuai dengan kondisinya. Kebutuhan perawatan diri

pada klien defisit perawatan diri meliputi aktifitas pemenuhan

perawatan diri : mandi, berhias, makan dan minum serta toileting.

Klien, yang masih dapat memenuhi kebutuhan aktifitas`perawatan diri

masuk sebagai self care agency. Keluarga dan kader juga merupakan

self care agency karena membantu klien dalam memenuhi kebutuhan

perawatan diri. Self care agent dipengaruhi oleh conditioning factor

yaitu berbagai faktor internal atau eksternal setiap individu yang

mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan self care seperti usia,

jenis kelamin, tahap perkembangan, status kesehatan, orientasi sosial

budaya, sistem pelayanan kesehatan, sistem keluarga, gaya hidup,

faktor lingkungan, latar belakang pengalamannya dan ketersediaan

sumber daya.

Self care deficit adalah hubungan antara self care agency dengan self

care therapeutic demand. Self care defisit terjadi ketika self care

agency tidak cukup mampu menggunakan self care therapeutic

demand untuk melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan diri. Saat

inilah maka bantuan keperawatan dibutuhkan. Bantuan dibutuhkan

untuk memaksimalkan self care therapeutic demand agar self care

terpenuhi dan dapat melakukan self care agency untuk menangani

masalah defisit perawatan diri.

Nursing Agency dalam hal ini adalah perawat, baik perawat CMHN

maupun perawat mahasiswa. Perawat memberikan bantuan

berdasarkan kondisi dan macam bantuan yang dibutuhkan oleh klien

dan keluarga. Klien menerima asuhan keperawatan dari perawat

berdasarkan tiga macam kondisi, wholly compensatory atau pemberian

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

86

Universitas Indonesia

bantuan total, partly compensatory atau pemberian bantuan sebagian

misalnya pada klien dengan keterbatasan fisik dan supportive

educative system atau memberikan pendidikan kesehatan dan melatih

klien dan keluarganya untuk dapat berperan sebagai self care agency.

Perawat memiliki kemampuan khusus untuk memberikan asuhan

perawatan dalam mengatasi masalah defisit perawatan diri.

Kemampuan khusus yang diberikan oleh perawat kepada klien adalah

memberikan terapi keperawatan jiwa. Terapi yang diberikan adalah

terapi generalis dan terapi spesialis. Terapi generalis diberikan untuk

mengatasi masalah defisit perawatan diri. Sedangkan terapi spesialis

merupakan terapi lanjutan dari terapi generalis. Terapi spesialis yang

diberikan adalah terapi individu (terapi perilaku : token ekonomi),

terapi kelompok (terapi kelompok suportif dan terapi kelompok swa

bantu) dan terapi keluarga (terapi psikoeduksi keluarga).

Gambar 2.3 di bawah ini menjelaskan tentang proses pemberian

asuhan keperawatan pada klien dan keluarga dengan anggota keluarga

mengalami gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri, dengan

penerapan model Self Care Orem dan CMHN.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

87

Universitas Indonesia

Gambar 2.3. Aplikasi penerapan diagnosa defisit perawatan diri

dengan menggunakan pendekatan model Self Care – Orem

Terapi Generalis :

Individu : DPD

Keluarga : DPD

Terapi Spesialis Individu :

Terapi Perilaku

Terapi Spesialis Kelompok

– Suppotif

-Swa Bantu

Terapi Spesialis Keluarga

Psikoedukasi keluarga

Kognitif :

- Tidak mampu mengambil

keputusan

- Tidak mampu merawat diri

Afektif :

- Perasaan negatif terhadap

diri

- Sedih

- Merasa tidak mampu

merawat diri

- Kurang motivasi merawat

diri

Fisiologi :

- Lemah/letih/lelah

- Penurunan muskuloskeletal

Perilaku :

- Tidak mandi

- Tidak berhias setelah

mandi

- Tidak makan teratur

- Toileting tidak tepat

Sosial :

- Mengurung diri

- Menghindar dari orang lain

- Menolak interaksi

Kemampuan Klien :

- Ketidakmampuan

memenuhi kebutuhan

mandi

- Ketidakmampuan berhias

setelah mandi

- Ketidakmampuan makan

dan minum dengan benar

- Ketidakmampuan

melakukan toileting

dengan benar

Kemampuan Klien :

- Mampu memenuhi

kebutuhan mandi.

- Mampu berhias setelah

mandi.

- Mampu makan dan minum

dengan benar

- Mampu melakukan toileting

dengan benar.

Kognitif :

- Mampu mengambil

keputusan

- Mampu merawat diri

Afektif :

- Perasaan positif terhadap

diri

- Tidak merasa sedih

- Merasa mampu merawat

diri

- Memiliki motivasi merawat

diri

Fisiologi :

- Lemah/letih/lelah

- Penurunan muskuloskeletal

Perilaku :

- Mandi

- Berhias setelah mandi

- Makan teratur

- Toileting tepat

Sosial :

- Bersosialisasi

- Berinteraksi dengan orang

lain

Predisposisi :

- Biologi

- Psikologi

- Sosial budaya

Presipitasi : - Biologi

- Psikologi

- Sosial budaya

Ketidakmampuan Keluarga

dalam memberikan

dukungan, bimbingan,

pengarahan dan motivasi

terhadap klien untuk

melakukan perawatan diri :

mandi, berhias, makan

minum dan toileting.

Keluarga memiliki

kemampuan memberikan

dukungan, bimbingan,

pengarahan dan motivasi

terhadap klien untuk

melakukan perawatan diri :

mandi, berhias, makan

minum dan toileting.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

88 Universitas Indonesia

BAB 3

MANAJEMEN PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DI PUSKESMAS BOGOR TIMUR

Bab 3 menguraikan manajemen pelayanan dan asuhan keperawatan di Wilayah

Kecamatan Bogor Timur, Puskesmas Bogor Timur dan Kelurahan Baranang

Siang sebagai lahan praktek dan pelayanan keperawatan jiwa komunitas.

Bertujuan untuk melihat penerapan asuhan keperawatan terhadap klien, keluarga

dan komunitas khususnya kelompok klien gangguan jiwa di Wilayah RW 02 dan

RW 12. Untuk lebih jelasnya, terlebih dahulu diuraikan tentang profil Kecamatan

Bogor Timur yang membawahi Puskesmas Bogor Timur, Kelurahan Baranang

Siang dan profil wilayah RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang.

3.1. Profil Wilayah

3.1.1 Kecamatan Bogor Timur

Kecamatan Bogor Timur dengan total jumlah penduduk 88.619 jiwa,

dipimpin oleh Dra. Rakhmawati, M.Si. Berdasarkan peraturan

pemerintah Nomor 2 Tahun 1995 dan Inmendagri No. 30 Tahun 1995

tanggal 24 Agustus 1995 tentang Perubahan Batas Wilayah

Kotamadya Daerah Tk. II Bogor dan Kabupaten Daerah Tk. II Bogor,

wilayah Kecamatan Bogor Timur dengan luas 1.015 Ha, terdiri dari

dari 6 (enam) kelurahan 318 RT dan 59 RW. Adapun kelurahan

dimaksud adalah : Kelurahan Baranang Siang (Luas 235 Ha),

Kelurahan Sukasari (Luas 48 Ha), Kelurahan Katulampa (Luas 491

Ha), Kelurahan Tajur (Luas 45 Ha), Kelurahan Sindangsari (Luas 90

Ha), Kelurahan Sindangrasa (Luas 106 Ha).

Batas wilayah Kecamatan Bogor Timur adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bogor Utara, Sebelah

Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor,

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bogor Selatan dan

Kecamatan Bogor Tengah dan Sebelah Selatan : berbatasan dengan

Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

89

Universitas Indonesia

SDM yang dimiliki oleh Kecamatan Bogor Timur yaitu : SD/Sederajat

(3 Orang), SMP/Sederajat (5 Orang), SMA/Sederajat (48 Orang),

Diploma 3 (3 Orang), Strata 1/Diploma 4 (17 Orang) dan Strata 2 (2

Orang), sehingga total jumlah SDM di Kecamatan Bogor Timur

adalah 78 Orang. Berdasarkan komposisi tingkat pendidikan dan

jumlah SDM yang dimiliki oleh Kecamatan Bogor Timur

memungkinkan untuk pengoptimalan pencapaian tujuan Kecamatan

Bogor Timur.

Berdasarkan Perda Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2008, susunan

organisasi Kecamatan terdiri dari : Camat, Sekretaris Camat

(membawahi Kasubag Umum dan kepegawaian serta Kasubag

Keuangan), Seksi Pemerintahan ; Seksi Ketentraman dan Ketertiban ;

Seksi Pengendalian Bangunan ; Seksi Sosial ; Seksi Perekonomian.

Bidang Kesehatan tidak nampak pada bagian susunan kepengurusan di

Kecamatan Bogor Timur, hal ini bukan berarti bahwa bidang

kesehatan menjadi hal yang tidak diperhatikan pencapaiannya.

Kegiatan kesehatan tetap dilaksanakan di bawah tanggung jawab

Bidang Sosial.

Visi Kecamatan Bogor Timur adalah “Mewujudkan Kecamatan Bogor

Timur sebagai wilayah permukiman dan Sentra Ekonomi yang

berwawasan Lingkungan”. Visi yang ditetapkan belum

menggambarkan adanya perhatian pada sektor kesehatan, tetapi pada

pelaksanaannya tetap ada kegiatan yang berkaitan dengan dukungan

terhadap sektor kesehatan, contoh : pembinaan posyandu, pelaksanaan

UKS di sekolah-sekolah.

Misi Kecamatan Bogor Timur adalah untuk mewujudkan visi yang

telah ditetapkan, Kecamatan Bogor Timur memiliki misi sebagai

berikut : 1). Penataan pusat-pusat perdagangan dan jasa serta kawasan

permukiman yang tertib, tentram dan aman. 2). Memberikan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

90

Universitas Indonesia

pelayanan yang mudah, cepat dan efisien kepada masyarakat. 3).

Pemanfaatan semaksimal mungkin terhadap potensi yang dimiliki

demi lancarnya penyelenggaraan pemerintahan, tercapainya

peningkatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. 4). Memelihara

rasa persaudaraan dan kekeluargaan di dalam masyarakat sebagai

syarat mutlak bagi terlaksananya program-program pembangunan.

Tujuan Kecamatan Bogor Timur sebagai berikut : 1). Meningkatkan

manajemen pemerintahan yang baik. 2). Mewujudkan Bogor Timur

sebagai wilayah permukiman dan sentra ekonomi yang berwawasan

lingkungan yang ditunjang oleh industri non polutan, perdagangan dan

jasa. 3). Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dan kerukunan

hidup beragama. 4). Menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi

di sektor ekonomi. 5). Mengupayakan peningkatan kesehatan,

pendidikan, perekonomian, dan kesejahteraan sosial masyarakat.

Program kesehatan belum terlihat pada visi dan misi yang dimiliki

kecamatan Bogor Timur, tetapi pada butir yang kelima tujuan yang

akan dicapai, sektor kesehatan menjadi salah satu tujuan yang akan

dicapai.

Sasaran yang akan dicapai adalah : 1). Meningkatnya kualitas sumber

daya manusia aparatur Kecamatan. 2). Pemanfaatan lahan yang

memiliki nilai ekonomis tinggi agar dapat dikelola secara tepat dan

professional bagi pengembangan ekonomi masyarakat. 3).

Pemberdayaan dan pembinaan lembaga-lembaga kemasyarakatan

(RT, RW dan LPM) agar dapat berperan lebih optimal bagi penciptaan

iklim yang kondusif bagi pelaksanaan program-program

pembangunan dan pemerintahan. 4). Merangkul para pengusaha yang

ada di wilayah Kecamatan Bogor Timur agar dapat berperan aktif

dalam meningkatkan ekonomi masyarakat melalui penyerapan tenaga

kerja yang berasal dari lingkungan sekitar.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

91

Universitas Indonesia

3.1.2 Kelurahan Baranang Siang

Baranang Siang merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah

Kecamatan Bogor Timur. Kelurahan Baranang Siang dipimpin oleh

Bapak Dudi Fitri Susandi, S.ST., M.Si. Struktur jabatan yang ada di

Kelurahan Baranang Siang terdiri dari Bidang Sekretariat, Kepala

Seksi Pemerintahan, Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan, Kepala

Seksi Kemasyarakatan, Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban.

Bidang Kesehatan ada di bawah Kepala Seksi Kemasyarakatan. SDM

yang dimiliki Kelurahan Baranang Siang keseluruhan berjumlah 15

orang. Terdiri dari 11 orang PNS dan 4 orang tenaga sukarelawan.

Untuk tingkat pendidikan, S 2 sebanyak 1 orang, S 1 sebanyak 2

orang, SMA 6 orang dan SMP 1 orang.

Luas lahan yang dimiliki oleh Kelurahan Baranang Siang adalah 235

Ha dengan topografi dan bentang lahan daratan yang sebagian besar

lahan dipergunakan untuk pertanian dan pemukiman penduduk. Batas-

batas area kelurahan Baranang Siang yaitu sebelah Utara berbatasan

dengan Kelurahan Tegalega, Batas Selatan berbatasan dengan

Kelurahan Sukasari, batas Barat berbatasan dengan Kelurahan

Babakan Pasar dan batas Timur berbatasan dengan Kelurahan

Katulampa. Kondisi geografis terletak pada sekitar 300 m di atas

permukaan laut, suhu udara rata–rata 23 derajat celcius, curah hujan

berkisar 300 mm rata-rata per tahun. Orbita (jarak kelurahan dari

pemerintahan) dari kecamatan sekitar 0,5 km ; dari pemerintah kota

sekitar 2 km ; dari Ibu Kota Propinsi 120 km dan dari Ibu Kota Negara

60 km. Kelurahan Baranang Siang mempunyai 14 RW dengan 83 RT.

Jumlah penduduk berdasarkan laporan sistem pendataan profil

Kelurahan Baranang Siang Bulan Desember 2011, yaitu sebanyak

24.162 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 6608 KK.

Visi Kelurahan Baranang Siang : Sebagai penunjang kota

perdagangan dengan pelayanan Prima. Belum ada unsur kesehatan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

92

Universitas Indonesia

yang ikut ditetapkan dalam visi kelurahan Baranang Siang. Visi

kelurahan lebih menitikberatkan pada pengembangan sektor ekonomi

yang merupakan pembangunan di sektir fisik.

Misi Kelurahan Baranang Siang : a). Mengoptimalkan pelayanan

kepada masyarakat ; b). Mengoptimalkan sektor informal sebagai

penggerak perekonomian masyarakat ; c). Meningkatkan kesadaran

masyarakat terhadap budaya bersih dan sehat. Program kesehatan

tidak dicantumkan secara khusus pada misi kelurahan Baranang

Siang, namun dalam poin c bisa dilihat bahwa sektor kesehatan

menjadi tujuan atau output yang merupakan perhatian penting .

Kelurahan Baranang Siang membawahi 14 RW, mulai dari RW 01

sampai dengan RW 14. Sarana kesehatan yang dimiliki oleh

Kelurahan Baranang Siang adalah Puskesmas 1 buah (Puskesmas

Bogor Timur), Puskesmas Pembantu 1 buah (Puskesmas bantar

kemang), Posyandu 20 buah dan Posbindu 6 buah. Pelayanan

kesehatan yang diberikan berdasarkan kerja sama dengan Puskesmas

Bogor Timur, yaitu melakukan upaya : a). Meningkatkan pelayanan

posyandu ; b). Pelaksanaan gerakan PSN & K3 dan membudayakan

tim Jumantik. Program kesehatan jiwa tidak dikoordinasi secara

khusus oleh kasi yang ada di kelurahan, namun menjadi tugas dan

tanggung jawab kasi sosial dan kemasyarakatan yang dipimpin oleh

ibu Dini Saptirini, S.Sos. Kegaiatn yang telah dilaksanakan anak

pembinaan terhadap anak jalanan dan orang terlantar setiap Hari

Minggu minggu ketiga.

3.1.3 RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang

Wilayah RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang merupakan

wilayah yang menjadi fokus area praktik penulis di Kelurahan

Baranag Siang.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

93

Universitas Indonesia

Profil RW 02 Kelurahan Baranang Siang

RW 02 merupakan wilayah di Kelurahan Baranang Siang yang terdiri

dari 4 RT. Wilayah RW 02 diketuai oleh Bapak Heriawan Buhron.

Selanjutnya RT 01 di ketuai oleh Bapak Sigit, RT 02 diketuai oleh

Bapak Hidajat Bandjaransari, RT 03 diketuai oleh Bapak Refi dan RT

04 diketuai oleh Bapak Mumung Sukadi.

Kelompok usia terbanyak di wilayah RW 02 adalah kelompok usia

dewasa tengah yaitu usia 24-65 tahun dengan jumlah 102 jiwa.

Masalah kesehatan secara umum yang terbanyak adalah

perkembangan lansia (banyak lansia yang tinggal sendiri karena para

anak yang sudah dewasa dan bekerja). Kelompok risiko Hipertensi (17

orang), Diabetes Melitus (7 orang), Asam Urat (4 orang), Jantung (4

orang) dan Asma (2 orang).

Penduduk RW 02 mayoritas beragama Islam, tingkat pendidikan rata-

rata tamat S1, ada yang S2 dan bahkan S3, memiliki pekerjaan tetap

sebagai pegawai pemerintahan dan swasta menetap, kebanyakan

penduduk berusia lanjut. Perangkat RW 02 sangat terbuka dan

kooperatif terhadap praktik mahasiswa spesialis keperawatan jiwa,

sehingga mahasiswa sangat dapat bekerjasama dengan para kader

Kesehatan Jiwa untuk menangani permasalahan kesehatan khususnya

kesehatan Jiwa di wilayah RW 02, dalam rangka mewujudkan Desa

Siaga Sehat Jiwa di Kelurahan Baranang Siang.

Berdasarkan tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa sejumlah 186 jiwa

penduduk terbagi dalam 4 RT, 14 KK di RT 01, 11 KK di RT 02, 13

KK di RT 03 dan 17 KK di RT 04. Sebanyak 165 orang merupakan

penduduk sehat dengan berbagai tingkatan usia, 18 orang penduduk

risiko mengalami gangguan jiwa dan 3 orang mengalami gangguan

jiwa. Klien yang mengalami gangguan jiwa yang ditemukan di RW 02

adalah 3 orang, 1 orang skizofrenia dan 2 orang lainnya retardasi

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

94

Universitas Indonesia

mental. Ketiga klien tersebut akan dirawat bersama dengan KKJ dan

menjadi fokus pemberian asuhan keperawatan jiwa serta dilaporkan

dalam Karya Ilmiah Akhir ini. Jumlah KKJ di RW 02 adalah 6 orang

KKJ dan semuanya sudah mengikuti pelatihan KKJ.

Tabel 3.1

Distribusi Daftar KK Sehat, Risiko dan Gangguan Jiwa

di RW 02 Kelurahan Baranang Siang

No Kriteria RT

∑ 01 02 03 04

1 ∑ KK 14 11 13 17 55

2 ∑ Penduduk 37 40 56 53 186

3 ∑ Sehat 31 32 51 51 165

4 ∑ Risiko 5 6 5 2 18

5 ∑ Gangguan 1 2 0 0 3

Profil RW 12 Kelurahan Baranang Siang

RW 12 merupakan wilayah di Kelurahan Baranang Siang yang terdiri

dari 6 RT. Wilayah RW 12 diketuai oleh Bapak Dadang Tri Komara.

Selanjutnya RT 01 di ketuai oleh Bapak Edi Riadi, RT 02 diketuai

oleh Bapak Arif, RT 03 diketuai oleh Bapak Maryadi, RT 04 diketuai

oleh Bapak Kusnadi, RT 05 diketuai oleh Bapak Agus dan RT 06

diketuai oleh Bapak Iwan. Tabel 3.2 berikut ini menunjukkan

karakteristik penduduk RW 12.

Kelompok usia terbanyak di wilayah RW 12 adalah kelompok usia

dewasa tengah yaitu usia 24-65 tahun dengan jumlah 329 jiwa.

Masyarakat RW 12 merupakan masyarakat yang religius, menjunjung

tinggi nilai-nilai agama. Masalah kesehatan secara umum yang

terbanyak adalah perkembangan remaja (banyak remaja putus sekolah

karena harus bekerja membantu orang tua mencari nafkah), kemudian

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

95

Universitas Indonesia

perkembangan bayi dan balita. Kelompok risiko Hipertensi (32

orang), Asam Urat (15 orang), Asma (15 orang) dan Gastritis (16

orang).

RW 12 memiliki sarana kesehatan berupa dua Posyandu, yaitu

Posyandu Melati 1 dan Posyandu Melati 2. Posyandu Melati 1

memberikan pelayanan kepada warga RT 04, 05 dan 06 setiap bulan

sekali pada hari Rabu Minggu Ketiga. Posyandu ini memiliki 5 orang

kader yang aktif. Sedangkan Posyandu Melati 2 memberikan

pelayanan kepada warga RT 01, 02 dan 03 pada hari Kamis Minggu

ketiga setiap bulan. Posyandu Kamboja memiliki 4 kader yang aktif.

Sedangkan kegiatan pelayanan kepada Lansia dilaksanakan

dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan Posyandu.

Sarana dan prasarana non kesehatan yang dimiliki RW 12 berupa

fasilitas ibadah yaitu 1 buah Mesjid, 3 Mushola, 1 Sekolah Dasar, 1

Madrasah dan 1 PAUD (Pelayanan Anak Usia Dini) yang terletak di

RT 03 wilayah RW 12.

Berdasarkan tabel 3.2 dapat dijelaskan bahwa sejumlah 982 jiwa

penduduk terbagi dalam 6 RT, 47 KK di RT 01, 45 KK di RT 02, 50

KK di RT 03, 43 KK di RT 04, 36 KK di RT 05 dan 41 KK di RT 06.

Sebanyak 837 orang merupakan penduduk sehat dengan berbagai

tingkatan usia, 130 orang penduduk risiko mengalami gangguan jiwa

dan 15 orang mengalami gangguan jiwa. Klien yang mengalami

gangguan jiwa yang ditemukan di RW 12 adalah 15 orang, yang

terdiri dari 9 orang skizofrenia, 4 orang dengan dimensia dan 2 orang

lainnya retardasi mental. Klien tersebut akan dirawat bersama dengan

KKJ dan menjadi fokus pemberian asuhan keperawatan jiwa serta

dilaporkan dalam Karya Ilmiah Akhir ini. Jumlah kader di RW 12

adalah 16 orang KKJ dan semuanya sudah mengikuti pelatihan KKJ.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

96

Universitas Indonesia

Tabel 3.2

Distribusi Daftar KK Sehat, Risiko dan Gangguan Jiwa

di RW 12 Kelurahan Baranang Siang

No Kriteria RT

∑ 01 02 03 04 05 06

1 ∑ KK 47 45 50 43 36 41 262

2 ∑ Penduduk 162 174 182 169 141 154 982

3 ∑ Sehat 136 162 135 135 133 136 837

4 ∑ Risiko 25 12 40 29 7 17 130

5 ∑ Gangguan 1 0 7 5 1 1 15

3.2. Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa

Manajemen pelayanan kesehatan jiwa adalah kegiatan yang dilakukan

untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa di komunitas. Berikut

diuraiakn tentang pelaksanaan manejemen pelayanan kesehatan jiwa

di Puskesmas Bogor Timur, RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang

Siang.

3.2.1 Puskesmas Bogor Timur

Puskesmas Bogor Timur berada di bawah koordinasi wilayah

Kecamatan Bogor Timur, dipimpin oleh drg. Lindawati, M.KM. SDM

yang dimiliki oleh Puskesmas Bogor Timur yaitu : 3 (tiga) orang

dokter umum, 3 (tiga) orang dokter gigi, 6 (enam) orang perawat, 4

(empat) orang bidan, 1 (satu) perawat gigi, 1 (satu) D1 gizi, 1 (satu)

D1 analis, 1 (satu) D3 kesling, 1 (satu) D3 Farmasi, 1 (satu) S1

Hukum, 1 (satu) D3 Analis, 4 (empat) SMA dan 1 (satu)

berpendidikan SMP. Kepemilikan SDM di Puskesmas Bogor Timur

sudah mewakili beberapa kebutuhan tenaga terkait kesehatan.

