26
1. fase halusinasi Fase halusinasi ada 4 yaitu a. Comforting Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik. b. Condemning Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda- tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. c. Controling Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. d. Consquering Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

Tutorial Eca Amel

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tutorial

Citation preview

Page 1: Tutorial Eca Amel

1. fase halusinasi

Fase halusinasi ada 4 yaitu

a.    ComfortingKlien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian,

rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.

b.   CondemningPada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan.

Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

c.    ControlingPada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap

halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

d.   ConsqueringTerjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien

mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.

Page 2: Tutorial Eca Amel

2. Patofisiologi cemas menimbulkan gejala fisik

3. Patofisiologi depresi

Dalam penjelasan patofisiologi depresi, dikenal beberapa teori yang menjelaskan patofisiologi dari penyakit depresi, yaitu;1.     The Biogenic Amine Hypothesis  Teori Amina Biogenik menyatakan bahwa depresi disebabkan karena kekurangan (defisiensi) senyawa monoamin, terutama: noradrenalin dan serotonin. Karena itu, menurut teori ini depresi dapat dikurangi oleh obat yang dapat meningkatkan ketersediaan serotonin dan noradrenalin, misalnya MAO inhibitor atau antidepresan trisiklik.Namun teori ini tidak dapat menjelaskan fakta mengapa onset obat-obat antidepresan umumnya lama (6-8 minggu), padahal obat-obat tadi bisa meningkatkan ketersediaan neutrotransmiter secara cepat,kemudian muncullah hipotesis sensitivitas reseptor.2.  Hipotesis Sensitivitas Reseptor    Teori ini menyatakan bahwa depresi merupakan hasil perubahan patologis pada reseptor, yang diakibatkan oleh terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamine. Saraf post-sinaptik akan berrespon sebagai kompensasi terhadap besar-kecilnya stimulasi oleh neurotransmiter Jika stimulasi terlalu kecil à saraf akan menjadi lebih sensitif (supersensitivity) atau jumlah reseptor meningkat (up-regulasi) Jika

Page 3: Tutorial Eca Amel

stimulasi berlebihan saraf akan mengalami desensitisasi atau down-regulasi. Obat-obat antidepresan umumnya bekerja meningkatkan neurotransmiter meningkatkan stimulasi saraf menormalkan kembali saraf yang supersensitif. Proses ini membutuhkan waktu menjelaskan mengapa aksi obat antidepresan tidak terjadi secara segera.3.   Hipotesis permisif   Menurut teori ini kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara serotonin dan noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap noradrenalin --> menentukan kondisi emosi depresi atau manik. Teori ini mempostulatkan : kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan (permit) kadar noradrenalin menjadi tidak normal --> yang dapat menyebabkan gangguan mood. Jika kadar serotonin rendah, noradrenalin rendah -> depresi  Jika kadar serotonin rendah,noradrenalin tinggi --> manik. Menurut hipotesis ini, meningkatkan kadar 5-HT akan memperbaiki kondisi sehingga tidak muncul “bakat” gangguan mood.4.   Dysregulation hypothesis   Gangguan depresi dan psikiatrik disebabkan oleh ketidakteraturan neurotransmiter, antara lain gangguan regulasi mekanisme homeostasis, gangguan pada ritmik sirkadian, gangguan pada sistem regulasi sehingga terjadi penundaan level neurotransmiter untuk kembali ke baseline.

1. Ikawati, Zullies, 2011, Farmakoterapi Sistem Saraf Pusat, Bursa Ilmu, Yogyakarta, 173.

2. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga. 

4. Stress menimbulkan gejala fisik

1) Stress tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan dan

biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

a) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting);

b) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya;

c) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya,

namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

Page 4: Tutorial Eca Amel

2) Stress tahap II

Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan”

sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan

timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang

tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk

beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang

cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi

yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan

oleh seseorang yang berada pada stress tahap II adalah sebagai

berikut :

a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar.

b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.

c) Lekas merasa capai menjelang sore hari.

d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort).

e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).

f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.

g) Tidak bisa santai.

