31
Laporan Praktikum Hari/Tgl :Kamis,8 November 2012 Sanitasi Dan Higiene Dosen : Mrr. Lukie T, STP, Msi Asisten : Wira Yani Febi H, Amd UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR Oleh Kelompok 5/A-P1 Rico Fernando T J3E111044 Salma Fikriyah J3E111062 Aqmila Muthi Rafa J3E111066 Chintia Hutagalung J3E111089 Nia Alliffiana J3E111133

UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Embed Size (px)

DESCRIPTION

UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Citation preview

Page 1: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Laporan Praktikum Hari/Tgl :Kamis,8 November 2012Sanitasi Dan Higiene Dosen : Mrr. Lukie T, STP, Msi

Asisten : Wira Yani Febi H, Amd

UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM

KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Oleh

Kelompok 5/A-P1

Rico Fernando T J3E111044

Salma Fikriyah J3E111062

Aqmila Muthi Rafa J3E111066

Chintia Hutagalung J3E111089

Nia Alliffiana J3E111133

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Praktikum ini bertujuan mempelajari efektivitas beberapa jenis disinfektan dan

antiseptik serta. Selain itu, mempelajaru penerapan metode cakran kertas saring

dan metode difusi sumur untuk mengevaluasi aktivitas dan efektivitas beberapa

jenis disinfektan dan antiseptik.

Page 3: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil

2.1.1 Metode Cakram Kertas Saring

Tabel 1. Cakram Kertas Saring Formaldehid

Kelompok

Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)

Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol

1 0,403 0,421 0,757 0,263 - 0,4610 0,1668

2 1,615 0,625 1,0775 0,67 - 0,9969 0,7801

3 4,0807 3,14 - - 1,4519 3,6104 10,2322

4 0,845 0,675 0,075 0,93 0,85 0,6313 0,3128

5 0,212 0,253 - - - 0,2325 0,0424

6 1,525 0,97 1,035 1,27 - 1,2000 1,1304

7 - - - - - - -

Tabel 2. Cakram Kertas Saring Iodium

Kelompok

Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)

Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol

1 0,253 0,379 0,458 0,308 - 0,3495 0,0959

2 0,705 0,65 0,81875 0,91625 0,7725 0,4685

3 - - - - - - -

4 0,17 0,17 0,085 0,055 0,04 0,1200 0,0113

5 - - - - - - -

6 0,095 0,035 0,13 0,18 0,015 0,1100 0,0095

7 - - - - - - -

Tabel 3. Cakram Kertas Saring Komersial

Page 4: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Kelompok

Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)

Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol

1 0,296 0,177 0,293 0,19 - 0,2390 0,0448

2 0,6575 1,1225 0,545 0,3775 0,4325 0,6756 0,3583

3 0,6644 1,1304 - - 1,0202 0,8974 0,6322

4 0,845 0,05 0,05 0,05 0,04 0,2488 0,0486

5 - - - - - - -

6 0,21 0,035 0,285 0,375 0,2 0,2263 0,0402

7 - - - - - - -

2.1.2 Metode Difusi Sumur

Tabel 4. Difusi Sumur Formaldehid

Kelompok

Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)

Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol

1 0,388 0,293 0,358 0,403 - 0,3605 0,1020

2 1,07 0,925 0,61 0,595 - 0,8000 0,5024

3 0,4298 0,6079 0,053 - 0,3636 0,1038

4 0,78 0,63 0,83 0,68 0,62 0,7300 0,4183

5 0,215 0,215 0,195 0,185 - 0,2025 0,0322

6 0,745 0,755 0,68 0,66 - 0,7100 0,3957

7 0,25 0,25 0,5 0,5 - 0,3750 0,1104

Tabel 5. Difusi Sumur Iodium

Kelompok

Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)

Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol

1 - - - - - - -

2 - - - - - - -

3 - - - - - - -

4 - - - - - - -

5 - - - - - - -

6 0,115 0,055 0,105 0,115 0,165 0,0975 0,0075

7 - - - - - - -

Page 5: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Tabel 6. Difusi Sumur Komersial

Kelompok Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata

(cm)Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol

1 - - - - - - -

2 0,7145 1,49625 - - - 1,1054 0,9592

3 - - - - - - -

4 0,14 0,12 0,19 0,19 0,13 0,1600 0,0201

5 - - - - - - -

6 0,085 0,06 0,055 0,11 - 0,0775 0,0047

7 - - - - - - -

Keterangan:

