31

Click here to load reader

TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat Yunani klasik merupakan permulaan dari pemikiran filsafat atau

pembahasan filsafat secara spekulatif rasional dan irrasional dogmatis. Filsafat

Yunani klasik merupakan contoh ilustrasi pemikiran dan pembahasan masalah

filsafat secara sistematis dan lengkap dan berlaku sampai sekarang. Berbagai

pemikiran tentang filsafat mengalami kemajuan pada masa Renaissance.

Memasuki abad ke-17 beberapa filosuf mencapai penyempurnaan dan

kedewasaan pemikiran. Pengaruhnya sangat besar bagi pemikiran-pemikiran

filsafat pada masa berikutnya. Oleh karena itu, pada masa ini yang dipandang

sebagai sumber pengetahuan hanya apa yang secara alamiah dapat dipakai

manusia yaitu akal atau rasio dan pengalaman atau empiris. Orang cenderung

untuk memberikan tekanan kepada salah satu dari keduanya. Pada abad ini

muncul dua aliran filsafat yang saling bertentangan yaitu rasionalisme dan

empirisme.

Rasionalisme adalah sebuth aliran filsafat yang menekankan akal atau

rasio sebagai sumber pengetahuan yang memiliki nilai kebenaran dan dapat diuji

keilmiahannya. Maka pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi

syarat kebenaran ilmiah secara mutlak. Adapun pengalaman hanya dapat dipakai

untuk meneguhkan pengetahuan yang telah diperoleh akal. Akal tidak

memerlukan pengalaman karena akal dapat menurunkan kebenaran dari pada

dirnya sendiri yaitu atas dasar asas-asas yang pasti. Metode yang diterapkan

adalah deduktif dengan pendekatan ilmu pasti.

Segala sesuatu dapat dan harus dimengerti secara rasional. Suatu

pernyataan hanya boleh diterima sebagai benar dan sebuah claim hanya dapat

dianggap sah apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Wewenang

tradirional otoritas dan dogma merupakan pernyataan yang dianggap tidak dapat

dipertanggungjawabkan secara rasional. Rasionalisme merupakan semacam

pemberontakan terhadap otoritas-otoritas tradisional yang bersifat dogmatis.

Tidak cukup untuk mendasarkan sebuah tuntutan atas wewenang pihak yang

menuntut, melainkan isi tuntutan itu sendiri harus dapat dipertanggungjawabkan

secara rasional. Aliran filsafat ini secara hakiki bersifat anti tradisional.

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 1

Page 2: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

Adapun aliran empirisme berpendapat bahwa empirik atau pengalamanlah

yang menjadi sumber pengetahuan baik pengalaman yang batiniyah maupun

yanglahiriayah. Akal bukan menjadi sumber pengetahuan, akan tetapi akal

mendapatkan tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari

pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi. Semula aliran ini seperti

masih menganut semacamrealisme yang naif yang menganggap bahwa

pengenalan yang diperoleh melalui pengalaman tanpa penyelidikan lebih lanjut

telah memiliki nilai yang obyektif. Akan tetapi kemudian nilai pengenalan yang

diperoleh memalui pegalaman itu sendiri dijadikan sasaran atau obyek penelitaian.

Aliran ini muncul di Inggris pada awalnya dipelopori Francis Bacon (1531-1626).

Pada perkebangannya dilanjutkan oleh tokoh-tokoh pasca Descartes seperti

Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), Berkeley (1685-1753),

dan yang terpenting adalah David Hume (1711-1776).

Secara harafiah kata kritik berarti “pemisahan”. Filsafat Kant bermaksud

membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang

tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada

segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai

penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan

batas-batas kemampuannya untuk memberi tempat kepada keyakinan.

Aliran intuisionisme dipelopori oleh Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881–

1966) yang berkebangsaan Belanda. Aliran ini sejalan dengan filsafat umum yang

dicetuskan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Intusionis mengklaim bahwa

matematika berasal dan berkembang di dalam pikiran manusia. Ketepatan dalil-

dalil matematika tidak terletak pada simbol-simbol di atas kertas, tetapi terletak

dalam akal pikiran manusia. Hukum-hukum matematika tidak ditemukan melalui

pengamatan terhadap alam, tetapi mereka ditemukan dalam pikiran manusia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang, pemakalah mengajukan

permaslahan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan rasionalisme, empirisme, kritisisme dan

intuisionisme?

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 2

Page 3: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

2. Bagaimanakah pemikiran para filosuf rasionalisme, empirisme, kritisisme dan

intuisionisme?

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Rasionalisme

Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris

rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”.

A.R. Lacey(2000) menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya Rasionalisme

adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi

pengetahuan dan pembenaran.

Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang

berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan.

Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului

atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya

pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua

pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan

yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan

kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang pasti.

Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman

hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini

yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di

dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang

sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya

dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.

Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti.

Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide

yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia.

Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun

manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide

tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan

pikiran manusia.

