59
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis media sebenarnya radang telinga tengah. Nama keren ini berasal dari kata oto yang artinya telinga, itis berarti radang, dan media yang menunjukkan bagian tengah. Jadi, otitis media itu peradangan sebagian atau seluruh telinga tengah. Telinga dibagi atas tiga bagian, yakni telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga luar meliputi daun telinga sampai membran timpani atau gendang telinga, yang menjadi pembatas antara dunia luar dengan rongga telinga tengah. Rongga telinga ini juga menjadi muara tuba eustachius, saluran yang menghubungkan daerah nasofaring di rongga mulut dengan rongga telinga. Tuba eustachius memiliki peranan cukup penting. Selain sebagai ventilasi agar tekanan di rongga telinga sama dengan tekanan udara luar, saluran ini juga merupakan penghalang masuknya kuman dari nasofaring ke telinga tengah. Secara normal tuba dalam keadaan tertutup. Kalau telinga tengah perlu oksigen, ketika mengunyah, menelan, atau menguap, saluran ini baru terbuka. Di telinga tengah juga terdapat tiga tulang pendengaran yang saling bersambungan dan menghubungkan gendang telinga dan rumah siput (koklea) di telinga dalam. Rumah siput merupakan tujuan akhir getaran suara sebelum 1

ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SISTEM SENSORI PERSEPSI

Citation preview

Page 1: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis media sebenarnya radang telinga tengah. Nama keren ini berasal dari

kata oto yang artinya telinga, itis berarti radang, dan media yang menunjukkan

bagian tengah. Jadi, otitis media itu peradangan sebagian atau seluruh telinga

tengah.

Telinga dibagi atas tiga bagian, yakni telinga luar, tengah, dan dalam.

Telinga luar meliputi daun telinga sampai membran timpani atau gendang

telinga, yang menjadi pembatas antara dunia luar dengan rongga telinga tengah.

Rongga telinga ini juga menjadi muara tuba eustachius, saluran yang

menghubungkan daerah nasofaring di rongga mulut dengan rongga telinga.

Tuba eustachius memiliki peranan cukup penting. Selain sebagai ventilasi agar

tekanan di rongga telinga sama dengan tekanan udara luar, saluran ini juga

merupakan penghalang masuknya kuman dari nasofaring ke telinga tengah.

Secara normal tuba dalam keadaan tertutup. Kalau telinga tengah perlu oksigen,

ketika mengunyah, menelan, atau menguap, saluran ini baru terbuka. Di telinga

tengah juga terdapat tiga tulang pendengaran yang saling bersambungan dan

menghubungkan gendang telinga dan rumah siput (koklea) di telinga dalam.

Rumah siput merupakan tujuan akhir getaran suara sebelum diteruskan melalui

saraf pendengaran dan keseimbangan ke otak.

Telinga tengah biasanya steril. Di dalam tuba eustachius ada mekanisme

pertahanan untuk mencegah masuknya mikroba dari rongga mulut ke rongga

telinga. Namun, dalam kondisi tertentu, ketika pertahanan terganggu, infeksi di

telinga tengah bisa terjadi. Kuman masuk ke telinga tengah seolah tanpa

perlawanan. Kuman inilah yang menimbulkan otitis media.

Maka dari uraian di atas, penulis mencoba mengangkat masalah tentang

Otitis media akut, serosa dan kronik.

1

Page 2: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Otitis

media akut, kronik, dan serosa.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui konsep dasar teoritis otitis media akut, kronik dan

serosa.

2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien

dengan otitis media akut, kronik dan serosa yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi.

2

Page 3: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. ANATOMI TELINGA TENGAH

Telinga tengah terdiri dari :

1. Membran timpani.

2. Kavum timpani.

3. Prosesus mastoideus.

4. Tuba eustachius

2.1.1. Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang

telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm

dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm .

Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring

yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran

sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak

dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari

umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt)13.

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :

1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

3. Stratum fibrosum ( lapisan propria) yang letaknya antara stratum kutaneum

dan mukosum.

Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis yaitu:

1. Bagian dalam sirkuler.

2. Bagian luar radier .

Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :

1. Pars tensa

Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang

tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus

pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan

lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

3

Page 4: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).

2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).

Membran timpani terletak dalam salura n yang dibentuk oleh tulang dinamakan

sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian

ini disebut insisura timpanika ( Rivini)13.

Permukaan luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n. Aurikulo temporalis

dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani

cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana timpani berasal dari

permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang

dalam cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah

didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh

stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior13.

2.1.2. Kavum Timpani

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya

bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm,

sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu:

bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, d inding

posterior.

1. Atap kavum timpani.

Dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen timpani

memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak.

Bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh

skuama dan garis sutura petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang

tipis atau ada kalanya tidak ada tulang sama sekali ( dehisensi). Pada anak-anak,

penulangan dari sutura petroskuamosa belum terbentuk pada daerah tegmen timpani,

sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari kavum timpani ke

meningen dari fosa kranial media. Pada orang dewasa bahkan vena-vena dari telinga

tengah menembus sutura ini dan berakhir pada sinus petroskuamosa dan sinus

petrosal superior dimana hal ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi dari telinga

tengah secara langsung ke sinus-sinus venosus kranial.

2. Lantai kavum timpani

Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus

jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah

merembet ke bulbus vena jugularis.

4

Page 5: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

3. Dinding medial.

Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga

merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum

menonjol kearah kavum timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh

karena didalamnya terdapat koklea. Didalam promontorium terdapat beberapa

saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang membentuk pleksus timpanikus.

Dibelakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale

(oval windows), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani

dengan vestibulum, dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh

ligamentum anularis. Foramen ovale berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Diatas fenestra

vestibuli, sebagai tempat jalannya nervus fasialis. Kanalis ini didalam kavum timpani

tipis sekali atau tidak ada tulang sama sekali ( dehisensi).

Fenestra koklea atau foramen rotundum ( round windows), ditutupi oleh suatu

membran yang tipis yaitu membran timpani sekunder, terletak dibelakang bawah.

Foramen rotundum ini berukuran 1,5 mm x 1,3 mm pada bagian anterior dan posterior

1,6 mm.

Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama lain pada

batas posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam yaitu sinus timpanikus.

Suatu ruang secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang

didapat disebelah lateral kanalis fasial dan prosesus piramidal. Dibatasi sebelah lateral

oleh anulus timpanikus posterosuperior, sebelah superior

oleh prosesus brevis inkus yang melekat kefosa inkudis. Lebar resesus fasialis 4,01

mm dan tidak bertambah semenjak lahir. Resesus fasialis penting karena sebagai

pembatas antara kavum timpani dengan kavum mastoid sehingga bila aditus antrum

tertutup karena suatu sebab maka resesus fasialis bisa dibuka untuk menghubungkan

kavum timpani dengan kavum mastoid.

4. Dinding posterior

Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang

menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum.

Dibawah aditus terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang merupakan

suatu tempat prosesus brevis dari inkus dan melekat pada serat-serat ligamen.

Dibawah fosa inkudis dan dimedial dari korda timpani adalah piramid, tempat

terdapatnya tendon muskulus stapedius, tendon yang berjalan keatas dan masuk

kedalam stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus adalah resesus fasialis.

5

Page 6: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus

sigmoid.

Disebelah dalam dari piramid dan nervus fasialis merupakan perluasan kearah

posterior dari mesotimpani adalah sinus timpani. Perluasan sel-sel udara kearah

dinding posterior dapat meluas seperti yang dilaporkan Anson dan Donaldson

(1981), bahwa apabila diukur dari ujung piramid, sinus dapat meluas sepanjang 9 mm

kearah tulang mastoid. Dinding medial dari sinus timpani kemudian berlanjut ke

bagian posterior dari dinding medial kavum timpani dimana berhubungan dengan dua

fenestra dan promontorium.

5. Dinding anterior

Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding

medial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih besar

dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis

pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior.

Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa

serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang

timpani dari arteri karotis interna1.

Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius. Tuba

ini berhubungan dengan nasofaring dan mempunyai dua fungsi. Pertama

menyeimbangkan tekanan membran timpani pada sisi sebelah dalam, kedua sebagai

drainase sekresi dari telinga tengah, termasuk sel-sel udara mastoid. Diatas tuba

terdapat sebeuah saluran yang berisi otot tensor timpani. Dibawah tuba, dinding

anterior biasanya tipis dimana ini merupakan dinding posterior dari saluran karotis.

6. Dinding lateral

Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian tulang

berada diatas dan bawah membran timpani.

Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

a. Epitimpanum.

Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior kavum timpani,

disebut juga atik karena terletak diatas membran timpani. sebagian besar atik diisi

oleh maleus inkus. Dibagian superior epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan

tipis os posterior. Dinding medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh

penonjolan kanalis semisirkularis lateral. Pada bagian anterior terdapat ampula kanalis

superior, dan lebih anterior ada ganglion genikulatum, yang merupakan tanda ujung

6

Page 7: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah dari maleus oleh suatu ruang yang

sempit, disini dapat dijumpai muara sel-sel udara yang membuat pneumatisasi

pangkal tulang pipi (zygoma). Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang

berlanjut kearah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah atas.

Diposterior, atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum mastoid, yaitu aditus ad

antrum.

b. Mesotimpanum

Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial dibatasi oleh kapsul

otik, yang terletaknya lebih rendah dari pada nervus fasialis pars timpani. Dinding

anterior mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius pada bagian superior

dan membentuk bagian tulang dinding saluran karotis asendens pada bagian inferior.

Dinding ini biasanya mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian

bagian tulang lemah.

c. Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus

Terletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan bulbos jugulare.

Kavum timpani terdiri dari :

1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).

2. Dua otot.

3. Saraf korda timpani.

4. Saraf pleksus timpanikus.

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :

1. Malleus ( hammer / martil).

2. Inkus ( anvil/landasan)

3. Stapes ( stirrup / pelana)

Malleus

Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran

dan terletak paling lateral, lehe r, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan

(manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada

epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars

flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membran timpani, bertindak

sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari

maleus dan membran Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh

7

Page 8: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum

lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.

Inkus

Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus

longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100

derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus

panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.

Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus

longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus

longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis.

Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.

Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap

gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara

ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis.

Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus.

Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui

sendi inkudostapedius.

Stapes

Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya

hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior

dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan

perantara ligamentum anulare.

Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior

dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan krura

anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.

Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior yang

melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung

posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada menestra

vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum

anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm

Otot-otot pada kavum timpani.

Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius

8

Page 9: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

( muskulus stapedius)

Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba

eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak

diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut

semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung

timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat

tendon tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi

pada bagian atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf

kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam

sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem

penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah.

Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya

didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut.

Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada

apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial

ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada

perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius me narik stapes ke posterior

mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku,

memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang

pendengaran

Saraf Korda timpani

Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari kanalikulus

posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani

memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan berjalan

keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah

leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah

medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura

petrotimpani.

Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang

berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion

submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah

bagian anterior.

Pleksus timpanikus

Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan

9

Page 10: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis

interna. Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada :

1. Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg melapisi kavum timpani, tuba

eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid.

1. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor.

2. Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut

parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu

saluran yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian menerima serabut

saraf parasimpatik dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion

genikulatum. Secara sempurna saraf berjalan melalui tulang temporal, dilateral

sampai nervus petrosus superfisial mayor, diatas dasar fosa kranial media,

diluar durameter. Kemudian berjalan melalui foramen ovale dengan nervus

mandibula dan arteri meningeal assesori sampai ganglion otik. Kadang-kadang

saraf ini tidak berjalan pada foramen ovale tetapi melalui foramen yang kecil

sampai foramen spinosum.

Serabut post ganglion dari ganglion otik menyuplai serabut-serabut sekremotor pada

kelenjar parotis melalui nervus aurikulotemporalis.

Saraf fasial

Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus

akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua

komponen yang berbeda, yaitu :

1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial

kedua(faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m.

Digastrik dan m. stapedius.

2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor

parasimpatetis preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali

parotis.

