Upload
mhd-khair-sitepu
View
1.032
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
PENELITIAN TERHADAP KEGAGALAN STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER DAN
METODE PERBAIKAN STRUKTURNYA (STUDI KASUS)
TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas
Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
HARDIANSYAH
06 0404 141
Dosen Pembimbing:
Ir.BESMAN SURBAKTI, MT
19541012 198003 1 004
SUBJURUSAN STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
nikmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul “ Penelitian Terhadap Kegagalan Struktur Rangka Atap Kayu Bentang 12
Meter dan Metode Perbaikannya “ ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus
dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Struktur pada Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan keterbatasan pemahaman dan pengetahuan penulis sendiri. Masih banyak
terdapat kekurangan dan kekhilafan yang tidak disadari baik dalam teknik penulisan,
penyajian serta isi dari tugas akhir ini. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran
dan kritikan yang membangun dari bapak / ibu dosen, rekan – rekan mahasiswa, maupun
teman – teman sekalian untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Penulis berharap agar
kedepannya penelitian tugas akhir ini dapat dilanjutkan lagi. Penulis juga mengharapkan
agar Tugas Akhir ini dapat menambah referensi tugas akhir tentang Struktur Kayu di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara serta bermanfaat
bagi adik – adik Departemen Teknik Sipil.
Penulis sangat menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini dikarenakan
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempata ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1
1. Bapak Dr. Ir. Armansyah Ginting, M Eng selaku Dekan Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Teruna Jaya Msc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Besman Surbakti MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada
hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Ir Rajamin Tanjung dan Ir Robert Panjaitan MT, selaku Dosen
Pembanding yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penyelesaian
Tugas Akhir ini.
6. Bapak DR. Ir. Roesyanto Msc, selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan
bimbingan serta nasehat yang begitu berarti bagi penulis.
7. Bapak / Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.
8. Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan bantuan
dalam penyelesaian administrasi.
9. Kedua orangtuaku tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya yang
tiada terhingga kepada penulis dan adikku Rizka Nurhaliza atas doa dan
dukungannya hingga terselesaikanya Tugas Akhir ini.
10. Teman – teman stambuk 2006 yang sangat banyak membantu dalam memberikan
dukungan dan doanya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
2
BAB II
STUDI PUSTAKA
II.1 Umum
Kebutuhan kayu sebagai salah satu bahan konstruksi selain material beton dan
baja terus meningkat, terutama dalam penggunaan kayu sebagai material yang memiliki
nilai estetika tinggi.
Kayu merupakan material yang berasal dari tumbuh – tumbuhan yang banyak
terdapat di hutan. Kayu yang digunakan sebagai material struktur pada umumnya diambil
kayu yang berasal dari pepohonan. Menurut Peraturan Konstruksi Kayu - PKKI, dari
3000-4000 jenis pohon yang ada di Indonesia baru sekitar 150 jenis yang telah diselidiki
dan dianggap penting dalam perdagangan. Dari jumlah tersebut sebagian merupakan jenis
kayu yang penting sebagai bahan struktur. Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan telah
menyusun daftar kayu Indonesia yang terdiri dari 90 jenis kayu penting di Indonesia.
Dari berbagai jenis kayu yang ada di hutan alam kita, hanya ada
beberapa jenis saja yang digunakan dan tersedia di pasaran. Kayu
sebagai bahan bangunan merupakan alasan mayoritas hadirnya kayu
di berbagai perusahaan kayu seperti panglong. Industri pengolahan
kayu hilir seperti seperti moulding, mebel, mengolah bahan baku yang
berasal dari industri kayu gergajian demikian juga panglong yang
merupakan industri sekunder yang mengolah kayu bail itu kayu
gergajian maupun produk kayu lanjutan.
3
Beberapa jenis kayu yang sering dipakai adalah kayu damar
(Agathisalba), meranti merah, (Shorea leprosula) dan durian (Durio zibethinus)
adalah jenis – jenis kayu yang banyak digunakan di industri – industri
penggergajian dan pengerjaan kayu. Sifat pemesinan kayu yang baik
dan mudah diolah serta kualitas hasil pengolahan yang baik adalah
alasan banyak pengusaha industri dan masyarakat gemar memakai
jenis kayu ini. Sebagaimana diketahui bahan ketersediaan kayu
semakin menurun baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Pada tahun
1980-an kayu bangunan didominasi jenis - jenis kayu tertentu seperti
kapur, kempas, jati, merbau, ulin yang termasuk jenis – jenis kayu
kelas kuat dan kelas awet cukup (Rudi, 2002). Menurut Benny (1992),
di dalam perdagangan, kayu umumnya mempunyai ukuran – ukuran
tertentu yang biasanya banyak dipakai ntuk bangunan rumah . Masing-
masing bentuk dan ukuran dikenal dengan nama – nama sebagai
berikut :
1. Balok : Mempunyai ukuran tinggi lebih besar dari lebarnya,
biasanya terbentuk empat persegi panjang atau bujur
sangakar , misalnya b/h (cm) = 6/12, 6/15, 8/12, 8/14, 10/10,
12/12.
2. Papan : Berupa lembaran tipis yang lebarnya jauh lebih besar
dari tebalnya misalnya (cm) = 2/20, 3/20, 3/25.
3. Ram : Yaitu papan untuk membuat rangka daun pintu dengan
ukuran (cm) = 3/10, 3/12
4
4. Kaso/usuk : Yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) = 4/6, 5/7
5. Reng : Yaitu kecil dengan ukuran (cm) = 2/3, biasa dipakai
untuk penumpu genteng.
6. Plepet : Kayu kecil dengan ukuran (cm) = 1/3, 1/5 biasanya
untuk klem kaca pada kosen jendela atau lis penutup
sambungan eternit.
Material kayu memiliki 4 unsur esensial bagi manusia yaitu :
1. Selulosa, unsur ini merupakan komponen terbesar pada kayu, meliputi 70 %
berat kayu.
2. Lignin, merupakan komponen pembentuk kayu yang meliputi 18% - 28% dari
berat kayu. Komponen tersebut berfungsi sebagai pengikat satuan srtukturil
kayu dan memberikan sifat keteguhan kepada kayu.
3. Bahan-bahan ekstrasi, komponen ini yang memberikan sifat pada kayu,
seperti : bau, warna, rasa, dan keawetan. Selain itu, karena adanya bahan
ekstrasi ini, maka kayu bisa didapatkan hasil yang lain misalnya: tannin, zat
warna, minyak, getah, lemah, malam, dan lain sebagainya.
4. Mineral pembentuk abu, komponen ini tertinggal setelah lignin dan selulosa
terbakar habis. Banyaknya komponen ini 0.2% - 1% dari berat kayu.
5
Sebagai salah satu bahan yang digunakan sebagai konstruksi, kayu memliki
beberapa keunggulan dan kekurangan dibandingkan dengan bahan konstrusi lainnya
seperti beton dan baja.
Keunggulan Kayu :
1. Material kayu merupakan material yang murah dan mudah untuk dikerjakan.
2. Mempunyai kekuatan yang cukup tinggi dan bobotnya lebih rendah jika
dibandingkan dengan material beton dan baja.
3. Mempunyai daya penahan tinggi terhadap pengaruh listrik karena bersifat isolasi.
4. Bila terjadi kerusakan pada struktur, konstruksi kayu dapat lebih mudah
diperbaiki dan waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan konstruksi baja
dan beton.
5. Bila perawatannya dilakukan secara teratur, maka material kayu dapat tahan lama.
Kelemahan Kayu :
1. Material kayu merupakan material yang kurang homogen, karena merupakan hasil
dari alam.
2. Material kayu merupakan material yang terdapat cacat – cacat.
3. Jika dibandingkan material beton dan baja, material kayu merupakan material
yang lebih mudah terbakar, sehingga penggunaanya sebagai bahan untuk
konstruksi industri tidak tepat.
4. Dapat memuai dan menyusut sesuai dengan perubahan kelembaban pada
materialnya.
5. Lendutan yang terjadi dengan pembebanan yang sama pada material beton dan
baja lebih besar.
6
Penilaian dan perbandingan teknis antara kayu dengan bahan – bahan konstruksi lain
seperti baja dan beton berdasarkan anggapan – anggapan dalam perhitungan dapat kita
lihat sebagai berikut :
1. Homogenitas (Serba kesamaan)
Untuk keperluan – keperluan praktis, baja dianggap homogeny artinya bagian –
bagian dalam baja mempunyai sifat – sifat fisis yang sama,walaupun mikroskopis
baja sebenarnya tidak homogeny karena terdiri dari bermacam – macam kristal
dengan sifat – sifat yang berlainan. Sedangkan kayu yang terdiri dari serat –
serat, tentunya tidak dapat disebut homogen.Namun dalam prakteknya kayu
dianggap bersifat homogen tentunya dengan memperhatikan cacat – cacat yang
terdapat pada kayu tersebut.
2. Dalam segi batas proporsional, kayu dan beton lebih menguntungkan
dibandingkan dengan baja. Berdasarkan penyelidikan – penyelidikan yang telah di
lakukan, pada pembebanan tekan, batas proporsional dicapai pada 75% dari
tegangan patah. Untuk pembebanan tariknya, penyelidikan menunjukkan angka
yang lebih menguntungkan lagi.
3. Pada pembebanan tekan kayu bersifat elastis sampai batas proporsionalnya.
Sedangkan pada pembebanan tarik, elastisitas kayu bergantung kepadakadar air /
kadar lengas kayu itu sendiri. Untuk kayu dengan kadar air kecil, kayu memiliki
batas elastisitas yang rendah, sedangkan untuk kayu dengan kadar air tinggi, kayu
dapat mengalami perubahan bentuk yang permanen walau dengan pembebanan
yang kecil.
7
4. Dari beberapa penyelidikan yang dilakukan, terdapat perbedaan antara masing –
masing penyelidikan. Ada penyelidikan yang menyebutkan bahwa angka modulus
kenyal untuk tarikan lebih tinggi 4 – 5% daripada tekanan. Ada juga penyelidikan
yang menyebutkan bahwa angka modulus kenyal untuk tarikan lebih rendah 10 %
dibandingkan tekanan. Tetapi kedua penyelidikan tersebut sama – sama
menegaskan bahwa kekuatan tarik kayu lebih tinggi daripada kekuatan tekan
yaitu yang satu angka – angka 2 – 2.5 kali lebih besar dan yang lain angka –
angka yang 2.5 – 3 lebih besar. Meskipunadanya perbedaan dalam modulus
kenyal antara tarik dan tekan, namun sangat penting penggunaan teori elastisitas.
Pada keadaaan praktis, atau di lapangan, perbedaan antara modus kenyal tersebut
akan ditiadakan oleh efek perbedaan dalam penentuan tegangan – tegangan izin
tarik dan tekan kayu.
5. Penyelidikan – penyelidikan yang telah dilakukan menunjukkan terdapat
penyimpangan dari anggapan yang menyebutkan bahwa tampang tetap rata dalam
analisa balok terlentur guna mempermudah perhitungan.
6. Material kayu merupakan bahan nonisotropis seperti baja, sifat – sifat
elastisitasnya tergantung dari arah gaya terhadap arah serat – serat dan cincin –
cincin pertumbuhan. Untuk keperluan – keperluan praktis, kayu dapat dianggap
ortotropis, yaitu mempunyai tiga bidang simetri elastic yang tegak lurus satu
dengan lainnya, yaitu longitudional, tangensial, dan radial,dimana sumbu
longitudinal adalah sejajar serat – serat, sumbu tangensial adalah garis singgung
cincin – cincin pertumbuhan dan sumbu radial adalah tegak lurus pada cincin –
cincin pertumbuhan.