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 3

Page 4: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

Dalam pengertian ini pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa

karena pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya

prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin

akan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori,

dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan sebaliknya

pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip tersebut. Dalam

perkembangannya Rasionalisme diusung oleh banyak tokoh, masing-masingnya

dengan ajaran-ajaran yang khas, namun tetap dalam satu koridor yang sama. Pada

abad ke-17 terdapat beberapa tokoh kenamaan seperti René Descartes, Gottfried

Wilhelm von Leibniz, Christian Wolff dan Baruch Spinoza. Sedangkan pada abad

ke-18 nama-nama seperti Voltaire, Diderot dan D’Alembert adalah para

pengusungnya.

2.2 Empirisme

Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism

dan experience.13 Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani ݵðåéñßá

(empeiria) dan dari kata experietia14 yang berarti “berpengalaman dalam”,

“berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut A.R. Lacey (2000)

berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang

berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan

kepada pengalaman yang menggunakan indera.

Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai

Empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari

dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang

dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah

satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal.

Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan

mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat

dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih

lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan

mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar

untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat dijamin. Kaum

empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 4

Page 5: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris

bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam

persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri.

Jika kita mengatakan kepada dia bahwa seekor harimau di kamar mandinya,

pertama dia minta kita untuk menjelaskan bagaimana kita dapat sampai kepada

kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan bahwa kita melihat harimau

tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan

mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal tersebut jika dia

atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, dengan jalan melihat

harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.

Seperti juga pada Rasionalisme, maka pada Empirisme pun terdapat

banyak tokoh pendukungnya yang tidak kalah populernya. Tokoh-tokoh dimaksud

di antarnya adalah David Hume, John Locke dan Bishop Berkley.

2.3 Rasionalisme Rene Descartes

2.3.1 Kehidupan dan Karya Rene Descartes

René Descartes atau Cartesius dilahirkan di La Haye, sebuah kota kecil di

Touraine, Perancis tahun 1596.19 Ia mendapatkan pendidikan di sekolah Jesuit di

La Flèche. Selama di sekolah ini, karena kondisi kesehatannya yang kurang baik,

ia diizinkan untuk tetap berada di tempat tidur dan ini pada akhirnya menjadi

sebuah kebiasaan selama hidupnya. Di sekolah Jesuit, Descartes mendapatkan

pelajaran-pelajaran tentang filsafat, fisika dan matematika. Selama di sekolah ini

pula ia ikut merayakan ditemukannya berbagai bulan yang ada pada planet Jupiter

tahun 1611.

Setelah meninggalkan La Flèche, Descartes melanjutkan pendidikannya ke

sekolah hukum di Poitiers. Selanjutnya ia berpergian di beberapa negera Eropa

selama satu dekade, termasuk tiga tahun di Paris, di mana ia menemukan

Mersenne, yang kemudian menjadi mentornya. Pada tahun 1629, dalam

pencariannya akan ketenangan dan kesunyaian, ia menetap di Belanda. Belanda

dianggap sebagai tempat yang paling tepat karena iklim kebebasannya yang

terbaik di Eropa.20 Descartes menetap di Belanda sampai dengan 1649. Pada

rentang waktu tahun-tahun inilah ia menulis banyak karya ilmiah. Pada Oktober

1649 pula ia pindah ke Stochkholm, Swedia, namun pada Februari tahun

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 5

Page 6: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

berikutnya yakni 1650, ia wafat karena penyakit pneumonia. Sebagai seorang

filosof, Descartes telah menghasilkan beberapa karya filsafat yakni: Discours de

la méthode pour bien conduire sa raison et chercher les vérités dansles sciences

(Discourse on Method), 1637; Meditationes de Prima Philosophia (Meditations

on the First Philosoph), 1641; Principia Philosopiae (Principles of Philosophy),

1644; dan Les Passiones de L’ame (1650).

2.3.2 Ajarannya

René Descartes mengajukan argumentasi yang kukuh untuk pendekatan

rasional terhadap pengetahuan. Hidup dalam keadaan yang penuh dengan

pertentangan ideologis, Descartes berkeinginan untuk mendasarkan keyakinannya

kepada sebuah landasan yang memiliki kepastian yang mutlak. Untuk itu, ia

melakukan berbagai pengujian yang mendalam terhadap segenap yang

diketahuinya. Dia memutuskan bahwa jika ia menemukan suatu alasan yang

meragukan suatu kategori atau prinsip pengetahuan, maka ketegori itu akan

dikesampingkan. Dia hanya akan menerima sesuatu yang tidak memiliki keraguan

apa-apa. Apapun yang masih dapat diragukan maka hal tersebut wajib diragukan.

Seluruh pengetahuan yang dimiliki manusia harus diragukan termasuk

pengetahuan yang dianggap paling pasti dan sederhana. Keraguan Descartes inilah

yang kemudian dikenal sebagai keraguan metodis universal.

Pengetahuan-pengetahuan yang harus diragukan dalam hal ini adalah

berupa: segala sesuatu yang kita didapatkan di dalam kesadaran kita sendiri,

karena semuanya mungkin adalah hasil khayalan atau tipuan; dan segala sesuatu

yang hingga kini kita anggap sebagai benar dan pasti, misalnya pengetahuan yang

telah didapatkan dari pendidikan atau pengajaran, pengetahuan yang didapatkan

melalui penginderaan, pengetahuan tentang adanya benda-benda dan adanya

tubuh kita, pengetahuan tentang Tuhan, bahkan juga pengetahuan tentang ilmu

pasti yang paling sederhana.

