Upload
lethu
View
219
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai
Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C
SKRIPSI
NUR QUROTUL A’YUNI
108102000018
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2013
iv
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai
Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NUR QUROTUL A’YUNI
108102000018
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2013
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Nur Qurotul A’yuni
NIM : 108102000018
Tanda Tangan :
Tanggal :
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
vi
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Nur Qurotul A’yuni
Program studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai
Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C
Hepatitis C merupakan penyakit peradangan hati. Hepatitis C disebabkan oleh
infeksi virus hepatitis C (HCV). Penggunaan ribavirin dalam kombinasi dengan
interferon telah menjadi obat standar untuk pengobatan HCV namun penggunaan
dosisnya yang tinggi sehingga mempunyai efek samping yang signifikan seperti
mual, anemia dan depresi. Penggunaan ribavirin dengan kombinasi interferon
mempunyai efektivitas sebesar 40% - 50%. Sampai saat ini belum ditemukan obat
maupun vaksin yang effektif untuk hepatitis C. Penemuan obat yang berperan
sebagai antivirus dapat dilakukan melalui target molekuler dengan mencari
inhibitor RNA helikase yang berperan dalam replikasi virus. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol
jintan hitam sebagai inhibitor RNA helikase. Aktivitas penghambatan dihitung
berdasarkan fosfat anorganik yang dilepaskan saat pengujian dengan kolorimetri
ATPase. Pengukuran jumlah fosfat anorganik dilakukan dengan menggunakan
microplate reader multiscan EX. Penggunaan jintan hitam (Nigella sativa L.)
sudah umum dikalangan masyarakat. Jintan hitam diketahui mempunyai aktivitas
sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antifungi, antialergi bahkan
sebagai antivirus. Pada penelitian ini, jintan hitam (Nigella sativa L.) diduga
memiliki potensi sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatitis C. Ekstrak n-
heksan dengan konsentrasi 32.000ppm memiliki aktivitas sebesar 64,454%.
Ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 32.000ppm memiliki aktivitas sebesar
38,804%. Ekstrak metanol dengan konsentrasi 32.000ppm memiliki aktivitas
sebesar 27,617%. Ekstrak n-heksan memiliki aktivitas paling besar diantara
ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol. Berdasarkan hasil identifikasi dengan
penapisan fitokimia diperkirakan senyawa dalam jintan hitam (Nigella sativa L.)
yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor RNA helikase adalah senyawa
steroid/triterpenoid, terpenoid dan minyak atisiri.
Keyword : antivirus, Nigella sativa L., ATPase Kolorimetri, RNA Helikase,
...ekstrak n-Heksan
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Nama : Nur Qurotul A’yuni
Program studi : Farmasi
Judul : Black Cumin (Nigella sativa L.) Extract Test Activity as Inhibitor
.,RNA Helicase Hepatitis C Virus
Hepatitis C is one of liver inflamation diseases. Hepatitis C is caused by hepatitis
C virus infection (HCV). Neither drugs nor vaccines for HCV is not been found
yet. For instance, the use of interferon in combination with ribavirin, which
efficacy is 40% - 50%, has been a standard drug for the treatment of HCV but its
use of a high dosage has significant side effects such as nausea, anemia and
depression. The discovery of antiviral which act as molecular target can be done
through the screening of inhibitor RNA helicase that plays a role in viral
replication. This research aims to determine the activity of black cumin extracts
that were extracted using the solvent n-hexane, ethyl acetate and methanol, as
inhibitors of the RNA helikase. Inhibitory activity was calculated based on
inorganic phosphate that were released during colorimetric ATPase assay.
Measurement of the amount of inorganic phosphate that has been released was
conducted by microplate reader multiscan EX. Black cumin (Nigella sativa L.)
has commonly been used as traditional medicine. Since it has already known as
antioxidant, anti-inflamatory, anti-bacterial, antifungi, anti-allergy and even as
antivirus. In this study, black cumin (Nigella sativa L.) has potential as an
inhibitor of RNA helicase HCV. By the concentration of 32000 ppm, the extract
of n-hexsane, ethyl acetat and metanol, has the RNA helicase HCV inhibitor
activity as 64,454%, 38,804% and 27,617%, respectively. n-Hexane extract has
the greatest activity amongst the ethyl acetate extract and methanol extract. Based
on the result of the phytochemicals analysis, it is estimated that
steroid/triterpenoid and essential oil in the n-hexane extract has the potential of
RNA helicase HCV inhibitor activity.
Keyword : antivirus, Nigella sativa L., colorimetric ATPase, RNA Helicase,
n-Hexane extract
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmatnya-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa kuliah sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada :
(1) Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Rifqiyah Nur
Umami, MS. selaku pembimbing II, yang memiliki andil besar dalam proses
penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini, semoga segala bantuan dan
bimbingan ibu dan bapak mendapat imbalan yang lebih baik dari Tuhan Yang
Maha Esa
(2) Bapak Apon Zaenal Mustopa, M.Si. selaku Kepala Laboratorium
Bakteriologi dan Virologi Molekuler Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI
beserta staf (Ibu Linda Sukmarini, M.Eng, Bapak Muhamad Ridwan, S.Far,
Dwianty Putri Meitasari, S.Pt) atas penggunaan segala fasilitas dan
bantuannya selama penelitian
(3) Bapak Prof. Dr. Dr. (hc). MK. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
(4) Bapak Drs. Umar Mansur, M,Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
(5) Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan
dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(6) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
(7) Teman seperjuangan dalam penelitian (Putri Syajarwati), sahabat-sahabat
(Intan, Yanti, Ratu, Sera, Yanti, Puser, Endah, Dewa, Kudou, Dina, Ikhsan,
Ogi Widya dan Sivia), teman-teman dilaboratorium (Aksar, Bia, Hary, Neng,
Krisna, Kak Bobby, Kak Iqbal, Kak Haris dan Kang Ace) beserta teman-
teman angkatan 2008 khususnya teman-teman ALCOOLIQUE yang sudah
membantu dalam berbagi informasi dan pengetahuan serta memberikan
dukungan sehingga saya selalu bersemangat dan bisa menyelesaikan tugas
akhir ini.
Tak lupa kepada orang tua saya, Ayahanda Zakaria dan Ibunda Neneng
Suryani, semoga segala amalan dan jerih payah keduanya mendapat balasan
kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Ciputat, Januari 2013
Penulis
.
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nur Qurotul A’yuni
NIM : 108102000018
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya
dengan judul
UJI AKTIVITAS EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L)
SEBAGAI INHIBITOR RNA HELIKASE VIRUS HEPATITIS C
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain, yaitu : Digital
Library Perpustakaan Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di :
Pada tanggal :
Yang menyatakan,
(Nur Qurotul A’yuni)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2.Perumusan Masalah.......................................................................... 3
1.3.Hipotesis ........................................................................................... 3
1.4.Tujuan Penelitian.............................................................................. 3
1.5.Manfaat Penelitian............................................................................ 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
2.1. Jintan Hitam (Nigella sativa L)...................................................... 4
2.1.1. Klasifikasi ............................................................................ 4
2.1.2. Nama Lain ............................................................................ 4
2.1.3. Budidaya .............................................................................. 4
2.1.4. Morfologi ............................................................................. 4
2.1.5. Kandungan Biji .................................................................... 5
2.1.6. Manfaat Biji ......................................................................... 6
2.2. Ekstraksi ......................................................................................... 7
2.3. Hepatitis C ..................................................................................... 9
2.4. RNA Helikase ................................................................................ 11
2.5. Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C .................................... 12
2.6. Ekspresi dan Purifikasi Helikase Virus Hepatitis C ...................... 13
2.7. SDS-PAGE .................................................................................... 14
2.8. Uji ATPase ..................................................................................... 15
BAB III. METODOLOGI ................................................................................ 16
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 16
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 17
3.3. Tahapan Penelitian ......................................................................... 17
3.3.1. Determinasi Biji Jintan Hitam ............................................. 17
3.3.2. Pengamatan Organoleptik .................................................... 17
3.3.3. Pembuatan Ekstrak Jintan Hitam ......................................... 17
3.3.4. Penapisan Fitokimia Ekstrak................................................ 18
3.3.5. Susut Pengeringan ................................................................ 20
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.6. Kadar Abu ............................................................................ 20
3.3.7. Analisa Kadar Kapang ......................................................... 21
3.3.8. Produksi Enzim Helikase HCV ........................................... 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 26
4.1. Determinasi Tanaman .................................................................... 26
4.2. Rendemen Ekstrak ......................................................................... 26
4.3. Penapisan Fitokimia ....................................................................... 28
4.4. Parameter Standar .......................................................................... 29
4.5. Produksi Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C ........................ 31
4.6. Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kental Jintan Hitam terhadap RNA Helik
Helikase Virus Hepatitis C ............................................................ 35
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 40
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 40
5.2. Saran .............................................................................................. 40
DAFTAR REFERENSI
xiii
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
.............................................................................................................................Halaman
Gambar 1. Nigella sativa L ................................................................................. 5
Gambar 2. Virus Hepatitis C ............................................................................... 9
Gambar 3. Peta Genomik HCV ........................................................................... 10
Gambar 4. Mekanisme Kerja RNA Helikase HCV ............................................ 11
Gambar 5. Perangkat SDS-PAGE ....................................................................... 14
Gambar 6. Elektroforesis SDS-PAGE RNA Helikase ........................................ 34
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel ....................................................................................................................Halaman
II.1. Inhibtor RNA Helikase .............................................................................. 12
IV.1. Rendemen Ekstrak ..................................................................................... 27
IV.2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n-Heksan, Etil Asetat, Metanol ........ 29
IV.3. Parameter Standar ...................................................................................... 30
IV.4. Hasil Uji Aktivitas Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C ................. 36
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Sertifikat Determinasi Biji Jintan Hitam ................................................. 45
Lampiran 2. Kerangka Kerja ........................................................................................ 46
Lampiran 3. Ekstraksi Biji Jintan Hitam ...................................................................... 47
Lampiran 4. Produksi dan Purifikasi RNA Helikase Virus Hepatitis C ...................... 48
Lampiran 5. SDS-PAGE .............................................................................................. 49
Lampiran 6. Komponen Larutan-Larutan yang Digunakan dalam SDS-PAGE .......... 50
Lampiran 7. Uji ATPase RNA Helikase Virus Hepatitis C ......................................... 51
Lampiran 8. Uji Aktivitas Inhibisi Jintan Hitam .......................................................... 52
Lampiran 9. Rendemen Ekstrak ................................................................................... 53
Lampiran 10. Pembuatan Larutan Uji .......................................................................... 54
Lampiran 11. Penapisan Fitokimia .............................................................................. 56
Lampiran 12. Perhitungan Susut Pengeringan dan Kadar Abu ................................... 59
Lampiran 13. Data Aktivitas Inhibisi Jintan Hitam terhadap RNA Helikase HCV ..... 61
Lampiran 14. Perhitungan Persen Inhibisi ................................................................... 62
Lampiran 15. Kurva Persentase Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam RNA Helikase Virus
Hepatitis C ............................................................................................ 63
Lampiran 16. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak dalam Satu Well ............................... 64
Lampiran 17. Kurva Standar K2HPO4 ........................................................................ 66
Lampiran 18. Contoh Perhitungan Aktivitas ATPase RNA Helikase Setelah
Penambahan Sampel ............................................................................. 67
Lampiran 19. Kurva Aktivitas ATPase Sampel .......................................................... 68
Lampiran 20. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ....................................................... 69
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hepatitis C merupakan penyakit peradangan hati, yang disebabkan
oleh virus hepatitis C (HCV). Infeksi ini sering tanpa gejala, namun ketika
menginfeksi langsung, pada tingkat kronis dapat berkembang menjadi
fibrosis pada hati, sirosis hati hingga kanker hati (Lauer & Walker, 2001).
Diperkirakan bahwa hepatitis C telah menginfeksi hampir 200 juta orang di
seluruh dunia dan telah menginfeksi lebih dari 3 - 4 juta orang per tahun
(EASL, 2011). Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, pada tahun 2010 jumlah penderita hepatitis C di Indonesia cukup
tinggi yaitu sebesar 30 juta jiwa (Kementrian Kesehatan, 2010). Tingginya
jumlah penderita hepatitis C ini disebabkan karena belum adanya obat yang
efektif serta vaksin untuk hepatitis C.
HCV termasuk dalam famili Flaviviridae yang memiliki genom
tunggal RNA (ribonucleic acid) dan mempunyai gen yang mengkodekan
RNA. Salah satu enzim yang penting untuk replikasi genom virus adalah
RNA helikase yang mempunyai tiga aktivitas yaitu aktivitas pengikatan
RNA, pengikat ATP (adenosine triphospat), dan pembukaan rantai RNA
(Utama et al, 2000). Enzim inilah yang menjadi target potensial untuk
pengembangan obat anti hepatitis C (Borowski et al, 2000).
Biji jintan hitam sudah lama digunakan untuk berbagai tujuan oleh
masyarakat di berbagai negara dengan cara mereka sendiri. Selain itu, jintan
hitam telah digunakan dalam hal pengobatan Islam semenjak 2000 - 3000
tahun lalu dan Rasullullah SAW pun telah berkata bahwa jintan hitam
sebagai obat untuk berbagai pernyakit kecuali kematian (Hasnah, Norazah
& Err, 2001). Hal ini dikemukakan dalam hadist, yaitu :
2
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya pada jintan hitam itu terdapat
obat untuk segala macam penyakit kecuali kematian. (H.R. Bukhori)
Penggunaan jintan hitam dalam bidang kesehatan sudah sangat luas
diantaranya jintan hitam mampu untuk mengobati batuk kronik, demam,
lelah, serta penyakit yang berkaitan dengan empedu dan limpa (Hasnah,
Norazah & Err, 2001).