Saraf kranial VII mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori meatus

diatas vestibula labirin tulang. Kemudian membelok kearah posterior dalam tulang

diatas feromen ovale terus ke dinding posterior kavum timpani. Belokan kedua terjadi

dinding posterior mengarah ke tulang petrosa melewati kanal fasial keluar dari dasar

tengkorak melewati foramen stilomastoidea. Pada belokan pertama di dinding medial

dari kavum timpani terdapat ganglion genikulatum, yang mengandung sel unipolar

palsu. Sel ini adalah bagian dari jaringan perasa dari 2/3 lidah dan palatum. Saraf

10

Page 11: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

petrosa superfisial yang besar bercabang dari saraf kranial VII pada ganglion

genikulatum, masuk ke dinding anterior kavum timpani, terus ke fosa kranial tengah.

Saraf ini mengandung jaringan perasa dari palatum dan jaringan sekremotor dari

glandula atap rongga mulut, kavum nasi dan orbita. Bagian lain dari saraf kranial VII

membentuk percabangan motor ke otot stapedius dan korda timpani. Korda timpani

keluar ke fosa intra temporal melalui handle malleus, bergerak secara vertikal ke

inkus dan terus ke fisura petrotimpanik. Korda timpani mengandung jaringan perasa

dari 2/3 anterior lidah dan jaringan sekretorimotor dari ganglion submandibula. Sel

jaringan perasanya terdapat di ganglion genikulatum.

2.1.3. Prosesus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.

Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral

fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada

dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari

epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut

sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis

semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat

kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan

kedua struktur ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis

1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke

kanalis semisirkularis 1,25 mm.

Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulangtemporal.

Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara

mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada

saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang

sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding

medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke

dalam dan inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii

posterior. Atapnya membentuk bagian dati lantai fosa kranii media dan memisahkan

antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior terutama dibentuk oleh

tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa

tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada

saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa

11

Page 12: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewen’s) pada permukaan luar

tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan

sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini

bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki

aditus pada bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan

menuju ke foramen stilomastoid.

Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi

didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga

udara didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid

adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang

temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara berhubungan dengan

udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang

kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang berpneumatisasi

terbatas pada daerah sekitar antrum. Prosesus mastoid berkembang setelah lahir

sebagai tuberositas kecil yang berpneumatisasi secara sinkron dengan pertumbuhan

antrum mastoid. Pada tahun pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari tulang-tulang

seperti spon sehingga mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2 dan 5

tahun pada saat terjad i pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran tulang-tulang

spon dan pneumatik.

Pneumatisasi sempurna terjadi antara usia 6 – 12 tahun. Luasnyapneumatisasi

tergantung faktor herediter konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur

muda. Bila ada sifat biologis mukosa tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau

kurang. Ini juga terjadi bila ada radang pada telinga yang tidak menyembuh. Maka

nanti dapat dilihat pneumatisasi yang terhenti (pneumatisationshemung arrested

pneumatisation) atau pneumatisasi yang tidak ada sama sekali (teori dari Wittmack).

Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :

1. Proesesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.

2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.

3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.

Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum

sel-selnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada

radang pada sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang

pada mastoid (mastoiditis)13.

12

Page 13: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :

1. Terminal

2. Perisinus

3. Sudut petrosal

4. Sub dural

5. Zigomatik

6. Facial

7. Periantral

8. Perilabirinter

2.1.4. Tuba Eustachius

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya

seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani

dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke

bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan

adalah 17,5 mm13.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan

bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini

berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian

keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau

timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut

ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu

tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa

muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi

dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar

dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga

tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan

kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba

terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia

dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan

limfosit yang dinamakan tonsil tuba.

13

Page 14: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :

1. M. tensor veli palatini

2. M. elevator veli palatini

3. M. tensor timpani

4. M. salpingofaringeus

Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan

tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari

kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke

kavum timpani.

2.2. FISIOLOGI PENDENGARAN

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan

mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini

diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.

Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga

menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran

Reissener yang mendorong endolimfe dan membran basal kearah bawah, perilimfe

dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame rotundum) terdorong ke

arah luar13.

Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong membran

basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala

timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan

berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi

diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang

diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke

pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus

temporalis.

2.3. Konsep dasar teori

2.3.1. Pengertian

Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Buku Ajar

Ilmu penyakit THT, 1998:hal.50). atau dalam sebutan sehari-hari disebut

“congek”.

14

Page 15: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik,

yaitu:

1) Otitis media akut merupakan infeksi akut telinga tengah (Keperawatan

Medikal-Bedah Volume 3, 2002:hal.2050).

Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam

telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi (Buku Ajar Ilmu penyakit

THT, 1998)

2) Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi

jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang

otitis media akut. (Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3,

2002:hal.2052).

Otitis media kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan

perforasi membrane timpani dan secret yang keluat terus menerus atau

hilang timbul. (Buku Ajar Ilmu penyakit THT, 1998)

3) Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa

bukti adanya infeksi aktif, dalam telinga tengah. (Keperawatan Medikal-

Bedah Volume 3, 2002:hal.2051).

Nama lain: otitis media nonsupuratif, otitis media musinosa, otitis media

efusi, otitis media sekretoria. Otitis media serosa adalah keadaan

terdapatnya secret yang nonpurulen di telinga tengah, sedangkan

membrane timpani utuh. (Buku Ajar Ilmu penyakit THT, 1998

2.3.2. Etiologi

1) Otitis media akut

Penyebab utama : bakteri Streptococcus pnemoniae, Hemophylus

influenza, dan Moraxella catarrhalis. Paling sering terjadi bila terjadi

ISPA, Inflamasi jaringan sekitarnya, dan reaksi alergi.

Factor resiko: bayi dan anak-anak karena tuba eustachii pada anak-anak

relative luas, lurus dan pendek sehingga radang hidung dan tenggorokan

lebih lekas mencapai telinga tengah

Factor lain: Perforasi membrane timpani bisa akibat trauma akibat ledakan,

pukulan, dan kesalahan dalam penggunaan pengorek kuping sampai

15

Page 16: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

menyebabkan luka dan pecahnya membrane timpani (gendang telinga),

sehingga bakteri mudah masuk ke dalam telinga tengah.

