22
1 BAB 1 PENDAHULUAN Otitis media adalah satu dari penyakit inflamasi yang diamati paling sering terjadi pada anak usia dini. Sembilan puluh persen anak setidaknya sekali dan 74% tiga atau empat kali terkena otitis media selama dekade awal hidupnya (Rezes, S.G., 2011). Otitis media serosa juga dikenal dengan nama otitis media non supuratif, otitis media musinosa, otitis media efusi, otitis media sekretoria, otitis media mucoid (glue ear). Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh (Soetjipto dkk, 2007). Ada dua jenis proses inflamasi di dalam rongga telinga tengah dengan membran timpani yang intak, yakni tipe akut (yakni otitis media akut serosa dan otitis media akut supuratif) dan tipe kronik (otitis media kronik kataral serosa). Baik tipe akut maupun kronis dari otitis media ini memiliki ciri khas yaitu adanya akumulasi cairan di dalam celah telinga tengah,

Tugas Referat otitis media serosa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

otitis media serosa

Citation preview

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Otitis media adalah satu dari penyakit inflamasi yang diamati paling sering terjadi pada anak usia dini. Sembilan puluh persen anak setidaknya sekali dan 74% tiga atau empat kali terkena otitis media selama dekade awal hidupnya (Rezes, S.G., 2011).

Otitis media serosa juga dikenal dengan nama otitis media non supuratif, otitis media musinosa, otitis media efusi, otitis media sekretoria, otitis media mucoid (glue ear). Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh (Soetjipto dkk, 2007). Ada dua jenis proses inflamasi di dalam rongga telinga tengah dengan membran timpani yang intak, yakni tipe akut (yakni otitis media akut serosa dan otitis media akut supuratif) dan tipe kronik (otitis media kronik kataral serosa). Baik tipe akut maupun kronis dari otitis media ini memiliki ciri khas yaitu adanya akumulasi cairan di dalam celah telinga tengah, namun dibedakan oleh ada tidaknya tanda inflamasi akut seperti demam, nyeri, hiperemi dan membran timpani yang menonjol. Terdapat hubungan yang kuat antara OMA dan OME. Hal ini diakui secara luas, dimana kedua penyakit ini lebih seperti dua tahap dari perjalanan sebuah penyakit daripada dua penyakit yang berbeda, dimana OME adalah hasil dari inflamasi akut sebelumnya yang tidak mengalami resolusi sempurna. Empat puluh persen anak setelah 30 hari menderita OMA dan 10% setelah 3 bulan mnederita OMA masih terdapat efusi telinga tengah yang persisten (Rezes, S.G., 2011).

Patogenesis otitis media dengan efusi masih kontroversial. Penyebab seperti disfungsi Tuba Eustachius, pneumatisasi mastoid, kelainan kraniofasial, infeksi, immunodefisiensi, dan agen alergi dibahas secara luas. Berbagai faktor risiko yang terlibat seperti jenis kelamin, ras, kelahiran prematur, merokok pasif, alergi, asma, ukuran keluarga, pemberian susu botol, status sosial ekonomi, bibir sumbing, hipertrofi adenoid, telah dipelajari dan masih kontroversial. (Tikaram A, et al, 2012)Komplikasi dan gejala sisa dari OME adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting. Para pasien akan memiliki gangguan perkembangan bicara dan bahasa, prestasi sekolah yang buruk, timpanosklerosis dan masalah psikososial. (Tikaram A, et al, 2012).Oleh karena itu penting bagi seorang dokter muda sebagai calon dokter umum yang nanti akan menjadi lini pertama pelayanan kesehatan di Indonesia untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian, epidemiologi,etiologi dan faktor resiko, patofisiologi, tanda dan gejala dan tentunya dapat membedakan dengan otitis media akut karena tanda dan gejalanya yang hampir sama, namun sangat berbeda dalam penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis, sehingga diharapkan setelah menempuh profesi dokter, dapat menegakkan diagnosis dengan tepat, memberikan penanganan awal, informasi dan edukasi yang tepat kepada pasien.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi dan Fisiologi Telinga Tengah

Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang terbagi atas kavum timpani dan air cell mastoid. Telinga tengah terdiri dari membran timpani dan 3 tulang kecil yaitu maleus, inkus dan stapes. Di dalam telinga tengah juga terdapat dua otot kecil yaitu m. tensor timpani yang melekat pada manubrium maleus dan m. stapedius yang melekat pada stapes. M. tensor timpani dipersarafi oleh n. trigeminus sedangkan m. stapedius dipersarafi oleh n. fasialis. Korda timpani adalah cabang n. fasialis yang berjalan menyeberangi rongga telinga tengah. Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan faring (Moller, 2006).