Jintan hitam mempunyai efek terapeutik yang cukup banyak,
diantaranya aktif sebagai analgesik, anti inflamasi, antihistamin, anti alergi,
anti oksidan, anti kanker, stimulasi kekebalan tubuh, anti asma, anti
hipertensi, anti bakteri, anti jamur, anti parasit dan anti virus (Rhandawa,
2008). Jintan hitam juga telah digunakan sebagai agen anti virus terhadap
infeksi yang disebabkan oleh virus cytomegalovirus (Salem & Hossain,
2000).
Pengujian aktivitas jintan hitam sebagai inhibitor terhadap HCV
belum pernah dilakukan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya
penelitian ini, sehingga diharapkan dapat dikembangkan produk yang dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif pengobatan hepatitis C.
1.2. Perumusan Masalah
1.2.1. Jintan hitam sudah banyak diteliti dan digunakan sebagai obat, namun
belum diketahui dan digunakan untuk obat hepatitis C
1.2.2. Jintan hitam sebagai inhibitor RNA helikase HCV belum pernah ada
1.2.3. Belum diketahui apakah jintan hitam mempunyai aktivitas sebagai
inhibitor RNA helikase HCV
1.2.4. Kasus hepatitis C di indonesia cukup besar yaitu mencapai jumlah 30 juta
jiwa
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui aktivitas jintan hitam (Nigella sativa L.) sebagai
inhibitor RNA helikase virus hepatitis C.
3
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
1.4. Hipotesis
Jintan hitam (Nigella sativa L.) mampu berperan sebagai inhibitor
RNA helikase virus hepatitis C.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat penelitian secara teoritik
Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang
potensi jintan hitam (Nigella sativa L.) sebagai inhibitor RNA helikase
HCV
1.5.2. Manfaat penelitian secara metodologik
Metode yang dipakai dalam penelitian ini dapat digunakan
untuk penelitian-penelitian terhadap tumbuhan lainnya yang dapat
digunakan sebagai inhibitor RNA helikase HCV
1.5.3. Manfaat penelitian secara aplikatif
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam penelitian-
penelitian untuk mencari informasi tentang jintan hitam (Nigella sativa
L.) sebagai obat
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jintan Hitam (Nigella sativa L.)
2.1.1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Ranunculales
Famili : Ranunculaceae
Genus : Nigella
Spesies : Nigella sativa L. (Plantamor® , 2008)
2.1.2. Budidaya
Jintan hitam (Nigella sativa L.) tumbuh 2500 m di atas permukaan
laut. Jintan hitam dikenal sebagai tumbuhan liar dan dibudidayakan di
India, Mesir dan Timur Tengah. Selain di negara-negara tersebut jintan
hitam juga dibudidayakan di Sri Lanka, Bangladesh, Nepal, Mesir, Irak
dan Pakistan. Namun di negara-negara ini pembudidayaannya masih
dalam skala kecil. India termasuk negara produsen jintan hitam terbesar
(Malhotra, 2004).
2.1.3. Morfologi
Tanaman jintan hitam merupakan jenis tanaman berbunga, tumbuh
setinggi 30 - 35 cm, berbatang tegak, berkayu dan berbentuk bulat
menusuk. Daunnya runcing, bercabang, bergaris, kadang-kadang tunggal
atau bisa majemuk dengan posisi tersebar berhadapan. Bentuk daun bulat
telur berujung lancip, permukaan daun berbulu halus. Tanaman ini
memiliki bunga yang berbentuk beraturan, berwarna biru pucat atau putih
5
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
dengan 5 - 10 mahkota bunga, dan akan menjadi buah berbentuk bumbung
atau kurung berbentuk bulat panjang. Buahnya keras seperti buah buni,
berisi 3 - 7 folikel, masing - masing berisi banyak biji atau benih yang
sering digunakan sebagai bahan rempah. Rasa pahit yang tajam dengan
bau khas (Savitri, 2008).
2.1.4. Kandungan Biji Jintan Hitam
Biji jintan hitam mengandung asam amino yaitu berupa leucine,
valine, lysine, threonine, phenylalanine, isoleucine, histidine, methionine,
glutamic acid, arginine, aspartic acid, glysine, proline, serine, alanine,
tyrosine, cystine (Al-Jassir, 1992). Minyak atsiri (0,5 - 1,6%). Minyak
atisiri yang terkadung di dalam biji jintan ini meliputi nigellone,
thymoquinone, thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, α
dan β-pinene, d-limonene, d-citronellote, dan p-cymene (Al-Ali,
Alkhawajah, Rhandhawa & Shaikh, 2008).Kandungan lain dari biji jintan
hitam adalah dithymoquinone, thymoquinone, oxy-coumarin, 6-methoxy
coumarin 7-hidroxy-coumarin, steryl-glucoside (Randhawa, 2008).
Asam lemak (35,6 - 41,6%) yang terkandung di dalam biji jintan
hitam seperti asam arakidonat, asam linoleat, asam linolenat, asam oleat,
asam palmitat, asam stearat, dan asam miristat. Selain itu jintan hitam juga
mengandung protein (22,7%), asam amino meliputi albumin, globulin,
Gambar 1. Nigella sativa Linn (Naturakos, 2009)
6
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
lisin, leusin, isoleusin, valin, glisin, alanin, fenilalanin, arginin, asparagin,
cystine, asam glutamat, asam aspartat, prolin, serin, treonin, triptopan dan
tirosin. Dalam jintan hitam terdapat juga senyawa alkaloid meliputi
nigellicine, nigellidine-N-oxide. Mineral (1,79 - 3,74%), meliputi Fe, Na,
Cu, Zn, P dan Ca. Vitamin seperti asam askorbat, tiamin, niasin,
piridoksin, dan asam folat. Karbohidrat (33,9%), serat (5,5%), dan air
(6%). Selain itu, terkandung juga senyawa flavonoid, saponin, terpenoid,
alpipatic alcohol, unsaturated α-β-hidroxy ketone, sterol, ester serta asam
organik. Bijinya juga mengandung lipase, fitosterol dan β-sitosterol
(Gilani, Jabeen & Khan, 2004).
2.1.5. Manfaat Jintan Hitam
Biji jintan hitam pada umumnya digunakan pada pengobatan
tradisional, seperti diuretik, antihipertensi, memperbaiki proses
pencernaan, antidiare, stimulan, analgesij, antibakteri dan digunakan untuk
penyakit kulit. Sudah dilakukan studi terhadap pemanfaatan jintan hitam,
dari hasil studi tersebut didapati hasil bahwa jintan hitam memiliki
aktivitas sebagai antidiabetes, antikanker, imumomodulator, antimikroba,
antiinflamasi, spasmolitik, bronchodilator, hepatoprotektif, pelindung
ginjal dan antioksidan (Gilani, Jabeen & Khan, 2004).
Kawther, Ahmed & Sakina (2008) telah melakukan penelitian
mengenai observasi efek jintan hitam. Dari hasil penelitian tersebut
dinyatakan bahwa jintan hitam memiliki potensi sebagai antiviral,
antikanker, anti angiogenic, dan antioksidan. Sedangkan Musa, Nihat,
Hatice, Gulruh, dan Muharrem (2004) menyatakan bahwa ekstrak etanol
jintan hitam berpotensi sebagai antitumor. Jintan hitam juga dapat
digunakan sebagai antimalaria menurut penelitan Abdulelah & Zainal,
(2007). Penelitian Ali, Gamze & Tugba (2007) melaporkan bahwa jintan
hitam memiliki potensi sebagai antimikotik dan antimikroba.
Biji jintan hitam telah diketahui memiliki sifat farmakologi seperti
obat penenang, anti inflamasi dan ekspektoran. Dari zaman kuno, jintan
hitam telah digunakan sebagai pelindung pakaian dari gangguan serangga.
7
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Adanya fraksi karboksil nigellone dan non-karboksil dilaporkan dapat
digunakan sebagai antihistamin. Fraksi fenolik menunjukkan adanya
aktivitas sebagai antibakteri terhadap Micrococcus pyogenes var. aureus
and Escherichia coli. Pada penelitian lain menunjukkan bahwa jintan
hitam mempunyai imonomodulator yang kuat dan memiliki aktivitas
seperti interferon, dengan demikian jintan hitam mampu menghambat
perkembangan kanker dan sel endotel dan dapat mengurangi produksi
faktor pertumbuhan protein angiogenik fibroblastik yang dibuat oleh sel
tumor (Malhotra, 2004).
2.2.Ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan Obat tradisional tahun 2000,
ekstraksi adalah proses pelarutan kandungan kimia yang larut hingga terpisah
dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstrak adalah sediaan
kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia
nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Metoda ekstraksi yang umum digunakan adalah sebagai berikut :
2.2.1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Teknologi maserasi ini termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserasi
pertama dan seterusnya.
8
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.
2.2.2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3 – 5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah perlarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang tinggi dari
temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96 -
98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan
temperatur sampai titik didih air.
9
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
2.3. Hepatitis C
Kata hepatitis berarti radang hati. Sejumlah faktor penyebab hepatitis
yaitu alkohol, obat-obatan, racun, autoimunitas, masalah di peredaran darah
seperti gagal jantung (hepatitis iskemik), fatty liver (steatohepatitis
nonalkohol atau NASH) dan virus. Peradangan hati disebabkan oleh infeksi
virus yang disebut virus hepatitis (Worman, 2002).
Beberapa virus hepatitis pada manusia, khususnya pada hepatitis A
dan hepatitis E hanya menyebabkan penyakit akut. Beberapa virus hepatitis,
khususnya hepatitis C dan D dapat menyebabkan hepatitis akut dan kronis.
Hepatitis kronis didenifisikan sebagai hepatitis yang bertahan selama lebih
dari 6 bulan. Kronisitas merupakan hal yang signifikan dari HCV ini. Pada
kebanyakan kasus, infeksi kronis ini biasanya berlangsung seumur hidup
kecuali berhasil diobati. Meskipun ada kasus dimana seorang individu
terinfeksi dengan HCV dan kemudian secara spontan pulih, namun kasus ini
jarang terjadi. Pada kebanyakan kasus pasien tidak tahu kapan ia mulai
terinfeksi dan virus hepatitis ini bisa tetap dalam tubuh seumur hidup jika
tidak diobati (Worman, 2002).
HCV memiliki famili Flaviviridae dan merupakan anggota dari genus
Hepacivirus. Hepatitis C merupakan penyakit hati yang dihasilkan dari
Gambar 2. Virus Hepatitis C (Krekulova, Rehak & Riley, 2006)
10
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
infeksi HCV. HCV masuk ke sel hati menggunakan gen dalam sel untuk
menduplikasi HCV, lalu menginfeksi bagian sel lainnya (Volker,
Moradpour & Blum, 2006).
Genom Hepatitis C terdiri dari 10 kilobasa atau 10.000 basa
ribonucleotida, suatu bangunan dari RNA. RNA ini mengkode protein
sekitar 3.030 asam amino. Protein besar yang disandikan ke genom RNA
dibagi dalam sel inang yang terinfeksi ke beberapa protein yang strukturnya
lebih kecil dan ke protein nonstruktural. Inti E1 dan E2 adalah protein
struktural yang ada dalam partikel virus. Inti membentuk nukleokapsid (atau
inti pusat) dari virus dengan genom RNA yang berhubungan. Protein
nonstruktural (NS) yang diekspresikan hanya dalam sel yang terinfeksi dan
memiliki tugas yang diperlukan untuk replikasi virus. Protein berstruktur
besar dikode oleh RNA virus yang dimediasi oleh aksi protein sel inang
tertentu dan protein NS2 dan NS3 dari virus itu sendiri. Selama replikasi,
HCV membuat salinan genom RNA untuk menjadi partikel virus. Protein
Gambar 3. Peta Genomik HCV (Tellinghuisen, Evans, You, & Rice, 2007)
Kofaktor
C
Protein Struktural
Protein Nonstruktural
5’
NTR
3’
NTR
E1 E2 NS2 NS3 NS4A NS5B NS5A NS4B
Nukleokapsid
Pelindung Glikoprotein
Protein
transmembran
Metalloprotease
Serin protease
RNA helikase
Protein resisten IFN
RNA
Polimerase
11
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Gambar 4. Mekanisme kerja RNA helikase HCV (Utama et al, 2005)
NS5B adalah RNA polimerase yang membuat salinan RNA virus. Sebagian
dari protein NS3 memfasilitasi untuk replikasi dan sintesis protein
(Worman, 2002).
Terapi hepatitis C biasanya menggunakan ribavirin. Ribavirin (1 – β –
D – ribofuranosyl - 1,2,4 – triazole – 3 - karboksamida) memiliki aktivitas
antivirus spektrum luas terhadap lebar kisaran pada RNA virus. Ribavirin
ini digunakan dengan berbagai tingkat keberhasilan untuk pengobatan pada
virus syncytial di pernafasan dan infeksi virus Lassa. Ribavirin dalam
kombinasi dengan interferon telah menjadi terapi standar untuk pengobatan
dengan HCV (Leyssen, Balzarini, Clercq & Neyts, 2005). Namun pada
kenyataannya pengobatan dengan menggunakan ribavirin membutuhkan
dosis yang tinggi sehingga mempunyai efek samping yang signifikan seperti
mual, anemia dan depresi (Crotty, Cameron & Andino, 2002).