2) Otitis media kronik

Disebabkan karena infeksi berulang otitis media akut

3) Otitis media serosa, disebabkan karena:

Pasien dengan disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang

diakibatkan oleh ISPA dan alergi

Pasien setelah menjalani radioterapi dan barotraumas (e.g: penyelam)

2.3.3. Patofisiologi

1) Otitis media akut

Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah

bakteri Streptococcus pnemoniae, Hemophylus influenza, dan Moraxella

catarrhalis. Paling sering terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi

yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), inflamasi

jaringan sekitarnya (eg: sinusitis, hipertropi adenoid), atau reaksi alergi

(eg: rhinitis alergika). Bakteri tersebut menyebar ke telinga tengah yang

normalnya steril melewati tuba eustachii sehingga menyebabkan obstruksi

tuba eustachii dan terjadi disfungsi tuba eustachii. Kita ketahui bahwa tuba

eustachii merupakan penghubung daerah nasofaring di rongga mulut

dengan rongga telinga yang fungsinya adalah :

Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan

menyesuaikan dengan tekanan udara di luar.

Sebagai sawar kuman yang mungkin akan masuk ke dalam

telinga tengah.

Karena fungsi tuba eustachius terganggu , pencegahan invasi kuman

ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga bakteri menyebar ke

dalam telinga tengah dan terjadi infeksi, respon inflamasi yang ditandai

dengan pembengkakan dan kemerahan di sekitar tuba eustachii

menyebabkan tuba eustachii semakin tersumbat, lalu sel-sel darah beraksi

melawan bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai

hasilnya terbentuklah eksudat purulen (nanah) dalam telinga tengah.

Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan

lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang

16

Page 17: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

membrane timpani (gendang telinga). Jika lendir dan nanah bertambah

banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-

tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di

telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Dan juga bisa menyebabkan

perforasi pada membrane timpani (gendang telinga) akibat tekanan yang

berlebihan.

Penyakit ini sering ditemukan pada bayi dan anak-anak, karena tuba

eustachii pada anak-anak relative luas, lurus dan pendek, sehingga radang

hidung dan tenggorokan lebih lekas mencapai telinga tengah dan

menyebar ke tuba eustachii sehingga menyebabkan otitis media akut.

Bakteri juga mudah masuk ke telinga tengah bila ada perforasi

membrane timpani (terbentuknya lubang yang abnormal pada membrane

timpani). Perforasi membrane timpani bisa diakibatkan trauma akibat

ledakan, pukulan, dan kesalahan dalam penggunaan pengorek kuping

sampai menyebabkan luka dan pecahnya membrane timpani (gendang

telinga).

2) Otitis media kronik

Otitis media kronik disebabkan karena episode berulang otitis media

akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.

Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan

membran timpani tetapi juga hampir selalu melibatkan mastoid. Infeksi

kronik telinga tengah dapat menjalar ke tulang mastoid melalui auditus ad

antrum sehingga terjadi mastoiditis. Dan juga dapat mengakibatkan

pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam

(epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke telinga tengah.

Kulit dari membran timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan

berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat

ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma

ddapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus fasialis,

kehilangan pendengaran sensorineural/ gangguan keseimbangan dan abses

otak. Selain itu akibat dari kolesteatoma yang tumbuh terus menerus,

semakin membesar dapat menekan jaringan tulang sekitar sehingga

menyebabkan destruksi osikulus (tulang-tulang telinga).

17

Page 18: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

3) Otitis media serosa

Otitis media serosa (efusi telinga tengah) juga disebabkan karena

disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi

saluran pernapasan atas (ISPA), inflamasi jaringan sekitarnya (eg:

sinusitis, hipertropi adenoid), atau reaksi alergi (eg: rhinitis alergika).

Akibat dari obstruksi tuba eustachii ini maka menimbulkan tekanan

negative dalam telinga tengah dan mengeluarkan cairan tanpa bukti adanya

infeksi aktif dalam telinga tengah.

Efusi telinga tengah juga sering terlihat pada pasien setelah

menjalani radioterapi dan barotrauma (eg: penyelam). Barotraumas terjadi

bila terjadi perubahan tekanan mendadak dalam telinga tengah akibat

perubahan tekanan barometric seperti pada penyelam. Perbedaan tekanan

yang berlebihan ini menyebabkan otot yang normal aktivitasnya tidak

mampu membuka tuba sehingga cairan terperangkap di dalam telinga

tengah menyebabkan kehilangan pendengaran.

2.3.4. WOC

18

Bakteri (streptococcus pneumonia, hemophylus

influenza, moraxella catarrhalis)

Factor resiko(bayi & anak-anak)

trauma akibat ledakan, pukulan, dan kesalahan dalam penggunaan

pengorek kuping

Pasien setelah radioterapi dan barotraumas

(eg:penyelam)

Page 19: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

2.3.5. Manifestasi klinis

1) Otitis media akut

19

Bakteri menyebar ke dalam telinga tengah

Tekanan negative telinga tengah

Obstruksi tuba eustachii

Menyebar ke telinga tengah melewati tuba eustachii

ISPA, Inflamasi jaringan sekitar, reaksi alergi

Iritasi/ lukaTuba eustachii >luas,

lurus & pendek

Pencegahan invasi kuman ked lm telinga terganggu

Disfungsi tuba eustachii

OTITIS MEDIA AKUT

inflamasi

infeksi

Perubahan tekanan mendadak

Otalgia (nyeri telinga)