Membran timpani berbentuk agak oval dan merupakan selaput tipis pada ujung liang telinga. Gendang telinga berbentuk kerucut dan agak cekung bila dilihat dari liang telinga. Bagian utama dari gendang telinga disebut pars tensa dan bagian kecilnya disebut pars flasida yang lebih tipis dan terletak di atas manubrium maleus. Gendang telinga ditutupi oleh selapis sel epidermis yang berlanjut dari kulit liang telinga. Tuba Eustachius terdiri dari bagian tulang atau protimpanum yang berlokasi dekat rongga telinga tengah dan bagian tulang rawan yang membentuk celah tertutup saat berakhir di nasofaring (Moller, 2006).

Tuba Eustachius terdiri dari bagian tulang (protympanum) yang terletak dekat dengan rongga telinga tengah, dan bagian tulang rawan yang membentuk celah tertutup di mana bagian ini akan berakhir di nasofaring. (Moller, 2006)

Gambar 2.1 Potongan bagian dari telinga tengah manusia untuk menunjukkan Tuba Eustachius. (Moller, 2006)

Gambar 2.2 Orientasi Tuba Eustachius pada Orang Dewasa; Memperlihatkan Tensor Veli Palatini (Moller, 2006)

Fungsi optimal telinga tengah dapat dipertahankan dengan cara menjaga besar tekanan udara di rongga telinga tengah tidak berbeda jauh dengan tekanan lingkungan luar. Hal ini dilakukan dengan membuka Tuba Eustachius. Pada orang dewasa, Tuba Eustachius memiliki panjang 3,5-3,9 cm dan bentuknya mengikuti arah inferior (ekor) - medial - anterior (ventral) di kepala, dan miring ke bawah (caudal) sekitar 45 derajat terhadap bidang horizontal. Tuba Eustachius pada anak-anak lebih pendek dengan arah hampir horizontal. Tulang rawan bagian dari Tuba Eustachius membentuk katup yang menutup telinga tengah dari fluktuasi tekanan di faring seperti yang terjadi selama bernafas dan mengurangi transmisi suara seseorang ke rongga telinga tengah. Mukosa dalam Tuba Eustachius (yang benar-benar bukan sebuah Tuba kecuali untuk bagian tulang) kaya akan sel-sel yang memproduksi lendir dan memiliki silia yang mendorong lendir dari telinga tengah ke nasofaring. Celah berbentuk tulang rawan bagian dari Tuba Eustachius memungkinkan pengangkutan bahan dari rongga telinga tengah ke nasofaring tetapi tidak sebaliknya. Cara yang paling umum untuk membuka Tuba Eustachius adalah dengan kontraksi otot tensor palatini veli. Otot tensor palatini veli ini terletak di faring dan dipersarafi oleh bagian motorik dari saraf kranial kelima. Kontraksi otot ini secara alami terjadi ketika menelan dan menguap, dan beberapa individu telah belajar untuk mengkontraksikan otot tensor palatini veli mereka secara sadar. Tuba Eustachius juga dapat dibuka oleh tekanan udara positif di rongga telinga tengah tetapi tidak tekanan negatif (Moller, 2006).Rongga telinga tengah terdiri dari tympanum (rongga utama) yang terletak di antara membran timpani dan dinding telinga bagian dalam (Promontorium tersebut), bagian yang lebih kecil (epitympanum) yang terletak di atas tympanum, dan sistem sel-sel udara mastoid. Kepala maleus terletak di epitympanum tersebut. Bagian tengah telinga rongga dan Tuba Eustachius ditutupi dengan mukosa. (Moller, 2006)2.2Otitis Media Serosa

Otitis media dengan efusi (OME) adalah kondisi umum anak usia dini di mana akumulasi cairan dalam ruang telinga tengah menyebabkan gangguan pendengaran (NICE, 2008). Otitis media dengan efusi (OME) didefinisikan sebagai efusi telinga tengah (MEE) dengan tidak adanya tanda-tanda akut infeksi. Pada anak-anak, OME-juga disebut sebagai "glue-ear"-sebagian besar sering muncul setelah otitis media akut (AOM). Pada orang dewasa, sering berhubungan dengan disfungsi Tuba Eustachius. (Zakrzewski L., et al, 2013).