3) Stress Tahap III

Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya

tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan

menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu,

yaitu:

a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar;

b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang;

c) Lekas merasa capai menjelang sore hari;

d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort);

e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar);

f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang;

g) Tidak bisa santai.

Page 5: Tutorial Eca Amel

4) Stress Tahap III

Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya

tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan

menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu,

yaitu:

a) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan

“maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare);

b) Ketegangan otot-otot semakin terasa;

c) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin

meningkat;

d) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai

masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan

sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi

atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia);

e) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau

pingsan).

Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada

dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres

hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk

beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami deficit.

5) Stress Tahap IV

Gejala stress tahap IV, akan muncul yang ditandai dengan hal-hal

sebagai berikut

a) Merasa sulit untuk bertahan sepanjang hari

b) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah

diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit

c) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan

kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)

d) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari

Page 6: Tutorial Eca Amel

e) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang

menegangkan

f) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada semangat

dan tidak ada kegairahan

g) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun

h) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat

dijelaskan apa penyebabnya.

6) Stres Tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress

tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

a) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan

psychological exhaustion)

b) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang

ringan dan sederhana

c) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal

disorder)

d) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat,

mudah bingung dan panic

7) Stres Tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami

serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang

orang yang mengalami stress tahap VI ini berulang dibawa ke Unit

Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan

karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres

tahap VI ini adalah sebagai berikut:

a) Debaran jantung amat keras

b) Susah bernapas (sesak dan megap-megap)

c) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran

d) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan

Page 7: Tutorial Eca Amel

e) Pingsan atau kolaps (collapse)

Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di

atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh

gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stressor

psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

Reaksi Tubuh Terhadap Stres

a) Rambut

Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami

perubahan warna menjadi kecokelat-cokelatan serta kusam. Ubanan

(rambut memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan

kerontokan rambut.

b) Mata

Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca

tidak jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata

mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus

lensa mata.

c) Telinga

Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging

(tinitus).

d) Daya pikir

Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun.

Orang menjadi pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.

e) Ekspresi wajah

Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic

nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau

tertawa dan kulit muka kedutan (tic facialis).

f) Mulut

Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.

Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan

sehingga ia sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar

Page 8: Tutorial Eca Amel

di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa

“tercekik”.

g) Kulit

Pada orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam;

pada kulit dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat

berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi

lebih kering. Selain itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan

penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-

gatal dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan,

juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat

(basah).

h) Sistem Pernafasan

Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat

terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi

penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan

dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan

otot-otot rongga dada (otot-otot antartulang iga) mengalami spasme

dan tidak atau kurang elastic sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus

mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stress juga dapat

memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan

karena otot-otot pada saluran nafas paru-paru juga mengalami spasme.

i) Sistem Kardiovaskuler

Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat

terganggu faalnya karena stress. Misalnya, jantung berdebar-debar,

pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit (constriction)

sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat.

Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan

atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan.

Selain daripada itu sebahagian atau seluruh tubuh terasa “panas”

(subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.

Page 9: Tutorial Eca Amel

j) Sistem Pencernaan

Orang yang mengalami stress seringkali mengalami gangguan pada

sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual

dan perih, hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan

(hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam

istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan

pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga

yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar

atau sebaliknya sering diare.

k) Sistem Perkemihan

Orang yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni)

dapat juga terganggu yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi

untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan

penderita kencing manis (diabetes mellitus).

l) Sistem Otot dan tulang

Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada

otot dan tulang (musculoskeletal). Penderita sering mengeluh otot

terasa sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu

keluhan-keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya

rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya.

Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-

linu”.

m) Sistem Endokrin (hormon)

Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang

mengalami stress adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini

berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita

penyakit kencing manis (diabetes mellitus), gangguan hormonal lain

misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur

dan rasa sakit (dysmenorrhoe).

Page 10: Tutorial Eca Amel

Respon Fisiologi Terhadap Stress

Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation

Syndrome (GAS).