OTITIS MEDIA SEROSA

Mengeluarkan cairan

≠ infeksi aktif

Perforasi membran timpani

Cairan terperangkap dlm telinga tengah

Kehilangan pendengaran konduktif

Tuba gagal utk membuka

MK: Gangguan komunikasi

Terjadi perubahan tekanan barometrik

Terbentuk eksudat purulen (nanah) dlm telinga tengah

Kerusakan pd telinga tengah

Merangsang hipotalamus

MK: Intoleransi aktivitas

MK: Nyeri

Suhu tubuh Demam MK: Hipertermia

Sel darah putih melawan bakteri dg mengorbankan diri mereka sendiri

Episode berulang OTITIS MEDIA KRONIK

Rasa penuh dlm telinga

mastoiditisProduksi Eksudat purulen semakin

Menjalar ke tulang mastoid melalui

auditus ad antrum

tekanan dlm telinga tengah

Membran timpani & tulang” kecil penghubung membran timpani dg telinga dalam tdk dapat bergerak

bebas

Kehilangan pendengaran konduktif

MK: Gangguan komunikasi

Perforasi membran timpani

MK: Nyeri

Menekan jaringan tulang sekitar

Kantong melekat ke struktur telinga tengah & mastoid

Kulit dr membran timpani lateral membentuk kantong luar berisi

kulit yg telah rusak

Kehilangan pendengaran sensorineural

Paralisis nervus fasialis

Tumbuh terus-menerus

Kolesteatoma

MK: Gangguan komunikasi

Destruksi osikulus (tulang” telinga)

Menetap (OMK)

MK: Gangguan sensori-persepsi

pendengaran

MK: Gangguan sensori-persepsi

pendengaran

Otalgia (nyeri telinga)

MK: Resti penyebaran infeksi

Page 20: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa

sangat ringan dan sementara atau sangat berat.

Otalgia (nyeri telinga)

Keluarnya cairan dari telinga

Demam

Kehilangan pendengaran

Tinitus (bising telinga)

Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus sering

tampak normal dan tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan.

Membrane timpani tampak merah dan sering menggelembung

2) Otitis media kronik

Kehilangan pendengaran

Terdapat otorea (cairan dalam telinga) intermitten dan persisten yang

berbau busuk

Biasanya tidak ada nyeri, kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana

daerah post-aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan

edema.

Kolesteatoma biasanya tidak menyebabkan nyeri

Evaluasi otoskopik membrane timpani menunjukkan adanya perforasi

Kolesteatoma dapat terlihat sebagai massa putih di belakang membrane

timpani atau keluar kanalis eksternus melalui lubang perforasi.

3) Otitis media serosa

Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran

Rasa penuh dalam telinga atau perasaan bendungan, bahkan suara letup

atau berderik yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka

Pada pemeriksaan otoskopi, membrane timpani tampak kusam dan

dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.

Kehilangan pendengaran konduktif

2.3.6. Pemeriksaan penunjang

20

Page 21: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

1) Pemeriksaan dengan atoskop (alat untuk memeriksa liang-liang gendang

telinga dengan jelas).

2) Melihat ada tidaknya gendang telinga yang menggembung, perubahan

warna gendang telinga menjadi kemerahan / agak kuning dan suram, serta

cairan di liang telinga.

3) Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat

gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai

respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

Tujuan : untuk melihat berkurangnya atau tidak ada sama sekali gerakan

gendang telinga.

Timpanogram è untuk mengukur kesesuaian dan kekuatan membran

timpani.

Kultur dan uji sensitifitas dilakukan timpano sintesis (aspirasi jarum dari

telinga tengah melalui membran timpani).

2.3.7. Komplikasi

Komplikasi yang serius adalah :

Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis).

Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).

Tuli

Peradangan pada selaput otak (meningitis).

Abses otak.

2.3.8. Penatalaksanaan

Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektivitas terapi

(mis: dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi), virulensi

bakteri, dan status fisik pasien. Dengan terapi antibiotika spectrum luas yang

tepat dan awal, otitis media dapat hilang tanpa gejala sisa yang serius. Bila

terjadi pengeluaran cairan, biasanya perlu diresepkan preparat, otik

antibiotika. Kondisi bisa berkembang menjadi subakut (mis: berlangsung 3

minggu sampai 3 bulan), dengan pengeluaran cairan purulen menetap dari

telinga. Jarang sekali terjadi kehilangan pendengaran permanen. Komplikasi

sekunder mengenai mastoid dan komplikasi intracranial serius, seperti

meningitis atau abses otak, dapat terjadi meskipun jarang. Insisi pada

21

Page 22: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

membrane timpani dikenal sebagai miringotomi atau timpanotomi.

Membrane timpani dianastesi menggunakan anestesi local seperti fenol atau

menggunakan iontoforesis. Pada iontoforesis suatu arus elektris mengalir

melalui larutan lidokain-epinefrin untuk membuat liang telinga dan membrane

timpani kebas. Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri dan berlangsung tidak

sampai lima belas menit. Di bawah mikroskop kemudian dibuat insisi melalui

membrane timpani untuk mengurangi tekanan dan mengalirkan cairan serosa

atau purulen dari telinga tengah. Normalnya, prosedur ini tidak diperlukan

untuk otitis media akut; namun, perlu dilakukan bila nyeri menetap.

Miringotomi juga memungkinkan identifikasi organism infeksi dan

menentukan sensitivitasnya terhadap agens antibiotika. Insisi akan

menyembuh dalam 24 atau 72 jam. Bila episode otitis media akut terjadi

berulang dan tidak ada kontraindikasi, dapat dipasang tabung ventilasi atau

penyeimbang tekanan (PE, Pressure equalizing). Tabung ventilasi secara

temporer mengambil alih tugas tuba eustachii dalam menyeimbangkan

tekanan dan dipertahankan selama 6 sampai 18 bulan. Tabung ventilasi lama

kelamaan akan diekstrusi oleh migrasi kulit normal membrane timpani, dan

lubang dapat menyembuh pada hampir setiap kasus. Tabung ventilasi lebih

sering digunakan untuk menangani episode otitis media akut berulang pada

anak daripada dewasa.

Otitis media serosa tidak perlu ditangani secara medis kecuali terjadi

infeksi (otitis media akut). Bila kehilangan pendengaran yang berhubungan

dengan efusi telinga tengah menimbulkan masalah bagi pasien, maka bisa

dilakukan miringotomi dan dipasang tabung untuk menjaga telinga tengah

tetap terventilasi. Kortikosteroid, dosis rendah, kadang dapat mengurangi

edema tuba eustachii pada kasus barotrauma.