2.2.1Epidemiologi Otitis Media Serosa

Beberapa peneliti percaya bahwa hampir semua anak mengalami satu episode OME sampai usianya 3 tahun, tetapi prevalensi OME bervariasi antara usia dan waktu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada musim dingin daripada musim panas. OME lebih sering terjadi pada anak-anak Kaukasia dibandingkan pada anak-anak Afrika Amerika atau Asia. Sebuah studi prospektif anak-anak prasekolah usia 2- 6 tahun mengungkapkan bahwa MEE (Middle Ear Effusion) terjadi setidaknya sekali pada 53% anak-anak di tahun pertama mereka dan 61% anak-anak di tahun kedua. Studi kedua yang diikuti anak usia 7 tahun diperiksa tiap bulan selama satu tahun dan menemukan kejadian 31% MEE. (Zakrzewski L., et al, 2013).Pada penelitian lain didapatkan prevalensi OME pada anak usia antara 1-3 tahun adalah 10-30%, dan insiden kumulatif OME terdapat pada usia 4 tahun yakni sebesar 80%. Tidak ada perbedaan jenis kelamin (Rezes, S.G., 2011).

Pada sebuah penelitian di negara Malaysia, didapatkan prevalensi OME pada anak-anak Malaysia berusia antara tiga bulan sampai dua belas tahun adalah 18,3%. Anak-anak yang menderita episode sering AOM memiliki peningkatan risiko berkembang ke arah OME nantinya (Tikaram A, et al, 2012).2.2.2Etiologi dan Faktor Resiko Otitis Media Serosa

Faktor yang paling penting berperan dalam berkembang dan menetapnya OME adalah disfungsi dari Tuba Eustachius, hipertrofi dari jaringan adenoid, celah di langit-langit mulut, virus patogen pada jalan nafas atas, dan alergi (Rezes, S.G., 2011). Disfungsi Tuba Eustachius dianggap sebagai faktor etiologi utama yang mengakibatkan perkembangan penyakit telinga tengah (Kim H.Y., 2014).Virus patogen yang paling sering ditemukan dalam MEE pada OME anak-anak adalah rinovirus, virus sinisial respiratory dan Human Coronavirus. (Rezes, S.G., 2011). Otitis media dengan efusi (OME) adalah umum di antara anak-anak dengan bibir sumbing dengan atau tanpa celah bibir ( 90%). Pada pasien carsinoma nasofaring post radiasi, otitis media efusi (OME) adalah komplikasi paling banyak pada (Chin-Lung K., 2012). Hipertrofi adenoid mungkin ikut berperan dalam proses terjadinya otitis media dengan efusi (OME) karena kedekatan lokasi secara anatomical (Farhad J.K, Khayat L.S.D., 2011).2.2.3Patofisiologi Otitis Media SerosaAda dua bentuk utama timbulnya OME: 1) MEE yang menetap setelah infeksi akut dan 2) OME sekretorik.Yang pertama, MEE menetap setelah infeksi akut disebabkan oleh kurang efektifnya pembersihan dari telinga tengah. Pada kasus normal, pembersihan cairan efusi disalurkan secara terus menerus dari rongga telinga tengah melalui Tuba Eustachius ke nasofaring oleh silia eptelium di sekitar orifis Tubal. Penyebab dari hambatan pembersihan adalah a) disfungsi silia, b) edema mukosa dan hiperplasia, c) viskositas cairan efusi yang tinggi dan d) penurunan tekanan telinga tengah. Kedua, adanya akumulasi cairan merupakan hasil stimulasi antigen berkepanjangan pada mukosa telinga tengah yang terpapar infeksi trans-Tuba oleh patogen atau bakteri aktif metabolik. (Rezes, S.G., 2011).Obstruksi Tuba Eustachius dapat menyebabkan beberapa gejala, seperti telinga terasa penuh dan nyeri, suara berdenging, masalah pendengaran, dan sedikit pusing. Pusing atau vertigo dari obstruksi Tuba Eustachius terjadi karena tekanan telinga tengah yang negatif menimbulkan penarikan membran timpani, dan hal ini membuat stapes mendorong foramen ovale. Adanya perbaikan keluhan tinitus setelah dilakukan kateterisasi Tuba Eustachius menunjukkan bahwa tinitus tersebut berasal dari hipersensitivitas inti koklea yang diikuti penurunan rangsangan saraf aferen yang disebabkan adanya celah antara udara dan tulang. Obstruksi mekanik dari Tuba Eustachius dapat berupa intrinsik atau ekstrinsik. Obstruksi mekanik intrinsik biasanya disebabkan oleh radang selaput membran mukosa dari Tuba Eustachius atau alergi yang menyebabkan edema dari mukosa Tuba. Obstruksi mekanik ekstrinsik disebabkan oleh adanya massa yang menimbulkan obstruksi seperti hipertrofi jaringan adenoid atau tumor nasofaring. (Kim H.Y., 2014).2.2.4Tanda dan Gejala Klinis Otitis Media Serosa