2.4.RNA Helikase
Helikase berasal dari kata helic yang berarti struktur pasangan DNA
double helic dan ase yang berarti enzim. Helicase berarti enzim yang
memisahkan pasangan rantai DNA atau RNA, yang masing-masing
12
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Tabel II.1. Inhibitor RNA Helikase HCV
kemudian diberi nama DNA helikase atau RNA Helikase. RNA helikase
pertama kali ditemukan pada E.coli, dan juga ditemukan pada bakteri,
khamir, dan virus. Pada HCV enzim ini dikodekan oleh NS3 RNA Helikase.
Enzim ini diperlukan dalam replikasi HCV. RNA helikase HCV memiliki
tiga aktivitas yaitu mengikat rantai RNA, menghidrolisi ATP dan membuka
ikatan dupleks antar RNA dari 3’ - 5’. RNA helikase merusak ikatan
hidrogen antara RNA berpasangan. Reaksi enzimatis tersebut memerlukan
energi yang diperoleh dari hidrolisis ATP menjadi ADP dan P dan juga
kation divalen seperti Mg2+
(Kadare & Haenni, 1997). Mekanisme kerja
RNA helikase dapat dilihat dari gambar sebagai berikut :
Inhibitor dapat menghalangi pengikatan ATP pada enzim RNA
helikase sehingga enzim RNA helikase tidak mempunyai energi untuk
membuka untai rantai ganda RNA. Selain itu inhibisi juga dapat dilakukan
terhadap salah satu aktivitas RNA helikase yang secara tidak langsung akan
menghambat kerja RNA helikase karena RNA helikase membutuhkan
ketiga macam aktivitas tersebut. Inhibitor dapat diberikan untuk
menghalangi aktivitas pengikatan RNA sehingga RNA tidak dapat
membuka untai rantai ganda. Inhibitor juga dapat diberikan untuk
menghalangi pembukaan untai RNA, misalnya dengan cara menghambat
proses hidrolisis ATP sehingga RNA tidak mempunyai energi untuk
membuka untai ganda RNA (Utama et al, 2000).
2.5. Inhibitor RNA Helikase HCV
INHIBITOR
PERSEN
INHIBISI
DAFTAR
PUSTAKA
1 Protein kapang endofit CgKTm SF 89,45% Paturohman, 2011
2 Ekstrak metanol buah tanaman
mangrove Avicennia marina (Forsk)
Vierb.
76,705 % Kusumawati, 2011
3 Bakteriosin asam laktat S34 64,20 % Putri, 2011a
13
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
4 Mikroalga BTM 11 81,205 % Putri, 2011b
5 Ekstrak rimpang temulawak
(Curcuma zanthorrhiza Roxb.) 73,60 % Setianingsih, 2011
2.6. Ekspresi dan Purifikasi RNA Helikase HCV
Sebagai langkah awal untuk melakukan ekspresi RNA helikase
hepatitis C ini, E.coli BL21 (DE3) pLysS yang telah tersisipi gen penyandi
RNA helikase HCV ditumbuhkan di dalam medium LB cair yang
ditambahkan ampisilin. Selanjutnya medium tersebut diinkubasi selama 30
menit, setelah OD600 mencapai 0,3 (saat pertumbuhan bakteri mencapai fase
log), kemudian diinduksi dengan IPTG (isopropyl-β-D
thiogalactopyranoside). IPTG berperan dalam menginduksi sel bakteri
sehingga ekspresi protein rekombinan dapat maksimal (Sambrook, 2001).
IPTG yang sudah masuk ke dalam sel tidak akan dimetabolisme karena
IPTG ini bertindak bukan sebagai substrat, sehingga konsentrasi IPTG tetap
konstan. Setelah dilakukan penambahan IPTG selanjutnya kultur E.coli
tersebut diinkubasi hingga fase stasioner yaitu fase yang tidak terdapat
penambahan atau pengurangan jumlah sel bakteri tapi fungsi sel terus
berlanjut seperti metabolisme sekunder dan proses biosintesis (Utama et al,
2000).
Sentrifugasi dilakukan untuk pemisahan medium yang digunakan
dalam kultur dengan sel bakteri, dan dilakukan pada suhu 4oC untuk
mencegah denaturasi protein. Lalu untuk tahap purifikasi digunakan pelet
yang di dalamnya terdapat protein RNA helikase HCV.
Purifikasi RNA helikase dilakukan dengan menggunakan modifikasi
dari metode immobilizied metal chromatography (IMAC). Prinsip metode
ini adalah berdasarkan pada interaksi bolak-balik antara asam amino rantai
samping dan ion immobilizied. Berbagai rantai samping seperti histidin,
sistein, dan triptopan dapat berikatan dengan ion metal immobilizied.
Protein RNA diberi label 6xHis-tag (label protein dengan 6 histidin).
Ion nikel (Ni2+
), tembaga (Cu2+
), dan kobalt (Co2+
) memiliki afinitas yang
besar terhadap histidin sehingga purifikasi protein RNA Helikase 6xHis-tag
14
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
dapat dilakukan dengan menggunakan resin TALON. Protein RNA helikase
yang berikatan dengan resin TALON setelah dilakukan pencucian, lalu
dielusi sehingga diperoleh RNA helikase yang lebih murni. Pemurniaan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan imidazol dalam buffer B karena
mempunyai keuntungan yaitu dapat mempertahankan protein kondisi asli
(native condition) maupun kondisi denaturasi (Utama et al, 2000).
2.7. SDS PAGE
Elektroforesis merupakan studi tentang pergerakan molekul muatan
dalam medan listrik. Media yang digunakan adalah selulosa atau gel tipis
terdiri dari poliakrilamida atau agarosa. Selulosa digunakan sebagai media
untuk penetapan nilai berat molekul yang rendah seperti asam amino dan
karbohidrat sedangkan agarosa dan gel poliakrilamid banyak digunakan untuk
molekul yang besar seperti protein.
Teknik-teknik elektroforesis pada umumnya tidak dapat digunakan
untuk mengukur berat molekul dari molekul biologis karena mobilitas zat
dalam gel dipengaruhi oleh muatan dan ukuran. Oleh karena itu, jika sampel
biologis diperlakukan sedemikian sehingga memiliki muatan yang seragam,
maka mobilitas elektroforesisnya hanya akan tergantung pada ukurannya saja.
Berat molekul protein dapat diperkirakan dengan elektroforesis menggunakan
sodium dodesil sulfat (SDS) dan merkaptoetanol.
Gambar 5. Perangkat SDS PAGE
(GTB 204 Molecular Biology Protocols 2001)
15
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
SDS mengukur struktur sekunder, tersier dan kuarterner protein untuk
menghasilkan rantai polipeptida linier yang dilapisi molekul SDS bermuatan
negatif. Setiap 1,4 gram SDS mengikat per gram protein. Merkaptoetanol
membantu denaturasi protein dengan mengurangi semua ikatan disulfida
(GTB 204 Molecular Biology Protocols, 2001).
2.8. Uji ATPase
Enzim RNA helikase selain memiliki aktivitas RNA helikase (ATP–
dependent helicase) juga memiliki aktivitas ikatan RNA (RNA binding) dan
ATPase (RNA stimulated ATPase). Karena aktivitas RNA tergantung ATP
maka uji ATPase dapat dilakukan dalam skrining inhibitor RNA helikase
(Utama et al, 2000).
Uji ATPase dapat dilakukan dengan kolorimetrik ATPase. Uji ini
digunakan untuk menganalisis bahan yang umumnya tidak berwarna,
misalnya untuk mengukur konsentrasi protein dalam suatu sampel yang tidak
dapat menyerap cahaya. Dalam uji ini menggunakan pereaksi yang berwarna
(malachite green dan ammonium molibdat tetrahidrat). Jadi prinsip dari
kolorimetrik ini adalah perubahan warna yang muncul sebagai akibat adanya
reaksi antara zat yang tidak berwarna ditambah dengan pereaksi sehingga
menghasilkan produk yang berwarna. Dalam uji kolorimetrik ini
membutuhkan blanko (aquadest, master mix, dan pereaksi warna) yang
mendapatkan perlakuan sama dengan perlakuan terhadap sampel, blanko ini
digunakan sebagai faktor pengoreksi absorbansi dalam uji ATPase (Utama et
al, 2000).
16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2012 sampai dengan
Desember 2012.
3.1.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Natural Product
Chemistry, Laboratorium Medicinal Chemistry UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Laboratorium Bakteriologi dan Virologi Molekuler Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI Cibinong, Bogor dan Herbarium Bogoriense Bidang
Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
timbangan analitik, alat-alat gelas, rotary evaporator, autoklaf, laminar air
flow (LAF), lemari pendingin, inkubator goyang, vortex, centrifuge,
sonikator, rotator, micropipet, microplate reader (Multiscan EX),
waterbath, magnetic stirer, termometer, perangkat SDS-PAGE.
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jintan
hitam (Nigella sativa L.), sel Escherichia coli BL21 (DE3) pLysS – RNA
helikase HCV rekombinan, n-heksan teknis, etil asetat teknis, metanol
teknis, metanol p.a., media Luria-Bertani (LB) (yeast extract powder
HIMEDIA®
, NaCl MERK® dan Tryptone OXOID
®), 100µg/ml ampisilin,
0,3 mM IPTG (Isopropyl-β-D-Thiogalactoside), resin TALON, buffer B (10
mM tris-HCl, 0,25% Tween 20), buffer elusi (buffer B, imidazol), loading
17
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
dye (1M tris HCl pH 6,8; 20 % SDS; 30 % gliserol 100 %; 16 % β-
merkaptoetanol; bromphenol blue; H2O), gel SDS (H2O; 0,5 tris pH 6,8
containing 0,4 % SDS; 1,5 tris pH 8,8 containing 0,4 % SDS; 30 %
akrilamid; 10 % ammonium persulfat; dan TEMED (N,N,N,N-tetrametina-
diamina), SDS running (Tris, glisin, SDS, H2O), marker precision plus
protein standard (BIORAD®), comassie blue (comassie brilliant blue,
metanol, asam asetat glasial, H2O), destain for comassie (H2O, metanol,
asam asetat glasial), 2 mM ATP (adenosine triphospate), MgCl2, 10 mM
MOPS (asam 4-morfolinopropanafosfat sulfonat), larutan pewarna (H2O,
malachite green, polivinil alkohol, ammonium molibdat tetrahidrat), Tube
50 ml, Eppendorf tube 1,5 ml, tips (1000 µl, 200 µl dan 20 µl) dan 96-well
microplate.
3.3. Tahapan Penelitian
3.3.1. Determinasi biji Jintan Hitam
Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran simplisia yang
digunakan dalam penelitian. Determinasi ini dilakukan di Herbarium
Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong Bogor.
3.3.2. Pengamatan Organoleptik
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk
mendiskripsikan bentuk dan warna sampel. Hal ini bertujuan sebagai
pengenalan awal yang sederhana.
3.3.3. Pembuatan ekstrak biji Jintan Hitam
Sampel berupa biji jintan hitam kering diblender hingga diperoleh
simplisia kering. Sekitar 370 gram simplisia kering diekstraksi secara
maserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol,
lalu filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak
kental (Juniarti et al.2009).
18
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Perhitungan rendemen ekstrak :
3.3.4. Penapisan fitokimia ekstrak Jintan Hitam
Penapisan fitokimia ini dilakukan terhadap ekstrak n-heksan, etil
asetat dan metanol.
3.3.4.1. Identifikasi alkaloid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 5 mL HCl 1% dan
dipanaskan dalam water bath. Filtrat sebanyak 1 mL ditetesi dengan
pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan oranye mengindikasikan
adanya alkaloid (Magadula & Tewtrakul, 2010).
3.3.4.2. Identifikasi flavonoid
Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid. Pertama,
amonia encer (5 ml) ditambahkan ke sebagian filtrat encer dari
ekstrak, kemudian asam sulfat pekat (1 ml) ditambahkan. Sebuah warna
kuning yang hilang menunjukkan adanya flavonoid. Kedua, beberapa
tetes larutan aluminium 1% ditambahkan ke sebagian dari filtrat.
terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid. Ketiga,
ekstrak sebanyak 0,5 gram dipanaskan dengan 10 ml etil asetat yang
telah diuapkan selama 3 menit. Campuran kemudian disaring dan 4 ml
filtrat dikocok dengan penambahan 1 ml larutan amonia encer.
terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid (Ayoola,
2008).
3.3.4.3. Identifikasi saponin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditimbang dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan air sebanyak 2 ml, kemudian tabung reaksi tersebut
diguncang-guncangkan. Jika busa yang dihasilkan berlangsung selama 10
Rendemen ekstrak = Bobot ekstrak total x 100 %
Bobot simplisia total
19
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
menit, maka hal tersebut menunjukkan adanya saponin
(Prashant,Bimlesh, Mandeep, Gurpreet & Harleen, 2011).
3.3.4.4. Identifikasi steroid dan triterpenoid
Ekstrak sebanyak 0,15 gram dicampurkan ke dalam 2 ml acetic
anhydride (CH3CO)2O, kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4 1N. Adanya
cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan
adanya triterpen sedangkan munculnya warna hijau kebiruan
menunjukkan adanya steroid (Indrayani, Soetjipto & Sihasale, 2006).
3.3.4.5. Identifikasi terpenoid
Ekstrak sebanyak 0,2 gram ditambahkan 2 ml kloroform,
kemudian ditambahkan H2SO4 sebanyak 3 ml. Adanya warna coklat
kemerahan menunjukkan adanya terpenoid (Ayoola, 2008).
3.3.4.6. Identifikasi tanin
Ekstrak sebanyak 0,2 gram dilarutkan dalam 20 mL akuades.
Filtrat sebanyak 2 mL ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuknya
warna biru kehitaman atau hijau kehitaman mengindikasikan adanya
tanin. Cara yang lain adalah 2 mL filtrat ditambahkan 1 mL larutan brom,
apabila terdapat endapan maka positif mengandung tanin (Adegboye et
al, 2008).
