Upload
rianda-herlan
View
296
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
FISIKA STATISTIK
disusun untuk memenuhi tugas remidi fisika statistik
dosen pengampu:
Joko Siswanto, S.Pd., M.Pd.
Anggota Kelompok:
1. Annisa’ Ida Mushofa (09330048)
2. Novia Devi Charisma (09330070)
3. Rianda Herlan Sapta Aji (09330074)
4. Ro’esyah (09330075)
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2013
1
TEORI DAN APLIKASI TEORI STATISTIK
Mengenai persamaan kajian dari Termodinamika dan Fisika Statistika
yakni Termodinamika adalah contoh cabang ilmu fisika yang menerapkan
pandangan makroskopik seperti suhu, volume dan tekanan, yang menggambarkan
fisik, sistem termodinamika. Sedangkan berkenaan dengan kajian fisika statistik
ini sama merupakan cabang dari kajian fisika yang sebetulnya hubungan antara
termodinamika dan fisika statistik sangatlah erat di antara keduanya. Pada
dasarnya kajian antara termodinamika dan fisika statistik adalah sama
kedudukanya di dalam ilmu fisika. Kedudukan termodinamika dan fisika statistik
ibarat pemahaman yang kontinu tentang suatu cabang ilmu pengetahuan dimana
terdapat hubungan kekerabatan yang sangat dekat sebab pokok bahasan dari fisika
statistik tidak lain adalah termodinamika lanjut.
Berkenaan dengan pemahaman kajian perbedaan termodinamika dan fisika
statistik dimana untuk pemahaman secara mikroskopik suatu sistem meliputi
beberapa ciri khas seperti adanya pengandaian bahwa sistem terdiri atas sejumlah
molekul, dan kuantitas-kuantitas yang diperinci tidak dapat diukur secara
makroskopis. Contoh penerapan pandangan mikroskopik untuk cabang ilmu fisika
yaitu dalam fisika statistik itu sendiri. Bila kedua pandangan itu diterapkan pada
sistem yang sama maka keduanya harus meghasilkan kesimpulan yang sama.
Ruang lingkup fisika statistik meliputi dua bagian besar, yaitu teori kinetik dan
mekanika statistik. Berdasarkan pada teori peluang dan hukum mekanika, teori
kinetik mampu menggambarkan sistem dalam keadaan tak seimbang, seperti:
proses efusi, viskositas, konduktivitas termal, dan difusi. Disini, molekul suatu
gas ideal tidak dianggap bebas sempurna tetapi ada antar aksi ketika bertumbukan
dengan molekul lain atau dengan dinding. Bentuk antar aksi yang terbatas ini
diacukan sebagai antar aksi lemah atau kuasi bebas. Ruang lingkup ini tidak
membahas partikel berantaraksi kuat Tidak seperti pada teori kinetik, mekanika
statistik tidak membahas perincian mekanis gerak molekular, tetapi berurusan
dengan segi energi molekul. Mekanika statistik sangat mengandalkan teori
peluang untuk menentukan keadaan seimbang sistem. Berbicara termodinamika
dan fisika statistik ini akan di jembatani oleh Termodinamika Statistik dimana
2
metode termodinamika statistik dikembangkan pertama kali beberapa tahun
terakhir oleh Boltzmann di Jerman dan Gibbs di Amerika Serikat. Dengan
ditemukannya teori kuantum, Bose, Einstein, Fermi, dan Dirac memperkenalkan
beberapa modifikasi ide asli Boltzmann dan telah berhasil dalam menjelaskan
beberapa aspek yang tidak dipenuhi oleh statistik Boltzmann. Pendekatan statistik
memiliki hubungan dekat dengan termodinamika dan teori kinetik. Untuk sistem
partikel di mana energi partikel bisa ditentukan, kita bisa menurunkan dengan
statistik mengenai persamaan keadaan dari suatu bahan dan persamaan energi
bahan tersebut. Termodinamika statistik memberikan sebuah penafsiran tambahan
tentang konsep dari entropi.
Dasar pokok bahasan fisika statistik khususnya kajian mekanika statistik
yaitu merupakan kajian tentang jenis partikel tertentu dapat dibedakan antara satu
dengan yang lain. Dalam statistika kuantum secara garis besar digunakan untuk
menentukan probabilitas partikel dari sebuah group yang memiliki energi partikel
yang similar/ sama. Suatu sistem kuantum memiliki diskritisasi energi. Dengan
kata lain dapat dibedakan antara tingkat energinya dan keadaan energinya. Tingkat
energi (energy level) dalam kajian ilmu fisika bisa disebut dengan keadaan energi,
tetapi tingkat energi bersifat umum sedangkan keadaan energi lebih bersifat
khusus pemahamannya. Tingkat energi merupakan sebuah nilai yang dihasilkan
dari hubungan antara energi sebuah partikel dan panjang gelombangnya. Dengan
mengetahui tingkat energi suatu atom, maka akan diketahui karakteristik dari
atom tersebut. Adapun cara teori statistik yang di gunakan yaitu untuk
menentukan probabiltas partikel dilakukan :
a. Melihat semua keadaan-keadaan yang mungkin,
b. Menentukan besarnya probilitas atau peluan keadaan yang mungkin,
c. Partikel dibedakan,
d. Penyisihan prisip Paulli semisal untuk integer fermion spin ½.
Statistika kuantum adalah paradigma statistik bagi partikel atau sistem
partikel yang perilaku penyusunnya harus digambarkan oleh mekanika kuantum,
alih-alih mekanika klasik karena ukuran mikroskopiknya. Sebagaimana di dalam
statistika klasik (statistika Maxwell-Boltzmann), pusat permasalahannya adalah
mencari fungsi distribusi yang tepat untuk berbagai temperatur (melukiskan energi
3
kinetik rerata sistem gas). Meskipun demikian, mengingat fungsi distribusi di
dalam mekanika statistik klasik menggambarkan jumlah partikel di dalam unsur
ruang fase pada jangkau posisi dan momentum tertentu, di dalam statistika
kuantum fungsi distribusi memberikan jumlah partikel di dalam grup tingkat-
tingkat energi. Cacahan partikel yang menghuni setiap tingkat energi individual
dapat satu atau dapat berlebih, tergantung pada derajat kemerosotan energi serta
sifat simetri fungsi gelombang terkait dengan pertukaran partikel. Untuk fungsi
gelombang antisimetrik, hanya ada sebuah partikel yang dapat menghuni sebuah
keadaan, sedangkan untuk fungsi gelombang simetrik, sejumlah partikel dapat
menghuni sebuah keadaan (pada saat yang sama). Berdasarkan batasan ini,
terdapat dua distribusi kuantum terpisah, yaitu distribusi Fermi-Dirac untuk sistem
yang digambarkan oleh fungsi gelombang antisimetrik dan distribusi Bose-
Einstein untuk sistem yang digambarkan oleh fungsi gelombang simetrik. Adapun
dalam pembahasan ini, akan menguraikan lebih lanjut teori dan aplikasi teori
statistik Bose-Einstein.
A. Statistik Bose-Einstein
1.1 Sifat Dasar Boson
Sifat sistem sub atomic yang tidak dapat dibedakan dapat dipahami
dari konsep gelombang sistem. Panjang gelombang de Broglie sistem-sistem
tersebut memenuhi λ=h /mω dengan m massa sistem dan υ laju sistem.