Menurut Descartes, satu-satunya hal yang tidak dapat diragukan adalah

eksistensi dirinya sendiri; dia tidak meragukan lagi bahwa dia sedang ragu-ragu.

Bahkan jika kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada; dia berdalih

bahwa penyesatan itu pun merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang

disesatkan.27 Aku yang ragu-ragu adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 6

Page 7: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

karena apabila kita menyangkalnya berarti kita melakukan apa yang disebut

kontradiksi performatis. Dengan kata lain, kesangsian secara langsung

menyatakan adanya aku, pikiranku yang kebenarannya bersifat pasti dan tidak

tergoyahkan. Kebenaran tersebut bersifat pasti karena aku mengerti itu secara

jernih dan terpilah-pilah atau dengan kata lain tidak ada keraguan sedikit pun di

dalamnya. Kristalisasi dari kepastian Descartes diekspresikan dengan diktumnya

yang cukup terkenal, “cogito, ergo sum”, aku berpikir maka aku ada.

Beberapa atatan ditambahkan oleh Gallagher dan Hadi29 tentang maksud

dari cogito, ergo sum ini. Pertama, isi dari cogito yakni apa yang dinyatakan

kepadanya adalah melulu dirinya yang berpikir. Yang termaktub di dalamnya

adalah cogito, ergo sum cogitans. Saya berpikir, maka saya adalah pengada yang

berpikir, yaitu eksistensi dari akal, sebuah substansi dasar. Kedua, cogito

bukanlah sesuatu yang dicapai melalui proses penyimpulan, dan ergo bukanlah

ergo silogisme. Yang dimaksud Descartes adalah bahwa eksistensi personal saya

yang penuh diberikan kepada saya di dalam kegiatan meragukan.

Lebih jauh, menurut Descartes, apa yang jernih dan terpilah-pilah itu tidak

mungkin berasal dari luar diri kita. Descartes memberi contoh lilin yang apabila

dipanaskan mencair dan berubah bentuknya. Apa yang membuat pemahaman kita

bahwa apa yang nampak sebelum dan sesudah mencair adalah lilin yang sama?

Mengapa setelah penampakan berubah kita tetap mengatakan bahwa itu lilin?

Jawaban Descartes adalah karena akal kita yang mampu menangkap ide secara

jernih dan gamblang tanpa terpengaruh oleh gejala-gejala yang ditampilkan lilin.

Oleh karena penampakan dari luar tidak dapat dipercaya maka seseorang

mesti mencari kebenaran-kebenaran dalam dirinya sendiri yang bersifat pasti. Ide-

ide yang bersifat pasti dipertentangkan dengan ide-ide yang berasal dari luar yang

bersifat menyesatkan.

Berbeda dengan para rasionalis-ateis seperti Voltaire, Diderot dan

D’Alembert, Descartes masih memberi tempat bagi Tuhan. Descartes masih

dalam koridor semangat skolastik yaitu penyelarasan iman dan akal. Descartes

mempertanyakan bagaimana ide tentang Tuhan sebagai tak terbatas dapat

dihasilkan oleh manusia yang terbatas. Jawabannya jelas. Tuhanlah yang

meletakkan ide tentang-Nya di benak manusia karena kalau tidak keberadaan ide

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 7

Page 8: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

tersebut tidak bisa dijelaskan. Descartes merupakan bagian dari kaum rasionalis

yang tidak ingin menafikan Tuhan begitu saja sebagai konsekuensi pemikiran

mereka. Kaum rasionalis pada umumnya “menyelamatkan” ide tentang

keberadaan Tuhan dengan berasumsi bahwa Tuhanlah yang menciptakan akal kita

juga Tuhan yang menciptakan dunia.

Tuhan menurut kaum rasionalis adalah seorang “Matematikawan Agung”.

Matematikawan agung tersebut dalam menciptakan dunia ini meletakkan dasar-

dasar rasional, ratio, berupa struktur matematis yang wajib ditemukan oleh akal

pikiran manusia itu sendiri.

2.4 Empirisme David Hume

2.4.1 Kehidupan dan Karya David Hume

David Hume lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711.33 Ia pun menempuh

pendidikannya di sana. Keluarganya berharap agar ia kelak menjadi ahli hukum,

tetapi Hume hanya menyenangi filsafat dan pengetahuan. Setelah dalam beberapa

tahun belajar secara otodidak, ia pindah ke La Flèche, Prancis (tempat di mana

Descartes menempuh pendidikan).34 Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih

banyak menghabiskan waktu hidupnya di Prancis.