8
Susunan kayu terdiri dari susunan sel-sel, dan sel-sel tersebut terdiri dari susunan
“cellose” yang diikat dan disatukan oleh “lignine”. Perbedaan susunan sel-sel inilah yang
menyebabkan perbedaan sifat-sifat dari berbagai jenis.
Berikut ini merupakan beberapa bagian penyusun material kayu, yaitu :
1. Kulit Kayu (Bark)
Merupakan bagian terluar kayu yang berfungsi melindungi bagian dalam kayu.
Terdiridari :
a. Kulit Dalam (Phloem / Bast)
Merupakan lapisan yang lunak, basah, berpori besar seperti spon dan
berfungsi untuk menyaluran makanan dari daun ke bagian bawah. Pada
lapisan dalam ini terdapat bebapa zat kimia seperti : getah, tannis dan
sebagainya.
b. Kulit luar (Cortex / Outer Bark)
Merupakan lapisan yang sudah mati dank eras, berfungsi sebagai pelindung
lapisan di dalamnya.
2. Kambium
Lapisan yang berada di sebelah dalam kulit, berupa lapisan yang sangat tipis,
tebalnya hanya berukuran mikroskopik. Bagian inilah yang memproduksi sel – sel
kulit dan sel – sel kayu. Pada lapisan ini, sel – sel mampu berkembang biak
dengan membelah diri. Bagian yang sebelah luar berkembang membentuk sel –
sel jangat (kulit), sedangkan bagian dalam berkembang membentuk kayu baru.
3. Kayu Gubal (Sap wood)
Merupakan lapisan yang memiliki tebal bervariasi antara 1 – 20 cm tergantung
dari jenis kayunya, bewarna keputih – putihan, berfungsi sebagai pengangkut air
9
(berikut zat – zat) dari tanah ke daun. Untuk keperluan struktur umumnya kayu
perlu diawetkan dengan memasukkan bahan – bahan kimia kedalam lapisan kayu
gubal ini.
4. Kayu teras atau galih (heart wood)
Lapisan yang lebih tebal dari kayu gubal yang tidak bekerja lagi. Kayu teras
terjadi dari perubahan kayu gubal secara perlahan – lahan . Kayu teras
merupakan bagian utama pada struktur kayu yang biasanya lebih awet (terhadap
serangan serangga, bubuk, jamur) daripada kayu gubal.
5. Hati (puh)
Merupakan lapisan yang terletak di pusat lingkaran tahun. Pada mulanya hati
kayu merupakan pohon muda yang pertama kali dibentuk kambium yang
kemudian menjadi pusat dari pohon yang tumbuh selanjutnya, yang merupakan
komposisi lunak dari sel – sel yang telah mati. Hati kayu bersifat rapuh dan lunak,
sehingga tidak berguna sebagai kayu untuk konstruksi.
6. Lingkaran tahun (Annual ring)
Batas antara kayu yang terbentuk pada permulaan dan pada akhir suatu musim.
Melalui lingkaran-lingkaran tahun ini dapat diketahui umur pohon. Apabila
pertumbuhan diameter (membesar) terganggu oleh musim kering karena
pengguguran daun, ataupun serangga/hama, maka lingkaran tahun dapat terdiri
lebih dari satu lingkaran tahun (lingkaran tumbuh) dalam satu musim yang sama.
Hal ini disebut lingkaran palsu. Lingkaran tahun dapat mudah dilihat pada
beberapa jenis kayu daun lebar. Pada jenis- jenis lain, lingkaran tahun ada kalanya
10
sulit dibedakan terutama di daerah tropic, karena pertumbuhan praktis
berlangsung sepanjang tahun.
7. Jari – jari kayu (Rays)
Merupakan lapisan yang dari luar ke dalam berpusat pada sumbu batang,
berfungsi sebagai tempat saluran bahan makanan yang mudah diproses di daun
guna pertumbuhan pohon.
II.2 Sifat – sifat Kayu
Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat-sifat yang berbeda-
beda. Bahkan dalam satu pohon, kayu mempunyai sifat yang berbeda-beda. Untuk itu,
dalam penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi, diperlukan pemilihan berdasarkan
sifat – sifat yang dimiliki kayu tersebut.
A. Sifat Umum
Secara umum, kayu memiliki beberapa sifat yaitu :
1. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan
dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan hemi selulosa
(karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).
2. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang
berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan
11
tangensial). Tetapi untuk keperluan – keperluan praktis kayu dapat dianggap
sebagai Ortotropis, yang artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang tegak
lurus, yaitu Longitudinal (aksial), Tangensial, dan Radial. Dimana sumbu
Longitudinal (aksial) adalah sejajar serat – serat, sumbu Tangensial adalah garis
singgung cincin – cincin pertumbuhan, dan sumbu Radial adalah tegak lurus pada
cincin – cincin pertumbuhan. Perubahan dimensi kayu akibat dari pengeringan
dari perubahan suhu, kelembaban, pembebanan mekanis juga menunjukkan sifat
kayu anisotropis.
3. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau
melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan kelembaban dan
suhu udara disekelilingnya.
4. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar terutama
dalam keadaan kering. Sifat Fisik Kayu
B. Sifat Fisis.
Sifat fisis kayu meliputi :
1. Berat Jenis Kayu
Berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu bahan dengan kerapatan air. Berat
jenis disebut juga kerapatan relative (Tsoumis, 1991). Simpson, et.al, (1999)
mengemukakan bahwa berat jenis adalah rasio antara kerapatan kayu dengan
kerapatan air pada kondisi anomali air (4,40C), dimana kerapatan air pada kondisi
tersebut besarnya adalah 1 g/cm3. Untuk menentukan berat jenis digunakan berat
kering oven dan volume pada (a) basah, (b) kering oven, dan (c) pada kadar air 12%
12
(Forest Products Laboratory, 1999). Di Amerika lebih disukai ukuran berat jenis kayu
menurut volume berat basah, sedang di Eropa lebih senang dengan volume berat
kering tanur. Besarnya berat jenis pada tiap-tiap kayu berbeda-beda dan tergantung
dari: kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan ekstraktif serta kandungan air kayu.
Berdasarkan volume basahnya, berat jenis kayu akan mencerminkan berat kayunya.
Klasifikasi yang ada terdiri dari :
a. Kayu dengan berat ringan, bila BJ kayu < 0,3
b. Kayu dengan berat sedang, bila BJ kayu 0,36 – 0,56
c. Kayu dengan berat berat, bila BJ kayu > 0,56
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat
tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu
merupakan salah satu sifat fisik kayu yang penting sehubungan dengan
penggunaannya (Pandit dan Hikmat, 2002). Berat suatu kayu tergantung dari jumlah
zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya, Berat suatu jenis kayu
berbanding lurus dengan BJ-nya. Pada umumnya Kayu mempunyai berat jenis yang
berbeda-beda, berkisar antara BJ minimum 0,2 (kayu balsa) sampai BJ 1,28 (kayu
nani), makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula.
Kayu yang berasal dari bagian pangkal umumnya sudah terbentuk kayu dewasa
(mature wood), yaitu massa kayu yang didominasi oleh kayu akhir dengan sel-sel
penyusunnya memiliki didnding sel yang tebal dan rongga sel yang kecil, sehingga
kerapatannya juga lebih tinggi. Selain itu kayu pada bagian pangkal juga sudah
13
terbentuk kayu teras yang lebih banyak. Pada bagian ujung tersusun atas jaringan
yang masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif
sehingga dinding selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang
sudah tua. Haygreen dan Bowyer (2003) mengemukakan bahwa semakin tinggi berat
jenis dan kerapatan kayu, semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang
berarti semakin tebal dinding sel tersebut.
Percobaan untuk mendapatkan berat jenis biasanya dilakukan dengan cara
menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang
diperlukan. Untuk praktisnya , digunakan timbangan dengan ketelitian 20 % , yaitu
sebesar 20 gr / kg . Sedangkan untuk menentukan volume , ada beberapa cara untuk
memperoleh besarnya volume suatu benda . Cara yang umum dan mudah dilakukan
adalah dengan mengukur panjang , lebar dan tebal suatu benda dan mengalikan
ketiganya .
Untuk kayu , sebaiknya ukuran sampel tidak kurang dari ukuran dari 7.5 cm x 5
cm x 2.5 cm, tetapi bila ukuran sampel kurang dari tersebut, maka cara yang
digunakan untuk mendapatkan volume adalah dengan metode pencelupan. Pada
metode ini penggunaan pan berisi air yang diletakkan pada timbangan ayun.
Kemudian timbangan diseimbangkan dengan meletakkan pemberat pada sisi lainnya.
Sampel lalu dimasukkan kedalam pan dan dibenamkan kedalam air . Diatur agar air
tidak keluar dari dalam pan , dan diatur juga agar sampel tidak menyentuh sisi – sisi
samping dan bawah pan dengan memasang jarum sebagai kaki – kaki sampel .
Seimbangkan timbangan dengan menambah pemberat pada sisi lain . Berat pemberat
yang ditambahkan untuk mencapai keseimbangan ( dalam Gr ) adalah sama dengan
nilai volume sampel ( dalam cm 3 ) .
14
Karena kayu sebagai material dengan daya serap yang tinggi, maka diperlukan
bahan lain untuk melapisi sampel sehingga air tidak ada yang masuk ke dalam kayu.
Bahan tersebut haruslah bahan yang tipis, kedap air, serta memiliki berat yang sangat
kecil. Parafin merupakan bahan yang sesuai. Sebelum sampel dimasukkan kedalam
air, terlebih dahulu sampel dimasukkan kedalam cairan parafin yang mendidih sampai
keseluruhan permukaan sampel ditutupi parafin . Kelebihan parafin pada permukaan
yang dihaluskan dan diratakan sehingga permukaan parafin tidak terlalu tebal .
2. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Air dalam kayu terdapat dalam dua
bentuk yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat (imbibisi) yang
terdapat pada dinding sel. Kondisi dimana dinding sel jenuh dengan air sedangkan
rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat. (Simpson, et.al,
1999; Brown, et al., 1952). Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk
setiap jenis kayu, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia.
Pada umumnya kadar air titik jenuh serat besarnya berkisar antara 25-30% (Panshin,
et.al,1964). Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa besarnya titik jenuh serat berkisar
antara 20-40%.
Pengujian untuk mengetahui kadar air kayu dilakukan dengan menyiapkan benda
uji yang berukuran 7 x 50 x 50 mm yang diambil dari contoh uji menurut bagian kayu
(juvenil, gubal dan teras) dan posisi batang (pangkal, tengah dan ujung), ditimbang
beratnya (Bo), kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 ± 2oC
15
ditimbang kembali untuk mengetahui berat akhir kering oven (B1). Perhitungan kadar
air adalah sebagai berikut :
Kadar air basah = Berat basah (Bo )−Berat kering oven (B 1)
Berat kering oven(B 1) x 100 %
Kadar air kering udara = Berat kering udara(Bo)−Berat kering oven (B 1)
Berat kering oven(B 1) x 100
%
Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat , dinding sel menjadi semakin
padat sehingga mengakibatkan serat – seratnya menjadi kokoh dan kuat . Maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan bertambahnya
kekuatan kayu . Pada umumnya kayu – kayu di Indonesia yang kering udara
mempunyai kadar air ( kadar lengas ) antara 12 % - 18 % , atau rata – rata adalah 15
%.
