28
UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI HARGA DIRI PADA ISTRI YANG DIPOLIGAMI Disusun Oleh : NAMA : Siti Romlah NPM : 10503175 Dosen Pembimbing : Ira puspitawatii. S.Psi, Msi. Diajukan guna melengkapi sebagai syarat dalam mencapai gelar sarjana strata satu (SI) JAKARTA 2008

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGIpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1907/1/Artikel... · mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi harga diri serta dampak-dampak

Embed Size (px)

Citation preview

UNIVERSITAS GUNADARMA

FAKULTAS PSIKOLOGI

HARGA DIRI PADA ISTRI YANG DIPOLIGAMI

Disusun Oleh :

NAMA : Siti Romlah

NPM : 10503175

Dosen Pembimbing : Ira puspitawatii. S.Psi, Msi.

Diajukan guna melengkapi sebagai syarat

dalam mencapai gelar sarjana strata satu (SI)

JAKARTA

2008

HARGA DIRI PADA ISTRI YANG DIPOLIGAMI

SITI ROMLAH

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAKSI

Fenomena poligami semakin marak akhir-akhir ini, terutama karena

dipertontonkan secara vulgar oleh para tokoh panutan di kalangan birokrasi, politisi, seniman, dan bahkan agamawan. Di Indonesia sendiri kata poligami bukanlah kata yang asing bagi sebagian masyarakat, yang mayoritas memeluk agama islam. Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) yang mengawini beberapa istri dalam waktu yang bersamaan. Masalah poligami sendiri selalu menarik perhatian bagi kaum laki – laki, yang sebagian besar menjadikan poligami sebagai bagian dari obsesinya, namun bagi kaum perempuan yang tidak menyukai poligami dan menganggap sebagai sesuatu yang dapat membahayakan kedudukan serta perannya sebagai seorang istri. Banyak kaum wanita memandang poligami sebagai sesuatu yang menakutkan,

Memang tidak mustahil ada perempuan yang rela dan bersedia menerima poligami, tetapi kerelaan atau kesediaan dari satu atau sejumlah perempuan tidak boleh dijadikan acuan menggeneralisasi, Dengan demikian, penerimaan poligami oleh perempuan bergantung pada seperti apa dia memandang dirinya, Bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri sangat mempengaruhi setiap aspek pengalamannya sehari-hari, mulai dari peran kerja, dalam hubungan asmara, pernikahan, hubungan seksual, cara bersikap sebagai orang tua, sampai seberapa tinggi derajat kehidupan yang ingin dicapai. Karena Harga diri merupakan kebutuhan individu untuk memperoleh kompetensi, penghormatan serta pengharapan dari orang lain, kebutuhan ini bisa diperoleh melalui prestasi dan kemampuan diri, prestise, popularitas status, maupun keturunan. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menghasilkan rasa dan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat dan mampu Dari pemaparan diatas, maka timbul pertanyaan bagaimana gambaran harga diri pada istri yang di poligami dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga dirinya serta bagaimana dampak dari poligami terhadap harga diri seorang istri . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan seorang wanita dapat menerima untuk di poligami dan untuk mengetahui gambaran harga dirinya, serta untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi harga diri terhadap istri yang dipoligami. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena metode kualitatif sesuai digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk

mengeksplorasi kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari, dengan menggunakan metode kualitatif juga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang berbagai gejala-gejala sosial yang terjadi didalam masyarakat.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga orang istri, dengan karakteristik seorang istri yang dinikahi secara sah menurut undang-undang pemerintah dan agamanya.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara dan observasi dengan subjek dan significant others. Dalam proses wawancara ini, untuk membantu proses pengumpulan data maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara dan observasi.

Setelah dilakukannya penelitian pada ketiga subjek memiliki penilaian positif pada dirinya berdasarkan komponen harga diri, dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri namun, berdasarkan dampak – dampak poligami yang diterima subjek, ketiga subjek memiliki penilaian negatif terhadap dirinya Kata kunci : Harga Diri, Istri, Dipoligami.

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena poligami semakin marak akhir-akhir ini, terutama karena

dipertontonkan secara vulgar oleh para tokoh panutan di kalangan birokrasi, politisi,

seniman, dan bahkan agamawan. poligami sesungguhnya merupakan akumulasi dari

sedikitnya tiga faktor: pertama, lumpuhnya sistem hukum, khususnya Undang-

undang Perkawinan. Kedua, masih kentalnya budaya patriarki di masyarakat yang

memandang istri hanyalah “konco wingking”, harus ikut apa mau suami dan tidak

boleh menolak; dan ketiga, kuatnya interpretasi agama yang bias jender dan tidak

akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Interpretasi agama yang

memposisikan isteri hanya sebagai obyek seksual, tidak memiliki kemandirian

sebagai manusia utuh (Setiati 2007).

Contoh kasus nyata yang dialami oleh D (45), “ Saya ini dipoligami dan baru

tahu setelah ia punya 2 anak, rasanya? Kalau punya luka dan diberi air jeruk limau,

itu belum seberapa, sudah begitu masih pula dipincit-pincit dan dicubit. Nah,

kumpulan rasa sakit yang terasa di hati itu masih belum sepadan, masih ditambah

dengan rasa malu keluar rumah bingung kalau ditanya teman mengapa suami kawin

lagi. Dan dilengkapi pula dorongan keluarga untuk segera bercerai dengan suami.

Seakan hidup saya sudah tidak ada artinya didunia ini, memang realistis mengakui

secara finansial saya memang tergantung padanya. Saya kesal kalau melihat ada

perempuan yang tega-teganya merebut suami orang, hanya silau akan hartanya,

perkawinan neraka ini sudah saya jalani selama 4 tahun dan sudah selama itu juga

saya seperti patung hidup”, (Kompas, 2006).

