24
Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama A. Asas Umum Lembaga Peradilan Agama 1) Asas Bebas Merdeka Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negarayang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukumRepublik Indonesia. Pada dasarnya azas kebebasan hakim dan peradilan yang digariskan dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah merujuk pada pasal 24 UUD 1945 dan jo. Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam penjelasan Pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 ini menyebutkan “Kekuasaan kehakiman yang medeka ini mengandung pengertian di dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan Negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial kecuali dalam hal yang diizinkan undang-undang.” 2) Asas Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman Penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Abdul Aziz C01207020/ ASA

Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama

A. Asas Umum Lembaga Peradilan Agama

1) Asas Bebas Merdeka

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negarayang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukumRepublik

Indonesia.

Pada dasarnya azas kebebasan hakim dan peradilan yang digariskan dalam UU

Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama adalah merujuk pada pasal 24 UUD 1945 dan jo. Pasal 1

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam penjelasan Pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 ini menyebutkan “Kekuasaan

kehakiman yang medeka ini mengandung pengertian di dalamnya kekuasaan

kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan Negara lainnya, dan

kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak

ekstra yudisial kecuali dalam hal yang diizinkan undang-undang.”

2) Asas Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman

Penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung

dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Semua peradilan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia adalah peradilan

Negara dan ditetapkan dengan undang-undang. Dan peradilan Negara

menerapkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.

3) Asas Ketuhanan

Peradilan agama dalam menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada

sumber hokum Agama Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun penetapan

harus dimulai dengan kalimat Basmalah yang diikuti dengan irah-irah “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.”

4) Asas Fleksibelitas

Abdul AzizC01207020/ASA

Page 2: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Pemeriksaan perkara di lingkungan peradilan agama harus dilakukan dengan

sederhana, cepat, dan biaya ringan. Adapun asas ini diatur dalam pasal 57 (3) UU

Nomor 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang Peradilan Agama jo pasal 4 (2) dan pasal 5 (2) UU Nomor 4 Tahun

2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk itu, pengadilan agama wajib

membantu kedua pihak berperkara dan berusaha menjelaskan dan mengatasi

segala hambatan yang dihadapi para pihak tersebut.

Yang dimaksud sederhana adalah acara yang jelas, mudah difahami dan tidak

berbelit-belit serta tidak terjebak pada formalitas-formalitas yang tidak penting

dalam persidangan. Sebab apabila terjebak pada formalitas-formalitas yang

berbelit-belit memungkinkan timbulnya berbagai penafsiran.

Cepat yang dimaksud adalah dalam melakukan pemeriksaan hakim harus cerdas

dalam menginventaris persoalan yang diajukan dan mengidentifikasikan

persolan tersebut untuk kemudian mengambil intisari pokok persoalan yang

selanjutnya digali lebih dalam melalui alat-alat bukti yang ada. Apabila segala

sesuatunya sudah diketahui majelis hakim, maka tidak ada cara lain kecuali

majelis hakim harus secepatnya mangambil putusan untuk dibacakan dimuka

persidangan yang terbuka untuk umum.

Biaya ringan yang dimaksud adalah harus diperhitungkan secara logis, rinci dan

transparan, serta menghilangkan biaya-biaya lain di luar kepentingan para pihak

dalam berperkara. Sebab tingginya biaya perkara menyebabkan para pencari

keadilan bersikap apriori terhadap keberadaan pengadilan.

5) Asas Non Ekstra Yudisial

Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan

kehakiman dilarang kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam UUD RI

Tahun 1945. Sehingga setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud akan dipidana.

6) Asas Legalitas

Peradilan agama mengadili menurut hokum dengan tidak membeda-bedakan

orang. Asas ini diatur dalam pasal 3 (2), pasal 5 (2), pasl 6 (1) UU No.4 Tahun

2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 2 UU No.3 Tahun 2006 Tentang

Peradilan Agama.Pada asasnya Pengadilan Agama mengadili menurut hukum

Page 3: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

agama Islam dengan tidak membeda-bedakan orang, sehingga hak asasi yang

berkenaan dengan persamaan hak dan derajat setiap orang di muka persidangan

Pengadilan Agama tidak terabaikan.Asas legalitas dapat dimaknai sebagai hak

perlindungan hukum dan sekaligus sebagai hak persamaan hokum. Untuk itu

semua tindakan yang dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi dan

kewenangan peradilan harus berdasar atas hokum, mulai dari tindakan

pemanggilan, penyitan, pemeriksaan di persidangan, putusan yang dijatuhkan

dan eksekusi putusan, semuanya harus berdasar atas hukum. Tidak boleh

menurut atau atas dasar selera hakim, tapi harus menurut kehendak dan

kemauan hukum.