(-) : Tidak ada areal bening

Kelompok Ganjil : Komersial Y , E.coli

Kelompok Genap : Komersial X , S. Aureus

2.2 Pembahasan

Usaha manusia untuk mengatasi mikroorganisme penyebab penyakit dan

penurunan mutu bahan pangan banyak menggunakan penambahan bahan

pengawet untuk mencegah atau mengurangi kerusakan dan kerugian yang

diakibatkan. Bahan pengawet untuk mencegah kerusakan biologi yang disebabkan

oleh mikroorganisme disebut dengan antimikroba. Senyawa antimikroba ada yang

termasuk kelompok antibiotika, desinfektan, dan antiseptik. Antibiotika adalah

suatu substansi yang dihasilkan mikroorganisme yang dalam jumlah amat sedikit

menunjukkan kegaiatan antimikroba.

Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat

pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang

terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Antibiotik adalah segolongan

senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau

menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses

infeksi oleh bakteri (Craig., 1998). Berdasarkan sifatnya antibiotik dibagi menjadi

dua; antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif

terhadap bakteri dan antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang

bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri (Van Saene., 2005).

Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif belum tentu

Page 6: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

mematikan bentuk spora mikroorganisme penyebab suatu penyakit. Desinfektan

digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada benda-benda

mati seperti meja, lantai, objek glass dan lain-lain. 

Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan

suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet

bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan.

Kerusakan yang ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal

(kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali).

Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada

konsentrasi dan kultur yang digunakan. Mekanisme penghambatan

mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, antara lain: gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, peningkatan

permeabilitas membran sel yang dapatmenyebabkan kehilangan komponen

penyusun sel, menginaktivasi enzim, dan destruksi atau kerusakan fungsi material

genetik.

Pada praktikum Sanitasi dan Higiene pada tanggal 18 Oktober 2012,

dilakukan pengujian terhadap efektivitas beberapa disinfektan yaitu formaldehid,

iodium, dan komersial dengan metode difusi sumur dan metode cakram kertas

saring.

2.2.1 Metode Cakram Kertas Saring

Metode Kirby-Bauer atau metode difusi disk merupakan cara yang paling

banyak dipakai untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam

antibiotika. Pada metode difusi disk digunakan cakram kertas saring yang

mengandung suatu obat (antibakteri) dengan konsentrasi tertentu yang

ditempelkan pada lempeng agar yang telah ditanami kuman. Hambatan (killing

zone) akan tampak sebagai daerah yang tidak memperlihatkan pertumbuhan

kuman disekitar cakram. Lebar daerah hambatan tergantung ada atau tidaknya

daya serap obat kedalam agar dan kepekaan kuman terhadap obat tersebut

(Anonim, 2009).

Interpretasi hasil pengujian difusi disk dapat dilihat dari dua alternatif.

Pertama ialah apabila di sekitar paper disk terdapat zona (daerah) bening tanpa

pertumbuhan bakteri; hal ini dinyatakan positif, berarti obat tradisional yang diuji

Page 7: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

mempunyai daya antimikroba. Alternatif kedua ialah apabila di sekitar paper

disk tidak terdapat zona bening yang bebas dari pertumbuhan bakteri dinyatakan

negatif yang berarti desinfektan yang diuji tersebut tidak mempunyai daya

antimikroba (Pudjarwoto, 1992). Pada praktikum ini, pengujian efektivitas

disinfektan dan antiseptik dengan metode cakram kertas saring menggunakan

media formaldehid, iodium, dan komersial.

2.2.1.1 Metode Cakram Kertas Saring Formaldehid

Formaldehid ini sudah dikenal sejak lama sebagai zat bakterisid.

Mempunyai sifat–sifat reduksi yang kuat sekali dan sangat reaktif terhadap asam

amino dan protein, dan berdasarkan hal inilah maka formaldehid ini mempunyai

daya antibakteri. Formaldehid diaplikasikan dalam bidang medis untuk sterilisasi,

sebagai pengawet, dan bahan pembersih rumah tangga. Fungsinya sebagai

desinfektan untuk membunuh virus, bakteri, fungi, dan parasit baru efektif jika

konsentrasi penggunaannya besar. Algae, protozoa, dan organisme uniseluler lain

cukup sensitif terhadap formaldehid dengan konsentrasi akut letal berkisar 0,3-22

mg/l (WHO, 1989). Mekanisme formaldehid sebagai desinfektan adalah

membunuh sel dengan cara mendehidrasi sel jaringan dan sel bakteri dan

menggantikan cairan yang normal dengan komponen kaku seperti gel sehingga sel

bakteri akan kering.

Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram

kertas saring formaldehid pada kelompok 1 luas areal bening sebesar 0,1668 cm2.

Pada kelompok 2, luas areal bening sebesar 0,7801 cm2. Pada kelompok 3, luas

areal bening sebesar 10,2322 cm2. Pada kelompok 4, luas areal bening sebesar

0,3128 cm2. Pada kelompok 5, luas areal bening sebesar 0,0424 cm2. Pada

kelompok 6, luas areal bening sebesar 1,1304 cm2. Pada kelompok 7, tidak

terbentuk areal sebesar bening. Seharusnya pada perlakuan kontrol tidak ada zona

areal bening karena cairan yang di tambahkan hanya air steril yang tidak bersifat

sebagai antimikroba. Hal tersebut mungkin dikarenakan karena ada cairan

formaldehid yang menetes pada tempat bagian kontrol sehingga air steril yang

bercampur dengan formaldehid mempunyai efektivitas sebagai antimikroba.

Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan

S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli lebih besar

Page 8: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur

S.aureus yaitu sebesar 1,1304 cm2 sedangkan E.coli yakni sebesar 10,2322 cm2.

Perbedaan ketahanan bakteri dapat disebabkan adanya perbedaan alamiah

antara kedua golongan bakteri. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif

dimana selnya sebagian besar (90%) terdiri dari lapisan peptidoglikan dan lapisan

tipis asam teikoat (Fardiaz, 1989). Asam teikoat menyebabkan permukaan sel

bakteri gram positif bersifat polar dan mempunyai muatan negatif. Sifat ini akan

mempengaruhi laju penetrasi molekul-molekul ke dalam sel yang akhirnya dapat

menyebabkan kebocoran sel.

Sedangkan E. coli adalah bakteri gram negatif dimana dinding selnya lebih

kompleks dibandingkan dengan bakteri gram positif. Bakteri gram positif hanya

mempunyai satu lapisan membran yang mengandung peptidoglikan sedangkan

bakteri gram negatif mempunyai membran dalam dan membran luar. Lapisan

membran luar (outer 34 wall layer) mengandung fosfolipid, lipopolisakarida, dan

lipoprotein. Lapisan ini bersifat impermeabel terhadap molekul besar tetapi dapat

melalukan molekul kecil. Lipopolisakarida dan peptidoglikan merupakan saringan

bagi berbagai ukuran molekul, sedangkan plasma membran bersifat impermeabel

bagi molekul yang ukurannya jauh lebih kecil (Lay dan Hastowow, 1992 dalam

Nurmilah Y, 2009).

Menurut Gorman (1991) dalam Naufalin, dkk (2004) pada bakteri gram

negatif terdapat sisi hidrofilik yaitu gugus karboksil, amino, fosfat, dan hidroksil

yang peka terhadap senyawa polar. Sedangkan kepekaan bakteri gram positif

disebabkan tidak terdapatnya molekul reseptor spesifik untuk penetrasi

antimikroba dan susunan matriknya terbuka (Russell, 1991 dalam Naufalin,

2004). Pada bakteri gram positif susunan dinding sel lebih sederhana terdiri atas 2

lapis namun memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Meskipun dinding sel

bakteri E.coli lebih kompleks terdiri atas 3 lapis namun lapisan peptidoglikan tipis

(Beveridge, 1997 dalam Juliantina, 2008). Formaldehid dapat merusak bakteri

karena bakteri adalah protein. Pada reaksi formeldehid dengan protein, yang

pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi dari lisin diantara gugus-

gugus polar dari peptidanya (Angka, 1992).

Page 9: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Berdasarkan pengamatan, bahan formaldehid dapat membentuk zona

bening terbesar pada media tumbuh bakteri S.aureus. dan bakteri E.coli.