OME seringkali asimptomatis. Jika pasien memiliki tanda-tanda klinis dari penyakit akut, seperti demam dan membran timpani eritematosa, penting untuk mencari penyebab lainnya. OME dapat muncul dengan gangguan pendengaran atau rasa penuh di telinga. Pasien bayi tidak bisa mengungkapkan gangguan pendengaran, namun orang tua dapat mendeteksi ketidaknyamanan pada anaknya ketika mengamati dan berinteraksi dengan anak. Orang tua juga biasanya mengeluhkan gangguan tidur pada anaknya. Vertigo dapat terjadi pada OME, meskipun jarang. (Zakrzewski L., et al, 2013).2.2.5Penegakkan Diagnosis Otitis Media SerosaPemeriksaan seorang anak yang diduga OME mencakup: 1) anamnesis klinis, dengan fokus pada keluhan kemampuan mendengarkan yang buruk, pidato tidak jelas atau keterlambatan perkembangan bahasa, kurangnya perhatian dan masalah perilaku, fungsi pendengaran yang fluktuatif, infeksi telinga berulang atau ISPA, masalah keseimbangan tubuh dan kemajuan tingkat pendidikan. 2) pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan otoskopi dan status perkembangan umum, dan 3) tes pendengaran (NICE, 2008). Pasien mungkin tidak mempunyai keluhan berarti, namun pada pemeriksaan otoskopi bisa didapatkan adanya cairan di belakang timpani normal atau retraksi membran timpani; cairan sering jernih atau kekuningan (Zakrzewski L., et al, 2013).Timpanometri dan reflektometri akustik juga bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis, terutama jika pada pemeriksaan otoskopi tidak tampak jelas ada tidaknya cairan dalam kavum timpani (Zakrzewski L., et al, 2013)2.2.6Penatalaksanaan Otitis Media SerosaAda beberapa pilihan manajemen penatalaksanaan, mulai dari observasi, medikoterapi, dan / atau pembedahan. Tujuan dari manajemen untuk menghilangkan efusi, mengembalikan fungsi pendengaran (jika penyebabnya adalah efusi) dan mencegah kekambuhan atau gejala sisa (Zakrzewski L., et al, 2013).Tanpa memandang status pendengaran, anak-anak dengan OME berulang atau menetap yang berisiko mengalami masalah pidato, bahasa, atau masalah belajar (termasuk orang-orang dengan autisme, keterlambatan perkembangan, Sindrom Down, atau gangguan kraniofasial seperti sumbing) harus segera dirujuk ke dokter spesialis (Zakrzewski L., et al, 2013).Intervensi non-bedah: Pada kebanyakan pasien, OME sembuh tanpa intervensi medis karena terbukti dari hasil studi meta-analisis bahwa pemberian antibiotik, antihistamin, steroid dan denkongestan, secara statistik tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis yang signifikan (Zakrzewski L., et al, 2013). Alat bantu dengar hanya untuk anak dengan OME bilateral persisten dan kehilangan pendengarannya, sebagai alternatif untuk intervensi bedah di mana operasi merupakan kontraindikasi atau tidak bisa dilaksanakan (NICE, 2008).Beberapa indikasi merujuk ke ahli bedah untuk dilakukan evaluasi tuba dengan timpanometri, diantaranya adalah kerusakan struktural pada membran timpani atau telinga tengah, OME durasi 4 bulan dengan gangguan pendengaran (40 dB) atau gejala efusi lain yang menetap, OME bilateral selama 3 bulan atau OME unilateral 6 bulan (Zakrzewski L., et al, 2013).