Sebagaimana Descartes, Hume juga meninggalkan banyak tulisan berikut:

A Treatise of Human Nature, 1739-1740; Essays, Moral, Political and Literary,

1741-1742; An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748; An Enquiry

Concerning the Principles of Morals, 1751; Political Discourses, 1752; Four

Dissertation, 1757; Dialogues Concerning Natural Religion, 1779; dan

Immortality of the Soul, 1783.35 Perlu dicatat bahwa buku-buku An Enquiry

Concerning Human Understanding dan An Enquiry Concerning the Principles of

Morals merupakan ringkasan dan revisi dari buku A Treatise of Human Nature.

2.4.2 Ajarannya

Usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak dan

pasti telah berlangsung secara terus menerus. Namun, terdapat sebuah tradisi

epistemologis yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia

yang meninggalkan cita-cita untuk mendapatkan pengetahuan yang mutlak dan

pasti tersebut, salah satunya adalah Empirisme.

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 8

Page 9: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

Kaum empiris berpandangan bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh

melalui pengalaman. Hume seperti layaknya filosof Empirisme lainnya menganut

prinsip epistemologis yang berbunyi, “nihil est intelectu quod non antea fuerit in

sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam pikiran yang tidak terlebih

dahulu terdapat pada data-data inderawi”.

Hume melakukan pembedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan

penginderaan langsung atas realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas

kesan-kesan. Menurutnya, kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide

sebagai pengalaman langsung tidak dapat diragukan.38Dengan kata lain, karena

ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, maka isi pikiran manusia tergantung

kepada aktivitas inderanya. Kesan maupun ide, menurut Hume, dapat sederhana

maupun kompleks. Sebuah ide sederhana merupakan perpanjangan dari kesan

sederhana. Begitu pula ide kompleks merupakan kelanjutan dari kesan kompleks.

Tapi, dari ide kompleks dapat diturunkan menjadi ide sederhana.

Pikiran kita menurut Hume bekerja berdasarkan tiga prinsip pertautan ide.

Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak

kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan yaitu kalau kita

memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir

tentang adanya jendela, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang

kita dapatkan lewat pengalaman inderawi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab-

akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit yang

diakibatkannya.

Hal-hal di atas mengisyaratkan bahwa ide apa pun selalu berkaitan dengan

kesan. Karena kesan berkaitan langsung dengan pengalaman inderawi atas realitas

maka ide pun harus sesuai dengan relitas yang ditangkap pengalaman inderawi.

Berdasarkan prinsip epistemologinya, Hume melancarkan kritik keras

terhadap asumsi epistemologi warisan filsafat Yunani kuno yang selalu

mengklaim bahwa pengetahuan kita mampu untuk menjangkau semesta

sesungguhnya. Hume mengemukakan bahwa klaim tentang semesta

sesunguguhnya di balik penampakan tidak dapat dipastikan melalui pengalaman

faktual maupun prinsip non-kontradiksi.

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 9

Page 10: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

Kritik Hume diejawantahkan dalam sikap skeptisnya terhadap hukum sebab akibat

yang diyakini oleh kaum rasionalis sebagai prinsip utama pengatur semesta.

Kenicayaan hubungan sebab akibat tidak pernah bisa diamati karena semuanya

masih bersifat kemungkinan.

Hubungan sebab akibat, menurut Hume, didapatkan berdasarkan kebiasaan dan

harapan belaka dari peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan satu sama lain.

Orang sudah terbiasa di masa lalu melihat peristiwa matahari terbit di Timur

selalu diikuti oleh peristiwa tenggelam di Barat dan ia akan mengharapkan

peristiwa yang sama terjadi di masa yang akan datang. Bagi Hume, ilmu

pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang niscaya tentang

dunia ini. Kebenaran yang bersifat apriori seperti ditemukan dalam matematika,

logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah

pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat

pengamatan empiris atau secara aposteriori.

2.5 Kritisisme

Kritisisme diperkenalkan pertama kali oleh Immanuel Kant (1724-1804)

yang juga ajarannya disebut sebagai filsafat kritis. Tiga karya besarnya disebut

sebagai “Kritik”, yaitu : Kritik der reinen Vernunft (Critique of Pure Reason),

Kritik der praktischen Vernunft (Critique of Practical Reason), dan Kritik der

Urteilskraft (Kritik atas Daya Pertimbangan). (Hadiwijono, 1980 : 64)

Secara harafiah kata kritik berarti “pemisahan”. Filsafat Kant bermaksud

membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang

tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada

segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai

penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan

batas-batas kemampuannya untuk memberi tempat kepada keyakinan.

Filsafat Kant bermaksud untuk memugar sifat objektivitas dunia dan ilmu

pengetahuan. Supaya maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari

sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak dari empirisisme. Rasionalisme

mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subjeknya

lepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisisme mengira hanya dapat

memperoleh pengenalan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisisme

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 10

Page 11: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

sekalipun mulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetapi melalui

idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang radikal. Disini, filsafat

Kant memadukan kedua filsafat rasionalisme dan empirisisme manjadi satu

kesatuan dalam bentuk filsafat kritis, dan membangun cara berpikir kritis yang

tidak terjebak dalam keduanya.