Pada otitis media kronik, penanganan local meliputi pembersihan hati-

hati telinga menggunakan mikroskop dan alat pengisap. Pemberian tetes

antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila ada cairan

purulen. Antibiotika sistemik biasanya tidak diresepkan kecuali pada kasus

infeksi akut. Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan

penanganan obat tidak efektif. Yang paling sering adalah timpanoplasti-

rekonstruksi bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan timpanoplasti

adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi

22

Page 23: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran.

Dalam sejarah ada 5 tipe timpanoplasti. Prosedur bedah yang paling

sederhana, tipe I (Miringoplasti), dirancang untuk menutup lubang perforasi

pada membrane timpani. Prosedur lain, tipe II sampai V, meliputi perbaikan

yang lebih intensif struktur telinga tengah. Struktur dan derajat keterlibatannya

bisa berbeda, namun bagian semua prosedur timpanoplasti meliputi

pengembalian kontinuitas mekanisme konduksi suara. Timpanoplasti

dilakukan melalui kanalis auditorius eksternus, baik secara transkanal atau

melalui insisi postaurikuler. Isi telinga tengah diinspeksi secara teliti, dan

hubungan antara osikulus dievaluasi. Terputusnya rantai osikulus adalah yang

paling sering pada otitis media, namun masalah rekonstruksi juga akan muncul

dengan adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi osikuler akibat cedera

kepala. Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi setelah penutupan

lubang perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya

dilakukan pada pasien rawat jalan dengan anesthesia umum. Selanjutnya

mastoidektomi, tujuan pembedahan mastoid adalah untuk mengangkat

kolesteatoma, mencapai struktur yang sakit, dan menciptakan telinga yang

aman, kering dan sehat. Bila mungkin, osikulus direkonstruksi selama

prosedur pembedahan awal. Namun, kadang beratnya penyakit mengharuskan

hal ini dilakukan sebagai bagian operasi kedua yang terencana. Mastoidektomi

biasanya dilakukan melalui insisi post-aurikuler, dan infeksi dihilangkan

dengan mengambil secara sempurna sel udara mastoid. Nervus fasialis

berjalan melalui telinga tengah dan mastoid dan dapat mengalami bahaya

selama pembedahan mastoid, meskipun jarang mengalami cidera. Begitu

pasien bangun dari pembiusan, harus diperhatikan setiap tanda paresis fasialis

yang harus segera dilaporkan ke dokter. Bila terjadi kelemahan fasial, balutan

mastoid harus dilonggarkan dan pasien dikembalikan ke meja operasi, luka

dibuka, dan nervus fasialis didekompresi untuk melonggarkan kanalis tulang

yang mengelilingi nervus fasialis. Mastoidektomi kedua mungkin diperlukan 6

bulan setelah yang pertama untuk mengecek kekambuhan kolesteatoma.

Mekanisme pendengaran dapat direkonstruksi pada saat ini bila kolesteatoma

telah dieradikasi sempurna. Angka keberhasilan untuk mengkoreksi

kehilangan pendengaran konduktif ini sekitar 50% sampai 60%.

23

Page 24: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

2.4. Konsep dasar Askep

2.4.1. Pengkajian teoritis

1. Identitas klien

(nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tanggal dan jam masuk RS, no register dan diagnosis medis).

2. Keluhan utama

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan Otalgia (nyeri telinga),

Keluarnya cairan dari telinga, Demam, Kehilangan pendengaran, Tinitus

(bising telinga), Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus

sering tampak normal dan tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan,

Membrane timpani tampak merah dan sering menggelembung.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien mengeluh nyeri (otalgia), gangguan pendengaran disertai

keluarnya cairan dari dalam telinga (otore).

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pernah mempunyai riwayat ISPA yang berulang

Pernah mempunyai riwayat alergi

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang

mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6. Data Dasar pengkajian

Kaji adanya perilaku nyeri

Kaji adanya peningkatan suhu

Kaji status nutrisi dan keadekuatan asupan cairan berkalori

Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher

Kaji kemungkinan tuli.

7. Pemeriksaan fisik telinga

Perawat menginspeksi dan memalpasi struktur telinga luar, inspeksi

telinga tengah dengan otoskop dan menguji telinga dalam dengan

mengukur ketajaman pendengaran.

Pemeriksaan harus dimulai dengan inspeksi dan palpasi aurikula dan

jaringan sekitarnya. Liang telinga juga harus diperiksa, mula – mula

tanda speculum sebelum memeriksa membrane timpani. Liang telinga

24

Page 25: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

tidak berjalan lurus untuk meluruskannya pada pemeriksaan, pegang

aurikula dan tarik sedikit ke belakang dan keatas pada orang dewasa,

dan ke arah bawah pada bayi.

Speculum telinga yang dipegang dengan tangan digunakan bersama

dengan suatu kaca kepala dan sumber cahaya. Berdinding tipis dan

berbentuk corong, permukaannya besifat tidak memantulkan serta

tersedia dalam berbagai ukuran. Karena lubang telinga kecil maka

speculum perlu digerakan ke dalam liang telinga untuk dapat melihat

seluruh membrane timpani. Otoskop bertenaga bateraidapat

memperbesar pandangan terhadap membrane timpani.Otoskopi

pneumatic dengan mudah menditeksi adanya perforasi membrane

timpani atau cairan dalam telinga tengah.

Uji Webber, memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya

lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan

pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa, letakan pada

dahi atau gigi pasien. Tanyakan apakah terdengar suara di tengah

kepala, di telinga kanan, atau telinga kiri. Individu dengan

pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua

telinga atau terpusat pada tengah kepala. Bila ada kehilangan

pendengarn konduktif ( otosklerosis, otitis media ), suara akan jelas

terdengar pada sisi yang sakit. Bila terjadi kehilangan sensorineural,

suara akan mengalami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya

lebih baik. Uji Webber berfungsi untuk kasus kehilangan pendengaran

unilateral ( Smeltzer, 2002 ).

Uji Rinne, gagang garputala yang bergetar diletakan di belakang

aurikula pada tulang mastoid samapi pasien tidak mampu lagi

mendengar suara. Kemudian pindahkan ke dekat telinga sisi yang

sama. Telinga normal masih akan mendengar suara melalui hantaran

udara yang menunjukan konduksi udara belangsung lebih lama dari

konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi

tulang akan melebihi konduksi udara. Kehilangan pendengaran

sensorineural memungkinkan suara dihantarkan melalui udara lebih

baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor yang buruk

dan segala suara diterima seperti sanagt jauh dan lemah.

