Tugas Bells Palsy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sasa

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 20-50 tahun. Peluang untuk terjadinya bells palsy pada laki-laki sama dengan para wanita. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya bells palsy lebih tinggi dari pada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.1,2Para ahli menyebutkan bahwa pada bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi unilateral. Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan di dalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.2,3

Permasalahan yang ditimbulkan Bells palsy cukup kompleks, diantaranya masalah fungsional, kosmetika dan psikologis sehingga dapat merugikan tugas profesi penderita. Sehingga, rehabilitasi medik pada penderita Bells Palsy diperlukan untuk membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiBells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis atau kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.1

2.2 Epidemologi Insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan karena penderita tidak hanya berobat ke dokter saraf saja, tetapi kemungkinan ada yang berobat kepada dokter umum, dokter THT maupun dokter mata. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 2130 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai atau bergadang sebelum menderita bells palsy.2,32.3 EtiologiAda 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu:1,21. Teori iskemik vaskuler

Terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N.VII. Terjadi vasokontriksi arteriole yang melayani N.VII sehingga terjadi iskemik, kemudian diikuti oleh dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler yang meningkat dengan akibat terjadi transudasi. Cairan transudat yang keluar akan menekan dinding kapiler limfe sehingga menutup. Selanjutnya akan menyebabkan keluar cairan lagi dan akan lebih menekan kapiler dan venula dalam kanalis fasialis sehingga terjadi iskemik.2. Teori infeksi virus

Bells palsy sering terjadi setelah penderita mengalami penyakit virus, sehingga menurut teori ini penyebab bells palsy adalah virus. Juga dikatakan bahwa perjalanan klinis bells palsy menyerupai viral neurophaty pada saraf perifer lainnya.3. Teori herediter

Penderita bells palsy kausanya herediter, autosomal dominan. Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.

4. Teori imunologi

Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi. Berdasarkan teori ini maka penderita bells palsy diberikan pengobatan kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.2.4 PatofisiologiPatofisiologi timbulnya Bells Palsy secara pasti masih dalam perdebatan. N.VII berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang disebut dengan kanalis fasialis. Adanya edema dan ischemia menyebabkan kompresi dari N.VII dalam kanalis tulang ini, karena itu ia terjepit di dalam foramen stilomastoideum dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kompresi N.VII ini dapat dilihat dengan MRI. Bagian pertama dari kanalis fasialis yang disebut dengan segmen labyrinthine adalah bagian yang paling sempit, meatus foramien ini memiliki diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat paling sering terjadinya kompresi pada N.VII pada Bells Palsy, karena bagian ini merupakan tempat yang paling sempit maka terjadinya inflamasi, demielinisasi, ischemia, ataupun proses kompresi paling mungkin terjadi. Lokasi terserangnya Nervus Fasialis di Bells Palsy bersifat perifer dari nukleus saraf tersebut, dimana timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika lesinya timbul di bagian proksimal ganglion genikulatum maka akan timbul kelumpuhan motorik disertai dengan ketidak abnormalan fungsi gustatorium dan otonom. Apabila lesi terletak di foramen stilomastoideus dapat menyebabkan kelumpuhan fasial saja.1,2,62.5 Gambaran Klinis dan KeluhanBiasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bells palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang.1,2,3

Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka dimana kelumpuhan N.VII yang mempersyarafi m.orbikularis okuli dapat menyebabkan lagoftalmus yaitu palpebra tidak dapat menutup dengan sempurna. Kelainan ini akan mengakibatkan trauma konjungtiva dan kornea karena mata tetap terbuka sehingga konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk konjungtivitis atau suatu keratitis. Serta bola mata pasien berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat Bells palsy.2,3,7Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan dari 2/3 depan lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan bila saraf yang menuju ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis. Keadaan ini dapat diperiksa dengan pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata berupa pengurangan atau hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya ganglion genikulatum dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schirmer.2,4,5 Komplikasi ke bagian mata antara lain :2,3,5 Lagoftalmus Ektropion paralitik dari kelopak mata bagian bawah Alis Jatuh Retraksi kelopak mata atas Erosi Kornea Crocodile-tears tearing

Komplikasi ke bagian telinga antara lain: 3Hampir separuh pasien yang mengalami Bell Palsy mengeluhkan nyeri pada bagian belakang telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya gejala Bell Palsy, namun pada 25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari sebelum timbulnya Bell Palsy. Beberapa pasien juga mengeluhkan terjadinya hyperacusis pada telinga ipsilateral dari Palsy yang terjadi, yang merupakan akibat sekunder dari kelemahan otot stapedius.

Gangguan Pengecapan: 3,6Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan, dimana 80% dari penderita Bell Palsy mengalami penurunan kemampuan merasa. Spasme Fasial1,2,3,7Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat stress dan timbul akibat kompreksi dari akar Nervus VII akibat gangguan pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul Synkinesis yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup mata, contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum atau ketika mengedipkan mata.

Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut :1,2a. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang masih berada disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan matanya. Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula lakrimalis yang berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan

b. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda tympani.

Seluruh gejala di atas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapan dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.

c. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus stapedius

Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis.d. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum.Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya seringkali akut dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bells yang disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi lesi herpetik terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada pinna.

e. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus

Gejala - gejala Bells Palsy di atas ditambah ketulian akibat terkenanya nervus VIII.

f. Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons

Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar nervus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis. Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus rectus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi.

g. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan involunter yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab dan mekanisme sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai sebabnya adalah suatu rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun demikian gerakan - gerakan otot wajah involunter bisa bangkit juga sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata memejam secara berlebihan.

2.6 DiagnosaDiagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Untuk menegakkan diagnosis suatu bells palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer, kemudian menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis tersebut.2,5Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.

Anamnesa : 41,5,8 Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah.Tidak bisa menutup mata dengan sempurna. Otalgia (nyeri pada telinga)

Hiperakusis (sensitifitas berlebihan terhadap suara)

Gangguan atau kehilangan pengecapan. Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

Pemeriksaan : 1,5,81. Pemeriksaan neurologi

Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:

a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.4 Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.

Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat

Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal ini dikenal sebagai Lagoftalmus.

Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan.

Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.

IndikatorSKALA UGO FISCH untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bells palsy. SKALA UGO FISCH

Dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5 posisi:POSISINILAIPERSENTASE (%)

0, 30, 70, 100SKOR

Istirahat20

Mengerutkan Dahi10

Menutup Mata30

Tersenyum30

Bersiul10

TOTAL

Ada 3 pola penilaian yaitu:

Subjective Global Evaluation, dimana penderita sendiri yang diminta menilai dirinya (mengamati wajah dengan cermin).

Objective Global Evaluation, atau Physicians Global Evaluation

Physicians Detailed Evaluation

Penilaian presentase: 0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter

30% : simetri, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit daripada simetris normal.

70% : simetris, fair/cukup, kesmbuhan parsial yang cenderung kea rah normal.

100% : simetris, normal komplit.

Misalnya dalam menutup mata nilai fair (70%), maka didapat 70%x30 point = 21 point. Kemudian ke-5 penilaian dijumlahkan. Pada keadaan normal nilai yang didapat adalah 100. Makin besar nilai yang didapat maka prognosis neurologis maupun fungsional akan lebih baik.b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 1,5,8Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam.2. Pemeriksaan Penunjang. 1,5,8 Uji kepekaan saraf(nerve excitability test)Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik. Uji konduksi saraf(nerve conduction test)Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan. ElektromiografiPemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.

Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidahPemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina).

Elektrogustometri

Membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya.

Uji SchirmerPemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter. berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl. genikulatum CT SCAN/MRIPada pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita mengalami kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis ataupun terdapat tumor. 2.7 Diagnosa Banding1,21. Otitis Media Supurativa dan MastoiditisDisamping kemungkinan adanya paresis fasialis, maka ditemukan adanya rasa nyeri di dalam atau di belakang telinga. Pada foto mastroid ditemukan gambaran infeksi. Pada otitis media terjadi proses radang di dalam kavum timpani sehingga dinding tulang kanalis fasialis ikut mengalami kerusakan sehingga terjadi paresis fasialis.2. Herpes Zoster OticusTerjadi infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum. Di samping adanya paresis fasialis juga ditemukan adanya tuli persetif dan tampak vesikel-vesikel yang terasa amat nyeri di daun telinga. Karena adanya proses inflamasi maka akan menimbulkan pembengkakan, timbunan metabolit di dalam kanalis Fallopii dan selanjutnya menyebabkan iskemia dan paresis fasialis. Pada pemeriksaan darah didapatkan adanya kenaikan titer antibodi terhadap virus varisela-zoster.3. Trauma kapitisParesis fasialis terdapat pada trauma kapitis (misalnya fraktur os temporal, fraktur basis kranii atau trauma lahir/forceps) atau karena operasi. Pada cedera kepala sering terjadi fraktura os temporale parspetrosus yang selalu terlihat pada foto rontgen.

4. Sindroma Guillain Barre dan Miastenia GravisPada kedua penyakit ini, perjalanan dan gambaran penyakitnya khas dan paresis hampir selalu bilateral.

5. Tumor IntrakranialisSemua neoplasma yang mengenai sepanjang perjalanan N.VII dapat menyebabkan paresis fasialis. Tumor intra kranial yang tersering yaitu tumor sudut serebelo pontis. Di sini selain terdapat paresis N.VII juga biasanya ditemukan adanya lesi N.V dan N.VIII. tumor yang lain misalnya Ca-nasofaring (biasanya disertai dengan kelainan saraf kraniales lain) dan tumor kelenjar parotis.