Karena m untuk sistem sub atomic sangat kecil maka panjang gelombang λ
cukup besar. Panjang gelombang yang besar menyebabkan fungsi gelombang
dua sistem yang berdekatan menjadi tumpang tindih.Kalau dua fungsi
gelombang tumpang tindih maka kita tidak dapat lagi membedakan dua
sistem yang memiliki fungsi-fungsi gelombang tersebut.
Kondisi sebaliknya dijumpai pada sistem klasik seperti molekul-
molekul gas.massa sistem sangat besar sehingga λ sangat kecil. Akibatnya
tidak terjadi tumpang tindih fungsi gelombang sistem-sistem tersebut,
sehingga secara prinsip sistem-sistem tersebut dapat dibedakan.
Pada suhu yang sangat tinggi sistem sub atomic dapat berperilaku
seperti sistem klasik. Pada suhu yang sangat tinggikecepatan sistem sangat
besar sehingga panjang gelombangnya sangat kecil.Akibatnya, tumpang
4
tindih gelombang sistem-sistem menjadi hilang dan sistem menjadi
terbedakan.
Sistem kuantum yang akan kita bahas ada dua macam yaitu boson
dan fermion.Boson adalah sistem yang memiliki spin kelipatan bulat dari ℏ.
Sistem ini tidak memenuhi prinsip eksklusi Pauli sehingga satu tingkat energi
dapat ditempati oleh sistem dalam jumlah berapa pun. Sebaliknya, fermion
memiliki spin yang merupakan kelipatan ganjil dari ℏ /2. Sistem ini
memenuhi prinsip eksklusi Pauli. Tidak ada dua sistem atau lebih yang
memiliki keadaan yang sama.
1.2 Konfigurasi Boson
Statistik untuk menurunkan boson dinamakan statistik Bose-
Einstein.Untuk menentukan fungsi distribusi Bose-Einstein, kita terlebih
dahulu harus menentukan konfigurasi dengan probabilitas paling
besar.Konfigurasi ini memiliki probabilitas yang jauh lebih besar daripada
konfigurasi-konfigurasi lainnya sehingga hampir seluruh waktu sistem boson
membentuk konfigurasi tersebut. Sifat rata-rata assembli dapat dianggap sama
dengan sifat pada konfigurasi maksimum tersebut.Kita tetap membagi tingkat
energi sistem-sistem dalam assembli atas M kelompok sebagai berikut :
Kelompok-1 memiliki jumlah keadaan g1 dan eneri rata-rata E1
Kelompok-2 memiliki jumlah keadaan g2 dan energi rata-rata E2
Kelompok-s memiliki jumlah keadaan gs dan energi rata-rata E s
Kelompok-M memiliki jumlah keadaan gM dan energi rata-rata EM
Kita akan menentukan berapa cara penyusunan yang dapat dilakukan jika :
Terdapat n1 sistem di kelompok-1
Terdapat n2 sistem di kelompok-2
Terdapat ns sistem dikelompok-s
5
Terdapat nM sistem di kelompok-M
Jika ditinjau kelompok-1 di mana terdapat g1 keadaan dan n1
sistem. Mari kita analogikan satu keadaan sebagai sebuah kursi dan satu
sistem dianalogikan sebagai sebuah benda yang akan diletakkan dikursi
tersebut. Satu kursi dapat saja kosong atau menampung benda dalam jumlah
beberapa saja. Untuk menghitung jumlah penyusun benda, dapat
dilakukannya sebagai berikut :
Gambar 1.1Penyusunan benda dan kursi analog dengan penyusunan boson dalam tingkat-tingkat energi.Untuk merepresentasikan sistem boson, bagian paling bawah harus selalu kursi.
Dari gambar 1.1, apa pun cara penyusunan yang dilakukan, yang
berada di ujung bawah selalu kursi karena benda harus disangga oleh kursi
(sistem harus menempati tingkat energi). Oleh karena itu, jika jumlah total
kursi adalah g1maka jumlah total kursi dapat dipertukarkan dengan harga
g1−1 karena salah satu kursi harus tetap di ujung bawah. Bersama dengan
6
sistem banyak n1, maka jumlah total benda yang dipertukarkan dengan tetap
memenuhi sifat boson adalah (g1−1¿+n1=g1+n1−1. Akibatnya, jumlah cara
penyusunan yang dapat dilakukan adalah (g1+n1−1)!.Karena sistem boson
tidak dapat dibedakan satu degan lainnya, maka pertukaran sesame sistem dan
sesame kursi tidak menghasilkan penyusunan yang berbeda. Jumlah
penyusunan sebanyak (g¿¿1+n1−1)¿! Secara emplisit memperhitungkan
jumlah pertukaran antara sistem dan antar kursi. Jumlah pertukaran antar
sistem adalah n1 ! dan pertukaran jumlah antar kursi adalah g1 ! . Oleh karena
itu, jumlah penyusunan yang berbeda untuk n1 boson di dalam g1keadaan
hanyalah
(g1+n1−1)!n1 ! g1!
(1.1)
Hal yang sama berlaku untuk kelompok-2 yang mengandung g2
keadaan dengan populasi n2 sistem. Jumlah cara penyusunan yang berada
sistem-sistem, ke dalam keadaan-keadaan tersebut adalah
(g2+n2−1)!g2 !n2!
(1.2)Terakhir hingga kelompok energi ke-M, jumlah cara
penyusunan yang berbeda untuk nM sistem dalam gM keadaan adalah
(gM +nM−1)!gM !nM !
(1.3)
Akhirnya jumlah total cara penyusunan yang berbeda secara
bersamaan n1 sistem di dalam g1 keadaan, n2 sistem di dalam g2 , …., nM
sistem dalam gM keadaan adalah
(g1+n1−1)!n1 ! g1!
×(g2+n2−1)!
g2! n2!× …×
(gM+nM−1)!gM !nM !
=∏s=1
M (gs+ns−1) !ns! gs!
(1.4)
Harus juga diperhitungkan jumlah cara membawa N sistem dari
luar untuk didistribusikan ke dalam tingkat-tingkat energi di atas. Jumlah cara
pengambilan N sistem adalah N! cara. Karena sistem tidak dapat dibedakan
maka jumlah tersebut harus dibagi dengan N!,sehingga jumlah total cara
membawa N sistem ke dalam tingkat-tingkat energi di dalam assembli adalah
N!/N!=1.Akhirnya, kita dapatkan jumlah penyusunan sistem-sistem dalam
7
assembli boson adala
W =∏s=1
M (gs+ns−1)!ns !gs !
(1.5)
1.3 Konfigurasi Maksimum
Selanjutnya kita akan menentukan konfigurasi dengan peluang
kemunculan paling besar. Ambil logaritma ruas iri dan kanan persamaan (1.5)
ln W =ln∏s=1
M (gs+ns−1)!ns ! gs !