Gambar 2.3. Insersi Tuba dengan TimpanostomiIntervensi pembedahan: dianjurkan untuk melakukan insersi ventilasi pada tuba. Pasien yang sudah dilakukan tindakan ini, harus diobservasi dan pendengaran mereka harus dinilai kembali. Adenoidektomy tidak dianjurkan jika tidak ada gejala ISPA yang sering atau menetap (NICE, 2008). Manajemen pada anak dengan sindrom Down dan bibir sumbing yang diduga menderita OME harus dilakukan oleh tim multidisiplin. Alat bantu dengar diberikan untuk anak dengan gangguan pendengaran menetap akibat OME (NICE, 2008). Tonsilektomi tidak menunjukkan hasil yang memuaskan sehingga tidak disarankan (Zakrzewski L., et al, 2013).Untuk pasien carsinoma nasofaring post radiasi dengan OME, bisa digunakan terapi dengan metode LMIS. Metode Ini merupakan terapi yang nyaman dengan minimal invasif, tidak memerlukan anestesi umum, dan memungkinkan untuk dilakukan berulang-ulang (Chin-Lung K., 2012).

Gambar 2.4. Algoritma Manajemen Otitis media dengan Efusi pada anak-anak

(Zakrzewski L., et al, 2013).2.2.7Komplikasi Otitis Media SerosaBeberapa komplikasi dari OME diantaranya adalah 1) Kehilangan pendengaran sementara, potensi gangguan perkembangan bahasa atau masalah perilaku (Heather L.B, 2013); 2) Cedera anatomi kronis membran timpani menyebabkan kebutuhan untuk operasi rekonstruksi (Heather L.B, 2013); 3) Komplikasi telinga tengah, seperti membran timpani atelektasis, gangguan pendengaran konduktif permanen, kolesteatoma, dll (BCMA, 2010).OMAOME

Etiologi dan Faktor Resiko

Gejala Klinis

Pemeriksaan Otoskopi

Penatalaksanaan1. bakteri ( S. pneumoniae, H. influenzae, M. catarrhalis, Streptococcus grup A, S. Aureus2. Virus

3. Alergi

1. Sakit telinga (otalgia)

2. Demam

3. Mudah marah4. Penurunan pendengaran.

5. Penurunan nafsu makan

6. Didahului ISPA (batuk, pilek)

Membran Timpani:

1. air fluid level2. buram (putih, kuning, atau kemerahan)

3. menggembung

4. cairan purulen

(BCMA, 2004; AMA, 2008; Heather L.B, 2013).

a. Analgesik (acetaminofen, ibuprofen)

b. Antibiotik

1. Penisilin / As. Klavulanat (first line)2. -lactam (ex. (Azitromycin)3. cefalosporin (ex. Ceftriaxone)c. Decongestan/anti histamin ( dianjurkan jika alergi salah satu faktor resiko pada pasien.

(Heather L.B, 2013).1. Disfungsi Tuba Eustachius

2. Hipertrofi adenoid

3. Bibir sumbing

4. Virus

5. Alergi1. Tanda inflamasi akut (ex. Otalgia) (-)

2. Telinga tidak nyaman, terasa penuh

3. Penurunan pendengaran

4. Vertigo5. Gangguan tidur Membran Timpani:

1. normal/retraksi

2. tampak cairan (serous, lendir)

(BCMA, 2004; Heather L.B, 2013; Zakrzewski L., et al, 2013).a. Observasi

b. Pasien dengan sindrom Down, bibir sumbing, hipertrofi adenoid, CA nasofaring, Gangguan pendengaran persisten ( rujuk

c. antibiotik, Antihistamin, Dekongestan, Steroid, homeopati, Osteopati kranial, akupunktur, tidak direkomendasikan

(BCMA, 2004; BCMA, 2010).