Banyak kaum wanita memandang poligami sebagai sesuatu yang

menakutkan, sama menakutkannya dengan penyakit kanker atau perceraian. Wanita

beranggapan bahwa bila suami berkeinginan melakukan perkawinan poligami

menandakan bahwa rumah tangganya berantakan karena poligami, padahal sebagian

kaum wanita menilai bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci dan sakral, yang

hanya terjadi sekali selama seumur hidup dengan pasangannya, untuk mewujudkan

keluarga yang harmonis dan menghasil keturunan. Dan itu pun didapat hanya dari

pernikahan monogami saja (Setiati, 2007).

Memang tidak mustahil ada perempuan yang rela dan bersedia menerima

poligami, tetapi kerelaan atau kesediaan dari satu atau sejumlah perempuan tidak

boleh dijadikan acuan menggeneralisasi, apalagi untuk memaksakan seluruh

perempuan agar dapat menerima hal yang sama, kerelaan yang jarang dan langka

tersebut terjadi muncul, jika perempuan memandang atau menempatkan dirinya

sebagai harta atau objek yang dimiliki suaminya. Bukan melihat dirinya sebagai

subjek atau individu merdeka yang memiliki seperangkat hal. Dengan demikian,

penerimaan poligami oleh perempuan bergantung pada seperti apa dia memandang

dirinya, apakah dia memandang dirinya sebagai harta atau objek yang dimiliki,

ataukah dia melihat dirinya sebagai subjek atau individu yang memiliki hak

sebagaimana layaknya seorang manusia (Setiati, 2007). Perempuan yang dapat

menerima atau menolak dalam perkawinan poligami, tergantung dari pada penilaian

terhadap dirinya sendiri dan diri orang lain (Machali, 2005).

Harga diri mempunyai dua komponen yaitu: perasaan kompetensi pribadi

dan perasaan nilai pribadi. Dengan kata lain, harga diri merupakan perpaduan antara

kepercayaan diri (self confidence) dengan penghormatan diri (self respect).

Mengggambarkan keputusan individu secara implisit atas kemampuannya dalam

mengatasi tantangan kehidupan (untuk memahami dan menguasai masalah yang

ada) dan hak individu untuk menikmati kebahagian (menghormati serta mendukung

keinginan dan kebutuhannya ) (Branden, 2001).

Karena harga diri merupakan kebutuhan individu untuk memperoleh

kompetensi, penghormatan serta pengharapan dari orang lain, kebutuhan ini bisa

diperoleh melalui prestasi dan kemampuan diri, prestise, popularitas status, maupun

keturunan. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menghasilkan rasa dan sikap percaya

diri, rasa berharga, rasa kuat dan mampu (Maslow, dalam Rombe 1998).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa seorang istri yang

dipoligami memiliki penilaian negatif terhadap harga dirinya sendiri. Maka pada hal

tersebut peneliti tertarik untuk meneliti harga diri pada istri yang dipoligami.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran harga diri pada istri yang di poligami ?

2. Mengapa harga diri pada istri yang dipoligami menjadi demikian, faktor-faktor

apa saja yang mempengaruhi harga dirinya ?

3. Bagaimana dampak poligami terhadap harga diri istri ?

C. Tujuan Penelitian

Ada pun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan seorang

wanita dapat menerima di poligami, untuk mengetahui gambaran harga dirinya, dan

mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi harga diri serta dampak-dampak

poligami terhadap istri.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki 2 manfaat yaitu :

1. Manfaat Praktis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta pemahaman

kepada masyarakat mengenai harga diri pada istri yang dipoligami, dan

membantu para istri yang dipoligami untuk lebih mengenal gambaran tentang

harga dirinya. Serta memberi masukan kepada ahli, misalnya konselor

perkawinan sehingga dapat diketahui dampak-dampak poligami pada istri yang

dipoligami.

2. Manfaat Teoritis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ragam dan memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan dan untuk pengembangan teori tentang poligami di

bidang psikologi sosial, dan psikologi umum, serta dapat menjadi acuan bagi

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan poligami.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Harga Diri

1. Pengertian Harga Diri

Harga diri oleh Tambunan (2001) didefinisikan sebagai suatu hasil penilaian

individu terhadap dirinya sendiri yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat

bersifat positif dan negatif, bagaimana seseorang menilai tentang dirinya akan

mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Page & Page (2000) mengatakan bahwa harga diri adalah tentang bagaimana

individu memandang diri sendiri. Harga diri yang sehat ialah menerima diri seperti

apa adanya, sedangkan harga diri yang rendah disebabkan karena individu

mengharapkan menjadi seseorang yang lain.

Menurut Coopersmith (1967) harga diri adalah sikap evaluatif terhadap diri

sendiri, harga diri mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan

mengindikasi keyakinan individu sebagai seorang yang mampu, signifikan, sukses,

berhasil serta berharga.

. 2. Komponen - komponen Harga Diri

Menurut Felker (1974), harga diri merupakan hasil dari perkembangan

feeling of belonging, feeling of competence dan feeling of worth while, yaitu:

a. Feeling of belonging, yaitu perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian

dari kelompok dan individu tersebut diterima oleh anggota kelompok lainnya,

yang akan menghasilkan penilaian positif. Sebaliknya, individu akan memiliki

penilaian negatif akan dirinya jika ia merasa tidak diterima oleh kelompoknya.

b. Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu melakukan

sesuatu untuk mencapai hasil yang diharapkan, dan apabila ia berhasil mencapai

tujuannya, ia akan memberikan penilaian positif pada dirinya.

c. Feeling of Worth yaitu perasaan individu bahwa dirinya berharga. Individu yang

memiliki perasaan berharga akan menilai dirinya lebih positif dibanding dengan

yang tidak memiliki perasaan berharga.

c. Istri Yang Dipoligami

Istri adalah wanita atau perempuan yang dinikahi secara sah menurut

aturan agama dan undang-undang pemerintah, dan mampu memberikan

keturunannya serta bertugas menjaga kehormatan suami dan menjaga

keutuhan rumah tangganya.