25

Page 26: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Uji Schwabach, membandingkan hantaran tulang pasien dengan

pemeriksa. pasien diminta melaporkan saat penala bergetar yang

ditempelkan pada mastoidnya tidak lagi dapat didengar. Pada saat itu

pemeriksa memindahkan penala ke mastoidnya sendiri dan

menghitung berapa lama ia masih dapat menangkap gelombang bunyi.

Uji ini dikatakan normal bila hanatran tulang pasien dan pemeriksa

hampir sama. Uji ini dikatakan memanjang atau meningkat bila

hantaran tulang pasien lebih lama dibandingkan pemeriksa, misalnya

pada kasus kehilangan pendengarn konduktif. Dan dikatakan

memendek jika pemeriksa masih bias mendengar penala setelah pasien

tidak lagi mendengar.

2.4.2. Diagnosa keperawatan prioritas yang mungkin muncul

1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada jaringan tengah telinga

26

Page 27: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

2) Gangguan sensori-persepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga

tengah

3) Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan

pendengaran.

4) Gangguan citra diri berhubungan dengan paralysis nervus fasialis (nervus

kranialis VII)

5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri

6) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai

pengobatan dan pencegahan kekambuhan

2.4.3. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)

NoDiagnosa

KeperawatanTujuan

Kriteria

HasilIntervensi Rasional

1 Nyeri

berhubungan

dengan inflamasi

pada jaringan

tengah telinga

Setelah

dilakukan

intervensi

keperawatan

selama 3 x

24 jam

diharapkan

nyeri

berkurang

Nyeri

berkurang.

Meminta

analgetik

sesuai

kebutuhan

TTV DBN:

- TD:

110/70-

120/80

mmHg

- ND: 60-

100 x/i

- RR: 16-24

x/i

- S: 36,5-

37,5°C

Dorong pasien

untuk melaporkan

nyeri

Kaji laporan

nyeri, catat lokasi,

lamanya,

intensitas (0-10).

Selidiki dan

laporkan

perubahan

karakteristik nyeri

MANDIRI

kaji ulang factor-

faktor yang

meningkatkan

atau

menghilangkan

nyeri

Mencoba untuk

mentoleransi

nyeri

Perubahan pada

karakteristik

nyeri dapat

menunjukkan

penyebaran

penyakit/

terjadinya

komplikasi.

Dapat

menunjukkan

dengan tepat

pencetus atau

factor pemberat

atau

mengidentifikas

i terjadinya

27

Page 28: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

izinkan pasien

untuk memulai

posisi nyaman

berikan tindakan

nyaman

kompres dingin

sekitar area

telinga

KOLABORASI

Berikan analgetik

komplikasi.

Meningkatkan

relaksasi,

memfokuskan

kembali

perhatian, dan

meningkatkan

kemampuan

koping.

Meredakan

nyeri

Untuk

meredakan

nyeri

2 Gangguan

sensori-persepsi

berhubungan

dengan kerusakan

pada telinga

tengah

Setelah

dilakukan

intervensi

keperawatan

selama 3 x

24 jam

diharapkan

sensori-

persepsi

membaik

Klien akan

mengalami

peningkatan

persepsi/sen

soris

pendengaran

sampai pada

tingkat

fungsional

TTV DBN:

- TD:

110/70-

mengurangi

kegaduhan pada

lingkungan klien

Memandang klien

ketika sedang

berbicara

Berbicara jelas

dan tegas pada

klien tanpa perlu

berteriak

Memberikan

pencahayaan yang

Membantu

pendengaran

Agar klien

mengerti apa

yang

dibicarakan

Dengan

memperhatikan

gerak bibir

28

Page 29: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

120/80

mmHg

- ND: 60-

100 x/i

- RR: 16-24

x/i

-S:36,5-

37,5°C

memadai bila

klien bergantung

pada gerak bibir

Menggunakan

tanda – tanda

nonverbal ( mis.

Ekspresi wajah,

menunjuk, atau

gerakan tubuh )

dan bentuk

komunikasi

lainnya.

Instruksikan

kepada keluarga

atau orang

terdekat klien

tentang

bagaimana teknik

komunikasi yang

efektif sehingga

mereka dapat

saling berinteraksi

dengan klien

Bila klien

menginginkan

dapat digunakan

alat bantu

pendengaran.

ketika sedang

berbicara dapat

membantu

pasien dalam

komunikasi

Membantu

lancarnya

komunikasi

pada klien

gangguan

sensori persepsi

3 Gangguan

berkomunikasi

Setelah

dilakukan

Klien akan

memakai alat

Dapatkan apa

metode

Metode

komunikasi

29

Page 30: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

berhubungan

dengan efek

kehilangan

pendengaran

intervensi

keperawatan

selama 3 x

24 jam

diharapkan

komunikasi

membaik/

gangguan

komunikasi

berkurang.

bantu dengar

(jika sesuai).

Menerima

pesan melalui

metoda

pilihan (misal

: komunikasi

tulisan,

bahasa

lambang,

berbicara

dengan jelas

pada telinga

yang baik.

komunikasi yang

dinginkan dan

catat pada rencana

perawatan metode

yang digunakan

oleh staf dan

klien,

seperti :Tulisan,B

erbicara,Bahasa

isyarat.

Kaji kemampuan

untuk menerima

pesan secara

verbal.

1. Jika ia dapat

mendegar pada

satu telinga,

berbicara dengan

perlahan dan

dengan jelas

langsung ke

telinga yang baik

(hal ini lebih baik

daripada berbicara

dengan keras).

2. Tempatkan

klien dengan

telinga yang baik

berhadapan

dengan pintu.

3. Dekati klien

dari sisi telinga

yang baik.

untuk

membantu

kesulitan

berkomunikasi

30

Page 31: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Jika klien dapat

membaca ucapan:

1. Lihat langsung

pada klien dan

bicaralah lambat

dan jelas.

2. Hindari berdiri

di depan cahaya

Perkecil distraksi

yang dapat

menghambat

konsentrasi klien.