Pelaksanaan program CMHN dilakukan oleh Perawat CMHN Ns. Nia

Yuniawati, S.Kep.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

97

Universitas Indonesia

Puskesmas Bogor Timur membawahi 2 kelurahan yaitu Kelurahan

Katulampa dan Kelurahan Baranang Siang. Area yang menjadi lahan

praktik penulis adalah Kelurahan Baranang Siang, yang terdiri dari 14

RW, dengan fokus berada di RW 02 dan RW 12. Puskesmas Bogor

Timur memiliki 2 Puskesmas Pembantu, yaitu Puskesmas Katulampa

yang berada di wilayah Kelurahan Katulampa dan Puskesmas Bantar

Kemang yang berada di wilayah Kelurahan Baranang Siang.

Visi Puskesmas Bogor Timur tahun 2011 adalah Puskesmas Bogor

Timur sebagai Puskesmas PELITA (profesional, berkualitas, tanggap)

dengan pelayanan yang bermutu dan terstandar serta menjadi motor

utama dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat sehat

mandiri. Jelas terlihat pada visi Puskesmas Bogor Timur bahwa

kesehatan merupakan fokus utama pelayanan di puskesmas. Meskipun

tidak ada kaitan visi secara langsung terhadap kesehatan jiwa, tetapi

visi yang ditetapkan oleh Puskesmas Bogor Timur sudah memberikan

perhatian terhadap aspek kesehatan, yang diharapkan cakupannya

tidak hanya masalah kesehatan fisik tetapi juga menyangkut kesehatan

psikis.

Misi Puskesmas Bogor Timur, yaitu : a). Menyelenggarakan

kesehatan prima yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat ; b).

Menggalang kemitraan dengan seluruh potensi masyarakat di wilayah

kerja dalam rangka mendukung kot Bogor sehat ; c). Menggerakan

masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan bidang

kesehatan ; d). Memberdayakan potensi keluarga dan masyarakat

untuk mampu berperan aktif dalam mewujudkan keluarga sehat

mandiri. Perhatian di bidang kesehatan terlihat jelas pada butir a

dalam penetapan Misi Puskesmas Bogor timur.

Program pelayanan dasar yang sudah dilakukan oleh Puskesmas

Bogor Timur adalah pelayanan wajib dan pelayanan penunjang.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

98

Universitas Indonesia

Pelayanan wajib meliputi : KIA dan KB, Promkes, P2M, BP, Kesling,

dan Gizi. Pelayanan penunjang terdiri dari : laboratorium, kesehatan

lansia, kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan gigi. Pelayanan

inovatif yang dilakukan puskesmaas Bogor timur adalah VCT, IMS,

PMTCT, HR, CST, LJSS, PTRM, PKPR, KDRT, Siaga Maternal, dan

KTR. Pelayanan kesehatan jiwa sudah masuk dalam program

pelayanan dasar yang ditetapkan oleh Puskesmas Bogor Timur dan

dilaksanakan oleh Perawat CMHN Ns. Nia Yuniawati, S.Kep.

Uraian di bawah ini menggambarkan tentang pelaksanaan pelayanan

kesehatan jiwa komunitas Puskesmas Bogor Timur berdasarkan

pendekatan CMHN melalui pelaksanaan empat pilar CMHN. Empat

pilar tersebut adalah Pilar I Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa

Komunitas, Pilar II Pemberdayaan Masyarakat, Pilar III Kemitraan

Lintas Sektor dan Lintas Program dan Pilar IV Manajemen Kasus

Kesehatan Jiwa.

a. Pilar I : Manajemen Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas

Pilar I kegiatan CMHN meliputi kegiatan perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Berikut dibahas

satu persatu mengenai kegiatan Pilar I di RW 02 dan RW 12

bekerja sama dengan Puskesmas Bogor Timur di bawah koordinasi

perawat CMHN Puskesmas Bogor Timur Ns. Nia Yuniawati,

S.Kep. Perawat CMHN sudah mengikuti pelatihan CMHN.

Perencanaan :

Perawat CMHN sudah mengenal program kesehatan jiwa

masyarakat, memiliki visi, misi dan filosofi tentang RW Siaga

Sehat Jiwa. Sudah memiliki rencana bulanan yang terdiri dari

kegiatan manajerial dan kegiatan asuhan keperawatan yang

diberikan untuk klien gangguan jiwa dengan masalah defisit

perawatan diri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

99

Universitas Indonesia

Kegiatan manajerial perawat CMHN yaitu jadwal supervisi KKJ

untuk RW 02 dan RW 12 serta jadwal rapat/pertemuan bersama

KKJ RW 02 dan RW 12 dilakukan satu bulan sekali. Kegiatan

asuhan keperawatan perawat CMHN yaitu jadwal memberikan

pendidikan kesehatan untuk kelompok klien gangguan jiwa

dengan masalah defisit perawatan diri dilakukan satu bulan

sekali; jadwal memberikan asuhan keperawatan atau home visite

kepada klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan

diri dilaksanakan satu bulan sekali; jadwal melakukan terapi

aktifitas kelompok dilakukan seminggu sekali setiap Hari Jumat

di Puskesmas Bogor Timur dan jadwal rehabilitasi untuk klien

gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri

direncanakan selama tiga kali pertemuan.

Rencana bulanan KKJ yang sudah disusun untuk membantu

menangani masalah defisit perawatan diri pada klien gangguan

jiwa di RW 02 dan RW 12 adalah : menggerakkan keluarga

klien gangguan jiwa untuk mengikuti penyuluhan dari perawat

CMHN tentang cara merawat klien, satu bulan sekali;

menggerakkan klien gangguan jiwa untuk mengikuti TAK satu

minggu sekali di Puskesmas Bogor Timur bersama Perawat

CMHN; mengidentifikasi klien gangguan jiwa dengan masalah

defisit perawatan diri yang telah mandiri untuk mengikuti terapi

rehabilitasi; melakukan kunjungan rumah pada klien gangguan

jiwa dengan masalah defisit perawatan diri di RW 02 dan RW

12 yang telah mandiri, satu minggu satu klien; merujuk klien

gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri kepada

perawat CMHN setiap Hari Kamis dan Jumat setiap minggu,

dan mendokumentasikan kegitan yang telah dilaksanakan dalam

buku kegiatan kader setelah melakukan semua kegiatan.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

100

Universitas Indonesia

Pengorganisasian :

Berikut adalah struktur organisasi pengelolaan klien gangguan

jiwa dengan masalah defisit perawatan diri di RW 02 dan RW

12 Kelurahan Baranang Siang yang dirawat oleh perawat

CMHN Puskesmas Bogor Timur bersama KKJ RW 02 dan RW

12 Kelurahan Baranang Siang.

Gambar 3.1 Struktur Pengelolaan Klien Gangguan Jiwa

RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang

PUSKESMAS

BOGOR TIMUR

RT 01 :

Klien : -

RW 02 Baranang Siang RW 12 Baranang Siang

Perawat CMHN

Kelurahan Katulampa

Perawat CMHN

Kelurahan Baranang Siang

Ns. Nia Yuniawati, S.Kep

RT 01 :

Klien : Tn. Und.

Kader : Bapak Hidajat B

RT 02 :

Klien : Tn. An

Kader : Bapak Dedi Suardi

RT 03 :

Klien : 1. Tn. Yyn

2. Tn. Dd

3. Nn. Tn

4. Tn. Rj

5. Ny. Mr

6. Tn. Om

7. Ny. Kk

Kader : 1. Bapak Enung

2. Bapak Nursaputra

3. Ibu Rini

4. Ibu Astri

5. Bapak Maryadi

6. Bapak Edi Riadi

7. Ibu Enung

RT 04 :

Klien : 1. Tn. Ik

2. Ny. Tt

3. Ny. Kp

4. Nn. Is

5. An. Al

Kader : 1. Bapak Suhendar

2. Ibu Ade

3. Ibu Euis

4. Ibu Tina

5. Ibu Emma

RT 03 :

Klien : -

RT 02 :

Klien : 1. Tn. Ttk

2. An. Er

Kader : 1. Bapak Djoko S

2. Ibu Sri W.

RT 04 :

Klien : -

RT 06 :

Klien : Tn. Dn

Kader : Ibu Wawat

RT 05 :

Klien : Tn. Ai

Kader : Bapak TB. Sardrah

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

101

Universitas Indonesia

Struktur organisasi petugas layanan keperawatan kesehatan jiwa

komunitas di DSSJ dipimpin oleh perawat CMHN puskesmas.

Perawat CMHN bertanggung jawab terhadap Kelurahan

Baranang Siang, ada 2 RW di Kelurahan Baranang Siang yang

menjadi tanggung jawabnya yaitu RW 02 dan RW 12. Perawat

CMHN mengorganisir KKJ yang ada di RW 02 dan RW 12.

Perawat CMHN mempunyai daftar klien gangguan jiwa dengan

masalah defisit perawatan diri, 3 orang klien dari RW 02 dan 15

orang klien dari RW 12. Perawat CMHN bertanggung jawab

memberikan asuhan keperawatan kepada 18 orang klien

gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri tersebut.

KKJ di RW 02 dan RW 12 sudah memiliki struktur organisasi

kepengurusan KKJ di bawah binaan Puskesmas Bogor Timur.

RW 02 diketuai oleh Bapak Djoko Suyudono dan RW 12

diketuai oleh Bapak Maryadi. Daftar keluarga di desa siaga

sehat jiwa RW 02 dan RW 12 sudah terindentifikasi dengan

jelas dan sudah didokumentasikan. Sejumlah 18 KK di RW 02

dan 130 KK di RW 12 merupakan keluarga dengan resiko

mengalami gangguan jiwa. Sedangkan jumlah keluarga dengan

anggota keluarga gangguan jiwa sebanyak 3 KK di RW 02 dan

15 KK di RW 12. Dua orang KKJ RW 02 mengelola satu orang

klien gangguan jiwa, sedangkan KKJ di RW 12 masing-masing

mengelola satu orang klien gangguan jiwa.

Pengarahan :

Perawat CHMN bekerjasama dengan KKJ melakukan kegiatan

komunikasi, supervisi dan pendelegasian untuk membantu klien

gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri.

Komunikasi dilakukan kepada KKJ untuk menjalin dan

membina hubungan saling percaya dalam rangka penanganan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

102

Universitas Indonesia

klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri.

Perawat CMHN mengkomunikasikan kepada KKJ mengenai

klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri yang

belum berkunjung ke puskesmas agar berkunjung dan

mendapatkan terapi serta klien yang sudah berkunjung ke

puskesmas untuk ditindaklanjuti penanganannya oleh KKJ.

Supervisi perawat CMHN kepada klien defisit perawatan diri

yaitu mengidentifikasi jumlah kunjungan klien defisit perawatan

diri ke puskesmas. Supervisi perawat CMHN kepada KKJ

dilakukan satu bulan sekali dalam rangka pengawasan untuk

memastikan bahwa KKJ melakukan kegiatan sesuai dengan

tujuan organisasi.

Pendelegasian dilakukan oleh perawat CMHN kepada KKJ.

Pendelegasian ini bertujuan untuk menindaklanjuti perawatan di

komunitas bagi klien defisit perawatan diri yang sudah

berkunjung ke puskesmas. Pendelegasian berikutnya kepada

KKJ, berupa kewenangan untuk merujuk kasus klien gangguan

jiwa defisit perawatan diri yang belum berkunjung ke

puskesmas agar berkunjung ke puskesmas.

KKJ bekerjasama dengan perawat CMHN melakukan kegiatan

pengarahan yang meliputi komunikasi, supervisi dan

pendelegasian. Komunikasi kepada perawat CMHN dalam hal

penanganan klien gangguan jiwa defisit perawatan diri,

komunikasi kepada klien gangguan jiwa defisit perawatan dalam

pemberian asuhan. Supervisi dilakukan oleh KKJ kepada klien

gangguan jiwa defisit perawatan diri yang sudah mandiri

dilakukan satu minggu sekali. Pendelegasian dilakukan KKJ

untuk merujuk kasus klien gangguan jiwa defisit perawatan diri

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

103

Universitas Indonesia

ke puskesmas kepada perawat CMHN setiap Hari Kamis dan

Jumat setiap minggu.

Pengendalian :

Kegiatan yang dilakukan oleh perawat CMHN dalam hal

pengontrolan adalah monitor dan evaluasi. Perawat CMHN

memonitor KKJ RW 02 dan RW 12 dalam melaksanakan

program CMHN di RW 02 dan RW 12. Evaluasi kinerja

terhadap KKJ RW 02 dan RW 12 dilakukan berdasarkan

delapan kemampuan KKJ. Seluruh KKJ di RW 02 yang

berjumlah 6 orang dan KKJ RW 12 yang berjumlah 16 orang

sudah melaksanakan delapan kemampuan KKJ dan dievaluasi

oleh perawat CMHN dengan hasil baik.

Perawat CMHN juga melakukan monitor dan evaluasi terhadap

peningkatan kemampuan klien dan keluarga dengan anggota

keluarga mengalami gangguan jiwa. Klien dan keluarga

menunjukkan peningkatan kemampuan dalam merawat defisit

perawatan diri sehingga mampu melakukan kegiatan perawatan

diri. Klien dan keluarga juga menunjukkan berkurangnya tanda

dan gejala yang dialami oleh klien gangguan jiwa defisit

perawatan diri. Sehingga asuhan keperawatan yang diberikan

oleh perawat CMHN berhasil dengan baik.

KKJ melakukan monitor dan evaluasi terhadap rencana kerja

yang telah disusun terhadap klien dan keluarga untuk mengatasi

masalah defisit perawatan diri. Monitor dan evaluasi kepada

klien mengenai peningkatan kemampuan klien dalam hal

memenuhi kebutuhan perawatan diri dan berkurangnya tanda

dan gejala yang dialami klien defisit perawatan diri. Monitor

dan evaluasi kepada keluarga mengenai peningkatan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

104

Universitas Indonesia

kemampuan keluarga dalam hal merawat klien gangguan jiwa

dengan masalah defisit perawatan diri.

Hasil monitor dan evaluasi KKJ terhadap klien dan keluarga

adalah klien dan keluarga menunjukkan peningkatan

kemampuan dalam merawat defisit perawatan diri sehingga

klien dan keluarga mampu melakukan kegiatan perawatan diri

dengan baik. Klien dan keluarga juga menunjukkan

berkurangnya tanda dan gejala defisit perawatan diri yang

dimiliki oleh klien, sehingga asuhan keperawatan yang

diberikan oleh KKJ telah berhasil.

b. Pilar II : Pemberdayaan Masyarakat

Perawat CMHN Ns. Nia Yuniawati, S.Kep., sudah mengikuti

pelatihan CMHN, dan sudah memiliki kemampuan sebagai perawat

CMHN untuk melaksanakan program CMHN. Kegiatan yang

dilakukan oleh perawat CMHN di Pilar II ini adalah rekruitmen,

seleksi, orientasi dan penilaian kinerja KKJ. Perawat CMHN

berkoordinasi dengan kepala desa, kepala dusun, tokoh agama dan

tokoh masyarakat untuk melakukan kegiatan tersebut.

Perawat CMHN melakukan rekruitmen dan seleksi KKJ di RW 02

dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang, didapatkan 7 orang calon

KKJ dari RW 02 dan 18 orang calon KKJ dari RW 12. Sebanyak

25 orang calon KKJ yang berhasil direkruit hanya 1 orang yang

mengundurkan diri karena tidak ada ijin dari suami calon KKJ.

Perawat CMHN kemudian melakukan seleksi dan menyiapkan

calon KKJ untuk mengikuti pelatihan KKJ.

Perawat CMHN melakukan sosialisasi program CMHN kepada

KKJ. Berikutnya, perawat CMHN melakukan orientasi dan

pelatihan KKJ secara serentak yang diikuti oleh 24 orang KKJ dari

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

105

Universitas Indonesia

RW 02 dan RW 12 yang ada di Kelurahan Baranang Siang. Materi

yang diberikan pada pelatihan adalah : a). Program DSSJ; b).

Deteksi keluarga di masyarakat : kelompok sehat, risiko dan

gangguan; c). Peran serta dalammenggerakkan masyarakat pada

kegiatan penyuluhan; d). Supervisi keluarga dan pasien gangguan

yang telah mandiri; e). Perujukan kasus pasien gangguan jiwa; dan

f). Pelaporan kegiatan KKJ.

Sebanyak 24 orang KKJ mengikuti proses rekruitmen, seleksi,

orientasi dan pelatihan yang diselenggarakan. Seluruh KKJ telah

menguasai pengetahuan dasar tentang kesehatan jiwa dan

penatalaksanaan klien dengan gangguan jiwa. KKJ melakukan

kegiatan deteksi dini keluarga, membuat daftar keluarga sehat,

resiko dan gangguan, menggerakkan massa untuk mengikuti

penyuluhan kesehatan dan melakukan kunjungan rumah. Seluruh

KKJ telah dievalusi kinerjanya oleh perawat CMHN.

KKJ di RW 02 yang berjumlah 6 orang, 3 orang KKJ merawat 3

orang klien gangguan jiwa di RW 02 masing-masing 1 orang klien.

Sedangkan KKJ RW 12 yang berjumlah 16 orang, 15 orang KKJ

merawat 15 orang klien gangguan jiwa di RW 12 masing-masing 1

orang klien. Sehingga jumlah KKJ yang tidak merawat klien

gangguan jiwa di RW 02 adalah 3 orang KKJ dan di RW 12 adalah

1 orang KKJ. KKJ yang tidak merawat klien gangguan jiwa secara

langsung ikut membantu KKJ yang merawat klien gangguan jiwa.

c. Pilar III : Kemitraan Lintas Sektoral & Lintas Program

Perawat CMHN Puskesmas Bogor Timur dan KKJ RW 02 dan RW

12 Kelurahan Baranang Siang melakukan kemitraan lintas sektor

dan lintas program.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

106

Universitas Indonesia

Kemitraan lintas sektoral yang dilakukan oleh perawat CMHN

adalah menjalin kerjasama dengan dinas kesehatan, dinas

pendidikan, dinas sosial, dinas pertanian, kecamatan dan kelurahan.

Kerjasama tersebut dilakukan untuk kelancaran dan pemantauan

kegiatan CMHN di wilayah Kelurahan Baranang Siang khususnya

RW 02 dan RW 12. Kerjasama dengan dinas kesehatan dilakukan

dalam rangka peran serta dan dukungan pelaksanaan kegiatan

terapi kelompok swa bantu (Self Help Group). Kerjasama dengan

dinas pendidikan adalah pelaksanaan program UKS dalam rangka

pembentukan UKS Jiwa pada remaja di SMP dan SMA yang ada di

Kelurahan Baranang Siang dan kerjasama dengan PTRM untuk

klien yang mempunyai riwayat NAPZA. Kerjasama dengan

kecamatan dan kelurahan dilakukan oleh perawat CMHN dalam

rangka penyelenggaraan pelatihan KKJ. Kerjasama dengan

depertemen sosial dan departemen pertanian dalam pelaksanaan

rehabilitasi pada klien gangguan jiwa yang sudah mandiri melalui

“Paguyuban Jiwa Sehat Kota Bogor” berupa budidaya tanaman

dan buah dalam pot dan pembuatan telur asin.

Kemitraan lintas program, perawat CMHN melakukan kerjasama

dengan tenaga kesehatan lainnya, dalam penemuan kasus risiko

masalah psikososial dan klien gangguan jiwa di RW 02 dan RW 12

Kelurahan Baranang Siang. Kerjasama dengan dokter dilakukan

dalam memberikan penatalaksanaan klien gangguan jiwa yaitu

untuk mendapatkan terapi dan rujukan ke Puskesmas Bogor Timur

maupun Rumah Sakit Jiwa untuk mendapatkan perawatan.

Kerjasama dengan KKJ untuk melakukan sistem rujukan klien

gangguan jiwa. Kerjasama dengan Tim ACT Rumah Sakit

Marzoeki Mahdi Bogor dalam pelaksanaan kunjungan klien

gangguan jiwa bersama perawat jiwa komunitas dari RSMM.

Kunjungan dengan Tim ACT ini telah dilakukan 3 kali, dari hasil

kunjungan ada 2 klien harus di rawat di RSMM.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

107

Universitas Indonesia

Kegiatan kemitraan lintas program yang dilakukan oleh KKJ yaitu

melakukan rujukan kasus klien gangguan jiwa dengan masalah

defisit perawatan diri ke puskesmas dan melaporkan kepada

perawat CMHN mengenai kondisi klien gangguan jiwa dengan

masalah defisit perawatan diri. Kegiatan kemitraan lintas sektor

yang dilakukan KKJ adalah bekerja sama dengan perangkat RT,

RW dan organisasi PKK, Karang Taruna, kelompok pengajian,

untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pemberian asuhan

keperawatan kepada klien gangguan jiwa dengan masalah defisit

perawatan diri.

d. Pilar IV : Manajemen Kasus Kesehatan Jiwa Komunitas

Kegiatan Pilar IV meliputi pemberian asuhan keperawatan jiwa ;

pemberian pendidikan kesehatan pada kelompok klien gangguan

jiwa; memberikan terapi aktifitas kelompok pada klien gangguan

jiwa dan melakukan rehabilitasi pada klien gangguan jiwa.

Asuhan keperawatan jiwa, dilakukan oleh perawat CMHN pada

kelompok gangguan jiwa di wilayah RW 02 dan RW 12 Kelurahan

Baranang Siang. Kegiatan yang dilakukan perawat CMHN adalah

memberikan asuhan keperawatan pada kelompok klien gangguan

jiwa dengan masalah defisit perawatan diri yang membutuhkan

bantuan total sebanyak satu orang klien di RW 12 dan bantuan

parsial pada kelompok klien gangguan jiwa dengan masalah defisit

perawatan diri sebanyak 4 orang klien di RW 12.

Pendidikan kesehatan dilakukan pada kelompok klien gangguan

jiwa dengan masalah defisit perawatan diri. Pemberian pendidikan

kesehatan dilakukan oleh perawat CMHN di RW 02 dan RW 12

satu bulan sekali.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

108

Universitas Indonesia

Terapi Aktifitas Kelompok (TAK), dilakukan pada kelompok klien

gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri. Terapi

aktifitas kelompok ini dilakukan oleh perawat CMHN di

Puskesmas Bogor Timur ketika klien gangguan jiwa berkunjung ke

puskesmas didampingi oleh KKJ dan keluarga. Sudah ada

pendokumentasien pelaksanaan terapi aktifitas kelompok.

Rehabilitasi dilakukan pada klien gangguan jiwa di wilayah RW 02

dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang. Kegiatan yang dilakukan

dikemas dalam bentuk pemberian terapi yaitu terapi self help group

atau kelompok swa bantu. Klien dan keluarga diberikan terapi

berupa pelatihan tanaman dan buah dalam pot dan pembuatan telur

asin. Kelompok Swa Bantu ini dikoordinasi oleh KKJ dan perawat

CMHN Puskesmas Bogor Timur dan diorganisir dalam wadah

perkumpulan kelompok Swa Bantu yang diketuai oleh Bapak Dedi

dengan nama kelompok La Tulipe.

KKJ RW 02 dan RW 12 ikut berperan serta dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa dengan masalah

defisit perawatan diri. KKJ RW 02 dan RW 12 memberikan asuhan

keperawatan pada klien gangguan jiwa yang sudah mandiri. KKJ

RW 02 dan RW 12 menggerakkan kelompok klien gangguan jiwa

untuk mengikuti pendidikan kesehatan. KKJ RW 02 ikut

mendampingi satu orang klien gangguan jiwa dengan masalah

defisit perawatan diri untuk berkunjung ke puskesmas dan

mengikuti terapi aktifitas kelompok, sedangkan KKJ RW 12

mendampingi dua orang klien gangguan jiwa dengan masalah

defisit perawatan diri untuk berkunjung ke puskesmas dan

mengikuti terapi aktifitas kelompok. KKJ RW 12 mengikutsertakan

4 orang klien gangguan jiwa di RW 12 untuk mengikuti terapi

rehabilitasi yang diselenggarakan. Sudah ada pendokumentasian

oleh KKJ di RW 02 dan RW 12 tentang semua pelaksanaan

kegiatan tersebut.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

109 Universitas Indonesia

BAB 4

PELAKSANAAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Pada bab ini akan dijelaskan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien

yang mengalami defisit perawatan diri. Pelaksanaan asuhan keperawatan melalui

proses keperawatan dengan pendekatan model Stuart yang meliputi pengkajian

stressor predisposisi, stressor presipitasi, respon terhadap stressor dan kemampuan

yang dimiliki terhadap stressor. Penegakan diagnosa keperawatan dilakukan

berdasarkan data-data yang ditemukan. Intervensi dan pelaksanaan terapi

keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosa keperawatan yang terdiri

dari intervensi generalis dan terapi spesialis.

Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai pelaksanaan manajemen asuhan

keperawatan pada klien defisit perawatan diri yang meliputi hasil pengkajian yang

terdiri dari karakteristik klien, stressor predisposisi dan stressor presipitasi,

diagnosa keperawatan dan diagnosa medik, rencana tindakan keperawatan,

pelaksanaan dan hasil tindakan keperawatan, rencana tindak lanjut dan hambatan

pelaksanaan asuhan keperawatan.

4.1 Hasil Pengkajian

Pengkajian terhadap klien dengan diagnosa keperawatan defisit perawatan

diri dilakukan menggunakan pendekatan konsep stres adaptasi Stuart (2009)

yang dikembangkan dalam bentuk pola pengkajian menggunakan scanning.

Hasil pengkajian yang meliputi karakteristik klien, stressor predisposisi,

stressor presipitasi, respon terhadap stressor dan kemampuan yang dimiliki

klien, terhadap 18 orang klien yang mengalami defisit perawatan diri.

4.1.1 Karakteristik Klien

Karakteristik 18 klien dengan defisit perawatan diri di RW 02 dan RW 12

Kelurahan Baranang Siang yang mendapatkan asuhan keperawatan

dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan

status perkawinan. Seluruh klien bersuku bangsa Sunda dan beragama

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

110

Universitas Indonesia

Islam. Asuhan keperawatan diberikan mulai bulan Oktober 2011-April

2012.

Tabel 4.1

Distribusi Karakteristik Klien dengan Defisit perawatan diri

Periode Oktober 2011-April 2012

(n = 18)

No Karakteristik Klien

Jumlah Prosentase

Skizo RM Dems Skizo RM Dems

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Jenis Kelamin

Laki- Laki 8 3 0 44,4 16,7 0,0

Perempuan 1 2 4 5,6 11,1 22,2

2 Usia

< 20 Tahun 0 2 0 0,0 11,1 0,0

21 - 40 Tahun 8 2 0 44,4 11,1 0,0

> 41 Tahun 1 1 4 5,6 5,6 22,2

3 Status

Menikah 3 0 0 16,7 0,0 0,0

Belum Menikah 6 5 0 33,3 27.8 0,0

Janda/Duda 0 0 4 0,0 0,0 22,2

4 Pendidikan

Tidak Sekolah 1 4 0 5,6 22,2 0,0

Pendidikan Dasar 2 1 3 11,1 5,6 16,7

Pendidikan

Menengah

4 0 1 22,2 0,0 5,6

Pendidikan Tinggi 2 0 0 11,1 0,0 0,0

5 Pekerjaan

Bekerja/Sekolah 6 1 0 33,3 5,6 0,0

Tidak Bekerja 3 4 4 16,7 22,2 22,2

6 Lama Sakit

< 10 Tahun 7 1 3 38,9 5,6 16,7

10 - 20 Tahun 1 1 0 5,6 5,6 0,0

> 21 Tahun 1 3 1 5,6 16,7 5,6

7 Lama Rawat

6 bulan 1 2 0 5,6 11,1 0,0

3 bulan 8 3 4 44,4 16,7 22,2

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa klien defisit perawatan diri

sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, yaitu 11 orang klien (61,1%) yang

terdiri dari 8 orang klien (44,4%) skizofrenia dan 3 orang klien (16,7%)

retardasi mental. Usia klien yang mengalami defisit perawatan diri

terbanyak adalah 21-40 tahun, yaitu 10 orang klien (55,6%), yang terdiri

dari 8 orang klien (44,4%) skizofrenia dan 2 orang klien (11,1%) retardasi

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

111

Universitas Indonesia

mental. Sebagian besar klien tidak menikah, yaitu 11 orang klien (61,1%),

yaitu 6 orang klien (33,3%) skizofrenia dan 5 orang klien (27,8%) retardasi

mental. Sebagian besar klien berpendidikan dasar (SD), yaitu sebanyak 6

orang klien (33,3%), yang terdiri dari 2 orang klien (11,1%) skizofrenia, 1

orang klien (5,6%) retardasi mental dan 3 orang klien (16,7%) demensia.

Klien tidak bekerja sebanyak 11 orang klien (61,1%), yaitu 3 orang klien

(16,7%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang

klien (22,2%) demensia. Lama menderita sakit < 10 tahun, sebanyak 11

orang klien (61,1%), yang terdiri dari 7 orang klien (38,9%) skizofrenia, 1

orang klien retardasi mental dan 3 orang klien (16,7%) demensia, dan

sebanyak 15 orang klien (83,3%) dirawat selama 3 bulan, yaitu 8 orang

klien (44,4%) skizofrenia, 3 orang klien (16,7%) retardasi mental dan 4

orang klien (22,2%) demensia.

4.1.2 Stressor Predisposisi

Menurut Stuart (2009) stressor predisposisi adalah faktor resiko yang

menjadi sumber terjadinya stres, yang terdiri dari biologis, psikologis dan

sosial kultural. Pada klien dengan masalah defisit perawatan diri, stressor

predisposisi akan diidentifikasi berdasarkan tiga komponen tersebut.

Berdasarkan tabel 4.2 di bawah ini, dijelaskan tentang stressor predisposisi

klien defisit perawatan diri. Stressor predisposisi tersebut dijelaskan dalam

tiga aspek, yaitu aspek biologi, aspek psikologi dan aspek sosio kultural.

Aspek biologis, pada pengkajian aspek biologis didapatkan hasil bahwa

masalah defisit perawatan diri terbanyak disebabkan oleh faktor genetik

yang dialami oleh 8 orang klien (44,4%), yang terdiri dari 3 orang klien

(16,7%), 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 1 orang klien (5,6%)

demensia dan hanya 1 orang klien (5,6%) dengan diagnose medis demensia

yang disebabkan karena penyakit fisik.

Aspek psikologis, seluruh klien yang mengalami masalah defisit perawatan

diri memiliki masalah dengan komunikasi secara verbal, yaitu

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

112

Universitas Indonesia

ketidakmampuan mengungkapkan keinginan dengan baik yaitu 18 orang

(100%), terdiri dari 9 orang klien (50%) skizofrenia, 5 orang klien (27,8%)

retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia, dan sebanyak 5 orang

klien (27,8%) dengan diagnose medis retardasi mental mengalami

keterlambatan tumbuh kembang.

Aspek sosio kultural, sebagian besar faktor sosio kultural klien mengalami

defisit perawatan diri adalah terkait dengan masalah perekonomian atau

ekonomi rendah yaitu sebanyak 15 orang (83,3%), terdiri dari 9 orang klien

(50%) skizofrenia, 3 orang klien (16,7%) retardasi mental dan 3 orang klien

lagi (16,7%) demensia, dan sebanyak 5 orang klien tidak bersekolah

(27,8%), yaitu 1 orang klien (5,6%) skizofrenia dan 4 orang klien (22,2%)

retardasi mental.

Tabel 4.2

Distribusi Stressor Predisposisi Klien Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

NO Stressor Predisposisi

Jumlah Prosentase (%)

Skizo RM Dems Skizo RM Dems

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Biologi

Genetik 3 4 1 16,7 22,2 5,6

Penyakit Fisik 0 0 1 0,0 0,0 5,6

Narkoba 2 0 0 11,1 0,0 0,0

2 Psikologis

Gangguan konsep Diri 9 2 2 50 11,1 11,1

Terlambat Tumbuh

Kembang

0 5 0 0,0 27,8 0,0

Kepribadian Tertutup 8 2 4 44,4 11,1 22,2

Masalah Komunikasi 9 5 4 50 27,8 22,2

3 Sosio Kultural

Ekonomi Rendah 9 3 3 50 16,7 16,7

Tidak Bekerja 4 3 4 22,2 16,7 22,2

Tidak Sekolah 1 4 0 5,6 22,2 0,0

Tidak Menikah 6 5 0 33,3 27,8 0,0

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

113

Universitas Indonesia

4.1.3 Stressor Presipitasi

Stressor presipitasi dalam hal ini terkait dengan suatu stimulus yang

dipersepsikan oleh individu apakah dipersepsikan sebagai suatu

kesempatan, tantangan, ancaman/tuntutan. Stressor presipitasi ini meliputi

empat hal yaitu sifat stresor, asal stresor, lamanya stresor yang dialami, dan

banyaknya stresor yang dihadapi oleh seseorang (Stuart, 2009).

Tabel 4.3

Distribusi Stressor Presipitasi Klien Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

NO Respon terhadap Stressor

Jumlah Prosentase (%)

Skizo RM Dems Skizo RM Dems

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Biologis

Putus Obat 6 2 2 61,1 11,1 11,1

Penyakit Infeksi 3 2 0 16,7 11,1 0,0

2 Psikologis

Keinginan tidak terpenuhi 6 4 3 61,1 22,2 16,7

Tdk mampu Ungk keinginan 4 5 4 22,2 27,8 22,2

Kurang Motivasi 6 3 3 61,1 16,7 16,7

Kehilangan orang yang

berarti

7 3 4 38,9 16,7 22,2

3 Sosio Kultural

Masalah Ekonomi 9 3 4 50 16,7 22,2

Bangkrut/PHK 3 0 0 16,7 0,0 0,0

Konflik Keluarga 3 3 2 16,7 16,7 11,1

4 Asal Stressor

Dalam 9 4 3 50 22,2 16,7

Luar 8 3 3 44,4 16,7 16,7

5 Lama Stressor

< 10 tahun 7 1 3 38,9 5,6 16,7

10-20 tahun 1 1 0 5,6 5,6 0,0

> 20 tahun 1 3 1 5,6 16,7 5,6

6 Jumlah Stressor

2 Stressor 0 0 0 0,0 0,0 0,0

3 Stressor 0 0 0 0,0 0,0 0,0

> 3 Stressor 9 5 4 50 27,8 22,2

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

114

Universitas Indonesia

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dijelaskan tentang stressor presipitasi yang

menggambarkan tentang sifat stressor yang meliputi aspek biologis,

psikologis dan sosio kultural; asal stressor; lama sakit dan jumlah stressor.

Sifat stresor, berdasarkan kasus yang telah dikelola pada 18 klien defisit

perawatan diri ditemukan stressor presipitasi biologis sebagian besar berupa

riwayat putus obat sebanyak 10 orang klien (55,6%), terdiri dari 6 orang

klien (33,3%) skizofrenia, 2 orang klien (11,1%) dan 2 orang klien (11,1%)

demensia. Pada stresor psikologis sebagian besar disebabkan karena

pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu sebanyak 14 orang klien

(77,8%), yaitu 7 orang klien (38,9%) skizofrenia, 3 orang klien (16,7%)

retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Stresor sosio kultural

sebagian besar karena adanya masalah ekonomi yaitu sebanyak 16 orang

klien (88,9%), yaitu 9 orang klien (50%) skizofrenia, 3 orang klien (16,7%)

retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia.

Asal stresor, pada pengkajian asal stressor, sumber permasalahan pada klien

defisit perawatan diri sebagian besar berasal dari individu itu sendiri yaitu

sebanyak 16 orang klien (88,9%), yaitu 9 orang klien (50%) skizofrenia, 4

orang klien (22,2%) dan 3 orang klien (16,7%) demensia. Waktu dan

lamanya stresor, lamanya klien terpapar stresor sebagian besar < 10 tahun

yaitu sebanyak 10 orang klien (55,6%), terdiri dari 7 orang klien (38,9%)

skizofrenia, 1 orang klien (5,6%) retardasi mental dan 3 orang klien (16,7%)

demensia. Jumlah stresor, seluruh klien yang mengalami masalah defisit

perawatan diri mengalami lebih dari 3 stressor yaitu sebanyak 18 orang

klien (100%), yaitu 9 orang klien (50%) skizofrenia, 5 orang klien (27,8%)

retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia.

4.1.4 Respon Terhadap Stresor

Respon terhadap stresor merupakan suatu proses evaluasi secara

menyeluruh yang dilakukan oleh individu terhadap sumber stres dengan

tujuan untuk melihat tingkat kemaknaan dari suatu kejadian yang

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

115

Universitas Indonesia

dialaminya (Stuart, 2009). Respon terhadap stresor ini meliputi respon

kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan respon sosial.

Tabel 4.4

Distribusi Respon Terhadap Stresor Klien Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

NO Respon terhadap Stressor

Jumlah Prosentase (%)

Schi RM Demn Schi RM Demn

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Respon Kognitif

Tidak mampu mengambil keputusan 8 4 4 44,4 22,2 22,2

Tidak tahu cara merawat diri 5 4 4 27,8 22,2 22,2

2 Respon Afektif

Perasaan negatif terhadap diri 5 3 3 27,8 16,7 16,7

Sedih 5 1 3 27,8 5,6 16,7

Merasa tidak mampu merawat diri 6 2 4 33,3 11,1 22,2

Tidak ada motivasi merawat diri 5 2 4 27,8 11,1 22,2

3 Respon Fisiologis

Lelah/letih/lemah 5 4 4 27,8 22,2 22,2

Penurunan muskuloskeletal 6 4 2 33,3 22,2 11,1

4 Respon Perilaku

Tidak mandi dengan benar 5 4 3 27,8 22,2 16,7

Tidak berhias setelah mandi 6 4 3 33,3 22,2 16,7

Makan tidak teratur 5 4 3 27,8 22,2 16,7

Toileting tidak tepat 5 4 4 27,8 22,2 22,2

5 Respon Sosial

Mengurung diri 7 4 4 38,9 22,2 22,2

Menghindar dari orang lain 5 1 3 27,8 5,6 75,00

Menolak Interaksi 5 1 2 27,8 5,6 50,00

Pada tabel 4.4 di atas dijelaskan tentang respon terhadap stressor yang

meliputi respon kognitif, afekif, fisiologis, perilaku dan respon sosial.

Respon kognitif, sebagai respon kognitif yang dilakukan klien dengan

defisit perawatan diri adalah tidak mampu mengambil keputusan yaitu

sebanyak 16 orang klien (88,9%), terdiri dari 8 orang klien (44,4%)

skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang klien

(22,2%) demensia.

Respon afektif, sebagian besar klien dengan defisit perawatan diri

mempunyai respon afektif terhadap stresor terkait dengan masalahnya yaitu

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

116

Universitas Indonesia

merasa tidak mampu merawat diri sebanyak 12 orang (66,7%), terdiri dari 6

orang klien (33,3%) skizofrenia, 2 orang klien (11,1%) retardasi mental dan

4 orang klien (22,2%) demensia.

Respon fisiologis, respon fisik yang ditunjukkan oleh klien defisit

perawatan diri sebagian besar yaitu adanya kelelahan, kelemahan dan

keletihan sebanyak 13 orang klien (72,2%), terdiri dari 5 orang klien

(27,8%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang

klien (22,2%) demensia serta adanya penurunan muskuloskeletal sebanyak

12 orang klien (66,7%), yaitu 6 orang klien (33,3%) skizofrenia, 4 orang

klien (22,2%) retardasi mental dan 2 orang klien (11,1%) demensia.

Respon perilaku, respon perilaku pada klien dengan defisit perawatan diri

yaitu tidak toileting dengan benar sebanyak 13 orang klien (72,2%), yaitu 5

orang klien (27,8%) sizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4

orang klien (22,2%) demensia, serta tidak mandi dengan benar 13 orang

klien (72,2%), yaitu 5 orang klien (27,8%) skizofrenia, 4 orang klien

(22,2%) retardasi mental dan 3 orang klien (17,6%) demensia.

Respon sosial, respon terhadap stresor yang dilakukan oleh sebagian besar

klien defisit perawatan diri terkait dengan respon sosial terbanyak adalah

dengan mengurung diri yaitu 15 orang (83,3%), terdiri dari 7 orang klien

(38,9%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang

klien (22,2%) demensia.

4.1.5 Kemampuan Klien

Kemampuan atau koping adalah pilihan atau strategi bantuan untuk

memutuskan apa yang dapat dilakukan dalam menghadapi masalah. Koping

terdiri dari sumber koping dan mekanisme koping. Sumber koping

merupakan kekuatan yang dimiliki individu dalam berespon terhadap

berbagai stresor yang dihadapi. Menurut Stuart (2009), sumber koping

terdiri dari kemampuan individu (personal abilities), dukungan sosial

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

117

Universitas Indonesia

(social support), ketersediaan materi (material assets) dan kepercayaan

(positive belief).

Tabel 4.5

Distribusi Kemampuan Klien Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

NO Sumber kemampuan

Jumlah Prosentase (%)

Skizo RM Dems Skizo RM Dems

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Kemampuan klien

a. Tidak mampu untuk mandi 5 4 3 27,8 22,2 16,7

b. Tidak mampu untuk berhias 6 4 3 33,3 22,2 16,7

c. Tidak mampu makan minum teratur 5 4 3 27,8 22,2 16,7

d. Tidak mampu toileting dengan benar 5 4 4 27,8 22,2 22,2

2 Keyakinan positif

a. Tidak yakin terhadap tenaga

kesehatan

7 5 4 38,9 27,8 22,2

b. Tidak yakin akan sembuh 6 5 4 33,3 27,8 22,2

c. Tidak yakin terhadap yankes 7 5 3 38,9 27,8 16,7

3 Dukungan Keluarga

a. Keluarga tdk mengenal 7 5 3 38,9 27,8 16,7

b. Keluarga tdk mampu memutuskan 6 5 3 33,3 27,8 16,7

c. Keluarga tdk mampu rawat klien 8 5 4 44,4 27,8 22,2

d. Keluarga tdk mampu modifikasi 8 5 4 44,4 27,8 22,2

e. Keluarga tdk mampu manfaatkan

yankes

8 5 4 44,4 27,8 22,2

4 Dukungan Kelompok

a. Kelompok tidak memberi moticasi 4 3 4 22,2 16,7 22,2

b. Kelompok tidak tahu cara merawat 5 3 1 27,8 16,7 5,6

c. Kelompok tidak memberi bantuan 5 3 1 27,8 16,7 5,6

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dijelaskan tentang kemampuan pada 18 klien

defisit perawatan diri, yang meliputi kemampuan klien, dukungan sosial

yang berasal dari keluarga dan kelompok serta keyakinan positif klien

dengan defisit perawatan diri.

Kemampuan klien, berupa ketidakmampuan klien defisit perawatan diri

yang dikelompokkan berdasarkan ketidakmampuannya dalam memenuhi

kebutuhan perawatan diri mandi, berhias, makan minum dan toileting yang

tersebar secara merata yaitu 12 orang klien (66,7%), yaitu 5 orang klien

(27,8%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 3 orang

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

118

Universitas Indonesia

klien (16,7%) demensia; 13 orang klien (72,2%), yaitu 6 orang klien

(33,3%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 3 orang

klien (16,7%) demensia; 12 orang klien (66,7%), yaitu 5 orang klien

(27,8%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 3 orang

klien (16,7%) demensia ; dan 13 orang klien (72,2%), yaitu 5 orang klien

(27,8%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang

klien (22,2%) demensia.

Keyakinan positif, keyakinan positif yang dimiliki oleh klien dengan defisit

perawatan diri adalah keyakinan tentang kesembuhan, keyakinan terhadap

tenaga kesehatan dan keyakinan terhadap pelayanan kesehatan. Sebanyak 16

orang klien (88,9%) merasa tidak yakin terhadap tenaga kesehatan, mereka

terdiri dari 7 orang klien (38,9%) skizofrenia, 5 orang klien (27,8%)

retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia.

Dukungan, dukungan yang didapatkan klien defisit perawatan diri berasal

dari keluarga dan kelompok. Sebanyak 17 orang klien (94,4%) tidak

mendapat dukungan keluarga dalam melakukan perawatan diri, terdiri dari 8

orang klien (44,4%) skizofrenia, 5 orang klien (27,8%) retardasi mental dan

4 orang klien (22,2%) demensia; dan sebanyak 11 orang klien (61,1%),

yaitu 4 orang klien (22,2%) skizofrenia, 3 orang klien (16,7%) retardasi

mental dan 4 orang klien demensia, tidak mendapat dukungan dari

kelompok untuk melakukan kegiatan perawatan diri, yang meliputi mandi,

berhias, makan minum dan toileting.

4.2 Diagnosa Keperawatan dan Medik

4.2.1 Diagnosa Keperawatan

Klien yang dikelola mahasiswa Residensi memiliki diagnosa lain selain

diagnosa defisit perawatan diri atau disebut juga diagnosa penyerta.

Ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

119

Universitas Indonesia

Tabel 4.6

Distribusi Diagnosa Keperawatan Penyerta

Klien Defisit perawatan diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

No Diagnosa Keperawatan

Jumlah Prosentase (%)

Skizo RM Dems Skizo RM Dems

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Defisit Perawatan Diri dan Isolasi Sosial 7 4 4 38,9 22,2 22,2

2 Defisit Perawatan Diri dan Res. Perilaku

kekerasan

7 4 2 38,9 22,2 11,1

3 Defisit Perawatan Diri dan Halusinasi 6 2 2 33,3 11,1 11,1

4 Defisit Perawatan Diri dan Kerusakan Kom.

Verbal

0 2 2 0,0 11,1 11,1

5 Defisit Perawatan Diri dan Harga Diri Rendah 9 2 2 50 22,2 22,2

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dijelaskan bahwa klien yang mengalami

defisit perawatan diri dan memiliki diagnosa isolasi sosial sebanyak 15

orang klien (83,3%), terdiri dari 7 orang klien (38,9%) skizofrenia, 4 orang

klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia; dan

diagnosa defisit perawatan diri dan kerusakan komunikasi verbal 4 orang

(22,2%), terdiri dari 2 orang klien (11,1%) retardasi mental dan 2 orang

klien (11,1%) demensia.

4.2.2 Diagnosa Medis

Tabel 4.7 menggambarkan aspek kolaborasi yaitu dalam penetapan diagnosa

medis pada klien defisit perawatan diri.

Tabel 4.7

Diagnosa dan Terapi Medis Pada Klien Defisit perawatan diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

No Diagnosa Medis

Jumlah

Prosentase

(%)

1

2

3

Skizofrenia paranoid

Demensia

Retardasi Mental

9

4

5

50

22,2

27,8

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

120

Universitas Indonesia

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, sebanyak 9 orang klien (50%) didiagnosa

skizofrenia paranoid, 4 orang klien (22,2%) didiagnosa dimensia dan 5

orang klien (27,8%) didiagnosa retardasi mental.

4.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana manajemen asuhan keperawatan pada klien dengan defisit

perawatan diri dilakukan berdasarkan pada upaya mencegah dan mengelola

perilaku negatif pada klien. Rencana keperawatan yang ditetapkan pada

klien defisit perawatan diri dan keluarga adalah pemberian terapi generalis

defisit perawatan diri, terapi spesialis perilaku token ekonomi dan terapi

kelompok suportif untuk klien, terapi self help group serta terapi

psikoedukasi keluarga untuk keluarga. Pemberian terapi dilakukan dengan

menggunakan pendekatan self care model Dorothy Orem dan CMHN.

a. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Klien

Rencana tindakan keperawatan untuk klien dengan defisit perawatan diri

meliputi rencana pemberian tindakan keperawatan berupa tindakan

generalis defisit perawatan diri dan tindakan spesialis defisit perawatan

diri.

Rencana tindakan keperawatan generalis klien

Rencana tindakan keperawatan generalis yang ditetapkan untuk klien

adalah tindakan keperawatan generalis defisit perawatan diri dengan

tujuan yang pertama adalah klien mampu mengidentifikasi

kemampuan perawatan dirinya. Kemampuan tersebut meliputi

pemenuhan kebutuhan perawatan diri : mandi, kemampuan perawatan

diri : berhias, kemampuan makan dan minum dengan benar serta

kemampuan toileting dengan tepat. Rencana tindakan yang ditetapkan

yaitu bantu klien mengidentifikasi kemampuan perawatan dirinya.