3. Cacat Kayu
Secara material, cacat kayu dapat mempengaruhi kekuatan kayu, yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap kekuatan struktur kita. Sebagai bahan alami, ada beberapa cacat
fisik kayu yang tidak bisa kita hindari, namun bisa dikurangi. Sulit dihindari karena
cacat tersebut adalah sebagai bagian dari kayu, alami terbentuk dan terbuat pada
waktu pertumbuhan pohon. Secara umum, cacat fisik kayu berupa :
1. Mata kayu
16
Kayu dikatakan kasar apabila mengandung mata kayu. Mata kayu ini tidak
sama sifatnya dengan kayu-kayu di sekelilingnya. Kadang-kadang keras sekali
kadang-kadang lunak, selalu mengadakan perubahan arah serat.
2. Cacat retak-retak
Cacat retak-retak ini terdapat di dekat hati, retak lingkaran tahun dan retak
angin.
3. Hati yang busuk
Cacat ini sukar dilihat sebelum pohon ditebang. Biasanya terdapat pada pohon
yang sudah tua dan besar batangnya
4. Cacat lapuk
Kayu yang masih muda bilamana ditumpuk terlalu lama dan belum dikuliti
cepat menjadi cacat lapuk. Kelapukan ini dipengaruhi oleh susunan
penumpukan dan kelembaban udara.
5. Cacat lapuk
Kayu memiliki warna-warna alami yang sangat bervariasi. Umumnya kayu
gubal berwarna lebih muda atau lebih terang dibandingkan kayu teras.
Sedangkan kayu teras memiliki variasi warna yang lebih banyak, utamanya
coklat dengan berbagai macam corak. Karena warna tersebut kayu teras
biasanya lebih disukai daripada kayu gubal. Beberapa jenis kayu diberi
perlakuan khusus misalnya direndam atau diberi uap untuk menggelapkan
warnanya. Selanjutnya Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa warna
kayu berkisar dari hampir putih sampai hitam, ada yang polos dan ada pula
yang terdiri atas dua macam warna atau lebih, sehingga tampak seperti ada
coraknya. Corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh :
17
1. Perbedaan warna antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh, seperti
pada kayu jati dan tusam.
2. Perbedaan warna jaringan. Pada kayu bintangur misalnya, parenkim pita
berwarna coklat merah, sedangkan warna jaringan lainnya merah muda.
Parenkim pita pada kayu bintangur ini menimbulkan corak bergaris pada
bidang radial dan tangensial.
3. Perbedaan intensitas pewarnaan pada lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam
jangka waktu yang berlainan. Pada kayu ebony misalnya, ada lapisan-lapisan
yang berwarna coklat atau coklat merah dan ada lapisan-lapisan yang berwarna
hitam. Pada bidang radial dan tangensial akan tampak sebagai jalur-jalur warna
coklat merah dan hitam bergantian.
Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna
yang lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang
berasal dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering
berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna kayu yang basah. Kayu
yang sudah lama tersimpan di tempat terbuka warnanya bisa lebih gelap atau
lebih terang dibandingkan dengan kayu yang segar, ini tergantung kepada
keadaan (cuaca, angin, sinar dan sebagainya). Pada umunya warna dari suatu
jenis kayu bukan merupakan warna yang murni, tetapi merupakan warna
campuran dari beberapa jenis warna, sehingga dalam penampilannya sulit
untuk dapat dinyatakan secara tepat dengan kata-kata (Pandit dan Ramdan,
2002).
Zat Ekstraktif Sebagai Pemberi Warna Alami Kayu
18
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh bahan yang
dapat diekstrak (tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Ekstraktif
adalah bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral
seperti air, eter, alkohol, benzen dan aseton. Kandungan ekstraktif dalam kayu
bervariasi mulai kurang dari 1% hingga lebih dari 10% dan dapat mencapai
20% untuk kayu-kayu tropis. Selanjutnya Brown et al (1952) menyatakan
bahwa setiap jenis pohon mengandung satu atau beberapa macam zat ekstraktif
dan hanya sedikit jenis pohon yang mengandung semua zat ekstraktif.
Achmadi (1990) menyatakan bahwa flavonoid, stilbena, tanin dan antosianin
merupakan golongan zat warna ekstraktif kayu. Kemudian Hillis (1987)
menyatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa yang menyebabkan kayu
teras berwarna merah, kuning, coklat atau biru. Begitu juga Uprichard (1993)
yang menyatakan bahwa polifenol dan tanin pada kayu daun lebar memiliki
kontribusi yang besar pada warna kayu, khususnya warna kayu teras dan pada
waktu dulu beberapa kayu daun lebar dijadikan bahan pencelup. Sedangkan
Sjostrom (1981) menyatakan bahwa fenolik yang terdapat di dalam kayu teras,
kulit dan sedikit di dalam xilem mempunyai fungsi sebagai fungisida dan
selain itu juga berfungsi meningkatkan pewarnaan kayu. Zat ekstraktif
dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan. Sebagai contoh, perbedaanperbedaan
warna pada kayu walnut dari lokasi geografis yang berbeda, berhubungan
dengan sifat-sifat tanah. Perbedaan zat kimia ekstraktif memungkinkan untuk
membedakan antara jenis kayu atau membuat pewarnaan terhadap kayu teras
tidak berwarna dengan aplikasi zat-zat kimia. Beberapa kayu seperti black
19
locust, honey locust dan beberapa jenis kayu tropis mengalami fluorescent
karena zat ekstraktifnya (Tsoumis, 1991).
6. Serat, tekstur dan kesan raba
Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah
serat dapat dibedakan berdasarkan oleh alur – alur yang tedapat pada
permukaan kayu menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak, serta
terpilin dan serat diagonal (serat miring). Jika alurnya sejajar sumbu batang
maka kayu berserat lurus. Jika serat agak menyimpang sumbu batang dikatakan
serat mencong. Serat mencong dibagi lagi menjadi serat berpadu, serat
berombak, serat berpilin dan serat diagonal. Serat dikatakan berpadu jika arah
serat menyimpang berselang seling kekiri dan kekanan secara bergantian
terhadap sumbu batang. Serat berombak, arah seratnya menggambarkan
permukaan yang berbentuk ombak. Serat berpilin jika arah seratnya membuat
gambaran terpilin seolah – olah batang kayu mengelilingi sumbu. Serat
diagonal yaitu serat yamg dapat pada potongan kayu atau papan yang digergaji
sedmikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar arah sumbu tetapi memebentuk
sudut dengan sumbu.
Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu
digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu
bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar
(contoh: kempas, meranti dll).
20
Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan kayu
(kasar, halus, licin, dingin, berminyak dll). Kesan raba tiap jenis kayu berbeda-
beda tergantung dari tekstur kayu, kadar air, kadar zat ekstraktif dalam kayu.
7. Keawetan
Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak
kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut
disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun
bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal
berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari
kayu gubal. Lembaga Penelitian hasil Hutan membagi keawetan kayu di
Indonesia dalam lima kelas awet. Ang dimasukkan dalam kelas-kelas awet
dibawah ini harus dapat bertahan.
Kelas Awet I II III IV V
Selalu berhubungan dengan tanah lembab 8 tahun 5 tahun 3 tahun Sangat pendek
Sangat pendek
Hanya terbuka terhadap angin dan iklim
tetapi dilindungi terhadap pemasukan
air dan pelemasan
20 tahun
15 tahun
10 tahun
Beberapa tahun
Sangat pendek
21
Dibawah atap tidak berhubungan dengan
tanah lembab dan dilindungi terhadap kelemasan
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
Beberapa tahun
Sangat pendek
Seperti diatas tetapi tidak dipelihara dengan baik Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
20 tahun 20 tahun
8. Bau dan rasa
Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan di udara terbuka. Beberapa
jenis kayu mempunyai bau yang merangsang dan untuk menyatakan bau kayu tersebut,
sering digunakan bau sesuatu benda yang umum dikenal misalnya bau bawang (kulim),
bau zat penyamak (jati), bau kamper (kapur) dsb.
9. Nilai Dekoratif
Gambar kayu tergantung dari pola penyebaran warna, arah serat, tekstur, dan
pemuncula n riap-riap tumbuh dalam pola-pola tertentu. Pola gambar ini yang membuat
sesuatu jenis kayu mempunyai nilai dekoratif.
10. Higroskopis
Kayu mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air. Makin lembab
udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai
keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kelembaban kayu sama
22
dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut kandungan air keseimbangan
(EMC = Equilibrium Moisture Content).
11. Sifat Kayu terhadap Suara
- Sifat akustik, yaitu kemampuan untuk meneruskan suara berkaitan erat
dengan elastisitas kayu.
- Sifat resonansi, yaitu turut bergetarnya kayu akibat adanya gelombang
suara. Kualitas nada yang dikeluarkan kayu sangat baik, sehingga kayu
banyak dipakai untuk bahan pembuatan alat musik (kulintang, gitar, biola
dll).
12. Daya Hantar Panas
Sifat daya hantar kayu sangat jelek sehingga kayu banyak digunakan untuk
membuat barang-barang yang berhubungan langsung dengan sumber panas.
13. Daya Hantar Listrik
Pada umumnya kayu merupakan bahan hantar yang jelek untuk aliran listrik.
Daya hantar listrik ini dipengaruhi oleh kadar air kayu. Pada kadar air 0 %,
kayu akan menjadi bahan sekat listrik yang baik sekali, sebaliknya apabila
kayu mengandung air maksimum (kayu basah), maka daya hantarnya boleh
dikatakan sama dengan daya hantar air.
14. Pengerutan dan Pengembangan Kayu
Pengerutan dan pengembangan kayu dimaksudkan adalah suatu keadaan
perubahan bentuk pada kayu yang disebabkan oleh tegangan-tegangan dalam,
sebagai akibat dari berkurangnya atau bertambahnya kadar air kayu. Pengerutan
23
terjadi karena dinding-dinding maupun isi sel kehilangan sebagian besar kadar
airnya, ini juga terjadi pada serat-seratnya. Begitu pula sebaliknya. Besarnya
pengerutan maupun pengembangan pada berbagai jenis kayu dan arah kayu
adalah tidak sama. T = Pengerutan kayu arah tangensial ± 7 % - 10 % R =
Pengerutan kayu arah radial ± 5 % A = Pengerutan kayu arah aksial (longitudinal)
± 0.1 % (sangat kecil, dapat diabaikan) Pengerutan kayu dalam arah lingkaran-
lingkaran pertumbuhan (tangensial) lebih besar daripada arah radial, karena dapat
ditemui bahwa di sebelah luar batang, sel-selnya masih muda dan banyak
mengandung kadar air. Pada pengeringan batang kayu glondong, keliling
mengerut hampir dua kali jari-jari yaitu sebanyak garis tengah, sehingga terjadi
rengat-rengat pengeringan. Jika pada batang yang belum dikeringkan (basah)
digergaji menjadi papan atau balok akan melipat atau melentur. Secara teoritis,
besarnya pengerutan berbanding lurus dengan banyaknya air yang keluar setelah
dikeringkan. Contohnya, bila suatu batang kayu mempunyai lebar asal pada arah
tangensial, pada kadar air 20 % adalah 26 cm. Setelah dikeringkan lebarnya
menjadi 24 cm, maka pengerutan kayu arah tangensial dalam persen (%) adalah =
26−2426
x 100 %
C. Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanika biasanya merupakan syarat-syarat terpenting bagi pemilihan kayu
sebagai bahan struktural misalnya untuk konstruksi bangunan, palang-palang lantai,
tiang listrik, kerangka perabot rumah tangga, alat-alat olah raga, alat kedok-teran dan
24
lain-lain. Panshin dan de Zeeuw (1980) mendefinisikan sifat mekanika kayu sebagai
kekuatan atau kemampuan kayu untuk menahan gaya gaya atau beban dari luar yang
mengenainya. Gaya adalah setiap usaha yang cenderung untuk menggerakkan benda
yang diam, atau mengubah bentuk dan ukurannya, atau mengubah arah dan kecepatan
benda yang bergerak. Ada beberapa macam gaya yang dapat bekerja pada benda yang
disebut gaya primer yaitu :
1. Gaya yang mengakibatkan pemendekan ukuran atau memperkecil volume benda
disebut gaya tekan (compressive stress)
2. Gaya yang cenderung untuk menambah dimensi atau volume benda disebut gaya
tarik (tensile stress)
3. Gaya yang mengakibatkan satu bagian benda bergeser terhadap bagian benda yang
lain disebut gaya geser (shearing stress)
4. Gaya lengkung (bending stress) adalah hasil kombinasi semua gaya primer yang
menyebabkan terjadinya pelengkungan
Sifat – sifat mekanis kayu meliputi :
1. Keteguhan Tarik
Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha
menarik kayu.
Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tarik yaitu :
a. Keteguhan tarik sejajar arah serat dan
b. Keteguhan tarik tegak lurus arah serat.
25
Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar arah serat.
Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar
arah serat. Gaya tarik berusaha melepas ikatan antara serat – serat kayu tersebut.
Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah didalam kayu tegangan -
tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan gaya – gaya luar P. Bila gaya
tarik ini membesar sedemikian rupa, serat – serat kayu terlepas dan terjadilah
patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk
menjaga keamanan . Tegangan tarik yang masih diizinkan dimana tidak timbul
suatu perubahan atau bahaya pada kayu, disebut tegangan tarik yang diizinkan
dengan notasi : σ N̅ tr // dalam satuan kg / cm ². Misalnya , untuk kayu dengan
mutu E24 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah serat adalah 560 kg / cm² (
σ N̅ tr // = 560 kg / cm² )
Gambar : Gaya tarik yang bekerja pada batang kayu
2. Keteguhan Tekan
Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan muatan/beban.
Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tekan yaitu :
26
a. Keteguhan tekan sejajar arah serat
Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya
tekuk pada kayu tersebut . Pada semua kayu, keteguhan tegak lurus serat lebih
kecil daripada keteguhan kompresi sejajar arah serat, namun dapat menimbulkan
retak pada kayu
Batang – batang yang panjang dan tipis seperti papan, bahaya kerusakan
karena menerima gaya tekan sejajar serat adalah lebih besar, jika dibandingkan
dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini
akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan yang terbesar
dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan,
dengan notasi , σ N̅ tr dalam satuan kg / cm ²
3. Keteguhan Geser
27
Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain di dekatnya.
Akibat gaya geser ini, maka akan timbul tegangan geser pada kayu.
Terdapat 3 (tiga) macam keteguhan yaitu :
a.Keteguhan geser sejajar arah serat
b.Keteguhan geser tegak lurus arah serat dan
c.Keteguhan geser miring
Keteguhan geser tegak lurus serat jauh lebih besar dari pada keteguhan geser
sejajar arah serat. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya
pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan , dengan notasi
σ N̅ dengan satuan kg/cm².
4. Keteguhan Lengkung (Lentur)
Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban mati maupun hidup
selain beban pukulan. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan yaitu :
28
a. Keteguhan lengkung statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang
mengenainya secara perlahan-lahan.
b. Keteguhan lengkung pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang
mengenainya secara mendadak.
5. Keteguhan Belah
Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik dalam
pembuatan sirap dan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang tinggi sangat
baik untuk pembuatan ukir-ukiran (patung). Pada umumnya kayu mudah dibelah
sepanjang jari-jari (arah radial) dari pada arah tangensial.
Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat keku-atan kayu atau sifat
mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat
mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok :
a. Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan, pembebanan
dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak kayu.
b. Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.
6. Kekakuan
Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau
lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas.
7. Keuletan
Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang relatif
besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan yang berulang-
29
ulang yang melampaui batas proporsional serta mengakibatkan perubahan bentuk
yang permanen dan kerusakan sebagian.
8. Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang membuat takik
atau lekukan atau kikisan (abrasi). Bersama-sama dengan keuletan, kekerasan
merupakan suatu ukuran tentang ketahanan terhadap pengausan kayu.
9. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk. Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali,
dan bahwa kekuatan, kekerasan dan sifat tekik lainnya adalah berbanding lurus
dengan berat jenisnya. Tetapi perbandingan ini tidak selalu cocok.
Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan membagi kekuatan kayu Indonesia
dalam 5 kelas kuat didasarkan kepada jenis kayu tersebut:
Kelas Kuat Berat Jenis Kuat Tarik Absolute (kg/m³)
Kuat Tekan Absolute (kg/m³)
Kelas I ≥ 0.90 ≥ 1100 ≥ 650
Kelas II 0.90 – 0.60 1100 – 725 650 – 425
Kelas III 0.60 – 0.40 725 – 500 425 – 300
Kelas IV 0.40 – 0.30 500 – 360 300 – 215
Kelas V < 0.30 < 360 < 215
30
D. Kayu Damar
Genus Agathis, umumnya disebut damar, atau dalam bahasa Maori disebut
kauri, adalah genus dari 21 spesies pohon yang berdaun sepanjang tahun dari famili
konifer purba Araucariaceae. Meskipun dahulunya menyebar luas selama periode Jurasik,
sekarang mereka hanya ditemukan di daerah yang lebih kecil di belahan Bumi selatan.
Pohon-pohon ini bercirikan batang yang sangat besar dan percabangan sedikit atau tidak
pada beberapa bagian ke atas. Pohon muda biasanya berbentuk kerucut; hanya saat
dewasa tajuknya menjadi lebih membulat atau tidak beraturan. Kulit kayunya lembut dan
berwarna abu-abu muda atau cokelat abu-abu, biasanya mengelupas menjadi serpihan-
serpihan yang menebal pada pohon yang lebih tua. Struktur cabangnya seringkali
horizontal, atau menaik saat lebih besar. Cabang paling bawah seringkali meninggalkan
luka cabang melingkar bila mereka tanggal dari batang yang berada lebih di bawah. Daun
muda pada semua spesies Agathis lebih besar daripada daun tua, lebih atau kurang lancip,
bermacam-macam bentuknya di antara spesies dari bentuk ovata (membulat telur) hingga
lanceolata (panjang, lebar di tengah). Daun tua berlawanan, bentuk elips hingga linier,
sangat kasar dan cukup tebal. Daun muda seringkali berwarna merah tembaga, kontras
dengan dedaunan musim sebelumnya yang biasanya hijau atau hijau-berserbuk. Damar
laut termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae. Memiliki habitus yakni tinggi 20-50 m,
panjang batang bebas cabang 10-35 m, diameter sampai 160 cm, banir dapat mencapai
tinggi 3,5 m. Kayu teras berwarna coklat muda atau kuningcoklat muda yang lambat laun
menjadi coklat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dari kayu teras, tebal 2-12 cm,
biasanya 4 cm. Permukaan kayu umumnya licin. Pada bidang radial kayu yang
mempunyai arah serat berpadu nampak bagian yang licin dan bagian yang kesat.
Permukaan kayu sedikit mengkilap sampai mengkilap. Pada bidang radial kayu yang
31
mempunyai arah serat berpadu nampak gambar berupa garis-garis. Pori sebagian besar
soliter, sebagian bergabung 2-4 dalam arah radial, kadang-kadang dalam gabungan
tangensial atau miring, berbentuk bundar atau lonjong, diameter 100-300 μ, frekuensi 2-
10 per mm2, kadang-kadang sampai 14 pori per mm2, banyak berisi tilosis, bidang
perforasi berbentuk sederhana. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung
lengkap atau tidak lengkap yang sering kali bergabung dengan parenkim yang tersebar
atau parenkim apotrakeal yang berbentuk pita tangensial pendek. Jari-jari homogen,
sempit dan pendek, frekuensi 6-8 per mm, kadang-kadang berisi endapan berwarna
coklat. Saluran interselular hampir selalu lebih kecil dari pada pori, hanya terdapat dalam
arah aksial merupakan deretan tangensial panjang atau kadang-kadang pendek, biasanya
berisi endapan berwarna putih. Penyusutan sampai kering udara pada S.leavis 1,5% (R)
dan 3,1 (T); S.maxwelliana 1,7 % (R) dan 3,5 % (T).(Martawijaya.,
dkk 1981).
Secara umum kayu damar memiliki ciri – cirri sebagai berikut :
1. Kayu teras berwarna keputíh-putihan sampaí kuning-coklat, kadang-kadang semu-
semu merah jambu. Kayu gubal tidak berbeda dengan kayu teras.
2. Tekstur kayu halus dan merata, Panjang serat 5.737 M dengan diameter 49,4 M
tebal dindìng 8,5 p dan diameter lumen 32,414. Arah serat Arah serat Iurus atau
kadang-kadang terpilín, Kesan raba Permukaan kayu Iícin, Permukaan kayu
mengkilap, Pada bìdang radial nampak jelas bìntik-bintìk berwarna coklat dalam sel
jan-jarì.
3. Pori Kayu tidak berpori, Parenkim tersebar dan berisì damar berwarna, Jari-jari
homoselular, uniseriat, sangat sempìt sangat pendek dan jarang (6 per mm).
4. Kelas kuat kayu damar pada kelas II – III dan kelas awet pada kelas IV - V
32
Kegunaan kayu meranti secara umum baik untuk meranti merah, meranti kuning
dan meranti putih pada konstruksi ringan, perkakas rumah tangga, kayu lapis dan
digunakan pada industri perkapalan digunakan pada kulit dan dudukan mesin. Untuk
keperluan Tugas Akhir ini jenis meranti yang digunakan adalah meranti putih.
II. 4 Tegangan Bahan Kayu
Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan
untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran
bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya – gaya
dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya
dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam Pound / ft 2 . Dibeberapa
negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem Internasional ( SI ) yaitu N / mm 2 .
Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan. Jika
tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan
jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian
tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan
untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya. Jika tegangan
yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat – serat akan putus dan terjadi
kegagalan atau keruntuhan.
Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik .
Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan
bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan . Hubungan antara beban dan
deformasi ditunjukkan pada gambar II.7 berikut .
33
Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegngan nilainya besar dan
untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung
memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang kayu. Biasanya
kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan
meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas
dan kembali kebentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk
menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan.
Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam
limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau
elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin
kaku.
Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah.
Dapat diperhatikan bahwa sifat getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai contoh,
besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang
dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda.
Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan.
Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan penelitian. Karena
pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan
penelitian merupakan alternatif pemilihan.
Pada penelitian ada 2 (dua) jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian
dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian
dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan
indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda. Karena pengujian
dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, sehingga hasilnya tidak
34
menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk
mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih
mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena
dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah
memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam
jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan
dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting
dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil.
Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian.
Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat
dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material
kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara
dengan kadar air yang diketahui dan angka-angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap
kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang
dapat membuat variasi sifat kekuatan.
Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda kini telah
dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang diterbitkan untuk
kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah
distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan
kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.
Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu yang
diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati, dan kayu damar sebagai
bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan regangan dari kayu
35
tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang
dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau :
Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu :
Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu
tegangan tekan (Compression Strength), tegangan tarik (Tensile Strength), dan tegangan
lentur (Bending Strength). Pada tegangan tekan, material mengalami tekanan pada luasan
tertentu yang menyebabkan timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan
tersebut sampai batas keruntuhan dan diambil sebagai nilai tegangan tekan. Demikian
pula dengan tarikan, tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada material yang
berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan
tarikan adalah sebagai sebagai tegangan tarik.
Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya,
demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat
sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding
lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari
kayu tidak selalu sama.
Salah satu sifat mekanik kayu yang sangat penting dalam analisis tahanan
sambungan adalah kuat tumpu kayu disekitar alat sambung (dowel bearing strength).
Pengujian kuat tumpu kayu dapat dilakukan dengan cara seperti pada gambar berikut.
Beban tumpu kayu ditentukan dengan metoda offset pada sesaran 0,05D (D adalah
diameter alat sambung). Kemudian kuat tumpu kayu diperoleh dengan membagi beban
tumpu pada metoda offset dengan luas bidang tekan yaitu diameter alat sambung
dikalikan dengan tebal kayu.
36
Kuat tumpu kayu dipengaruhi oleh kandungan air, berat jenis kayu, dan diameter
alat sambung. Hasil pengujian Rammer dan Winistorfer (2001) menunjukkan bahwa kuat
tumpu kayu pada kandungan air 15%,, 12%, 6%, dan 4% adalah berturut – turut sebesar
1,23 , 1,36, 1,63, 1,72 kali kuat tumpu kayu pada kandungan air 20%. Smith (1988)
melakukan pengujian kuat tumpu kayu dengan beberapa macam nilai berat jenis yang
tergolong pada kayu lunak (soft woods) dan kayu keras (hard woods). Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa kuat tumpu kayu meningkat seiring dengan peningkatan
berat jenis kayu. Wilkinson (1991) mengusulkan Persamaan (1) untuk menghitung kuat
tumpu kayu. Persamaan (1) kemudian dipakai secara luas oleh banyak peraturan
termasuk SNI-5 Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (2002).
II.5 Kuat Acuan
A. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Mekanis
Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus
dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan
modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya
dapat diambil mengikuti Tabel 5.1. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 5.1
dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti
standar – standar eksperimen yang baku.
Tabel 5.1 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis
pada kadar air 15%
37
Kode Mutu
Modulus Elastisitas Lentur Ew
Kuat Lentur Fb
Kuat tarik sejajar serat Ft
Kuat tekan sejajar serat Fc
Kuat Geser Fv
Kuat tekan Tegak lurus Fc
E26 26000 66 60 46 6.6 24E25 25000 62 58 45 6.5 23E24 24000 59 56 45 6.4 22E23 23000 56 53 43 6.2 21E22 22000 54 50 41 6.1 20E21 21000 56 47 40 5.9 19E20 20000 47 44 39 5.8 18E19 19000 44 42 37 5.6 17E18 18000 42 39 35 5.4 16E17 17000 38 36 34 5.4 15E16 16000 35 33 33 5.2 14E15 15000 32 31 31 5.1 13E14 14000 30 28 30 4.9 12E13 13000 27 25 28 4.8 11E12 12000 23 22 27 4.6 11E11 11000 20 19 25 4.5 10E10 10000 18 17 24 4.3 9
Dimana Ew adalah Modulus elastisitas lentur
Fb adalah Kuat lentur
Fc⁄⁄ adalah Kuat tekan sejajar serat
Ft⁄⁄ adalah Kuat tarik sejajar serat
Fv adalah Kuat geser
Fc adalah Kuat tekan tegak lurus serat
A. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Visual
Pemilahan secara visual mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku.
Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan pengukuran berat jenis, maka
kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan
menggunakan langkah – langkah sebagai berikut :
38
a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi
basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30%) dihitung dengan
mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ.
b. Kadar air, m% (m<30), diukur dengan prosedur baku
c. Hitung berat jenis pada m% (Gm) dengan rumus :
Gm = ρ / [1.000 (1+m/100)]
d. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus :
Gb = Gm / [1+0.265aGm] dengan a = (30-m)/30
e. Hitung berat jenis pada kadar air 15% (G₁₅) dengan rumus :
G₁₅ = Gb/(1-0,133 Gb)
f. Hitung estimasi kuat acuan dengan modulus elastisitas lentur (Ew) =
16500 G⁰⁷, dimana G = G₁₅ = berat jenis kayu pada kadar ai 15%
Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai
modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi dengan mengikuti ketentuan
pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-3527-1994 UDC (Universal Decimal
Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu Henny Sahara : Kombinasi
Alat Penyambung Paku Dan Baut Pada Kolom Pendek Kayu Meranti Dengan
Pembebanan Aksial Tekan Berdasarkan Pkki Ni-5 2002 (Eksperimen), 2010.
dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan dari Tabel II.1 tersebut
dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel II.2 yang bergantung pada kelas mutu
kayu . Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel II.3.
39
Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan
Kelas A 0,80
Kelas B 0,63
Kelas C 0,50
Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C
Mata Kayu :
Terletak di muka lebar
1/6 lebar kayu 1/4 lebar kayu 1/2 lebar kayu
Terletak di muka sempit
1/8 lebar kayu 1/5 lebar kayu 1/4 lebar kayu
Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu 1/2 tebal kayu
Pinggul 1/10 tebal atau lebar kayu
1/6 tebal atau lebar kayu
1/4 tebal atau lebar kayu
Arah serat 1 : 13 1 : 9 1 : 6
Saluran damar 1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenankan
2/5 tebal kayu 1/2 tebal kayu
Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan
Lubang serangga Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda – tanda serangga hidup
Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasidan tidak ada tanda – tanda serangga hidup
Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada serangga hidup
Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak melintang)
Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan
40
II.6 Tata Cara Perencanaan Berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 2002
Kekuatan / tahanan sambungan dianalisis berdasarkan moda kelelehan
sambungan yang mungkin terjadi. Tahanan yang diperoleh kemudian disebut sebagai
tahanan ultimit. Untuk mendapatkan tahanan ijin sambungan, maka tahanan ultimit harus
dikalikan dengan faktor koreksi yang sesuai berdasarkan, jenis pembebanan, masa layan,
dan jenis alat sambung itu sendiri.
A.Beban dan Kombinasi Pembebanan
* Beban nominal
Beban nominal adalah beban yang ditentukan didalam Pedoman Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, SKBI – 1.3.53.1987, SNI 03-1727-1989.
Beban nominal yang harus ditinjau adalah sebagai berikut :
- D beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk
dinding, lantai,atap, plafon, partisi tetap, tangga dan peralatan layan tetap.
- L beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk
pengaruh kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan,
dan lain – lain.
- La beban hidup atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda
bergerak.
- H beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air.
- W beban angin termasuk dengan memperhitungkan bentuk aerodinamika
bangunan dan peninjauan terhadap pengaruh angin topan, puyuh,dan tornado
bila diperlukan.
41
- E beban gempa,yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1969, atau
penggantinya.
* Kombinasi Pembebanan
Kecuali apabila ditetapkan lain,struktur, komponen struktur, dan sambungannya
harus direncanakan dengan menggunakan kombinasi pembebanan berikut ini :
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)
3. 1,2D + 1,6 (La atau H) + (0,5L atau 0,8W)
4. 1,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5 (La atau H)
5. 1,2D ± 1,0 W + 0,5L
6. 0,9D ± (1,3 atau 1,0E)
B.Dasar Perencanaan
* Modulus Elastisitas Lentur
Modulus elastisitas lentur rerata terkoreksi, Ew’ yang digunakan dalam
perencanaan, bergantung pada penggunaannya. Dalam kasus perencanaan dimana
tahanan structural atau stabilitas ditentukan berdasarkan perhitungan maka harus
digunakan nilai persentil ke lima terkoreksi, E05❑ '=1,03 EW
❑' {1−1,645 ( KV E ) }
42
Dengan 1,03 adalah factor koreksi dari nilai EW❑
yang ditabelkan kepada nilai EW❑
bebas
geser, dan KV E = σ E
Ew adalah koefisien variasi nilai EW
❑, yaitu penyimpangan deviasi
standar EW❑
dibagi dengan nilai rerata EW❑
.
Pengecualian : Untuk glulam (kayu laminasi structural), faktor penyesuaian tersebut
adalah 1,05 dan bukan 1,03. Modulus elastisitas lentur tidak perlu dikoreksi terhadap
faktor waktu, λ
* Modulus Elastisitas Lentur
Tahanan rencana dihitung untuk setiap keadaan batas yang berlaku sebagai hasil
kali antara tahanan terkoreksi, R’, faktor tahanan, Ø dan faktor waktu λ . Tahanan
rencana harus sama dengan atau melebihi beban terfaktor,Ru’.
Dengan R’ adalah tahanan terkoreksi untuk komponen struktur, elemen, atau sambungan,
seperti tahanan lentur terkoreksi, M’,tahanan geser terkoreksi, V’ dan lain – lain. Begitu
juga dengan Ru diganti dengan Mu, Vu, dan sebagainya untuk gaya – gaya pada
komponen struktur atau sambungan.
Jenis Simbol Nilai
Tekan Ø c 0,90Lentur Ø b 0,85Stabilitas Ø s 0,85Tarik Ø t 0,80Geser / Puntir Ø q 0,75Sambungan Ø z 0,65
Kombinasi Pembebanan Faktor Waktu (λ)
1,4D 0,60
43
1,2 + 1,6L + 0,5(La atau H) 0,70 jika L dari gudang 0,8 jika L dari ruangan umum
1,25 jika L dari kejut
1,2D + 1,6(La atau H) + (0,5L atau 0,8H)
0,801,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5(La atau H) 1,001,2D ± 1,0E + 0,5L 1,000,9D ±(1,3W atau 1,0E) 1,00
* Faktor Koreksi
a. Faktor Koreksi untuk Masa Layan
Cm adalah faktor koreksi layan basah, untuk memperhitungkan pengaruh kadar
air masa layan yang lebih tinggi dari pada 19% untuk kayu massif dan 16% untuk produk
kayu laminasi terhadap kekuatan kayu. Nilai faktor koreksi layan basah dapat dilihat pada
table berikut.
Fb Ft Fv Fc Fc E
Balok Kayu 0,85* 1,00 0,97 0,67 0,80** 0,902Balok kayu besar (125mm x x125mm atau yang lebih besar)
1,00 1,00 1,00 0,67 0,91 1,00
Lantai papan kayu 0,85 - - 0,67 , 0,90Glulam (kayu laminasi struktural
0,80 0,80 0,87 0,53 0,73 0,83
Ct adalah faktor koreksi temperature untuk memperhitungkan temperature layan
lebih tinggi dari pada 38°C secara berkelanjutan.
44
Fb Ft Fv Fc Fc E
Balok Kayu 0,85* 1,00 0,97 0,67 0,80** 0,902Balok kayu besar (125mm x x125mm atau yang lebih besar)
1,00 1,00 1,00 0,67 0,91 1,00
Lantai papan kayu 0,85 - - 0,67 , 0,90Glulam (kayu laminasi struktural
0,80 0,80 0,87 0,53 0,73 0,83
Cpt adalah faktor koreksi pengawetan kayu, untuk memperhitungkan pengaruh
proses pengawetan terhadap produk – produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi
ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau tata cara yang berlaku.
Crt adalah faktor koreksi tahan api, untuk memperhitungkan pengaruh perlakuan
tahan api terhadap produk – produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi ditetapkan
berdasarkan spesifikasi pemasok, ketetuan, atau tata cara yang berlaku
c. Faktor Koreksi Sambungan
Tahanan lateral acuan sambungan harus dikalikan dengan faktor koreksi
sambungan selain faktor koreksi masa layan. Untuk sambungan dengan alat sambung
paku, baut, dan cincin belah, faktor koreksi sambungan dapat dilihat pada tabel berikut
Paku Baut Cincin Belah
Diafragma (Cdi) Ya - -Aksi Kelompok (Cg) - Ya YaGeometri (C∆) - Ya Ya
Kedalaman Penetrasi (Cd) Ya - Ya
Serat ujung (Ceg) Ya - -
Paku miring (Ctn) Ya - -
45
* Komponen Struktur Tarik
Dalam perencanaan komponen struktur tarik pada struktur kayu, komponen
struktur tarik harus direncanakan untuk memenuhi ketentuan sebagai berikut :
Tu ≤ λ Øt T’
Dengan Tu adalah gaya tarik terfaktor, λ adalah faktor waktu (lihat Tabel ,,,,,), Øt adalah
faktor tahanan tarik sejajar serat = 0,80 dan T’ adalah tahanan tarik terkoreksi.
