26

Click here to load reader

tugas uas Multikultur

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: tugas uas Multikultur

TUGAS UAS

MULTIKULTURAL

Oleh :

Rian Yoki Hermawan

( 080210204005 )

PROGRAM STUDI S1 PGSD

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2010

Page 2: tugas uas Multikultur

1. Implementasi Pendidikan Multikultural

Banks mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi

pendidikan multikultural ke dalam kurikulum maupun pembelajaran di sekolah

yang relevan untuk diterapkan di Indonesia, antara lain :

a. Pendekatan kontribusi

Pendekatan ini yang paling sering dilakukan dan paling luas apabila dipakai dalam tahap

pertama dari kebangkitan etnis. Pendekatan ini lebih tepat apabila diterapkan di siswa TK

SD kelas satu, dua, tiga karena tujuan dari pendekatan ini adalah untuk menanamkan

pada siswanya bahwa kehidupan manusia ini antara suatu tempat dengan tempat lainnya

sangat beragam. Misalnya: mengenalkan kebudayaan yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah

hingga negara lain.

b. Pendekatan aditif

Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, perpektif terhadap kurikulum

tanpa mengubah struktur, tujuan, dan karakteristik dasarnya. Pendekatan ini lebih tepat

apabila diterapkan di siswa SD kelas empat, lima, dan enam, serta SMP karena mereka

sudah mulai memahami makna. Misalnya: memutarkan CD tentang kehidupan berbudaya

dari daaerah-daerah sampai negara yang berbeda.

c. Pendekatan transformasi

Pendekatan ini mengubah asumsi dasar kurikkulum dan menumbuhkan kompetensi dasar

siswa dengan memperhatikan konsep, isu, tema, dan permasalahan dari beberapa

perspektif dan sudut pandang etnis. Pendekatan ini lebih tepat apabila diterapkan di

sekolah lanjutan karena siswa pada jenjang ini sudah memiliki sudut pandang tentang

sesuatu yang ada. Misalnya: siswa dibiasakan untuk berpendapat sesuai dengan jalan

pikiran mereka masing-masing.

d. Pendekatan aksi sosial

Pendekatan ini mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi, namun menambah

komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang berkaitan dengan konsep,

isu, atau permasalahan yang dipelajari. Pendekatan ini lebih tepat apabila diterapkan di

perguruan tinggi baik untuk kajian dalam kelas atau organisasi kemahasiswaan.

Page 3: tugas uas Multikultur

Misalnya: mengkaji kebijakan yang dianggap kurang efektif, kurang adil, dan

diskriminatif.

2. Pendidikan Multikultural di Indonesia

Amerika serikat

Pendidikan multi kultural yang ada di AS cenderung bersifat antar etnis ataupun

antar bangsa. Terdapat empat jenis dan fase perkembangan pendidikan multikultural

di Amerika, antara lain :

1. Pendidikan yang bersifat segresi yang memberi hak berbeda diantara kulit putih

dan kulit berwarna terutama pada kualitas pendidikan.

2. Pendidikan menurut konsep Salad Bowl, dimana masing-masing kelompok etnis

berdiri sendiri, namun mereka hidup bersama tanpa mengganggu etnis lain.

3. Konsep melting pot, dalam konsep ini masing-masing etnis menyadari bahwa ada

perbedaan antar sesamanya, sehingga dengan kesadaran tersebut mereka tetap

bisa hidup bersama.

4. Pendidikan multikultural melahirkan paedagogik baru serta pandangan baru

mengenai praksis pendidikan yang memberikan kesempatan serta penghargaan

yang sama terhadap semua peserta didik tanpa membedakan atas dasar perbedaan

yang ada.

Di Indonesia

Pendidikan multi kultural di Indonesia lebih bersifat antar etnis yang kecil dalam

suatu bangsa. Hal ini sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat bagi keberhasilan

pelaksanaan pendidikan multikultural. Semangat Sumpah Pemuda dapat menjadi ruh

yang kuat untuk mempersatukan warga negara Indonesia yang berbeda budaya.