=¿∑s=1
M
ln [ (gs+ns−1)!ns! gs! ]=ln∑
s=1
M
ln ( gs+ns−1 ) !−ln ns!−ln gs! (1.6)¿
Kemudian kita gunakan pendekatan Stirling untuk melakukan
penyederhanaan sebagai berikut :
ln ( gs+ns−1 )!≅ ( gs+ns−1 ) ln ( gs+ns−1 )−(gs+ns−1) ln gs !≅ gs ln gs−gs
ln ns!≅ ns ln ns−ns
Dengan pendekatan tersebut maka persamaan (1.6) menjadi :
ln W =∑s=1
M
[ ( gs+ns−1 ) ln ( gs+ns−1 )−(gs+ns−1)]−gs ln gs+¿ gs¿
−ns ln ns+ns(1.7)
Jumlah total sistem serta energi total assembli memenuhi
N=∑s=1
M
ns dan U=∑s=1
M
ns E s
Untuk assembli yang terisolasi sehingga tidak ada pertukaran sistem
maupun energi antara assembli dan lingkungan.Jumlah sistem maupun energi
assembli constant.
Pembatasan ini dapat dinyatakan dalam bentuk diferensial berikut ini
:
δN=∑s=1
M
δ ns=0(1.8)
8
δU=∑s=1
M
E s δns=0 (1.9)
Konfigurasi dengan probabilitas maksimum diperoleh dengan
memaksimumkan ln W. Dengan memperhatikan konstrain pada persamaan
(1.8) dan (1.9) maka konfigurasi dengan probabilitas maksimum memenuhi
δ ln W +αδN +βδU=0 (1.10)
Selanjutnya dengan mengambil diferensial persamaan (1.7) diperoleh
δ ln W=¿∑s=1
M
[ δ ( gs+ns−1 ) ln ( gs+ns−1 )−δ(gs+ns−1)−δgs ln gs+δ gs−δ ns ln ns+δ ns ](1.11)¿
Hitung suku per suku yang terkandung dalam persamaan (1.11)
i) δ ( gs+ns−1 ) ln ( gs+ns−1 )= ∂∂ n1
( gs+ns−1 ) ln ( gs+ns−1 ) δns
¿ [ ln ( gs−1+ns )+( gs+ns−1 )× 1
( gs+ns−1 ) ]δns
¿ [ ln ( gs−1+ns )+1 ] δns
ii) δ ( gs+ns−1 )= ∂∂ ns
( gs+ns−1 ) δ ns=δ ns
iii) δgs ln gs=∂
∂ ns
gs ln gs δ ns=0
iv) δns ln ns=∂
∂ ns
ns ln ns δ ns=[ ln ns+ns ×1ns ]δ ns=[ ln ns+1 ] δ ns
Persamaan (1.11) selanjutnya menjadi
δ ln W ≅∑s=1
M
[ ln ( gs+ns−1 )+1 ] δ ns−δ ns−0+0− [ ln ns+1 ]δ ns+δ ns=∑s=1
M
[ ln ( gs+ns−1 )−ln ns ] δ ns
¿∑s=1
M
ln [ gs+ns−1
ns]δ ns(1.12)
Karena gs ≫1 dan ns≫1 maka gs+ns−1≅ gs+ns sehingga
persamaan (1.12) dapat disederhanakan lebih lanjut menjadi
9
δ ln W=∑s=1
M
ln [ gs+ns
ns]δ ns(1.13)
Subtitusikan persamaan (1.8), (1.9), dan (1.13) ke dalam persamaan
(1.10) diperoleh
∑s=1
M
ln [ gs+ns
ns]δ ns+α∑
s=1
M
δ ns+β∑s=1
M
E sδns=0
Atau
∑s=1
M {ln [ gs+ns
ns]+α+ β E s}δ ns=0 (1.14)
Kesamaan di atas harus berlaku untuk semua variasi δ ns. Ini dijamin
ika bagian di dalam kurung selalu nol, yaitu
ln [ gs+ns
ns]+α+ β E s=0
gs+ns
ns
=exp (−α−β E s )
gs+ns=ns exp (−α−β Es )
gs=ns [exp (−α−β E s )−1 ]
Dan akhirnya ungkapan untuk jumlah populasi pada tiap-tiap tingkat
energi sebagai berikut
ns=gs
exp (−α−β Es )−1(1.15)
Ternyata untuk assembli boson, parameter β juga berbentuk β=−1kT
.
Dengan demikian, bentuk lengkap fungsi Bose-Einstein untuk assembli boson
adalah
10
ns=gs
exp (−α +Es /kT )−1(1.16)
1.4 Parameter α untuk foton dan fonon
Parameter α pada persamaan (1.16).ada satu kekhususan untuk
assemble foton (kuantisasi gelombng elektromagnetik) dan fonon (kuantitasi
getaran atom dalam Kristal) dan ini berimplikasi pada nilai parameter α .
Dalam suatu kotak, foton bias diserap atau diciptakan oleh atom-atom yang
berada pada dinding kotak. Akibatnya, jumlah foton dalam satu assembli
tidak harus tetap. Jumlah foton bias bertambah, jika atom-atom di dinding
memancarkan foton dan bias berkurang jika atom-atom di dinding menyerap
foton. Untuk sistem semacam ini pembatasan bahwa jumlah total sistem
dalam assembli konstan sebenarnya tidak berlaku. Pada penurunan fungsi
distribusi Bose-Einstein kita telah mengamsusikan bahwa jumlah sistem
dalam assembli selalu tetap, yaitu δN=0. Konstrain ini dimasukkan dalam
persamaan dengan memperkenalkan faktor pengali Langrange α . Oleh karena
itu, agar konstrain ini tidak diberlakukan untuk assembli dengan jumlah
sistem tidak tetap, seperti foton dan fonon maka nilai α harus diambil nol.