Tahanan tarik terkoreksi adalah hasil dari perkalian tahanan acuan dengan faktor – faktor
koreksi pada,,,,,
T’ = Ft’ An
Dengan Ft’ adalah kuat tarik sejajar serat terkoreksi dan An adalah luas penampang netto.
* Komponen Struktur Tekan
Dalam perencanaan komponen struktur tekan, komponen struktur tekan harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga,
Pu ≤ λ Øc P’
dengan Pu adalah gaya tekan terfaktor, λ adalah faktor waktu (lihat tabel ), Øc adalah
faktor tahanan tekan = 0,90. Tahanan terkoreksi adalah hasil dari perkalian tahanan acuan
dengan faktor – faktor koreksi pada …..
Komponen struktur yang memikul gaya – gaya aksial setempat harus mendapatkan
pendetailan tahanan dna kestabilan yang cukup pada daerah bekerjanya gaya – gaya
tersebut. Begitu pula komponen struktur harus memiliki tahanan rencana local dan
stabilitas pelat bahan yang cukup pada tumpuan balok dan pada lokasi gaya – gaya
transversal bekerja.
46
Panjang kolom tak terkekang atau panjang bagian kolom tak terkekang,l harus diambil
sebagai jarak pusat ke pusat pengekang lateral. Panjang kolom tak terkekang harus
ditentukan baik terhadap sumbu kuat maupun terhadap sumbu lemah dari kolom tersebut.
Panjang efektif kolom le, untuk arah yang ditinjau harus diambil sebagai Ke, dimana Ke
adalah faktor panjang tekuk untuk komponen struktur tekan. Kc tergantung pada kondisi
ujung kolom dan ada atau tidaknya goyangan.
Nilai Kc untuk beberapa jenis kondisi kekangan ujung dan untuk keadaan dengan
goyangan serta tanpa goyangan dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan pada
gambar berikut
47
II. 5Sambungan Mekanis
Umum
Karena alasan geometrik, pada kayu sering diperlukan sambungan untuk
memperpanjang kayu atau menggabungkan beberapa batang kayu. Sambungan merupakan
bagian terlemah dari kayu. Kegagalan konstruksi kayu lebih sering disebabkan karena kegagalan
sambungan kayu bukan karena material kayu itu sendiri. Kegagalan dapat berupa pecah kayu
diantara dua sambungan, alat sambung yang membengkok atau lendutan yang melampaui
lendutan izin.
Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan kayu menurut
Awaluddin ( Konstruksi kayu, 2000 ) adalah :
1. Pengurangan luas tampang.
Pemasangan alat sambung sepertu baut, pasak dan gigi menyebabkan luas efektif tampang
berkurang sehingga kekuatannya juga menjadi rendah jika dibanding dengan kayu yang
penampang utuh.
2. Penyimpangan arah serat
Pada buhul sering terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang tetapi tidak dengan
batang kayu yang lain. Karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil maka
kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang terkecil atau tidak sejajar
serat.
3. Terbatasnya luas sambungan
Jika alat sambung ditempatkan saling berdekatan pada kayu memikul geser sejajar serat
maka kemungkinan pecah kayu sangat besar karena kayu memiliki kuat geser sejajar serat
48
yang kecil. Oleh karena itu penempatan alat sambung harus mengikuti aturan jarak minimal
antar alat sambung agar terhindar dari pecahnya kayu. Dengan adanya ketentuan jarak
tersebut maka luas efektif sambungan ( luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat
sambung ) akan berkurang pula.
Dengan kata lain, sambungan yang baik adalah sambungan dengan ciri–ciri sebagai
berikut :
1. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk penempatan alat sambung relatif kecil
bahkan nol.
2. Memiliki nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang
disambung tinggi.
3. Menunujukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail).
4. Memiliki angka penyebaran panas yang rendah.
5. Murah dan mudah di dalam pemasangannya.
Selain itu beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan sambungan berkaitan
dengan rendahnya kekuatan sambungan yaitu :
1. Eksentrisitas sambungan yang menggunakan beberapa alat sambung, maka titk berat
kelompok alat sambung harus ditempatkan pada garis kerja gaya agar tidak timbul
momen yang dapat menurunkan kekuatan sambungan.
2. Sesaran / Slip
Sesaran yang terjadi pada sambungan kayu terbagi menjadi dua. Sesaran yang
pertama adalah sesaran awal yang terjadi akibat adanya lubang kelonggaran yang
dipergunakan untuk mempermudah penempatan alat sambung. Selama sesaran
awal, alat sambung belum memberikan perlawanan terhadap gaya sambungan
49
yang bekerja. Pada sambungan dengan beberapa alat sambung, kehadiran sesaran
awal yang tidak sama diantara alat sambung dapat menurunkan kekuatan
sambungan secara keseluruhan. Setelah sesaran awal terlampaui, maka sesaran
berikutnya akan disertai oleh gaya perlawanan (tahanan lateral) dari alat sambung.
3. Mata kayu
Adanya mata kayu dapat mengurangi luas tampang kayu sehingga mempengaruhi
kekuatan kayu terutama kuat tarik dan kuat tekan sejajar serat.
Jenis – Jenis Sambungan
Jenis – jenis sambungan dibedakan menjadi sambungan satu irisan (menyambungkan
dua batang kayu), dua irisan ( menyambungkan tiga irisan ) dan seterusnya. Selain itu juga ada
dikenal jenis sambungan takik. Menurut sifat gaya yang bekerja pada sambungan, sambungan
dibedakan atas sambungan desak, sambungan tarik dan sambungan momen.
Alat Sambung Mekanik
Berdasarkan interaksi gaya – gaya yang terjadi pada sambungan, alat sambung mekanik
di bagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang kekuatan sambungan
berasal dari interaksi antar kuat lentur alat sambung dengan kuat desak atau kuat geser kayu..
Kelompok kedua adalah kelompok alat sambung yang kekuatan sambungannya ditentukan oleh
luas bidang dukung kayu yang disambungnya. Yang tergolong kelompok pertama adalah paku
dan baut. Sedangkan kelompok kedua adalah pasak kayu Koubler, cincin belah ( split ring ), pelat
geser, spike grid, single atau double sided toothed plate dan toothed ring.
50
Pada tugas akhir ini yang digunakan adalah alat sambung jenis pertama yaitu paku.
Berikut akan diuraikan dengan jelas dari alat sambung tersebut.
A. Paku
1. Umum
Alat ambung paku masih sering dijumpai pada struktur atap, lantai, dinding atau
struktur rangka rumah. Paku tersedia dalam dua jenis yaitu paku bulat dan paku ulir. Paku
bulat kekuatannya lebih rendah dari paku ulir, karena koefisien gesekan paku ulir lebih
besar sehingga tahanan cabutnya lebih besar. Diameter paku dipasaran antara 2,75mm
sampai 8mm dengan panjang 40mm sampai 200mm.
Ketebalan kayu yang yang disambung antara 20mm sampai 40mm.
Tabel II.4 Tebal Kayu yang diperkenanakan untuk beberapa ukuran Paku
No. Tebal Kayu (mm) Nama PakuDiameter Paku
(mm)
Panjang Paku
(mm)
1 20 2”BWG12 2.8 51
2 20 - 25 2.5”BWG11 3.1 63
3 20 - 30 3”BWG10 3.4 76
4 25 - 35 3.5”BWG9 3.8 89
5 30 - 40 4”BWG8 4.2 102
6 40 4.5”BWG6 5.2 114
51
Paku dipasang dengan cara dipukul. Agar terhindar dari pecahnya kayu, pemasangan
paku dapat didahului oleh lubang penuntun. Diameter lubang penuntun tidak boleh
melebihi : 0.9D untuk G > 0.6, dan 0.75D untuk G ≤ 0.6
Dimana G adalah berat jenis kayu dan D adalah diameter batang paku.
Untuk perencanaan sambungan dengan menggunakan alat sambung paku maka analisis
terhadap sambungannya mengikuti aturan yang telah ditetapkan SNI-5 PKKI 2002.
2. Geometri Sambungan Paku
Spasi dalam satu baris ( a ) pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah
serat kayu, spasi minimum antar alat pengencang :
10 D bila digunakan pelat sisi dari kayu
7 D bila di gunakan pelat sisi dari baja.
Spasi antar baris ( b ) pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat
kayu, spasi inimum adalah 5 D.
Jarak ujung ( c ). Jarak minimum dari ujung komponen struktur kepusat alat
pengencang tedekat diambil :
a. Untuk beban tarik lateral
15 D untuk pelat sisi dari kayu
10 D untuk elat sisi dari baja
b. Untuk beban tekan lateral
10 D untuk pelat sisi dari kayu
5 D untuk pelat sisi dari baja
Jarak tepi ( jarak tepi dengan beban, d, dan jarak tepi tanpa beban, e ). Jarak minimum
dari tepi komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar :
52
5 D untuk tepi yang dibebani
10 D untuk tepi yang tidak di bebani.
Gambar II.9 Geometri sambungan paku
3. Tahanan Terhadap Gaya Lateral
a. Tahanan Lateral Acuan Satu Irisan
Tahanan lateral acuan dari suatu sambungan yang menggunakan paku baja satu irisan
yang dibebani secara tegak lurus terhadap sumbu alat pengencang dan dipasang tegak lurus
sumbu komponen struktur, diambil sebagai nilai terkecil dari nilai-nilai yang dihitung
menggunakan semua persamaan pada Tabel II.5 dan dikalikan dengan jumlah alat pengencang
53
(n). Untuk sambungan yang terdiri atas tiga komponen ( sambungan dengan dua irisan ),
tahanan lateral acuan diambil sebesar dua kali tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecil.
Untuk sambungan dengan pelat sisi dari baja, persamaan untuk moda kelelehan Is
pada Tabel II.5 tidak berlaku, dan tahanan untuk moda tersebut dihitung sebagai tahanan tumpu
alat pengencang pada pelat-pelat baja sisi-sisi.
Tabel II.5 Tahanan Lateral Acuan Satu Paku (Z) untuk Satu Alat Pengencang dengan Satu Irisan yang Menyambung Dua Komponen
Moda kelelehan pErsamaan yang berlaku
IsZ
=3 .3 D t s Fes
K D
IIImZ
=3 .3 k1 D p Fem
K D(1 + 2 Re ), dengan :
k 1= (−1 ) +√2 (1 +Re ) +2 F yb (1 + 2 Re)D2
3 Fem p2
IIIsZ
=3 .3 k2 D t s Fem
KD (2 + Re ), dengan :
k 2 = (−1) + √ 2 (1 + Re)Re
+2 F yb (1 + 2Re) D2
3 Fem ts2
IVZ
=3 .3 D2
K D √ 2 Fem F yb
3 (1 + Re)
54
Catatan : Re =
Fem
Fes
Fe = Kuat tumpu kayu
= 114.45G1. 84 (N/mm²) dimana G adalah berat jenis kayu kering oven
p = Kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang pada komponen
pemegang (lihat Gambar II.11)
K D = 2.2 untuk D ≤ 4.3 mm,
= 0.38 D + 0.56untuk 4.3 mm < D < 6.4 mm
= 3.0 untuk D ≥ 6.4 mm
F yb = kuat lentur paku (lihat Tabel II.6)
Nilai kuat tumpu kayu untuk beberapa nilai berat jenis dapat dilihat pada Tabel II.6.