Poligami adalah ikatan perkawinan dimana seorang suami menikahi

beberapa (lebih dari satu istri.)

Istri yang dipoligami adalah seorang wanita yang telah dinikahi secara

sah menurut agamanya dan undang-undang pemerintah, dan dimana suaminya

juga memiliki istri-istri yang lain dalam waktu yang bersamaan.

1) Dampak - dampak Pekawinan Poligami Pada Wanita

Suprapto (1990) menjelaskan bahwa ada dampak – dampak psikologis dari

poligami, secara psikologis semua istri akan merasa sakit hati jika melihat suaminya

berhubungan dengan perempuan lain, setidaknya ada dua faktor psikologis, pertama

di dorong oleh rasa cinta setia istri yang dalam kepada suaminya, umumnya istri

mempercayai dan mencintai sepenuh hati sehingga dalam dirinya tidak ada lagi

ruang untuk cinta terhadap laki-laki lain. Faktor kedua, istri merasa dirinya inferior

seolah-olah suaminya berbuat demikian lantaran ia tidak mampu memenuhi

kepuasan biologisnya, perasaan inferior itu semakin lama meningkat menjadi

problem psikologis, terutama kalau mendapat tekanan dari keluarga.

Problem psikologis lainnya adalah dalam bentuk konflik internal dalam keluarga,

baik diantara sesama istri antara istri dan anak tiri, atau di antara anak-anak yang

berlainan ibu, ada rasa persaingan yang tidak sehat antara istri. Hal itu terjadi karena

suami biasanya lebih memerhatikan istri muda dari pada istri lainnya, bahkan tidak

jarang setelah menikah, suami menelantarkan istri dan anak-anaknya dari

perkawinan terdahulu sehingga putus hubungan dengan istri dan anak-anaknya.

Tentu ini akan menimbulkan problem sosial yang serius dimasyarakat (Machali,

2005).

Bentuk implikasi lain dari poligami adalah kekerasan terhadap perempuan, definisi

kekerasan terhadap perempuan menurut pasal 1 Deklarasi PBB adalah setiap

tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau

penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman

tindakan tertentu, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang -

wenang, baik yang terjadi di depan umum ataupun dalam pribadi (Machali, 2005).

Spring (dalam setiati, 2007) menjelaskan dampak - dampak Poligami terhadap istri:

a. Istri kehilangan hubungan baik dengan suaminya, dan akan bertanya siapakah

saya sekarang? Sebelumya, ia adalah seseorang yang dicintai dan menarik dan

berbagai hal yang positif. Gambaran ini berubah setelah suami menikah lagi,

gambaran diri berubah menjadi negatif, korban kehilangan identitas diri.

b. Istri bukan lagi seseorang yang berarti bagi suaminya, ia sadar bahwa ia bukanlah

satu-satunya orang yang berada disisi suami yang dapat membahagiakan

pasangan. Harga dirinya terluka, ia merasa kehilangan penghargaan terhadap

dirinya.

c. Menjadi seseorang yang sensitif, mudah marah, perilakunya sering tidak dapat ia

kontrol karena emosinya sering lebih berperan. Ia mudah sedih, sering curiga,

dan tidak seimbang.

d. Kehilangan hubungan dengan orang lain. Ia sekarang lebih menyendiri karena

merasa malu dan rendah diri.

Dampak – dampak poligami terhadap perempuan (LBH, 2005) yaitu, dampak

yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya berpoligami :

a. Timbul perasaan inferior, menyalahkan diri sendiri, istri merasa tindakan

suaminya berpoligami adalah akibat ketidakmampuan dirinya memenuhi

kebutuhan biologis suaminya.

b. Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Ada beberapa suami memang

dapat berlaku adil terhadap istrinya, tetapi seringkali pula dalam prakteknya,

suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anaknya

terdahulu. Akibanya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan

menutupi kebutuhan sehari – hari.

c. Hal lain yang terjadi akibat adanya poligami adalah sering terjadinya kekerasan

terhadap perempuan, baik secara ekonomi, seksual maupun psikologis.

d. Selain itu, dengan adanya poligami, dalam masyarakat sering terjadi nikah

dibawah tangan, yaitu perkawinan yang tidak dicatatkan pada kantor pencatatan

nikah (Kantor Catatan Sipil atau kantor Urusan Agama). Perkawinan yang

diangggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut

agama. Bila ini terjadi, maka yang dirugikan adalah pihak perempuannya karena

perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi oleh negara, ini berarti

konsekwensinya juga dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.

e. Yang paling mengerikan, kebiasaan berganti – ganti pasangan menyebabkan

suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS) dan bahkan

rentan terjangkit virus HIV/AIDS.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Kualitatif

Dalam penelitian ini akan digunakan metode kualitatif dimana pendekatan ini

adalah bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-

masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu

realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya.

Peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan,

sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka.

Penelitian dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil

perlakuan (treatment) atau manipulasi variabel yang dilibatkan (Basuki, 2006).

B. Subjek Penelitian

1. Karakteristik Subjek

Subjek penelitian ini adalah : Seorang istri yang dipoligami dan dinikahi secara

sah, dimana pada subjek I bekerja sebagai perawat dan pada subjek II dan III

hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga.