Formaldehid dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena didalamnya terdapat

unsur aldehida. Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam

bakteri dehidrasi (kekurangan air). Menurut Dewi (2010) unsur aldehida

didalamnya bersifat mudah bereaksi dengan protein, karena ketika dimasukan ke

media, formaldehid akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan

hingga terus meresap ke bagian dalam. Protein yang telah rusak, tidak akan

digunakan bakteri untuk bermetabolisme dan menghasilkan energi, sehingga tidak

terjadi pertumbuhan bakteri karena sumber nutrien untuk tumbuh telah dirusak

oleh antibiotik formaldehid.

2.2.1.2 Metode Cakram Kertas Saring Iodium

Iodium merupakan satu-satunya antimikroba kimia golongan halogen yang

berbentuk padat pada suhu kamar dan dapat berubah secara spontan menjadi gas

tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Iodium telah banyak digunakan sebagai

desinfeksi kulit karena sifatnya yang germisida terhadap bakteri fungi, spora dan

virus (Volk dan Wheeler, 1992). Umumnya untuk tujuan anti mikroba, iodium

digunakan dalam bentuk preparat lugol atau povidone iodin (Reddish,1961).

Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram

kertas saring iodium pada kelompok 1 luas areal bening sebesar 0,0959 cm2. Pada

kelompok 2, luas areal bening sebesar 0,4685 cm2. Pada kelompok 4, luas areal

bening sebesar 0,0113 cm2. Pada kelompok 6, luas areal bening sebesar 0,0095 cm2.

Pada kelompok 3, 5, dan 7 tidak terbentuk luas areal bening. Seharusnya pada

perlakuan kontrol tidak ada zona areal bening karena cairan yang di tambahkan

hanya air steril yang tidak bersifat sebagai antimikroba. Hal tersebut mungkin

dikarenakan karena ada cairan iodiumyang menetes pada tempat bagian kontrol

sehingga air steril yang bercampur dengan formaldehid mempunyai efektivitas

sebagai antimikroba.

Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan

S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli lebih kecil

dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur

S.aureus yaitu sebesar 0.05024 cm2 sedangkan E.coli yakni sebesar 0,0959 cm2.

Page 10: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Povidone iodine adalah suatu iodofor suatu kompleks yodium dengan

polivinil pirolidon. Yodium yang dilepas, bekerja sebagai antiseptik berspektrum

luas. Povidone Iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi sebagai

antiseptik,mampu membunuh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus,

protozoa, dan spora bakteri. Iodine 10% merupakan antiseptik yang mempunyai

daya bunuh bakteri yang kuat, lama dan berspektrum luas. Kerjanya langsung dan

cepat membunuh bakteri dan bukan menahan perkembangan bakteri. Umumnya

untuk tujuan antimikroba iodine digunakan dalam bentuk preparat lugol untuk

povidone iodine (Reddish, 1961; Setiadi dkk, 1985), sedangkan pada praktikum

iodium yang digunakan hanya 4%. Perbedaan konsentrasi iodium tersebut

menjadi alasan tidak adanya zona hambat yang menandai keefektifan daya kerja

desindektan tersebut. Maka tidak adanya zona bening yang terbentuk dikarenakan

konsentrasi dari iodium yang kurang ampuh untuk menghambat pertumbuhan

bakteri.

Mekanisme kerja iodium sebagai antimikroba dengan mempresentasikan

protein-protein, sebagian hilang dalam bentuk ikatan dan sebagian lagi

dikonversikan dalam bentuk ion iodida. Iodium dalam bentuk ikatan terus

berpenetrasi sehingga efeknya terus berlanjut. Sedangkan menurut Drs. Usman

Suwandi (1992) iodium membunuh mikroorganisme dalam bentuk garam dengan

protein melalui halogenisasi langsung. Konsentrasi efektif iodium terhadap

mikroorganisme tidak bervariasi secara lebar tetapi mempunyai kecepatan

membunuh yang berbeda-beda (Reddish, 1961).

2.2.1.3 Metode Cakram Kertas Saring Komersial

Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram

kertas saring iodium pada kelompok 1 luas areal bening sebesar 0,0448 cm2. Pada

kelompok 2, luas areal bening sebesar 0,3583 cm2. Pada kelompok 3, luas areal

bening sebesar 0,6322 cm2. Pada kelompok 4, luas areal bening sebesar 0,0486 cm2.