Dengan nilai ini maka fungsi distribusi untuk sistem semacam ini menjadi
ns=gs
exp ( E s/kT )−1(1.17)
2.1 Radiasi Benda Hitam
Teori tentang radiasi benda hitam menandai awal lahirnya
mekanika kuantum dan fisika modern.Benda hitam merupakan penyerap
sekaligus pemancar kalor terbaik.Benda hitam dapat dianalogikan sebagai
kotak yang berisi gas foton.Jumlah foton dalam kotak tidak selalu
konstan.Ada kalanya foton diserap oleh atom-atom yang berada di dinding
kotak dan sebaliknya atom-atom di dinding kotak dapat memancarkan fotonn
11
ke dalam ruang kotak. Karena jumlah foton yang tidak konstan ini maka
faktor Bose-Einstein untuk gas foton adalah
1
eEkT−1
Yang diperoleh dengan menggunakan α=0
Foton adalah kuantum gelombang elektromagnetik.Ekstensi foton
direspresentasikan oleh keberadaan gelombang berdiri dalam kotak. Karena
gelombang elektromagnetik memiliki dua kemungkinan arah osilasi
(polarisasi) yang saling bebas, maka kerapatan keadaan foton dalam kotak
merupakan dua kali kerapatan gelombang stasioner, yaitu :
g ( λ ) dλ=8 π
λ4dλ(1.18)
Dengan demikian, jumlah foton dengan panjang gelombang antara λ sampai
λ+dλ adalah
n ( λ )dλ=g ( λ ) dλ
eE−kT−1(1.19)
Karena energi satu foton adalah E=hc / λ maka energy foton yang
memiliki panjang gelombang antara λ sampai λ+dλ adalah
E ( λ )dλ=hcλ
n ( λ )dλ
¿ 8 πhc
λ5
dλ
eE / kT−1(1.20)
2.1.1 Hukum Pergeseran Wien
Gambar 1.2 adalah plot E(λ¿ sebagai fungsi λpada berbagai
suhu. Tampak bahwa E(λ¿ mula-mula naik, kemudian turun setelah
mencapai nilai maksimum pada panjang gelombang λm. Kita dapat
12
menentukan λm dengan mendiferensial E(λ¿ terhadap λ dab menyamakan
λ dengan
dE(λ)dλ |
λm
=0(1.21)
Gambar 1.2Spektrum radiasi benda hitam pada berbagai suhu
Berdasarkan persamaan (1.20) maka
E ( λ )=8 πhc
λ5
dλ
eEkT −1
(1.22)
Untuk memudahkan diferensial persamaan (1.22) persamaan diatas kita
misal x=λkT /hc. Dengan pemisalan tersebut maka dapat ditulis
E λ=8 πhc( kThc )
5 1
x5(e1x−1)
(1.23)
13
dE( λ)dλ
=dE (λ)
dxdxdλ
= kThc
dE(λ)dx
¿( kThc )8 πhc ( kT
hc )5 d
dx ( 1
x5 (e1/ x−1 ) )(1.24)
Agar terpenuhi dEdλ
=0 maka pada persamaan 1.24 harus memenuhi
ddx ( 1
x5 ( e1 / x−1 ) )=0(1.25)
Jika didiferensiasi secara seksama akan dapat hubungan berikut
(1−5 x ) e1 / x−5=0(1.26)
Nilai x pada persamaan (1.26)dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
Jika menggunakan instruksi Wolfram Research, maka solusi untuk x yang
memenuhipersamaan 91.26) adalah 0,194197. Dengan demikian, λm
memenuhi hubungan
λm kT
hc=0,194197
Atau
λmT=0,194197hck
(1.27)
dengan menggunakan nilai konstanta k=1,38x10−23J / K ,h= 6,625 x
10−34 Js, dan c=3× 108 m /s maka kita peroleh
λmT=2,8 × 10−3 mK (1.28)
14
Gambar 1.3 Spektrum energi radiasi matahari berdasarkan hasil pengukurandan prediksi dengan persamaan radiasi matahari (gari).
15
Gambar 1.4 Warna bintang menunjukan suhu bintang. Semakain menuju kewarna biru suhu bintang semakin tinggi. Sebaliknya suhu bintang semakin rendah apabila menuju ke warna merah.
Persamaan (1.28) tidak lain daripada ungkapan hukum
pergeseran Wien. Hukum ini menjelaskan hubungan antara suhu benda
dengan gelombang dan intensitas maksimum yang dipancarkan benda
tersebut.Makin tinggi suhu benda maka makin pendek gelombang yang
dipancarkan benda tersebut, atau warna benda bergeser kea rah biru.Ketika
pandai besi memanaskan logam maka warna logam berubah secara terus
menerus dari semula merah, kuning, hijau dan selanjutnya ke biru-
biruan.Ini akibat suhu benda yang semakin tinggi.Hukum pergeseran Wien
telah dipakai untuk memperkirakan suhu benda berdasarkan spectrum
elektromagnetik yang dipancarkan.Energi yang dipancarkan benda diukur
pada berbagai panjang gelombang.Kemudian intensitas tersebut diplot
terhadap panjang gelombang sehingga diperoleh selanjutnya diterapkan
pada hukum pegeseran Wien guna memprediksi suhu benda.Pada
astronom memperkirakan suhu bintang-bntang, berdasarkan spectrum
energy yang dipancarkan oleh bintang-bintang tersebut.
2.1.2 Persamaan Stefan-Boltzmann
Sebuah benda hitam memancarkan gelombang,
elektromagnetik pada semua jangkauan frekuansi dari nol sampai tak
berhingga.Hanya intensitas gelombang yang dipancarkan berbeda-
beda.Ketika panjang gelombang menuju nol, intensitas yang dipancarkan
menuju nol. Juga ketika panjang gelombang menuju tak berhingga,
intensitas yang dipancarkan juga menuju tak berhingga. Intensitas
gelombang yang dipancarkan mencapai maksimum pada saat λ=λm.
Energy total yang dipancarkan oleh benda hitam diperoleh
dengan mengintegralkan persamaan (1.20) dari panjang gelombang nol
sampai tak berhingga, yaitu
16
E=∫0
E ( λ ) dλ
¿8 πhc∫0
1λ5
dλehc / λkT−1
(1.29)
Untuk menyelesaikan persamaan integral (1.29) misalkan
y=hc / λkT . Dengan pemisalan tersebut maka diperoleh ungkapan-
ungkapan berikut ini :
1λ= kT
hcy
1λ5 =( kT
hc )5
y5
λ= hckT
1y
dλ=−hckT
1
y2dy
Syarat batas yang berlaku bagi y. saat λ=0 maka y=~ dan saat
λ= maka y=0. Dengan demikian, dalam variable y integral (1.29) menjadi
E=8 πhc∫0
( kThc )
5
y5 (−hc /kT y2 ) dy
e− y−1
¿8 πhc( kThc )
5
( hckT )∫
0− y5 dye y−1
¿8 πhc( kThc )
4
∫0− y5 dye y−1
(1.30)
Persamaan (1.30) merupakan kerapatan energy foton di dalam kotak.
Hubungan antara kerapatan energy yang diradiasi dengan energy foton dalam
kotak adalah Erad=cE /4
¿2 πh c2( kThc )
4
∫0
y3 dye y−1
17
¿ [2 πh c2( khc )
4
∫0
y3 dye y−1 ]T 4 (1.31)
Persamaan (1.31) sangat mirip dengan persamaan Stefan-Boltzman. Jadi pada
persamaan (1.31) kita dapat menyamakan
σ=2πh c2( khc )
4
∫0
y3 dye y−1
(1.32)
Dengan menggunakan instruksi matematika sederhana kita dapatkan
∫0
y3 dye y−1
=6,49394
Selanjutnya dengan memasukkan nilai konstanta-konstanta lain
k=1,38 x10−23J / K ,h=6,625 x10−34 Js ,dan c=3× 108 m /s kita dapatkan
nilai konstanta Stefan-boltzman.
σ=5,65×10−8W /m2 K4
2.1.3 Cosmic Microwave Background (CMB)
Salah satu gejala penting sebagai hasil peristiwa Big bang adalah
keberadaan radiasi yang bersifat isotropic (sama ke segala arah) di alam
semesta dalam panjang gelombang mikro. Gejala ini selanjutnya dikenal
dengan icosmic microwave background (CMB). Radiasi ini benar-benar
isotropic.Penyimpangan dari sifat isotropic hanya sekitar seper seribu.Dua
astronom muda, Arno Penzias dan Robert Wilson yang pertama kali
mengidentifikasi gejala ini tahun 1965 dengan menggunakan antene horn
yang dikalibrasi dengan teliti.Dengan anggapan bahwa alam semesta
berupa benda hitam sempurna dan setelah dilakukan pengukuran yang
teliti intensitas radiasi gelombang mikro ini pada berbagai panjang
gelombang yang mungkin, selanjutnya hasil pengukuran di-fit dengan
persamaan radiasi benda hitam (1.4) disimpulkan bahwa suhu rata-rata
alam semesta sekarang adalah 2,725 K.