Menurut Kant, pemikiran telah mencapai arahnya yang pasti dalam ilmu

pengetahuan pasti-alam yang telah disusun oleh Newton. Ilmu pengetahuan pasti-

alam itu telah mengajar kita bahwa perlu sekali kita terlebih dahulu secara kritis

meneliti tindakan pengenalan itu sendiri. Pengenalan bersandar kepada putusan.

Oleh karena itu perlu sekali pertama-tama diadakan penelitian terhadap putusan.

Suatu putusan menghubungkan dua pengertian yang terdiri dari subjek dan

predikat. Dalam satu putusan seperti “meja itu bagus”, maka predikatnya (bagus)

menambahkan sesuatu yang baru kepada subjeknya (meja). Karena tidak semua

meja adalah bagus. Putusan ini disebut putusan yang sintetis, karena

menambahkan sesuatu yang baru terhadap subjeknya dan diperoleh secara a

posteriori, atau melalui pengalaman dengan melihat meja itu dan membandingkan

dengan meja-meja lain. Inilah putusan yang dihasilkan oleh empirisisme.

Dalam putusan yang lain seperti “lingkaran adalah bulat”, ternyata

predikatnya (bulat) tidak memberi sesuatu yang baru terhadap subjeknya

(lingkaran). Maka hal ini disebut putusan yang analitis, dan bersifat a priori, atau

bisa diperoleh hanya melalui kegiatan pemikiran akali saja tanpa dibutuhkannya

suatu pengalaman. Inilah putusan yang dihasilkan oleh rasionalisme.

Menurut Kant, syarat dasar bagi suatu pengetahuan adalah bersifat umum

dan perlu mutlak namun sekaligus memberi pengetahuan yang baru. Empirisme

memberikan putusan-putusan yang sintetis, jadi tidak mungkin empirisme

memberikan suatu yang bersifat umum dan perlu mutlak. Sebaliknya rasionalisme

memberikan putusan-putusan yang analitis, jadi tidak memberikan suatu

pengetahuan yang baru. (Hadiwijono, 1980 : 65-66)

Demikianlah, ternyata baik empirisisme maupun rasionalisme tidak

memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh ilmu pengetahuan. Maka dari itu, perlu

diselidiki bagaimana membuatu suatu putusan-putusan yang sintetis a priori, yaitu

suatu putusan yang mampu memberikan sesuatu yang baru, namun tidak perlu

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 11

Page 12: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

tergantung dari pengalaman. Demikianlah bahwa filsafat Kant juga bersifat

transendental, yang berusaha meneliti bagaimana cara seseorang untuk mengenal

segala sesuatu. (Hadiwijono, 1980 : 65)

Segala pengalaman terjadi karena penggabungan dua faktor, yaitu

pengamatan inderawi dan penyadaran akal. Dalam kesadaran sehari-hari, kedua

faktor ini tidak terpisahkan. Akan tetapi dalam hal ini secara teoretis keduanya

harus dipisahkan, dengan maksud supaya masing-masing dapat diselidiki

kemungkinan dan keadaannya secara transendental. Adapun yang kita amati itu

bukanlah bendanya sendiri atau “benda dalam dirinya sendiri” (das ding an sich),

melainkan suatu salinan dari pembentukan benda itu dalam daya-daya inderawi

lahiriah dan batiniah, yang disebut sebagai penampakan atau gejala-gejala

(fenomena). Yang kita amati sesungguhnya bukanlah objek dalam dirinya sendiri,

melainkan gagasan kita tentang objek itu yang nampak pada kita melalui indera-

indera kita, yang menggerakkan daya tangkap indera kita, sehingga kita

membentuknya dalam fantasi menjadi suatu gambaran tertentu. Jadi, mengetahui

bukanlah mengetahui benda dalam dirinya (das ding an sich), melainkan

mengetahui penampakan atau fenomena, sehingga pengertian hanya dapat dipakai

untuk memikirkan penampakan atau fenomena, bukan untuk memikirkan benda

dalam dirinya. (Hadiwijono, 1980 : 67)

Dalam hal ini, proses mengetahui dengan pengamatan terhadap objek

tersebut terletak dan dikuasai oleh kedua bentuk a priori, yaitu ruang dan waktu.

Bagi Kant, ruang dan waktu adalah sebuah “bentuk formal” dari penginderaan.

Bentuk ruang membentuk kesan-kesan inderawi yang lahiriah, sedangkan waktu

membentuk cerapan-cerapan inderawi yang batiniah. Ajaran Kant tentang etika

banyak tertuang dalam bukunya Kritik der praktischen Vernunft (Critique of

Practical Reason). Disana dibicarakan tentang syarat-syarat umum dan yang perlu

mutlak bagi perbuatan kesusilaan. Yang dijadikan pegangan adalah gagasan

bahwa ada suatu “intuisi” yang member keyakinan bahwa tiada sesuatu yang lebih

tinggi daripada perbuatan yang dilakukan berdasarkan suatu “kehendak baik”.

Kelihatannya naluri manusia lebih menentukan “kehendak baik” itu.