3.3.4.7. Identifikasi kumarin
Ekstrak sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam air panas. Setelah
dingin, larutan dibagi ke dalam dua tabung reaksi yaitu tabung 1 sebagai
blanko dan tabung 2 ditambah 0,5 ml NH3 10%. Adanya pijaran yang
kuat dibawah sinar UV menunjukkan adanya kumarin dan turunannya
(Indrayani, Soetjipto & Sihasale, 2006).
20
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
3.3.4.8. Identifikasi minyak atsiri
Ekstrak kental yang berupa minyak dan berbau enak ditambahkan
etanol, selanjutnya larutan alkoholik tersebut diuapkan kembali sampai
kering. Jika residu tetap berbau enak, menunjukkan ekstrak positif
mengandung minyak atsiri (Indrayani, Soetjipto & Sihasale, 2006).
3.3.5. Susut pengeringan
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam
botol timbang dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
terlebih dahulu pada suhu 105o
C selama 30 menit dan telah ditara.
Sebelum ditimbang ekstrak ditarakan dalam botol timbang, dengan
menggoyangkan botol, hingga membentuk lapisan yang setebal 5 mm –
10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ektrak kental, ratakan dengan
bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering
pada suhu 105o C hingga bobot botol tetap, kemudian didinginkan dalam
desikator (Depkes, 2000).
Perhitungan susut pengeringan :
3.3.6. Kadar abu
Lebih kurang 2 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara,
kemudian diratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (Depkes, 2000).
Perhitungan kadar abu :
Ket.
W = berat cawan kosong (gram)
W1 = berat cawan + sampel uji (gram)
W2 = berat cawan + abu (gram)
Susut pengeringan = – x 100 %
Bobot awal
21
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
3.3.7. Analisa angka kapang
3.3.7.1. Pembuatan Media Pembenihan
Sebanyak 39 gram serbuk Potato Dextrose Agar dilarutkan
dengan 1 liter air suling dalam erlenmeyer menggunakan hotplate dan
magnetic stirer hingga diperoleh larutan yang jernih. Media ini kemudian
disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 15 lbs selama 15
menit (Hadiotomo, 1990).
3.3.7.2. Pebuatan Sampel Uji dan Analisa Angka Kapang
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dilarutkan dalam 10 ml
aquades steril sehinga didapatkan konsentrasi suspensi sebasar 10%.
Dari stock yang ada diambil 1 ml pengenceran 10-1
ke dalam tabung yang
berisi pengenceran aquadest steril hingga diperoleh pengenceran 10-2
lalu
dibuat hingga pengenceran 10-4
. Dari masing–masing pengenceran
diambil 0,5 ml, dituangkan pada permukaan PDA, segera digoyang
sambil diputar, agar suspensi tersebar merata. Seluruh cawan diinkubasi
pada suhu 20 – 25o
C selama 3 - 4 hari. Sesudah 3 hari inkubasi, dicatat
jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi
hari ke- 4. Koloni ragi dapat dibedakan dengan koloni kapang dari
bentuknya yang bulat kecil berwarna putih hampir menyerupai bakteri.
Lempeng agar yang diamati adalah lempeng dimana terdapat 40 – 60
koloni kapang (Hadiotomo, 1990).
3.3.8. Produksi enzim helikase HCV
3.3.8.1. Pembuatan Media
Media LB (Luria-Bertani) cair dibuat sebagai medaia untuk
pertumbuhan E.coli BL21 (DE3) pLysS-RNA helikase HCV
rekombinan. Media LB dibuat sebanyak 10 ml untuk prekultur dan 400
ml untuk kultur. Semua disterilisasi pada suhu 121o
C selama 15 menit
(Utama et al, 2000).
22
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
3.3.8.2. Pembuatan larutan dapar
Pembuatan dapar dibuat dengan komposisi Tris-HCl 10 mM,
NaCl 100 mM, dan Tween 20 0,25%. Dicampur menjadi satu dan
diaduk hingga homogen.
3.3.8.3. Ekspresi dan purifikasi RNA helikase HCV .
a. Media LB 10 ml diberi ampisilin (100µg/ml) sebanyak 10 µl dan
dihomogenkan. Lalu dimasukkan bakteri E.Coli BL21 (DE3) pLsS
yang membawa gen RNA helikase HCV, kemudian diinkubasi
selama satu malam dalam inkubator goyang pada suhu 37o
C dengan
kecepatan 200 rpm.
b. Hasil prekultur tersebut diinokulasi ke dalam 400 ml LB yang telah
diberi ampisilin dan ditambahkan IPTG 0,3 mM. Lalu diinkubasi
dalam inkubator goyang pada suhu 37o C dengan kecepatan 200 rpm.
c. Hasil kultur E.coli BL21 (DE3) pLysS yang dinkubasi selama 3 jam
dalam inkubator goyang, pada suhu 37o
C, dipindahkan ke dalam
tabung-tabung sentrifus ukuran 50 ml, disentrifus dengan kecepatan
3500 rpm, selama 10 menit. Endapan dicuci dengan media LB,
disentrifugasi kembali selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm.
Pelet diambil dan dikumpulkan peletnya kemudian disimpan selama
satu malam pada suhu -20oC.
d. Purifikasi RNA Helikase. Pelet yang disimpan pada suhu -20oC
dilakukan freeze thawing atau pengeringbekuan sebanyak tiga kali.
Setelah itu disonikasi (pemecahan sel dengan alat sonikator) dengan
amplitudo 45 %, cycle 0,5, selama 15 detik dilakukan tiga kali
dengan interval masing-masing 1 menit. Kemudian disentrifus
dengan kecepatan 10000 rpm selama 20 menit untuk menghasilkan
pelet. Kemudian pelet ditambahkan resin TALON 300 µl pada
rotator pada suhu dingin selama 3 jam. Lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 3500 rpm selama 7 menit. Supernatan sebagai inner
volume (IV) diambil 50 µl untuk di analisa dengan metode SDS-
PAGE, sedangkan pelet ditambahkan larutan buffer B sebanyak 10
23
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
ml, kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3500 rpm
selama 5 menit. Supernatan diambil sebanyak 50 µl sebagai washing
pertama (W1) untuk analisa SDS-PAGE. Pelet ditambahkan
kembali buffer B sebanyak 10 ml, lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil sebanyak
50 µl sebagai washing kedua (W2) untuk SDS-PAGE. Pelet
dipindahkan ke dalam eppendorf tube 1,5 ml kemudian
disentrifugasi 3000 rpm selama 2 menit. Pelet yang ada di dalam
eppendorf tube 1,5 ml ditambahkan buffer elusi sebanyak 200 µl
kemudian di rotator pada suhu dingin semalaman. Setelah di rotator
semalaman, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm
selama 5 menit (supernatan dipindahkan ke dalam eppendorf tube
1,5 ml lainnya sebagai E1/elution pertama untuk analisa SDS-
PAGE). Sedangkan pelet ditambahkan buffer elusi kembali sebanyak
200 µl, kemudian dilakukan sentrifugasi kembali dengan kecepatan
3500 rpm selama 5 menit. Supernatan dipisahkan dari peletnya
sebagai E2/elution kedua untuk analisa SDS-PAGE (Utama et al,
2000).
e. Analisa enzim helikase dengan SDS – PAGE
Enzim RNA helikase ini dianalisa kemurniannya dengan
menggunakan SDS-PAGE. Glass plate sandwich (short plate &
spacer plate) dibersihkan dengan alkohol 70%. Short plate
ditempatkan di depan kaca spacer plate. Kedua kaca tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam casting frame dengan posisi bagian
bawah kedua kaca sama rata lalu kunci dengan cams. Casting frame
dipasang pada casting stand. Setelah peralatan siap, larutan gel
separating dibuat sesuai dengan prosedur (Lampiran 6a). Larutan
tersebut dimasukkan diantara celah short plate & spacer plate
sampai dua per tiga bagian lalu ditambahkan aquades sampai dengan
batas atas kaca, kemudian ditunggu ± 20 menit sampai terbentuk gel.
Selama menunggu 20 menit, larutan gel stacking dibuat sesuai
dengan prosedur (Lampiran 6b). Sebelum gel stacking dimasukkan,
24
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
air yang ada pada gel separating dibuang. Larutan gel stacking
dituang sampai batas atas kaca, comb dimasukkan, kemudian
ditunggu ± 20 menit sampai gel memadat.
Setelah gel memadat, gel dipindahkan dari casting frame
dengan cara menekan cams pada casting frame. Gel cassette
sandwich ditempatkan pada electrode assembly dengan posisi short
plate menghadap ke dalam, lalu ditempatkan ke dalam clamping
frame, kemudian ditutup kedua camp levers pada clamping frame.
Lower inner chamber dimasukkan ke dalam tank elektroforesis lalu
diisi dengan working solution (buffer elektroforesis SDS 1x pH 8.3).
Masing-masing sampel (IV, W1, W2, E1, E2) diambil 4 µl
lalu dimasukkan ke dalam eppendorf tube 1,5 ml dan ditambahkan
Loading dye (Lampiran 6c) kemudian didenaturasi pada suhu 95o
C
selama 10 menit. Marker precision plus protein standard sebanyak 4
µl dimasukkan ke dalam well. Sampel yang telah didenaturasi
dimasukkan masing-masing sebanyak 5 µl/well. Kemudian gel
dirunning pada 40 mA selama 90 menit. Gel diangkat lalu direndam
dalam commasie Blue G–250 staining solution (Lampiran 6d)
selama 1 jam sambil digoyang-goyang diatas rocker. Gel dibilas
dengan commasie blue G–250 destaining solution (Lampiran 6e) ±
20 menit, dengan dua kali pengulangan. Gel dibilas dengan H2O
sampai bau asamnya hilang dan disimpan pada suhu 4o C.
3.3.8.4. Uji aktivitas ATPase RNA Helikase HCV
Pengujian aktivitas ATPase RNA helikase HCV ini
menggunakan enzim RNA helikase yang telah dipurifikasi. Enzim RNA
helikase dibuat dengan berbagai pengenceran (5x, 10x, 20x, 40, 80x).
Blanko dibuat dengan komposisi 5 µl aquabides dan 45 µl master mix
(H2O, MOPS, MgCl, dan ATP). Untuk sampel uji, konsentrasi akhir
reaksi sebesar 50 µl/well mengandung 45 µl master mix (H2O, MOPS,
MgCl, ATP, dan RNA helikase HCV) dan 5 µl enzim. Campuran reaksi
diinkubasi dalam microtiter plate 96-well, pada suhu ruang selama 45
25
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
menit. Hasil reaksi divisualisasikan dengan penambahan 100 µl/well
larutan pewarna (malachite green). Reaksi diinkubasi selama 5 menit,
kemudian ditambahkan sodium sitrat untuk menghentikan reaksi warna.
Absorbansi diukur pada panjang gelombang 620 nm dengan referensi
405 nm (Utama et al,2000).
3.3.8.5. Uji Aktivitas Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai Inhibitor RNA
Helikase HCV
Pengujian inhibisi enzim helikase hepatitis C ini menggunakan
sampel berupa ekstrak kental biji jintan hitam dari 3 jenis pelarut (n-
heksan, etil asetat dan metanol). Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan uji ATPase kolorimetri (Utama et al, 2000), yaitu dengan
mengukur jumlah fosfat yang dilepaskan dari hidrolisis senyawa ATP
menjadi ADP dan Pi.
Masing-masing ekstrak kental jintan hitam dibuat dengan
berbagai konsentrasi yakni 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm,
8000 ppm, 16000 ppm dan 32000 ppm. Ekstrak kental jintan hitam ini
dilarutkan dengan menggunakan metanol p.a.
Blanko dibuat dengan komposisi 5 µl aquabides dan 45 µl
master mix (H2O, MOPS, MgCl, ATP dan RNA helikase) dan untuk
sampel konsentrasi akhir reaksi sebesar 50 µl/well menggandung 45 µl
master mix (H2O, MOPS, MgCl, ATP, dan RNA helikase HCV) dan 5 µl
ekstrak. Campuran reaksi diinkubasi dalam microtiter plate 96-well, pada
suhu ruang selama 45 menit. Hasil reaksi divisualisasikan dengan
penambahan 100 µl/well larutan pewarna (malachite green). Reaksi
diinkubasi selama 5 menit, kemudian ditambahkan sodium sitrat untuk
menghentikan reaksi warna. Absorbansi diukur pada panjang gelombang
620 nm dengan referensi 405 nm (Utama et al, 2000). Persentase inhibisi
dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
A = Absorbansi enzim RNA helikase tanpa penambahan sampel
I = Absorbansi enzim RNA helikase dengan penambahan sampel
% Inhibisi = A – I x 100 %
A
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Determinasi Biji Jintan Hitam
Determinasi dilakukan untuk mengidentifikasi sampel yang dipakai
dalam penelitian ini. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang
Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor. Berdasarkan surat
keterangan yang diperoleh, dinyatakan bahwa sampel yang didapatkan dari
Pasar Impres Senen Blok B6 Jakarta Pusat termasuk jenis Nigella sativa L.
dari suku Ranuculaceae. Keterangan hasil determinasi sampel tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 1.
4.2. Rendemen Ekstrak
Ekstraksi biji jintan hitam dilakukan dengan metode maserasi.
Metode maserasi ini dipilih karena metode ini sesuai untuk senyawa–senyawa
yang tidak tahan panas. Menurut Yuliani (2010) proses maserasi adalah
proses perendaman sampel dalam pelarut organik pada temperatur kamar.
Prinsip ekstraksi ini ditekankan pada interaksi yang cukup antara pelarut
dengan jaringan sampel yang akan diekstraksi. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi bahan alam karena selama proses perendaman
akan terjadi proses pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar selnya sehingga metabolit sekunder yang
ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik (Leny, 2006).