6. Leukimia

Paresis fasialis disebabkan karena infiltrat sel-sel lekemia. Paresis terjadi bilateral dan simultan. Diawali dengan rasa nyeri di dalam kepala atau telinga dan tuli.2.8 Terapi1. Terapi medikamentosa :1,2 Kortikosteroid dapat digunakan salah satu contohnya adalah prednison atau methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara bertahap (tappering off) selama 7 hari. Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid. Penggunaan Aciclovir 400 mg sebanyak 5 kali per hari P.O selama 10 hari. Atau penggunaan Valacyclovir 500 mg sebanyak 2 kali per hari P.O selama lima hari, penggunaan Valacyclovir memiliki efek yang lebih baik. Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi dengan ACTH im 40-60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat penyembuhan.2,9 Analgesik untuk menghilangkan rasa nyeri. 2. Terapi operatifIndikasi terapi operatif yaitu:2

Produksi air mata berkurang menjadi < 25%

Aliran saliva berkurang menjadi < 25%

Respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda 2,5 mA.

Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain dekompresi nervus Fasialis, Subocularis Oculi Fat Lift (SOOF), Implantasi alat ke dalam kelopak mata, tarsorrhapy, transposisi otot muskulus temporalis, facial nerve graftingdan direct brow lift.23. Rehabilitasi MedikRehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial.4Tujuan rehabilitasi medik adalah :4 Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin

Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.4Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bells palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik, psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak berperan.41) Program Fisioterapi4 Pemanasan

a. Pemanasan superfisial dengan infra red.b. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy. Stimulasi listrik

Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.

Latihan otot-otot wajah dan massage wajah

Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).

Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bells palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.

2) Program Terapi Okupasi 4Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.

3) Program Sosial Medik 4Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.

4) Program Psikologik 4Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.

5) Program Ortotik Prostetik 4

Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan Y plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur. 6) Home Program: 4a. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menitb. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehatc. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet4. Perawatan mata :Tindakan yang dilakukan antara lain:a. Memakai salep mata (golongan artifial tears) 3x sehari dan salep mata.b. Mamakai kaca mata untuk mencegah iritasi debu dan cahaya.

c. Kelopak mata diplaster agar tetap dalam keadaan tertutup.

d. Bila keadaan terlalu berat maka dilakukan tarsorafi ataupun blefarofati dengan menjahit dan mendekatkan kedua kelopak atas dengan bawah. Pada tempat jahit diberikan salep antibiotika.2.9 Komplikasi 1,2a. Crocodile tear phenomenon

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.b. Synkinesis

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Contohnya yaitu:

Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi.

Pada saat meperlihatkan gigi (menyeringai), maka mata penderita pada sisi sakit manjadi tertutup.

Bila penderita menggerakkan suatu bagian wajahnya, maka semua otot wajah pada sisi lumpuh manjadi kontraksi.

Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah/keliru. c. Clonic fasial spasm (Hemifacial spasm)Timbul kedutan (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) pada wajah yang pada stadium awal hanya mengenai 1 sisi wajah saja tetapi kemudian kontraksi ini dapat mengenai pada sisi lainnya. Bila mengenai kedua sisi wajah, maka tidak terjadi bersamaan pada kedua sisi wajah.

Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. Kecuali sebagai komplikasi bells palsy, maka hemifacial spasm dapat disebabkan oleh kompresi N.VII oleh tumor atau aneurisme pada daerah sudut serebelo pontis atau lengkungan arteri serebeler antero inferior yang berlebihan atau arteri auditorius internus.d. Kontraktur

Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.2.10 Prognosis1Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan. Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan tanda prognosis baik.Pemulihan daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari pasca awitan biasanya berkaitan dengan pemulihan paralisis secara sempurna. Apabila lebih 14 hari, maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk.

BAB IIIKESIMPULAN

Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis. Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu teori iskemik vaskuler, teori infeksi virus, teori herediter, teori imunologi.Gambaran klinis bells palsy dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini dan lagoftalmus. Skala UGO FISCH digunakan untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bells palsy. Penatalaksanaannya dengan terapi medikamentosa yaitu kortikosteroid, vitamin B1, B6 dan B12, analgesik, penggunaan obat antiviral (acyclovir). Juga dilakukan rehabilitasi medik, perawatan mata seperti memakai obat tetes mata (golongan artifial tears), memakai kaca.Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan. Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan tanda prognosis baik.DAFTAR PUSTAKA

1. Sabirin J. Bells Palsy. Dalam: Hadinoto dkk. Gangguan gerak. Cetakan I. Semarang: FK UNDIP, 1990;171-181

2. Djamil Y, A Basjiruddin. ParalisisBell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2009. hal 297-3003. Maisel RH, Levine SC. Gangguan saraf facialis. Dalam: adams dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC,1997:139-152

4. Rusk HA. Disease of the cranial Nerves. In: Rehabilitation Medicine. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill,1971:429-31

5. Lumbantobing SM. Saraf otak: Nervus Fasial. Dalam: Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FK UI,2004:55-60

6. Mardjono, M. Sidharta, P.Nervus Fasialisdan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5thed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-1637. Sjahrir, Hasan.Nervus Fasialis. Medan ;Yandira Agung, 20038. Sidharta P.Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta :Dian Rakyat, 1985 : 311-1721