18
Gambar 1.5CMB dengan persamaan radiasi benda hitam
Gambar 1.6Variasi suhu alam semesta berdasarkan posisi
Ada sekitar variasi suhu pada arah yang berbeda seperti
ditunjukkan dalam gambar diatas. Bagian berwarna merah sedikit lebih
19
panas dan bagian berarna biru sedikit lebih dingin dengan penyimpangan
0,0002 derajat.
2.2 Kapasitas kalor Kristal
Dalam Kristal-kristal atom bervibrasi.Jika diselesaikan dengan
mekanika kuantum maka energy vibrasi atom-atom dalam Kristal
terkuantisasi. Kuantisasi getaran atom tersebut disebut fonon. Energy
fonon dengan bilangan kuantum n adalah En=(n+ 12) ωℏ . Karena jumlah
fonon tidak konstan maka fungsi distribusi untuk fonon diperoleh dengan
mengambil α=0. Fungsi distribusi tersebut persis sama dengan fungsi
distribusi untuk foton.
Karena frekuensi fonon umumnya merupakan fungsi bilangan
gelombang, κ , maka secara umum energy toal yang dimiliki fonon dalam
Kristal dapat ditulis
U=∑ ωℏ (κ)exp [ ωℏ (κ )/kT ]−1
(1.33)
Jika fonon memiliki sejumlah polarisasi dan polarisasi kep
memiliki frekuensi ω p ( κ ) ,maka energy total fonon setelah
memperhitungkan polarisasi tersebut adalah
U=∑p∑
κ
ℏω p(κ )exp [ℏωp(κ)/kT ]−1
(1.34)
Penjumlahan terhadap κ dilakukan engan asumsi bahwa κ adalah
integer. Tetapi jika κ adalah variable kontinu maka penjumahan terhadap
κ dapat diganti dengan integral dengan melakukan transformasi berikut ini
∑κ
→∫ gp (κ )dκ (1.35)
Tetapi karena ω merupakan fungsi κ maka kita dapat mengubah
integral terhadap κ menjadi integral terhadap ω dengan melakukan
transformasi
20
∑κ
→∫ gp (κ )→∫ g p (ω) dω (1.36)
Akhirnya kita dapat menulis menulis ulang persamaan (1.34) menjadi
U=∑p∫ g p(ω) ωℏ
exp [ ωℏ / kB T ]−1dω (1.37)
Dari definisi energy dalam persamaan (1.37) maka kita dapat
menentukan kapasitas panas yang didefinisikan sebagai berikut
C v=dUdT
¿ ddT ∑
p∫ gp(ω) ωℏ
exp [ ωℏ /kB T ]−1dω
¿∑p∫ gp (ω ) d
dT { ωℏexp [ ωℏ /kT ]−1 } ωdωℏ (1.38)
Untuk menyederhanakan persamaan (1.38) mari kita lihat suku
diferensial dalam persamaan tersebut. Untuk mempermudah kita misalkan
y= ωℏ /kT . Dengan pemisalan tersebut maka
ddT
= ddy
dydT
=− ωℏk T2
ddy
ddT { ωℏ
exp [ ωℏ /kT ]−1 }= ddT { 1
e y−1 }=− ωℏk T 2
ddy { 1
e y−1 }− ωℏk T2 { 1
(e y−1 )2 }= ωℏk T2
e y
(e y−1 )2
¿ ωℏk T2
exp [ ωℏ /kT ](exp [ ωℏ /kT ]−1 )2
Dengan demikian, kapasitas kalor dapat ditulis
C v=∑p∫ gp (ω ){ ωℏ
k T2
exp [ ωℏ /kT ](exp [ ωℏ /kT ]−1 )2 } ωdωℏ
21
¿ ωℏk T2 ∑
p∫ g p (ω ) exp [ ωℏ /kT ]
(exp [ ωℏ /kT ]−1 )2ω2 dω1.39¿
2.2.1 Model Einstein
Untuk mencari kapasitas kalor Kristal, Einstein mengusulkan
model bahwa semua fonon berisolasi dengan frekuensi karakteristik yang
sama, ω0 , dengan asumsi ini maka dapat ditulis
gp (ω )=Nδ ( ω−ω0 ) (1.40)
Di mana δ ( ω−ω0 ) merupakanfungsi data dirac. Dengan model ini kita
dapatkan kapasitas kalor Kristal untuk satu macam polarisasi saja sebesar
C v=ℏ2
k T2∫ g (ω ) exp [ ωℏ /kT ](exp [ ωℏ /kT ]−1 )2
ω2 dω
¿ ℏ2
k T2∫Nδ (ω−ω0 ) exp [ ωℏ /kT ](exp [ ωℏ /kT ]−1 )2
ω2 dω
¿ Nℏ2
k T 2
exp [ ωℏ /kT ](exp [ ωℏ /kT ]−1 )2
ω02(1.41)
Untuk Kristal 3 dimensi, terdapat tiga arah polarisasi fonon yang
mungkin (arah sumbu x, y, dan z).dengan menganggap bahwa ke tiga
polarisasi tersebut memberikan sumbangan energy yang sama besar maka
kapasitas kalor total menjadi tiga kali dari yang tampak dalam persamaan
(1.41), yaitu menjadi
C v=3Nℏ2
k T 2
exp[ ωℏkT ]
(exp[ ωℏkT ]−1)
2 ω02 (1.42 )
Tinjau kasus-kasus khusus, yaitu ketika T→ 0 dan T→ .dalam
kondisi T→ 0 maka exp [ℏω0/kT ¿≫1 sehingga exp [
ℏω0/kT ¿−1 ≈ exp[ ℏω0
kT ] akibatnya
22
C v=3Nℏ2
k T 2
exp [ℏω0
kT ](exp[ ℏω0
kT ])2 ω0
2 3 Nℏ2 ω02
k T 2 e−ℏω0
kT (1.43)
Perhatikan suku pembilang danpenyebut pada persamaan
(1.43).jika T→ 0 maka suku penyebut T 2→ 0 dan suku pembilang
exp [− ωℏkT ]→ 0 sehingga kita dapat mengaproksimasi
exp [ℏω0
kT ]≈ 1+ℏω0
kT
Dengan aproksmasi ini maka persamaan (1.42) dapat ditulis menjadi
C v=3Nℏ2
k T 2
1+exp [ℏω0
kT ](1+[ℏω0
kT ]−1)2 ω0
2
≈3 Nℏ2
k T 2 (ℏω0
kT )2
ω02
¿3 Nk=3 (n N A ) k
¿3 n ( N A k )=3 nR (1.44)
Dengan N Abilangan Avogadro, n jumlah mold an R=N A k
konstanta gas umum. Hasil ini persis sama dengan teori klasik dari dulong-
petit bahwa kapasitas kalor persatuan mol semua padatan adalah konstan,
yaitu 3R.
Gambar 1.7 adalah perbandingan hasil pengamatan kapasitas kalor
intan (symbol) dan prediksi dengan model Einstein. Terdapat kesesuaian
yang baik antara prediksi model tersebut dengan pengamatan, khususnya
nilai kapasitas kalor yang menuju nol jika suhu menuju nol dan nilai
kapasitas kalor menuju konstanta dulong-petit pada suhu tinggi.