Sebelum era reformasi masyarakat takut untuk berbeda pendapat karena kemerdekaan

mengeluarkan pendapat tidak mendapatkan tempat dan kebebasana berpikir juga

terbatas. Di dalam konteks perkembangan sistem politik Indonesia saat ini pilihan

perpektif pendidikan yang demikian memiliki peluang yang besar dan diperlukan

sebagai landasan politik yang kuat. Pendidikan multikultural sangat menekankan

pentingnya akomodasi kebudayaan dan masyarakat sub-nasional untuk memelihara

den mempertahankan identitas kebudayaan dan masyarakat nasional. Nasikun

Page 4: tugas uas Multikultur

menyampaikan bahwa ada tiga perspektif multikulturalisme di dalam sistem

pendidikan, antara lain :

a. Perspektif cultural assimilation, merupakan suatu model transisi di dalam sistem

pendidikan yang menunjukkan proses asimilasi peserta didik dari berbagai

kebudayaan ke dalam sutau masyarakat.

b. Perspektif cultural pluralism, merupakan suatu sistem pendidikan yang lebih

mementingkan akan pentingnya hak bagi seluruh masyarakat beserta

kebudayaannya untuk memelihara dan mempertahankan identitas kebudayaan

masing-masing.

c. Perspektif cultural synthesis, merupakan gabungan dari kedua perspektif diatas.

Pilihan perspektif pendidikan sintesis multikultural memiliki rasional yang paling

dasar di dalam hakekat tujuan suatu pendidikan multikultural, yang dapat

didefinisikan melalui tiga tujuan, yaitu:

Tujuan attitudinal : menyamai dan mengembangkan sensitivitas kultural, toleransi

kultural, penghormatan pada identitas kultural, pengembangan sikap budaya

responsif dan keahlian untuk melakukan penolakan dan resolusi konflik.

Tujuan kognitif : pencapaian kemampuan akademik, pengembangan pengetahuan

tentang kemajemukan kebudayaan, kompetensi untuk melakukan analisis dan

interpretasi perilaku kultural, dan kemampuan membangun kesadaran kritis

tentang kebudayaannya sendiri.

Tujuan instruksional : mengembangkan kemampuan untuk melakukan koeksi atas

efek-efek, stereotipe-stereotipe, peniadaan-peniadaan, dan mis-informasi tentang

kelompok etnis dan kultural yang dimuat dalam buku ataupun media

pembelajaran, menyediakan strategi-strategi untuk melakukan hidup di dalam

kehidupan multikultural, mengembangkan ketrampilan-ketrampilan komunikasi

interpersonal.

3. A. Faktor penyebab terjadinya konflik

Pemicu konflik adalah peristiwa, kejadian atau tindakan yang dapat

menyulut sumber potensi konflik menjadi konflik yang nyata, tanpa adanya

sumber potensi konflik, pada umumnya peristiwa yang terjadi di suatu lokasi

mudah disaelesaikan dengan cepat dan tanpa menimbulkan dampak yang meluas.

Page 5: tugas uas Multikultur

Sebaliknya disuatu lokasi yang memang sudah ada endapan pootensi konflik,

peristiwa kecil dapat dengan cepat meluas dan melibatkan konflik masal yang

sangat sulit untuk diatasi. Dengan demikian pemicu konflik pada dasarnya dapat

berupa peristiwa gangguan keamanan yang biasa atu bahkan yang sangat

sederhana, namun dari adanya keterkaitan dengan potensi yang mengendap

tersebut, maka peristiwa kecil justru sering dimanfaatkan oleh provokator untuk

menyulut konflik yang besar.

Dari kajian terhadap konflik – konflik besar yang pernah terjadi di

Indonesia beberapa peristiwa yang menjadi pemicu konflik sangat bervariasi,

contohnya :

a. pemicu konflik di Poso dan Maluku yang berkepanjangan sampai beberapa

tahun diawali oleh perkelahian antara seorang pemuda dengan seorang

pemuda beragama lain walaupun tempat tinggalnya tidak berjauhan.

b. Konflik masal antar wilayah di NTB, Jateng dan beberapa wilayah lainnya

diawali oleh peristiwa pemukulan pemuda yang sedang berkunjung ke rumah

pacarnya di wilayah tetangga.

c. Beberapa konflik di Papua diawali dengan peristiwa tindakan keras oknum

aparat terhadap warga masyarakatnya.

d. Pemicu isu konflik Pilkada, isu pemekaran wilayah di beberapa wilayah

sering berawal dari tindakan petugas lapangan yang kurang professional.

e. Konflik bernuansa ekonomi antara kelompok pengemudi Taxi sering diawali

dari rebutan penumpang.