Pada kelompok 6, luas areal bening sebesar 0,0402 cm2. Pada kelompok 5 dan 7,

tidak terbentuk luas areal bening. Seharusnya pada perlakuan kontrol tidak ada

zona areal bening karena cairan yang di tambahkan hanya air steril yang tidak

bersifat sebagai antimikroba. Hal tersebut mungkin dikarenakan karena ada cairan

Page 11: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

komersial yang menetes pada tempat bagian kontrol sehingga air steril yang

bercampur dengan formaldehid mempunyai efektivitas sebagai antimikroba.

Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan

S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli lebih besar

dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur

S.aureus yaitu sebesar 0,3583 cm2 sedangkan E.coli yakni sebesar 0,6322 cm2.

Pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah pengujian terhadap zat

disinfektan, Zat disinfektan yang digunakan adalah disinfektan komersial x dan

disenfektan komersial y. Sedangkan bakteri yang digunakan sebagai penguji

dalam metode cakram kertas saring kali ini yaitu S. Aureus dan E. coli. Bahan

kimia atau substansi yang dapat mematikan bakteri disebut bakterisidal,

sedangkan bahan kimia yang menghambat pertumbuhan bakteri disebut

bakteriostatik. Bahan antimikrobial dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi

rendah, namun bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi.

Dalam menghambat aktivitas mikroba, senyawa aktif antimikroba

berperan sebagai pendenaturasi dan pengkoagulasi protein, denaturasi dan

koagulasi protein akan merusak enzim sehingga mikroba tidak dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya dan akhirnya aktivitasnya terhenti. Keampuhan suatu

antimikroba atau disinfektan dapat dilihat dari seberapa besar zona bening yang

terbentuk akibat berdifusinya zat disinfektan tersebut. Antimikroba atau

disinfektan yang berbeda memiliki laju difusi yang berbeda pula, karena itu

keampuhan antimikroba satu tidak sama dengan antimikroba yang lainnya.

Dilihat dari hasil pengamatan bahan antimikroba berupa disinfektan

komersial x maupun disinfektan komersial y dari setiap kelompok penguji adalah

substansi atau disinfektan mampu menghambat pertumbuhan mikroba.

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: gangguan pada senyawa penyusun

dinding sel, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapatmenyebabkan

kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim, dan destruksi atau

kerusakan fungsi material genetik.

Mekanisme pertama menggangu pembentukan dinding sel, mekanisme ini

disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada

Page 12: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun

dinding sel.  Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk

tak terdisosiasi. 

Mekanisme kedua bereaksi dengan membran sel, komponen bioaktif dapat

mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat

mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat

mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan deaturasi protein, menghambat

pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-

ase pada membran sel. 

Mekanisme ketiga menginaktivasi enzim, mekanisme yang terjadi

menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan

kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan

memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan

aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi

berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini

berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti

(inaktif). Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika

mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur

enzim dengan komponen senyawa antimikroba.

Mekanisme keempat menginaktivasi fungsi material genetik, komponen

bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA),

menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan

menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya

proses pembelahan sel untuk pembiakan.

2.2.2 Metode Difusi Sumur

Metoda yang paling sering digunakan adalah metoda difusi agar yang

digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba. Kerjanya dengan mengamati

daerah yang bening, yang mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh antimikroba pada permukaan media agar (Jawetz et al.,

2005). Pada praktikum ini, metode difusi sumur yang digunakan adalah cara cup

plat. Cara ini juga sama dengan cara cakram, dimana dibuat sumur pada media

Page 13: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi

antibiotik yang akan di uji.

Praktikum uji desinfektan dengan metode difusi sumur menggunakan

beberapa jenis desinfektan. Tujuan digunakan macam-macam jenis desinfektan

yakni untuk mengetahui desinfektan mana yang paling efektif dalam menghambat

pertumbuhan bakteri yang diinokulasikan pada sumur. Kerentanan bakteri

terhadap suatu antibakteri dapat diukur secara in vitro dengan menggunakan

prinsip difusi agar. Beberapa proses berlangsung ketika infusa yang mengandung

antimikroba dimasukkan ke dalam sumur pada agar medium yang telah

diinokulasi. Pertama, terjadi penyerapan air dari medium agar dan kemudian

melarut. Kemudian antimikroba itu berdifusi pada medium agar sesuai dengan

hukum fisika yang berlaku atas proses difusi suatu molekul. Hasil yang didapat

berupa diameter zona hambat pada agar sekeliling sumur. Terbentuknya areal

bening di sekitar koloni bakteri menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan

bakteri uji. Semakin luas areal bening menunjukkan semakin tinggi aktivitas

antimikroba. Pada praktikum ini, pengujian efektivitas disinfektan dan antiseptik

dengan metode difusi sumur menggunakan media formaldehid, iodium, dan

komersial. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi sumur

terhadap dua jenis bakteri yaitu Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri

gram positif dan Escherichia coli yang merupakan bakteri gram negatif.