Kemampuan pemenuhan kebutuhan perawatan diri : mandi,

kemampuan perawatan diri : berhias, kemampuan makan dan minum

dengan benar serta kemampuan toileting dengan tepat, motivasi klien

melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai kemampuan dan

berikan reinforcement positif.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

121

Universitas Indonesia

Tujuan kedua yang ditetapkan adalah klien mampu menjelaskan cara

melakukan perawatan diri mandi, berhias, makan/minum dan toileting.

Rencana tindakan yang ditetapkan adalah jelaskan cara melakukan

perawatan diri mandi, berhias, makan/minum dan toileting, motivasi

klien melakukan kegiatan yang dilatih sesuai kemampuan dan berikan

reinforcement positif.

Tujuan ketiga adalah klien mampu melakukan perawatan diri mandi,

berhias, makan/minum dan toileting. Rencana tindakan yang

ditetapkan adalah latih cara melakukan perawatan diri mandi, berhias,

makan/minum dan toileting, motivasi klien melakukan kegiatan yang

dilatih sesuai kemampuan dan berikan reinforcement positif.

Rencana tindakan keperawatan spesialis klien

Rencana tindakan keperawatan spesialis yang ditetapkan untuk klien

adalah pemberian terapi spesialis perilaku token ekonomi. Terapi

perilaku token ekonomi terdiri dari enam sesi yang telah dimodifikasi

sesuai kondisi dan kemampuan klien defisit perawatan diri. Keenam

sesi yang direncanakan adalah identifikasi dan sepakati perilaku

negative yang ingin diubah dan token yang ingin diberikan; latih

kemampuan mengubah perilaku negatif 1, yaitu tidak mandi menjadi

perilaku positif; latih kemampuan mengubah perilaku negatif 2, yaitu

tidak berhias menjadi perilaku positif; latih kemampuan mengubah

perilaku negatif 3, yaitu tidak makan minum teratur menjadi perilaku

positif; latih kemampuan mengubah perilaku negatif 4, yaitu tidak

toileting dengan tepat menjadi perilaku positif dan motivasi klien

untuk mengungkapkan manfaat serta hasil dari latihan setiap sesi serta

merencanakan tindak lanjut dan menulis/mengisi buku catatan

kegiatan harian klien.

Tujuan terapi perilaku ini adalah untuk menghasilkan perubahan-

perubahan positif pada perilaku kelian defisit perawatan diri meliputi

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

122

Universitas Indonesia

mandi, berhias, makan minum dan toileting; mengidentifikasi

kemampuan interpersonal yang positif; mengidentifikasi perilaku self

care klien; meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi

perilaku yang tidak diinginkan dengan pemakaian tokens (tanda-

tanda).

b. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga dan Kelompok

Rencana tindakan keperawatan pada keluarga dan kelompok yang

ditetapkan meliputi rencana tindakan keperawatan generalis defisit

perawatan diri dan tindakan spesialis. Rencana tindakan generalis untuk

keluarga yaitu tindakan generalis defisit perawatan diri dan rencana

tindakan spesialis yaitu tindakan spesialis pemberian terapi psikoedukasi

keluarga. Sedangkan tindakan untuk kelompok yang direncanakan adalah

pemberian terapi suportif kelompok dan terapi kelompok swa bantu.

Rencana tindakan keperawatan generalis keluarga

Rencana tindakan keperawatan generalis yang ditetapkan untuk

keluarga adalah tindakan keperawatan generalis untuk merawat

anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan diri. Rencana

tindakan tersebut adalah bantu keluarga mengenal masalah defisit

perawatan diri; bantu keluarga untuk mengambil keputusan merawat

anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan diri; bantu

keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan

diri; bantu keluarga memodifikasi lingkungan yang mendukung untuk

merawat anggota keluarga dan bantu keluarga memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan yang ada.

Tujuan yang ditetapkan adalah keluarga mampu mengenal masalah

defisit perawatan diri; keluarga mampu mengambil keputusan untuk

merawat anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri;

keluarga mampu merawat anggota dengan masalah defisit perawatan

diri di rumah; keluarga mampu memodifikasi lingkungan yang

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

123

Universitas Indonesia

mendukung untuk merawat anggota keluarga dengan masalah defisit

perawatan diri dan keluarga mampu memanfaatkan pelayanan

kesehatan untuk merawat anggota keluarga dengan masalah defisit

perawatan diri.

Rencana tindakan keperawatan spesialis keluarga

Rencana tindakan keperawatan spesialis yang ditetapkan untuk

keluarga adalah pemberian terapi psikoedukasi keluarga. Terapi

psikoedukasi keluarga ini terdiri dari lima sesi. Rencana tindakan yang

ditetapkan pada sesi 1 adalah identifikasi masalah yang dihadapi

keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan masalah defisit

perawatan diri; pada sesi 2, diskusikan bersama keluarga cara merawat

anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri; pada sesi 3,

manajemen stress keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan

masalah defisit perawatan diri; pada sesi 4, manajemen beban

keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan masalah defisit

perawatan diri dan pada sesi 5, diskusikan bersama keluarga untuk

memberdayakan komunitas yang mendukung dalam merawat anggota

keluarga dengan masalah defisit perawatan diri.

Tujuan yang ditetapkan dalam pemberian terapi psikoedukasi keluarga

ini adalah meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang

penyakit dan pengobatan; meningkatkan kemampuan keluarga dalam

merawat anggota keluarga dan upaya menurunkan angka

kekambuhan; mengurangi stress keluarga karena merawat anggota

keluarga; mengurangi beban keluarga dalam merawat anggota

keluarga terutama beban fisik dan mental dalam merawat anggota

keluarga dengan gangguan jiwa untuk waktu yang lama.

Rencana tindakan keperawatan spesialis kelompok

Rencana tindakan keperawatan spesialis yang ditetapkan untuk

kelompok adalah pemberian terapi kelompok suportif dan terapi

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

124

Universitas Indonesia

kelompok swa bantu. Kelompok yang mengikuti terapi ini terdiri dari

klien gangguan jiwa dengana masalah defisit perawatan diri, keluarga

dengan anggota keluarga mengalami gangguan jiwa masalah defisit

perawatan diri dan KKJ yang ikut merawat klien gangguan jiwa

masalah defisit perawatan diri.

Rencana pemberian terapi kelompok suportif ini dilakukan empat sesi

dalam empat kali pertemuan. Rencana tindakan pada sesi 1, yaitu

identifikasi kemampuan dan sumber pendukung yang ada. Pada sesi 2,

yaitu identifikasi dan gunakan sistem pendukung yang berasal dari

dalam, monitor hasil dan hambatannya. Pada sesi 3, yaitu identifikasi

dan gunakan sistem pendukung yang berasal dari luar, monitor hasil

dan hambatannya. Pada sesi 4, evaluasi hasil dan hambatan dalam

menggunakan sistem pendukung baik yang berasal dari dalam maupun

yang berasal dari luar.

Tujuan yang ditetapkan dengan pemberian terapi ini adalah

memberikan dukungan kepada individu sehingga mampu mengatasi

masalah yang dihadapinya dengan cara menguatkan daya tahan mental

yang ada; mengembangkan mekanisme baru yang lebih baik dengan

memanfaatkan sistem pendukung dari dalam maupun luar;

mengevaluasi hambatan dalam memanfaatkan sistem pendukung dari

dalam dan dari luar; mempertahankan kontrol diri dan mengembalikan

keseimbangan yang adaptif atau dapat menyesuaikan diri sehingga

mampu mencapai tingkat kemandirian yang lebih tinggi serta mampu

mengambil keputusan secara otonom.

Rencana tindakan terapi kelompok yang kedua adalah pemberian

terapi kelompok swa bantu. Terapi kelompok swa bantu dilaksanakan

setelah selesai pelaksanaan terapi suportif kelompok. Anggota

kelompok swa bantu adalah semua anggota kelompok suportif, yang

terdiri dari klien, keluarga dan KKJ. Rencana terapi ini dilakukan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

125

Universitas Indonesia

dalam tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama, rencana yang

ditetapkan adalah bentuk kelompok, jelaskan konsep terapi yang

terbagi dalam lima sesi, pengertian dan tujuan, pertemuan dipimpin

oleh perawat. Pertemuan kedua, pelaksanaan kegiatan dan langkah

terapi dalam lima sesi, dipimpin oleh leader yang ditunjuk oleh

kelompok dengan pendampingan. Pertemuan ketiga, pelaksanaan

kegiatan lima sesi secara mandiri oleh anggota kelompok dipimpin

oleh leader yang ditunjuk oleh kelompok.

Tujuan yang ditetapkan dalam pemberian terapi kelompok swa bantu

adalah membentuk self help group pada klien dan keluarga dengan

gangguan jiwa, melakukan implementasi self help group pada klien

dan keluarga dengan gangguan jiwa, mengevaluasi self help group

pada klien dan keluarga dengan gangguan jiwa dan

mendokumentasian kegiatan self help group pada keluarga dengan

gangguan jiwa.

Tabel 4.8

Rencana Pemberian Terapi Klien Defisit perawatan diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

No Jenis Terapi

Jumlah Prosentase

Skizo RM Dems Skizo RM Dems

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Generalis

Individu (DPD) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

Keluarga (DPD) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

Kelompok (DPD) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

2 Spesialis

Individu (Behaviour Theraphy) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

Keluarga (Family Psycoeducation) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

Kelompok (Supportif Theraphy) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

Kelompok (Self Help Group) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

Gambar 4.8 di atas menjelaskan rencana pemberian terapi, baik

generalis maupun spesialis kepada klien gangguan jiwa dengan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

126

Universitas Indonesia

masalah defisit perawatan diri, keluarga dengan anggota keluarga

mengalami gangguan jiwa dan kelompok.

4.4 Pelaksanaan dan Hasil Tindakan keperawatan

4.4.1 Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang diberikan berdasarkan pada rencana yang telah

ditetapkan yang meliputi terapi generalis dan terapi spesialis yang keduanya

dilakukan oleh penulis selama berpraktik di komunitas. Tindakan

keperawatan dilakukan kepada klien, keluarga dan kelompok.

a. Tindakan Keperawatan untuk Klien

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien gangguan jiwa

dengan masalah defisit perawatan diri adalah pemberian terapi generalis

dan terapi spesialis. Pada tabel 4.9 di bawah ini dapat dijelaskan tentang

tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan masalah

defisit perawatan diri yang berada di Kelurahan Baranang Siang.

Tabel 4.9

Distribusi Pelaksanaan Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa

Klien Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

No Jenis Terapi

Jumlah Prosentase

Skizo RM Dems Skizo RM Dems

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Generalis

Individu (DPD) 9 4 4 100,0 80,0 100,0

Keluarga (DPD) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

2 Spesialis

Individu (Behaviour Theraphy) 9 4 4 100,0 80,0 100,0

Keluarga (Family Psycoeducation) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

Kelompok (Supportif Theraphy) 6 2 0 66,7 40,0 0,0

Kelompok (Self Help Group) 3 1 0 33,3 20,0 0,0

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

127

Universitas Indonesia

Tindakan keperawatan generalis klien

Klien defisit perawatan diri yang mendapatkan terapi generalis

sebanyak 17 orang klien (94,4%) dan 1 orang klien (5,6%) tidak

mendapatkan terapi generalis. Klien yang tidak mendapatkan terapi

generalis adalah karena keterlambatan tumbuh kembang dan

ketidakmampuan klien untuk memproses informasi yang masuk.

Tindakan keperawatan generalis yang dilakukan kepada klien adalah

tindakan keperawatan generalis defisit perawatan diri. Tindakan

pertama pada pertemuan pertama adalah mengidentifikasi kemampuan

klien tentang perawatan dirinya, yang meliputi : mandi, berhias,

makan dan minum dengan benar serta toileting dengan tepat.

Tindakan pertama ini berhasil dilakukan dalam satu kali pertemuan

pada 17 orang klien (94,4%). Klien mampu menyebutkan kemampuan

dan ketidakmampuannya dalam melakukan kegiatan perawatan

terhadap dirinya.

Hasil dari tindakan pertama ini adalah sebanyak 12 orang klien

(70,6%) mengatakan tidak mampu mandi dengan benar dan tidak

mampu makan secara teratur dan 13 orang klien (76,5%) mengatakan

ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri

berhias dan toileting yang tepat.

Tindakan keperawatan yang kedua pada pertemuan kedua adalah

menjelaskan kepada klien tentang cara melakukan perawatan diri

mandi, berhias, makan/minum dan toileting. Tindakan kedua ini

berhasil dilakukan dalam satu kali pertemuan pada 17 orang klien

(94,4%). Sebanyak 9 orang klien (52,9%) mampu menyebutkan

kembali tentang cara perawatan diri yang dijelaskan penulis.

Sebanyak 4 orang klien (23,5%) mengatakan mengerti dan mampu

menyebutkan kembali dengan bantuan. Sisanya, yaitu 4 orang klien

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

128

Universitas Indonesia

(23,5%) mengatakan mengerti dan belum mampu menyebutkan

kembali.

Tindakan keperawatan yang ketiga pada pertemuan ketiga adalah

adalah melatih cara melakukan perawatan diri mandi, berhias,

makan/minum dan toileting, memotivasi klien melakukan kegiatan

yang telah dilatih sesuai kemampuan dan memberikan reinforcement

positif. Tindakan ketiga ini berhasil dilakukan dalam satu kali

pertemuan pada 17 orang klien (94,4%). Hasil dari tindakan ketiga ini

adalah sebanyak 9 orang klien (52,9%), bersedia dan mampu dilatih

untuk melakukan kegiatan perawatan dirinya, yang meliputi mandi,

berhias, makan minum teratur dan toileting dalam satu kali latihan.

Sedangkan 8 orang klien (47%) mengatakan bersedia dan mampu

dilatih dalam 2-3 kali latihan dalam satu kali pertemuan.

Tindakan keperawatan spesialis klien

Tindakan keperawatan spesialis yang dilakukan untuk klien adalah

pemberian terapi spesialis perilaku token ekonomi. Terapi perilaku

token ekonomi dilakukan 6 sesi yang telah dimodifikasi sesuai kondisi

dan kemampuan klien defisit perawatan diri. Dari 18 orang klien, yang

diberikan terapi perilaku token ekonomi adalah sebanyak 17 orang

klien (94,4%). Mereka terdiri dari 9 orang klien (50%) skizofrenia, 4

orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%)

demensia.

Tindakan keperawatan spesialis yang pertama pada pertemuan

pertama adalah mengidentifikasi dan menyepakati perilaku negatif

yang ingin diubah dan token yang ingin diterima oleh klien. Tindakan

ini berhasil dilakukan dalam satu kali pertemuan. Hasilnya sebanyak 6

orang klien (35,3%) skizofrenia dan 3 orang klien (17,6%) retardasi

mental mampu menyebutkan dan menyepakati perilaku negatif yang

akan diubah menjadi perilaku positif dengan baik dan menyebutkan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

129

Universitas Indonesia

token yang ingin diterima, sebanyak 4 orang klien (23,5%) demensia

mampu menyebutkan dan menyepakati perilaku negatif yang akan

diubah menjadi perilaku positif dengan bantuan dan menyebutkan

token yang ingin diterima.

Tindakan keperawatan spesialis yang kedua pada pertemuan kedua

adalah melatih kemampuan mengubah perilaku negatif 1, yaitu tidak

mandi menjadi perilaku positif, mandi dengan benar. Tindakan ini

berhasil dilakukan dalam satu kali pertemuan. Hasilnya adalah

sebanyak 7 orang klien (41,2%) skizofrenia, mampu dilatih mandi

dalam satu kali latihan dan 4 orang klien (23,5%) retardasi mental, 1

orang klien (5,8%) demensia, mampu dilatih mandi 3 kali latihan

dalam satu kali pertemuan. Sedangkan 6 orang klien (35,2%) tidak

mampu dilatih untuk melakukan perawatan diri mandi.

Tindakan keperawatan spesialis yang ketiga pada pertemuan ketiga

adalah melatih kemampuan mengubah perilaku negatif 2, yaitu tidak

berhias menjadi perilaku positif, mampu berhias. Tindakan

keperawatan ini berhasil dilakukan satu kali pertemuan. Hasilnya

adalah sebanyak 7 orang klien (41,2%) skizofrenia, mampu dilatih

berhias dalam satu kali latihan dan 4 orang klien (23,5%) retardasi

mental, 1 orang klien (5,8%) demensia, mampu dilatih berhias 3 kali

latihan dalam satu kali pertemuan. Sedangkan 6 orang klien (35,2%)

tidak mampu dilatih untuk melakukan perawatan diri berhias.

Tindakan keperawatan spesialis yang keempat pada pertemuan

keempat adalah melatih kemampuan mengubah perilaku negatif 3,

yaitu tidak makan minum teratur menjadi perilaku positif, mampu

makan minum secara teratur. Tindakan ini berhasil dilakukan dalam

satu kali pertemuan. Hasilnya adalah sebanyak 8 orang klien (47,1%)

skizofrenia mampu dilatih makan minum teratur dalam satu kali

latihan dan 3 orang klien (17,6%) retardasi mental mampu dilatih

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

130

Universitas Indonesia

makan minum teratur dengan 2 kali latihan dalam satu kali pertemuan,

serta 4 orang klien (23,5%) demensia mampu dilatih makan minum

teratur dengan 3 kali latihan dalam satu kali pertemuan. Sedangkan 2

orang klien (11,8%) tidak mampu dilatih untuk melakukan perawatan

diri makan minum.

Tindakan keperawatan spesialis yang kelima pada pertemuan kelima

adalah melatih kemampuan mengubah perilaku negatif 4, yaitu tidak

toileting dengan tepat menjadi perilaku positif, toileting dengan tepat.

Tindakan ini berhasil dilakukan dalam satu kali pertemuan. Hasilnya

adalah sebanyak 9 orang klien (52,9%) skizofrenia mampu dilatih

toileting dengan tepat dalam satu kali latihan dan 4 orang klien

(23,5%) retardasi mental mampu dilatih toileting dengan tepat 2 kali

latihan dalam satu kali pertemuan, serta 4 orang klien (23,5%)

demensia mampu dilatih toileting dengan tepat 3 kali latihan dalam

satu kali pertemuan.

Tindakan keperawatan spesialis yang keenam pada pertemuan keenam

adalah motivasi klien untuk mengungkapkan manfaat serta hasil dari

latihan setiap sesi serta merencanakan tindak lanjut dan

menulis/mengisi buku catatan kegiatan harian klien. Tindakan ini

berhasil dilakukan dalam satu kali pertemuan. Hasilnya adalah

sebanyak 9 orang klien (52,9%) skizofrenia mampu melakukan

dengan baik dalam satu kali latihan dan 4 orang klien (23,5%)

retardasi mental tidak mampu melakukan dengan baik serta 4 orang

klien (23,5%) demensia mampu melakukan dengan pembimbingan

dan bantuan.

Klien yang hanya mendapatkan terapi perilaku token ekonomi

sebanyak 5 orang klien (29,4%). Pelaksanaan pertemuannya yaitu

semua klien selesai semua sesi dengan pertemuan 6 kali. Keterampilan

yang dilatih kepada klien dalam pelaksanaan behaviour theraphy

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

131

Universitas Indonesia

khususnya dengan masalah defisit perawatan diri yaitu melatih

kemampuan mengidentifikasi perilaku negative; mengubah perilaku

negative menjadi perilaku positif terutama dalam hal melakukan

perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, makan minum, toileting;

menyebutkan manfaat pelaksanaan terapi; dan memasukkan kegiatan

klien dalam buku catatan kegiatan harian.

a. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada keluarga dengan anggota

keluarga mengalami gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan

diri adalah pemberian terapi generalis dan terapi spesialis. Pada tabel

4.10 di bawah ini dapat dijelaskan tentang tindakan keperawatan yang

diberikan kepada keluarga dengan anggota keluarga mengalamai masalah

defisit perawatan diri yang berada di Kelurahan Baranang Siang.

Tabel 4.10

Distribusi Pelaksanaan Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa

Keluarga Klien Defisit perawatan diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

No Jenis Terapi

Jumlah Prosentase

Skizo RM Dems Skizo RM Dems

(n=9) (n=5) (n=4) (n=9) (n=5) (n=4)

1 Generalis

Individu (DPD) 9 4 4 100,0 80,0 100,0

Keluarga (DPD) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

2 Spesialis

Individu (Behaviour Theraphy) 9 4 4 100,0 80,0 100,0

Keluarga (Family Psycoeducation) 9 5 4 100,0 100,0 100,0

Kelompok (Supportif Theraphy) 6 2 0 66,7 40,0 0,0

Kelompok (Self Help Group) 3 1 0 33,3 20,0 0,0

Tindakan keperawatan generalis keluarga

Keluarga klien defisit perawatan diri yang mendapatkan terapi

generalis sebanyak 18 orang keluarga (100%). Pertemuan pada

keluarga dilakukan sebanyak 5 kali. Tindakan keperawatan yang

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

132

Universitas Indonesia

dilakukan berupa mengevaluasi kemampuan yang dimiliki keluarga

untuk membantu anggota keluarga memenuhi kebutuhan perawatan

diri dan melatih kemampuan yang belum dimiliki keluarga untuk

membantu anggota keluarga memenuhi kebutuhan perawatan diri

yang meliputi mandi, berhias, makan minum dan toileting.

Tindakan keperawatan generalis yang dilakukan untuk keluarga

adalah tindakan keperawatan generalis untuk merawat anggota

keluarga yang mengalami defisit perawatan diri. Tindakan pertama

pada pertemuan pertama adalah membantu keluarga mengenal

masalah defisit perawatan diri. Tindakan ini berhasil dilaksanakan

dalam satu kali pertemuan. Hasil yang didapat adalah sebanyak 18

keluarga (100%) mampu mengenal masalah defisit perawatan diri.

Tindakan kedua pada pertemuan kedua adalah membantu keluarga

untuk mengambil keputusan merawat anggota keluarga yang

mengalami defisit perawatan diri. Tindakan ini berhasil dilaksanakan

dalam satu kali pertemuan. Hasil yang didapat adalah sebanyak 18

keluarga (100%) mampu mengambil keputusan untuk merawat

anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri.

Tindakan ketiga pada pertemuan ketiga adalah membantu keluarga

merawat anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan diri.

Tindakan ini berhasil dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Hasil

yang didapat adalah sebanyak 18 keluarga (100%) mampu merawat

anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri.

Tindakan keempat pada pertemuan keempat adalah membantu

keluarga memodifikasi lingkungan yang mendukung untuk merawat

anggota keluarga. Tindakan ini berhasil dilaksanakan dalam satu kali

pertemuan. Hasil yang didapat adalah sebanyak 18 keluarga (100%)

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

133

Universitas Indonesia

mampu memodifikasi lingkungan untukmerawat anggota keluarga

dengan masalah defisit perawatan diri.

Tindakan kelima pada pertemuan kelima adalah membantu keluarga

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Tindakan ini

berhasil dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Hasil yang didapat

adalah sebanyak 18 keluarga (100%) mampu memanfaatkan

pelayanan kesehatan untuk merawat anggota keluarga dengan masalah

defisit perawatan diri. Dari 18 keluarga tersebut, 7 keluarga (38,9%)

datang dan memanfaatkan Puskesmas Bogor Timur dan 11 keluarga

(61,1%) memanfaatkan praktik kesehatan swasta di lingkungannya.

Tindakan keperawatan spesialis keluarga

Tindakan keperawatan spesialis yang dilakukan untuk keluarga adalah

pemberian terapi psikoedukasi keluarga. Terapi psikoedukasi keluarga

ini terdiri dari lima sesi. Sebanyak 18 keluarga mendapat terapi

psikoedukasi keluarga, meskipun hanya ada 16 keluarga yang belum

mampu merawat anggota keluarga. Pertimbangan diberikannya terapi

psikoedukasi keluarga bagi 2 keluarga yang telah mampu adalah

mengevaluasi kembali dan menyegarkan pengetahuan serta

ketrampilan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan

gangguan jiwa yang mengalami masalah defisit perawatan diri.

Tindakan yang dilakukan pada sesi 1 adalah mengidentifikasi masalah

yang dihadapi keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan

masalah defisit perawatan diri. Tindakan ini selesai dilakukan dalam

satu kali pertemuan. Hasil yang didapat sebanyak 18 keluarga (100%)

mampu menyebutkan masalah yang dihadapi dalam merawat anggota

keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan masalah defisit

perawatan diri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

134

Universitas Indonesia

Tindakan yang dilakukan pada sesi 2, mendiskusikan bersama

keluarga cara merawat anggota keluarga dengan masalah defisit

perawatan diri. Tindakan ini selesai dilakukan dalam satu kali

pertemuan. Hasil yang didapat sebanyak 18 keluarga (100%) mampu

mempraktikkan cara dalam merawat anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri.