B. Penyakit budaya yang masih ada dalam kehidupan masyarakat

Indonesia

Prasangka

bahwa prasangka mengandung sikap, pengertian, keyakinan dan bukan tindakan.

Jadi prasangka tetap ada di pikiran, sedangkan diskriminasi mengarah ke tindakan

sistematis. Kalau prasangka berubah menjadi tindakan nyata, maka prasangka

Page 6: tugas uas Multikultur

sudah berubah menjadi diskriminasi yaitu tindakan menyingkirkan status dan

peranan seseorang dari hubungan, pergaulan, dan komunikasi antar manusia.

Secara umum kita dapat melihat prasangka mengandung tipe afektif (berkaitan

dengan perasaan negatif), kognitif (selalu berpikir tentang suatu stereotipe) dan

konasi (kecenderungan perilaku diskriminatif)

Stareotipe

Stereotipe merupakan salah satu bentuk prasangka antar etnik/ras. Orang

cenderung membuat kategori atas tampilan karakteristik perilaku orang lain

berdasarkan kategori ras, jenis kelamin, kebangsaan, dan tampilan kounikasi

verbal maupun non verbal. Stereotipe merupakan salah satu bentuk utama

prasangka yang menunjukkan perbedaan “kami” (in group) yang selalu dikaitkan

dengan superioritas kelompok in group dan yang cenderung mengevaluasi orang

lain yang dipandang inferior yaitu ”mereka” (out group).

Etnosentrisme

Etnosentrisme merupakan paham paham yang pertama kali diperkenalkan oleh

William Graham Sumner (1906), seorang antropolog yang beraliran

interaksionisme. Sumner berpandangan bahwa manusia pada dasarnya

individualistis yang cenderung mementingkan diri sendiri, namun karena harus

berhubungan dengan manusia lain, maka terbentuklah sifat hubungan yang

antagonistik (pertentangan). Supaya pertentangan itu dapat dicegah, perlu ada

folkways (adat kebiasaan) yang bersumber pada pola-pola tertentu. Mereka yang

mempunyai folkways yang sama cenderung berkelompok dalam suatu kelompok

yang disebut etnis. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan

semua norma dan nilai budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri.

4.1 A. Tiga asas dalam pendidikan multicultural:

a. Asas wawasan nasional/kebangsaan (persatuan dalam perbedaan).

b. Asas Bhineka Tunggal Ika (perbedaan dalam persatuan)

Page 7: tugas uas Multikultur

c. Asas kesederajatan.

B. Tiga Prinsip Penyusunan Program dalam Pendidikan Multikultural

Ada tiga prinsip yang digunakan dalam menyusun program Pendidikan

Multikultural, yaitu :

1. Pendidikan Multikultural didasarkan kepada pedagogik baru yaitu pedagogik

yang berdasarkan kesetaraan manusia (equity pedagogy). Pedagogik kesetaraan

bukan hanya mengakui hak asasi manusia tetapi juga hak kelompok manusia,

kelompok suku bangsa, kelompok bangsa untuk hidup berdasarkan

kebudayaannya sendiri. Ada kesetaraan individu, antarindividu, antarbudaya,

antarbangsa, antaragama. Pedagogik kesetaraan berpangkal kepada pandangan

mengenai kesetaraan martabat manusia (dignity of human).

2. Pendidikan Multikultural ditujukan pada terwujudnya manusia yang

berbudaya. Hanya manusia yang melek budayalah yang dapat membangun

kehidupan bangsa yang berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia

yang membuka diri dari pemikirannya yang terbatas. Manusia yang berbudaya

hanya dibentuk di dalam dunia yang terbuka. Manusia berbudaya juga manusia

yang bermoral dan beriman yang dapat hidup bersama yang penuh toleransi

yang bukan sekedar demokrasi prosedural tapi demokrasi substantif.

3. Prinsip globalisasi budaya.Globalisasi kebudayaan ditandai dengan pesatnya

kemajuan teknologi, produk multinasional, perluasan budaya populer. Budaya

handphone, internet dan e-commerce sudah menggejala secara global.