Tabel 2.1 Perbedaan OMA dan OMEBAB 3

KESIMPULAN

Otitis media dengan efusi (OME) adalah kondisi umum anak usia dini di mana akumulasi cairan dalam ruang telinga tengah menyebabkan gangguan pendengaran (NICE, 2008). Otitis media dengan efusi (OME) didefinisikan sebagai efusi telinga tengah (MEE) dengan tidak adanya tanda-tanda akut infeksi (Zakrzewski L., et al, 2013).Faktor yang paling penting berperan dalam berkembang dan menetapnya OME adalah disfungsi dari Tuba Eustachius, hipertrofi dari jaringan adenoid, celah di langit-langit mulut, virus patogen pada jalan nafas atas, dan alergi (Rezes, S.G., 2011). Disfungsi Tuba Eustachius dianggap sebagai faktor etiologi utama yang mengakibatkan perkembangan penyakit telinga tengah (Kim H.Y., 2014).Anak-anak dengan OME hadir dengan tidak ada bukti peradangan akut meskipun mobilitas cairan atau dikurangi terlihat pada pneumatik otoscopy.1 Telinga tidak akut menyakitkan, tetapi anak mungkin memiliki telinga ketidaknyamanan dan / atau gangguan pendengaran (BCMA, 2004).Ada beberapa pilihan manajemen untuk memilih dari, termasuk menunggu waspada, obat, dan / atau pembedahan. Tujuan dari manajemen untuk menyelesaikan efusi, mengembalikan pendengaran normal (jika berkurang sekunder untuk efusi), dan mencegah episode masa depan atau gejala sisa (Zakrzewski L., et al, 2013).DAFTAR PUSTAKAAlberta Medical Association (AMA). 2008. Guideline for the Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. Alberta Clinical Practice Guideline.British Columbia Medical Association (BCMA). 2004. Otitis Media with Effusion (OME). Guidelines & Protocols Advisory Committee.British Columbia Medical Association (BCMA). 2010. Otitis Media: Acute Otitis Media (AOM) & Otitis Media with Effusion (OME). Guidelines & Protocols Advisory Committee.

Chin-Lung Kuo, Mao-Che Wang, Chia-Huei Chu, et al. 2012. New Therapeutic Strategy For Treating Otitis Media With Effusion In Postirradiated Nasopharyngeal Carcinoma Patients. Journal of the Chinese Medical Association. 75 (2012) 329e334Farhad J.K, Khayat L.S.D. 2011. Incidence Of Otitis Media With Effusion In Children With Adenoid Hypertrophy. Zanco Journal Medical Science. Vol. 15, No. (2).Heather L. Burrows, R. Alexander Blackwood, James M. Cooke., et al. 2013. Otitis Media, Guideline For Clinical Care Ambulatory. Faculty Group Practice University Of Michigan Health System.Kim, H.Y. 2014. Diagnosis & Treatment of Mechanical Obstruction of Eustachius Tube. Journal of Otolaryngology-ENT Research, Vol 1(1): 00001.Moller, A.R. 2006. Hearing. In: Anatomy, Physiology and Disorders of the Auditory System. 2nd ed. Elsevier 1:p 6-10.National Institute for Health and Care Excellence (NICE). 2008. Surgical Management Of Otitis Media With Effusion In Children. NICE Clinical Guideline 60. Manchester.

Rezes, S.G. 2011. Examination of The Etiopatomechanism of The Otitis Media with Effusion in Children. Thesis for the degree of doctor of philosophy (Ph.D). Doctoral school of clinical medicine, University of Debrecen.Soetjipto, & Mangunkusumo. (2007). Kelainan Telinga Tengah, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Tikaram A, Chew YK, Zulkiflee AB, Chong AW, et al. 2012. Prevalence and Risk Factors Associated With Otitis Media with Effusion in Children Visiting Tertiary Care Centre in Malaysia. The International Medical Journal Malaysia, Vol 11 No 1. Zakrzewski Leanne, Lee, D.T., Permanente Kaiser, et al. 2013. An Algorithmic Approach To Otitis Media With Effusion. The Journal Of Family Practice. Vol 62 No 12.