B. Asas Khusus Kewenangan Peradilan Agama

1) Asas Personalitas Ke-islaman

Yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan peradilan agama,

hanya mereka yang mengaku dirinya beragama Islam. Asas personalitas ke-

islaman diatur dalam UU nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan atas UU

Nomor 7 tahun 1989 Tentang peradilan agama Pasal 2 Penjelasan Umum alenia

ketiga dan Pasal 49 terbatas pada perkara-perkara yang menjadi kewenangan

peradilan agama.

Ketentuan yang melekat pada UU No. 3 Tahun 2006 Tentang asas personalitas

ke-islaman adalah :

Para pihak yang bersengketa harus sama-sama beragama Islam.

Perkara perdata yang disengketakan mengenai perkawinan, waris, wasiat,

hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh, dan ekonomi syari’ah.

Hubungan hukum yang melandasi berdsarkan hukum islam, oleh karena itu

acara penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam.

Khusus mengenai perkara perceraian, yang digunakan sebagai ukuran

menentukan berwenang tidaknya Pengadila Agama adalah hukum yang berlaku

pada waktu pernikahan dilangsungkan. Sehingga apabila seseorang

melangsungkan perkawinan secara Islam, apabila terjadi sengketa perkawinan,

perkaranya tetap menjadi kewenangan absolute peradilan agama, walaupun

salah satu pihak tidak beragam Islam lagi (murtad), baik dari pihak suami atau

Page 4: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

isteri, tidak dapat menggugurkan asas personalitas ke-Islaman yang melekat

pada saat perkawinan tersebut dilangsungkan, artinya, setiap penyelesaian

sengketa perceraian ditentukan berdasar hubungan hukum pada saat

perkawinan berlangsung, bukan berdasar agama yang dianut pada saat

terjadinya sengketa.

Letak asas personalitas ke-Islaman berpatokan pada saat terjadinya hubungan

hukum, artinya patokan menentukan ke-Islaman seseorang didasarkan pada

factor formil tanpa mempersoalkan kualitas ke-Islaman yang bersangkutan. Jika

seseorang mengaku beragama Islam, pada dirinya sudah melekat asas

personalitas ke-Islaman. Faktanya dapat ditemukan dari KTP, sensus

kependudukan dan surat keterangan lain. Sedangkan mengenai patokan asas

personalitas ke-Islaman berdasar saat terjadinya hubungan hukum, ditentukan

oleh dua syarat : Pertama, pada saat terjadinya hubungan hukum, kedua pihak

sama-sama beragama Islam, dan Kedua, hubungan hukum yang melandasi

keperdataan tertentu tersebut berdasarkan hukum Islam, oleh karena itu cara

penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam.

2) Asas Ishlah (Upaya perdamaian)

Upaya perdamaian diatur dalam Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan jo. Pasal 31 PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No. 1

Tentang perkawinan jo. Pasal 65 dan Pasal 82 (1 dan 2) UU No. 7 Tahun 1989

yang tidak diubah dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama jo. Pasal

115 KHI, jo. Pasal 16 (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman.Islam menyuruh untuk menyelesaikan setiapperselisihan dengan

melalui pendekatan “Ishlah”. Karena itu, tepat bagi para hakim peradilan agama

untuk menjalankn fungsi “mendamaikan”, sebab bagaimanapun adilnya suatu

putusan, pasti lebih cantik dan lebih adil hasil putusan itu berupa perdamaian.

3) Asas Terbuka Untuk Umum

Asas terbuka untuk umum diatur dalam pasal 59 (1) UU No.7 Tahun 1989 yang

tidak diubah dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradila Agama jo. Pasal 19 (3

dan 4) UU No. 4 Tahun 2004.

Sidang pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama adalah terbuka untuk umum,

kecuali Undang-Undang menentukan lain atau jika hakim dengan alasan penting

Page 5: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

yang dicatat dalam berita acara siding memerintahkan bahwa pemeriksaan

secara keseluruhan atau sebagianakan dilakukan dengan siding tertutup. Adapun

pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama yang harus dilakukan dengan siding

tertutup adalah berkenaan dengan pemeriksaan permohonan cerai talak dan

atau cerai gugat (pasal 68 (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU

No. 3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama).