23
Gambar 1.7Kapasitas panas intan yang diperoleh dari pengamatan (simbol) dan prediksi menggunakan model kapasitas panas Einstein.
Model Einstein dapat menjelaskan dengan baik kebergantugan
kapasitas panas terhadap suhu. Sesuai dengan pengamatan experiment
bahwa pada suhu menuju nol kapasitas panas menuju nol dan pada suhu
tinggi kapasitas panas menuju nilai yang diramalkan Dulong-petit.Akan
tetapi, masih ada sedikit penyimpangan antara data eksperimen dengan
ramalan Einstein.Pada suhu yang menuju nol, hasil eksperimen
memperlihatkan bahwa kapasitas panas berubah sebagai fungsi kubik
9pangkat tiga) dari suhu, bukan seperti pada persamaan (1.42).oleh karena
itu perlu penyempurnaan pada model Einstein untuk mendapatkan hasil
yang persis sama dengan eksperimen.
2.2.2 Model Debeye
Salah satu masalah yang muncul dalam model Einstein adalah
asumsi bahwa semua fonon bervibrasi dengan frekuensi yang sama. Tidak
ada justifikasi untuk asumsi ini.Asumsi ini digunakan semata-mata karena
kemudahan mendapatkan solusi.Oleh karena itu hasil yang lebih tepat
diharapkan muncul jika dianggap frekuensi fonon tidak seragam.Asumsi
ini digunakan oleh Debeye untuk membangun teori kapasitas panas yang
24
lebih teliti. Namun, sebelum masuk ke teori Debeye kita akan terlebih
dahulu membahas kerapatan keadaan untuk kisi dalam usaha mencari
ekspresi yang tepat untuk g (ω ) .
Frekuensi getaran kisi dalam Kristal secara umum tidak konstan,
tetapi bergantung pada bilangan gelombang. Persamaan yang menyatakan
kebergantungan frekuensi dengan bilangan gelombang dinamakan
persamaan dispersi, ω=ω (κ). Dari persamaan dispersi tersebut dapat
diturunkan persamaan kerapatan keadaan sebagai berikut
g (ω )= V2 π2
κ2
dω /dκ(1.45)
Kebergantungan ω terhadap κ kadang sangat kompleks. Sebagai
contoh, untuk Kristal satu dimensi, kita peroleh persamaan dispersi ¿¿,
dengan m massa atom, C konstanta pegas getaran kisi, dan a jarak antar
atom dalam kisi (periodisitas). Namuun, jika κ sangat kecil, atau panjang
gelombang yang besat (κ=2 π / λ¿, jika dapatkan sebuah persamaan
aproksimasi
ω=vg κ (1.46)
Dengan vg disebut kecepatan grup. Dalam membangun model
kapasitas panas, Deybe mengambil asumsi sebagai berikut :
i. Frekuensi getaran kisi memenuhi persamaan dispersi ω=vg κ
ii. Ada sebuah frekuensi maksimum,ωm yang boleh dimiliki fonon dalam
kristal sehingga tidak ada fonon yang dimiliki frekuensi di atas ωm.
Dari persamaan dispersi (1.46) kita dapatkan bahwa untuk ω ≤ ωm,
k= ωvg
dan dωdk
=vgsehingga kerapatan keaadaan pada persamaan (1.45)
menjadi g (ω )= Vω2
2 πvg3 . Akhirnya jika gabung dengan asumsi kedua tentan
adanya frekuensi maksimum getaran fonon diperoleh ungkapan umum
untuk kerapatan keadaan sebagai berikut :
25
g (ω )={ V
2 πv g3 ω2 ,ω≤ ωm
0ω>ωm
(1.47)
Gambar 1.8Kurva kerapatan keadaan sebagai fungsi pada model Einstein dan Debeye
Perbedaan kurva kerapatan keadaan sebagai fungsi pada model
Einstein dan Deybe diperlihatkan pada gambar 1.8. Berapa nilai ωm pada
model Debye? Untuk menentukan ωm kita kembali pada defenisi bahwa
g (ω ) adalah jumlah keadaan per satuan frekuensi. Karena frekuensi
maksimum fonon adalah ωm maka integral g (ω ) dari frekuensi 0 sampai
ωm memberikan jumlah total keadaan yang dimiliki fonon, dan itu sama
dengan jumlah atom, N . Jadi,
∫0
ωm
g (ω)dω=N
∫0
ωm
V
2 πgg3
ω2
dω=N
26
V
2 πvg3∫
0
ωm
ω2dω=N
V2 πvg
3
ωm3
3=N
Yang memberikan ungkapan untuk frekuensi maksimum
ωm3 =
6πv g3 N
V(1.48 )
Untuk kemudahan mari kita didefenisikan suhu Debye, ΘD,
berdasarkan hubungan ini
K BΘD=ћωm(1. 49)
Dengan definisi di atas didapatkan
ΘD=ћvg
KB
3√ 6 π2 NV
(1.50)
Kita asumsikan bahwa kapasitar kalor kisi yang dihasilkan oleh
tiap polarisasi fonon sama besarnya. Karena terdapat tiga polarisasi
getaran yang mungkinan maka penjumlahan terhadap indeks p dalam
persamaan (1.39) mengahasilakan tiga kali nilai per polarisasi. Akibatnya,
tanda sumasi dapat diganti dengan tiga dan kita peroleh kapasitas panas
yang disumbangkan oleh semua polarisasi menjadi,
C v=3ћ2
kT 2∫0
∞
g ( ω) eћωkT
¿¿ ¿
¿ 3 ћ2
kT 2∫0
ωm
( V
2 π v g3 ) eћω /kT
(e¿¿ ћω/kT−1)2 ω2 dω+ ћ2
kT 2∫ωm
∞
(0 ) eћω/ kT
¿¿ ¿
¿ 3 ћ2 V
2 π v g3 kT2∫
0
ωm
eћω/ kT
(e¿¿ћω /kT−1)2ω4 dω (1.51)¿
27
Untuk menyelesaikan integral pada persamaan (1.51) kita misalkan
x= ωℏ /kT . Dengan permisalan tersebut maka
ω= kTℏ
x
dω= kTℏ
dx
Selanjutnya, syarat batas untuk x ditentukan sebagai berikut. Jika
ω=0 maka x=0 dan jika ω=ωm maka x=ℏωm
kT=
k ΘD
kT=ΘD /T . Dengan
demikian, bentuk integral untuk kapasitas panas menjadi
C v=3ℏ2 V
2π v g3 kT 2 ∫
0
ΘD /Tex
(ex−1 )2 ( kTℏ
x)4 kTℏ
dx
¿ 3ℏ2 V
2 π v g3 kT2 ∫
0
Θ D /Tex x4
(ex−1 )2dx (1.52)
Berdasarkan definisi ΘD pada persamaan (1.50) maka dapat ditulis
ΘD3=6 π2ℏ3 vg
3 /k3V atau V k 4T 3
2 π v g3ℏ3=3 Nk (T /ΘD )3. Subtitusikan hubungan
ini ke dalam persamaan (1.52) maka diperoleh ungkapan kapasitas kalor
dalam bentuk yang lebih sederhana sebagai berikut
C v=9 Nk ( TΘD
)3
∫0
Θ D /Tex x 4
( ex−1 )2dx(1.53)
Selanjutnya integral tidak bergantung lagi pada T dan hasil integral
adalah sebuah bilangan. Jika menggunakan program Mathematic, maka
diperoleh hasil integral pada persamaan (1.53) adalah
∫0
ex x4
(ex−1 )2dx=¿ π2
15(1.54)¿
Dengan demikian, untuk T→ 0 diperoleh
28
C v ≈9 π2 Nk
15 ( TΘD )
3
¿ A T 3(1.55)
Dengan
A ≈9 π2 Nk15 ΘD
3 (1.56)
Persamaan (1.56) sangat sesuai dengan hasil
eksperimen.Sebaliknya, untuk T → maka penyebut pada persamaan (1.52)
dapat diaproksmasi ex−1 ≈ x dan pada pembilang dapat diaproksimasi
ex ≈ 1 sehingga
C v=9 Nk ( TΘD
)3
∫0
Θ D /Tx4
(x )2dx
C v=9 Nk ( TΘD
)3
∫0
Θ D /T
x2dx=9 Nk ( TΘD
)3 1
3 (ΘD
T )3
¿3 Nk (1.53)
Yang juga persis sama dengan ramalan Dulong-Petit.