Tindakan yang dilakukan pada sesi 3, manajemen stress keluarga

dalam merawat anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan

diri. Tindakan ini selesai dilakukan dalam dua kali pertemuan. Hasil

yang didapat sebanyak 18 keluarga (100%) mampu mengatasi stress

yang dialami merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa dengan masalah defisit perawatan diri.

Tindakan yang dilakukan pada sesi 4, manajemen beban keluarga

dalam merawat anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan

diri dan Tindakan ini selesai dilakukan dalam satu kali pertemuan.

Hasil yang didapat sebanyak 18 keluarga (100%) mampu

menyebutkan masalah yang dihadapi dalam merawat anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan

diri.

Tindakan yang dilakukan pada sesi 5, mendiskusikan bersama

keluarga untuk memberdayakan komunitas yang mendukung dalam

merawat anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri.

Tindakan ini selesai dilakukan dalam satu kali pertemuan. Hasil yang

didapat sebanyak 18 keluarga (100%) mampu memberdayakan

komunitas yang mendukung dalam merawat anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri.

Terapi psikoedukasi keluarga dilakukan pada 18 keluarga klien.

Frekuensi pertemuan sebanyak 6 kali, 1 kali pada sesi 1, 2, 4 dan 5,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

135

Universitas Indonesia

serta 2 kali pada sesi 3. Pelaksanaan sesi dalam terapi spesialis

psikoedukasi keluarga ini berhasil selesai sampai sesi 5. Kegiatan

yang dilakukan adalah, bersama keluarga mengidentifikasi

permasalahan yang dihadapi dalam merawat klien, mendiskusikan

cara merawat klien dengan defisit perawatan diri, manajemen stress

keluarga, manajemen beban keluarga dan memberdayakan komunitas

yang pendukung untuk merawat klien defisit perawatan diri.

c. Tindakan Keperawatan untuk Kelompok

Tindakan keperawatan spesialis yang ditetapkan untuk kelompok adalah

pemberian terapi kelompok suportif dan terapi kelompok swa bantu.

Kelompok yang mengikuti terapi ini terdiri dari klien gangguan jiwa

dengan masalah defisit perawatan diri, keluarga dengan anggota keluarga

mengalami gangguan jiwa masalah defisit perawatan diri dan KKJ yang

ikut merawat klien gangguan jiwa masalah defisit perawatan diri.

Tabel 4.11

Distribusi Pelaksanaan Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa

Kelompok Klien Defisit perawatan diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

No Terapi Jumlah Persentase

(%)

1 Terapi Spesialis

a. Supportif Theraphy:

Klien

Kader

Keluarga

7

18

7

38,9

100

38,9

b. Self Help Group Theraphy :

Klien

Kader

Keluarga

4

18

2

22,1

100

11,1

c. Supportif Theraphy dan Self

Help Group Theraphy

Klien

Kader

Keluarga

4

18

2

22,2

100

11,1

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dijelaskan tentang keikutsertaan kelompok

dalam terapi spesialis kelompok. Anggota kelompok terdiri dari klien

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

136

Universitas Indonesia

gangguan jiwa, KKJ dan keluarga dengan anggota keluarga mengalami

gangguan jiwa.

Terapi kelompok suportif diberikan kepada 7 orang klien (38,9%).

Pelaksanaan pertemuan yaitu 7 orang klien selesai mengikuti semua sesi

dengan jumlah pertemuan 4 kali. Pemberian terapi kelompok suportif ini

dilakukan empat sesi dalam empat kali pertemuan.

Tindakan spesialis pada sesi 1, yaitu mengidentifikasi kemampuan dan

sumber pendukung yang ada. Tindakan ini selesai dalam satu kali

pertemuan. Hasilnya adalah 5 orang klien (71,4%) mampu

mengidentifikasi kemampuan secara mandiri dan 2 orang klien (28,6%)

mampu mengidentifikasi kemampuan dengan bantuan. Sedangkan

keluarga, sebanyak 7 keluarga (100%) mengidentifikasi kemampuan

secara mandiri dan kader 18 orang kader (100%) mengidentifikasi

kemampuan secara mandiri.

Tindakan spesialis pada sesi 2, yaitu mengidentifikasi dan menggunakan

sistem pendukung yang berasal dari dalam, monitor hasil dan

hambatannya. Tindakan ini selesai dalam satu kali pertemuan. Hasilnya

adalah 5 orang klien (71,4%) mampu mengidentifikasi kemampuan

secara mandiri dan 2 orang klien (28,6%) mampu mengidentifikasi

kemampuan dengan bantuan. Sedangkan keluarga, sebanyak 7 keluarga

(100%) mengidentifikasi kemampuan secara mandiri dan kader 18 orang

kader (100%) mengidentifikasi kemampuan secara mandiri.

Tindakan spesialis pada sesi 3, yaitu mengidentifikasi dan menggunakan

sistem pendukung yang berasal dari luar, monitor hasil dan hambatannya.

Tindakan ini selesai dalam satu kali pertemuan. Hasilnya adalah 5 orang

klien (71,4%) mampu mengidentifikasi kemampuan secara mandiri dan 2

orang klien (28,6%) mampu mengidentifikasi kemampuan dengan

bantuan. Sedangkan keluarga, sebanyak 7 keluarga (100%)

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

137

Universitas Indonesia

mengidentifikasi kemampuan secara mandiri dan kader 18 orang kader

(100%) mengidentifikasi kemampuan secara mandiri.

Tindakan spesialis pada sesi 4, mengevaluasi hasil dan hambatan dalam

menggunakan sistem pendukung baik yang berasal dari dalam maupun

yang berasal dari luar. Tindakan ini selesai dalam satu kali pertemuan.

Hasilnya adalah 5 orang klien (71,4%) mampu mengidentifikasi

kemampuan secara mandiri dan 2 orang klien (28,6%) mampu

mengidentifikasi kemampuan dengan bantuan. Sedangkan keluarga,

sebanyak 7 keluarga (100%) mengidentifikasi kemampuan secara

mandiri dan kader 18 orang kader (100%) mengidentifikasi kemampuan

secara mandiri.

Tindakan terapi kelompok yang kedua adalah pemberian terapi kelompok

swa bantu. Terapi kelompok swa bantu dilaksanakan setelah selesai

pelaksanaan terapi suportif kelompok. Anggota kelompok swa bantu

adalah semua anggota kelompok suportif, yang terdiri dari klien,

keluarga dan KKJ. Terapi ini dilakukan dalam lima kali pertemuan, satu

kali pertemuan pada sesi 1 dan masing-masing dua kali pertemuan pada

sesi 2 dan 3. Sebanyak 4 orang klien (57,1%) mengikuti terapi kelompok

swa bantu sampai selesai, 3 orang lainnya (42,9%) tidak mengikuti

kegiatan terapi kelompok ini. KKJ yang berjumlah 18 orang KKJ

seluruhnya mengikuti terapi kelompok ini. Keluarga klien yang

mengikuti hanya 2 keluarga (28,6%).

Pertemuan pertama, tindakan yang dilakukan adalah pembentukan

kelompok, menjelaskan konsep terapi yang terbagi dalam lima sesi,

pengertian dan tujuan, pertemuan dipimpin oleh perawat. Hasil yang

didapat pada sesi 1 ini adalah terbentuk kelompok swa bantu. Kelompok

memahami dan mengerti tujuan pembentukan, manfaat dan kegiatan

yang dilakukan.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

138

Universitas Indonesia

Pertemuan kedua dan ketiga, melaksanakan kegiatan dan terapi dalam

lima sesi, dipimpin oleh leader yang ditunjuk oleh kelompok, leader

berasal dari anggota kelompok, leader memimpin terapi dengan

pendampingan. Kegiatan yang dilakukan adalah langkah 1 : memahami

masalah, langkah 2 : mendiskusikan cara untuk menyelesaikan masalah,

langkah 3 : memilih cara pemecahan masalah, langkah 4 : melakukan

tindakan untuk penyelesaian masalah dan langkah 5 : pencegahan

kekambuhan. Hasilnya pertemuan berjalan dengan lancar. Seluruh

anggota kelompok berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Pertemuan keempat dan kelima, melaksanakan kegiatan lima sesi secara

mandiri oleh anggota kelompok dipimpin oleh leader yang ditunjuk oleh

kelompok. Kegiatan yang dilakukan adalah langkah 1 : memahami

masalah, langkah 2 : mendiskusikan cara untuk menyelesaikan masalah,

langkah 3 : memilih cara pemecahan masalah, langkah 4 : melakukan

tindakan untuk penyelesaian masalah dan langkah 5 : pencegahan

kekambuhan. Hasilnya pertemuan berjalan dengan lancar. Seluruh

anggota kelompok berpartisipasi dalam kegiatan ini.

4.4.2 Hasil

Pengukuran hasil kemampuan dilakukan dengan cara membandingkan hasil

pengkajian awal dengan kondisi setelah diberikan terapi spesialis

keperawatan jiwa. Pengukuran dilakukan secara rinci tentang kemampuan

yang dimiliki oleh klien, keluarga dan kelompok.

a. Kemampuan Klien Gangguan Jiwa

Kemampuan klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri

diukur dalam dua hal yaitu respon terhadap streesor dan kemampuan

yang dimiliki.

Respon terhadap Stressor

Respon terhadap stresor dengan masalah defisit perawatan diri diukur

dan dibandingkan sebelum dan setelah mendapatkan terapi generalis

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

139

Universitas Indonesia

maupun terapi spesialis. Respon terhadap stressor klien defisit

perawatan diri meliputi respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku

dan sosial.

Tabel 4.12

Distribusi Hasil Evaluasi

Respon terhadap Stressor Pre dan Post Terapi Keperawatan

Klien Skizofrenia dengan Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011-April 2012

No Respon terhadap Stressor

Behaviour Theraphy

(n=9)

Behaviour Theraphy Behaviour Theraphy

Supportif Theraphy (n=6) Supportif Theraphy

Self Help Group (n=3)

Pre Post Selisih % Pre Post Selisih % Pre Post Selisih %

1 Respon Kognitif

a. Tidak mampu mengambil

keputusan 8 3 5 62,5 6 1 5 83,3 3 0 3 100

b. Tidak tahu cara merawat diri 5 0 5 100 3 0 3 100 2 0 2 100

2 Respon Afektif

a. Perasaan negatif terhadap diri 5 3 2 40 3 1 2 66,7 1 0 1 100

b. Sedih 5 1 4 80 3 0 3 100 2 0 2 100

c. Merasa tidak mampu

merawat diri 6 2 4 66,7 4 1 3 75 2 0 2 100

d. Tidak ada motivasi merawat

diri 5 2 3 60 3 1 2 66,7 2 0 2 100

3 Respon Fisiologis

a. Lelah/letih/lemah 5 2 3 60 3 0 3 100 2 0 2 100

b. Penurunan muskuloskeletal 6 1 5 83,3 3 0 3 100 2 0 2 100

4 Respon Perilaku

a. Tidak mandi 5 2 3 60 3 1 2 66,7 2 0 2 100

b. Tidak berhias setelah mandi 6 2 4 66,7 4 0 4 100 2 0 2 100

c. Tidak makan dan minum

teratur 5 1 4 80 3 0 3 100 2 0 2 100

d. Toileting tidak tepat 5 0 5 100 3 0 3 100 1 0 1 100

5 Respon Sosial

a. Mengurung diri 7 1 6 85,7 4 0 4 100 2 0 2 100

b. Menghindari dari orang lain 5 0 5 100 2 0 2 100 0 0 0 0

c. Menolak interaksi 5 0 5 100 2 0 2 100 0 0 0 0

MEAN 5,5 1,3 4,2 76,3 3,3 0,3 2,9 90,6 1,7 0,0 1,7 86,7

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

140

Universitas Indonesia

Tabel 4.13

Distribusi Hasil Evaluasi

Respon terhadap Stressor Pre dan Post Terapi Keperawatan

Klien Retardasi Mental dengan Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011-April 2012

No Respon terhadap Stressor

Behaviour Theraphy

(n=4)

Behaviour Theraphy Behaviour Theraphy

Supportif Theraphy(n=2) Supportif Theraphy

Self Help Group(n=1)

Pre Post Selisih % Pre Post Selisih % Pre Post Selisih %

1 Respon Kognitif

a. Tidak mampu

mengambil keputusan 4 2 2 50 2 2 0 0 1 0 1 100

b. Tidak tahu cara merawat

diri 4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

2 Respon Afektif

a. Perasaan negatif

terhadap diri 3 1 2 66,7 2 0 2 100 1 0 1 100

b. Sedih 1 0 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Merasa tidak mampu

merawat diri 2 0 2 100 2 0 2 100 1 0 1 100

d. Tidak ada motivasi

merawat diri 2 0 2 100 2 0 2 100 1 0 1 100

3 Respon Fisiologis

a. Lelah/letih/lemah 4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

b. Penurunan

musculoskeletal 4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

4 Respon Perilaku

a. Tidak mandi 4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

b. Tidak berhias setelah

mandi 4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

c. Tidak makan dan minum

teratur 4 2 2 50 2 0 2 100 1 0 1 100

d. Toileting tidak tepat 4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

5 Respon Sosial

a. Mengurung diri 4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

b. Menghindari dari orang

lain 1 0 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Menolak interaksi 1 0 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0

MEAN 3,1 0,8 2,3 79,4 1,6 0,1 1,5 73,3 0,8 0,0 0,8 80,0

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

141

Universitas Indonesia

Tabel 4.14

Distribusi Hasil Evaluasi

Respon terhadap Stressor Pre dan Post Terapi Keperawatan

Klien Demensia dengan Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011-April 2012

No Respon terhadap

Stressor

Behaviour Theraphy(n=4) Behaviour Theraphy Behaviour Theraphy

Supportif Theraphy(n=0) Supportif Theraphy

Self Help Group(n=0)

Pre Post Selisih % Pre Post Selisih % Pre Post Selisih %

1 Respon Kognitif

a. Tidak mampu

mengambil keputusan 4 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Tidak tahu cara

merawat diri 4 0 4 100 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Respon Afektif

a. Perasaan negatif

terhadap diri 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Sedih 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Merasa tidak mampu

merawat diri 4 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

d. Tidak ada motivasi

merawat diri 4 0 4 100 0 0 0 0 0 0 0 0

3 Respon Fisiologis

a. Lelah/letih/lemah 4 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Penurunan

muskuloskeletal 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 Respon Perilaku

a. Tidak mandi 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Tidak berhias setelah

mandi 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Tidak makan dan

minum teratur 3 0 3 75 0 0 0 0 0 0 0 0

d. Toileting tidak tepat 4 0 4 100 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Respon Sosial

a. Mengurung diri 4 0 4 100 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Menghindari dari

orang lain 3 0 3 75 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Menolak interaksi 2 1 1 25 0 0 0 0 0 0 0 0

MEAN 3,3 1,8 1,5 38,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Berdasarkan tabel 4.12, 4.13 dan 4.14 di atas dapat dibandingkan

tentang respon terhadap stressor klien defisit perawatan diri dengan

diagnosa medis skizofrenia, retardasi mental dan demensia sebelum

dan sesudah diberikan terapi generalis dan terapi spesialis

keperawatan jiwa. Terapi spesialis yang diberikan adalah behaviour

theraphy; behaviour theraphy dan supportif theraphy; serta behaviour

theraphy, supportif theraphy dan self help group theraphy.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

142

Universitas Indonesia

Klien Defisit Perawatan Diri Diagnosa Medis Skizofrenia

Respon kognitif, dijelaskan bahwa terapi yang memberikan efek

khususnya untuk lebih mengurangi respon kognitif ketidakmampuan

mengambil keputusan adalah terapi Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy yaitu sebesar (100 %).

Sedangkan terapi yang efektif menurunkan ketidaktahuan cara

merawat diri pada klien adalah terapi Behaviour Theraphy (100 %),

Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) serta Behaviour

Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy

(100%).

Respon afektif, dijelaskan bahwa terapi yang mempunyai efek

mengurangi respon afektif perasaan negatif terhadap dirinya adalah

terapi Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group

Theraphy (100%). Terapi yang efektif menurunkan kesedihan adalah

terapi Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) serta

Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group

Theraphy (100%). Terapi yang memiliki efek lebih menurunkan

respon afektif merasa tidak mampu merawat diri adalah terapi

Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group

Theraphy (100%). Sedangkan terapi yang efektif menurunkan respon

afektif tidak ada motivasi untuk merawat diri adalah terapi Behaviour

Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%).

Respon fisiologis, terapi yang mempuyai efek menurunkan respon

fisiologis yaitu kelelahan/kelelatihan dan penurunan muskuloskeletal

adalah terapi Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) dan

terapi Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group

Theraphy (100%).

Respon perilaku, dijelaskan bahwa terapi yang memberikan efek lebih

menurunkan respon perilaku tidak mampu mandi, adalah Behaviour

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

143

Universitas Indonesia

Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%);

efektif meenurunkan respon perilaku tidak berhias, adalah Behaviour

Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) serta Behaviour Theraphy,

Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%); efektif

menurunkan respon perilaku tidak makan minum, adalah Behaviour

Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) serta Behaviour Theraphy,

Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%); serta

efektif menurunkan respon perilaku tidak toileting dengan tepat adalah

terapi Behaviour Theraphy (100%), Behaviour Theraphy dan

Supportif Theraphy (100%) serta Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%)

Respon sosial, terapi yang efektif mengurangi respon sosial

mengurung diri adalah terapi Behaviour Theraphy dan Supportif

Theraphy (100%) serta terapi Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%). Terapi yang efektif

mengurangi respon sosial menghindar dari orang lain adalah terapi

Behaviour Theraphy (100%) serta Behaviour Theraphy dan Supportif

Theraphy (100%). Sedangkan terapi yang efektif menurunkan respon

sosial menolak interaksi adalah terapi Behaviour Theraphy (100%)

dan terapi Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy (100%).

Klien Defisit Perawatan Diri Diagnosa Medis Retardasi Mental

Respon kognitif, dijelaskan bahwa terapi yang memberikan efek

khususnya untuk lebih mengurangi respon kognitif ketidakmampuan

mengambil keputusan adalah terapi Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy yaitu sebesar (100 %).

Sedangkan terapi yang efektif menurunkan ketidaktahuan cara

merawat diri pada klien adalah terapi Behaviour Theraphy dan

Supportif Theraphy (100%) serta Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%).

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 162: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

144

Universitas Indonesia

Respon afektif, dijelaskan bahwa terapi yang mempunyai efek

mengurangi respon afektif perasaan negatif terhadap dirinya adalah

terapi Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) serta

Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group

Theraphy (100%). Terapi yang efektif menurunkan kesedihan adalah

terapi Behaviour Theraphy (100%). Terapi yang memiliki efek lebih

menurunkan respon afektif merasa tidak mampu merawat diri adalah

terapi Behaviour Theraphy (100%), Behaviour Theraphy dan

Supportif Theraphy (100%) serta Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%). Sedangkan terapi

yang efektif menurunkan respon afektif tidak ada motivasi untuk

merawat diri adalah terapi Behaviour Theraphy (100%), Behaviour

Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) serta Behaviour Theraphy,

Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%).

Respon fisiologis, terapi yang mempuyai efek menurunkan respon

fisiologis yaitu kelelahan/kelelatihan dan penurunan muskuloskeletal

adalah terapi Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy (100%)

serta terapi Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help

Group Theraphy (100%).

Respon perilaku, dijelaskan bahwa terapi yang memberikan efek lebih

menurunkan respon perilaku tidak mampu mandi, berhias, makan

minum, dan toileting adalah terapi Behaviour Theraphy dan Supportif

Theraphy (100%) dan Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan

Self Help Group Theraphy (100%)

Respon sosial, terapi yang efektif mengurangi respon sosial

mengurung diri adalah terapi Behaviour Theraphy dan Supportif

Theraphy (100%) serta terapi Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%). Terapi yang efektif

mengurangi respon sosial menghindar dari orang lain adalah terapi

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 163: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

145

Universitas Indonesia

Behaviour Theraphy (100%). Sedangkan terapi yang efektif

menurunkan respon sosial menolak interaksi adalah terapi Behaviour

Theraphy (100%).

Klien Defisit Perawatan Diri Diagnosa Medis Demensia

Respon kognitif, dijelaskan bahwa terapi yang memberikan efek

khususnya untuk menurunkan ketidaktahuan cara merawat diri pada

klien adalah terapi Behaviour Theraphy (100%).

Respon afektif, dijelaskan bahwa terapi yang mempunyai efek

mengurangi respon afektif tidak ada motivasi untuk merawat diri

adalah terapi Behaviour Theraphy (100%).

Respon fisiologis, terapi perilaku yang diberikan kepada klien defisit

perawatan diri dengan diagnosa medis demensia tidak terbukti bisa

menurunkan respon fisiologis kelelahan/kelelatihan dan penurunan

muskuloskeletal.

Respon perilaku, pada klien defisit perawatan diri dengan diagnosa

medis demensia dapat dijelaskan bahwa terapi yang diberikan hanya

mampu mengubah perilaku toileting tidak tepat menjadi tepat yaitu

pemberian terapi Behaviour Theraphy (100%).

Respon sosial, terapi yang efektif mengurangi respon sosial

mengurung diri adalah terapi Behaviour Theraphy (100%). Sedangkan

respon sosial menghindar dari orang lain dan respon sosial menolak

interaksi pada klien defisit perawatan diri yang memiliki diagnosa

medis demensia tidak dapat diubah dengan pemberian terapi perilaku.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 164: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

146

Universitas Indonesia

Kemampuan Klien

Kemampuan klien yang diukur di sini adalah kemampuan klien dalam

melakukan perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, makan

minum dan toileting serta positif belief.

Tabel 4.15

Distribusi Hasil Evaluasi

Kemampuan Klien Pre dan Post Terapi Keperawatan

Klien Skizofrenia dengan Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011-April 2012

No Kemampuan Klien

Behaviour Theraphy (n=9) Behaviour Theraphy Behaviour Theraphy

Supportif Theraphy (n=6) Supportif Theraphy

Self Help Group (n=3)

Pre Post Selisih % Pre Post Selisih % Pre Post Selisih %

1 Kemampuan klien

a. Tidak mampu untuk mandi 5 1 4 80 3 0 3 100 2 0 2 100

b. Tidak mampu untuk berhias 6 1 5 83,3 4 0 4 100 2 0 2 100

c. Tidak mampu makan

minum teratur

5 1 4 80 3 0 3 100 2 0 2 100

d. Tidak mampu toileting

dengan benar

5 0 5 100 3 0 3 100 2 0 2 100

2 Keyakinan positif

a. Tidak yakin akan sembuh 4 4 0 0 1 0 1 100 0 0 0 0

b. Tidak yakin terhadap tenaga

kesehatan

5 2 3 60 3 1 2 66,7 1 0 1 100

c. Tidak yakin terhadap

pelayanan kesehatan

5 5 0 0 3 1 2 66,7 1 0 1 100

MEAN 5,0 2,0 3,0 57,6 2,9 0,3 2,6 90,5 1,4 0,0 1,4 85,7

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 165: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

147

Universitas Indonesia

Tabel 4.16

Distribusi Hasil Evaluasi

Kemampuan Klien Pre dan Post Terapi Keperawatan

Klien Retardasi Mental dengan Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011-April 2012

No Kemampuan Klien

Behaviour Theraphy (n=4) Behaviour Theraphy Behaviour Theraphy

Supportif Theraphy (n=2) Supportif Theraphy

Self Help Group (n=1)

Pre Post Selisih % Pre Post Selisih % Pre Post Selisih %

1 Kemampuan klien

a. Tidak mampu untuk mandi 4 1 3 75 2 1 1 50 1 0 1 100

b. Tidak mampu untuk berhias 4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

c. Tidak mampu makan minum

teratur

4 1 3 75 2 1 1 50 1 0 1 100

d. Tidak mampu toileting

dengan benar

4 1 3 75 2 0 2 100 1 0 1 100

2 Keyakinan positif

a. Tidak yakin akan sembuh 3 0 3 100 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Tidak yakin terhadap tenaga

kesehatan

3 0 3 100 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Tidak yakin terhadap

pelayanan kesehatan

3 1 2 66,7 0 0 0 0 0 0 0 0

MEAN 3,6 0,7 2,9 81,0 1,1 0,3 0,9 42,9 0,6 0,0 0,6 57,1

Tabel 4.17

Distribusi Hasil Evaluasi

Kemampuan Klien Pre dan Post Terapi Keperawatan

Klien Demensia dengan Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011-April 2012

No Kemampuan Klien

Behaviour Theraphy (n=4) Behaviour Theraphy Behaviour Theraphy

Supportif Theraphy (n=0) Supportif Theraphy

Self Help Group (n=0)

Pre Post Selisih % Pre Post Selisih % Pre Post Selisih %

1 Kemampuan klien

a. Tidak mampu untuk mandi 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Tidak mampu untuk berhias 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Tidak mampu makan minum

teratur

3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

d. Tidak mampu toileting

dengan benar

4 0 4 100 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Keyakinan positif

a. Tidak yakin akan sembuh 4 0 4 100 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Tidak yakin terhadap tenaga

kesehatan

1 0 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Tidak yakin terhadap

pelayanan kesehatan

1 0 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0

MEAN 2,7 1,3 1,4 57,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 166: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

148

Universitas Indonesia

Berdasarkan tabel 4.15, 4.16 dan 4.17 di atas, dijelaskan tentang

perubahan kemampuan yang dimiliki oleh klien dalam mengatasi

masalah defisit perawatan diri pada masing-masing diagnosa medis,

yaitu skizofrenia, retardasi mental dan demensia. Kemampuan yang

dapat dijelaskan terdiri dari kemampuan individu dan positif belief.