Page 8: tugas uas Multikultur

4. 2. RPP dengan pembelajaran berbasis budaya

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP)

Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial

Kelas / Semester : IV (empat) / 1

Alokasi Waktu : 1X35 Menit

Hari / Tanggal : -

I. Standar Kompetensi

Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan

kabupaten / kota , dan provinsi

II. Kompetensi Dasar

Mengenal permasalahan sosial didearahnya

III. Indikator

1. Mengidentifikasi permasalahan sosial didaerahnya

2. Menjelaskan cara mengatasi permasalahan sosial yang terdapat di daerahnya

3. Menjelaskan nilai – nilai sosial yang ada di daerahnya dan juga yang ada di daerah

lain

IV. Tujuan Pembelajaran

Setelah siswa mengikuti pembelajaran diharapkan :

1. Dapat mengidentifikasi permasalahan sosial didaerahnya

2. Dapat menjelaskan cara mengatasi permasalahan sosial yang terdapat didaerahnya

3. Dapat menjelaskan nilai – nilai sosial yang ada di daerahnya dan juga yang ada

didaerah lain

V. Materi Pembelajaran

1. Permasalahan Sosial yang terdapat didaerahnya

Page 9: tugas uas Multikultur

2. Berbagai cara mengatasi permasalahan sosial yang terdapat di daerahnya

VI. Metode Pembelajaran

1. Tanya Jawab

2. Diskusi

3. Penugasan

4. Ceramah

VII. Langkah – Langkah Pembelajaran

1. Kegiatan Awal

Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, meminta ketua kelas untuk

memimpin doa, dan mempresensi siswa

Guru melakukan appersepsi : anak – anak siapakah nama tokoh wayang yang

bapak bawa ini?

2. Kegiatan Inti

Guru menunjukkan dua gambar wayang dan maminta siswa untuk

mengidentifikasi perbedaan yang ada pada kedua gambar tersebut.

Beberapa siswa secara aktif maju kedepan untuk mencari perbedaan diantara

kedua gambar wayang tersebut

Guru menjalaskan tentang konsep perbedaan diantara kedua gambar wayang

Guru dan siswa bertanya jawab tentang permasalahan sosial yang terjadi

dilingkungan sekitar

Guru menunjukkan tokoh wayang yang berwatak baik dan berwatak jahat

Guru mengaitkan jawaban siswa dengan tokoh wayang yang mempunyai watak

baik dan watak jahat

Siswa dibagi menjadi 4 kelompok

Setiap kelompok membahas tentang permasalahan sosial yang ada disekitarnya,

penyebab dari masalah sosial, dan cara mengatasi permasalahan sosial

Siswa secara perwakilan mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas

Siswa yang lain mendengarkan dan apabila tidak setuju boleh memberikan

masukan

Guru menjelaskan apabila ada siswa yang belum jelas

Guru memberikan soal latihan kepada siswa

Page 10: tugas uas Multikultur

Siswa mengerjakan soal latihan, setelah selesai jawaban dikumpulkan

3. Kegiatan Akhir

Guru merangkum bersama siswa tentang materi yang telah dipelajari

Guru menutup pelajaran, meminta ketua kelas untuk memimpin doa, dan

mengucapkan salam

VIII. Sumber dan Alat

1. Sumber

Buku Horison IPS kelas IV Yudhistira. 2011. Halaman

Buku IPS untuk kelas IV Erlangga. 2010. Halaman

2. Alat

Gambar

Wayang

IX. Penilaian

Kognitif : tertulis

Afektif : kerjasama dalam kelompok

Psikomotor : kelancaran dalam berbahasa

X. Kriteria keberhasilan

Siswa dianggap berhasil jika 75% siswa mendapat nilai diatas 70

. . . . . . . . . . . . , . . . . 2011

Mengetahui,

Kepala SD/MI . . . . Guru PKn…….

( ) ( )

Page 11: tugas uas Multikultur

5. Manusia sebagai makhluk sosoial untuk bertahan hidup tergantung pada

jenis lingkungannya. Yaitu antara lain :

1. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik tertentu dapat membentuk budaya lokal tertentu. Suatu masyarakat

yang berada di daerah yang banyak dikelilingi sungai dan karena seringnya air sungai

meninggi membentuk budaya berupa rumah yang lantai rumahnya lebih tinggi dari

permukaan tanah. Misalnya rumah Palimasan Joglo, Sungai Jingah Kalimantan

Selatan. Karena lingkungan fisik di daerah Kalimantan Selatan sangat kaya dengan

jenis-jenis kayu maka berbagai kebutuhan sehari-hari dibuat dengan menggunakan

jenis kayu seperti Palimasan Kandangrasi desa Kuin Utara Kalimantan Selatan.