1) Local Adaption Syndrome (LAS)

Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap

stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan

penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll.

Responnya berjangka pendek.

Karakteristik dari LAS :

a) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan

semua system.

b) Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk

menstimulasikannya.

c) Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.

d) Respon bersifat restorative.

Mungkin anda bertanya, “ apa saja yang termasuk ke dalam

LAS ?”. sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam

kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini :

a. Respon Inflamasi

Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini

memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga

penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat

berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase :

a) Fase pertama

Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai

dengan penyempitan pembuluh darah di tempat cedera dan

secara bersamaan teraktifasinya kinin, histamin, sel darah

Page 11: Tutorial Eca Amel

putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas

kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan yang lain

dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.

b) Fase kedua

Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan

dan sel yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan di

tempat cedera.

c) Fase ketiga

Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.

b. Respon Reflex Nyeri

Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi

tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika

bersentuhan dengan benda tajam.

2) General Adaption Syndrome (GAS)

Terbagi atas tiga fase, yaitu:

a) Fase Alarm ( Waspada)

Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan

pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or

flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat,

peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir

ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala

stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan

tubuh menurun.

Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari

tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya

volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi.

Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang

bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi,

Page 12: Tutorial Eca Amel

teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut

jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan

ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.

Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk

melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa

berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap

maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.

b) Fase Resistance (Melawan)

Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan

psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh

berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada

keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor

penyebab stress.

Bila teratasi gejala stress menurun àtau normal, tubuh kembali

stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out

put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini

berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal

maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS

yaitu : Fase kehabisan tenaga.

c) Fase Exhaustion (Kelelahan)

Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat

tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras.

Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit

kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha

melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat

mengakibatkan kematian.

Page 13: Tutorial Eca Amel

Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya

tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh

untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan

berdampak pada kematian individu tersebut.

Ada empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi

mekanisme respons stress, yaitu :

1. Kontrol yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap

stressor yang mengurangi intensitas respons stress.

2. Prediktabilitas yaitu stressor yang dapat diprediksi menimbulkan

respons stress yang tidak begitu berat dibandingkan stressor yang tidak

dapat diprediksi.

3. Persepsi yaitu pandangan individu tentang dunia dan persepsi stressor

saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stress.

4. Respons koping yaitu ketersediaan dan efektivitas mekanisme

mengikat ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stress.

1. Manajemen stress

Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik,

bertujuan untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke

tahap yang paling berat.

Beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan adalah

a) Mengatur diet dan nutrisi.

Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam

mengurangi dan mengatasi stress. Ini dapat dilakukan dengan

mengonsumsi makanan yang bergizi sesuai porsi dan jadwal yang

teratur. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul kebosanan.

b) Istirahat dan tidur.

Isirahat dan tidur merupakn obat yang terbaik dalam mengatasi

stress karena istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan

Page 14: Tutorial Eca Amel

keletihan fisik dan kebugara tubuh. Tidur yang cukup juga dapat

memperbaiki sel-sel yang rusak.

c) Olahraga teratur.

Olahraga yang teratur adalah salah satu cara daya tahan dan

kekebalan fisik maupun mental. Olahraga yang dilakukan tidak harus

sulit. Olahraga yang sederhana sepeti jalan pagi atau lari pagi

dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak harus sampai

berjam-jam. Seusai berolahraga, diamkan tubuh yang berkeringat

sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.

d) Berhenti merokok.

Berhenti merokok adalah bagian dari cara menangguangi stress

karena dapat meningkatkan status kesehatan serta menjaga ketahanan

dan kekebalan tubuh.

e) Menghindari minuman keras.

Minuman keras merupakan factor pencetus yang dapat

mengakibatkan terjadinya stress. Dengan menghindari minuman keras,

individu dapat terhindar dari banyak penyakit yang disebabkan oleh

pengaruh minuman keras yang mengandung akohol.

f) Mengatur berat badan.

Berat bada yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau terlalu kurus)

merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stress. Keadaan

tubuh yang tidak seimbang akan menurunkan ketahanan dan kekebalan

tubuh terhadap stress.