Penggunaan kedua bakteri tersebut didasarkan pada keberadaan bakteri E. coli dan

S. aureus yang cukup banyak dan tersebar pada tubuh manusia, keduanya

merupakan bakteri patogen yang dapat menganggu kesehatan manusia.

2.2.1.1 Metode Difusi Sumur Formaldehid

Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin, dengan konsentasi

efektif sekitar 8%. Formaldehida merupakan disinfektan yang

bersifat karsinogenik pada konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal,

dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan. Senyawa ini

memiliki daya inaktivasi mikroba dengan spektrum luas. Formaldehida juga dapat

terinaktivasi oleh senyawa organik.

Formaldehid biasanya digunakan sebagai desinfektan yang efektif

terhadap bakteri, jamur dan virus. Formaldehid 1 % efektif sebagai bakterisid

Page 14: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

tetapi memerlukan waktu kontak yang lama dan daya kerjanya lambat. Kadar

formaldehid 0.5 % memerlukan waktu 6-12 jam untuk membunuh kuman, dan 2-4

hari untuk membunuh spora, bahkan dalam kadar 8 % diperlukan waktu 18 jam.

Formaldehid 10 % juga digunakan untuk mensterilkan alat-alat kedokteran dan

untuk sterilisasi sputum pasien tuberkulosis digunakan larutan formaldehid 8 %

dalam larutan alkohol 70 % (Arif dan Sjamsudin, 1995).

Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram

kertas saring formaldehid pada kelompok 1 luas areal bening sebesar 0,1020 cm2.

Pada kelompok 2, luas areal bening sebesar 0,5024 cm2. Pada kelompok 3, luas

areal bening sebesar 0,1038 cm2. Pada kelompok 4, luas areal bening sebesar 0,418

cm23. Pada kelompok 5, luas areal bening sebesar 0,0322 cm2. Pada kelompok 6,

luas areal bening sebesar 0,3957 cm2. Pada kelompok 7, luas areal bening sebesar

0,1104 cm2. Pada kelompok 4, pada perlakuan kontrol, terdapat zona areal bening,

Seharusnya pada perlakuan kontrol tidak ada zona areal bening karena cairan yang

di tambahkan hanya air steril yang tidak bersifat sebagai antimikroba. Hal tersebut

mungkin dikarenakan karena ada cairan formaldehid yang menetes pada lubang

bagian kontrol sehingga air steril yang bercampur dengan formaldehid

mempunyai efektivitas sebagai antimikroba.

Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan

S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli lebih kecil

dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur

S.aureus yaitu sebesar 0.05024 cm2 sedangkan E.coli yakni sebesar 0.5024 cm2.

Perbedaan zona hambat (luas areal bening) disebabkan karena perbedaan struktur

dinding sel bakteri. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif dimana

selnya sebagian besar (90%) terdiri dari lapisan peptidoglikan dan lapisan tipis

asam teikoat (Fardiaz, 1989). Asam teikoat menyebabkan permukaan sel bakteri

gram positif bersifat polar dan mempunyai muatan negatif. Sifat ini akan

mempengaruhi laju penetrasi molekul-molekul ke dalam sel yang akhirnya dapat

menyebabkan kebocoran sel.

Sedangkan E. coli adalah bakteri gram negatif dimana dinding selnya lebih

kompleks dibandingkan dengan bakteri gram positif. Bakteri gram positif hanya

mempunyai satu lapisan membran yang mengandung peptidoglikan sedangkan

Page 15: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

bakteri gram negatif mempunyai membran dalam dan membran luar. Lapisan

membran luar (outer 34 wall layer) mengandung fosfolipid, lipopolisakarida, dan

lipoprotein. Lapisan ini bersifat impermeabel terhadap molekul besar tetapi dapat

melalukan molekul kecil. Lipopolisakarida dan peptidoglikan merupakan saringan

bagi berbagai ukuran molekul, sedangkan plasma membran bersifat impermeabel

bagi molekul yang ukurannya jauh lebih kecil (Lay dan Hastowow, 1992 dalam

Nurmilah Y, 2009).