Lingkungan fisik tertentu dapat membentuk budaya lokal tertentu. Masyarakat dari

daerah panas dan padang pasir seperti di Saudi Arabia akan cenderung memilih warga

yang putih supaya tidak panas. Karena warga putih tidak menyerap panas. Di

samping itu mereka cenderung memakai pakaian yang berbentuk jubah untuk

melindungi tubuh mereka dari sengatan matahari. Ada budaya bagi warga Eropah

untuk ”mandi matahari” dengan berjemur seharian di pantai ketika berada di daerah

tropis untuk prestise di hadapan teman-temannya bahwa dia telah pergi ke daerah

tropis. Ada kebanggaan ketika tubuh mereka menjadi kecoklatan tersengat sinar

matahari. Sementara masyarakat Indonesia yang berada di daerah tropis tidak

melakukan hal yang sama. Kebudayaan daerah lokal (misalnya di Jawa Tengah, Jawa

Timur dan suku Madura) memang lebih sering memakai kain sarung dalam

kehidupan sehari-hari. Bahkan ada untuk daerah Madura, sarung mahal dari merek

tertentu menjadi lambang status sosial sehingga mereka akan rela hati membayar

mahal untuk bisa membeli sarung tenun sutera untuk dipakai dalam hajatan, sholat

Jum’at ataupun kehidupan keseharian. Sementara suku lain tidak akan

membelanjakan uang yang ratusan ribu untuk membeli kain sarung. Pria yang berasal

dari desa di Jawa dan sedang berada di desa akan memakai kain sarung untuk tidur.

Dia terbawa oleh budaya yang disebabkan lingkungan fisiknya yang dingin dan

kebiasaan yang berlaku di daerah itu. Namun dia tidak akan melakukan hal yang

sama itu ketika dia sedang berada di lingkungan yang bukan tergolong lingkungan

budaya lokalnya misalnya ketika dia di hotel atau di tempat kosnya di kota. Seseorang

Page 12: tugas uas Multikultur

yang berasal dari daerah yang memiliki kebudayaan tertentu akan memilih jenis

makanan yang sesuai dengan budaya yang dirinya.

2. Lingkungan sosial

Selain lingkungan fisik, lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap dan

berperilaku seseorang. Orang yang dibesar dalam lingkungan komunitas Nahdlatul

Ulama (NU) akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan tradisi warga nahdliyin

(warga NU) yang berbeda dengan warga Muhammadiyah sekalipun keduanya berada

di lingkungan fisik yang sama. Kegiatan selamatan, Tahlil menjadi ciri khas

kelompok NU ini akan diikuti dan dilaksanakan oleh lingkungan sosialnya.

3. Lingkungan metafisik

Selain lingkungan fisik dan sosial, ada lingkungan metafisik yang mewarnai

lingkungan budaya lokal suatu msayarakat. Seperti telah dibahas pada unit 1, ada

lingkungan metafisik yang sangat mempengaruhi perilaku budaya masyarakat.

Lingkungan metafisik ini tidak dibatasi oleh lingkungan fisik dalam arti mesti tinggal

di daerah itu. Lingkungan metafisik memang mewarnai budaya yang ada di

lingkungan fisik di lokal tertentu, tetapi selain itu juga dapat mengenai orang-orang

yang ”merasa memiliki’ (sense of belonging) budaya itu. Biasanya mereka yang

merasa memiliki itu dulunya berasal dari daerah itu dan ada sudah pindah tempat

tinggal dari daerah itu, atau keturunan dari warga daerah itu. Pada prinsipnya orang

yang termasuk dalam lingkungan metafisik ini adalah orang yang mengikatkan diri

dengan tradisi budaya dan nilai-nilai tertentu. Mereka akan menyempatkan datang

pada acara tertentu. Pada hari-hari tertentu warga akan melakukan kegiatan ritual

yang menjadi ciri khas suatu masyarakat yang berada pada lingkungan metafisik

tertentu. Warga daerah Jogja dan Solo akan rela berdatangan dan berdesakan untuk

mengikuti tradisi ”sekaten”. Warga masyarakat akan memperebutkan gunungan yang

tersaji dalam peringatan ”sekaten” karena mereka meyakini bahwa mereka akan dapat