29
Gambar 1.9 Kapasitas kalor argon padat diukur pada suhu jauh di bawah
suhu Debeye. Garis adalah hasil perhitungan menggunakan
teori Debeye (kittel, hal 125)
Gambar diatas adalah hasil pengukuran kapasitas panas argon
padat (titik-titik) beserta kurva yang diperoleh menggunakan model
Deybe. Tampakbahwa ramalan Deybe tentang kebergantungan kapasitas
kalor pada pangkat tiga suhu sangat sesuai dengan hasil pengamatan. Teori
Deybe dan Einstein hanya berbeda pada suhu rendah. Pada suhu agak
tinggi, kedua teori tersebut memprediksi hasil yang sangat mirip dan pada
suhu yang sangat tinggi ke dua teori memberikan prediksi yang sama
persis sama dengan hukum Dulong-Petit.
2.3 Kondensasi Bose-Einstein
Gambar 1.10Salah satu hasil pengukuran yang membuktikan fenomena
kondensasi Bose-Einstein.
Kita kembali melihat bentuk fungsi distribusi Bose-Einstein.
Jumlah sistem yang menempati keadaan dengan energi En pada suhu T
adalah
30
N ( En , T )= 1
expEn−μ
kT−1
Tampak jelas dari ungkapan di atas bahwa pada suhu yang sangat
rendah sistem-sistem akan terkonsentrasi di keadaan-keadaan dengan
energi sangat rendah. Jika T→ 0 maka jumlah sistem yang menempati
tingkat energi paling rendah, tingkat energi kedua, ketiga, dan seterusnya
makin dominan. Jumlah sistem yang menempati keadaan-keadaan dengan
nilai energi tinggi makin dapat diabaikan. Hampir semua sistem akan
berada pada tingkat energi terendah jika suhu didinginkan hingga dalam
orde 10−14 K . Gambar diatas memperlihatkan evolusi populasi boson pada
tingkat energi terendah (bagian tengah kurva). Pada suhu T<<Tc hampir
semua boson berada pada tingkat energi paling rendah.
Namun, ada fenomena yang menarik di sini. Ternyata untuk boson,
keadaan dengan energi terendah dapat ditempati oleh sistem dalam jumlah
yang sangat besar pada suhu yang jauh lebih tinggi dari 10−14 K . Dengan
kata lain, boson tidak perlu menunggu suhu serendah 10−14 K untuk
mendapatkan sistemdalam jumlah yang sangat besar pada tingkat energi
terendah. Pada beberapa material, seperti helium, jumlah sistem yang
sangat besar pada tingkat energi terendah dapat diamati pada suhu setinggi
3K. Jadi terjadi semacam kondensasi boson pada suhu yang jauh lebih
tinggi dari prediksi klasik. Fenomena ini dikenal dengan kondensai Bose-
Einstein.
2.3.1 Kebergantungan Potensial Kimia Pada Suhu
Mari kita tengok kembali fungsi distribusi Bose-Einstein. Untuk
mudahnya kita gunakan skala energi sehingga tingkat terendah memiliki
energi E0=0. Populasi keadaan dengan tingkat energi sembarang
diberikan oleh persamaan (1.53). Jumlah populasi yang menempati tingkat
energi terendah (E0=0¿ adalah
31
N (0 , T )= 1
exp (−μkT )−1
(1.54)
Pada suhu T→ 0 hampir semua sistem menempati keadaan dengan
energi terendah. Dengan demikian, jumlah populasi pada tingkat ini
memiliki orde kira-kira sama dengan jumlah total sistem, atau
N ≈ limT → 0
N (0 ,T )=limT →0
1
exp (−μkT
¿)−1(1.55)¿
Karena nilai N sangat besar (dalam orde 1023 ¿ maka ketika T→ 0
penyebut pada 1/[exp (−μkT
¿)−1¿ harus menuju nol. Jika tidak maka 1/[
exp (−μkT
¿)−1¿ tidak akan menghasilkan nilai N yang snagat besar. Nilai [
exp (−μkT
¿)−1¿ akan menuju nol hanya jika exp (−μkT
¿)¿ menuju satu. Dari
sifat fungsi eksponensial bahwa exp [x ] mendekati 1 jika x→ 0. Jadi
disimpulan bahwa pada T→ 0 akan berlaku μ
kT→ 0 maka dapat dilakukan
aproksimasi
exp (−μkT )≈ 1−¿ μ
kT(1.56)¿
Jadi dapat diaproksimasikan sebagai berikut ini
N ≈ limT → 0
1
exp(−μkT
¿)−1=1
(1− μkT )−1
=−kT
μ
¿
Atauμ=−kT
N(1.57)
32
Hubungan pada persamaan (1.57) menyatakan bahwa pada suhu T
menuju 0 maka μ berharga negatif dan merupakan fungsi linear dari suhu.
Sebagai ilustrasi, pada T=1 K dan N= 1022 maka μ=−1,4 ×10−38erg. Ini
adalah nilai yang sangat kecil. Bahkan nilai ini jauh lebih kecil daipada
jarak antar dua tingkat energi terdekat dalam assembli atom helium di
alam kubus dengan sisi 1 cm. Kebergantungan μpada suhu itulah yang
menyebabkan peristiwa kondensasi Bose-Einstein.
Agar lebih memahami fenomena kondensasi Bose-Einstein,
perhatikan sistem-sistem yang berada dalam kubus dengan sisi L. Tingkat-
tingkat energi yang dimiliki assembli memenuhi
E (nx ny nz )= ℏ2
2 M( π / L )2 (nx
2+ny2 +nz
2 )(1.58)
Tingkat energi terendah bersesuaian dengan nx=n y=nz=1, yaitu
E (111 )= ℏ2
2 M ( πL )
2
(1+1+1 )
Salah satu tingkat energi berikutnya bersesuaian dengan
nx=n y=1 dan nz=2 yaitu,
E (112)= ℏ2
2 M ( πL )
2
(1+1+4 )
Selisih tingkat energi terendah dan tingkat energi berikutnya adalah
∆ E=E (111 )−E (112 )=3×ℏ2
2M ( πL )
2
Jika assembli tersebut adalah atom helium (M=6,6 × 10−24 g)
dalam kubus dengan sisi 1 cm makan ∆ E≅ 2,48× 10−30 erg.