Namun demikian sesungguhnya naluri senantiasa memperhitungkan faktor-faktor

pengalaman. Maka dari itu harus dicari satu faktor yang semata-mata baik dalam

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 12

Page 13: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

dirinya sendiri dan tidak tergantung dari apapun, termasuk hasil yang akan

diperoleh. Faktor yang demikian itu hanyalah rasio, yang dalam hal ini dapat

memberi suatu patokan praktis dalam setiap tindakan. (Hadiwijono, 1980 : 74)

Menurut Kant, ada dua bentuk ketetapan kehendak, yaitu ketetapan

subjektif dan ketetapan objektif. Ketetapan subjektif datang dari subjek dan ada

kemungkinan kesewenang-wenangan. Ketetapan yang objektiflah yang member

perintah (imperatif), dimana terdapat gagasan tentang suatu asas yang objektif,

yang menjadikan kehendak itu harus terjadi, lepas dari keinginan pribadi. Jadi,

yang menentukan adalah suatu pandangan objektif yang dimiliki rasio, yang

seakan-akan memberi perintah “Berbuatlah menurut motif-motif yang diberikan

oleh rasio.” Disinilah kehendak benar-benar objektif dan bersifat imperatif.

Tindakan imperatif itu ada dua macam, yaitu imperatif hipotetis dan

imperatif kategoris. Imperatif hipotetis adalah suatu perintah yang mengemukakan

suatu perbuatan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Yang menjadi tujuan

dapat sesuatu yang nyata atau yang mungkin. Contohnya adalah “Jika ingin

pandai maka harus rajin belajar.” (Scruton, 1982)

Imperatif yang kedua adalah imperatif kategoris. Imperatif kategoris

adalah perintah yang tidak tergoyahkan, yang tidak ada hubungannya dengan

tujuan yang hendak dicapai, perintah yang tidak mengenal pertanyaan “untuk apa

berbuat sesuatu ?” Perintah ini hanya memiliki tujuan dalam dirinya sendiri, dan

bersifat formal yang hanya memformulasikan syarat formal yang harus dipenuhi

perbuatan apapun supaya dapat diberi nilai etis yang baik.

Adapun imperatif hipotetis hanya dapat ditaati karena kepentingan diri

sendiri, sehingga tersirat di dalamnya suatu dorongan ego. Tidak demikian dengan

imperatif kategoris, disini kehendak dan hukum adalah satu. Inilah yang disebut

rasio praktis yang murni. Disini tidak ada unsur akal, yang ada hanya “keharusan”

sesuatu yang sekaligus adalah kehendak yang sempurna dan murni. Imperatif

kategoris inilah yang dipandang Kant sebagai asas kesusilaan yang transendental.

Keharusan (sollen) ini mewujudkan segala persoalan etis.

2.6 Intuisionisme

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 13

Page 14: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

Aliran intuisionisme dipelopori oleh Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881–

1966) yang berkebangsaan Belanda. Aliran ini sejalan dengan filsafat umum yang

dicetuskan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Intusionis mengklaim bahwa

matematika berasal dan berkembang di dalam pikiran manusia. Ketepatan dalil-

dalil matematika tidak terletak pada simbol-simbol di atas kertas, tetapi terletak

dalam akal pikiran manusia. Hukum-hukum matematika tidak ditemukan melalui

pengamatan terhadap alam, tetapi mereka ditemukan dalam pikiran manusia.

Keberatan terhadap aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intusionis

tidak memberikan gambaran yang jelas bagaimana matematika sebagai

pengetahuan intuitif bekerja dalam pikiran. Konsep-konsep mental seperti cinta

dan benci berbeda-beda antara manusia yang satu dengan yang lain. Apakah

realistik bila menganggap bahwa manusia dapat berbagi pandangan intuitif

tentang matematika secara persis sama?

Tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan intuisionisme dalam

filsafat matematika antara lain :

1. Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881 – 1966)

Brouwer dilahirkan di sebuah kota di Overschie, Belanda. Di kalangan

teman-temannya, Brouwer sering dipanggil dengan nama “Bertus.” Pada

tahun 1897, Brouwer mengikuti kuliah di universitas Amsterdam untuk

belajar matematika dan fisika. Salah seorang dosennya, Diederik Korteweg,

dosen matematika, kelak memberi pengaruh besar bagi dirinya. Korteweg

terkenal karena mengemukakan suatu persamaan yang disebut persamaan

Korteweg – de Vries. Dosen lain yang mempengaruhinya adalah Gerrit

Mannoury, dosen filsafat. Karya pertama Brouwer adalah rotasi pada ruang

empat dimensi di bawah bimbingan Korteweg.

Menurut Brouwer, dasar dari intuisionisme adalah pikiran. Namun pemikiran-

pemikiran yang dicetuskannya banyak dipengaruhi oleh pandangan Immanuel

Kant. Matematika didefinisikan oleh Brouwer sebagai aktifitas berpikir secara

bebas, namun eksak,suatu aktivitas yang ditemukan dari intuisi pada suatu

saat tertentu. Dalam pandangan intuisionisme tidak ada realisme terhadap

objek-objek dan tidak ada bahasa yang menjembatani, sehingga bisa

dikatakan tidak ada penentu kebenaran matematika diluar aktivitas berpikir.

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 14

Page 15: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

Proposisi hanya berlaku ketika subjek dapat dibuktikan kebenarannya

(dibawa keluar dari kerangka pemikiran). Singkat kata, Brouwer

mengungkapkan bahwa “tidak ada kebenaran tanpa dilakukan pembuktian”.

Brouwer konsisten dengan falsafahnya. Hal ini dinyatakannya apakah

matematika perlu dibenahi agar kompartible atau tidak-kompartible dengan

matematika klasik adalah pertanyaan yang kurang penting lagi, dan tidak

dijawab. Pandangannya terhadap matematika tradisional, dia menganggap

dirinya hanya sekedar menjadi seorang tukang revisi. Disimpulkan, dimana

artimatika intusionistik adalah bagian (sub-sistem) dari aritmatika klasik,

namun hal ini tidak berlaku untuk analisis.

Untuk analisis, tidak semua analisis klasikal diterima atau dipahami secara

intusionistik, tetapi tidak ada analisis intusionistik secara klasik diterima.

Brouwer mengambil langkah ini dengan segala konsekuensinya dengan

sepenuh hati. Bukan berarti pandangan Brouwer ini tidak ada yang

mendukung. Di luar negaranya, Belanda, pandangan ini didukung oleh

Herman Weyl.

Brouwer memegang prinsip bahwa matematika adalah aktivitas tanpa-perlu-

diutarakan (languageless) yang penting, dan bahasa itu sendiri hanya dapat

memberi gambaran-gambaran tentang aktivitas matematikal setelah ada fakta.

Hal ini membuat Brouwer tidak mengindahkan metode aksiomatik yang

memegang peran utama dalam matematika. Membangun logika sebagai studi

tentang pola dalam linguistik yang dibutuhkan sebagai jembatan bagi

aktivitas matematikal, sehingga logika bergantung pada matematika (suatu

studi tentang pola) dan bukan sebaliknya. Semua itu digunakan sebagai

pertimbangan dalam memilah antara matematika dan metamatematika (istilah

yang digunakan untuk ‘matematika tingkat kedua’), yang didiskusikannya

dengan David Hilbert.

Berdasarkan pandangan ini, Brouwer bersiap merombak kembali teori

himpunan Cantor. Ketika upaya ini mulai dilakukan dengan ‘membongkar’

kategori bilangan sekunder (bilangan ordinal tak terhingga/infinite) dan

kategori bilangan ordinal infiniti yang lebih besar, tapi juga gagal. Disadari

bahwa metodenya tidak berlaku dan tidak dapat menyelesaikan kategori-

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 15

Page 16: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

kategori bilangan lebih tinggi, dan hanya meninggalkan bilangan ordinal

terbatas (finite) dan tidak dapat diselesaikan atau terbuka (open-ended) bagi

sekumpulan bilangan ordinal tak-terhingga/infinite.

Tetap konsisten dengan pandangan falsafatnya, Brouwer mencoba

mengesampingan semua itu dan mau memahami matematika apa adanya.

Tidak lama dia juga mau menerima prinsip dalam logika, prinsip tidak

termaktub di tengah (PEM/Principle of the Excluded Middle), namun dalam

disertasinya dia tetap berpikir bahwa semua itu benar dan sahih namun tidak

memberi manfaat, menginterpretasikan p v p ד sebagai p ד → p ד

Lewat tulisanannya pada tahun 1908, The Unreliability of The Logical

Principles, Brouwer mengformulasikan, dalam istilah-istilah umum, kritiknya

terhadap PEM: meskipun dalam bentuk sederhana p v ד p, prinsip yang tidak

akan memicu kontradiksi, dimana Brouwer memberikan contoh-contoh,

diucapkan, tanpa ada alasan positif untuk menerima bahwa hal itu benar dan

sahih.

Inovasi ini memberi intuisionisme mempunyai ruang gerak lebih besar

daripada matematika konstruktif aliran-aliran lainnya (termasuk di sini

disertasi Brouwer) adalah pilihan-pilihan dalam melihat suatu deret. Banyak

diketahui deret-deret bilangan tak-terhingga (atau obyek-obyek matematikal

lain) dipilih mendahului yang lainnya oleh setiap matematikawan sesuai

keinginan mereka masing-masing. Memilih suatu deret memberi mereka

impresi awal secara intuisi menerima obyek yang ditulisnya pada buku yang

terbit pada tahun 1914.; prinsip yang membuat secara matematika mudah

dikerjakan, prinsip berkesinambungan, yang diformulasikan pada kuliah

Brouwer pada tahun 1916.

Tujuan utama memilih deret merupakan rekonstruksi analisis; titik-titik dalam

(bidang) kontinuum (bilangan-bilangan nyata) yang diidentifikasi dengan

memilih deret yang memenuhi persyaratan kondisi-kondisi tertentu. Memilih

berbagai pilihan deret dapat dilakukan dengan menggunakan alat uang

disebut dengan ‘spread’, yang mempunyai fungsi mirip dengan analisis klasik

Cantorian, dan awalnya Brouwer menggunakan istilah ‘gabung’ (‘himpunan’)

untuk berbagai spread.