rejeki dan hidup tenang bila berhasil mendapatkan dan menyimpan nasi atau benda-

benda lain yang ada di gunungan itu. Warga masyarakat kelompok tradisional tertentu

dari daerah Pasuruan, akan mendatangi acara haul akbar (peringatan orang

Page 13: tugas uas Multikultur

meninggal) Kyai Abdul Hamid, seorang ulama besar dari kota tersebut, sehingga

peserta kegiatan bisa mencapai radius 1 kilometer dari lokasi itu.. Orang Islam akan

berbondong-bondong mendatangi orang yang baru datang dari menjalankan ibadah

haji dan minum air zam-zam dengan harapan mendapatkan berkah dari jiarah hajinya

itu. Ada aura spiritual yang sangat diharapkan pada orang yang baru menjalankan

ibadah hajinya.

Identifikasi etnis ini merupakan dasar untuk pengembangan level identifikasi

selanjutnya yaitu identifikasi budaya nasional.

6. Etnis sebagai identitas budaya ( China dan Jawa )

Konsep Budaya Cina berkaitan erat dengan pandangan hidup orang Cina yang

mengutamakan nilai kemakmuran dan kelimpahan harta, kedamaian dan

ketenteraman, kesehatan dan umur panjang.

Ada beberapa konsep yang perlu dipahami dalam budaya Cina yaitu :Chi yaitu

energi yang dapat diciptakan dan dikumpulkan sehingga memberi pengaruh baik pada

nasib seseorang. Lima unsur yaitu logam, air, kayu, api dan tanah. Masing-masing

unsur mempunyai siklus merusak dan siklus positif. I-Ching atau Buku tentang

Perubahan yang menekankan hubungan antara nasib manusia dan alam sebagai satu

kesatuan yang senantiasa berada dalam aliran konstan yaitu perubahan. Tahun

kelahiran yang disimbolkan binatang untuk menggambarkan sifat dan tahun kelahiran

seseorang, yaitu shio tikus, kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet,

ayam, anjing dan babi. Yin-yang merupakan konsep keselarasan dan keseimbangan

yang didasarkan prinsip dualisme yang saling melengkapi, saling tergantung yang

bersama-sama membentuk kekuatan. Pa kua yaitu lambang berbentuk segi delapan

yang menggambarkan empat titik mata angin utama dan empat titik tambahan yang

digunakan untuk melindungi diri dari pengaruh yang mengancam rumah atau lokasi .

Tahayul dan Simbolisme yang berkaitan erat dengan kepercayaan akan takhayul dan

lambang yang menjadi karakter orang Cina.

Beberapa konsep budaya Jawa adalah Religi Jawa : anismisme, dinamisme,

sinkretisme dan agama Jawa, selamatan, primbon, suluk, dan wirid yang memuat

ajaran sinkretisme, tata krama, petung untuk menentukan perkawinan, mengetahui

Page 14: tugas uas Multikultur

watak manusia, pindah rumah atau persyaratan hajat lainnya, makanan, falsafah hidup,

produk budaya (keris, rumah/wisma, wayang, pakaian, peralatan). Hal-hal yang terkait

dengan religi, slametan, primbon, suluk dan wirid lebih mengarah pada sisi vertikal

budaya Jawa, sedangkan tata krama adalah sisi horisontal.

7. Problematika konflik horizontal yang sering muncul di Nusantara

Tindakan kekerasan yang dipicu oleh perselisihan atau kesalahpahaman antar

individu dalam masyarakat seolah menjadi hal yang lazim di negara kita. Perbedaan

pandangan terhadap persoalan tertentu, entah itu di bidang politik, agama, ekonomi

atau isu-isu lain yang sensitif, seringkali direspon dengan kekerasan fisik. Tentu saja

persoalan ini harus mendapat perhatian serius dari seluruh pihak, karena jika tidak,

meningkatnya penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan setiap persoalan dari

waktu ke waktu, akan berdampak besar di segala bidang kehidupan.

Dalam kondisi seperti ini, diperlukan pendekan yang berbeda untuk mengalihkan

sebagian kekuatan besar yang sedang meliputi individu atau kelompok-kelompok

masyarakat yang sehari-hari memiliki intensitas kontak fisik yang tinggi di satu sisi

sedangkan memiliki pengetahuan tentang hukum yang rendah disisi lain.