Minimalkan

percakapan jika

klien kelelahan

atau gunakan

komunikasi

tertulis.

Tegaskan

komunikasi

penting dengan

menuliskannya.

Jika ia hanya

mampu bahasa

isyarat, sediakan

penerjemah.

Alamatkan semua

komunikasi pada

klien, tidak

kepada

penerjemah. Jadi

seolah-olah

perawat sendiri

yang langsung

karena dapat

menyebabkan

klien tidak dapat

membaca bibir

anda.

31

Page 32: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

berbicara kepada

klien dengan

mengabaikan

keberadaan

penerjemah

Gunakan faktor-

faktor yang

meningkatkan

pendengaran dan

pemahaman.

Bicara dengan

jelas, menghadap

individu.

Ulangi jika klien

tidak memahami

seluruh isi

pembicaraan.

Gunakan rabaan

dan isyarat untuk

meningkatkan

komunikasi.

Validasi

pemahaman

individu dengan

mengajukan

pertanyaan yang

memerlukan

jawaban lebih dari

ya dan tidak.

4 Gangguan citra

diri berhubungan

dengan paralysis

nervus fasialis

Setelah

dilakukan

intervensi

keperawatan

klien dapat

melakukan

upaya untuk

mengatasi

Kaji tingkat

kecemasan dan

mekanisme

koping klien

Untuk

mengurangi

pikiran negative

klien terhadap

32

Page 33: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

(nervus kranialis

VII)

selama 3 x

24 jam

diharapkan

klien

memiliki

gambaran

diri yang

positif

penyakitnya

klien dapat

melakukan

aktivitas fisik

dan social

sehari-hari

terlebih dahulu

Beritahukan pada

klien

kemungkinan

terjadinya fasial

palsy akibat

tindak lanjut dari

penyakit tersebut

Informasikan

bahwa keadaan

ini biasanya

hanya bersifat

sementara dan

akan hilang

dengan

pengobatan yang

teratur dan rutin.

penyakitnya

Agar klien

mengerti proses

penyakitnya dan

berusaha

menghilangkan

pikiran negative

terhadap

penyakitnya

Membantu

meringankan

rasa takut klien

terhadap

penyakitnya

5 Ansietas

berhubungan

dengan

kurangnya

pengetahuan

mengenai

pengobatan dan

pencegahan

kekambuhan

Setelah

dilakukan

intervensi

keperawatan

selama 3 x

24 jam

diharapkan

klien merasa

aman dan

tidak ansietas

lagi

Klien

tampak

rileks

Melaporkan

ansietas

berkurang

Mampu

mengidentifi

kasi cara

hidup sehat

dengan

membagikan

perasaannya

.

Observasi

tingkah laku

yang

menunjukkan

tingkat ansietas.

Ansietas ringan

dapat

ditunjukkan

dengan peka

rangsang dan

insomnia.

Ansietas berat

yang

berkembang

kedalam

keadaan panic

dapat

menimbulkan

perasaan

terancam,

33

Page 34: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Tinggal bersama

pasien,

mempertahanka

n sikap yang

tenang.

Mengakui atau

menjawab

kekhawatiranny

a dan

mengizinkan

perilaku pasien

yang umum.

Bicara singkat

dengan kata

sederhana.

Kurangi

stimulasi dari

luar

terror,

ketidakmampu

an untuk

berbicara dan

bergerak,

berteriak-

teriak.

Menegaskan

pada pasien

atau orang

terdekat bahwa

walaupun

perasaan

pasien di luar

control,

lingkungannya

tetap aman.

Memberikan

informasi

akurat yang

dapat

menurunkan

distorsi/

kesalahan

interpretasi

yang dapat

berkenaan pada

reaksi ansietas.

Rentang

perhatian

mungkin

menjadi

34

Page 35: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Diskusikan

dengan pasien

atau orang

terdekat

penyebab

emosional yang

labil

Tekankan

harapan bahwa

pengendalian

emosi itu harus

tetap diberikan

sesuai dengan

perkembangan

terapi obat.

pendek,

konsentrasi

berkurang,

yang

membatasi

kemampuan

untuk

mengasimilasi

informasi.

Menciptakan

lingkungan

yang

terapeutik.

Memahami

bahwa tingkah

laku

didasarkan atas

fisiologis dapat

memungkinkan

respon yang

berbeda

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Otitis media akut merupakan infeksi akut telinga tengah yang

disebabkan oleh masuknya bakteri Streptococcus pnemoniae, Hemophylus

influenza, dan Moraxella catarrhalis ke dalam telinga tengah yang normalnya

steril. Paling sering terjadi bila terjadi ISPA, Inflamasi jaringan sekitarnya,

35

Page 36: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

dan reaksi alergi. Dengan gejala Otalgia (nyeri telinga), Keluarnya cairan dari

telinga, Demam, Kehilangan pendengaran, Tinitus (bising telinga), Pada

pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus sering tampak normal dan

tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan, Membrane timpani tampak merah

dan sering menggelembung.

Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi

jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis

media akut.

Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa

bukti adanya infeksi aktif, dalam telinga tengah disebabkan karena Obstruksi

tuba eustachii, Pasien setelah menjalani radioterapi dan barotraumas (e.g:

penyelam), Pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat ISPA dan alergi.

3.2 Saran

Diharapkan kepada mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang

penyakit otitis media akut, serosa, dan kronik dan pencegahannya.

Dalam bidang keperawatan, mempelajari suatu penyakit itu penting, dan

diharapkan kepada mahasiswa mampu membuat konsep teoritis suatu

penyakit tersebut beserta asuhan keperawatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2002. Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC Volume 3.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. 1998. Buku Ajar Ilmu penyakit THT.

FKUI:Jakarta.

36

Page 37: ASKEP KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT SEROSA KRONIK

Herawati, sri, dkk. 2003. Buku ajar Ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk

mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. EGC : Jakarta

Iskandar, Nurbaiti. 2006. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk perawat,

edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.

Ramli Ahmad, dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.

Dorlan W.A. Nawman. 2002. Kamus Kedokteran Darkin. Edisi 29. EGC : jakarta.

http://moveamura.wordpress.com/medical-surgical-nursing/askep-otitis-media/

37