Kelebihan ekstraksi maserasi adalah metode yang dilakukan cenderung
murah dan alat-alat yang digunakan tergolong sederhana.
Proses ekstraksi didasarkan pada kelarutan komponen terhadap
komponen yang lain dalam campuran. Kelarutan suatu komponen tergantung
pada derajat kepolarannya. Hukum “like dissolved like” menyatakan bahwa
senyawa yang bersifat polar hanya dapat larut dalam pelarut polar dan
semipolar, begitupun sebaliknya senyawa yang bersifat nonpolar hanya dapat
larut dalam pelarut nonpolar dan semipolar (Yuliani, 2010).
27
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Ekstraksi maserasi yang dilakukan adalah maserasi bertingkat
dengan menggunakan 3 pelarut yaitu n-heksan, etil asetat dan metanol.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk biji jintan hitam dengan
pelarut hingga pelarut mendekati tidak berwarna.
Sampel berupa serbuk jintan hitam sebanyak 370 gram pertama kali
dimaserasi dengan n-heksan yang bersifat non polar, sehingga diharapkan
senyawa-senyawa yang bersifat non polar ikut tertarik ke dalam pelarut non
polar tersebut. Filtrat yang diperoleh kemudian dikentalkan dengan rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan. Prinsip penggunaan
rotary evaporator adalah pemekatan filtrat dengan penguapan pada tekanan
rendah dan temperatur sesuai dengan pelarutnya (55oC). Pelarut pada sampel
akan teruapkan dan melewati kondensor sehingga berubah kembali menjadi
larutan dan tertampung pada receiving part sedangkan untuk ekstrak jintan
hitam terbentuk pada evaporation part. Pemekatan dihentikan ketika pelarut
tidak menetes pada receiving part dengan asumsi bahwa sudah tidak ada
pelarut yang terdapat pada sampel (Yuliani, 2010).
Ampas dari penyaringan filtrat n-heksan yang dihasilkan dilakukan
maserasi kembali dengan pelarut etil asetat yang bersifat semi polar sehingga
senyawa semi polar yang tidak tertarik dalam pelarut non polar bisa tertarik
dalam pelarut tersebut. Ekstraksi terakhir dilakukan dengan menggunakan
pelaurt metanol yang bersifat polar sehingga senyawa-senyawa polar yang
terdapat dalam sampel dapat tertarik ke dalam pelarut polar tersebut (Leny,
2006). Hasil dari masing-masing ekstraksi tersebut, kemudian diuapkan
dengan rotary evaporator sehingga berturut-turut diperoleh ekstrak kental etil
asetat dan ekstrak kental metanol. Bobot ekstrak kental serta rendemen
ekstrak dapat dilihat pada Tabel IV.1.
Tabel IV.1 Rendemen ekstrak
Nama Ekstrak Bobot Ekstrak
(gram)
Rendemen Ekstrak
(%)
Ekstrak n-heksan 24,571 6,640
Ekstrak etil asetat 15,122 4,725
Ekstrak methanol 8,278 2,759
28
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Nilai rendemen yang didapatkan dari masing-masing ekstrak
menunjukkan bahwa ekstrak dengan pelarut n-heksan memiliki nilai
rendemen tertinggi. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya kemungkinan
bahwa biji jintan hitam mengandung senyawa non polar yang lebih banyak
dibandingkan dengan senyawa semi polar maupun polar.
Meskipun metode maserasi termasuk sederhana dan mudah
dilakukan, namun dengan penggunaan pelarut yang bersifat volatil diduga
menyebabkan berkurangnya nilai rendemen ekstrak pada saat proses filtrasi
yang pada akhirnya mempengaruhi nilai rendemen masing-masing ekstrak.
Ismet (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses
ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan.
4.3. Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia merupakan metode yang digunakan untuk
mendeteksi tumbuhan tingkat tinggi berdasarkan golongannya dan sebagai
informasi awal untuk mengetahui senyawa kimia yang mempunyai aktivitas
biologi dari suatu tanaman (Yuliani, 2010). Jintan hitam mengandung
berbagai jenis metabolit sekunder, dimana masing-masing metabolit sekunder
memiliki bioaktivitas yang berbeda. Identifikasi pada sampel perlu dilakukan
untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder pada sampel
tersebut. Hasil penapisan fitokimia dari ekstrak dapat dilihat pada Tabel
IV.2.
Pada ekstrak n-heksan diidentifikasi adanya senyawa steroid yang
ditunjukkan dengan terbentuknya cincin warna hijau kebiruan, dan juga
senyawa triterpenoid yang ditunjukkan dengan terbentuknya cincin
kecoklatan pada perbatasan dua pelarut. Terpenoid diidentifikasi positif
dengan terbentuknya lapisan berwarna kemerahan setalah dilakukan
penambahan kloroform dan asam sulfat pekat. Kandungan minyak atsiri
dalam ekstrak ini ditandai dengan residu yang tetap beraroma enak.
Pada ekstrak etil asetat diidentifikasi adanya saponin. Uji ini
dilakukan dengan pengocokan keras terhadap sampel yang telah ditambahkan
air, lalu menghasilkan busa yang stabil. Sedangkan Kumarin diidentifikasi
29
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
positif pada ekstrak ini ditandai dengan adanya pijaran berwarna hijau dengan
penyinaran menggunakan sinar UV. Flavonoid diidentifikasi positif dengan
ditandai terbentuknya larutan kuning dengan penambahan amonia setelah
dilarutkan dengan etil asetat.
Ekstrak metanol dari hasil penapisan fitokimia diidentifikasi adanya
senyawa alkaloid. Identifikasi alkaloid ini dilakukan dengan menggunakan
pereaksi Dragendorff dan menghasilkan endapan kemerahan.
Keberadaan tanin ditandai dengan terbentuknya warna biru
kehitaman atau hijau kehitaman dengan penambahan FeCl3. Tanin tidak
teridentifikasi pada ketiga ekstrak. Identifikasi warna pada penapisan
fitokimia ini dapat dilihat pada Lampiran 11.
4.4. Parameter Standar
Parameter standar yang dilakukan terhadap ekstrak kental jintan
hitam dapat dilihat pada Tabel IV.3.
Ekstrak
n-Heksan
Ekstrak
Etil Asetat
Ekstrak
Metanol
Steroid/triterpenoid + - -
Terpenoid + - -
Minyak atsiri + - -
Saponin - ++ +
Kumarin - + - Flavonoid - + - Tanin - - -
Alkaloid - - +
Tabel IV.2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n-Heksan, Ekstrak Etil Asetat
dan Ekstrak Metanol
30
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Tabel IV.3. Parameter Standar
Parameter Ekstrak
n-Heksan
Ekstrak
Etil Asetat
Ekstrak
Metanol
Organoleptik
- Bentuk
- Warna
Cairan kental
Hijau kehitaman
Pasta
Kuning
Karamel
Kuning kecoklatan
Kadar Abu 0,314% 0,224% 0,147%
Susut
Pengeringan 3,689% 1,049% 3,453%
Angka Kapang 4 x 102 CFU/ml - 1 x 10
3 CFU/ml
Pemeriksaan kadar abu menggunakan prinsip dengan memanaskan
bahan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi
dan menguap, sehingga hanya tertinggal unsur mineral dan anorganik. Tujuan
penetapan kadar abu adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal pada proses awal sampai terbentuknya
ekstrak. Persyaratan simplisia yang dijelaskan pada buku Materi Medika jilid
III, batas kadar abu total jintan hitam yang diperbolehkan yaitu tidak lebih
dari 8,00%. Masing-masing ekstrak mempunyai nilai kadar abu tidak lebih
dari 8,00%, hal tersebut menandakan bahwa masing-masing ekstrak masuk
dalam persyaratan yang dianjurkan. Sementara, nilai pada susut pengeringan
menyatakan jumlah maksimal senyawa yang mudah menguap atau hilang
pada proses pengeringan.
Pengujian cemaran kapang termasuk salah satu uji untuk syarat
kemurnian ekstrak. Uji ini mencakup penentuan jumlah mikroorganisme yang
diperbolehkan. Batas kontaminan kapang yang masih dianggap aman untuk
dikonsumsi pada obat tradisional sebesar kurang dari 104 CFU/ml (Pratiwi,
2005). CFU merupakan singkatan dari Colony Forming Unit yang
mencerminkan satuan mikroba yang membentuk sebuah koloni. Hasil uji
31
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
kapang dari masing-masing ekstrak yang tertera pada Tabel IV.3.
menunjukkan nilai yang berada pada batas aman untuk dikonsumsi.
4.5. Produksi dan Purifikasi Enzim Helikase HCV
4.5.1. Ekspresi Enzim RNA Helikase HCV
Ekspresi enzim RNA helikase HCV ini diperoleh dari bakteri E.
coli BL21(DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan. Ekspresi RNA
helikase HCV dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu prekultur
dengan media LB (Luria Bertani) sebanyak 10 ml. Media LB ini
merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri. Dalam
prekultur ini juga menggunakan antibiotik ampisilin yang berfungsi
sebagai selection marker terhadap pertumbuhan E.coli BL21(DE3) pLysS-
RNA helikase HCV rekombinan yang juga mengandung gen resisten
ampisilin. Oleh karena itu, dengan penambahan ampisilin ini diharapkan
hanya E.coli BL21(DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yang
dapat tumbuh. Media dikultur pada suhu 37oC, diinkubasi dengan
menggunakan shaker incubator dengan kecepatan 200 rpm (Pelzar &
Chan,1986).
Tahap kedua adalah kultur bakteri E.coli BL21(DE3) pLysS-RNA
helikase HCV rekombinan yang ditunjukkan dengan terbentuknya
suspensi berwarna kuning keruh. Pengukuran fase pertumbuhan E.coli
pada panjang gelombang 600 nm karena kultur mempunyai serapan
optimum pada panjang gelombang tersebut. Isopropil β-D-
thiogalaktopiranosida (IPTG) ditambahkan pada saat nilai OD600 kultur sel
E.coli mencapai 0,3 karena pada nilai tersebut kultur bakteri mencapai fase
logaritmik. Pada fase itulah bakteri rekombinan mulai mengekspresikan
enzim RNA helikase. Penambahan IPTG bertujuan untuk menginduksi gen
RNA helikase HCV agar terjadi ekspresi yang berlebih hingga fase awal
stasioner dimana nilai OD600 mencapai 1 (Utama et al, 2000).
Kemudian E.coli yang membawa gen RNA helikase HCV ini
dipanen dengan sentrifugasi bertingkat. Sentrifugasi bertingkat ini
bertujuan untuk memisahkan E.coli dengan media LB. Bakteri E.coli
32
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
mengendap sebagai pelet sedangkan media LB akan terpisah sebagai
supernatan. Pelet yang telah terkumpulkan disimpan pada suhu -20oC
untuk menghindari kerusakan pada sel dan menjaga stabilitas enzim RNA
helikase HCV (Schwen & Melling, 1985).
4.5.2. Purifikasi Enzim RNA Helikase HCV
Purifikasi enzim RNA helikase HCV dilakukan untuk memurnikan
hasil ekspresi enzim RNA helikase HCV yang telah disisipkan dalam
bakteri E.coli BL21(DE3) pLySs.
Enzim dipurifikasi dengan pemecahan sel terlebih dahulu.
Pemecahan sel ini berlangsung dengan menggunakan dua tahap yaitu
dengan cara pengeringbekuan (freeze thawing) dan sonikasi.
Pengeringbekuan menyebabkan pembentukan kristal es pada sel E.coli yang
membawa gen RNA helikase HCV. Kristal es terbentuk akibat
dilakukannya pengeringbekuan yang berlangsung berulang terhadap cairan
intraselular dan cairan ekstraselular. Proses inilah yang memudahkan
pemecahan sel (Schwen & Melling, 1985).
Pemecahan sel tahap kedua menggunakan sonikasi yang bertujuan
untuk memecah dinding sel. Dengan sonikasi ini menyebabkan organel
dalam sel keluar namun tidak merusak integritas fungsionalnya. Pada saat
melakukan sonikasi ini pelet ditambahkan buffer B yang mengandung 10
mM Tris HCl pH 8,5 ; 100 mM NaCl dan 0,25% Tween 20. Tris HCl pH
8,5 ini berfungsi untuk mempertahankan aktivitas enzim selama proses
purifikasi enzim. Tween 20 digunakan untuk menghancurkan lipid bipolar
pada membran sel. Lipid bipolar ini berasosiasi dengan kompleks replikasi
sehingga enzim RNA helikase melekat pada membran (metabolit
intraselular). Dengan rusaknya lipid bipolar akan menyebabkan disosiasi
bagian hidrofobik enzim RNA helikase dengan membran sel. Sedangkan
NaCl berfungsi untuk menghilangkan asam nukleat dan kontaminan lainnya
yang berikatan tidak spesifik dengan RNA helikase HCV dengan cara
interaksi ionik (Vanz et al, 2008).
33
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Setelah dilakukan sonikasi, selanjutnya dilakukan sentrifugasi dan
mengambil supernatannya. Supernatan ini berisi metabolit intraselular yang
perlu dimurnikan. Pemurnian ini dilakukan dengan metode kromatografi
afinitas. Metode pemurnian ini menggunakan resin TALON afinitas logam
(metal afinity) yang secara spesifik dapat mengikat RNA helikase yang telah
dilabel dengan 6xHis-Tag pada N terminalnya. Pengikatan residu His ini
dilakukan oleh logam Co2+
yang terdapat pada resin TALON. Menurut Petty
(1996), histidin akan berikatan secara selektif dengan logam Co2+
resin
TALON meskipun dalam resin tersebut terdapat ion metal bebas lainnya.