Perilaku masyarakat yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku bisa menjadi

pertanda banyak hal. Diantaranya adalah : mereka tidak mengetahui apa yang yang

boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan atau mereka mengetahui apa yang tidak

boleh dilakukan tetapi tidak mau tunduk dengan aturan itu. Ketidak patuhan ini tidak

serta merta terjadi begitu saja, tentu ada latar belakang yang menyebabkan perilaku

seperti itu.

Ketika seseorang memiliki keberanian untuk melanggar hukum yang berlaku, atau

tidak mau mengindahkan aturan ketika ia melakukan interaksi dengan orang lain maka

konflik akan muncul. Konflik yang sederhana dalam ruang lingkup yang kecil

mungkin bisa diredam oleh kekuatan sosial disekitarnya. Namun konflik yang

melibatkan kumpulan orang-orang yang memiliki identitas tertentu sebagai penguat

ikatan, berpotensi membuat persoalan yang sederhana menjadi rumit.

Identitas yang senantiasa dibawa-bawa oleh suatu kelompok memang dirasa bisa

mempererat persatuan dalam kelompok itu, namun jika tidak dibarengi dengan

Page 15: tugas uas Multikultur

kesadaran yang tinggi untuk menjaga perilaku dalam pergaulan sosial dan ketaatan

pada hukum yang berlaku, maka ikatan itu hanya akan menjadi benih-benih rasa ego

dan keinginan berlebihan untuk menunjukkan superioritasnya, yang mungkin akan

memunculkan rasa ketakutan dan antipati dari anggota masyarakat yang lain.

Lemahnya penegakan hukum juga menjadi salah satu akar persoalan maraknya

konflik horizontal dewasa ini. Hal ini menjadi persoalan yang sangat penting

mengingat bahwa lembaga-lembaga penegak hukum belum sepenuhnya mampu

mengendalikan potensi-potensi konflik. Penggunaan kekuatan diluar lembaga

kekuasaan negara yang secara tegas diberikan kewenangan untuk menggunakan

kekuatannya untuk mengendalikan masyarakat, memberikan angin segar bagi sebagian

pihak untuk berusaha menonjolkan diri sebagai tokoh atau membentuk organisasi yang

bisa diandalkan dalam mengendalikan konflik.

Terlepas dari apakah sistem hukum yang diberlakukan di negara ini sudah dalam

tataran ideal atau tidak, perilaku sebagian masyarakat menunjukkan adanya ketidak

percayaan bahwa hukum itu bisa menyelesaikan masalah dan bisa memberikan

keadilan. Jika ketidakpercayaan itu semakin berkembang maka setiap institusi penegak

hukum yang diberikan kekuasaan oleh negara untuk menjaga ketertiban, secara

kelembagaan akan sulit melaksanakan tugasnya. Memberdayakan sumber-sumber

kekuatan dari luar pada akhirnya akan menjadi pilihan untuk ditempuh, agar dapat

membantu melaksanakan tugas yang sesungguhnya menjadi kewenangannya.

Seluruh lembaga kekuasaan di negara ini sesungguhnya tidak punya pilihan lain

selain menjadikan hukum yang berlaku sebagai panglima, menjaga sedemikian rupa

agar lembaga-lembaga yang dibentuk untuk menjaga hukum agar dapat diberlakukan

dengan harapan menciptakan ketertiban dan kedamaian, bisa menjalankan tugasnya

dengan baik.

Para Pemimpin seharusnya memberikan contoh yang baik bagi lingkungannya,

karena dalam situasi negara yang seperti ini, masyarakat membutuhkan pemimpin

yang mampu memberikan teladan, taat pada hukum dan tidak menggunakan kekerasan

sebagai pilihan untuk menyelesaikan permasalahan. Kita harus mulai lagi membuka-

buka kitab usang, mengisi kembali memori-memori yang mulai memudar tentang

Page 16: tugas uas Multikultur

prinsip-prinsip penegakan hukum. Asas-asas hukum saat ini memang sangat fasih

diucapkan dalam berbagai kesempatan, tapi ternyata miskin aplikasi dalam kenyataan.

Dalam kerangka berpikir yang positif, tentunya kita semua berharap agar setiap

konflik sosial yang terjadi merupakan peringatan agar segera menemukan jalan lain

untuk menciptakan suatu keseimbangan baru.