Zona bening tersebut terjadi karena antimikroba akan mengakibatkan

pembentukan cincin-cincin hambatan di dalam area pertumbuhan bakteri yang

padat sehingga tak ada bakteri yang tumbuh di dalam cincin tersebut. Keampuhan

suatu antimikroba dapat dilihat dari seberapa besar zona bening yang terbentuk

akibat berdifusinya zat antibiotika tersebut, Antimikroba yang berbeda memiiki

laju difusi yang berbeda pula, karena itu keampuhan antimikroba satu sama lain

tidak sama (Wilson 1982). Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat

jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air). Menurut Dewi (2010) unsur

aldehida didalamnya bersifat mudah bereaksi dengan protein, karena ketika

dimasukan ke media, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian

permukaan hingga terus meresap ke bagian dalam. Protein yang telah rusak, tidak

akan digunakan bakteri untuk bermetabolisme dan menghasilkan energi, sehingga

tidak terjadi pertumbuhan bakteri kerena sumber nutrien untuk tumbuh telah

dirusak oleh antibiotik formalin.

2.2.1.2 Metode Difusi Sumur Iodium

Iodin merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air

dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk

mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan

sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang

cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, namun tidak aktif

mematikan spora, nonkorosif, dan mudah terdispersi Kelemahan iodofor

diantaranya aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebih dan mahal.

Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 °C.

Iodium termasuk dalam grup halogen, dengan konsentrasi hipoklorit –

konsentrasi tertinggi HCIO (warexin) – larutan 1,5% yodium tinktur – konsentrasi

Page 16: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

tertinggi. Adapun keuntungan dari iodium ialah pencuci dan desinfektan tidak

meninggalkan warna, meninggalkan residu anti baktrei, iodium tinktur bersifat

tuberkulosidal. Dan kelemahan dari iodium adalah tintur menimbulkan warna dan

iritasi kulit, aktifitasnya hilang di dalam air sadah, korosif terhadap logam,

menyebabkan pengeringan kulit.

Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram kertas

saring iodium pada kelompok 6 luas areal bening sebesar 0,0075 cm2. Pada

kelompok 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, tidak terbentuk luas areal bening. Seharusnya pada

kontrol tidak terdapat areal bening karena kontrol hanya berisi air steril. Hal ini

kemungkinan dikarenakan terkontaminasi oleh udara saat membuka cawan

mungkin terlalu lebar ataupun karena terkena tetesan dari iodin pada lubang

sumur didekatnya. Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening

E.coli dan S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli

lebih kecil dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi

sumur S.aureus yaitu sebesar 0.0075 cm2 sedangkan E.coli tidak terbentuk zona

hambat.

Larutan desinfektan (iodium) ini akan menimbulkan gradien konsentrasi di

dalam agar dan membentuk penghambatan yang dapat dilihat sebagai zona

bening. Semakin jauh jarak masuk ke dalam agar, maka konsentrasi produk yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri, berkurang dan hanya beberapa bakteri

yang dapat terhambat. Hal inilah yang menimbulkan gradient yang berbeda pada

tingkat konsentrasi tertentu (Davidson dan Parish, 1993). Batas dari zona bening

adalah pada saat kekuatan larutan desinfektan (iodium) sudah jauh berkurang,

sehingga tidak lagi menghambat pertumbuhan bakteri uji. Zona bening yang

terbentuk disebut juga diameter penghambatan. Diameter penghambatan yang

dibentuk, dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi produk, tingkat

kelarutan produk dan kemampuan produk untuk berdifusi ke dalam agar (Prescott

etal., 2003). Semakin lebar diameter penghambatan, maka aktivitas senyawa

antimikroba semakin besar. Ekstrak yang menunjukkan aktivitas penghambatan

terkuat akan dipilih untuk tahap penelitian selanjutnya.