2. Jumlah Subjek Penelitian

Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah berjumlah tiga orang sebagai subjek.

Sarantakos (dalam Poerwandari, 1998) menjelaskan bahwa prosedur penentuan

subjek atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan

karakteristik sebagai berikut :

1. Diarahkan tidak dalam jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-

kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.

2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal

jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan konteks pemahaman

konseptual yang berkembang dalam penelitian.

3. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak)

melainkan pada kecocokan konteks.

C. Tahap - tahap Penelitian

Tahap – tahap persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini

meliputi beberapa tahapan yaitu :

1. Tahapan Persiapan Penelitian

Peneliti melakukan persiapan dengan menyusun pedoman wawancara dan

panduan observasi, yang disusun berdasarkan beberapa teori yang relevan dan

masalahnya. Pedoman wawancara ini berisi tentang pertanyaan–pertanyaan

mendasar yang akan berkembang saat wawancara nantinya.

2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Dalam tahap Pelaksanaan ini, peneliti menjelaskan tujuan peneliti, rangkuman

masalah, perkiraan panjangnya waktu yang akan digunakan untuk wawancara,

alasan subjek dipilih menjadi responden dan menekankan bahwa identitas subjek

akan dirahasiakan, tidak lupa penulis juga membina rapport dengan subjek

sebelum wawancara dimulai melalui obrolan-obrolan ringan, dan menyiapkan

alat tulis untuk mencatat hal – hal penting dari proses wawancara.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode dan

tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam disesuaikan

dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang akan diteliti (Poewandari,

1998). Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah

metode wawancara dan observasi.

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to

face) antara pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee)

tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara bermaksud memperoleh

persepsi, sikap dan pola pikir dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah

yang diteliti. Karena wawancara itu dirancang oleh pewawancara, maka hasilnya

pun dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pewawancara (Basuki, 2006).

2. Observasi

Observasi adalah studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis,

terencana, terarah pada suatu tujuan dengan mengamati dan mancatat fenomena atau

perilaku satu atau sekelompok orang dalam konteks kehidupan sehari-hari, dan

memperhatikan syarat-syarat penelitian ilmiah. Dengan demikian hasil pengamatan

dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya (Basuki, 2006)

E. Alat Bantu Pengumpulan Data

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian, pedoman ini disusun tidak hanya

berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti.

2. Lembar Pencatatan Observasi

Dalam pencatatan hasil obserasi peneliti menggunakan catatan lapangan. Selain

itu pada saat wawancara, peneliti melakukan observasi dengan menggunakan

checklist dengan memperhatikan aspek-aspek fisik, cara menjawab dan gerakan

tubuh subjek.

3. Alat Perekam

Alat perekam berguna sebagai alat bantu selain alat tulis pada saat wawancara,

agar peneliti benar-benar berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa

harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari responden. Dalam

pengumpulan data, alat perekam baru dapat digunakan setelah penulis

memperoleh izin dari responden untuk menggunakan alat tersebut pada saat

proses wawancara berlangsung.

4. Alat Tulis

Pulpen dan buku tulis atau notes digunakan untuk mengobservasi tingkah laku

subjek pada saat wawancara berlangsung.

F. Keakuratan Penelitian

Keakuratan dalam penelitian kualitatif, berarti membahas mengenai validitas

dan reabilitas penelitian. Sarantakos (dalam Poewandari, 1998) menyampaikan

bahwa dalam penelitian kualitatif, validitas berusaha dicapai tidak melalui

manipulasi variable melainkan melalui orientasinya dan upayanya mendalami dunia

empiris dengan menggunakan metode paling cocok untuk pengambilan analisis data.

Untuk mencapai validitas dalam suatu penelitian dengan metode kualitatif, ada

beberapa teknik yang digunakan seperti perpanjangan keikutsertaan, ketekunan

pengamatan, trianggulasi dan lain-lain. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan

adalah teknik pemeriksaan data triangulasi.

G. Teknik Analisis Data

Bogdan (dalam Sugiyono, 2005) menyatakan bahwa analisis data adalah

proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah dipahami dan

temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain dengan cara mengorganisasikan

data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2005) mengemukakan bahwa

aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam

analisis data yaitu :

1. Data reduction (reduksi data)

2. Data Display (penyajian data)

3. Conclusion Drawing / verification

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

C. Pembahasan

1. Gambaran harga diri istri yang dipoligami

Alasan subjek I menerima dipoligami karena, subjek merasa telah berbuat

kesalahan pada suami dan keluarganya, subjek telah memiliki anak dari

pernikahannya dan subjek juga masih mencintai suaminya. Pada subjek II, subjek

merasa bahwa subjek telah memiliki anak dari pernikahannya, merasa kasihan

terhadap perempuan yang dinikahi oleh suaminya karena telah mengandung dan

masih ada hubungan saudara dan subjek masih mencintai suaminya, sedangkan pada

subjek III karena telah memiliki anak dan subjek masih mencintai suaminya. Jadi

ketiga subjek memutuskan untuk menerima dipoligami memiliki alasan yang sama

yaitu karena telah memiliki anak dari pernikahannya, sehingga subjek merasa bahwa

dirinya harus mempertahankan rumah tangganya. Ketiga subjek juga masih

menyayangi keluarganya dan masih mencintai suaminya sehingga salah satu alasan

tersebut yang menjadi alasan subjek untuk menerima dipoligami.