Klien Defisit perawatan Diri Diagnosa Medis Skizofrenia

Kemampuan individu, terapi yang efektif untuk meningkatkan

kemampuan atau menurunkan ketidakmampuan klien untuk mandi,

berhias dan makan minum adalah terapi Behaviour Theraphy dan

Supportif Theraphy (100%) serta terapi Behaviour Theraphy,

Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%).

Sedangkan terapi yang efektif untuk meningkatkan kemampuan atau

menurunkan ketidakmampuan klien untuk toileting adalah terapi

Behaviour Theraphy (100%), Behaviour Theraphy dan Supportif

Theraphy (100%) serta terapi Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%).

Keyakinan positif, terapi yang memiliki efek meningkatkan keyakinan

terhadap kesembuhan adalah terapi Behaviour Theraphy dan Supportif

Theraphy (100%). Terapi yang memiliki efek meningkatkan

keyakinan terhadap tenaga kesehatan adalah terapi Behaviour

Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%).

Sedangkan terapi yang memiliki efek meningkatkan keyakinan

terhadap pelayanan kesehatan adalah terapi Behaviour Theraphy,

Supportif Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%).

Klien Defisit perawatan Diri Diagnosa Medis Retardasi Mental

Kemampuan individu, terapi yang efektif untuk meningkatkan

kemampuan atau menurunkan ketidakmampuan klien untuk mandi

dan makan minum adalah terapi Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy (100%). Sedangkan terapi

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 167: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

149

Universitas Indonesia

yang efektif untuk meningkatkan kemampuan atau menurunkan

ketidakmampuan klien untuk berhias dan toileting adalah terapi

Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) serta terapi

Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group

Theraphy (100%).

Keyakinan positif, terapi yang memiliki efek meningkatkan keyakinan

terhadap kesembuhan dan meningkatkan keyakinan terhadap tenaga

kesehatan adalah terapi Behaviour Theraphy (100%). Sedangkan

terapi yang memiliki efek meningkatkan keyakinan terhadap

pelayanan kesehatan adalah terapi Behaviour Theraphy (66,7%).

Klien Defisit perawatan Diri Diagnosa Medis Demensia

Kemampuan individu, terapi perilaku yang diberikan pada klien

defisit perawatan diri dengan diagnosa medis demensia hanya efektif

untuk meningkatkan kemampuan atau menurunkan ketidakmampuan

klien untuk toileting yaitu terapi Behaviour Theraphy (100%).

Keyakinan positif, terapi perilaku yang diberikan pada klien defisit

perawatan diri dengan diagnosa medis demensia efektif meningkatkan

keyakinan terhadap kesembuhan, meningkatkan keyakinan terhadap

tenaga kesehatan dan meningkatkan keyakinan terhadap pelayanan

kesehatan yaitu terapi Behaviour Theraphy (100%).

b. Kemampuan Keluarga dengan Anggota Keluarga Gangguan Jiwa

Berdasarkan tabel 4.18 di bawah, dijelaskan tentang perubahan

kemampuan yang dimiliki oleh keluarga dalam merawat klien dengan

masalah defisit perawatan diri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 168: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

150

Universitas Indonesia

Tabel 4.18

Distribusi Kemampuan Keluarga dalam Merawat

Klien Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

No

Sumber

Kemampuan

Family Psycoeducation

Theraphy

Family Psycoeducation

Theraphy dan Supportif

Theraphy

Family Psycoeducation

Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help

Group Theraphy

Pre Post Selisih % Pre Post Selisih % Pre Post Selisih %

1 Dukungan Keluarga

a. Keluarga tdk

mengenal

16 0 16 100 5 0 5 100 2 0 2 100

b. Keluarga tdk

mampu

memutuskan

16 0 16 100 5 0 5 100 2 0 2 100

c. Keluarga tdk

mampu rawat klien

16 0 16 100 6 0 6 100 3 0 3 100

d. Keluarga tdk

mampu modifikasi

16 0 16 100 6 0 6 100 3 0 3 100

e. Keluarga tdk

mampu manfaatkan

yankes

15 0 15 100 5 0 5 100 2 0 2 100

MEAN 15,8 0 15,8 100 5,4 0 5,4 100 2,4 0 2,4 100

Dukungan keluarga, terapi yang memiliki efek meningkatkan dukungan

keluarga terhadap klien adalah Family Psycoeducation (100%) baik yang

diberikan secara terpisah maupun yang dipadu dengan antara Family

Psycoeducation Theraphy dan Supportif Theraphy (100%) dan perpaduan

antara Family Psycoeducation Theraphy dan Supportif Theraphy dan Self

Help Group Theraphy (100%). Terapi-terapi tersebut terbukti efektif

meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan dukungan

terhadap klien gangguan jiwa dalam hal mengenal masalah, mengambil

keputusan untuk merawat, merawat anggota keluarga, memodifikasi

lingkungan yang mendukung dan memanfaatkan pelayanan kesehatan

untuk merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

masalah defisit perawatan diri.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 169: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

151

Universitas Indonesia

c. Kemampuan Kelompok

Berdasarkan tabel 4.19 di bawah, dijelaskan tentang perubahan

kemampuan yang dimiliki oleh kelompok dalam merawat klien dengan

masalah defisit perawatan diri.

Tabel 4.19

Distribusi Kemampuan Kelompok dalam Merawat

Klien Defisit Perawatan Diri

Periode Oktober 2011 - April 2012

(n = 18)

No Sumber Kemampuan Supportif Theraphy Self Help Group

Supportif Theraphy

dan Self Help

Group

Pre Post Selisih % Pre Post Selisih % Pre Post Selisih %

1 Dukungan Kelompok

a. Kelompok tidak

memberikan

motivasi

15 0 15 100 15 0 15 100 15 0 15 100

b. Kelompok tidak

mengetahui cara

merawat diri

15 0 15 100 15 0 15 100 15 0 15 100

c. Kelompok tidak

memberikan

bantuan

kepada klien

15 0 15 100 15 0 15 100 15 0 15 100

MEAN 15 0 15 100 15 0 15 100 15 0 15 100

Dukungan kelompok, terapi yang memiliki efek meningkatkan dukungan

kelompok terhadap klien adalah Supportif Theraphy (100%), Self Help

Group Theraphy (100%) dan perpaduan Supportif Theraphy dan Self

Help Group Theraphy (100%). Terapi-terapi tersebut terbukti efektif

meningkatkan kemampuan kelompok dalam memberikan motivasi

terhadap klien gangguan jiwa, merawat klien gangguan jiwa dan

memberikan bantuan klien gangguan jiwa dalam merawat diri.

4.5 Rencana Tindak Lanjut

4.6.1 Klien : klien yang telah memiliki perilaku positif diharapkan dapat

mempertahankan perilakunya. Perilaku positif yang dimaksud adalah

perilaku dalam hal memenuhi kebutuhan perawatan diri yang meliputi

mandi, berhias, makan minum dan toileting. Kemampuan yang telah

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 170: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

152

Universitas Indonesia

dimiliki oleh klien juga diharapkan bisa untuk dipertahankan. Klien yang

mendapatkan pengobatan diharapkan selalu mengkonsumsi obat dan kontrol

secara teratur baik ke Puskesmas maupun ke Rumah Sakit Jiwa. Kelompok

suportif yang telah terbentuk supaya bisa untuk dipertahankan. Produktifitas

yang telah diajarkan diharapkan mampu dipertahankan dan menjadi sumber

penghasilan bagi klien untuk menjalani kehidupannya.

4.6.2 Keluarga :

Keluarga sebaiknya tetap memberikan motivasi kepada klien untuk

melakukan perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, makan dan minum

serta toileting. Keluarga juga hendaknya tetap membantu klien untuk

mempertahankan perilaku positif klien dalam perawatan diri. Keluarga

diharapkan ikut membantu klien dalam hal penyediaan perlengkapan

perawatan diri. Keluarga harus mendukung klien untuk patuh minum obat

dan kontrol secara teratur.

4.6.3 Lingkungan Perawatan :

Lingkungan perawatan yang dimaksud adalah peran serta keluarga dan

masyarakat. Masyarakat atau KKJ yang ikut memberikan bantuan,

dukungan, motivasi kepada klien maupun keluarga. KKJ diharapkan mampu

melakukan kunjungan rumah untuk melakukan evaluasi, dan memberikan

dukungan kepada klien. Evaluasi yang dilakukan adalah sejauh mana klien

mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan apakah perilaku positif

yang sudah dimiliki bisa tetap dipertahankan. Bantuan kader diberikan

kepada klien apabila mengalami penurunan motivasi dan klien mengalami

kemunduran dalam hal mempertahankan perilaku.

4.7 Hambatan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan

4.7.1 Pelaksanaan Terapi

Karakteristik klien mempengaruhi pelaksanaan terapi. Karakteristik tersebut

adalah tingkat pendidikan dan usia klien. Tingkat pendidikan yang rendah

mempengaruhi dalam pelaksanaan terapi khususnya ketika klien menulis

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 171: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

153

Universitas Indonesia

buku kerja dan dalam melakukan evaluasi di buku kerja. Klien yang

mengalami retardasi mental yang tidak mampu menulis karena mengalami

keterlambatan tumbuh kembang. Memerlukan bantuan dan kerjasama

dengan keluarga. Klien dengan usia yang diatas 50 tahun juga memerlukan

pendekatan yang lebih intensif dimana perhatian dan proses berpikirnya

sudah mulai berkurang sehingga penerimaan terapi menjadi agak lama.

Beberapa klien dalam menjalankan latihan yang diajarkan kurang

termotivasi. Hal ini disebabkan klien berpikir bahwa dirinya merasa tidak

memiliki masalah dan tidak menganggap perlu untuk mengubah perilaku

negatifnya atau belum adanya kesadaran diri dan klien berpendapat bahwa

latihan yang dilakukan ternyata juga tidak mengubah kehidupannya.

Motivasi atau kesadaran keluarga dalam membantu klien pada beberapa

keluarga masih kurang. Hal ini terlihat dari tanggung jawab keluarga dalam

membantu dan memberikan motivasi kepada klien untuk melakukan

perawatan diri ketika tidak ada penulis sering diabaikan.

4.7.2 Lingkungan Perawatan

Lingkungan keperawatan yang dimaksud di sini adalah komunitas yang

menjadi tempat bagi klien dan keluarga tinggal. Pemberian asuhan

keperawatan yang kurang berkesinambungan khususnya pemberian terapi

spesialis, merupakan kendala yang sangat mempengaruhi pencapaian asuhan

keperawatan yang diberikan, khususnya pada masalah defisit perawatan diri

di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 172: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

154 Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang manajemen kasus spesialis dan manajemen

asuhan keperawatan masalah defisit perawatan diri di Kelurahan Baranang Siang

yang dilakukan mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan April 2012. Manajemen

kasus spesialis dibahas berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan, yaitu

mulai dari karakteristik klien, stressor dan efektifitas penerapan terapi dengan

pendekatan Self Care Orem dan CMHN serta efektifitas penerapan terapi spesialis

untuk mengatasi masalah defisit perawatan diri pada klien gangguan jiwa.

Sedangkan manajemen asuhan keperawatan masalah defisit perawatan diri yang

dibahas, berdasarkan hasil penerapan manajemen asuhan keperawatan jiwa

profesional di Kelurahan Baranang Siang.

5.1 Karakteristik Klien Defisit Perawatan Diri

Hasil pengkajian yang telah dilakukan melalui pendekatan model konsep

Stuart (2009) bahwa proses terjadinya masalah defisit perawatan diri,

dipengaruhi oleh stressor predisposisi, presipitasi, respon terhadap stresor,

sumber koping, dan mekanisme koping yang digunakan klien. Berdasarkan

hal tersebut, maka data yang didapatkan dari hasil pengkajian tersebut sangat

bervariasi untuk masing-masing klien, meskipun dengan masalah keperawatan

yang sama, yaitu defisit perawatan diri.

Karakteristik klien dengan masalah defisit perawatan diri terdiri usia, jenis

kelamin, pendidikan, status perkawinan, status pekerjaan, lamanya mengalami

gangguan, dan jumlah perawatan yang telah dijalani.

5.1.1 Usia

Klien yang dirawat dengan masalah defisit perawatan diri di RW 02 dan

RW 12 Kelurahan Baranang Siang sebagian besar berada pada rentang

usia 21 sampai dengan 40 tahun. Klien defisit perawatan diri yang berada

pada rentang usia tersebut sebanyak 10 orang dari 18 orang klien.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 173: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

155

Universitas Indonesia

Menurut Erikson (2000, dalam Stuart & Sundeen, 1995), pada usia ini

individu mulai mempertahankan hubungan saling ketergantungan, memilih

pekerjaan, memilih karir, melangsungkan perkawinan. Usia tersebut

merupakan usia perkembangan dewasa pertengahan, yaitu usia dimana

individu mendapatkan tuntutan dari lingkungan sekitar (keluarga dan

masyarakat) untuk mengaktualisasikan dirinya. Kegagalan untuk

memenuhi tuntutan dari lingkungan sekitar dan melaksanakan tugas

perkembangannya sering diartikan sebagai ketidakmampuan yang akan

mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, perhatian pada

orang lain berkurang, menyalahkan diri dan orang lain yang akhirnya

ditunjukkan dengan penurunan motivasi untuk merawat diri atau defisit

perawatan diri

5.1.2 Pendidikan

Klien yang dirawat dengan masalah defisit perawatan diri memiliki

pendidikan yang bervariasi, mulai SD, SMP, SLTA, D3 bahkan Sarjana.

Tetapi sebagian besar klien yaitu sebanyak 6 orang klien (33,33%)

berpendidikan SD. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi cara individu

berperilaku, membuat keputusan dan memecahkan masalah, serta

mempengaruhi cara klien berespon terhadap stresor.

Menurut Stuart (2009) bahwa aspek intelektual merupakan salah satu

faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa karena berhubungan dengan

kemampuan seseorang dalam menyampaikan ide atau pendapatnya,

selanjutnya akan berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk

memenuhi harapan dan keinginan yang ingin dicapai dalam hidupnya

sehingga akan lebih minimal untuk terjadinya defisit perawatan diri. Potter

& Perry (2005) mengatakan bahwa defisit perawatan diri biasanya banyak

terjadi pada klien yang mempunyai latar belakang pendidikan rendah.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 174: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

156

Universitas Indonesia

5.1.3 Status Pekerjaan

Klien yang dirawat dengan masalah defisit perawatan diri sebagian besar

dengan riwayat tidak punya pekerjaan (menganggur) yaitu sebanyak 11

orang klien (61,1%). Menurut Townsend (2005) banyak hal yang telah

dicoba untuk dikaitkan dengan masalah defisit perawatan diri, salah

satunya akan terkait dengan masalah status sosial. Faktor status sosial

ekonomi yang rendah lebih banyak mengalami gangguan jiwa yang

menyebabkan kurangnya motivasi untuk melakukan perawatan diri

dibandingkan pada tingkat sosial ekonomi tinggi.

Vega et al (1999, dalam Stuart, 2009) juga menyebutkan bahwa ada

beberapa penelitian terkait dengan kemiskinan dan kesehatan mental,

hasilnya diyakini bahwa adanya perbedaan risiko untuk mengalami

gangguan jiwa antara kelompok utama yang diukur dari stratifikasi sosial

dan kemiskinan. Kelompok ini lebih rentan dengan masalah kesehatan

jiwa dalam kehidupan sehari-hari. Rendahnya tingkat sosial ekonomi dan

kemiskinan, erat kaitannya dengan ketersediaan materi dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari dan penghargaan oleh lingkungan. Keadaan

kemiskinan juga menunjukan ketiadaan akses, baik akses sumber daya dan

informasi. Kondisi ini mengakibatkan keterbatasan dalam penyelesaian

masalah dan akhirnya individu merasa frustasi dengan kondisinya dan

merasa iri jika melihat kemampuan orang lain.

5.1.4 Status Perkawinan

Klien defisit perawatan diri yang dirawat memiliki status perkawinan

belum menikah lebih banyak yaitu 11 orang klien (61,1%). Salah satu

faktor predisposisi defisit perawatan diri, menurut Stuart (2009) adalah

ketidakmampuan mengungkapkan keinginan, termasuk keinginan hidup

berumah tangga. Berdasarkan pendapat ini dapat dikatakan klien merasa

frustasi dengan kondisinya yang sendiri dan merasa iri jika melihat orang

pacaran dan menikah, Klien merasa malu dan marah pada diri sendiri,

orang lain dan lingkungan. Jika dikaitkan dengan usia, klien berada dalam

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 175: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

157

Universitas Indonesia

rentang dewasa muda dimana klien mempunyai tugas perkembangan yang

harus dilalui yaitu mengembangkan hubungan intim dengan lawan jenis

dalam ikatan pernikahan. Tidak terpenuhinya atau kegagalan dalam

memenuhi tugas perkembangan ini merupakan stresor bagi individu yang

berujung pada defisit perawatan diri.

5.2 Stressor Predisposisi

Hasil pengkajian terhadap stressor predisposisi klien dengan defisit perawatan

diri di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang didapatkan yaitu dari

aspek biologi sebagian besar dari faktor genetik (44,4%). Aspek psikologi

sebagian besar dari ketidakmampuan mengungkapkan keinginan yaitu

(100%) dan dari aspek sosial budaya sebagian besar dari masalah ekonomi

(88,9%).

Faktor biologis pada klien defisit perawatan diri di RW 02 dan RW 12

Kelurahan Baranang Siang sebagian besar karena faktor genetik. Faktor

biologis ini terkait dengan adanya neuropatologi dan ketidakseimbangan dari

neurotransmiternya. Dampak yang dapat dinilai sebagai manifestasi adanya

gangguan adalah pada perilaku maladaptif klien (Townsend, 2005). Secara

biologi riset neurobiologikal memfokuskan pada tiga area otak yang

dipercaya dapat melibatkan defisit perawatan diri yaitu sistem limbik, lobus

frontalis dan hipotalamus. Kondisi lain yaitu adanya kondisi patologis dan

ketidakseimbangan dari beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter tersebut

adalah dopamin, serotonin, norepineprin dan asetilkolin.

Faktor biologis penting untuk diketahui, terkait dengan terapi psikofarmaka

yang tepat diberikan pada klien. Adanya gangguan dari salah satu komponen

biologis sangat mempengaruhi terapi yang harus diberikan sebagai koreksi

terhadap kekurangan atau berlebihnya fungsi atau produksi hormon yang

mempengaruhi kerja otak. Keterbatasan pemeriksaan neurobiologis atau

bahkan belum dilakukannya pemeriksaan neurobiologis pada klien,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 176: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

158

Universitas Indonesia

menyebabkan terapi psikofarmaka yang diberikan kurang efektif, karena bisa

tidak tepat sasaran.

Stressor predisposisi berikutnya, yaitu aspek psikologis dan sosial budaya.

Aspek psikologis yang menjadi stressor predisposisi terjadinya masalah

defisit perawatan diri pada klien defisit perawatan diri di RW 02 dan RW 12

Kelurahan Baranang Siang, sebagian besar karena ketidakmampuan

mengungkapkan keinginan dengan baik. Biasanya ada kaitannya dengan tipe

kepribadian introvert, gangguan kemampuan komunikasi verbal, menutup diri

dari kemungkinan orang-orang yang memperhatikannya, sehingga tidak

memiliki orang terdekat atau orang yang berarti dalam hidupnya dapat

disebabkan dari kegagalan dari tugas perkembangannya. Menurut Erikson

(2000, dalam Keliat, 2007) untuk mengembangkan hubungan positif setiap

orang harus dapat melalui delapan tugas perkembangan (development task)

sesuai dengan proses perkembangan usia. Kegagalan dalam melaksanakan

tugas perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak

percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, tidak mampu

merumuskan dan mengungkapkan keinginan, dan merasa tertekan.

Ketidakmampuan mengungkapkan keinginan ini akan menyebabkan individu

menjadi tertekan dan frustasi yang akhirnya berespon dengan menyalahkan

diri dan orang lain di sekitarnya.

Aspek sosial budaya merupakan stressor predisposisi yang juga menentukan

dan sebagian besar klien defisit perawatan diri terkait masalah pekerjaan atau

kondisi ekonomi, ketersediaan tempat tinggal, tuntutan dari masyarakat yang

tidak realistis dengan kemampuan dari Klien. Menurut Townsend (2005),

salah satu penyebab gangguan gangguan jiwa terkait dengan masalah status

sosial ekonomi. Faktor status sosial ekonomi yang rendah lebih banyak

mengalami gangguan jiwa yang menyebabkan kurangnya perawatan diri

dibandingkan pada tingkat sosial ekonomi tinggi.

Pengetahuan tentang beberapa stressor predisposisi pada klien defisit

perawatan diri di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang yaitu dari

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 177: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

159

Universitas Indonesia

aspek biologis, psikologis dan sosial budaya menjadi dasar yang kuat bagi

perawat dalam menjalankan proses keperawatan secara holistik yaitu

memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan pendekatan biologis,

psikologis, dan sosial budaya. Pengkajian dan pengetahuan tentang faktor

biologis, psikologis, dan sosial budaya ini juga menjadi dasar bahwa

pemberian terapi keperawatan jiwa tetap diberikan di tingkat pelayanan

komunitas diantaranya pencegahan primer seperti pendidikan kesehatan

tentang kesehatan jiwa dan pendidikan tentang tumbuh kembang beserta

tugas perkembangannya. Pencegahan sekunder yaitu pencegahan terjadinya

gangguan. Serta pencegahan tersier yaitu pengobatan dan perbaikan atau

rehabilitatif kondisi klien gangguan jiwa.

5.3 Stressor Presispitasi

Pengkajian terhadap stressor presipitasi yaitu dari sifat stresor, asal stresor,

waktu dan jumlah stressor pada klien defisit perawatan diri di RW 02 dan RW

12 Kelurahan Baranang Siang. Klien terpapar stresor yang bersifat biologis,

psikologis dan sosial budaya. Presipitasi faktor biologis klien didapatkan

yaitu putus (55,6%). Kondisi putus obat pada klien menurut penulis

dikarenakan pengobatan gangguan jiwa memerlukan waktu yang cukup lama

sehingga kondisi ini membuat kebosanan kepada klien. Pemberian obat pada

klien gangguan jiwa juga pada awalnya lebih banyak memberikan efek

sekunder dari pada efek optimal, hal ini yang memberi anggapan kepada klien

bahwa obat yang dikonsumsinya tidak memberikan efek penyembuhan tetapi

menambah gejala atau efek samping.