Semakin besar nilai berat jenis suatu kayu, maka semakin besar pula nilai kuat tumpunya.
Umumnya alat sambung paku digunakan pada kayu dengan berat jenis tidak tinggi mengingat
mudahnya paku untuk tekuk (buckling). Tekuk pada paku juga disebabkan oleh tingginya nilai
banding antara panjang dan diameter paku (angka kelangsingan) sebagai ciri khas alat sambung
paku.
Tabel II.6 Kuat Tumpu Paku (Fe ) untuk Berbagai Nilai Berat Jenis Kayu
Berat Jenis Kayu (G)
0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70
55
NilaiFe (N/mm²)21.21 26.35 31.98 38.11 44.73 51.83 59.40
Nilai kuat lentur paku dapat diperoleh dari supplier atau distributor paku. Pengujian
kuat lentur paku dilakukan dengan metode three-point bending test seperti pada ASTM
(American Standard of Testing Materials) F1575-03. Untuk jenis paku bulat pada umumnya, kuat
lentur paku dapat dilihat pada Tabel II.7 (ASCE (American Society of Civil Engineers), 1997). Kuat
lentur paku menurun dengan semakin meningkatnya diameter paku. Jenis paku lainnya seperti
paku baja (hardened steel nails) memiliki kuat lentur yang lebih tinggi daripada nilai di Tabel II.8.
Dimensi paku yang meliputi diameter, panjang, dan angka kelangsingan dapat dilihat pada Tabel
II. 9.
Tabel II.7 Kuat Lentur Paku untuk Berbagai Diameter Paku Bulat
Diameter PakuKuat Lentur Paku, F yb
≤ 3.6 mm 689 N/mm²
3.6 mm < D ≤ 4.7 mm 620 N/mm²
4.7 mm < D ≤ 5.9 mm 552 N/mm²
5.9 mm < D ≤ 7.1 mm 483 N/mm²
7.1 mm < D ≤ 8.3 mm 414 N/mm²
D > 8.3 mm 310 N/mm²
56
Tabel II.8 Berbagai Ukuran Diameter dan Panjang Paku
Nama PakuDiameter Paku
(mm)
Panjang Paku (mm)λ*
2”BWG12 2.8 51 18
2.5”BWG11 3.1 63 20
3”BWG10 3.4 76 22
3.5”BWG9 3.8 89 23
4”BWG8 4.2 102 24
4.5”BWG6 5.2 114 22
* Angka kelangsingan : panjang paku dibagi diameter paku
b. Tahanan Lateral Dua Irisan
Untuk sambungan yang terdiri atas tiga komponen ( sambungan dengan dua irisan ),
tahanan lateral acuan diambil sebesar dua kali tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecil.
c. Tahanan Lateral Terkoreksi
57
Tahanan lateral terkoreksi ( Z’), dihitung dengan mengalikan tahanan lateral acuan
dengan faktor – faktor koreksi untuk sambungan paku. Faktor – faktor koreksi sambungan paku
tersebut adalah :
1. Faktor kedalaman penetrasi, Cd
Gambar II.10 Sambungan paku dengan variasi penetrasi
58
Tahanan lateral acuan dikalikan dengan faktor kedalaman penetrasi, Cd , sebagaimana
dinyatakan berikut ini :
Untuk paku, penetrasi efektif batang ke dalam komponen pemegang, p, harus lebih besar
daripada atau sama dengan 6D.
Untuk 6D ≤ p < 12D, maka Cd = p
12 D
Untuk p ≥ 12D, Cd = 1.00
Apabila penetrasi alat penyambung paku tembus maka faktor kedalaman penetrasi
diabaikan.
2. Faktor serat ujung, Ceg
Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor serat ujung, Ceg = 0.67, untuk alat
pengencang yang ditanamkan kedalam serat ujung kayu.
3. Sambungan paku miring, Ctn
Untuk kondisi tertentu, penempatan paku pada kayu harus dilakukan secara miring (tidak
tegak lurus). Pada sambungan seperti ini, tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan
faktor paku miring, Ctn = 0.83.
4. Sambungan diafragma, Cdi
59
Faktor koreksi ini hanya berlaku untuk sambungan rangka kayu dengan plywood seperti
pada struktur diafragma atau shear wall (dinding geser). Nilai faktor koreksi ini umumnya
lebih besar daripada 1.00.
5. Tahanan Terhadap Gaya Aksial
a . Umum
Tahanan acuan sambungan yang menggunakan paku yang dibebani paralel terhadap
sumbu alat pengencang diambil sebagai nilai minimum dari :
a. Tahanan tarik alat pengencang,
b. Tahanan cabut batang.
b. Tahanan Tarik Alat Pengencang
Tahanan tarik paku ditentukan sesuai dengan ketentuan perencanaan yang berlaku
untuk bahan baja, yang didasarkan atas kuat leleh alat pengencang pada penampang intinya.
Faktor waktu, λ, harus diambil sama dengan 1.0 untuk tahanan tarik alat pengencang.
c. Tahanan Cabut Acuan Batang
Tahanan cabut tidak boleh diperhitungkan untuk paku yang ditanam ke dalam serat
ujung kayu. Tahanan cabut acuan batang pada sambungan dengan paku dengan batang polos
yang ditanam pada sisi kayu adalah :
Zw = 31 .6 DG 2. 5 p n f
60
dimana Zw dalam Newtons (N); G adalah berat jenis komponen pemegang; D adalah diameter
paku dalam mm; nf adalah jumlah alat pengencang; dan p adalah panjang penetrasi efektif
batang paku, mm.
Tahanan cabut batang paku yang berulir spiral atau yang berulir cincin ditentukan
melalui pengujian atau dihitung menggunakan persamaan di atas dengan nilai D diambil sebagai
diameter batang terkecil.
d. Tahanan Cabut Terkoreksi Batang
Tahanan cabut terkoreksi, Zw’, dihitung dengan mengalikan tahanan acuan dengan
faktor koreksi yang berlaku pada tahanan lateral terkoreksi namun faktor koreksi pada
sambungan paku miring, Ctn , besarnya 0.67.
B. balok tersusun dengan paku :
61
Dalam garis besar kita mengenal dua golongan balok tersusun dengan paku :
I. Tipe sederhana, dimana badan terdiri dari suatu papan (atau plywood)
II. Brettwandtrager, dimana terdiri dari papan-papan yang miring.
Cara perhitungan kedua macam balok tersebut tidak sama sedangkan PKKI hanya
memberikan syarat-syarat untuk tipe Brettwandtrager. Sedangkan untuk factor reduksi
yang tersedia masih menggunakan PKKI 1961.
Dalam buku pedoman PKKI 2002 menjelaskan : Komponen struktur tersusun,
termasuk batang majemuk rangka atap, batang difragma, batang penyokong dan
komponen struktur serupa adalah komponen struktur yang terdiri dari dua atau lebih
elemen sejajar yang digabungkan dari bahan dengan tahanan dan kekakuan yang sama.
Tahanan komponen struktur tersusun tersebut harus ditentukan sebagai jumlah dari
tahanan elemen, masing-masing selama tahanan sambungannya juga dapat menjamin
terjadinya distribusi gaya tarik aksial di antara elemen-elemen tersebut yang sebanding
dengan luas masing-masing elemen. Pengaruh perlemahan akibat sambungan antar
elemen harus ditinjau dalam perencanaan.
Pada Tugas Akhir ini menggunakan balok bersusun tipe sederhana. Balok-balok
tersusun dengan paku tipe sederhana dapat dilihat pada gambar II.11 berikut :
Gambar II.11 Balok Tersusun Dengan Paku Tipe Sederhana
62
Sayap bawah dapat juga diperlebar sampai garis titik ini
Balok-balok tersusun dengan paku tipe sederhana yang lebar papan badannya
tidak sama dengan tinggi balok, dapat juga dibuat dalam bentuk peti atau box (Gambar
II.12).
Gambar II.12 Balok Tersusun Dalam Bentuk Peti Kayu Box
Bentuk box ini lebih kaku dan tahan momen lateral ,ebih banyak dibandingkan
dengan bentuk I. Balok tersusun dengan bentuk box papan kayu dengan bidang
kontaknya secara horizontal disebut kampuh horizontal, sedang box papan kayu dengan
bidang kontaknya secara vertical disebut kampuh vertikal.
(a) (b)
Gambar II.13 Tampang box kayu balok tersusun. (a) kampuh horizontal(b) kampuh vertical
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Persiapan Penelitian
III.1.a Penyediaan Bahan
Persiapan mencakup penyediaan material dalam hal ini adalah penyediaan kayu
dan alat penyambungnya yaitu paku dan baut. Kayu yang digunakan untuk penelitian ini
adalah Kayu Meranti dengan ukuran 2 inci x 4 inci dengan panjang bentang bersih 4.80
meter. Kayu tersebut akan diteliti sifat-sifat fisis dan mekanisnya sehingga diperoleh
karakteristik yang diperlukan untuk eksperimen nantinya. Kemudian paku yang
64
digunakan adalah paku kayu dan paku beton ukuran 4” dan baut diamter 3/8” panjang
batang 4”.
III.1.b Pekerjaan pertukangan
Kayu – kayu pengujian diketam terlebih dahulu agar didapat permukaan yang
halus kemudian dipotong sesuai ukuran yang dipergunakan baik untuk pengujian physical
dan mechanical properties maupun untuk pengujian sambungan. Ukuran masing –
masing diuraikan selanjutnya. Kemudian dilaksanakan pemasangan alat penyambung
mengikuti persyaratan aturan jarak minimum pada Peraturan PKKI 1961 karena
persyaratan jarak pada Peraturan Kayu 2002 terlalu berbahaya karena kondisi jarak yang
relatif rapat. Pemasangan dilakukan dengan bantuan tukang.
III.2 Pelaksanaan penelitian
Penelitian mencakup pengujian physical dan mechanical properties dan pengujian
sambungan. Untuk pengujian physical dan mechanical properties mengacu kepada
metode pengujian di Inggris BS (British Standards) 373 (1957) “Metode Pengujian
Contoh Kecil Kayu” (Dinwoodie, 1981) sedangkan untuk pengujian sambungan
berdasarkan perencanaan. Penelitian tersebut dilakukan dengan pengujian di laboratorium
Bahan Rekayasa Teknik Sipil USU meliputi :
1. Pengujian Physical Properties kayu, antara lain :
a) Pengujian kadar air.
b) Pengujian berat jenis.
65
2. Pengujian Mechanical Properties kayu, antara lain :
a) Pengujian kuat tekan sejajar serat.
b) Pengujian kuat lentur dan elastisitas.
3. Pengujian sambungan meliputi pengujian :
a) Kayu tanpa sambungan
b) Sambungan kayu dengan alat penyambung paku.
III.2.1 Pengujian Physical Properties Kayu
III.2.1.a Pengujian Kadar Air
Pemeriksaan kadar air kayu dilakukan sedemikian rupa sehingga sifat dari benda
uji itu mendekati sifat rata-rata dari kayu yang akan diperiksa. Oleh sebab itu, kayu yang
akan digunakan diambil dari tempat yang sama. Benda uji dibuat berukuran 3 cm x 4,5
cm x 6,5cm (lihat Gambar III.1) sebanyak 5 sampel.
Gambar III.1 Sampel Penelitian Kadar Air
Setelah benda uji dibuat maka dilakukan penimbangan berat masing-masing
benda uji dengan menggunakan timbangan merek ELE kapasitas 25 kg dengan ketelitian
66
0.01 gr dan dicatat sebagai berat awal. Penimbangan dilakukan setiap hari hingga berat
sampel tetap atau tidak turun lagi. Metode pengeringan yang dilakukan adalah metode
pengeringan udara, yaitu dibiarkan dalam ruangan dengan suhu kamar dan sampel
terlindung dari pengaruh cuaca seperti panas dan hujan.
Pada saat benda uji menunjukkan berat yang tetap atau tidak turun lagi maka berat
benda uji dapat dianggap sebagai berat akhir dan kayu dapat dianggap telah kering udara.
Tetapi apabila berat benda uji terus menurun (berkurang), maka kayu belum dapat
dianggap kering udara atau kayu masih dianggap basah. Untuk menentukan secara kasar
apakah kadar air kayu sudah di bawah 30 % atau belum, dapat digunakan rumus
pendekatan seperti di bawah ini :
x =1 , 15G x − Gku
Gku
x 100 %
Dimana : x = Kadar lengas kayu (%)
Gx = Berat benda uji mula-mula
Gw= Berat benda uji setelah kering udara
Bila berat benda uji sudah menunjukkan angka yang konstan, maka kayu tersebut
sudah dapat dianggap kering udara, sehingga kadar air kayu dapat diperoleh dengan cara:
x =G x − Gku
Gku
x 100 %
III.2.1.b Pengujian Berat Jenis
Dalam penelitian berat jenis kayu, sampel yang digunakan harus sedemikian rupa
sehingga dapat mendekati sifat rata-rata dari kayu yang diteliti. Sampel dibuat dengan
67
ukuran 2,5 cm x 5 cm x 7,5 cm yang telah kering udara (kadar air 15 %) sebanyak 5
sampel (lihat Gambar III.2).
Gambar III.2 Sampel Penelitian Berat Jenis
Sampel kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan merek ELE
kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0.01 gr dan dicatat beratnya. Untuk perhitungan sebagai
berat jenis kayu diambil angka rata-rata dari semua sampel, dan perbedaan antara berat
jenis yang tertinggi dan yang terendah tidak boleh lebih dari 100% berat yang terendah.
Maka dapat dikatakan berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu pada
keadaan kering udara dengan volume kayu pada kondisi tersebut (dalam satuan gr/cm3),
atau :
BJ =W x
V x
Dimana :BJ = Berat jenis kayu (gr/cm3)
Wx = Berat sampel kayu kering udara (gr)
Vx = Volume sampel (cm3)
III.2.2 Pengujian Mechanical Properties Kayu
III.2.2.a Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat
68
P
6 cm
2 cm
2 cm
Penelitian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan peralatan mesin tekan
merek ELE kapasitas 200 ton. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat
tekan yang mampu diterima oleh kayu tersebut sampai batas keruntuhan.
Penelitian kuat tekan yang akan dilakukan adalah penelitian kuat tekan kayu
sejajar serat, dimana sampel kayu yang digunakan berukuran 2 cm x 2 cm x 6 cm, dengan
arah serat sejajar dengan arah memanjang sampel (lihat Gambar III.3). Penelitian
dilakukan pada sampel kering udara (kadar air ±15%).
Sampel dimasukkan kedalam mesin tekan dengan sisi 2 cm x 2 cm menghadap ke
atas dan ke bawah. Kemudian dilakukan penekanan secara perlahan. Penekanan
dilakukan sampai pembacaan dial berhenti atau tidak bertambah lagi dan menunjukkan
angka yang tetap, yaitu pada saat terjadi keruntuhan pada sampel.
69
Gambar III.3 Sampel Penelitian Kuat Tekan
Besarnya nilai pembacaan akhir kemudian dicatat sebagai beban tekan dan
merupakan nilai P. Kekuatan tekan kayu dengan arah sejajar serat dihitung
dengan rumus berikut :
σ tk // =PA
Dimana : = Tegangan tekan sejajar serat (KN/mm2)
P = Beban tekan maksimum (KN)
A = Luas bagian yang tertekan (mm2)
III.2.2.b Penelitian Kuat Lentur dan Elastisitas pada Kondisi Ultimate
Untuk penelitian kuat lentur ini menggunakan sampel kayu berukuran 30 cm x 2
cm x 2 cm dengan arah serat kayu dibuat arah memanjang sampel (lihat Gambar III.4).
Gambar III.4 Sampel Penelitian Kuat Lentur
70
Sampel diletakkan pada dua perletakan sederhana dan diberi gaya P terpusat pada
tengah bentang yang secara bertahap ditambah besarnya. Pada tengah bentang sampel
dipasang alat pengukur penurunan. Alat ini berupa dial gauge merek Mitutoyo yang dapat
melakukan pembacaan penurunanan pada sampel yang dibebani dan menujukkan
pergerakan yang terjadi sampai dengan ketelitian 0.01 mm (lihat Gambar III.5).
Gambar III.5 Penempatan Dial Beban pada Sampel
Beban P secara bertahap ditambah besarnya dan dicatat besarnya penurunan yang
terjadi. Besarnya P untuk memperoleh tegangan lentur adalah besarnya beban P yang
diberikan pada saat benda uji mengalami patah dan perhitungan ini nantinya
menghasilkan kuat lentur pada kondisi ultimate.
σ b =
14
PL
16
bh2
Dimana :σb = Tegangan lentur yang terjadi (kg/cm2)
P = Beban pada saat mencapai kondisi ultimate (kg)
L = Panjang bentang = 30 cm
b = Lebar sampel = 2 cm
71
h = Tinggi sampel = 2 cm
Dan untuk setiap besar beban yang bekerja diperoleh besarnya penurunan (f). Dari
kedua parameter ini, P ( beban maksimum ) dan f ( penurunan ) dapat diperoleh nilai
elastisitas material yang menurut persamaan adalah sebagai berikut :
f = PL3
48 EI
E = σε
Dimana : f = Penurunan (cm)
L = Panjang bentang = 30 cm
b = Lebar sampel = 2 cm
h = Tinggi sampel = 2 cm
σ = Tegangan lentur (kg/cm2)
ε = Regangan yang terjadi
III.2.3 Penelitian Sambungan Tekan Sejajar Serat
penelitian sambungan memikul gaya normal tekan serat dengan alat penyambung
paku dan baut ini dilakukan dengan pengujian di Laboratorium Bahan Rekayasa Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
III.2.3.1 Pengujian Kayu tanpa Sambungan
72
Sampel pengujian kayu tanpa sambungan berukuran 4 cm x 8 cm x 34 cm
sebanyak dua sampel. Sampel diletakkan dibawah mesin kompres kapasitas 200 Ton.
Atur jarum manometer pembacaan beban di titik nol. Kemudian dial pembacaan
penurunan dengan ketelitian 0,01 mm juga diatur posisinya agar dapat melakukan
pembacaan dengan mudah. Jarum dial pembacaan ini diletakkan diatas pelat datar pada
kaki sampel. Kemudian atur juga dial pembacaan hingga nol kembali dengan jarum dial
dalam keadaan jatuh bebas ( rileks ) karena gaya yang bekerja pada sampel dari bawah.
Plat pembebanan pada mesin kompres bergerak menekan sampel keatas. Setelah selesai
kemudian mulai dilakukan pembebanan secara perlahan – lahan. Pembacaan penurunan
dilakukan setiap kenaikan beban 500 Kg pada manometer. Pembacaan baru dihentikan
pada saat jarum penunjuk berwarna hitam pada manometer tidak menunjukkan kenaikan
dan jarum penunjuk berwarna merah tersebut turun. Selain itu dial juga tidak
menunjukkan kenaikan yang sangat besar.
Pengujian kayu tanpa sambungan ini berfungsi untuk mencari nilai efektifitas
sambungan. Karena nilai efektifitas sambungan didapat dengan membandingkan nilai
patah ultimate sambungan dengan nilai patah ultimate kayu tanpa disambung.
III.2.3.b Pengujian kayu dengan sambungan
Sampel kayu yang digunakan untuk pengujian berukuran 4cm x 8 cm x 16 cm,
dengan penyambung berukuran 2 cm x 8 cm x 30 cm. Jenis sambungan yang dipakai
adalah sambungan dua irisan yaitu sambungan yang menyambung tiga komponen. Dua
batang kayu ( kayu utama ) disambung dengan kayu penyambung ( kayu sekunder )
dengan memberika spasi sebesar 2 cm antara kayu utama yang satu dengan yang lain.
73
Pengujian sambungan ini dilakukan pengujian sambungan dengan alat sambung paku dan
pengujian menggunakan dua buah sampel.
Sebelum memasuki tahap pengujian, untuk sampel pengujian sambungan di
rencanakan terlebih dahulu banyak jumlah alat penyambung yang dihitung bersesuaian
dengan peraturan yang digunakan. Dalam hal ini pemasangan alat penyambung
mengikuti aturan jarak minimum pada PKKI 1961, karena pada PKKI 2002 jarak yang
diberikan relatif sangat rapat. Tidak memungkinkan untuk digunakan karena terlalu
berbahaya, menyebabkaan bidang retak yang besar serta terlalu banyak pengurangan
terhadap luas penampang. Pemasangan alat penyambung harus hati – hati agar kayu tidak
pecah serta alat penyambung tidak bengkok. Pemasangan diawali dengan bantuan lubang
penuntun dengan menggunakan bantuan bor. Pemasangan alat penyambung ini di
lakukan dengan bantuan tukang yang ahli.
Sambungan Dengan Alat Penyambung Paku :
Ukuran kayu utama adalah 4 cm x 8 cm x 16 cm sebanyak 4 buah.
Ukuran kayu penyambung 2 cm x 8 cm x 30 cm sebanyak 4 buah.
Paku yang digunakan adalah paku kayu dan paku beton ukuran 4" (D 0,42 mm )
dengan jumlah paku kayu sebanyak 36 buah dan paku beton 18 buah.
Prosedur yang dilakukan pada pengujian kayu pada sambungan sama dengan
prosedur pengujian pada pengujian kayu tanpa sambungan. Hanya saja penempatan
dialnya yang berbeda. Pada pengujian sambungan dial diletakkan pada spasi sambungan
dengan bantuan pelat tipis yang direkatkan pada salah satu permukaan kayu utama.
Sampel diletakkan dibawah mesin kompres kapasitas 200 Ton. Atur jarum
manometer pembacaan beban di titik nol. Kemudian dial pembacaan penurunan dengan
74
ketelitian 0,01 mm juga diatur posisinya agar dapat melakukan pembacaan dengan
mudah. Jarum dial pembacaan ini diletakkan diatas pelat datar pada spasi sambungan.
Kemudian atur juga dial pembacaan hingga nol kembali dengan jarum dial dalam
keadaan jatuh bebas ( rileks ) karena gaya yang bekerja pada sampel dari bawah. Plat
pembebanan pada mesin kompres bergerak menekan sampel keatas. Setelah selesai
kemudian mulai dilakukan pembebanan secara perlahan – lahan. Pembacaan penurunan
dilakukan setiap kenaikan beban 500 Kg pada manometer. Pembacaan baru dihentikan
pada saat jarum penunjuk berwarna hitam pada manometer tidak menunjukkan kenaikan
atau tetap dan jarum penunjuk berwarna merah berangsur turun Dial juga tidak
menunjukkan kenaikan yang sangat besar bahkan tetap.
75
A B C
Gambar III.6 Penampang Kayu Tanpa dan Dengan Sambungan
Keterangan :
A. Gambar sampel kayu utuh tanpa penyambung
B. Sambungan dengan paku
C. Sket tampak samping sambungan.
76