Apabila kita prediksi populasi sistem pada tingkat energi eksitasi
pertama dan tingkat energi terendah dengan menggunakan statistik
Maxwell-Boltzman adalah
33
N1
N 0
=exp (−∆ EkT
)
Pada suhu T = 1 mK makaN1
N 0
=exp(−2,48 ×10−30ergk ×10−3 K )≅ 1
Hasil diatas berarti bahwa pada suhu 1 mk, tingkat energi terendah
dan eksitansi pertama memiliki populasi yang hampir sama. Namun,
dengan statistik Bose-Einstein didapatkan hasil yang sangat berbeda.
Dnegan asumsi N= 1020 dan suhu T= 1 mK maka kita peroleh
μ=−kTN
=−k ×10−3
1022 =−1,4 ×10−41erg
Jumlah populasi yang menempati tingkat energi eksitasi pertama
(tepat di atas tingkat energi paling rendah) adalah
N ( E1 ,T )= 1
expE1−μ
kT−1
Karena E0=0 maka E1=∆ E. Lebih lanjut, mengingat |μ|≪∆ E
maka E1−μ≈ E1=∆ E. Dengan demikian
N ( E1 ,T )= 1
exp∆ EkT
−1
1
exp( 2,48×1030
k ×10−3 )−1
=5× 1010
Dengan demikian, fraksi sistem pada tingkat energi eksitasi
pertama adalah
N (E1)N
=5×1010
1022 =5 ×10−12
34
Tampak bahwa fraksi sistem pada tingkat energi eksitasi pertama
amat kecil. Ini berarti bahwa sebagian besar sistem berada pada tingkat
energi terendah.
2.3.2 Suhu Kondensasi Einstein
Kerapatan keadaan kuantum untuk sistem dengan spin nol dapat
ditulis dengan
D ( E )= V4 π 2 ( 2 M
ℏ2 )3/2
E1 /2(1.59)
Pada suhu T menuju 0 sebagian sistem menempati tingkat energi
terendah dengan jumlah yang sangat signifikan. Jumlah total sistem dalam
assembli dapat ditulis
N=∑ N ( En )=¿ N 0 (T )+∑n ≠0
N (En)¿
¿ No (T )+∫0
D ( E ) f (E ,T ) dE=¿N o (T )+N e (T ) (1.60 ) ¿
Dengan No (T ) adalah jumlah sistem pada tingkat energi terendah
dan N e (T )=∫D ( E ) f ( E ,T ) dE dan jumlah total sistem yang menempati
tingkat-tingkat energi lainnya.
Dengan mengambil skala energi E0=0 maka jumlah sistem pada
tingkat energi terendah dapat ditulis
N0 (T )= 1
exp(−μkT )−1
Jumlah sistem yang menempati semua tingkat energi lainnya
adalah
N e (T )= V4π 2 ( 2 M
ℏ2 )3/2
∫0
E1 /2
expE−μkT
−1dE
35
V4 π2 (2 M
ℏ2 )3 /2
∫0
E1/2
exp (−μkT
)expE
kT−1
dE(1.61)
Misalkan E/kT=x. Dengan demikian
√ E=√kT √ x ,exp( EkT )=¿exp ( x ) ,dan dE=( kT ) dx .¿
Selanjutnya integralnya dapat ditulis
∫0
E1 /2
expE−μkT
−1dE= 3√kT∫
0
√ xexp ( x )−1
dx=1,03 π2 kT 3/2
Akhirnya didapatkan
N e (T )= V4π 2 ( 2 M
ℏ2 )3/2
×1,03 π2 kT 3/2
¿2,612 nQ V (1.62)
Dengan nQ=¿ dinamakan konsentrasi kuantum.
Kita definisikan suku kondensasi Bose-Einstein, T E , sebagai suhu
ketika jumlah sistem pada keadaan terkesitasi persis sama dengan jumlah
total sistem. Jadi pada T= T E , terpenuhi N e T E,=N . Dengan menggunakan
persamaan (1.62) didapatkan bahwa pada suhu kondensasi Bose-Einstein
terpenuhi
N= V4 π 2 ( 2 M
ℏ2 )3/2
× 1,03 π2 kT 3/2
Yang memberikan
T E=2ℏ2 πMk ( N
2,612 V )2 /3
(1.63)
36
Gambar 1.11Fraksi superfluida (sistem yang menempati keadaan dasar) dan fluida normal (sistem yang menempati keadaan eksitasi) dalam assembli boson sebagai fungsi suhu ketika suhu berada di bawah suhu kondensasi Bose-Einstein.
Pada sembarang suhu yang mendekati nol derajat, fraksi jumlah
sistem pada keadaan tereksitasi adalah
N e(T )N
=( TT E
)3/2
(1.64)
Berarti pula bahwa fraksi jumlah sistem pada keadaan paling
rendah adalah
N 0(T )N
=1−N e (T )
N=1−( T
T E )32 (1.65)
Gambar 1.11 adalah fraksi boson yang mempunyai keadaan energi
terendah N0 dan boson yang menempati keadaan terkesitasi N e sebagai
fungsi suhu. Boson yang terkodensasi membentuk fase yang dinamakan
superfluida dan boson yang menempati keadaan tereksitasi dinamakan
fluida normal. Superfluida hanya dijumpai ketika suhu T lebih rendah dari
T E.
37
38
CONTOH SOAL DAN PENYELESAIAN
1. Perlihatkan menggunakan definisi entropi bahwa ¿1
kT !
Penyelesaian :
Entropi, secara mikroskopik didefinisikan sebagai
S=k ln Ω
Variasi kecil, menggunakan variasi
δS=kδ ln Ω=¿k∑s=1
ln( gs+ns
ns)δ ns ¿
Karena itu, derivative terhadap energi dalam hubungan
∑s=1
M
δ ns {ln (ns+gs )−ln ns+α +β εs }=0
Memberikan
∂ S∂ u
=k∑s=1
M
ln( gs+ns
ns) ∂ ns
∂ u
¿k∑s=1
M
( α+β εs )∂ ns
∂ u
¿kα∑s=1
M ∂ ns
∂u+kβ∑
s=1
M
εs
∂ns
∂u
Dengan menggunakan batasan n1+n2+…+ns+…=N dan
n1 ε1+n2ε 2+…+ns ε s+…=E
Maka
∑s=1
M ∂ ns
∂ u=∂ N
∂u=0
Dan
39
∑s=1
M
εs
∂ ns
∂ u= ∂
∂u (∑s=1
M
ns ε s)=∂u∂u
=1
Sedangkan
dU=TdS−pdV
Yang berarti pada volume tetap
∂ S∂ u
= 1T
Dengan demikian
∂ S∂ u
= 1T
=kα∑s=1
M ∂ ns
∂u+kβ∑
s=1
M
εs
∂ ns
∂u
1T
=0+kβ
Atau
β= 1kT
40