Mekanisme kerja iodine sebagai antimikroba dengan mempresentasikan

protein-protein, sebagaian hilang dalam bentuk ikatan dan sebagaian lagi

Page 17: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

dikonversikan dalam bentuk ion iodida. Iodium dalam bentuk ikatan terus

berpenetrasi sehingga efeknya terus berlanjut. Pendapat lain mengatakan bahwa

iodium membunuh mikroorganisme dalam bentuk garam dengan protein melalui

halogenisasi langsung. Konsentrasi efektif iodium terhadap mikroorganisme tidak

bervariasi secara lebar tetapi mempunyai kecepatan membunuh yang berbeda-

beda ( Lud Waluyo, 2005)

2.2.1.3 Metode Difusi Sumur Komersial

Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram

kertas saring iodium pada kelompok 2 luas areal bening sebesar 0,9592 cm2. Pada

kelompok 4, luas areal bening sebesar 0,0201 cm2. Pada kelompok 6, luas areal

bening sebesar 0,0047 cm2. Pada kelompok 1, 3,5 dan 7, tidak terbentuk luas areal

bening. Seharusnya pada perlakuan kontrol tidak ada zona areal bening karena

cairan yang di tambahkan hanya air steril yang tidak bersifat sebagai antimikroba.

Hal tersebut mungkin dikarenakan karena ada cairan komersial yang menetes

pada lubang bagian kontrol sehingga air steril yang bercampur dengan

formaldehid mempunyai efektivitas sebagai antimikroba.

Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan

S.aureus berbeda. Jarak zona hambat komersial pada bakteri E.coli lebih kecil

dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur

S.aureus yaitu sebesar 0.9592 cm2 sedangkan E.coli tidak terbentuk zona hambat.

Hal ini dapat disebabkan karena bahan komersial x yang digunakan untuk

metode difusi sumur mungkin sudah berkurang efektivitasnya untuk menghambat

pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli karena sudah lama

disimpan, bahan komersial yang digunakan juga baunya sudah tidak kuat lagi

mungkin karena telah dicampurkan atau diencerkan dengan air.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Page 18: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa untuk

mengevaluasi aktivitas dan efektivitas desinfektan dapat dilakukan dengan metode

difusi sumur dan cakram kertas saring berdasarkan pembentukan zona

penghambatan (areal bening). Jenis desinfektan yang mempunyai efektivitas

paling baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus adalah formaldehid. Staphylococcus aureus (gram positif)

memiliki ketahanan terhadap disinfektan lebih besar daripada bakteri Escherichia

coli (gram negatif).

3.2 Saran

Sebaiknya, sebelum dilakukan praktikum alat dan bahan yang akan

digunakan dipersiapkan terlebih dahulum sehingga praktikan dapat melakukan

pengujian dengan cepat. Selain itu, penyediaan alat-alat yang akan digunakan

jumlahnya ditambah untuk mengurangi terjadinya kesalahan akibat kontaminasi.

Page 19: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

DAFTAR PUSTAKA

Agnesa, A. 2010. Uji sensitifitas. http://kesmas-unsoed.blogspot.com [7 November 2012]

Dewi, FK. 2010. Aktivetas antibakteri akstrak etanol buah mengkudu terhadap bekteri pembusuk daging segar [terhubung berkala] http://eprints.uns.ac.id  [19 Mei 2011].

Gould, Dinah dan Brooker. 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Pahrudin. 2006. Aplikasi bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan mie basah matang. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Pelczar M.J. dan Chan. 1988.  Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Jakarta : UI Press.

Temaja, I G. 2010. Laporan assei mikrobiologi. http://dweeja.wordpress.com [7 November 2012]

Veteriner. 2009. Senyawa-senyawa antibakterial. http://duniaveteriner.com  [19 Mei 2011].

Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Wilson Gisvold. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal Organik. Semarang : IKIP Semarang Press.

Page 20: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perthitungan Luas areal Bening

Difusi Sumur Formadehid Kelompok 5

π d2

4 = 3,14 x0,20252

4 = 0,0322 cm2

Cakram Kertas Saring Formaldehid Kelompok 5

π d2

4 = 3,14 x0,23252

4 = 0,424 cm2

Lampiran 2. Gambar Hasil Pengamatan

Gambar 1. Difusi Sumur Formaldehid

Gambar 2. Difusi Sumur Iodium

Page 21: UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR

Gambar 3. Difusi Sumur Komersial Y

Gambar 4. Kertas Cakram Saring Komersial Y

Gambar 5. Kertas Cakram Saring Iodium

Gambar 6. Kertas Cakram Saring Formaldehid