Pengikatan ini dilakukan di rotator. RNA helikase yang telah diikat oleh
resin TALON dipisahkan dengan metabolit intraseluler lainnya melalui
sentrifugasi. Sentrifugasi ini menghasilkan pelet yang mengandung RNA
helikase dan supernatan yang mengandung metabolit intraselular. Resin
yang telah berikatan dengan enzim, dimurnikan kembali dengan pencucian
menggunakan buffer B. Pencucian ini dimaksudkan untuk menghilangkan
protein non target. Pemurnian berikutnya, pengikatan imidazole yang
terdapat dalam buffer elusi dengan resin TALON, sehingga enzim akan
terlepas dari ikatan resin. Konsentrasi imidazole lebih dari 200 mM
menyebabkan protein yang memiliki residu His-tag terdisosiasi karena tidak
mampu lagi bersaing untuk berikatan dengan resin.
Setiap hasil sentifugasi pada tahap pemurnian enzim dikoleksi untuk
dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE. Analisis ini bertujuan
untuk mengetahui kemurnian enzim. SDS-PAGE merupakan teknik yang
digunakan untuk menganalisis bobot molekul suatu protein. Prinsip kerjanya
adalah pemisahan berdasarkan migrasi protein pada media penyangga.
Komposisi SDS-PAGE ini adalah akrilamid, Tris HCl, H2O, tetrametina-
diamina dan ammoium persulfat. Akrilamid berguna untuk pembentukkan
gel, Tris HCl sebagai inisiator dalam proses polimerasi akrilamid menjadi
poliakrilamid. Sedangkan tetrametina-diamina berguna sebagai katalisator
reaksi polimerasi akrilamid menjadi poliakrilamid. Untuk pewarnaan hasil
SDS-PAGE digunakan pereaksi warna commasie blue dan destain for
34
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
37 kDa
50 kDa
75 kDa
100 kDa
150 kDa
250 kDa
commasie sebagai pembilasnya sehingga dapat menampakkan pita protein
sesuai ukuran target yang diinginkan.
Dari hasil SDS-PAGE, enzim RNA helikase HCV yang telah
dipurifikasi dalam penelitian ini mempunyai ukuran protein sebesar 54 kDa
yang ditunjukkan pada Gambar 7 dengan marker sebagai pembandingnya.
Bobot molekul enzim ini sesuai dengan bobot enzim yang dilaporkan Utama
et al (2000). Sehingga dapat disimpulkan bahwa protein dalam E1 adalah
enzim RNA helikase murni. Inner volume (IV) merupakan larutan yang
diambil setelah dilakukannya proses pemecahan sel, namun belum
dilakukan tahap purifikasi dengan penambahan resin TALON sehingga
masih terdapat metabolit intraseluar yang belum termurnikan. Untuk lajur
W1 (washing 1) dan W2 (washing 2) tidak menunjukkan adanya pita protein
yang artinya pada proses ini tidak terbawa enzim RNA helikase virus
hepatitis C. Sedangkan untuk E1 (elution 1) dan E2 (elution 2) merupakan
hasil elusi enzim yang dilakukan dua kali. Pada Gambar 7 menunjukkan
54 kDa
Gambar 7. Elektroforesis SDS-PAGE RNA Helikase. (M : Marker, E :
Enzim, IV : Inner Volume, W : Washing)
M E1 E2 IV W1 W2
35
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
bahwa E1 dan E2 memiliki pita protein yang sama ukurannya, hanya pada
E1 pita tampak lebih tebal dikarenakan konsentrasi enzim yang lebih tinggi
pada proses elusi yang pertama.
4.6. Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kental Jintan Hitam terhadap Enzim RNA
Helikase HCV
Ekstrak kental jintan hitam dari hasil maserasi menggunakan n-
heksan, etil asetat dan metanol digunakan sebagai sampel dalam pengujian
aktivitas inhibisi enzim RNA helikase HCV ini. Masing-masing ekstrak
dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm,
4000 ppm, 8000 ppm, 16000 ppm dan 32000 ppm. Pengujian aktivitas
inhibisi dilakukan dengan metode ATPase kolorimetrik. Uji kolorimetrik
melibatkan pengukuran serapan senyawa anorganik yang dilepaskan dalam
hidrolisis ATP oleh enzim RNA helikase.
Larutan master mix diperlukan pada uji kolorimetrik ATPase. Asam
4-morfolinopropanafosfat sulfonat (MOPS) digunakan sebagai buffer dalam
master mix. Buffer ini bertujuan untuk menjaga stabilitas enzim. ATP yang
ditambahkan berperan sebagai substrat untuk RNA helikase. Keberadaan
Mg2+
diperlukan sebagai kofaktor RNA helikase sehingga MgCl2 berfungsi
sebagai donor kofaktor dalam master mix (Utama et al.2000).
Aktivitas enzim RNA helikase bergantung pada ATP sebagai donor
energi. Oleh karena itu, uji ATPase dapat digunakan untuk uji aktivitas
inhibisi RNA helikase HCV oleh sampel. Prinsip ujinya adalah pengukuran
fosfat bebas yang terbentuk dari hasil reaksi antara RNA helikase dengan
ATP yang menghasilkan ADP dan Pi (fosfat anorganik). Pi bebas akan
membentuk kompleks warna dengan pereaksi ammonium molibdat
membentuk fosfomolibdat. Fosfomolibdat dapat bereaksi dengan enzim
RNA helikase dan enzim akan mengendap dan menimbulkan kekeruhan.
Polivinil alkohol akan melarutkan kembali enzim yang terendapkan
sehingga tidak menimbulkan kekeruhan. Warna yang terbentuk sebanding
dengan konsentrasi Pi yang dihasilkan dari reaksi RNA helikase dan ATP
36
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
(Chan et al, 1986). Na sitrat digunakan untuk menghentikan reaksi
enzimatik yang mengakibatkan terjadinya warna yang berlebih.
Tahap berikutnya dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan
multiscan EX dengan panjang gelombang 620 nm dan 405 nm. Panjang
gelombang 620 nm adalah serapan optimum warna hijau kebiruan yang
merupakan kompleks warna yang dibentuk dari hasil reaksi larutan pewarna
dengan fosfat bebas hasil hidrolisis ATP. Sedangkan warna kuning
merupakan warna yang dihasilkan oleh larutan pewarna yang tidak
berikatan dengan Pi. Penggunaan dua panjang gelombang bertujuan agar
perhitungan reaksi antara enzim dengan substrat lebih akurat. Perhitungan
konsentrasi Pi dihasilkan dengan membandingkan nilai absorbansi dari
pembacaan kedua panjang gelombang tersebut (Chan et al, 1986).
Data berikut merupakan hasil dari uji ATPase kolorimetrik dengan
menggunakan ekstrak jintan hitam :
Konsentrasi
Ekstrak
Aktivitas ekstrak sebagai inhibitor RNA helikase HCV(%)
Ekstrak
n-heksan
Ekstrak
etil asetat
Ekstrak
metanol
32.000 ppm 64,454 38,804 27,617
16.000 ppm 60,598 33,782 21,933
8.000 ppm 52,915 29,327 18,915
4.000 ppm 33,513 21,674 16,056
2.000 ppm 22,152 11,958 12,331
1.000 ppm 19,522 9,566 10,405
500 ppm 14,469 8,789 7,450
Tabel IV.4 . Hasil uji aktivitas inhibitor RNA helikase HCV
37
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Data diatas menunjukkan bahwa jintan hitam berpotensi sebagai
inhibitor RNA helikase HCV. Ketiga ekstrak menunjukkan adanya aktivitas
untuk menghambat proses ATPase dari uji kolorimetri. Pada data tersebut
menyatakan bahwa dengan kenaikan konsentrasi sampel maka persentase
ekstrak sebagai inhibitor juga meningkat. Data diatas memperlihatkan dari
ketiga ekstrak, ekstrak n-heksan memiliki aktivitas yang lebih besar
dibandingkan ekstrak etil asetat maupun metanol. Persentase yang
ditunjukkan diduga menyatakan besarnya aktivitas penghambatan yang
dilakukan oleh ekstrak jintan hitam tersebut, namun untuk mengetahui
kepastian apakah masing-masing ekstrak tersebut menginhibisi atau tidak
belum adanya batas/nilai persentase yang dapat menyatakan bahwa ekstrak
tersebut dapat menginhibisi RNA helikase virus hepatitis C.
Pengujian inhibitor RNA helikase ini diilihat berdasarkan aktivitas
ATPase dalam uji kolorimetrik ATPase. Aktivitas ATPase pada enzim
helikase yang dipakai untuk n-heksan adalah sebesar 524,987 pmol
fosfat/ml/menit/pmol protein. Dengan penambahan ekstrak n-heksan pada
uji tersebut terlihat bahwa aktivitas ATPase menurun (Lampiran 19).
Pada saat pengujian sampel/masing-masing ekstrak jintan hitam
ditambahkan ke dalam satu well sebanyak 5 µl untuk masing-masing
konsentrasi. Volume akhir dalam satu well tersebut setelah penambahan
master mix adalah 50 µl. Pada konsentrasi terendah yaitu 500 ppm,
dinyatakan bahwa konsentrasi ekstrak yang berikatan dengan RNA helikase
virus hepatitis C adalah sebesar 0,05 µg/µl, untuk konsentrasi yang
berikatan pada masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 16.
Ekstrak n-heksan jintan hitam ini berbentuk cairan kental seperti
cairan minyak pada umumnya. Senyawa thymoquinone merupakan senyawa
non polar yang terdapat dalam jintan hitam. Thymoquinone telah diketahui
mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Burits M & F. Bucar, 2000).
Penelitian–penelitian sebelumnya telah memaparkan beberapa potensi dari
minyak jintan hitam ini, salah satunya telah diungkapkan oleh Salem dan
Hossain (2000) bahwa minyak jintan hitam mampu berperan sebagai agen
antivirus dari MCMV (Murine Cytomegalovirus). Penelitian ini sudah
38
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
dilakukan secara invivo dengan menggunakan tikus yang diberi 100 µg
BSO (black seed oil) per mencit. Dari penelitian tersebut Salem dan
Hossain menyatakan bahwa ada kemungkinan minyak jintan hitam mampu
untuk melawan kanker, AIDS dan penyakit parasit lainnya yang
berhubungan dengan kekebalan tubuh. Selain itu, Kawther, Ahmed dan
Sakina (2008) mengatakan bahwa jintan hitam memiliki potensi antivirus
terhadap Infectious Laryngotrachietis Virus (ILTV) dengan nilai EC50
sebesar 32 µM. Adanya potensi ekstrak jintan hitam sebagai inhibitor RNA
helikase HCV ini memperpanjang daftar potensi jintan hitam sebagai
antivirus.
Pengujian sampel pada uji kolorimetri ATPase, sampel dilarutkan
dengan menggunakan metanol p.a. Metanol yang secara kimia merupakan
zat denaturan enzim. Namun selama masih dalam konsentrasi kecil (5µl)
maka metanol tidak menganggu kerja ekstrak dalam menginhibisi enzim
RNA helikase HCV. Konsentrasi metanol dalam menganggu proses kerja
dapat dikontrol dengan cara menjadikan metanol sebagai kontrol negatif.
Pengujian ini tidak menggunakan kontrol positif dikarenakan belum
ditemukannya obat atau vaksin HCV yang sesuai dengan mekasisme
inhibisi RNA helikase HCV.
Hasil penapisan fitokimia didapatkan bahwa ekstrak n-heksan jintan
hitam mengandung steroid/terpenoid dan minyak atsiri. Hal ini sesuai yang
dilaporkan Erika (2010) bahwa ekstrak n-heksan jintan hitam mengandung
steroid/triterpenoid dan minyak atisiri. Dari hasil penapisan fitokimia
tersebut maka dapat diperkirakan bahwa yang berpotensi sebagai inhibitor
RNA helikase HCV adalah senyawa steroid/triterpenoid, dan minyak atsiri.
Pada penelitian sebelumnya, betulinic acid yang merupakan senyawa
dari triterpenoid diketahui mempunyai aktivitas sebagai antiviral HIV-1
(David et al, 2008). Fungus Ganoderma pfeifferi. diidentifikasi juga
mengandung senyawa triterpenoid (ganodermadiol, lucidadiol dan
applanoxidic acid) yang memperlihatkan adanya aktivitas sebagai agen
antivirus pada influenza virus type A dan herpes virus symplex-type 1
(Mothana, 2003). Pada jintan hitam, senyawa terpenoid (sabinene hydrate
39
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
methyl ether) mempunyai potensi sebagai antioksidan (Borgou, Pichette,
Lavoie, Marzouk & Legault, 2011). Tidak menuntut kemungkinan bahwa
senyawa yang berpotensi sebagai inhibitor RNA helikase HCV ini
merupakan senyawa terpenoid yang berada dalam ekstrak jintan hitam.
Ada beberapa kemungkinan mekanisme inhibisi RNA helikase.
Kemungkinan mekanisme pertama, inhibitor menempel pada RNA helikase
bukan pada sisi aktifnya, namun terjadi perubahan konformasi bentuk enzim
yang mengakibatkan berkurangnya interaksi enzim dengan substrat
(Borowski, Heising, Miranda, Liao, Choe & Baier, 2008). Mekanisme
kedua, inhibitor menyerupai substrat dan bersaing menempati sisi aktif
RNA helikase, sehingga ATP tidak dapat berikatan dengan enzim yang
menyebabkan enzim tidak memiliki energi untuk membuka untai ganda
RNA (Reece & Mitchell, 2002).