Didalam keluarganya, ketiga subjek diterima dengan baik oleh keluarganya baik

dikeluarga sendiri maupun dikeluarga mertua subjek sendiri, dimana pada subjek I

dan II sudah dianggap sebagai anak oleh mertuanya sendiri tidak ada yang

membedakan, karena subjek I dan II tinggal berdekatan dengan rumah mertuanya,

namun subjek III dan keluarganya tinggal bersama dirumah orang tuanya dari

semenjak menikah, hubungan subjek dengan lingkungan sekitarnya sangat baik,

subjek diterima baik oleh lingkungan sosialnya, dimana subjek I dan II dapat

membaur dengan lingkungannya namun pada subjek I cenderung kurang dapat

bergaul dengan lingkungannya dikarena subjek yang lebih memiliki sifat pendiam.

Hubungan subjek I dan II dengan keluarga mertua juga cukup baik dan hampir

tidak pernah mempunyai masalah yang dapat menimbulkan pertengkaran dan

diterima dengan baik oleh saudara-saudara iparnya, sedangkan subjek III sangat

dekat dengan ibunya, serta memiliki hubungan yang sangat baik. Namun dengan

semua kekurangan dan keterbatasan, ketiga subjek juga memiliki keinginan untuk

dapat hidup tanpa ketergantungan keluarganya.

Dari pembahasan diatas, hal tersebut sesuai dengan yang dituliskan oleh Rice

(1981) yaitu individu memiliki perasaan diterima (feeling of belongingness) dalam

suatu kelompok dimana kelompok tersebut dapat berupa keluarga, kelompok teman

sebaya ataupun kelompok lain dimana individu tersebut menjadi anggotanya.

Apabila seseorang merasa menjadi bagian atau diterima dalam kelompoknya maka

ia akan menilai dirinya positif. Ketiga subjek merasa menjadi bagian dan diterima

didalam keluarganya dan lingkungan sekitar, walalupun subjek dipoligami sehingga

ketiga subjek menilai diri mereka positif yang berkaitan dengan perasaan diterima

(feeling of belongingness).

Menurut Coopersmith (1967) harga diri adalah sikap evaluatif terhadap diri

sendiri, harga diri mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan

mengindikasi keyakinan individu sebagai seorang yang mampu, signifikan, sukses,

berhasil serta berharga.Dilihat dari perasaan mampu, pada subjek I cenderung tidak

mampu dalam

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, semua yang memenuhi kebutuhan

tersebut adalah suami subjek, subjek II dan III memiliki pekerjaan tetap, tetapi pada

subjek III penghasilan yang didapatnya juga masih belum mampu untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangganya secara penuh, karena semenjak subjek III dipoligami

semua kebutuhan rumah tangganya, subjek yang memenuhinya sendiri. Sedangkan

pada subjek II, dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga cenderung mampu

karena penghasilan subjek yang dapat dikatakan sesuai dengan pengeluaran rumah

tangga. Subjek I dan II juga merasa sudah mampu dalam mengatur rumah tangga,

subjek III merasa belum mampu, namun pada subjek I dan III mampu mengatasi

masalah rumah tangganya. Sesuai dengan yang dituliskan juga oleh Rice (1981)

tentang perasaan mampu (feeling competent) bahwa keyakinan akan kemampuan

dirinya sendiri, biasanya muncul setelah individu berhasil menyelesaikan pekerjaan

tertentu atau mencapai hasil seperti yang diharapkannya, sehingga dapat

disimpulkan bahwa ketiga, subjek I dan II, III cenderung sudah memiliki perasaan

mampu (feeling competent).

Dari pembahasan diatas, hal tersebut sesuai dengan yang dituliskan oleh

Gunarsa (1993) wanita sebagai istri membantu suami dalam menetukan nilai-nilai

yang akan menjadi tujuan hidup yang mewarnai sehari-hari dan keluarga, menjadi

kekasih suami, menjadi pengabdi dalam membantu meringankan beban suami serta

sebagi pendamping suami, bila perlu membina relasi-relasi dalam pelaksanaan

tanggung jawab sosial, menghadapi, mengatasi masalah baik diatasi sendiri maupun

bersama-sama.

Menurut Rice (1981), tentang perasaan berharga (feeling of worth) yang

mengatakan bahwa perasaan berharga (feeling of worth) yaitu perasaan seseorang

yang sering ditampilkan dari kenyataan-kenyataan pribadi seperti kebaikan,

kecerdasan, dan lain-lain. Perasaan ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman

seseorang, orang yang memiliki perasaan berharga akan menilai dirinya lebih positif

daripada yang tidak memiliki perasaan berharga. Pada subjek I merasa dirinya

memiliki perasaan berharga (feeling of worth) karena merasa orang yang sederhana

dan mampu memberikan pendapat pada suaminya dan keluarga serta merasakan

bahwa keluarganya masih membutuhkan dan mempedulikannya. Pada subjek II

subjek memandang dirinya sebagai orang yang bertanggung jawab, subjek mampu

memberikan pendapat dan menghargai kritikan orang lain dan keluarganya masih

peduli dan pada subjek III subjek merasa berharga karena anak-anaknya, namun

subjek kurang mampu memberikan pendapat pada suaminya, tetapi subjek selalu

berusaha mengerjakan pekerjaannya dengan baik. sehingga dalam hal ini ketiga

subjek menilai dirinya positif yang berkaitan dengan perasaan berharga (feeling of

worth). Hal ini juga sesuai dengan Coopersmith (1967) yang berpendapat bahwa

harga diri sebagai suatu penelitian diri yang dilakukan oleh seorang individu dan

biasanya berkaitan dengan dirinya sendiri, penilaian tersebut mencerminkan sikap

penerimaan atau penolakkan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya

bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga.