Presipitasi faktor psikologis pada klien didapatkan memiliki riwayat

psikologis berupa mengalami kejadian yang kurang menyenangkan yaitu

(77,8%) berupa pengalaman-pengalaman kegagalan dan kehilangan, seperti

kegagalan dalam membina hubungan dengan lawan jenis, kehilangan orang

yang dicintai atau berarti, kegagalan dalam pekerjaan, pola asuh yang tidak

tepat dan kehilangan orang yang berarti. Hal ini sesuai dengan pendapat

Stuart (2009) bahwa faktor psikologis, yang meliputi konsep diri,

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 178: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

160

Universitas Indonesia

intelektualitas, kepribadian, moralitas, pengalaman masa lalu, koping dan

ketrampilan komunikasi secara verbal mempengaruhi perilaku seseorang

dalam hubungannya dengan orang lain.

Sedangkan sumber stressor berasal dari internal dan eksternal diri Klien.

Sumber internal adalah kegagalan dan perasaan bersalah yang ditujukan

kepada dirinya karena perasaan frustasi akan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Sumber eksternal klien yaitu tuntutan dari lingkungan serta kecaman dari

lingkungan yang menyebabkan klien tidak mampu memenuhinya. Kondisi ini

memberikan konflik pada diri dan lingkungan serta munculnya perasaan tidak

berharga. Hal ini sesuai dengan pendapat Stuart (2009) dimana faktor

penyebab defisit perawatan diri dari faktor psikologis diantaranya inteligensi,

ketrampilan verbal, moral, kepribadian dan kontrol diri, pengalaman yang

tidak menyenangkan, kurangnya motivasi. Pengalaman yang tidak

menyenangkan dan kurangnya motivasi menimbulkan terjadinya defisit

perawatan diri.

Waktu terpaparnya stressor, klien defisit perawatan diri di RW 02 dan RW 12

Kelurahan Baranang Siang sebagian besar terjadi dalam periode awal,

sebagian besar terpapar stressor dalam jangka waktu yang pendek atau kurang

dari 10 tahun yaitu 55,6%. Jumlah stressor yang dialami sebagian beruntun

dan bermacam-macam. Menurut Stuart (2009), waktu atau lamanya terpapar

stresor, yaitu terkait dengan sejak kapan, sudah berapa lama, serta berapa kali

kejadiannya (frekuensi). Bila baru pertama kali terkena masalah, maka

penanganannya juga memerlukan suatu upaya yang lebih intensif dengan

tujuan untuk tindakan pencegahan primer.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

gangguan jiwa tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi terjadi melalui pross

dengan beberapa penyebab. Keluarga, klien, KKJ dan umumnya masyarakat

hendaknya memahami kondisi ini sehingga bisa melakukan tindakan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 179: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

161

Universitas Indonesia

pencegahan untuk terpaparnya kondisi atau kejadian yangbisa merupakan

stressor presipitasi terjadinya gangguan jiwa.

5.4 Efektifitas Penerapan Terapi pada Klien Defisit Perawatan Diri dengan

Pendekatan Teori Dorothy Orem Self Care

Keperawatan adalah seni dan ilmu yang mempunyai tujuan untuk

mengembalikan, memelihara atau mencapai integritas, sistem yang stabil,

penyesuaian dan adaptasi, sehingga sistem dapat berfungsi secara efisien dan

efektif (Tomey, 2006). Pelaksanaan proses keperawatan pada klien dengan

defisit perawatan diri terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa

keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan

keperawatan dan pelaksanaan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan.

Pengkajian yang dilakukan dalam manjemen kasus klien dengan defisit

perawatan diri menggunakan pendekatan psikodinamika gangguan jiwa

menurut Stuart (2009). Penggunaan model Stuart ini sangat efektif dalam

menggambarkan kondisi klinis klien dan proses terjadinya gangguan jiwa,

khususnya masalah defisit perawatan diri. Pengkajian yang dilakukan dengan

pendekatan Stuart ini penting untuk mengetahui proses maladaptif dalam

rentang kehidupan klien, yang dapat dijadikan landasan dalam pemberian

terapi keperawatan. Selain itu, dilakukan pula pengkajian sesuai dengan

respon klien sehingga dapat dirumuskan masalah keperawatan berdasarkan

prioritas kebutuhan klien saat ini (here and now).

Hasil pengkajian yang ditemukan pada klien dapat dijelaskan menggunakan

konsep Self Care Orem bahwa stressor yang dialami individu pada klien

defisit perawatan diri yaitu adanya penurunan motivasi diri untuk melakukan

perawatan pada diri sendiri. Penurunan motivasi tersebut ditunjukkan dengan

adanya ketidakseimbangan antara self-care agency dengan self care

therapeutic demand sehingga klien mengalami self care deficit.

Ketidakseimbangan ini adalah kondisi self care agency tidak cukup mampu

menggunakan self care therapeutic demand untuk melakukan pemenuhan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 180: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

162

Universitas Indonesia

kebutuhan perawatan diri. Karena kondisi ini maka klien membutuhkan

bantuan untuk memaksimalkan self care therapeutic demand agar self care

terpenuhi dan dapat bertindak sebagai self care agency untuk menangani

masalah defisit perawatan diri.

Perawatan diri (Self care), asumsinya adalah bahwa setiap orang bisa

melakukan atau mampu berfungsi secara optimal untuk melakukan kegiatan

pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya sendiri secara mandiri tanpa

bantuan. Klien pada kondisi ini tidak mengalami masalah, tidak memerlukan

bantuan untuk masalah pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya.

Ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan perawatan secara mandiri (Self-care

deficit), asumsinya bahwa suatu saat pada kondisi tertentu, seseorang bisa

mengalami kondisi bahwa dia tidak mampu melakukan kegiatan untuk

memenuhi kebutuhan perawatan dirinya sendiri. Sehingga pada kondisi ini

individu mengalami self care defisit, dan memerlukan bantuan untuk

memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.

Sistem keperawatan (nursing system), asumsinya bahwa ketika seseorang

tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya secara mandiri, maka

dia memerlukan bantuan, dan perawat sebagai nursing agency harus

memberikan bantuan kepada orang tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan

perawatan dirinya. Klien menerima asuhan dari perawat berdasarkan tiga

macam kondisi, wholly compensatory atau pemberian bantuan total, partly

compensatory atau pemberian bantuan sebagian misalnya pada klien yang

mengalami keterbatasan fisik dan supportive educative system atau

memberikan pendidikan kesehatan dan melatih klien dan keluarganya untuk

dapat bereperan sebagai self care agency.

Hal inilah yang memberikan dasar bagi pemberian beberapa terapi yaitu

terapi behaviour therapy, terapi suportif, self help group dan psikoedukasi

keluarga. Pemberian terapi spesialis ini juga berdasarkan pendekatan teori

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 181: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

163

Universitas Indonesia

Orem’s Self Care yang ditujukan agar klien mampu memenuhi kebutuhan

perawatan dirinya secara mandiri.

Terapi yang diberikan yaitu behaviour therapy, terapi suportif, self help

group dan psikoedukasi keluarga merupakan terapi spesialis keperawatan

jiwa yang merupakan sebuah proses pembelajaran bagi klien untuk

meningkatkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri

yang dilakukannya dengan cara meningkatkan kemampuan, meningkatkan

motivasi dan pengetahuan tentang perawatan diri dan mengubah perilaku

maladaptif tidak mau merawat diri menjadi perilaku adaptif mau merawat

diri. Pelaksanaan terapi tersebut memberi hasil yang baik karena adanya

komunikasi yang baik antara perawat-klien dan adanya peran serta keluarga

dan KKJ dalam .

5.4.1 Respon terhadap Stressor

Respon terhadap stresor merupakan suatu proses evaluasi secara

menyeluruh yang dilakukan oleh individu terhadap sumber stres dengan

tujuan untuk melihat tingkat kemaknaan dari suatu kejadian yang

dialaminya (Stuart, 2009). Dari hasil evaluasi respon terhadap stressor

pada klien defisit perawatan diri menunjukkan gejala negatif dan

ketidakmampuan. Ini menunjukan bahwa seluruh klien memandang

sumber stressornya adalah sebagai suatu ancaman bagi klien. Hampir

semua klien memiliki respons negatif dalam menghadapi masalah secara

kognitif, afektif, perilaku dan sosial.

Respon kognitif yang dilakukan sebagian besar klien defisit perawatan diri

tidak mampu mengambil keputusan (88,9%). Menurut Stuart (2009),

penilaian kognitif merupakan suatu mediator bagi interaksi antara

individu dan lingkungan. Individu dapat menilai adanya suatu masalah

sebagai ancaman atau potensi dipengaruhi oleh persepsi individu, sikap

terbuka terhadap adanya perubahan, dan kemampuan untuk kontrol diri

terhadap pengaruh lingkungan. Selain itu, penilaian kognitif terhadap

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 182: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

164

Universitas Indonesia

masalah, dipengaruhi oleh sumber untuk toleransi terhadap masalah yang

dihadapi, yang berasal dari diri sendiri dan lingkungan. Kemampuan

koping individu juga merupakan hal yang sangat mempengaruhi

bagaimana individu menilai suatu masalah, hal ini seringkali berhubungan

dengan pengalaman secara individual. Efektifitas koping yang biasa

dipergunakan oleh klien dalam mengatasi masalahnya, serta koping yang

tersedia dan dapat dipergunakan oleh klien, mempengaruhi respon

terhadap stresor yang dihadapi.

Respon afektif terhadap stresor terkait dengan sedih, bingung, apatis/pasif,

sehingga tidak ada motivasi untuk melakukan perawatan diri (Stuart,

2009). Ekspresi emosi yang sering ditampilkan oleh klien defisit

perawatan diri, yaitu perasaan tidak mampu melakukan perawatan diri,

perasaan negatif terhadap dirinya dan merasa tidak ada motivasi untuk

merawat diri. Klasifikasi dari emosi akan tergantung pada tipe, lama dan

intensitas dari stresor yang diterima dari waktu ke waktu. Ekspresi emosi

dan perasaan sangat mempengaruhi sikap, yang sudah menjadi suatu

kebiasaan/pola bagi individu tersebut.

Respon fisiologis terhadap stresor pada klien defisit perawatan diri, terkait

dengan adanya kelelahan, keletihan dan kelemahan, keterbatasan

muskuloskeletal yang dialami. Menurut Suliswati (2005) dan Stuart (2009)

kerusakan hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan motivasi

sehingga kurang aktifitas dan malas melakukan sesuatu. Secara umum

pada klien defisit perawatan diri mengalami kelelahan dan kelemahan,

sehingga tidak melakukan perawatan diri. Respon yang ditampilkan

tersebut merupakan respon negatif, yang dilakukan akibat keterbatasan

kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan respon bahwa stresor

merupakan sesuatu yang harus dihindari, bukan sesuatu yang harus

dihadapi atau diselesaikan.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 183: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

165

Universitas Indonesia

Respon sosial ditunjukkan dengan gejala ketidakmampuan pada kegiatan

sosial. Sebagian besar klien defisit perawatan diri (83,3%), memiliki

respon sosial yang tidak sesuai yaitu dengan menghindar dari lingkungan

dan malu terhadap apa yang dialaminya. Hal ini dapat diamati dengan

gejala klien yang menarik diri, tidak mau berinteraksi dengan orang lain

baik secara sukarela maupun atas instruksi perawat dan misalnya menolak

untuk melakukan interaksi.

Terapi perilaku terbukti efektif untuk mengubah perilaku maladaptif

menjadi perilaku adaptif klien defisit perawatan diri khususnya dengan

diagnosa medis skizofrenia yang menderita sakit kurang dari 10 tahun.

Pada klien defisit perawatan diri dengan diagnosa medis skizofrenia yang

menderita sakit lebih dari 10 tahun terapi perilaku bisa diberikan tetapi

dikombinasi dengan terapi suportif dan terapi kelompok swa bantu.

Pada klien defisit perawatan diri khususnya dengan diagnosa medis

retardasi mental, pemberian terapi perilaku juga efektif untuk mengubah

perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif, tetapi hasil akan terlihat

lebih efektif bila pemberian terapi dipadukan dengan terapi suportif dan

swa bantu. Ketidakikutsertaan seluruh klien retardasi mental dalam terapi

kelompok suportif dan swa bantu membuat efektifitas pemberian terapi

tidak bisa diukur dengan maksimal.

Sedangkan pada klien defisit perawatan diri khususnya dengan diagnosa

medis demensia, pemberian terapi perilaku belum cukup efektif untuk

mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Hal ini menurut

penulis, karena adanya keterbatasan kemampuan kognitif pada klien

demensia. Klien demensia mengalami kemunduran dalam hal kognitif

sehingga untuk menyerap informasi dan mempraktikkannya merupakan

suatu upaya yang berat dilakukan dalam jangka waktu yang singkat.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 184: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

166

Universitas Indonesia

5.4.2 Kemampuan Mengatasi Masalah Klien Defisit Perawatan Diri

Kemampuan personal yang dimiliki sebagian besar klien yaitu telah dilatih

dan diajarkan bagaimana mengenal tentang masalah defisit perawatan diri

yang dialaminya, mengenal tentang cara mengatasi defisit perawatan diri

yaitu dengan cara latihan merawat diri mandi, berhias, makan minum dan

toileting. Hal ini dikarenakan rata-rata klien (69,5%) menunjukkan

perilaku tidak merawat diri baik tidak melakukan perawatan diri mandi,

berhias setelah mandi, makan minum secara teratur dan toileting dengan

tepat. Kemampuan dasar untuk mengenal dan mengatasi defisit perawatan

diri menunjukkan hasil yang sangat signifikan, hal ini terlihat dari

meningkatnya kemampuan klien defisit perawatan diri dan menurunnya

jumlah klien yang memiliki ketidakmampuan untuk merawat diri.

Menurut penulis keberhasilan ini terjadi karena adanya kerjasama yang

baik antara perawat, keluarga dan kader dalam mendukung dan

berpartisipasi dalam merawat klien defisit perawatan diri. Oleh karena itu

tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi fenomena ini adalah

perlunya peningkatan link atau kesinambungan antara pelayanan di

masyarakat seperti CMHN yang ditingkatkan terus ke seluruh wilayah di

Indonesia. Tindakan yang lain yaitu klien dan keluarga perlu dilatih

kemampuan spesialis dalam mengatasi masalah defisit perawatan dirinya.

Dukungan, dukungan berasal dari keluarga dan kelompok, dan dukungan

yang paling bermakna adalah dukungan dari keluarga. Sebagian besar

kasus yang ditemukan terungkap data bahwa kurangnya dukungan

keluarga untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan

diri, menjadi salah satu faktor penentu tidak terpenuhinya kebutuhan

perawatan diri klien. Hal ini terbukti dari meningkatnya angka dukungan

keluarga, dari hanya 2 keluarga (11,1%) yang mendukung menjadi 100%

keluarga mendukungan menjadikan kemampuan klien dalam hal

perawatan diri meningkat.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 185: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

167

Universitas Indonesia

Kondisi ini menurut penulis dikaitkan dengan stigma dan beban yang

diterima keluarga atau masyarakat. WHO (2008) mengkategorikan beban

keluarga dengan gangguan jiwa dalam dua jenis yaitu beban obyektif dan

subyektif. Beban obyektif yaitu beban yang berhubungan dengan masalah

dan pengalaman anggota keluarga meliputi gangguan hubungan antar

anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktifitas kerja,

kesulitan finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik anggota

keluarga. Beban Subyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan reaksi

psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan,

cemas dan malu dalam situasi sosial, koping stress terhadap gangguan

prilaku dan frustrasi yang disebabkan karena perubahan hubungan.

Laporan WHO (2008), dikatakan bahwa anggota keluarga merupakan

pihak utama yang menanggung beban fisik, emosional dan finansial karena

adanya salah satu anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa.

Ketidakmampuan keluarga dalam menanggung beban ini mengakibatkan

rendahnya motivasi keluarga dalam memberikan perawatan klien dengan

defisit perawatan diri.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dukungan sosial ini

adalah dengan membentuk sebanyak-banyaknya kelompok pemerhati

gangguan jiwa, pemberian pendidikan kesehatan jiwa dalam upaya

menurunkan diskriminasi dan stigma yang ada, pemberian terapi spesialis

psikoedukasi keluarga dalam mengatasi motivasi yang rendah keluarga

dalam merawat anggota kelurga dengan defisit perawatan diri.

Ketersediaan pelayanan kesehatan dan finansial : sebagian besar klien

termasuk keluarga dengan perekonomian yang rendah, dan tidak memiliki

fasilitas jaminan kesehatan masyarakat (JAMKESMAS) untuk biaya

perawatan dan pengobatan. Adanya program pemerintah terhadap jaminan

kesehatan bagi masyarakat ini merupakan peluang yang baik dalam

mengatasi masalah kesehatan jiwa. Program pemerintah ini sebaiknya

terus ada dan selalu disosialisasikan kepada masyarakat karena ada juga

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 186: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

168

Universitas Indonesia

masyarakat yang belum mengetahui akan program pemerintah ini.

Masalah ini telah berhasil diatasi penulis dengan melakukan kerjasama

dengan perangkat RT, RW dan kelurahan untuk memfasilitasi klien

mendapatkan JAMKESMAS.

Hasil pengkajian kemampuan klien berupa keyakinan positif pada

sebagian besar klien defisit perawatan diri, yaitu hanya sebagian kecil

(38,9%) klien yang merasa yakin bisa sembuh. Penghargaan yang rendah

dari lingkungan, kurang diberikan kesempatan dalam menyelesaikan

masalah, dan stigma terhadap gangguan jiwa yang diderita, merupakan

penyebab utama terhadap perasaan tidak mampu dalam menyelesaikan

masalah. Selain itu, rendahnya motivasi klien dalam menyelesaikan

masalah merupakan salah satu penyebab ketidakmampuan dalam

menyelesaikan masalah.

Terapi perilaku terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan klien

defisit perawatan diri khususnya dengan diagnosa medis skizofrenia untuk

melakukan perawatan diri. Pada klien defisit perawatan diri dengan

diagnosa medis skizofrenia efektifitas terapi perilaku ini semakin

meningkat dengan perpaduan terapi kelompok suportif dan swa bantu.

Pada klien defisit perawatan diri khususnya dengan diagnosa medis

retardasi mental, pemberian terapi perilaku juga efektif untuk

meningkatkan kemampuan perawatan diri. Tetapi hasil akan terlihat lebih

efektif bila pemberian terapi dipadukan dengan terapi suportif dan swa

bantu. Ketidakikutsertaan seluruh klien retardasi mental dalam terapi

kelompok suportif dan swa bantu membuat efektifitas pemberian terapi

tidak bisa diukur dengan maksimal.

Sedangkan pada klien defisit perawatan diri khususnya dengan diagnosa

medis demensia, pemberian terapi perilaku belum cukup efektif untuk

meningkatkan kemampuan klien dalam hal perawatan diri. Sehingga perlu

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 187: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

169

Universitas Indonesia

diberikan terapi spesialis lain yaitu terapi keluarga untuk membantu klien

memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.

5.5 Efektifitas Penerapan Terapi pada Klien Defisit Perawatan Diri

Hasil pelaksanaan terapi behaviour therapy, terapi suportif, terapi kelompok

swa bantu dan terapi psikoedukasi keluarga pada klien defisit perawatan diri

di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang memberikan dampak yang

efektif terhadap perubahan perilaku klien. Khususnya perubahan perilaku

dalam kemampuan mengontrol perilaku negatif menjadi positif. Hasil tersebut

tentunya tidak terlepas dari keterlibatan tim kesehatan, dan keluarga yang

senantiasa memberikan dukungan penuh terhadap perkembangan kondisi

klien.

5.5.1 Efektifitas Behaviour Theraphy pada Klien Defisit Perawatan Diri

Hasil evaluasi pelaksanaan terapi menunjukan bahwa behavior therapy

memberikan dampak yang lebih efektif dalam menurunkan respon klien

khususnya di respon afektif dan sosial. Perilaku merupakan suatu reflek

dari respons emosi dan perubahan fisiologis sebagai suatu kemampuan

analisis kognitif dalam menghadapi suatu situasi yang penuh dengan stres

(Stuart, 2009). Teori ini mendukung bahwa terapi perilaku lebih efektif

untuk menurunkan defisit perawatan diri. Individu yang mendapat stresor

akan berespon positif atau negatif tergantung analisis individu tersebut.

Terapi perilaku ini memberikan hasil yang efektif walaupun dengan

karakteristik klien yang bermacam-macam. Menurut Stuart, (2009) terapi

perilaku ini berfokus pada klien. Manusia adalah mahkluk yang unik

dengan permasalahan yang berbeda serta dengan koping terhadap stressor

yang berbeda pula, ada yang adaptif dan ada yang maladaptif. Koping

yang adaptif ini dapat dipelajari dan terapi perilaku mengacu hal tersebut,

sehingga terapi perilaku dapat dilaksanakan dengan beberapa macam

karakteristik yang ada, walaupun dalam pelaksanaannya ada beberapa

kendala.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 188: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

170

Universitas Indonesia

Sejumlah 18 orang klien yang mengalami defisit perawatan diri, 9 orang

dengan diagnosa medis skizofrenia, 4 orang dengan diagnosa medis

demensia dan 5 orang klien dengan diagnosa medis retardasi mental.

Hanya 13 orang klien (72,2%) yang diberikan terapi perilaku token

ekonomi. Klien yang diberikan terapi perilaku adalah 9 orang klien (50%)

dengan diagnosa skizofrenia dan 4 orang klien (22,2%) dengan diagnosa

retardasi mental. Klien dengan demensia, tidak satupun yang diberikan

terapi perilaku.

Pertimbangan yang mendasari tidak diberikannya terapi perilaku pada 1

orang klien dengan diagnosa retardasi mental adalah klien tersebut tidak

mampu berkomunikasi dua arah maupun satu arah. Tidak memiliki

kemampuan berbicara, mendengar, membaca maupun menulis. Sehingga

hal ini sangat menyulitkan penulis untuk memberikan terapi perilaku.

Meskipun dengan memodifikasi pelaksanaan terapi perilaku, penulis tetap

mengalami kesulitan untuk memberikan terapi perilaku klien. Sedangkan

pada 4 orang klien (22,2%) retardasi mental lainnya diberikan terapi

perilaku karena keempat klien tersebut, meskipun tidak mampu membaca

dan menulis, dan mengalami keterlambatan tumbuh kembang, namun klien

masih mampu latih sehingga dengan memodifikasi pelaksanaan terapi,

penulis dapat memberikan terapi perilaku pada keempat klien tersebut.

Pertimbangan tidak diberikannya terapi perilaku pada 4 orang klien

(22,2%) dengan demensia adalah klien tersebut memiliki usia di atas 55

tahun dan mengalami gangguan orientasi realita waktu, tempat dan orang.

Klien tidak mampu mengingat dengan baik, tidak mampu mengenal orang

lain bahkan anggota keluarganya sekalipun tidak mampu diingat, tidak

mengenal waktu dan tempat. Keempat orang klien tersebut mengalami

keterbatasan fisik. Semua kegiatan pemenuhan aktifitasnya dibantu dan

tergantung pada keluarga, klien tidak mampu untuk diberikan informasi

dan diubah secara kognitif, afektif maupun psikomotornya. Sehingga

penulis memutuskan untuk tidak memberikan terapi perilaku kepada klien

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 189: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

171

Universitas Indonesia

demensia. Untuk memberikan bantuan kepada klien penulis memberikan

terapi psikoedukasi keluarga.

Terapi perilaku diberikan kepada 9 orang klien (50%) dengan skizofrenia.

Hal ini didukung oleh penelitian Fauziah (2010) yang menyatakan bahwa

klien yang mendapatkan terapi antipsikotik masih dapat berpikir rasional

dan dapat dilatih dalam memecahkan masalah. Terapi perilaku dapat

dilakukan pada klien dengan kondisi akut atau klien skizofrenia dengan

defisit perawatan diri yang diberikan obat antipsikosis.

Evaluasi respon terhadap stressor klien juga didukung oleh penelitian

Parendrawati (2008), dalam penelitian tersebut membuktikan bahwa terapi

perilaku lebih bermakna dalam meningkatkan kemampuan klien defisit

perawatan diri. Kemampuan merawat diri pada klien defisit perawatan diri

yang mengikuti terapi perilaku meningkat atau lebih efektif dibandingkan

dengan klien yang tidak mengikuti terapi perilaku. Perilaku klien defisit

perawatan diri dari maladaptif tidak mampu merawat diri menjadi adaptif

dan mampu merawat diri.