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Melalui uji kolorimetri ATPase terhadap enzim RNA helikase HCV, ekstrak
n-heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol jintan hitam mempunyai
aktivitas sebagai inhibitor RNA helikase HCV, masing-masing sebesar
64,454%, 38,804% dan 27,617% pada konsentrasi 32000 ppm
2. Berdasarkan analisis fitokimia ekstrak n-heksan jintan hitam memiliki
senyawa steroid/triterpenoid, terpenoid dan minyak atsiri yang diperkirakan
senyawa tersebut berperan sebagai inhibitor RNA helikase HCV
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut terhadap ekstrak n-heksan jintan hitam
untuk mengetahui senyawa yang lebih spesifik yang berpotensi sebagai
inhibitor RNA helikase HCV.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode in vitro lainnya dan in
vivo untuk mendapatkan hasil senyawa yang benar-benar berkhasiat
menghambat aktivitas HCV.
41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR REFERENSI
Abdulelah H.A.A. dan Zainal-Abidin B.A.H. 2007. In vivo Anti-Malarial Test of
Nigella sativa (Black Seed) Different Extracts. American Journal of Pharmacology and
Toxicology, Vol. 2 (2): 46-50. ISSN: 1557-4962.
Al-Ali A, Alkhawajah A.A, Rhandhawa A.R, dan Shaikh A.S. 2008. Oral and
Intraperitoneal LD50 of Thymoquinone, An Active Principle of Nigella sativa, in Mice
and Rats. Journal Ayub Medical College Abbottabad, Vol. 20 (2):25-7
Al-Jassir, M.S. 1992. Chemical Composition and Microflora of Black Cumin (Nigella
sativa, L.) seeds growing in Saudi Arabia. Department of Science and Technology.
College of Agriculture and Food Sciences. King Faisal University, Vol. 45: 239-242.
Ali O, Gamze B, dan Tugba A. 2007. Antimitotic and Antibacterial Effect of The
Nigella sativa L. Seed. Caryologia, Vol. 60 (3): 270-272.
Ayoola GA et al. 2008. Phytochemical Screening and Antioxidant Activities of Some
Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in Southwestern Nigeria. Tropical
Journal of Pharmaceutical Research. 7(3) : 1019 – 1024
BD Bioscience Clontech. 2003. BD TALON TM
Metal Affinity Resins User Manual.
Becton: Dickinson & Company. 47 hlm.
Borowski P et al. 2000. ATP-binding domain of NTPase/helicase as a target for
hepatitisC antiviral therapy. Acta Biochimica Piolica. Vol 47 173 – 180.
Borowski P et al. 2001. Inhibition of the helicase activity of HCV NTPase/helicase by 1-
b-D-ribofuranosyl-1,2,4-triazole-3-carboxamide-5¢-triphosphate (ribavirin-TP) Acta
Biochimica Piolica. Vol 48 No3 739-744
Borowski P, Heising V.M, Miranda B.I, Liao L.C, Choe J dan Baier A. 2008. Viral NS3
Helicase Activity Is Inhibited by peptides reproducing the Arg-Rich Conserved Motif of
the Enzyme (Motif VI). Biochemical Pharmacology 76-28-38
Bourgou S, Pichette A, Lavoie S, Marzouk B dan Legault J. 2011. Terpenoid Isolated
From Tunisian Nigella sativa L. Essential Oil with Antioxidant activity and The Ability
to Inhibit Oxide Production. Flavour and Fragrance Journal. (wileyonlinelibrary.com)
DOI 10.1002/ffj.2085
Burits M dan Bucar F. 2000. Antioxidant Activity of Nigella sativa Essential Oil.
Phylother Res, 14 : 323 - 328
42
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Chan KM, Delfert D dan Junger KD. 1986. A direct Colorimetric Assay for Ca2+
Stimulated ATPase Activity. Anal Biochem 157:375 – 380
Crotty S, Cameron C dan Andino R. 2002. Ribavirin’s Antiviral Mechanism of Action:
Lethal Mutagenesis. J Mol Med 80 : 89-95
David G et al. 2008. Triterpene Based Compounds with Potent Anti-maturation Activity
Against HCV-1. Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters 18 – 6377 - 6380
Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universias Indonesia.
2007. Farmakologi dan Terapi Ed 5. UI Press : Jakarta.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengawaan Obat dan Makanan Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Direktorat Pengawasan Obat tradisional. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Gawsronski JD dan Benson DR. 2004. Microtiter assay for gluthamine synthetase
biosintetic activity using inorganic phosphate detection. Anal Biochem 327 : 114 – 118
Gilani H. Anwar, Jabeen Q., Khan M. Usad. 2004. A Review of Medicinal Uses and
Pharmacological Activities of Nigella sativa. Pakistan Journal od Biological Sciences 7
(4)
Hasnah M. Sirat, Norazah B, dan Err M.F. 2001. Analisis Biji Jintan Hitam (Nigell
sativa). Malaysian Journal of Analytical Science Vol 7 No.1-245-248
Indrayani L, Soetjipto H dan Sihasale L. 2006. Skrining Fitokimia dan Uji Toksisitas
Ekstrak Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap Larva Udang
Artemia salina Leach (SKRIPSI). Berk Penel Hayati : 12 (57-61)
Ismet Samira Meutia et all. 2007. Penapisan Senyawa Biuaktif Spons Aaptos aaptos
dan Petrosia sp. Dari Lokasi yang Berbeda. Prosiding Konferensi Sains Kelautan dan
Ferikanan Indonesia I : IPB Dramaga
Juniarti, Osmeli D dan Yuhernita. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas
(Brine shrimp Lethality Test) dan Antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) dari
Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius). MAKARA SAINS. Vol 13 (50 – 54)
Kadare G dan Haenni A. 1997. Virus Encoded RNA Helicase. Journal of Virology p
2583-2590
Kawther S. Zaher, W.M Ahmed dan Sakina N. Zerizer. 2008. Observations on The
Biological Effect of Black Cumin Seed (Nigella sativa) and Green Tea (Camellia
sinensis). Global Veterinaria 2(4) : 198-204
43
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Kusumawati I. 2011. Isolasi dan Identifikasi Pendahuluan Bahan Bioaktif sebagai
Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C dari Ekstrak Metanol Buah Tanaman
Mangrove Avicennia marina (Forsk) Vierb (SKRIPSI). Depok : Universitas Pancasila
Krekulova L, Rehak V dan Riley L.W.2006. Structur and Function of Hepatitis C
Proteins : 15 Years After.Folia Microbiol. 51(6), 665-680
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloid. Sumut : USU
Respository.
Leyssen P, Balzarini, Clercq D. Erik dan Neyts J. 2005. The Predominant Mechanism
by Which Ribavirin Exerts Its Antiviral Activity In Vitro against Flaviviruses and
Paramyxoviruses Is Mediated by Inhibition of IMP Dehydrogenase. Journal of Virology
Vol 79 No. 3.1943-1947
Magadula J. Joseph dan Tewtrakul Supinya. 2010. Anti-HIV-1 Protease Activites of
Crude Extracts of Some Garcinia Species Growing in Tanzania. African Journal of
Biotechnology Vol 9(12) pp 1848-1852
Malhotra S.K. 2004. Chapter 13 : Nigella. National Research Centre of Seed Spices.
Edited by K.V. Peter. USA : Woodhead Publishing Ltd.
Materi Medika Jilid III. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Monthana RA et al. 2003. Antiviral Lanostanoid Triterpenes The Fungus Ganoderma
pfeifferi. Fitoterapia 74(1-2):177-80
Musa D, Nihat D, Hatice G, Gulruh U, dan Muharrem B. 2004. Antitumor Activity of An
Ethanol Extract of Nigella sativa Seeds. Biologia, Bratislava. Vol 59 (6): 735-740.
Paturohman M. 2011. Optimasi Pemurnian Protein Kapang Endofit CgKTm SF sebagai
Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C (SKRIPSI). Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Pelzar MJ dan Chan ECS. 1988. Dasar – Dasar Mikrobiologi 2. Hadietomo et al.,
penerjemah. Jakarta : UI Pr. Terjemahan dari: Element of Microbiology
Plantamor 2008 http://www.plantamor.com/index.php?plant=902 diakses tanggal 9 april
2012
Prashant T, Bimlesh K, Mandeep K, Gurpreet K dan Harleen K. 2011. Phytochemical
Screening and Extraction : Review. Internationale Pharmaceutical Sciencia An
International Riewed Peer Journal. Vol 1 Issue 1
Pratiwi, S.T. 2005. Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran Kapang/Khamir Pada
Produk Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta (SKRIPSI). Pharmacon. Vol.6.
No 1 (Juni 2005) : 12 – 14
44
UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
Putri P.H. 2011a. Isolasi dan Pemurnian Bahan Aktif dari Mikroalga BTM 11 sebagai
Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C (SKRIPSI). Institut Pertanian Bogor : Bogor
Putri S.F. 2011b. Isolasi dan Purifikasi Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C dari
Bakteriosin Bskteri Asam Laktat (SKRIPSI). Institut Pertanian Bogor : Bogor
Rhandawa M. Akram. 2008. Black Seed, Nigella sativa, Deserves More Ettention. J.
Ayub Med Coll Abbottabad 20-(2)
Rusdi. 1990. Tumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat. Padang : Pusat Penelitian
Universitas Andalas
Salem L. Moh & Hossain M. Soharab. 2000. Protective effect of Black Seed Oil from
Nigella sativa against Murine Cytomegalovirus Infection. International Journal of
Immunopharmacology Vol 22 729-740
Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular cloning: A Laboratory Manual. Cold Spring
Harbor Laboratory Press New York.
Savitri, E.S. 2008. Rahasia Tumbuhan Berkhasiat Obat Perspektif Islam. Malang: UIN
Press.
Schawen MD dan Melling J. 1985. Handbook of Enzyme Biotechnology. Alan
Wiseman, editor. West Sussex: Ellis Horword Ltd.
Setianingsih D. 2011. Isolasi dan Identifikasi Awal Senyawa Aktif dari Ekstrak
Rimpang Temulawak (Curcuma zanthorrhiza Roxb.) sebagai Inhibitor RNA Helikase
Virus Hepatitis C (SKRIPSI).Univerisitas Pancasila: Depok
Tellinghuisen TL, Evans MJ, Hahn T, You S, dan Rice CM. 2007. Studying hepatitis C
virus: making the best of a bad virus. J. Virology 81(17): 8853-8867.
Utama A et al. 2000. Identification and characterization of the RNA Helicase activity of
Japanese echepalitis virus NS3 protein.FEBS Letters 465 74-78
Vanz, et al. 2008 Human granulocyte colony stimulating factor (Hg-CSF): cloning,
overexpresion, purificarion, and characterization. Microbial Cell Factories 7:13 – 15
Volker B, Moradpour D dan Blum E.Hubert. 2006. Molecular Virology of Hepatitis C
Virus (HCV):2006 Update. International Journal of Medicinal Science. Vol 3 29-34
Worman J. Howard M.D. 2002. The Hepatitis C Sourcebook. McGraw-Hill Companies
: United States
Yuliani, D. 2010. Kajian Aktivitas Antioksidan Fraksi Etanol Jintan Hitam (Nigella
sativa L.) (SKRIPSI). Malang : Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
45
45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Sertifikat determinasi biji jintan hitam
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Kerangka kerja
Uji aktivitas inhibisi
ekstrak kental jintan hitam
terhadap enzim RNA
helikase HCV dengan
kolorimetri ATPase
Biji kering Jintan
Hitam
Simplisia kering
Jintan Hitam
Ekstrak Kental
Jintan Hitam
Skrining Fitokimia
% INHIBISI
Ekstraksi jintan
hitam dengan n-
Heksan (Maserasi)
Hasil residu
dimaserasi kembali
dengan etil asetat
(Maserasi)
Hasil residu
diekstraksi kembali
dengan metanol
(Maserasi)
Ekstrak Kental
Jintan Hitam
Ekstrak Kental
Jintan Hitam
Produksi dan purifikasi
enzim RNA Helikase
HCV
Uji aktivitas enzim
RNA Helikase HCV
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Ekstraksi biji jintan hitam
Skrining Fitokimia
Ekstrak kental
Biji kering jintan
hitam disortir
dari pengotor
Blender hingga
didapatkan
simplisia halus
Maserasi dengan pelarut n-heksan
(penggantian pelarut dilakukan
setiap 3 hari sekali atau sampai
bening)
Hasil residu dimaserasi kembali
dengan etil asetat
(penggantian pelarut dilakukan
setiap 3 hari sekali atau sampai
bening)
Hasil residu dimaserasi kembali
dengan metanol
(penggantian pelarut dilakukan
setiap 3 hari sekali atau sampai
bening)
Masing-masing filtrat
dievaporasi dengan
menggunakan rotary
evaporator sehingga
didapatkan ekstrak
kental
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Produksi dan purifikasi RNA helikase HCV
Kultur E.coli BL21(DE3)pLySs yang mengandung pET-21b/HCV RNA helikase
dalam media LB
Induksi IPTG
Koleksi pelet pada suhu -20 °C
Freeze-thawing
Sonikasi
Fraksi terlarut
Afinitas kromatografi
RNA helikase HCV terpurifikasi
Uji Aktivitas Enzim dengan Kolorimetri ATPase
Konfirmasi Protein dengan SDS-PAGE
Sentrifugasi
Sentrifugasi
(+) Buffer B
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. SDS-PAGE
Preparasi gel (separating & stacking)
Sampel + loading dye
Destain for commasie blue
Commasie blue Staining
Denaturasi
Running SDS-PAGE
Hasil
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Komposisi larutan-larutan yang digunakan dalam SDS-PAGE
Medium dan larutan-larutan Bahan-bahan
a Larutan separating 8% H2O 7,25 ml
1,5 M Tris-Cl pH 8,8 containing 0.4%
SDS 3,75 ml
30% Akrilamid 4 ml
10% Amonium Persulfat 0,05 ml
TEMED 0,015 ml
b Larutan stacking 3,9% H2O 3,05 ml
0,5 M Tris-Cl pH 6,8 containing 0.4%
SDS 1,25 ml
30% Akrilamid 0,65 ml
10% Amonium Persulfat 0,025 ml
TEMED 0,005 ml
c Dapar sampel SDS 2X (Loading Dye) 4x Tris Cl/SDS pH 6,8 25 ml
Gliserol 20 ml
SDS 4 g
β- mercaptoethanol (2-ME) 2 ml
Bromphenol blue 1 mg
H2O sampai 100 ml
d Commasie Blue G-250 Staining
Solution (500 ml) 45% H2O 225 ml
45% Metanol 225 ml
10% Asam asetat glacial 50 ml
0,05% Commasie brilliant blue 250 mg
e Commasie Blue G-250 Destaining
Solution (1000 ml) 50% H2O 500 ml
10% Asam asetat glacial 100 ml
40% Metanol 400 ml
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Uji aktivitas RNA helikase HCV
* 0,1 M MOPS pH 6,5; 1 mM ATP; 1 mM MgCl2
** Enzim dibuat dengan berbagai pengenceran yaitu 5x, 10x, 20x, 40x, dan 80x
*** H2O : 0,081% malachit green : 2,3% polyvinylalcohol : 5,7% ammonium molibdate = 2 : 2 :
1 : 1
Reaction mixture* + 5 µl Enzim** (50 µl/well)
Inkubasi selama 45 menit pada suhu ruang
Tambahkan 100 µl dye solution***
Inkubasi selama 5 menit pada suhu ruang
Tambahkan 25 µl Na-sitrat
Pengukuran pada panjang gelombang 620 dan 405 nm dengan menggunakan microplate reader (multiscan EX)
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Uji aktivitas inhibisi jintan hitam
* 0,1 M MOPS pH 6,5; 1 mM ATP; 1 mM MgCl2; 5 µl RNA helikase
** Ekstrak jintan hitam dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu 500, 1.000, 2.000, 4.000, 8.000, 16.000,
32000ppm
*** H2O : 0,081% malachit green : 2,3% polyvinylalcohol : 5,7% ammonium molibdate = 2 : 2 :
1 : 1
Reaction mixture* + 5 µl Ekstrak Jintan Hitam** (50 µl/well)
Inkubasi selama 45 menit pada suhu ruang
Tambahkan 100 µl dye solution***
Inkubasi selama 5 menit pada suhu ruang
Tambahkan 25 µl Na-sitrat
Pengukuran pada panjang gelombang 620 dan 405 nm dengan menggunakan microplate reader (multiscan EX)
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Rendemen ekstrak
Rumus perhitungan rendemen :
1. Ekstraksi dengan pelarut n-heksan
2. Ekstraksi dengan pelarut etil asetat
3. Ekstraksi dengan pelarut metanol
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Pembuatan larutan uji
Pembuatan larutan ini dilakukan terhadap masing – masing ekstrak.