Menurut Coopersmith (1967), dilihat dari harga diri yang tinggi pada

seseorang yaitu, memiliki pengaruh terhadap orang lain, mampu mengontrol

keadaan, aktif, dapat menerima kritik dengan baik, percaya kepada persepsi dan

dirinya sendiri, dan dapat menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan

yang kurang jelas. Selain itu, seseorang yang mempunyai harga diri tinggi juga

menyukai tugas-tugas menantang dan tidak mudah putus asa bila mengalami

kegagalan serta cenderung memiliki peran aktif dalam pergaulan sosial.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri yang dikemukakan

oleh Wirawan (1998) yaitu :

- Fisik, seperti ciri fisik dan penampilan wajah, karena seseorang yang cenderung

memiliki harga diri yang tinggi apabila ia memiliki fisik dan wajah yang cantik.

Ketiga subjek memiliki fisik yang cukup menarik, sehingga dapat mendukung

mereka untuk memiliki harga diri yang tinggi, hal ini berkaitan dengan perasaan

Feeling of Worth yaitu perasaan individu bahwa dirinya berharga. Dimana

ketiga subjek memiliki penilaian yang positif pada dirinya sendiri.

- Psikologis, seperti kepuasan kerja, persahabatan, kehidupan romantis. Karena

seseorang yang merasa puas dengan pekerjaannya, persahabatannya dan

kehidupan romantisnya maka akan meningkatkan harga dirinya. Ketiga subjek

memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya, namun ketiga

subjek kecewa dengan keadaannya yang dipoligami namun pada subjek I telah

menerima dengan ikhlas bahwa dirinya dipoligami dan dapat menjalankannya.

Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dan observasi yaitu adanya

komunikasi yang baik dengan subjek dan keluarganya. Sehingga pada subjek

pertama cenderung menilai dirinya positif namun pada subjek kedua dan ketiga

cenderung menilai dirinya negatif. Hal ini juga berkaitan dengan Feeling of

belonging, dimana ketiga subjek memiliki hubungan yang baik dengan dengan

orang-orang dekatnya, dan Feeling of worth, pada subjek pertama yang mampu

menerima untuk dipoligami dan menjalankannya.

- Lingkungan sosial, seperti orangtua dan teman sebaya. Ketiga subjek memiliki

hubungan sosial yang cukup baik dengan orangtua, mertua maupun dengan

warga sekitar lingkungan tempat tinggal subjek. Hal ini dapat dilihat dari

hubungan ketiga subjek dengan orangtua atau mertua yang cukup dekat dan

keikutsertaan subjek dalam setiap kegiatan yang berlangsung di sekitar

rumahnya. Hal ini berkaitan dengan Feeling of belonging dimana pada ketiga

subjek cenderung menilai positif dirinya.

- Tingkat Inteligensi, semakin tinggi tingkat inteligensi seseorang, maka semakin

tinggi pula tingkat harga dirinya. Dilihat dari jawaban ketiga subjek yang cukup

baik, ketiga subjek memiliki tingkat intelegensi yang cukup baik, sehingga

membuat ketiga subjek cenderung menilai positif dirinya, karena semakin tinggi

tingkat intelegensi seseorang maka semakin tinggi pula tingkat harga dirinya,

pada subjek I dan II telah memiliki pendidikan yang tinggi sama-sama lulusan

SPK namun pada subjek III hanya lulusan SD, sehingga hal ini berkaitan dengan

Feeling of Worth yaitu perasaan individu bahwa dirinya berharga, dimana subjek

I dan II cenderung menilai positif pada dirinya dan subjek III cenderung negatif.

- Status sosial ekonomi, secara umum seseorang yang berasal dari status ekonomi

rendah memiliki harga diri yang rendah daripada yang berasal dari keluarga

yang berstatus ekonomi tinggi. Pada subjek pertama dan kedua memiliki status

sosial ekonomi yang cukup baik, selain itu ketiga subjek juga bekerja untuk

membantu dalam kebutuhan rumah tangganya, sehingga mampu dalam

memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, sedangkan pada subjek ketiga

memiliki status sosial ekonomi yang cenderung kurang walaupun subjek

memiliki pekerjaan tetap, hal ini berkaitan dengan Feeling of competence

dimana pada subjek pertama dan kedua dapat menilai positif pada dirinya namun

pada subjek ketiga cenderung menilai negatif pada dirinya.

- Urutan kelahiran. Ketiga subjek memiliki posisi dalam keluarga yang berbeda

pada subjek pertama merupakan anak pertama dan pada subjek kedua

merupakan anak bungsu serta pada subjek ketiga merupakan anak tunggal.

Sehingga pada subjek pertama dan ketiga cenderung menilai dirinya positif.

Karena anak tunggal cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada

anak yang memiliki saudara sekandung, selain itu anak sulung yang memiliki

adik kandung perempuan juga cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi

3. Dampak-dampak Poligami.

Keadaan ketiga subjek yang dipoligami merasakan dampak masing-masing dari

pernikahannya tersebut, ketiga subjek merasakan perhatian yang kurang dari

suaminya dari sebelum subjek dipoligami, pada subjek II dan III perhatian suaminya

terhadap subjek dan keluarga cenderung terlihat berubah sehingga didalam rumah

tangga kurang terjalin keharmonisan, pada subjek pertama perhatian suami kepada

subjek dan keluarganya cenderung terlihat tidak berubah.

Selain perhatian suami, pada subjek pertama dan ketiga cenderung menjadi

sasaran kemarahan suaminya tanpa ada alasan yang jelas, dan pada subjek ketiga

cenderung menadapatkan kekerasan dari suaminya didalam rumah tangganya dan

sehingga subjek ketiga juga cenderung mengalihkan kemarahannya kepada anak-

anaknya sendiri. Selain itu pada ketiga subjek merasa malu serta sakit hati dan

kecewa dan merasa inferior seolah-olah suaminya berbuat demikian karena subjek

tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis.