4) Asas Equality

Setiap orang yang berperkara dimuka sidang pengadilan adalah sama hak dan

kedudukannya, sehingga tidak ada perbedaan yang bersifat “diskriminatif” baik

dalam diskriminasi normative maupun diskriminasi kategoris. Adapun patokan

yang fundamental dalam upaya menerapkan asas “equality” pada setiap

penyelesaian perkara dipersidangan adalah :

a. Persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan persidangan

pengadilan atau “equal before the law”.

b. Hak perlindungan yang sama oleh hukum atau “equal protection on the law”

c. Mendapat hak perlakuan yang sama di bawah hukum atau “equal justice

under the law”.

5) Asas “Aktif” memberi bantuan

Terlepas dari perkembangan praktik yang cenderung mengarah pada proses

pemeriksaan dengan surat atau tertulis, hukum acara perdata yang diatur dalam

HIR dan RBg sebagai hukum acara yang berlaku untuk lingkungan Peradilan

Umum dan Peradilan Agama sebagaimana yang tertuang pada Pasal 54 UU No. 3

Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

6) Asas Upaya Hukum Banding

Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada

Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali Undang-undang

menentukan lain.

7) Asas Upaya Hukum Kasasi

Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi

kepada Mahkamah Agung oleh para pihak yang bersangkutan, kecuali undang-

undang menentukan lain.

8) Asas Upaya Hukum Peninjauan Kembali

Page 6: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak

yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah

Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam

undang-undang. Dan terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat

dilakukan peninjauan kembali.

9) Asas Pertimbangan Hukum (Racio Decidendi)

Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan

tersebut, memuat pula paal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk

mengadili.

Cara Membuat Surat Gugatan

- Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang

dianggap merugikan lewat pengadilan.

- Gugatan dapat diajukan secara lisan (ps 118 ayat 1 HIR 142 ayat 1) atau tertulis (ps

120 HIR 144 ayat 1 Rbg) dan bila perlu dapat minta bantuan Ketua Pengadilan Negeri

- Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan

- Tuntutan hak di dalam gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada

kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kabenarannya dapat

dibuktikan dalam sidang pemeriksaan

- Mengenai persyaratan tentang isi daripada gugatan tidak ada ketentuannya, tetapi

kita dapat melihat dalam Rv Psl 8 No.3 yang mengharuskan adanya pokok gugatan

yang meliputi :

1) Identitas dari pada para pihak

2) Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar

serta alasan-alasan daripada tuntutan. Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan

istilah fundamentum petendi

3) Tuntutan atau petitum ini harus jelas dan tegas. HIR dan Rbg sendiri hanya

mengatur mengenai cara mengajukan gugatan

- Identitas Para Pihak

Page 7: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Yang dimaksud dengan identitas adalah cirri-ciri daripada penggugat dan tergugat

ialah nama, pekerjaan, tempat tinggal.

- Fundamentum Petendi

Fundamentum petendi adalah dalil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan

yang merupakan dasar serta ulasan daripada tuntutan

- Petitum atau Tuntutan

a. Petitum atau Tuntutan adalah apa yang dimintakan atau diharapkan penggugat

agar diputuskan oleh hakim. Jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau

diktum putusan. Oleh karenanya petitum harus dirumuskan secara jelas dan

tegas

b. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat barakibat tidak diterimanya

tuntutan tersebut. Demikian pula gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan

yang bertentangan satu sama lain disebut abscuur libel ( guagatan yang tidak

jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak oleh pihak tergugat

sehungga menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya

gugatan tersebut.

c. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah :

Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan

pokok perkara.

Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya

dengan pokok perkara.

Tuntutan subsidiair atau pengganti.

- Meskipun tidak selalu tapi seringkali di samping tuntutan pokok masih diajukan

tuntutan tamabahan yang merupakan pelengkap daripada tuntutan pokok.

- Biasanya sebagai tututan tambahan berwujud :

Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara.

Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat

dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau

kasasi. Didalam praktik permohonan uivoerbaar bij voorraad sering

dikabulkan. Namun demikian Mahkamah Agung mengintruksikan agar

Page 8: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

hakim jangan secara mudah memberikan putusan uivoerbaar bij

voorraad.

Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir)

apabila tuntutan yang demikian oleh penggugat berupa sejumlah

uang tertentu.

Tuntutan agar tergugat dihukum untuk mambayar uang paksa

(dwangsom), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah

uang selama ia tidak memenuhi isi putusan

Dalam hal gugat cerai sering disertai juga dengan tuntutan nafka bagi

istri atau pembagian harta.