Pembuatan larutan dilakukan terhadap beberapa konsentrasi dengan larutan baku
100.000 ppm, yaitu :
Rumus Pengenceran.
N1 x V1 = N2 x V2
Dimana :
N1 = Konsentrasi larutan stock
V1 = Volume yang diambil dari larutan stock
N2 = Konsentrasi larutan yang akan dibuat
V2 = Volume larutan yang akan dibuat
1. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 32.000 ppm (32mg/ml)
100.000 x V1 = 32.000 x 1.000 µl
100.000V1 = 32.000.000
V1 = 320 µl
2. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 16.000 ppm (16mg/ml)
32.000 x V1 = 16.000 x 1.000 µl
32.000V1 = 16.000.000
V1 = 500 µl
3. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 8.000 ppm (8mg/ml)
16.000 x V1 = 8.000 x 1.000 µl
16.000V1 = 8.000.000
V1 = 500 µl
4. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 4.000 ppm (4mg/ml)
8.000 x V1 = 4.000 x 1.000 µl
8.000V1 = 4.000.000
V1 = 500 µl
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 2.000 ppm (2mg/ml)
4.000 x V1 = 2.000 x 1.000 µl
4.000V1 = 2.000.000
V1 = 500 µl
6. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 1.000 ppm (1mg/ml)
2.000 x V1 = 1.000 x 1.000 µl
2.000V1 = 1.000.000
V1 = 500 µl
7. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 500 ppm (0,5mg/ml)
1.000 x V1 = 500 x 1.000 µl
1.000V1 = 500.000
V1 = 500 µl
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Penapisan fitokimia
1. STEROID / TRITERPENOID
2. TERPENOID
3. SAPONIN
Ekstrak n-heksan (-) Ekstrak Etil asetat (++) Ekstrak metanol (+)
Ekstrak n-heksan
jintan hitam (+)
Ekstrak etil asetat
jintan hitam (-)
Ekstrak metanol
jintan hitam (-)
Ekstrak n-heksan
jintan hitam (+)
Ekstrak etil asetat
jintan hitam (-)
Ekstrak metanol
jintan hitam (-)
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. KUMARIN
5. FLAVONOID
Ekstrak n-heksan (-) Ekstrak etil asetat (+) Ekstrak metanol (-)
Ekstrak n-heksan (-)
Ekstrak etil asetat (+)
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. ALKALOID
Ekstrak n-heksan jintan
hitam (-)
Ekstrak etil asetat jintan
hitam (-)
Ekstrak metanol jintan
hitam (+)
Ekstrak metanol (-)
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Perhitungan susut pengeringan dan kadar abu
1. Perhitungan Susut Pengeringan
Perhitungan susut pengeringan ekstrak n-Heksan
= 1,0707 -1,0312 x 100 % = 3,6891 %
1,0707
Perhitungan susut pengeringan ekstrak etil asetat
= 1,0672 – 1,056 x 100 % = 1,0494 %
1,0672
Perhitungan susut pengeringan ekstrak metanol
= 1,109 – 1,0707 x 100 % = 3,4535 %
1,109
2. Perhitungan Kadar Abu
Ket.
W = berat cawan kosong (gram)
W1 = berat cawan + sampel uji (gram)
W2 = berat cawan + abu (gram)
Perhitungan kadar abu ekstrak n-Heksan
= 25,5453 – 25,5388 x 100 % = 0,3143 %
27,6064 – 25,5388
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhitungan kadar abu ekstrak etil asetat
= 25,0055 – 25,0010 x 100 % = 0,2245 %
27,0047 – 25,0010
Perhitungan kadar abu ekstrak metanol
= 24,4600 – 24,4569 x 100 % = 0,147 %
26,565 – 24,4569
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Data aktivitas inhibisi jintan hitam terhadap RNA helikase HCV
Absorbansi
(tanpa inhibitor)
Sampel Absorbansi
(dengan inhibitor)
%inhibisi
Enzim 1,115 Kontrol negatif 1,036 7,025
n-heksan 32.000ppm 0,318 64,454
16.000ppm 0,361 60.597
8.000ppm 0,446 52,914
4.000ppm 0,663 33,512
2.000ppm 0,789 22,152
1.000ppm 0,819 19,521
500ppm 0,875 14,469
Enzim 1,115 Kontrol negatif 1,036 7,025
Etil
asetat
32.000ppm 0,604 38,804
16.000ppm 0,66 33.781
8.000ppm 0,709 29,327
4.000ppm 0,795 21,674
2.000ppm 0,903 11,958
1.000ppm 0,930 9,566
500ppm 0,938 8,789
Enzim 1,038 Kontrol negatif 0,962 7,257
Metanol 32.000ppm 0,676 27,617
16.000ppm 0,735 21,933
8.000ppm 0,766 18,914
4.000ppm 0,796 16,056
2.000ppm 0,834 12,331
1.000ppm 0,854 10,404
500ppm 0,885 7,450
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Perhitungan persen inhibisi
Rumus :
%Inhibisi = A – I x 100 %
A
Keterangan :
A = Absorbansi RNA helikase rata-rata tanpa penambahan sampel
I = Absorbansi RNA helikase rata-rata dengan penambahan sampel
Contoh perhitungan pada ekstrak n-heksan jintan hitam konsentarsi 32000 ppm
A = 1,115
I = 0,318
%Inhibisi = 1,115 – 0,318 x 100%
1,115
= 71,48 %
Absorbansi aktivitas inhibisi dikurangi dengan kontrol negatif
= 71,48 % - 7,025 %
= 64,454%
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0
10
20
30
40
50
60
70
Per
sen
In
hib
isi
Konsentrasi sampel (ppm)
AKTIVITAS INHIBITOR RNA HELIKASE HCV
Ekstrak N-Heksan
Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak Metanol
Lampiran 15. Kurva aktivitas ekstrak jintan hitam sebagai inhibitor RNA helikase
HCV
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Perhitungan konsentrasi ekstrak dalam satu well
Volume ekstrak yang ditambahkan ke dalam well = 5 µl
Volume master mix yang ditambahkan ke dalam well = 45 µl
Volume akhir dalam satu well = 50 µl
1. Untuk ekstrak dengan konsentrasi 32000 ppm
32000 ppm = 32000 µg/ml
= 32000 µg/ 1000 µl
= 32 µg/µl
Konsentrasi ekstrak dalam 1 well
= 160 µg/50µl
= 3,2 µg/µl
= 3200 µg/ml
2. Untuk ekstrak dengan konsentrasi 16000 ppm
16000 ppm = 16000 µg/ml
= 16000 µg/1000 µl
= 16 µg/µl
Konsentrasi ekstrak dalam 1 well
= 80 µg/50 µl
= 1,6 µg/µl
= 1600 µg/ml
3. Untuk ekstrak dengan konsentrasi 8000 ppm
8000 ppm = 8000 µg/ml
= 8000 µg/1000 µl
= 8 µg/µl
Konsentrasi ekstrak dalam 1 well
= 40 µg/50 µl
= 0,8 µg/µl
= 800 µg/ml
4. Untuk ekstrak dengan konsentrasi 4000 ppm
4000 ppm = 4000 µg/ml
= 4000 µg/1000 µl
= 4 µg/µl
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi ekstrak dalam 1 well
= 20 µg/50 µl
= 0,4 µg/µl
= 400 µg/µl
5. Untuk ekstrak dengan konsentrasi 2000 ppm
2000 ppm = 2000 µg/ml
= 2000 µg/1000 µl
= 2 µg/µl
Konsentrasi ekstrak dalam 1 well
= 10 µg/50 µl
= 0,2 µg/µl
= 200 µg/ml
6. Untuk konsentrasi ekstrak 1000 ppm
1000 ppm = 1000 µg/ml
= 1000 µg/1000 µl
= 1 µg/µl
Konsentrasi ekstrak dalam 1 well
= 5 µg/50 µl
= 0,1 µg/µl
= 100 µg/ml
7. Untuk konsentrasi ekstrak 500 ppm
500 ppm = 500 µg/ml
= 500 µg/1000 µl
= 0,5 µg/µl
Konsentrasi ekstrak dalam 1 well
= 2,5 µg/50 µl
= 0,05 µg/µl
= 50 µg/ml
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Kurva Standar K2HPO4
Konsentrasi K2HPO4
(mM)
Absorbasi 620 nm
dengan referensi 405 nm
0.0
0.1
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0.000
0.102
0.239
0.417
0.622
0.834
1.022
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Ab
s 6
20/4
05 n
m
[K2HPO4] (mM)
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18. Contoh perhitungan aktivitas ATPase RNA helikase HCV
Diketahui :
y = 1,0207x + 0,0103
Konsentrasi sampel = sampel didilusi 40x
Masa inkubasi = 45 menit
1 well terdapat 5 µl enzim RNA helikase
Konsentrasi enzim RNA helikase = 18,32 µg/µl
1 pmol = 0,05 µg
Ditanya : Aktivitas enzim RNA helikase
Jawab :
y = 1,0207x + 0,0103
1,115 = 1,0207x + 0,0103
x = 1,082 mM fosfat
Banyaknya fosfat yang dilepaskan dari sampel = 1,082 mM fosfat x 40
= 43,28 x 10-6
mol fosfat/ml
Fosfat yang dilepaskan dalam 45 menit = 43,28 x 10-6
mol fosfat/ml
45
= 0,961 x 10-6
mol fosfat/ml/menit
Banyaknya enzim dalam 1 well = 18,32 µg/µl x 5 µl
= 91,6 µg = 1832 pmol protein
Aktivitas enzim RNA helikase = 0,961 x 106 pmol fosfat/ml/menit
1832
= 524,987 pmol fosfat/ml/menit/pmol protein
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 19. Kurva aktivitas ATPase RNA helikase HCV setelah penambahan
sampel
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500 1000 2000 4000 8000 16000 32000
Ak
tiv
ita
s A
TP
ase
(pm
ol
fosf
at/
ml/
men
it/p
mo
l p
rote
in)
Axis Title
Aktivitas ATPase RNA Helikase HCV
ekstrak n-heksan
ekstrak etil asetat
ekstrak metanol
470
480
490
500
510
520
530
Enzim 1 Enzim 2 Enzim 3
RNA Helikase
RNA Helikase
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 20. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Gambar Alat Penelitian
Multiscan EX reader
Shaker incubator
Sonikator
Sentrifuge
SDS-Page Vortex
Rotari Evaporator
Micropipipet
Hot plate
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Biji Jintan Hitam
Ekstrak n-heksan
Ekstrak Metanol Ekstrak n-heksan
Gambar Bahan Penelitian