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 16

Page 17: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

Guna mengukuhkan teori spread dan teori titik-titik ini yang digunakan

sebagai dasar ini, termaktub dalam dua makalah yang diterbitkan pada tahun

1918/1919, Founding Set Theory Independently of the Principle of the

Excluded Middle.

2. Arend Heyting (1898-1980)

Di lain hal, murid Brouwer yang memiliki pengaruh besar pada

perkembangan intuisionisme filsafat matematika adalah Arend Heyting.

Heyting membangun sebuah formalisasi logika intuisionisme yang sangat

tepat. Sistem ini dinamakan ”Predikat Kalkulus Heyting”. Heyting

menegaskan bahwa dari asumsi metafisika yang pokok dalam kebenaran

realism-logika klasik, bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-

faktor objektivitas syarat-syarat kebenaran yang terbaik. Semantic

matematika klasik menggambarkan suatu kondisi dalam pernyataan benar

atau salah. Semantic seperti ini tidak tepat untuk intuisinisme. Sebagai

pengganti, bahasa intuisionisme seharusnya dimengerti dalam faktor-faktor

syarat-syarat penyelesaian. Semantic akan menggambarkan suatu perhitungan

seperti sebuah penyelesaian kanonikal untuk setiap permasalahan.

Heyting mempunyai andil dalam pandangan Brouwer mengenai kelaziman

kontruksi mental dan down playing bahasa dan logika. Dalam buku

“Intuitionism” (1956: 5) dia mengemukakan pendapat Brouwer, bahasa

adalah media tidak sempurna untuk mengkomunikasikan konstruksi nyata

matematika. System formalnya adalah dirinya sendiri sebagai sebuah

legitimasi konstruksi matematika, tetapi satu yang tidak diyakini system

formal menggambarkan secara utuh domain pemikiran matematika. Pada

suatu penemuan metode baru memungkinkan kita untuk memperluas system

formal. Heyting menegaskan logika bergantung pada matematika bukan pada

yang lain. Oleh karena itu, Heyting tidak bermaksud pekerjaannya pada

logika untuk menyusun pertimbangan intuisionistik.

3. Sir Michael Anthony Eardley Dummett (1925 – sekarang)

Mengingat kembali Brouwer dan Heyting yang mengatakan bahasa

merupakan media tidak sempurna untuk komunikasi konstruksi mental

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 17

Page 18: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

matematika. Keduanya, logika menyangkut bentuk yang berlaku untuk

penyebaran media ini dan tentu saja focus langsung pada bahasa dan logika

telah jauh berpindah dari permasalahan yang seharusnya. Sebaliknya

pendekatan utama Dummett, matematika dan logika adalah linguistic dari

awal. Filosofinya lebih interest pada logika intuisionistik daripada

matematika itu sendiri. Seperti Brouwer, tetapi tidak seperti Heyting,

Dummet tidak memiliki orientasi memilih. Dummet mengeksplorasi

matematika klasik dengan menggunakan bentuk pemikiran yang tidak valid

pada suatu jalan legitimasi penguraian pernyataan alternatifnya. Ia

mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika adalah benar yang

pada akhirnya harus tergantung pada arti pertanyaan. Ia juga mengadopsi

pandangan yang diperoleh secara luas, yang kemudian disebut sebagai

terminologi logika.

Dummet menegaskan bahwa arti suatu pernyataan tidak bisa memuat suatu

unsur yang tidak menunjukkan penggunaannya. Untuk membuatnya, harus

berdasarkan pemikiran individu yang memahami arti tersebut. Jika dua

individu secara bersama setuju dengan penggunaan pernyataan yang dibuat,

maka mereka pun menyetujui artinya. Alasannya bahwa arti pernyataan

mengandung aturan instrumen komunikasi antar individu. Jika seorang

individu dihubungkan dengan simbol matematika atau formula, dimana

hubungan tersebut tidak berdasar pada penggunaan, kemudian dia tidak dapat

menyampaikan muatan tersebut dengan arti simbol atau formula tersebut,

maka penerima tidak akan bisa memahaminya.

Acuan arti pernyataan matematika secara umum, harus mengandung kapasitas

untuk menggunakan pernyataan pada alur yang benar. Pemahaman

seharusnya dapat dikomunikasikan kepada penerima. Sebagai contoh,

seseorang mengerti ekspresi yang ada dalam bahasa “ jika dan hanya jika”.

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 18

Page 19: TUGAS aLIRAN PEMIKIRAN TERHADAP ASUMSI

DAFTAR PUSTAKA

Lacey, A.R., 2000, A Dictionary of Philosophy, Routledge, New York.

Munir, 2009. Tinjauan Terhadap Metode Empirisme Dan Rasionalisme.

Ningsih S., 2009 Apa Itu Aliran Intuisionisme?, http://ukhrie.wordpress.com/2009/01/03/apa-itu-aliran-intuisionisme/

Baskara,2003. Interpretasi kritisisme immanuel kant Dalam budaya jawa modern. Jurnal Filsafat, Desember 2003, Jilid 35(3).

M.K. Falsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian Page 19