- Mengenai tuntutan subsidiair selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim

berpendapat lain. Biasanya tuntutan subsidiair itu berbunyi “ agar hakim mengadili

menurut keadilan yang benar” atau “ mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo et

bono)

- Jadi tujuan daripada tuntutan subsidiair adalah agar apabila tuntutan primer ditolak

masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebesan

hakim serta keadilan.

- Didalam berpekara di Pengadilan kita mengenal gugatan biasa/ pada umumnya dan

gugatan yang bersifat referte.

- Sebuah gugatan dapat dicabut selama putusan pengadilan belum dijatuhkan dengan

catatan :

- Apabila gugatan belum sampai dijawab oleh tergugat, maka penggugat dapat

langsung mengajukan pencabutan gugatan.

- Apabila pihak tergugat sudah memberikan jawaban maka pencabutan gugatan dapat

dilaksanakan apabila ada persetujuan dari tergugat.

Prosedur Pendaftaran Perkara Perdata

Untuk Gugatan/ Permohonan

1. Pihak berperkara datang ke Pengadilan Negeri dengan membawa surat gugatan

atau permohonan.

Page 9: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

2. Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat

gugatan atau permohonan, 4 (empat) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah

sejumlah Tergugat.

3. Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu

berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara

yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya

panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan

perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR.

Catatan :

1. Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma).

Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan

dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.

2. Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis

dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR.

3. Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara

prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan

bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat

gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk

berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

4. Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan

kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM)

dalam rangkap 3 (tiga).

5. Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau

permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

6. Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada

pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.

7. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran

panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan

Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya

penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi

dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.

Page 10: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

8. Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas

layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan

menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.

9. Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada

pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat

Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak

berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM)

serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.

10. Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau

permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan

pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

11. Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan

dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan

atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan

oleh pemegang kas.

12. Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau

permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.

13. Menerima Pangilan sidang secara patut dan Resmi. (patut yang dimaksudkan

adalah tidak boleh kurang dari tiga hari, Resmi yang dimaksudkan adalah surat

gugatan langsun diserahkan kepada pihak yang berperkara).

Jalannya Persidangan Dalam Perkara Perdata Di Indonesia

A. Susunan Persidangan Terdiri Dari :

1. Hakim Tunggal atau Hakim Majelis terdiri dari satu ketua dan dua anggota, yang

dilengkapi oleh penitera sebagai pencatat jalannya sidang.

2. Pihak penggugat dan tergugat duduk berhadapan dengan hakim dan posisi tergugat

disebelah kanan dan pengggugat sebelah kiri hakim.

3. Apabila persidangan berjalan lancer maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali

yang terdiri dari sidang pertama sampai dengan sidang putusan hakim.

B. Sidang Pertama

Page 11: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Setelah hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan “sidang dibuka untuk umum”

dengan mengetuk palu, hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada

penggugat dan tergugat.

a. Identitas penggugat

b. Identitas tergugat

c. Apa sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak, dimuka sidang pengadilan.

d. Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian.

Dalam hal ini meskipun para pihak menjawab bahwa tidak mungkin damai karena usaha

penyelesaian perdamaian sudah dilakukan berkali-kali hakim agar dicoba lagi.

Jadi pada sidang pertama ini sifatnya merupakan cecking identitas para pihak dan apakah

para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk menghadiri sidang.

Sebagai bukti identitasnya, para pihak menunjukan KTP masing-masing. Apabila yang datang

kuasa penggugat dan tergugat, maka hakim mempersilakan para pihak untuk meneliti surat

kuasa khusus pihak lawan. Apabila tidak ditemukan kekurangan atau cacat hukum maka

sidang akan dilanjutkan.

Setelah para pihak dianggap sudah mengerti maka hakim menghimbau agar kedua belah

pihak mangadakan perdamaian, kemudian sidang tangguhkan.

C. Sidang Kedua (Jawaban tergugat)

1. Apabila para pihak dapat berdamai maka ada dua kemungkinan.

a. Gugatan dicabut

b. Mereka mengadakan perdamaian diluar atau di depan sidang

2. Apabila perdamaian dilakukan diluar sidang, maka hakim tidak ikut campur. Kedua

belah pihak berdamai sendiri. Ciri dari perdamaian diluar pengadilan ialah :

a. Dilakukan para pihak sendiri tanpa ikut campurnya hakim

b. Apabila salah satu pihak ingkar janji, permasalahannya dapat diajukan lagi

kepada Pengadilan Negeri.

3. Apabila perdamaian dilakukan dimuka hakim, maka cirri-cirinya :

a. Kekuasaan perdamaian sama dengan putusan pengadilan.

b. Apabila salah satu pihak ingkar janji, perkara tak dapat diajukan kembali.

Page 12: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

4. Apabila tak tercapai suatu perdamaian, maka sidang dilanjutkan dengan penyerahan

jawaban dari pihak tergugat. Jawaban ini dibuat rangkap tiga. Lembaran pertama

untuk penggugat, lembaran ke dua untuk hakim, dan ketiga untuk arsip tergugat

sendiri.

D. Sidang Ketiga (Replik)

Pada sidang ini penggugat menyerahkan replik, satu untuk hakim, satu untuk tergugat dan

satu untuk disimpan penggugat sendiri. Replik adalah tanggapan penggugat terhadap

jawaban tergugat.

E. Sidang Keempat (Duplik)

Dalam sidang ini, tergugat menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat terhadap replik

penggugat.

F. Sidang Kelima (Pembuktian Dari Penggugat)

Sidang kelima ini dapat disebut sidang pembuktian oleh penggugat. Disini penggugat

mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dan yang

melemahkan dalil-dalil tegugat. Bukti-bukti yang dimaksud terdiri dari surat-surat dan saksi-

saksi.

Bukti-bukti surat (foto copy) harus di nazegelen lebih dahulu dan pada waktu sidang

dicocokan dengan aslinya oleh hakim maupun pihak tergugat. Hakim mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang dilanjutkan oleh tergugat sedangkan pihak penggugat

memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Terhadap saksi-saksi hakim mempersilakan penggugat mengajukan pertanyaan lebih

dahulu, kemudian hakim sendiri juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam rangka

mendapatkan keyakinan.

Dalam sidang perdata justru dalam pembuktian ini ada Tanya jawab dan perdebatan-

perdebatan di bawah pimpinan hakim. Apabila pembuktian ini belum selesai maka

Page 13: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

dilanjutkan pada sidang berikut. Sidang pembuktian ini dapat cukup sehari, tetapi biasanya

bisa dua tiga kali atau lebih tergantung kapada kalancaran pembuktian.

Perlu dicatat disini bahwa ditanyakan serta memberi keteranga saksi harus disumpah lebih

dahulu dan tidak boleh masuk dala ruang sidang bila belum dipanggil.

G. Sidang Keenam (Pembuktian Dari Tergugat)

Kalau sidang kelima merupakan sidang pembuktian penggugat, maka sidang keenam ini

adalah sidang pembuktian dari pihak tergugat. Jalannya sidang sama dengan sidang kelima

dengan catatan bahwa yang mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi adalah tergugat

sedangkan tanyajawabnya kebalikan daripada sidang kelima.

H. Sidang ketujuh

Sidang ketujuh adalah sidang penyerahan kesimpulan. Disini kedua belah pihak membuat

kesimpulan dari hasil-hasil sidang tersebut. Isi pokok kesimpulan sudah barang tentu yang

menguntungkan para pihak sendiri.

I. Sidang kedelapan

Sidang kedelapan dinamakan sidang putusan hakim. Didalam sidang ini hakim membaca

putusan yang seharusnya dihadiri oleh para pihak. Setelah selesai mambaca putusan maka

hakim mengetukkan pali tiga kali dan para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan

banding apabila tidak puas dengan putusan hakim. Pernyataan banding ini harus dilakukan

dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai sehari sehabis dijauhkan putusan

Putusan Verstek

adalah putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak pernah hadir

meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan

Verstek artinya tergugat tidak hadir

Putusan verstek dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah

tahapan pembacaan gugatan sebelum tahapan jawaban tergugat, sepanjang

tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil

dengan resmi dan patut

Page 14: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Putusan verstek dapat dijatuhkan apabila memenuhi syarat :

- Tergugat telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu

- Tergugat ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan

orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu karena suatu halangan yang

sah

- Tergugat tidak mengajukan tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan

- Penggugat hadir dalam sidang

- Penggugat mohon keputusan

dalam hal tergugat lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus

verstek.

Putusan verstek hanya bernilai secara formil surat gugatan dan belummenilai secara

materiil kebenaran dalil-dalil tergugat

Apabila gugatan itu beralasam dan tidak melawan hak maka putusan verstek berupa

mengabulkan gugatan penggugat, sedang mengenai dalil-dalil gugat, oleh karena

dibantah maka harus dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan kecuali dalam perkara

perceraian

Apabila gugatan itu tidak beralasan dan atau melawan hak maka putusan verstek dapat

berupa tidak menerima gugatan penggugat dengan verstek

Terhadap putusan verstek ini maka tergugat dapat melakukan perlawanan (verzet)

Tergugat tidak boleh mengajukan banding sebelum ia menggunakan hak verzetnya

lebih dahulu, kecuali jika penggugat yang banding

Terhadap putusan verstek maka penggugat dapat mengajukan banding

Apabila penggugat mengajukan banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan verzet,

melainkan ia berhak pula mengajukan banding

Khusus dalam perkara perceraian, maka hakim wajib membuktikan dulu kebenaran

dalil-dalil tergugat dengan alat bukti yang cukup sebelum menjatuhkan putusan verstek

Apabila tergugat mengajukan verzet, maka putusan verstek menjadi mentah dan

pemeriksaan dilanjutkan pada tahap selanjutnya

Perlawanan (verzet berkedudukan sebagai jawaban tergugat)

Page 15: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Apabila perlawanan ini diterima dan dibenarkan oleh hakim berdasarkan hasil

pemeriksaan/pembuktian dalam sidang, maka hakim akan membatalkan putusan

verstek dan menolak gugatan penggugat

Tetapi bila perlawanan itu tidak diterima oleh hakim, maka dalam putusan akhir akan

menguatkan verstek

Terhadap putusan akhir ini dapat dimintakan banding

Putusan verstek yang tidak diajukan verzet dan tidak pula dimintakan banding, dengan

sendirinya menjadi putusan akhir yang telah mempero;eh kekuatan hukum tetap

Jika Panitra Memanggil Pihak Berperkara maka bisa terjadi tiga kemungkinan:

Penggugat dan tergugat tidak hadir maka gugatan penggugat dianggap gugur.

Penggugat tidak hadir tetapi tergugat hadir maka gugatan penggugat dianggap

gugur.

Penggugat hadir akan tetapi tergugat tidak hadir maka akan dijatuhkan putuskan

putusan Verstek.

Putusan Verstek tidak bisa dibanding akan tetapi bisa di Verzet

Prosedur dan Proses Penyelesaian Perkara Banding

PROSEDUR :

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon banding :

Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan

agama/mahkamah syar'iyah dalam tenggang waktu :

14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengucapan

putusan, pengumuman/pemberitahuan putusan kepada yang berkepentingan;

30 (tiga puluh) hari bagi Pemohon yang tidak bertempat di kediaman di wilayah

hukum pengadilan agama/mahkamah syar'iyah yang memutus perkara tingkat

pertama (Pasal 7 UU No 20 Tahun l947).

Membayar biaya perkara banding (Pasal 7 UU No 20 Tahun 1947, Pasal 89 UU No 7

Tahun 1989).

Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (Pasal 7 UU No 20 Tahun

Page 16: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

1947).

Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon banding dapat

mengajukan kontra memori banding (Pasal 11 ayat (3) UU No 20 Tahun 1947)

Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada

pihak lawan, Panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat

surat-surat berkas perkara di kantor pengadilan agama/mahkamah syar'iyah (Pasal

11 ayat(1) UU No 20 Tahun 1944).

Berkas perkara banding dikirim ke pengadilan tinggi agama,/mahkamah syar'iyah

provinsi oleh pengadilan agama/mahkamah syar'iyah selambat-lambatnya dalam

waktu 1 (satu) bulan sejak diterima perkara banding.

Salinan putusan banding dikirim oleh pengadilan tinggi agama/mahkamah syar'iyah

provinsi ke pengadilan agama/mahkamah syar'iyah yang memeriksa perkara pada

tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak.

Pengadilan agama/hahkamah syar'iyah menyampaikan salinan putusan kepada para

pihak.

Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka Panitera:

Untuk perkara cerai talak :

1) Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan

memanggil Pemohon dan Termohon;

2) Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam

waktu 7 (tujuh) hari.

Untuk perkara cerai gugat:

Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7

(tujuh) hari.

PROSES PENYELESAIAN PERKARA :

Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register.

Ketua pengadilan tinggi agama/mahkamah syar'iyah provinsi membuat Penetapan

Majelis Hakim yang akan memeriksa berkas.

Panitera menetapkan panitera pengganti yang akan membantu majelis.

Panitera pengganti menyerahkan berkas kepada ketua majelis.

Page 17: Tugas Hukum Acara Peradilan Islam

Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi.

Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.

Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan

tingkat pertama.