Hal-hal tersebut diatas sesuai dengan Spring (1997) menjelaskan dampak-

dampak Poligami terhadap istri:

Istri kehilangan hubungan baik dengan suaminya, dan akan menanyakan jati

dirinya dari sebelumya, ia adalah seseorang yang dicintai dan menarik dan berbagai

hal yang positif. Gambaran ini berubah setelah suami menikah lagi, gambaran diri

berubah menjadi negatif, korban kehilangan identitas diri. Istri bukan lagi seseorang

yang berarti bagi suaminya, ia sadar bahwa ia bukanlah satu-satunya orang yang

berada disisi suami yang dapat membahagiakan pasangan.

Harga dirinya terluka, ia merasa kehilangan penghargaan terhadap dirinya.

Menjadi seseorang yang sensitif, mudah marah, perilakunya sering tidak dapat ia

kontrol karena emosinya sering lebih berperan. Ia mudah sedih, sering curiga, dan

tidak seimbang. Kehilangan hubungan dengan orang lain. Ia sekarang lebih

menyendiri karena merasa malu dan rendah diri.

Suprapto (1990) menjelaskan bahwa ada dampak – dampak psikologis dari

poligami, secara psikologis semua istri akan merasa sakit hati jika melihat suaminya

berhubungan dengan perempuan lain, setidaknya ada dua faktor psikologis, pertama

di dorong oleh rasa cinta setia istri yang dalam kepada suaminya, umumnya istri

mempercayai dan mencintai sepenuh hati sehingga dalam dirinya tidak ada lagi

ruang untuk cinta terhadap laki-laki lain. Faktor kedua, istri merasa dirinya inferior

seolah-olah suaminya berbuat demikian lantaran ia tidak mampu memenuhi

kepuasan biologisnya, perasaan inferior itu semakin lama meningkat menjadi

problem psikologis, terutama kalau mendapat tekanan dari keluarga.

Problem psikologis lainnya adalah dalam bentuk konflik internal dalam

keluarga, baik diantara sesama istri antara istri dan anak tiri, atau di antara anak-

anak yang berlainan ibu, ada rasa persaingan yang tidak sehat antara istri. Hal itu

terjadi karena suami biasanya lebih memerhatikan istri muda dari pada istri lainnya,

bahkan tidak jarang setelah menikah, suami menelantarkan istri dan anak-anaknya

dari perkawinan terdahulu sehingga putus hubungan dengan istri dan anak-anaknya.

Tentu ini akan menimbulkan problem sosial yang serius dimasyarakat (Machali,

2005).

Dari dampak-dampak poligami yang diterima atau dirasakan oleh masing-

masing subjek sebagian besar adalah merasakan perhatian yang kurang dari seorang

suaminya atau berbeda dari sebelum subjek dipoligami, dan kekerasan yang dialami

oleh subjek serta perasaan malu, sakit hati dan kecewa serta inferior yang dirasakan

oleh subjek sendiri, sehingga hal ini berkaitan dengan Feeling of Worth dimana

ketiga subjek cenderung memiliki penilaian dirinya negatif.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan, yaitu :

1. Berdasarkan komponen harga diri, dapat disimpulkan bahwa ketiga subjek

memiliki perasaan diterima (feeling of belongingness) di keluarganya, dan

mertua serta orang tua menganggapnya sebagai anaknya sendiri, sehingga ketiga

subjek berdasarkan perasaan diterima (feeling of belongingness) menilai diri

mereka lebih positif. Pada subjek pertama, kedua dan ketiga, memiliki perasaan

mampu (feeling competent), hal ini dapat terlihat bahwa mereka sudah merasa

mampu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya karena pada ketiga subjek

memiliki pekerjaan, pada subjek kedua dan ketiga memiliki pekerjaan tetap,

pada subjek pertama hanya memiliki pekerjaan sambilan untuk membantu

perekonomian keluarganya, ketiga subjek cenderung mampu membangun rumah

tangganya dan mampu mengahadapi permasalahan yang terjadi didalam rumah

tangganya. Ketiga subjek juga memiliki perasaan berharga (feeling of worth)

dalam keluarganya, karena ketiga subjek merasa bahwa mereka masih dekat

dengan anak-anaknya dan keluaraganya serta masih merasa dibutuhkan dan

dipedulikan oleh keluarganya masing-masing.

2. Istri yang dipoligami memiliki harga diri demikian, hal ini berdasarkan faktor-

faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang, sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

a. Fisik. Ketiga subjek memiliki fisik yang cukup menarik, sehingga dapat

mendukung mereka untuk memiliki harga diri yang tinggi.

b. Psikologis. Ketiga subjek memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan

sekitarnya, pada subjek pertama memiliki kehidupan yang romantis dengan

keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dan observasi yaitu

adanya komunikasi yang baik dengan istri, suami dan anak-anaknya serta

subjek telah rela dan ikhlas untuk dipoligami. Namun pada subjek kedua dan

ketiga cenderung kurang memiliki kehidupan yang romantis dengan suami

dikarena juga subjek II dan III belum menerima dengan rela dan ikhlas

dirinya dipoligami. Pada subjek I memiliki penilaian positif.

c. Lingkungan Sosial. Ketiga subjek memiliki hubungan sosial yang cukup

baik dengan keluarga, mertua, orangtua maupun dengan warga sekitar

tempat tinggal. hal ini dapat dilihat dari hubungan ketiga subjek dengan

keluarga, orangtua, mertua yang cukup dekat dan keikutsertaan subjek dalam

setiap kegiatan yang berlangsung di sekitar tempat tinggalnya. Jadi Ketiga

subjek memiliki penilaian positif.

d. Tingkat Intelegensi. Pada subjek I dan II cenderung memiliki pendidikan

tinggi keduanya tamatan SPK, namun pada subjek cenderung memilki

pendidikan rendah, subjek tamatan SD. Sehingga pada subjek I dan II

cenderung memiliki penilaian positif.

e. Status Sosial Ekonomi. Pada subjek pertama dan kedua memiliki status

sosial ekonomi yang cukup, selain itu istri subjek pertama memiliki

pekerjaan sambilan dan kedua juga bekerja, sehingga mampu dalam

memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Namun, pada subjek ketiga

memiliki status sosial ekonomi yang cenderung kurang cukup walaupun

subjek memiliki pekerjaan. Sehingga pada subjek I dan II memiliki penilaian

positif.

f. Urutan Kelahiran. Subjek pertama merupakan anak sulung, subjek kedua

anak bungsu dan subjek ketiga adalah anak tunggal. Sehingga pada subjek I

dan III memiliki penilaian positif.

3. Berdasarkan dampak-dampak dari poligami. yang diterima atau dirasakan

oleh masing-masing subjek sebagian besar adalah merasakan perhatian yang

kurang dari seorang suaminya atau berbeda dari sebelum subjek dipoligami dan

kekerasan yang dialami oleh subjek dan keluarganya. Ketiga subjek merasakan

perhatian yang berbeda dari suaminya kepada subjek dan keluarganya seperti

sebelum subjek dipoligami, dan pada subjek pertama dan ketiga cenderung

merasakan kekerasan dalam rumah tangganya serta pada ketiag subjek merasa

malu, sakit hati dan kecewa serta perasaan inferior. Sehingga berkaitan dengan

harga diri, dampak yang ditimbulkan oleh poligami menyebakan ketiga subjek

cenderung memiliki penilaian diri yang negatif.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti mencoba

memberikan saran, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk Subjek

Untuk ketiga subjek yang dipoligami disarankan agar tetap menjaga

hubungan baik dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya, saling menghargai

dan menghormati antara suami dan istri serta lebih menilai positif pada dirinya

sendiri.

2. Untuk Peneliti Selanjutnya.

Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk meneliti harga istri yang

dipoligami, agar lebih mengungkap aspek-aspek lain yang berkaitan dengan

istri yang dipoligami dan untuk mencari subjek penelitian lebih banyak dari

penelitian ini untuk melihat harga diri seorang istri yang dipoligami, dengan

teori dan metode yang lebih banyak dan spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Atossokhi, S. (2002). Relasi dengan diri sendiri. Jakarta : PT Elex Media

Komputindo. Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya.

Jakarta : Universitas Gunadarma. Branden, N. (2001). Kiat jitu meningkatkan harga diri. 2001. Jakarta: Pustaka

Delapratasa. Brecth, G. (2000). Mengenal dan mengembangkan harga diri. Alih Bahasa: Tim

Redaksi Mitra Utama. Jakarta: PT Prehalindo.

Brown, T. D. (1998). The self. USA. The Mc Graw – Hill Companis, Inc. Coopersmith, S. (1967). The antecedents of self esteem. San Fransisco : W. H.

freemand Company. Felker, D.W. (1974). Helping children to like themselves. Minneapolis : Burgess

Publising Company. Gunarsa, SD. (1993). Psikologi praktis : anak, remaja dan keluarga. Jakarta:

Gunung Mulia. Kamus Indonesia. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. LBH. (2005). Bila suami anda melakukan poligami. Http : www. Lbh – Apik. Or. Id

/fac – 31. Htm. Machali, R. (2005). Wacana poligami di Indonesia. Bandung : PT Mizan Pustaka Moleong, L.J. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda

Karya. Munandar, U. (2001). Bunga rampai: psikologi perkembangan pribadi dari bayi

sampai lanjut Usia. Penerbit Universitas Indonesia : (UI – Press, 2001). National association for self esteem. What is self esteem ? http: /// www. Self

Esteem – Nose. Org / Self esteem guestion – answer. Sntml.

Papalia. D.E. & Old, S.W. (1995). Human development (6 th ed). Mc Gran – Hill, Inc.

Page, A. & Page, C. (2000). Psikologi populer: kiat meningkatkan harga diri anda. Alih Bahasa: Heru Susanto. Jakarta: Arcan

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi.

Jakarta. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia (LPSP3) UI

Rice, F.P. (1996). The adolescent development relationship and culture (8 th ed).

Boston: Allyn and Bacon. Rombe, R. (1998). Hubungan antara harga diri dengan bentuk konformitas terhadap

remaja pengguna narkoba. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi.

Setiati, E. (2007). Hitam putih poligami (menelaah perkawinan poligami sebagai

sebuah Fenomena ). Jakarta: Cisera Publishing. Setiawan, W. (2005). Poligami kebijakan suami – istri. Tanggerang – Banten:

Ciung Wanara Press Sugiyono, (2005). Memahami penelitian kualitatif. Bandung : Alfabeta. Suprapto, B. (1990). Liku –liku poligami. Yogyakarta : Penerbit Al kausar. Tambunan, R. (2004). Harga diri remaja. http: // www.e-psikologi.com / remaja /

240901. Htm. Tjahjono, S. (2005). Curhat meningkatkan harga diri. http: // www. Kompas.com /

kompas – cetak / 0509 / 23 / muda / 2071153.Htm. Wirawan, H.E. (1998). Buku ajar psikologi sosial I. Jakarta : UPT Penerbit

Universitas Taruma Negara.