Hasil evaluasi pelaksanaan terapi menunjukan bahwa terapi perilaku ini

memberikan efek khususnya untuk lebih mengurangi respon terhadap

stressor klien dengan defisit perawatan diri pada aspek afektif dan sosial.

Pada respon afektif yaitu mengurangi rasa sedih dengan Behaviour

Theraphy (100%). Pada respon sosial yaitu menurunkan respon

ketidaktertarikan klien untuk berinteraksi sosial, dan hasilnya dengan

Behaviour Theraphy (100%), klien mampu berinteraksi sosial.

Pemberian terapi perilaku ini selain meningkatkan respon terhadap stressor

juga meningkatkan kemampuan klien defisit perawatan diri untuk

melakukan perawatan diri. Melalui pemberian Behaviour Theraphy

keyakinan positif klien mencapai angka maksimal (100%).

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 190: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

172

Universitas Indonesia

5.5.2 Efektifitas Kombinasi Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy

serta Kombinasi Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self

Help Group Theraphy Klien Defisit Perawatan Diri

Kombinasi terapi perilaku dengan supportive theraphy dan self help group

menunjukan hasil yang lebih efektif mengubah perilaku klien defisit

perawatan diri. Hal ini terbukti dengan efektifitas terapi tersebut dalam

pencapaian respon perilaku, fisiologis, afektif, sosial dan kognitif. Karena

selain perilakunya direstrukturisasi oleh terapi perilaku, klien juga

disadarkan akan permasalahan yang dialaminya dengan supportive

theraphy. Klien dalam kelompok disadarkan tentang perilakunya yang

tidak benar yang menyebabkan klien mengalami defisit perawatan diri.

Hasil pengkajian pada klien dengan defisit perawatan diri di RW 02 dan

RW 12 menunjukan bahwa banyak klien yang merasa dirinya tidak

mengalami masalah dan merasa tidak yakin akan sembuh yaitu 61,1%.

Kondisi ini juga dapat dijelaskan oleh teori Self Care Orem yang

mengasumsikan bahwa setiap orang bisa melakukan atau mampu berfungsi

secara optimal untuk melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan

perawatan dirinya sendiri secara mandiri tanpa bantuan. Bantuan hanya

akan diberikan ketika klien tidak mampu menggunakan kemampuannya

untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya. Setelah diberikan tindakan

keperawatan spesialis untuk meningkatkan kemampuan, maka klien

dengan masalah defisit perawatan diri mampu memenuhi kebutuhan

perawatan dirinya secara mandiri.

Apabila pada pemberian terapi perilaku peningkatan respon terhadap

stressor hanya maksimal pada aspek afektif dan sosial, maka pada

pemberian terapi secara kombinasi ini peningkatan respon terhadap

stressor bisa terjadi pada kelima aspek secara maksimal. Dengan adanya

kombinasi terapi ini sangat tepat dilakukan dan hasilnya juga menunjukan

hasil yang lebih efektif dalam menurunkan respon negatif defisit

perawatan diri baik respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 191: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

173

Universitas Indonesia

Kombinasi terapi Behaviour Theraphy dan Supportif Theraphy diberikan

kepada 3 orang klien (16,7%). Klien tersebut, 2 orang klien (66,7%)

dengan diagnosa medis skizofrenia dan 1 orang klien (33,3%) dengan

diagnosa medis retardasi mental. Hasil yang dicapai bahwa, klien

menunjukkan peningkatan dalam hal respon terhadap stressor pada lima

aspek yaitu kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial sebesar 100%.

Kemampuan dalam melaksanakan perawatan diri meliputi mandi, berhias,

makan minum dan toileting meningkat 100% dan keyakinan positif klien

berupa keyakinan untuk sembuh, keyakinan terhadap tenaga dan

pelayanan kesehatan meningkat 100%.

Kombinasi Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self Help Group

Theraphy diberikan kepada 4 orang klien (22,2%). Klien tersebut, 3 orang

klien (75%) dengan diagnosa medis skizofrenia dan 1 orang klien (25%)

dengan diagnosa medis retardasi mental. Hasil kombinasi terapi ini

menunjukkan peningkatan respon terhadap stressor pada lima aspek yaitu

kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial secara maksimal yaitu

100%. Peningkatan kemampuan dalam hal memenuhi kebutuhan

perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, makan minum dan toileting

sebesar 100% serta peningkatan keyakinan terhadap kesembuhan, tenaga

dan pelayanan kesehatan juga mencapai angka maksimal yaitu 100%.

Kesimpulan yang dapat penulis sampaikan bahwa dengan pemberian

terapi Behaviour Theraphy pada 13 orang klien, hasil yang didapatkan

bervariasi. Sebanyak 6 orang klien (46,1%) bisa mencapai hasil yang

maksimal untuk meningkatkan respon terhadap stressor dan meningkatkan

kemampuan klien dalam hal perawatan diri. Tiga orang klien (23,1%)

harus mendapatkan terapi kombinasi Behaviour Theraphy dan Supportif

Theraphy, untuk meningkatkan respon terhadap stressor dan kemampuan

untuk melakukan perawatan diri. Sedangkan 4 orang klien (30,8%) setelah

mendapatkan paket terapi kombinasi Behaviour Theraphy, Supportif

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 192: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

174

Universitas Indonesia

Theraphy dan Self Help Group Theraphy baru bisa meningkatkan respon

terhadap stressor dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.

5.5.3 Efektifitas Family Psycoeducation Theraphy untuk Merawat Klien

Defisit Perawatan Diri

Family Psycoeducation Theraphy atau terapi psikoedukasi keluarga

diberikan kepada seluruh keluarga dengan anggota keluarga mengalami

gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri, yaitu sebanyak 18

keluarga (100%). Sebelumnya, seluruh keluarga juga sudah diberikan

terapi generalis defisit perawatan diri untuk merawat anggota keluarga.

Terapi spesialis psikoedukasi keluarga merupakan terapi lanjut dari terapi

generalis yang mengukur aspek kognitif, afektif dan psikomotor keluarga

dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa.

Hasil yang didapatkan adalah 100% keluarga memiliki kemampuan dalam

melaksanakan 5 tugas perkembangan keluarga yang meliputi mengenal

masalah defisit perawatan diri, mengambil keputusan untuk merawat

anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri, melakukan

perawatan pada anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri,

memodifikasi lingkungan yang mendukung untuk perawatan anggota

keluarga dengan masalah defisit perawatan diri dan memanfaatkan

pelayanan kesehatan untuk merawat anggota keluarga dengan masalah

defisit perawatan diri.

Kemampuan yang dimiliki keluarga dari hasil pemberian terapi

psikoedukasi keluarga ini adalah keluarga memiliki kemampuan mengenal

permasalahan yang dihadapi dalam merawat anggota keluarga dengan

masalah defisit perawatan diri, keluarga mampu merawat anggota keluarga

dengan masalah defisit perawatan diri, keluarga mampu memanajemen

stress akibat merawat anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan

diri, keluarga mampu memanajemen beban keluarga akibat merawat

anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri dan keluarga

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 193: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

175

Universitas Indonesia

mampu memberdayakan masyarakat untuk merawat anggota keluarga

dengan masalah defisit perawatan diri.

5.5.4 Efektifitas Kombinasi Family Psycoeducation Theraphy dan Supportif

Theraphy serta Kombinasi Family Psycoeducation Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group Theraphy untuk Merawat Klien Defisit

Perawatan Diri

Family Psycoeducation Theraphy atau terapi psikoedukasi keluarga

sebenarnya sudah cukup efektif untuk membantu keluarga mengatasi

masalah defisit perawatan diri pada anggota keluarga. Tetapi kombinasi

terapi ini diberikan secara kelompok sehingga selain mengukur

peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarag

dengan masalah defisit perawatan diri juga mengukur kemampuan

kelompok dalam membantu merawat klien gangguan jiwa dengan masalah

defisit perawatan diri.

Hasil pelaksanaan kombinasi terapi ini adalah 100% keluarga memiliki

kemampuan dalam melaksanakan 5 tugas perkembangan keluarga yang

meliputi mengenal masalah defisit perawatan diri, mengambil keputusan

untuk merawat anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri,

melakukan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah defisit

perawatan diri, memodifikasi lingkungan yang mendukung untuk

perawatan anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri dan

memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk merawat anggota keluarga

dengan masalah defisit perawatan diri.

Kemampuan keluarga dari hasil pemberian kombinasi terapi ini mencapai

peningkatan maksimal yaitu 100%. Kemampuan tersebut adalah

kemampuan keluarga mengenal permasalahan yang dihadapi dalam

merawat anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri,

kemampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah defisit

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 194: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

176

Universitas Indonesia

perawatan diri, kemampuan keluarga memanajemen stress akibat merawat

anggota keluarga dengan masalah defisit perawatan diri, kemampuan

keluarga memanajemen beban keluarga akibat merawat anggota keluarga

dengan masalah defisit perawatan diri dan kemampuan keluarga

memberdayakan masyarakat untuk merawat anggota keluarga dengan

masalah defisit perawatan diri.

Sedangkan kemampuan yang dimilikikelompok daripelaksanaan

kombinasi terapi ini mencapai angka maksimal 100%. Kemampuan

tersebut adalah kemampuan memberikan motivasi atau dukungan kepada

klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri, kemampuan

melakukan cara perawatan diri dan kemampuan memberikan bantuan

terhadap klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 195: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

177 Universitas Indonesia

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dibahas simpulan dari penyusunan Karya Ilmiah Akhir dan

saran bagi pihak terkait yang berhubungan dengan praktik klinik keperawatan

jiwa komunitas.

6.1 Simpulan

Karya Ilmiah Akhir ini memberikan gambaran tentang manajemen kasus

spesialis pada klien dengan defisit perawatan diri di RW 02 dan RW 12

Kelurahan Baranang Siang. Simpulan dari kegiatan yang sudah dilaksanakan

adalah sebagai berikut : Karakteristik klien dengan masalah defisit perawatan

diri di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang mayoritas berusia

dewasa (21-40) yaitu sebesar 55,6% atau 10 orang klien, rata-rata klien

berpendidikan dasar yaitu sebanyak 6 orang klien (33,33%), belum menikah

(61,1%) atau sebanyak 11 orang klien dan sebagian besar tidak memiliki

pekerjaan 61,1% atau sebanyak 11 orang klien.

Stressor predisposisi penyebab defisit perawatan diri yang paling banyak

ditemukan adalah pada aspek biologis yaitu genetik (44,4%), pada aspek

psikologis yaitu permasalahan komunikasi verbal atau tidak mampu

mengungkapkan keinginan (100%) dan pada aspek sosio kultural yaitu karena

masalah perekonomian yang rendah (83,3%). Stressor presipitasi yang paling

banyak ditemukan pada klien defisit perawatan diri yaitu pada aspek biologis

karena putus obat (55,6%), pada aspek psikologis yaitu pengalaman yang

tidak menyenangkan (77,8%), pada aspek sosio kultural yaitu karena masalah

perekonomian keluarga (88,9%), dengan jumlah stresor lebih dari 3 stresor

(88,9%).

Diagnosa medis yang paling banyak ditemukan adalah skizofrenia paranoid

(55,6%), sedangkan diagnosa keperawatan yang menyertai diagnosa defisit

perawatan diri yaitu isolasi sosial (83,3%), resiko perilaku kekerasan (72,2%)

dan halusinasi (55,6%). Terapi spesialis keperawatan jiwa yang dilakukan di

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 196: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

178

Universitas Indonesia

RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang yaitu terapi perilaku

(behaviour theraphy), terapi suportif (supportif theraphy), terapi kelompok

Swa Bantu (self help group) dan terapi psikoedukasi keluarga (family

psicoeducationy). Klien dengan defisit perawatan diri yang mendapatkan

terapi spesialis menunjukkan perubahan perilaku, ini terlihat dari perubahan

respon terhadap stressor yang dialami oleh klien.

Terapi spesialis keperawatan jiwa dengan defisit perawatan diri tidak

berfokus pada satu terapi saja melainkan merupakan gabungan dari beberapa

terapi sesuai dengan kebutuhan klien. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa keberhasilan klien juga merupakan kombinasi dari macam-macam

terapi modalitas yaitu dari terapi keperawatan, psikofarmaka dari medik dan

lainnya.

Hasil evaluasi pelaksanaan terapi menunjukkan bahwa paket terapi yang

memberikan efek khususnya untuk lebih mengurangi respon terhadap stressor

pada klien dengan defisit perawatan diri dan meningkatkan kemampuan klien

untuk merawat diri adalah Behaviour Theraphy (100%), Behaviour Theraphy

dan Supportif Theraphy (100%) serta Behaviour Theraphy, Supportif

Theraphy dan Self Help Group (100%). Dari ketiga paket terapi tersebut,

paket terapi ketiga terbukti paling efektif untuk mengatasi masalah klien

defisit perawatan diri, yaitu Behaviour Theraphy, Supportif Theraphy dan Self

Help Group. Sedangkan terapi untuk keluarga, terapi yang efektif untuk

meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien defisit perawatan

diri adalah pemberian terapi Family Psycoeducation, Family Psycoeducation

dan Supportif Theraphy serta Family Psycoeducation, Supportif Theraphy

dan Self Help Group. Dari ketiga paket terapi yang diberikan pada keluarga

tersebut, terapi yang terbukti paling efektif untuk meningkatkan kemampuan

keluarga adalah pemberian paket terapi yang ketiga, yaitu Family

Psycoeducation, Supportif Theraphy dan Self Help Group.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 197: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

179

Universitas Indonesia

6.2 Saran

Berdasarkan simpulan hasil Karya Ilmiah Akhir, ada beberapa hal yang dapat

disarankan kepada pihak-pihak terkait dalam rangka meningkatkan pelayanan

kesehatan jiwa khususnya di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Baranang Siang.

6.2.1 Departemen Kesehatan

6.2.1.1 Menyusun kebijakan terkait dengan program pelayanan

keperawatan jiwa spesialistik bagi klien di tatanan komunitas.

6.2.1.2 Menetapkan dan mengatur kebijakan terkait dengan

pelaksanaan fungsi rujukan klien gangguan jiwa, khususnya

klien yang memerlukan pengobatan dari puskesmas ataupun

perawatan di rumah sakit.

6.2.2 Dinas Kesehatan Kota Bogor

6.2.2.1 Bekerja sama dengan Mahasiswa Spesialis Keperawatan Jiwa

dalam melatih perawat puskesmas sebagai perawat CMHN

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan jiwa

di wilayah kerja masing-masing.

6.2.2.2 Memfasilitasi jalannya program Community Mental Health

Nursing dengan instansi lain seperti Dinas Pendidikan dan

Puskesmas.

6.2.2.3 Mengembangkan program CMHN di wilayah lain seperti

Bogor Utara, Bogor Selatan dan Tanah Sereal.

6.2.2.4 Memfasilitasi pelaksanaan penelitian oleh mahasiswa S-2

Keperawatan Jiwa terhadap terapi-terapi spesialis

keperawatan jiwa di area komunitas.

6.2.3 Puskesmas Bogor Timur

6.2.3.1 Perawat CMHN tidak harus melakukan terapi spesialis tetapi

memonitor perkembangan perilaku klien yang telah dilatih.

6.2.3.2 Memberikan informasi dasar kepada Kader Kesehatan Jiwa

(KKJ) tentang tanda-tanda perilaku menyimpang pada klien

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 198: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

180

Universitas Indonesia

sehingga dapat menginformasikan kepada perawat CMHN di

Puskesmas Bogor Timur dan bisa ditindaklanjuti.

6.2.3.3 SHG klien yang telah terbentuk, didampingi oleh Kader

Kesehatan Jiwa (KKJ) dalam hal pelaksanaannya, hendaknya

disupervisi secara berkala oleh perawat CMHN.

6.2.4 Program Spesialis Keperawatan Jiwa

6.2.4.1 Melanjutkan kerjasama dengan pihak rumah sakit, selain

untuk praktik mahasiswa juga untuk pengembangan berbagai

terapi keperawatan spesialistik guna untuk menangani klien

dengan masalah keperawatan risiko defisit perawatan diri.

6.2.4.2 Memfasilitasi praktik mandiri keperawatan jiwa spesialis

melalui program standarisasi dan lisensi praktik keperawatan

jiwa spesialis.

6.2.4.3 Hasil temuan pada Karya Ilmiah Akhir ini hendaknya

digunakan sebagai evidence based dalam mengembangkan

terapi sehingga menjadi modalitas terapi keperawatan jiwa

yang efektif dalam mencegah timbulnya masalah kesehatan

jiwa dan meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat.

6.2.5 Riset Keperawatan

6.2.5.1 Perlunya dikembangkan penelitian tentang efektifitas

beberapa paket terapi spesialis pada klien dengan defisit

perawatan diri.

6.2.5.2 Perlunya pengembangan penelitian untuk menguji efektifitas

terapi dengan komparasi berbagai karakteristik klien.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 199: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

DAFTAR PUSTAKA

American Nurses Association. (2000). Scope and Standard of Psychiatric Mental

Health Nursing Practice. Whasington, D.C: American Nurses

Association.

American Psychological Association. (2001). Publication Manual of the

American Psychological Association. (5th

ed.). Washington, DC:

American Psychological Association.

Anonim. (2008). Self Help Group. http://www.minddisorder.com.diperoleh

tanggal 27 Mei 2012

Badudu, J.S. & Zain, S. (1995). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar

Harapan

Bastaman, T. K. (2010). Kasus Gangguan Jiwa Ringan Semakin Meningkat.

http : //www.duniapustaka.org/. diperoleh pada tanggal 27 Mei 2012.

Boyd, M.A. & Nihart, M.A. (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice.

USA: Lippincott Raven Publisher

______________________. (2002). Psychiatric Nursing Contemporary Practice.

USA: Lippincott Raven Publisher

Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing: The Nurse Patient Journey. (2th

ed.). Philadelphia: W.B. Sauders Company.

Chien, W.T. ; Chan, S.W.C. & Thompson, D.R. (2006). Effects of a Mutual

Support Group for Families of Chinesse People with Schizopheria : 18-

Months Follow Up. http : //bjp.repsych.org. Diperoleh tanggal 27 Mei

2012.

Citron, et.all. (1999). Self Help Groups for Families of Persons with Mental

Illness: Perceived Benefits of Helpfulness. http://www.proquest.com.

diperoleh tanggal 30 Januari 2008

Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika

Aditama.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007.

http://www.litbang.depkes.go.id/LaporanRKD/IndonesiaNasional.pdf,

diperoleh tanggal 27 Mei 2012.

Dinkes Kota Bogor. (2010). Profil Puskesmas Bogor Timur. Bogor

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 200: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Friedman, M. M., 2003. Family Nursing: Research, Theori & Practice. (5 nd

ed).

Connecticut: Appleton & Lange.

Frisch, N.C. & Frisch, L.E. (2006) Psychiatric Mental Health Nursing. (3th Ed.).

Canada: Thompson corporation

Gillies, D.A. (1994). Nursing Management : A System Approach. (3rd

ed.).

Philadelphia: W.B. Saunders Company

Hawari, D. (2001). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia,

Jakarta : FKUI

Herdman, T. (2012). Nursing Diagnosis : Definition & Classification 2012–2014.

Indianapolis: Willey – Balckwell.

Hunt. (2004). A Resource Kit for Self Help/Support Group for People Affected by

An Eating Disorder.

Isaacs, A. (2005). Lippincott’s Review Series : Mental Health and Psychiatric

Nursing (3 rd ed). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Kaplan , H.I. ; Saddock, B.J. & . Grebb,J.A. (1997). Sinopsis Psikiatri Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I. (7th

ed.). Jakarta : Bina

Rupa Aksara. Jakarta

________________. (2007). Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Psikiatri

Klinis. (Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Keliat, B.A. (2003). Pemberdayaan Klien dan Keluarga dalam Perawatan Klien

Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor. Disertasi.

Jakarta. FKM UI. tidak dipublikasikan

Keliat, B.A. & Akemat. (2007). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Keliat, B.A., Akemat, Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa

CMHN (Intermediate Course). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC

_____________________________. (2011). Manajemen Keperawatan Jiwa

Komunitas Desa Siaga CMHN (Intermediate Course). Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran : EGC

_____________________________. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa

Komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran :

EGC

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 201: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

_____________________________. (2011). Manajemen Keperawatan

Psikososial & Kader Kesehatan Jiwa CMHN (Intermediate Course).

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Maramis, W.F. (2006). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga

Universitas Press.

Maslim, R. (2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari

PPDGJ-III. Direktorat Kesehatan Jiwa. Jakarta

Mohr, W. K. (2006). Psychiatric Mental Health Nursing. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins.

Potter, P.A. & Perry, A. G. (2005). Fundamental of Nursing : Concepts, Process

and Practice. Philadelphia : Mosby Year Book Inc.

Parendrawati, D.,P. (2008). Pengaruh Terapi Token Ekonomi pada Klien Defisit

Perawatan Diri di RSMM Bogor, Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak

dipublikasikan

Rawlin, William & Beck. (1998) Mental Health Psychiatric Nursing a Holistic

Life Cycle Approach. 2nd

edition. St Louis: Mosby Year Book.Inc

Shives, L.R. (1998). Basic Concepts of Psychiatric Mental Health Nursing. (4 th

ed), Philadelphia : Lippincott.

__________. (2005). Basic Concepts of Psychiatric Mental Health Nursing. (6th

ed).Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins

Smith & Segal. (2011). Coping with Grief and Loss. Support fot Grieving and

Breavement. http://www.helpguide.org/mental/grief_loss.htm. Diperoleh

tanggal 27 Mei 2012.

Stuart, G.W & Sundeen. (1995). Principles and Practice of Psychiatric Nursing.

(5th

edition). St. Louis : Mosby

Stuart, G.W & Laraia, M.T (2005). Principles and Practice of Psychiatric

Nursing. (7th edition). St Louis : Mosby

Stuart, G.W (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (9th edition).

St Louis : Mosby

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar keperawatan Kesehatan Jiwa. Cetakan I.

EGC. Jakarta.

Tomey, M.A (2001). Nursing Theories and Their Work. The C.V. Mosby

Company St.Louis : Mosby Years Book Inc.

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 202: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Tomey, A.M & Alligood, M.R. (2006). Nursing Theories and Their Work. (6th

ed). St. Louis : Mosby Years Book Inc.

Townsend, C.M. (2005). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. (3th

Ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit

Universitas Indonesia. 2008. Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa

Universitas Indonesia. Jakarta: UI

Utami, T.W. (2008). Pengaruh Self Help Group terhadap Kemampuan Keluarga

dalam Merawat Klien Gangguan Jiwa di Kelurahan Sindang Barang

Bogor, Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan.

Varcarolis, E.M. (2003), Psychiatric Nursing Clinical Guide; Assesment Tools

and Diagnosis . Philadelphia: W.B Saunders Co

Varcarolis, E.M, Carson, V. B, Shoemaker, N. C. (2006). Foundations of

Psychiatric Mental Health Nursing: a Clinical Approach. (5th

ed). St.

Louis: Saunders Elseviers.

Videbeck, S.,L. (2006). Psychiatric Mental Health Nursing. (3rd

edition).

Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

______________. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J.M. (2005). Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with Nic

Intervention and Noc Outcomes. (8th

ed). New Jersey: Pearson Prentice Hall.

_____________. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi

NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Alih bahasa: Widyawati, dkk. Jakarta:

EGC

WHO. (2001). The World Health Report 2001. World Health Organization

_____. (2006). The Lancet. London : Elseiver Properties SA. Publication Data.

_____. (2009). Improving Health System and Service for Mental Health : WHO

Library Catalouging-in-

_____. (2011). Skizofrenia. http://www.who.int/mental_health/entity/. diperoleh

tanggal 27 Mei 2012

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 203: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 204: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 205: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 206: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 207: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 208: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 209: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 210: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 211: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 212: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 213: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 214: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 215: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 216: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 217: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 218: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 219: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 220: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 221: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 222: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 223: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 224: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 225: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 226: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 227: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 228: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 229: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 230: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 231: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 232: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 233: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 234: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 235: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 236: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 237: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 238: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 239: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 240: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 241: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 242: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012

Page 243: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20358567-TA-Dwi Heppy... · universitas indonesia . manajemen . kasus spesialis jiwa . defisit perawatan diri. pada klien gangguan

Manajamen kasus..., Dwi Heppy Rochmawati, FIK UI, 2012