Cara Penyesuaian Diri

Bila seseorang mengalami stress maka segera ada usaha untuk

mengatasinya. Hal ini dikenal sebagai Homeostasis yaitu usaha

organisme yang terus menerus melakukan pertahanan agar keadaan

keseimbangan selalu tercapai. Stress dapat terjadi pada bidang

badaniah ( stress fisik atau somatik ).

Page 15: Tutorial Eca Amel

Misalnya bila terjadi infeksi atau penyakit, menggerakkan

mekanisme penyesuaian somatik, terjadi reaksi :

1. Pembentukan zat anti kuman atau zat anti racun

2. Mobilisasi leukosit ke tempat-tempat invasi kuman

3. Lebih banyak melepaskan kortisol, adrenalin dan sebagainya

Usaha tubuh untuk mencapai keseimbangan kembali yang

berorientasi pada tugas bertujuan menghadapi stressor secara sadar,

realistik, objektif, dan rasional.

- ADAPTASI FISIOLOGIS

Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah

diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun

demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada

semua klien yang mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi

menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien

mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat dan

berkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress.

Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan

durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul

dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress

mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Hubungan antara

stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh.

Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit

dan pola penyakit. Pada masa lampau, penyakit infeksi adalah

penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic,

kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang

meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan

angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit

yang mencakup stressor gaya hidup.

Page 16: Tutorial Eca Amel

Indikator fisiologis stress:

a. Kenaikan tekanan darah.

b. Peningkatan ketegangan di leher, bahu, dan punggung.

c. Peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasan.

d. Telapak tangan berkeringat serta tangan dan kaki dingin.

e. Postur tubuh yang tidak tegap.

f. Keletihan.

g. Sakit kepala.

h. Gangguan lambung.

i. Suara yang bernada tinggi.

j. Mual,muntah, dan diare.

k. Perubahan nafsu makan.

l. Perubahan berat badan.

m. Perubahan frekuensi berkemih.

n. Dilatasi pupil.

o. Gelisah dan kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat

tidur.

Di sisi lain, homeostasis fisiologis melibatkan aktivitas system

tubuh, seperti aktivitas saraf simpatis dan korpus/medulla adrenal.

Homeostasis fisiologis dan psikologis keduanya saling

berhubungan dan saling mempengaruhi. Dengan demikian,

homeostasis melibatkan lebih dari satu mekanisme system yang

bekerja sekaligus setiap saat. Sebagai contoh, seseorang yang

mengalami krisis emosional akan menggunakan sumber-sumber yang

ada guna memperbaiki keseimbangan psikologisnya, sehingga ia lupa

mengontrol kebutuhan makannya (fisiologis). Akhirnya, cadangan

glukosa digunakan untuk membantu homeostasis fisiologis.

Adapun cara tubuh melakukan proses homeostasis dapat melalui

empat cara di antaranya:

Page 17: Tutorial Eca Amel

a) Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada

orang yang sehat seperti dalam pengaturan proses sistem

fisiologis tubuh manusia.

b) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap

ketidaknormalan dalam tubuh. Sebagai contoh apabila secara

tiba-tiba lingkungan menjadi dingin maka proses dalam tubuh

khususnya pembuluh darah akan mengalami konstriksi pembuluh

darah perifer dan merangsang pada pembuliuh darah bagian

dalam untuk meningkatkan kegiatan pada otot yang akhirnya

menggigil yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tubuh

stabil.

c) Dengan cara sistem umpan balik negative, proses ini merupakan

penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan

diperbaiki dalam tubuh di mana apabila tubuh dalam keadaan

tidak normal akan secara sendiri mangadakan mekanisme umpan

balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada.

d) Cara umpan balik untuk mengoreksi suatu ketidakseimbangan

fisiologis, hal ini dapat dicontohkan apabila pada seseorang

mengalami hipoksia akan terjadi proses peningkatan denyut

jantung yang cepat untuk membawa darah dan oksigen yang

cukup ke sel tubuh.

Sumber: Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep,

Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi