Upload
nur-fitriah-andriani
View
55
Download
25
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Regional Planning
Citation preview
1 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
Cover
2 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 3
Latar Belakang ................................................................................................................. 3
Tujuan .............................................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 4
One Village One Product ................................................................................................. 4
Konsep Dasar OVOP ....................................................................................................... 4
Prinsip Gerakan OVOP .................................................................................................... 5
Sentra Industri ................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 8
Review Jurnal .................................................................................................................. 8
Tinjauan Alat Analisis ................................................................................................... 10
Studi Komparasi dengan Jurnal Lain ........................................................................... 12
Critical Review ............................................................................................................... 13
Kesimpulan dan Rekomendasi ........................................................................................ 16
Lesson Learned ................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 18
3 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut maka
diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang lebih
merata. Sedangkan pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses kerja antara
pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengelola sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut (Blakely, 1989; Arsyad, 1999; Mudrajad
Kuncoro, 2004’ 124). Keduanya memiliki tolok ukur keberhasilan yang dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan
antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Namun demikian proses pembangunan selalu
diwarnai oleh dilemma yaitu antar pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dan distribusi
pendapatan yang tidak merata. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia dan
Negara berkembang lainnya. Dalam undang-undang No.32 tahun 2004 pasal 14 ayat 2
secara tegas dinyatakan bahwa urusan pemerintah secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesej ahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan. Untuk itu daerah perlu dituntut aktif dalam membangun
daerahnya diantaranya mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya secara
berkesinambungan melalui kegiatan investasi baik yang bersumber dari dalam maupun luar
negeri.
Berdasarkan peraturan daerah Kota Bandung Nomor 06 tahun 2004 tentang rencana
strategis Kota Bandung dinyatakan bahwa strategi dalam rangka mengembangkan
perekonomian kota yang adil adalah melalui kebijakan mengupayakan peningkatan kegiatan
perekonomian kota berbasiskan potensi daerah. Berkenaan dengan hal tersebut di atas
bahwa di wilayah Kota Bandung tersebar beberapa potensi industri dan perdagangan yang
cukup besal namun perlu dilakukan sinergitas dari semua stakeholders untuk
menumbuhkembangkan potensi industri tersebut, misalnya yang memerlukan perhatian
sekarang yaitu daerah industry sepatu di Cibaduyut, industry kain di cigondewah, sentra rajut
di Binongjati dan juga kaos sablon di Suci dan jeans cihampilas. Sehingga perekonomian kota
yang berbasiskan potensi daerah secara makro dapat terimplementasikan dalam visi dan misi
Kota Bandung. Dalam critical review ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan
produk unggulan berbasis OVOP di sentra industri Cibaduyut dan dibandingkan dengan teori-
teori dalam ilmu perencanaan wilayah.
4 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
Tujuan
Adapun tujuan penulisan critical review ini adalah untuk menganalisa jurnal penelitian
yang ada berdasarkan studi komparasi dengan jurnal lain yang sejenis dan komparasi dengan
ilmu-ilmu dalam perencanaan wilayah.
TINJAUAN PUSTAKA
One Village One Product
One Village One product yang bila dibahasa indonesiakan adalah “satu desa satu
produk” merupakan gerakan pemerintah guna meningkatkan daya saing produk produk
unggulan tanah air Indonesia. Definisi desa menurut Undang Undang Republik Indonesia
No.5 tahun 1979 adalah Suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsng dibawah camat dan berhak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Sugiharto dan Syamsul Rizal (2008,p1) Gerakan OVOP adalah suatu
gerakan revitalisasi daerah di propinsi Oita, Pulau Kyushu di Jepang, untuk mencari atau
menciptakan apa yang menjadi keunggulan daerah atau apa yang dirasakan dan menjadi
kebanggaan daerah, untuk kemudian dilakukan peningkatan keunggulan produk atau jasa
yang dihasilkan serta kualitas dan pemasarannya, sehingga akhirnya dapat diterima dan
diakui nilainya oleh masyarakat secara nasional, regional maupun secara internasional.
Konsep Dasar OVOP
Menurut Sugiharto dan Syamsul Rizal (2008,p3) konsep dasar dari pengembangan
gerakan OVOP adalah adanya interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dimana peran
masyarakat sangat dominan sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk
mengembangkan produk atau potensi daerah yang dimilikinya.
Secara garis besar, latar belakang munculnya gerakan OVOP serta konsep dasarnya
dapat disampaikan dalam tiga hal, yaitu :
1. Adanya konsentrasi dan kepadatan populasi di perkotaan sebagai akibat pola urbanisasi
dan menimbulkan menurunnya populasi penduduk di pedesaan, sehingga pedesaan
menjadi kehilangan penggerak dan gairah untuk bisa menumbuhkan roda kegiatan
ekonomi.
2. Untuk dapat menghidupkan kembali gerakan dan pertumbuhan ekonomi di pedesaan,
maka perlu dibangkitkan suatu roda kegiatan ekonomi yang sesuai dengan skala dan
ukuran pedesaan dengan cara memanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada di desa
tersebut serta melibatkan para tokoh masyarakan setempat.
5 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
3. Untuk mengurangi rasa ketergantungan masyarakat desa yang terlalu tinggi terhadap
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, maka perlu diciptakan inisiatif dan
semangat membangun dalam masyarakat desa, sehingga timbul rasa memiliki dan ingin
membangun desa menjadi lebih baik.
Prinsip Gerakan OVOP
Dalam upaya memulai gerakan OVOP, perlu dipahami beberapa prinsip dasar supaya
gerakan OVOP tidak menjadi suatu gerakan yang timbul tenggelam atau hanya semangat
pada awal gerakan dimulai, akan tetapi setelah itu menjadi hanya wacana atau gerakan
monumental.
Sebagaimana dicanangkan oleh Mr.Hiramatsu yang dikutip oleh Sugiharto dan
Syamsul Rizal dalam bukunya yang berjudul “Gerakan OVOP sebagai upaya peningkatan
pembangunan daerah” (2008:7) Gerakan OVOP mempunya tiga prinsip utama yaitu :
1. Prinsip Pertama : Pikiran secara Global, Kegiatan secara lokal (Local yet Global)
Komoditas atau produk yang bersifat lokal ternyata bisa menjadi komoditas atau produk
yang go international. Komoditas atau produk lokal harus terus dikristalisasikan dan
dijaga mutunya hingga sebaik dan sebagus mungkin serta ditingkatkan setinggi mungkin
baik dari segi isi ( content) maupun kemasannya (context) agar mendapat perhatian dan
penilaian dunia.
2. Prinsip Kedua : Usaha Mandiri dengan Inisiatif dan Kreativitas (Self Reliance and
Creativity)
Gerakan OVOP harus timbul dari masyarakat masing masing, pemerintah hanya perlu
memberikan fasilitasi dan kemudahan supaya daerah bisa berkembang dan
memanfaatkan potensi yang ada menjadi lebih baik.
3. Prinsip Ketiga : Perkembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development)
Sumber daya manusia yang ada serta masyarakat harus diberikan pengetahuan
mengenai gerakan OVOP serta pengenalan potensi daerah yang ada sehingga mereka
bisa menjadi penggerak gerakan OVOP di daerah.
Sentra Industri
Di Indonesia, terminologi kata sebutan klaster adalah identik dengan sentra. Menurut
Peraturan Presiden Republik Indonesia no : 28 (2008) Klaster industri adalah sekelompok
industri inti yang terkonsentrasi secara regional maupun global yang saling berhubungan atau
berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait, industri pendukung maupun
jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga terkait dalam meningkatkan efisiensi,
menciptakan aset secara kolektif dan mendorong terciptanya inovasi sehingga tercipta
keunggulan kompetitif.
6 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
Pengertian sentra industri menurut Hasan (2003) adalah sebagai berikut :
a) suatu daerah di mana terdapat agresi atau pengelompokan kegiatan kegiatan
produksi dari industri yang sejenis
b) Suatu daerah dimana terdapat pengelompokan kegiatan produksi dari industri
yang bermacam macam
c) Suatu daerah di mana terdapat pengelompokan kegiatan berbagai jenis
industri yang mempunyai kaitan erat satu sama lain.
Faktor Faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu klaster industri (Choirul, 2006) :
1. Jejaring Kemitraan
Esensi beroperasinya klaster adalah kemitraan antar pelaku bisnis, baik yang di dalam
maupun di luar klaster. Kemitraan antar pelaku bisnis dalam klaster membutuhkan
instrumen yang jelas, proporsional dan realistis dan hal tersebut harus dapat
dibuktikan
2. Inovasi Teknologi
Untuk mencapai daya saing internasional sektor industri, perlu dilakukan upaya
transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui
peningkatan produktivitas. Oleh karena itu, arah pengembangan industri adalah
meningkatkan kandungan iptek, baik dalam proses maupun produk. Pada klaster yang
terfokus pada kegiatan manufacturing, maka peran teknologi sangat dominan karena
berpengaruh langsung terhadap tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas.
3. Modal Sumber Daya Manusia dan Kewirausahawan
Perlunya kualitas Sumber Daya Manusia yang baik dalam rangka pengembangan
klaster sesungguhnya didorong oleh keinginan kita untuk meningkatkan tiga hal yaitu
: produktivitas, daya saing, dan kualitas kerja. Ketiga hal ini dapat dibedakan, namun
pada dasarnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan.
4. Infrastruktur Fisik
Kelancaran beroperasinya klaster ditentukan oleh tersedianya infrastruktur fisik
(utamanya fasilitas jalan aspal, listrik dan saluran telepon) secara memadai.
5. Keberadaan Perusahaan Besar
Peran perusahaan besar dalam hubungannya dengan keberadaan klaster UKM
bervariasi. Sebagian berperan sebagai inti dan memerankan UKM sebagai plasma.
Ada yang memerankan UKM sebagai pemasok bahan baku, atau komponen tertentu
yang dibutuhkan usaha besar. Sebagian lagi sebagai principal yang menyerahkan
sebagian kegiatan usaha untuk disubkontrakkan kepada UKM. Ada juga usaha besar
yang perannya menciptakan lingkungan usaha sehingga bertumbuh. Peran UKM
7 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
dalam hal ini sebagai pelaku dalam setting pasar yang telah berhasil diciptakan oleh
usaha besar.
6. Akses ke pembiayaan usaha
Pembiayaan usaha merupakan instrumen vital yang akan menentukan kelangsungan
kegiatan usaha UKM dalam klaster. Masalah yang sering dikeluhkan UKM adalah
keterbatasan akses dan ketidak-mampuan untuk memenuhi syarat formal
berhubungan dengan bank teknis, misalnya proposal bisnis, pemenuhan collateral
/agunan, dan sejumlah kelengkapan administrative lainnya.
7. Layanan Jasa Spesialis
Bagi sementara klaster UKM, terutama yang masih belum pesat perkembangannya,
sesungguhnya permintaan akan jasa spesialis relatif rendah. Kebutuhannya
meningkat apabila benar-benar telah terjadi spesialisasi fungsi dari industri-industri
yang ada dalam klaster UKM (inti, pemasok, pendukung dan pelengkap).
8. Akses Terhadap Pasar dan Informasi Pasar
Kemampuan berkembangnya klaster UKM lebih besar ketimbang kemampuan pasar
untuk menyerap produk yang dihasilkan klaster UKM. Pasar yang dinamis, dengan
jenis dan kuantum permintaan yang sangat fluktuatif, perlu diimbangi dengan strategi
pemasaran yang kreatif dari UKM.
9. Akses terhadap layanan dan pendukung bisnis
Banyak sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka melancarkan kegiatan
usaha di dalam klaster. Mengenai nilai guna dan kemanfaatan layanan pendukung
bisnis itu sudah tentu cenderung bersifat subyektif, tergantung dari sisi tinjauan dan
parameter yang dijadikan ukuran. Pada umumnya, layanan pendukung yang paling
dianggap relevan dalam kategori ini adalah layanan untuk pelancaran mobilitas dan
formalitas.
10. Persaingan
Prinsip dasar dari persaingan adalah kemampuan menjawab sederet pertanyaan
berikut: Siapa pesaing utama yang dihadapi, pada aspek apa kita bersaing, dan
dengan cara apa kita menghadapi persaingan.
11. Komunikasi
Secara hirarkhis, komunikasi memiliki penjenjangan dari komunikasi interpersonal,
organisasional dan institusional. merupakan kontribusi yang amat strategis.
Komunikasi juga dapat diartikan sebagai proses interaksi sosial yang tetap dibutuhkan
untuk hal-hal yang bersifat intangible seperti penyebaran tacit knowledge,
pembangunan social network dan trust.
8 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
12. Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam konteks ini dapat diartikan ke dalam beberapa pengertian.
Pertama, kemampuan UKM dalam klaster memainkan perannya sebagai penentu
pertumbuhan ekonomi lokal yang ditandai, antara lain, dengan besarnya .market
share., besarnya pengaruh .niche. atau ceruk pasar yang dibangun suatu klaster .
Pengertian lain adalah kemampuan produk yang dihasilkan klaster UKM untuk
menjadi pemimpin pasar ( market leaders) di dalam industri sejenis, baik karena
kuantum produksinya, kualitas, harga maupun mutu layanan. Makna kepemimpinan di
sini dapat sebagai kepeloporan ( pioneering) bagi UKM di dalam dan di luar klaster.
Pengertian kepemimpinan lainnya adalah UKM dalam klaster berperan menonjol
dibanding dengan klaster UKM, atau kelompok UKM yang terhimpun dalam wadah
lain. Wujud kepemimpinan. ini adalah dijadikannya klaster UKM dan produk
produknya, sebagai patok duga (benchmark), ukuran keberhasilan oleh pelaku lain
dalam industri yang sama.
PEMBAHASAN
Review Jurnal
Berdasarkan peraturan daerah Kota Bandung Nomor 06 tahun 2004 tentang rencana
strategis Kota Bandung dinyatakan bahwa strategi dalam rangka mengembangkan
perekonomian kota yang adil adalah melalui kebijakan mengupayakan peningkatan kegiatan
perekonomian kota berbasiskan potensi daerah. Berkenaan dengan hal tersebut di atas
bahwa di wilayah Kota Bandung tersebar beberapa potensi industri dan perdagangan yang
cukup besar namun perlu dilakukan sinergitas dari semua stakeholders untuk
menumbuhkembangkan potensi industri tersebut, misalnya yang memerlukan perhatian
sekarang yaitu daerah industry sepatu di Cibaduyut, industry kain di cigondewah, sentra rajut
di Binongjati dan juga kaos sablon di Suci dan jeans cihampilas. Sehingga perekonomian kota
yang berbasiskan potensi daerah secara makro dapat terimplementasikan dalam visi dan misi
Kota Bandung. Salah satu konsep yang mendukung peningkatan ekonomi daerah dan bisa
menanggulangi pengangguran dan kemiskinan yaitu konsep "One Village One Product".
Dalam penelitian ini, studi kasus yang diambil adalah sentra industri sepatu Cibaduyut.
Berdasarkan hasil analisis menurut 3 prinsip konsep OVOP di Kampung Cibaduyut adalah
sebagai berikut :
a. Lokal tapi Global
Produk yang dihasilkan sentra sepatu Cibaduyut rata-rata penjualannya sudah keluar
daerah seperti ke Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Papua. Namun, produk tersebut
belum sampai keluar negeri. Akan tetapi, di Cibaduyut telah banyak sepatu buatan luar negeri
9 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
dengan kualitas yang lebih baik dan bervariasi. Hal tersebut sangat menghambat
perkembangan produk sepatu pengrajin lokal. Banyak permintaan pasar yang tidak dapat
dipenuhi oleh pengrajin lokal sehingga semakin banyak barang luar negeri yang beredar di
Cibaduyut. Kendala jumlah pengrajin yang kurang dari 100 orang semakin memperburuk
produktivitas pengrajin sepatu Cibaduyut. Padahal dari segi bahan baku, sangat mudah
didapatkan. Selain itu, harga-harga sepatu di Cibaduyut sangat murah. Akan tetapi, para
pengrajin kurang dapat memaksimalkannya.
b. Kemandirian dan Kreativitas
Peralatan berupa mesin yang digunakan untuk memproduksi sepatu di Cibaduyut
jumlahnya masih sangat sedikit karena keterbatasan modal yang dimiliki masing-masing
pengrajin. Daya cipta masing-masing pengrajin pun juga berbeda-beda. Ada pengrajin yang
mengandalkan 4 mesin dengan hasil yang diperoleh sebanyak 40 pasang/hari. Teknologi
yang digunakan adalah mesin yang tradisional, belum ada penggunaan high technology yang
disebabkan juga oleh keterbatasan modal.
c. Pengembangan SDM
Jumlah tenaga kerja di tiap kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi sepatu
hanya berkisar antara 6-10 orang.
Untuk mengetahui kondisi sentra industri Cibaduyut secara keseluruhan, dalam
penelitian tersebut dilakukan analisis SWOT, di mana matriks SWOT-nya adalah sebagai
berikut :
Tabel 1. Matriks SWOT Kondisi Sentra Industri Cibaduyut
Internal
Kekuatan (Strength) :
Lamanya usaha pengrajin sepatu > 5
tahun
Bahan baku mudah diperoleh
Kebanggan masyarakat sekitar, memiliki
ciri khas dan memberikan nilai tambah
Kelemahan (Weakness) :
Jenis produk yang dihasilkannya
sejenis
Sebagai wisata belanja seringkali
menirnbulkitn kemacetan karena
terbatasnya lahan parkir sehingga
konsumen menjadi kurang nyaman
Program pemasaran masih terbatas
Penjualan dari tahun ke tahun
mengalami penurunan
Kendaia permodalan dan persaingan
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah
dan instansi terkait tidak berdampak
10 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
Eksternal
Peluang (Opportunity) :
Permintaan pasar masih cukup baik dan
bertahan karena lokasi yang strategis
Produk yang dihasilkan lebih bervariasi
Harga yang ditawarkan terjangkau oleh
masyarakat
Ancaman (Threat) :
Masuknya produk sejenis yang bukan
hasil produksi kawasan Cibaduyut
Daya beli menurun
Persaingan dari merek-merek terkanal
Tidak memiliki hak paten
Sumber: Analisa Peneliti, 2010
Strategi pengembangan yang dirumuskan berdasarkan kondisi di atas adalah sebagai
berikut :
1. Pengembangan diversifikasi, agar produk yang dihasilkan lebih bervariasi. Hal ini
dilakukan untuk bersaing dengan produk luar, di mana di kawasan Cibaduyut produk
asli sudah terkontaminasi produk luar yang mempunyai kualitas lebih baik.
2. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam pembinaan dan pelatihan dianggap kurang
berdampak, maka pemerintah perlu melakukan suatu kegiatan yang lebih dapat
dirasakan manfaatnya oleh pengrajin sepatu Cibaduyut, misalnya melakukan
pengembangan industri yang lebih terkonsentrasi langsung sesuai keinginan
pengusaha.
3. Dukungan aktivitas pemasaran terutama dalam hal menciptakan inovasi produk yang
ditawarkan, misalnya dari aspek kualitas, desain, kombinasi corak dan warna.
Tinjauan Alat Analisis
Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu peneliti melakukan pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian tersebut menggunakan dua pendekatan yaitu
sebagai berikut :
1. Data primer, sumber data primer yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan
responden yang menggunakan angket/kuisioner dan melakukan observasi lapangan.
2. Data sekunder/studi pustaka, sumber data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka,
review dokumen, data-data dari kecamatan, kelurahan, serta biro-biro terkait termasuk
daia dari para pengusaha.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik sensus, yaitu
meliputi indutri kecil di 1 kecamatan dan 3 kelurahan, yaitu sebagai berikut: Kecamatan
Bojongloa, Kelurahan Cibaduyut, Keiurahan Cibaduyut Kidul dan Kelurahan Cibaduyut Kaler.
Sebelum merumuskan strategi pengembangan, dalam penelitian tersebut dilakukan analisis
SWOT untuk mengetahui kondisi internal dan eksternal sentra industri sepatu tersebut.
11 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
Setelah itu, dari hasil analisis SWOT dirumuskan beberapa strategi terkait pengembangan
sentra industri sepatu Cibaduyut.
Pada dasarnya sebelum mengembangkan suatu sentra industri, yang penting untuk
diketahui adalah kondisi kesuluruhan dari industri tersebut. Dari analisis SWOT yang telah
dilakukan, masih belum disebutkan bagaimana kontribusi adanya sentra industri sepatu
Cibaduyut terhadap Kota Bandung, terutama terhadap Pendapatan Daerah. Jika ternyata
kontribusi sentra industri sepatu Cibaduyut memberikan sumbangsi yang cukup banyak
terhadap pendapatan daerah, maka sentra industri tersebut harus terus dikembangkan.
Analisis SWOT yang telah dilakukan sebenarnya masih perlu digali lebih banyak lagi informasi
mengenai kondisi sentra industri sepatu di Cibaduyut.
Dalam perumusan strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT, dalam
penelitian tersebut masih kurang dapat menjelaskan strategi yang telah dirumuskan secara
jelas. Untuk perumusan strategi dengan menggunakan analisis SWOT dapat dilakukan
dengan menggunakan matriks seperti di bawah ini :
Gambar 1. Matriks Perumusan Startegi Menggunakan SWOT
Sumber: Materi Kuliah Teknik Analisa Kualitatif
Gambar di atas merupakan matriks yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi
pengembangan dengan menggunakan analisis SWOT. Jadi, kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman yang telah diidentifikasi, selanjutnya akan dirumuskan strateginya berdasarkan
perpotongan antara keempat kondisi tersebut. Sehingga, strategi yang dirumuskan dapat
mewakili kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada secara jelas. Selain itu,
untuk merumuskan sebuah strategi pengembangan dapat dilakukan dengan teknik analisa
Delphi yang menghimpun stakeholder terkait untuk memberikan pandangannya masing-
masing terkait permasalahan di atas. Sehingga, dengan menggunakan perpaduan antara dua
12 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
alat analisa ini nantinya akan dapat terumuskan strategi yang sifatnya mewakili seluruh pihak
terkait.
Studi Komparasi dengan Jurnal Lain
Berikut hasil komparasi antara jurnal yang dijadikan bahan pembahasan dengan jurnal
lain yang berjudul, “Pendekatan One Village One Product (Ovop) Untuk Meningkatkan
Kreativitas Umkm Dan Kesejahteraan Masyarakat” :
Indikator Jurnal 1 Jurnal 2 Kritikan
Judul Strategi
Pengembangan Produk
Unggulan Berbasis
OVOP di Sentra
Industri Cibaduyut
Pendekatan One
Village One Product
(Ovop) Untuk
Meningkatkan
Kreativitas Umkm Dan
Kesejahteraan
Masyarakat
-
Tujuan Untuk merumuskan
strategi pengembangan
produk unggulan
berbasis OVOP di
Sentra Industri
Cibaduyut
Untuk mengetahui
pelaksanaan OVOP di
Surakarta
Terdapat perbedaa tujuan dari
kedua jurnal. Namun, yang
akan menjadi fokusan bersama
adalah terkait OVOP.
Tinjauan
Literatur
Ada Tidak Ada Jurnal 1 lebih baik daripada
jurnal 2 jika dilihat dari
kelengkapan literature.
Metode
Penelitian
- Teknik
pengumpulan data
menggunakan
survey primer dan
sekunder
- Teknik analisis
menggunakan
SWOT
Tidak disebutkan Jurnal 1 sebagai jurnal yang
menjadi bahasan utama
memiliki poin lebih daripada
jurnal pembanding karena
terdapat metode penelitian
yang jelas.
Hasil dan
pembahasan
- Memaparkan
kondisi kekinian
sentra industri
sepatu Cibaduyut
- Memaparkan
kondisi
pelaksanaan
OVOP di Surkarta
Dalam jurnal pertama, hasil
pembahasannya memang
lebih sistemastis daripada
jurnal 2. Namun, masih
13 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
- Memaparkan hasil
analisa SWOT
- Memaparkan
rumusan strategi
pengembangan
berdasarkan hasil
analisa SWOT
- Menganalisis
singkat mengenai
evaluasi
pelaksanaan
OVOP di Indonesia
secara umum
terdapat kekurangan yaitu
kurang menjelaskan kondisi
fisik wilayah secara umum,
kurang membahas secara
tertulis mengenai keterkaitan
kasus dengan konsep OVOP
dan ada beberapa penjelasan
yang kurang
berkesinambungan dengan
yang lain. Selain itu, bahasa
ataupun kalimat yang
digunakan beberapa masih
terbaca kurang efektif.
Namun, jika kita tinjau jurnal 2,
pemaparan hasil dan
pembahasannya sangat
kurang mendalam dan kurang
menggambarkan hasil
penelitian.
Kesimpulan
dan Saran
Memaparkan simpulan
jurnal, tanpa ada
saran/rekomendasi
Terdapat rekomendasi
dan kesimpulan
Dalam hal ini, jurnal 1 kurang
terdapat saran ataupun
rekomendasi yang sifatnya
mengajukan usulan untuk
stakeholder.
Sumber: Analisa Penulis, 2015
Critical Review
Berdasarkan peraturan daerah Kota Bandung Nomor 06 tahun 2004 tentang rencana
strategis Kota Bandung dinyatakan bahwa strategi dalam rangka mengembangkan
perekonomian kota yang adil adalah melalui kebijakan mengupayakan peningkatan kegiatan
perekonomian kota berbasiskan potensi daerah. Salah satu konsep yang mendukung
peningkatan ekonomi daerah yang diterapkan di Kota Bandung yaitu konsep "One Village
One Product". Dalam penelitian ini, studi kasus yang diambil adalah sentra industri sepatu
Cibaduyut. Pendekatan OVOP merupakan upaya untuk mengurangi gap kegiatan
pembangunan di kota dan pedesaan dengan mengembangkan ekonomi rakyat berbasis
potensi local, mengembangkan produk yang mampu bersaing di pasar global dengan tetap
14 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
menekankan pada nilai tambah lokal dan mendorong semangat menciptakan kemandirian
masyarakat. Menurut Prayudi (2008), latar belakang munculnya OVOP ada tiga yaitu:
pertama, adanya konsentrasi dan kepadatan populasi di perkotaan sebagai akibat pola
urbanisasi dan menimbulkan menurunnya populasi penduduk di pedesaan. Kedua, untuk
dapat menghidupkan kembali gerakan dan pertumbuhan ekonomi di pedesaan, maka perlu
dibangkitkan suatu roda kegiatan ekonomi yang sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan
dengan cara memanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada didesa tersebut serta
melibatkan para tokoh masyarakat setempat. Ketiga, mengurangi ketergantungan masyarakat
desa yang terlalu tinggi terhadap pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Pada studi kasus di sentra industri sepatu Cibaduyut kondisinya produktivitas industri
tersebut semakin lama semakin menurun. Padahal, untuk bahan baku pembuatan sepatu di
Cibaduyut tergolong sangat mudah didapatkan dan harga sepatunya pun lebih murah
dibandingkan dengan harga-harga di mall atau yang lainnya. Permasalahan utama dari sentra
industri sepatu tersebut adalah kurangnya jumlah tenaga kerja dan inovasi dalam
memproduksi sepatu. Kurangnya inovasi tersebut disebabkan karena keterbatasan kualitas
tenaga kerja dan mesin pembuat sepatu. Mesin-mesin yang digunakan masih menggunakan
mesin dengan teknologi tradisional dan jumlahnya pun sangat sedikit karena keterbatasan
dana. Semua hal tersebut menyebabkan produk sepatu Cibaduyut semakin tenggelam di
pasaran karena dikalahkan dengan produk-produk lain yang lebih inovatif dan up to date.
Berdasarkan kondisi tersebut dengan potensi yang cukup prospektif, sehingga dalam
penelitian ini akan dirumuskan strategi pengembangan sentra industri sepatu di Cibaduyut
berbasis OVOP. Penerapan OVOP di Indonesia dilaksanakan melalui program Kementerian
Perindustrian sejak tahun 2008 untuk mengembangkan potensi industri kecil dan menengah
pada berbagai sektor, termasuk diantaranya sektor kerajinan. Pada studi kasus di atas,
konsep tersebut dirumuskan dengan bersumber pada evaluasi ataupun analisis kondisi
eksisting industri sepatu di Cibaduyut. Dalam pengembangannya akan tetap berpegang teguh
pada 3 prinsip konsep OVOP, yaitu lokal tapi global, kemandirian dan kreativitas, dan
pengembangan sumber daya manusia. Bekal awal berupa potensi di sentra industri sepatu
tersebut adalah kemudahan memperoleh bahan baku pembuatan sepatu yang menyebabkan
harga sepatunya lebih murah. Dalam proses pengembangannya, dari permasalahan-
permasalahan yang ada seperti jumlah dan kualitas SDM yang kurang memadai, kurangnya
penggunaan teknologi dan kurangnya tingkat kreativitas dalam pembuatan sepatu dapat
diselesaikan menggunakan konsep OVOP. Dalam penelitian Meirina, et al,. (2012) aspek-
aspek penentu keterlaksanaan OVOP terdiri dari, tujuan pelaksanaan, inisiator OVOP,
sumber pendanaan, tahap-tahap pelaksanaan, bentuk partisipasi dalam menentukan produk
unggulan, desain dan desainer, bentuk pendampingan dan jalur pemasaran. Sedangkan,
menurut Patrisina et al. (2011), OVOP dalam sepuluh tahun terakhir berkembang hampir di
15 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
seluruh dunia, dan produk-produknya mendapat respon cukup besar dari buyers di setiap
negara. Konsep OVOP mengutamakan produk unik yang ada disetiap daerah dan keunikan
tersebut menyangkut kultur budaya, lingkungan, bahan baku, pengerjaan, dan proses
produksinya. Berikut tahapan-tahapan perluasan pengembangan OVOP menurut
Kementerian Koperasi dan UKM RI, sebagai berikut :
Tabel 2. Tahapan Perluasan Pengembangan OVOP pada tahun 2010-2014
Sumber: Jurnal “PENDEKATAN ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS UMKM DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT”, Rusnandari Retno Cahyani
16 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
Untuk dapat melihat perubahan adanya penerapan konsep OVOP, tidak dapat dilihat
dengan jangka waktu 1-2 tahun saja karena proses perbaikan kualitas tersebut membutuhkan
waktu yang lama. Diperlukan kerja sama yang bersinergi antara pemerintah dengan para
pengrajin sepatu dan juga pemerintah daerah. Selain itu, juga diperlukan branding yang
menarik untuk memunculkan kembali citra positif Cibaduyut sebagai sentra industri sepatu
yang banyak digemari masyarakat dengan kekhasannya. Jika penerapan konsep OVOP
dapat berjalan dengan baik maka akan dapat menghidupkan kembali kegiatan dan
pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Jika suatu wilayah berkembang, manfaatnya tidak
hanya dirasakan oleh wilayah itu saja. Namun, pasti wilayah-wilayah sekitarnya juga akan
mendapatkan pengaruh secara tidak langsung.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Pengembangan wilayah merupakan salah satu program pembangunan yang
bertujuan untuk mendorong laju pertumbuhan suatu wilayah, memperbaiki tingkat
kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, serta memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan
ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Pengembangan potensi-potensi lokal di suatu
daerah merupakan salah satu strategi pengembangan wilayah. Di Kota Bandung yaitu
tepatnya di sentra industri Cibaduyut yang dahulu sangat terkenal dengan produksi
sepatunya, sekarang semakin menurun karena kurangnya jumlah tenaga kerja, teknologi
yang digunakan, dan kreativitas para pengrajin. Padahal, untuk perolehan bahan baku
tergolong sangat mudah. Hal ini sebenarnya bisa menjadi potensi pengembangan sentra
industri tersebut jika dapat dikelola dengan sebaik mungkin. Dalam penelitian ini telah
dirumuskan beberapa strategi untuk pengembangan sentra industri tersebut berbasis OVOP.
Adapun strategi pengembangannya adalah sebagai berikut :
1. Mengupayakan pengembangan diversifikasi produk, agar produk yang dihasilkan lebih
bervariasi (tidak serupa). Hal ini juga dilakukan agar mampu bersaing dengan produk
luar, dimana di kawasan Cibaduyut, produk asli sudah terkontaminasi produk luar yang
memiliki kualitas yang lebih baik.
2. Dukungan aktivitas pemasaran terutama dalam hal menciptakan inovasi produk yang
ditawarkan, misalnya dari aspek kualitas, desain, kombinasi corak dan warna.
3. Dibutuhkan dukungan pemeriirtah terutama dalain upaye rneningkatkan kenyamanan
pengunjung melalui peningkatan kondisi infrastruktur yang lebih memadai,
meningkatkan daya saing melalui aktivitas pemasaran seperti menambah akses pasar
lain di pasar yang ada, lang belum menggunakan produk yang dihasiikan.
4. Fasiiitasi peningkatan aktifltas pemasaran
17 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
Berdasarkan kesimpulan tersebut, terdapat beberapa rekomendasi yang diajukan oleh
penulis adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah harus benar-benar merencanakan program-program pendukung
penerapan OVOP tersebut.
2. Dalam menentukan bentuk pembinaan untuk peningkatan kreativitas dan inovasi
yang akan diberikan kepada pengrajin, bukan hanya melalui analisa permasalahan
yang kemudian didiskusikan di forum koordinasi, tetapi juga dengan
mendengarkan aspirasi masyarakat terhadap hal-hal yang sebenarnya dibutuhkan
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
3. Pemerintah harus menghindari pemberian dana yang sama rata kepada pengrajin
atau pengusaha yang tidak memiliki kemauan dan motivasi untuk mandiri dengan
pengrajin atau pengusaha yang memiliki keinginan kuat untuk mandiri dan
pemberian melalui proses seleksi berdasarkan klasifikasi tertentu. Dengan cara
tersebut harapannya juga agar menciptakan kesadaran kemandirian kepada
masyarakat.
4. Dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja produktif
5. Pemberian dana untuk membantu pemasaran dan pembelian teknologi yang leboh
tepat guna dan efisien
6. Dalam prosesnya, pemerintah harus tetap melakukan monitoring and evaluating
terhadap pelaksanaan program tersebut setiap minimal setahun sekali.
7. Sebagai strategi pengendaliannya, pemerintah dapat menerapkan program
insentif dan disinsentif.
Lesson Learned
Dari pemaparan di atas didapatkan sebuah pembelajaran bahwa dalam upaya
meningkatkan perekonomian di suatu wilayah penting adanya pengembangan-
pengembangan potensi lokal. Jika potensi di masing-masing daerah sudah teridentifikasi,
perlu adanya perhatian khusus terhadap sektor-sektor yang mempunyai keunggulan
kompetitif dan dapat memberikan nilai tambah terhadap pertumbuhan PDRB. Dalam
implementasinya, pemerintah daerah harus membuat rencana program yang jelas untuk
kelancaran program-program yang dijalankan. Selain itu, sebagai pengendali kebijakan di
daerah tersebut harus tetap berpegang teguh pada rencana yang telah dibuat, agar tidak
terjadi disorientasi program ataupun kebijakan. Hal yang paling penting yang seringkali
dilupakan adalah adanya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program setiap
beberapa waktu sekali demi perbaikan program tersebut di suatu wilayah. Dalam hal ini
sangat diperlukan kerja sama antar semua stakeholder.
18 | P a g e
Critical Review Perencanaan Wilayah 2015 OVOP
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, Rusnandari R. _. Pendekatan One Village One Product (Ovop) Untuk Meningkatkan
Kreativitas UMKM dan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Fakultas Ilmu Komunikasi
dan Manajemen Universitas Sahid Surakarta.
Claymone, Yoopin. _. A Study on One village One Product Project (OVOP) in Japan and
Thailand as an Alternative of Community Development in Indonesia: A Perspective
on Japan and Thailand.
Ning Li dan Fred R. Schuman. 2013. The One Village One Product (Ovop) Model and
Economic Development On Guam. Journal of Economics and Economic Education
Research, Volume 14, Number 3.
Oktavilia, Shanty. 2011. Pengembangan Potensi Ekonomi Lokal Daerah Tertinggal sebagai
Upaya Mengatasi Disparitas Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Jawa Tengah.
Prosiding SNaPP 2011: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora