45
Tuberkulosis Dalam Keluarga Pendahuluan Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah di masyarakat sampai saat ini adalah tuberkulosis (TBC) atau yang lebih dikenal dengan TB Paru. Penyakit TB Paru di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Tahun 1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB Paru, dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru BTA positif (Depkes RI, 2002). Bahkan karena jumlahnya yang cukup besar, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dalam hal penderita TB Paru setelah India dan China (Achmadi, 2005). Laporan WHO tahun 1999 menyatakan bahwa Penyakit TB Paru masih menjadi masalah dunia karena menginfeksi sepertiga penduduk dunia, dan cenderung meningkat terus. Di Indonesia diperkirakan setiap 100.000 penduduk terdapat 130 penderita baru BTA positif. Departemen Kesehatan telah menetapkan kebijakan nasional tujuan jangka pendek program penanggulangan TB Paru yaitu penemuan penderita pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA Positif (Depkes.RI, 2000). Tinjauan Pustaka Tuberkulosis dan Riwayat alamiahnya

Tuberkulosis Dalam Keluarga

Embed Size (px)

DESCRIPTION

IKM IKK

Citation preview

Page 1: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Tuberkulosis Dalam Keluarga

Pendahuluan

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah di masyarakat sampai saat

ini adalah tuberkulosis (TBC) atau yang lebih dikenal dengan TB Paru. Penyakit TB Paru di

Indonesia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan

penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan

penyakit infeksi. Tahun 1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru

TB Paru, dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000

penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru BTA positif (Depkes RI, 2002).

Bahkan karena jumlahnya yang cukup besar, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia

dalam hal penderita TB Paru setelah India dan China (Achmadi, 2005).

Laporan WHO tahun 1999 menyatakan bahwa Penyakit TB Paru masih menjadi

masalah dunia karena  menginfeksi sepertiga penduduk dunia, dan cenderung meningkat

terus. Di Indonesia diperkirakan setiap 100.000 penduduk terdapat 130 penderita baru BTA

positif. Departemen Kesehatan telah menetapkan kebijakan nasional tujuan jangka pendek

program penanggulangan TB Paru  yaitu penemuan penderita pada tahun 2005 dapat

mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA Positif  (Depkes.RI, 2000).

Tinjauan Pustaka

Tuberkulosis dan Riwayat alamiahnya

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya. Cara penularan adalah

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan

dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu

yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari

langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam

keadaan yang gelap dan lembab.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

Page 2: Tuberkulosis Dalam Keluarga

parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien

tersebut.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi

percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru

dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB

paru dengan BTA negatif. o Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual

Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB

selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk

terinfeksi setiap tahun.

Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.Infeksi TB dibuktikan

dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Risiko menjadi sakit TB

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000

terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.

Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya

tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular

immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi

sakit TB (TB Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien

TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Page 3: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, 50% akan meninggal, 25% akan sembuh

sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi dan 25% menjadi kasus kronis yang tetap

menular

Diagnosis Tuberkulosis

Penyebab  Penyakit TB Paru adalah Kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini

berbentuk batang, mempunyai sifat khusus tahan terhadap asam pada pewarnaan. Kuman TB

dapat mati dengansinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat

yang gelapdan lembab. Dalam jaringan tubuh jaringan ini  Dormant atau tertidur lama selama

beberapa tahun.

Sedangkan klasifikasi Penyakit TB Paru menurut Bahar Asril  sebagai berikut :

Tuberkolusis Paru

Bekas Tuberkolusis

Tuberkolusis Paru tersangka, dibagi dalam : a). Tuberkolusis TB Paru tersangka yang

diobati adalah sputum BTA negatif tetapi tanda-tanda lain positif; b). Tuberkolusis Paru

Page 4: Tuberkulosis Dalam Keluarga

tersangka yang tidak diobati berupa sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga

meragukan.

Sedangkan berdasarkan waktu pengambilan dahak untuk keperluan diagnosa TB Paru,

dibagi menjadi jenis pengambilan dahak sewaktu dan pagi:

Pengambilan dahak S (Sewaktu), merupakan dahak yang dikumpulkan pada saat suspek

TB Paru datang berkunjung pertama kali pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot

dahak untuk mengumpulkan dahak hari ke 2 (dua) .

Pengambilan dahak P(pagi ), merupakan dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari

kedua, segerasetelah bangun. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK

(Unit Pelayanan Kesehatan). Pengambilan dahak S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di

Unit Pelayanan Kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi

Penemuan penderita TB Paru secara pasif

Penemuan penderita TB Paru secara pasif adalah penjaringan tersangka penderita

dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan

Page 5: Tuberkulosis Dalam Keluarga

secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan

maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini

biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding.

Selain itu semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama harus

diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita

sedini mungkin mengingat TB Paru adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan

kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa spesimen dahak dalam waktu 2 hari

berturut-turut, yaitu Sewaktu-Pagi- Sewaktu.

Kriteria, Klasifikasi dan Diagnostik Penyakit Tb Paru

Penyakit Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama dunia, terutama di negara

berkembang. Sedangkan di Indonesia jumlah pasien TB paru menempati urutan ketiga

terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Diantara masalah utama yang ditemui, yaitu masih

kurangnya monitoring pada pasien TB paru, sehingga  menyebabkan pengobatan tidak

efektif.Berdasarkan organ tubuh yang terkena:

TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura

(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

TB ekstra paru. TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,

selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,

usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :

TB paru BTA positif. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan

gambaran TB paru.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB paru positif.

1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

TB paru BTA negatif. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA

positif.

Page 6: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative.

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB paru.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.Berdasarkan

tingkat keparahan penyakit : TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi

berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk

berat bila

Agent, Host dan Environment Pada Tuberculosis

Teori John Gordon, mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host), dan lingkungan

(environment). Ketiga faktor penting ini disebut segi tiga epidemiologi (Epidemiologi

Triangle), hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan

yaitu agent penyebab penyakit pada satu sisi dan penjamu pada sisi yang lain dengan

lingkungan sebagai penumpunya.

Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam keadaan seimbang, maka

seseorang berada dalam keadaan sehat, perubahan keseimbangan akan menyebabkan

seseorang sehat atau sakit, penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agent

penyebab menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit, demikian pula bila agent

penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor penjamu tetap, maka bobot agent

penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau

meningkat maka ia dalam keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan berubah menjadi

cenderung menguntungkan agent penyebab penyakit, maka orang akan sakit, pada prakteknya

seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor berikut :

  Agent

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dan

termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah

penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering.

Page 7: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae,

Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium

non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Heinz, 1993).

Di luar tubuh manusia, kuman Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang

lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. Mycobacterium tuberculosis

mempunyai panjang 1-4 mikron dan lebar 0,2- 0,8 mikron. Kuman ini melayang diudara dan

disebut droplet nuclei. Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk,

lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Tetapi kuman

tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api

(Atmosukarto & Soewasti, 2000).

Kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam,

selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan juga oleh ethanol

80 % dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu 24 jam.

Mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan

subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80 %

volume sel bakteri dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup

sel bakteri. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-

bakteri patogen termasuk tuberkulosis.

Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai, merupakan bakteri

mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25 – 40 C, tetapi akan tumbuh secara optimal

pada suhu 31-37 C. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agent sangat penting untuk pencegahan

dan penanggulangan penyakit, sifat-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembang

biak, kematian agent atau daya tahan terhadap pemanasan atau pendinginan.

Agent adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau

manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient/memenuhi syarat untuk menimbulkan penyakit.

Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent yang

mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah kuman Mycobacterium

tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas,

infektifitas dan virulensi. 

Patogenitas agent dapat berubah dan tidak sama derajatnya bagi berbagai host.

Berdasarkan sumber yang sama pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat

rendah. Infektifitas adalah kemampuan suatu mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan

Page 8: Tuberkulosis Dalam Keluarga

berkembang biak didalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman

tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu

mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis paru

termasuk tingkat tinggi, jadi kuman ini tidak dapat dianggap remeh begitu saja.

 Host

Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis,

kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat

menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002). Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan

(1991), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup

tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam

rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan

akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa

menangkap kuman TB.

Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehatan (2000), didapatkan data

bahwa Tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana

seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya.

Besar resiko terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari 1

orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita tuberkulosis.Hal

yang perlu diketahui tentang host atau penjamu meliputi karakteristik; gizi atau daya tahan

tubuh, pertahanan tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan.

Karakteristik host dapat dibedakan antara lain; Umur, jenis kelamin, pekerjaan, keturunan,

pekerjaan, keturunan, ras dan gaya hidup.

Host atau penjamu; manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan anthropoda yang

dapat memberikan tempat tinggal atau kehidupan untuk agent menular dalam kondisi alam

(lawan dari percobaan). Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan,

tetapi host yang dimaksud dalam penelitia ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang

mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah; kekebalan tubuh (alami dan

buatan), status gizi, pengaruh infeksi HIV/AIDS.

Environment

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati, benda

hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-

Page 9: Tuberkulosis Dalam Keluarga

elemen termasuk host yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik,

lingkungan fisik terdiri dari; Keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah, persawahan dan

lain-lain), kelembaban udara, temperatur atau suhu, lingkungan tempat tinggal.

Adapun lingkungan non fisik meliputi; sosial, budaya, ekonomi dan politik  yang

mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit.

Epidemiologi

Besaran masalah Tuberkulosis

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium

tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian

akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB

didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB

lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.

Gambar 1. Angka Insidens TB didunia (WHO, 2009)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis

(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu

Page 10: Tuberkulosis Dalam Keluarga

kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan

rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan

pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan

dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Pada tahun

1990-an, situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak

yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22

negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun

1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang

berkembang.

Kegagalan program TB. Hal ini diakibatkan oleh karena tidak memadainya komitmen

politik dan pendanaan

Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan

kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan

pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).

Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,

gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi

atau pergolakan masyarakat.

Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur

umur kependudukan.

Upaya Pengendalian TB

Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD

mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly

Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:

o Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.

o Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

o Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

o Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

o Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

Page 11: Tuberkulosis Dalam Keluarga

terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB

sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi

kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-efective). Integrasi kedalam pelayanan

kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit

yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS,

setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat

sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan

kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan

demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien

merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.

Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara,

kemudian strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut

diperluas menjadi sebagai berikut :

Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS

Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya

Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan

Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

Memberdayakan pasien dan masyarakat

Melaksanakan dan mengembangkan penelitian

Surveilans

Survailans epidemiologi adalah bagian penting dari ilmu epidemiologi khusus

terutama untuk pemberantasan penyakit menular. Definisi survilans adalah penelitian

epidemiologi dari suatu penyakit yang merupakan suatu proses dinamik, melibatkan ilmu

ekologi dari bibit penyakit (agent), pejamu (host), reservoir dan vektor – vektor, maupun

mekanisme yang kompleks dari perjalanan infeksi. Kegiatan pokok survailas adalah

(a) Pengumpulan data epidemiologi yang jelas dan teratur

(b) Analisa data yang di peroleh (konsolidasi, evaluasi dan interprestasi dari data tersebut)

Page 12: Tuberkulosis Dalam Keluarga

(c) Penyebar luasan data yang telah di analisa dengan segera kepada mereka yang

memerlukan informasi tersebut, untuk mengambil tindakan.

Dengan survilans epidemiologi kita dapat mengetahui tentang :

(a) Distribusi dari kasus dan kematian menurut : umur, sex, pekerjaan, waktu dan

sebagaianya

(b) Sumber infeksi dan cara penyebarannya

(c) Keadaan kesehatan lingkungan

(d) Kemungkinan masuknya infeksi di suatu daerah

(e) Perubahan lingkungan pada umumnya

Tehnik pencarian kasus (case finding)

Jika ditinjau dari pemanfaatan, cara penemuan kasus ini sebenarnya merupakan salah

satu langkah penanggulangan keadaan wabah. Tujuan yang dimiliki adalah dalam rangka

menemukan sumber penularan dan atau mencari ada atau tidaknya penderita baru di

masyarakat. Secara umum case finding ini dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu

1. Pencarian kasus aktif (active case finding)

Pada pencarian kasus aktif, cara kerja yang di tempuh pada dasarnya sama dengan

penyaringan. (screening). Bedanya, kelompok masyarakat yang dituju pada case finding

ialah mereka yang dicurigai terkena penyakit

Pada pencarian kasus aktif ini, petugas kesehatan mendatangi daerah yang terkena

wabah untuk mencari sumber penularan atau kasus baru. Pencarian kasus secara aktif ini

ada dua macam yakni :

- Cara telusur kebelakang (backward tracking)

Tujuan utamanya ialah untuk mencari sumber penularan, disini dikumpulkan data

tentang orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita sebelum penderita

tersebut jatuh sakit. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang reservoir penyakit,

masa inkubasi penyakit, cara penularan penyakit, riwayat alamiah perjalanan

penyakit serta gejala-gejala khas penyakit yang sedang mewabah, dapatlah di

tentukan sumber penularan penyakit tersebut.

- Cara telusur kedepan (forward tracking)

Page 13: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Tujuan utamanya ialah untuk mencari kasus baru. Disini dikumpulkan data tentang

orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita setelah penderita tersebut

terserang penyakit. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang masa inkubinasi

penyakit, cara penularan penyakit, riwayat alamiah perkembangan penyakit serta

gejala-gejala khas penyakit yang sedang mewabah, dapatlah ditemukan kasus-kasus

baru penyakit tersebut.

2. Pencarian kasus pasif (pasif case finding)

Pada pencarian kasus yang pasif, pengumpulan data tentang masalah kesehatan tidak

dilakukan secara aktif, melainkan hanya menunggu penderita yang datang berobat ke satu

fasilitas kesehatan saja.

Strategi Nasional Pengendalian Tb di Indonesia 2010-2014

Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi, yaitu :

Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu

Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat

miskin serta rentan lainnya

Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),

perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin

kepatuhan terhadap International Standards for TB Care

Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.

Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program

pengendalian TB

Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB

Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.

Kegiatan Pengendalian Tuberkulosis

a) Tatalaksana dan Pencegahan TB

Penemuan Kasus Tuberkulosis

Pengobatan Tuberkulosis

Pemantauan dan Hasil Pengobatan Tuberkulosis

Pengendalian Infeksi pada sarana layanan

Pencegahan Tuberkulosis

Page 14: Tuberkulosis Dalam Keluarga

b) Manajemen Program TB

Perencanaan program Tuberkulosis

Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis

Manajemen Logistik Program Tuberkulosis

Pengembangan Ketenagaan Program Tuberkulosis

Promosi program Tuberkulosis

c) Pengendalian TB komprehensif

Penguatan Layanan Laboratorium Tuberkulosis

Public - Private Mix (Pelibatan Semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan)

Kolaborasi TB-HIV

Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB

Pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru

Manajemen TB Resist Obat

Penelitian tuberkulosis

Aspek Tatalaksana pasien TB

Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Dokter Praktek Swasta.

a. Puskesmas

Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk Kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP)

yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang

lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS).

Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri

(PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.

b. Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum, Balai/Baiali Besar Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM), dan

klinik lannya dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana pasien TB.

c. Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas layanan lainnya.

Secara umum konsep pelayanan di Balai Pengobatan dan DPS sama dengan

pelaksanaan pada rumah sakit dan Balai Penobatan (klinik).

Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas

Page 15: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Tujuan: menurunkan angka kesakitan dan kematian tuberculosis paru dengan memutuskan

rantai penularan melalui upaya pengobatan penderita menular sampai sembuh.7

Kegiatan:

a. Pengamatan Epidemiologi dan Tindakan Pemberantasan

- Penderita tuberculosis paru yang ditemukan baik pada kunjungan dalam gedung

maupun luar gedung Puskesmas harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan

pencatatan dan pelaporan Puskesmas yang berlaku.

- Setiap penderita tersangka tuberculosis paru yang berumur 15 tahun ke atas harus

diperiksa dahaknya sebanyak tiga kali berturut-turut dalam seminggu

- Bila dalam pemeriksaan tiga kali berturut-turut dalam seminggu tidak ditemukan

BTA, penderita tersangkaitu harus selalu berada dalam pengawasan dan dianjurkan

kembali sebulan kemudian untuk pemeriksaan dahak lagi.

- Bila dalam dahaknya ditemukan BTA, berikanlah penjelasan tentang pengobatan yang

harus dijalaninya.

- Susunlah jadwal minum obat TB bersama-sama dengan penderita dan pengawas

pengobatan (salah seorang keluarga penderita) yang telah disepakati bersama.

- Obat anti TB yang digunakan dalam program pemeberantas TB paru merupakan

kombinasi beberapa obat yang diberikan selama 6 bulan dan dikenal sebagai paduan

obat jangka pendek.

- Berikanlah petunjuk kepada penderita untuk mencegah penyebaran penyakit dengan:

menutup mulut sewaktu batuk atau bersin, menggunakan tempat dahak yang tertutup

dan diisi dengan larutan Lysol. Apabila tidak mungkin keluarkan dahak di tempat

yang langsung menerima sinar matahari, menjaga rumah selalu terbuka di siang hari

agar peredaran hawa baik dan sinar matahari masuk.

- Kunjungilah penderita dirumahnya jika penderita tidak mengontrol penyakitnya

selama satu minggu.7

b. Penilaian Pengobatan

- Untuk menilai keberhasilan setiap tahap pengobatan dan setelah selesai pengobatan

perlu diperiksa dahaknya pada awal bulan IV dan pada akhir masa pengobatan

(selayaknya pada akhir bulan VI). Pemeriksaan dilakukan tiga kali berturut-turut

dalam seminggu.

Page 16: Tuberkulosis Dalam Keluarga

- Bila pada pemeriksaan dahak ini ditemukan BTA positif, harus dilakukan biakan

dahak. Bila biakan tidak tumbuh berarti BTA yang ditemukan adalah Mycobacterium

tuberculosis yang mati. Bila biakan tumbuh harus dilakukan pemeriksaan kekebalan

kuma (tes resistensi) terhadap OAT paduan jangka yang digunakan.

- Penderita dinyatakan sembuh bila pada akhir masa pengobatan tidak ditemukan BTA

pada pemeriksaan dahaknya selama tiga kali berturut-turut selama seminggu.7

c. Rujukan Penderita

- Indikasi Rujukan :

Penderita yang dalam pemeriksaan dahak berkala telah menunjukkan terjadinya

konversi namun keluhan tetap ada dan keadaan umum semakin berat.

Penderita yang mengalami kegagalan pengobatan disertai dengan kekebalan

kuman terhadap salah satu atau beberapa obat anti-tuberkulosis yang pernah

dipakai.

Penderita tidak tahan terhadap obat (drug intolerance)7

d. Penyuluhan Kesehatan

- Pentingnya penyuluhan kesehatan harus dimengerti dan dipahami secara mendalam

oleh petugas kesehatan, karena upaya ini berhubungan dengan perilaku

manusia/masyarakat.

- Kegiatan penyuluhan dalam program pemberantasan tuberculosis paru dilakukan oleh

petugas kesehatan baik di dalam maupun di luar gedung Puskesmas.

- Sasaran penyuluhan adalah penderita tuberculosis paru, keluarga penderita serta

masyarakat. Penyuluhan kepada penderita bertujuan meningkatnya kegiatan

pengendalian penderita sehingga angka putus berobat kurang dari 10%.7

Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi

kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Page 17: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Pengelompokan OAT

Golongan dan Jenis ObatGolongan-1 Obat Lini ■ Isoniazid (H) ■ Pyrazinamide(Z)Pertama ■ Ethambutol (E) ■ Rifampicin (R)

■ Streptomycin (S)

Golongan-2 / Obat ■ Kanamycin (Km) ■ Amikacin (Am)

suntik/ Suntikan lini kedua ■ Capreomycin (Cm)

Golongan-3 / Golongan ■ Ofloxacin (Ofx) ■ Moxifloxacin (Mfx)

Floroquinolone ■ Levofloxacin (Lfx)Golongan-4 / Obat ■ Ethionamide(Eto) ■ Para amino salisilatbakteriostatik lini kedua ■ Prothionamide(Pto) (PAS)

■ Cycloserine (Cs) ■ Terizidone (Trd)

Golongan-5 / Obat yang ■ Clofazimine (Cfz) ■ Thioacetazone(Thz)belum terbukti efikasinya ■ Linezolid(Lzd) ■ Clarithromycin(Clr)dan tidak ■ Amoxilin- ■ Imipenem(Ipm).direkomendasikan Clavulanate (Amx-oleh WHO Clv)

Jenis, Sifat dan Dosis OAT lini pertama

Dosis yang direkomendasikanJenis OAT Sifat (mg/kg)

Harian 3xsemingguIsoniazid (H) Bakterisid 5 10

(4-6) (8-12)Rifampicin (R) Bakterisid 10 10

(8-12) (8-12)Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35

(20-30) (30-40)Streptomycin (S) Bakterisid 15 15

(12-18) (12-18)Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30

(15-20) (20-35)

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Page 18: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

a) Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap

intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam

kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

b) Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan

untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan

sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

Obat kombinasi dosis tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam

pengobatan Tuberkulosis:

1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan

mengurangi efek samping.

2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat

ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana

dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya.

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru Pasien baru TB paru BTA positif,

pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif dan pasien TB ekstra paru

Page 19: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Tahap Intensif Tahap Lanjutan

Berat Badan tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu

RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Tahap LamaDosis per hari / kali Jumlah

hari/kaliPengobatan Pengobatan Tablet Kaplet Tablet Tablet

menelanIsoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol

@ 300 mgr @ 450 mgr @ 500 mgr @ 250 mgr obat

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya

tapi pasien kambuh, pasien gagal dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat

(default)

Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Tahap Intensif Tahap Lanjutan

Berattiap hari 3 kali seminggu

RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E(400)Badan

Selama 56 hariSelama 28 selama 20 minggu

hari

30-37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

+ 500 mg Streptomisin inj. + 2 tab Etambutol

Page 20: Tuberkulosis Dalam Keluarga

38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

+ 750 mg Streptomisin inj. + 3 tab Etambutol

55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj. + 4 tab Etambutol

71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

+ 1000mg Streptomisin inj. + 5 tab Etambutol

Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Strepto JumlahIsoniasid Rifampisin Tablet Tablet hari/kali

Pengobat Pengoba- Pirazinamid misin@ 300 @ 450 @ 250 @ 400 menelaninjeksian tan mgr mgr @ 500 mgr mgr mgr obat

TahapIntensif 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28harian)TahapLanjutan 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60(dosis 3xsemggu)

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin

adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan

TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan

menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1

yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Dosis KDT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hariRHZE (150/75/400/275)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT38 – 54 kg 3 tablet 4KDT55 – 70 kg 4 tablet 4KDT

71 kg 5 tablet 4KDT

Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Tahap Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah

Lamanya IsoniasidEtambut

ol hari/kaliPengobatan Ripamfisin PirazinamidPengobatan @ 300 mgr @ 250 menelan

@ 450 mgr @ 500 mgr mgr obatTahap

Page 21: Tuberkulosis Dalam Keluarga

intensif1 bulan 1 1 3 3 28(dosis

harian)

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)

dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang

jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping

itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.

Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan tempat tinggal penduduk merupakan salah satu dari faktor risiko

terjadinya TBC, meliputi :

1. Kepadatan hunian kamar tidur

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas

lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak

menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya

konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan

mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang.

Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas

yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur

diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit

pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum

90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri

dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga

langit-langit minimum tingginya 2,75 m.6

2. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum

20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat

dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-

bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus

mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang

diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 luks, kecuali untuk kamar tidur diperlukan

cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari

Page 22: Tuberkulosis Dalam Keluarga

segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila

dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang

lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama. Penularan kuman TB Paru relatif tidak

tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi

udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.6

3. Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran

udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi

akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang

baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya

kuman TB.

Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-

bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus

menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah

untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam

kelembaban (humidity) yang optimum.

Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari

luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi

insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk

menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar

22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.6

4. Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,

dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan dinding

yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan

sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculos.

5. Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban

yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan

Page 23: Tuberkulosis Dalam Keluarga

cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.6

Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat

memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat

menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial Menurut

APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:6

a) Memenuhi kebutuhan fisiologis

Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya

sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban

udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus

diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela

tidak terlalu banyak.

Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan

mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal

10 % dari jumlah luas lantai.

Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup

untuk proses pergantian udara.

Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh

suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan,

ruang tidur, dll.

Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis

kelaminnya.

b) Perlindungan terhadap penularan penyakit

Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas,

sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia air

untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan penghuninya.

Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga

air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.

Page 24: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu

harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan

sumber air bersih.

Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan gangguan

binatang serangga dan debu.

Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di

dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito fight.

Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.

Luas kamar tidur minimal 8,5 m³ per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75

meter

Dokter Keluarga

Pelayanan dokter keluarga adalah upaya kesehatan dasar paripurna, mencakup semua

kebutuhan dasar kesehatan dalam keluarga, yang berkembang sesuai dengan perkembangan

kesehatan untuk pelbagai kelompok umur termasuk tindakan pertolongan gawat darurat dan

bedah minor, yang mencakup rawat jalan, rawat di rumah dan pendampingan/pasca rawat

inap yang sesuai dengan kebutuhan/indikasi medik dan kewenangannya.

Dengan memusatkan sasarannya kepada kepada keluarga, dokter keluarga mengisi

salah satu simpul yang merupakan salah satu alternatif dalam jaringan pelayanan kesehatan.

Dan salah satu ciri-ciri dari Dokter Keluarga adalah memiliki pengetahuan dan keterampilan

khusus kedokteran keluarga dan kesehatan keluarga yang diperoleh melalui pendidikan dan

pelatihan khusus dengan pendalaman di bidang ilmu bedah, ilmu kebidanan dan kandungan,

kesehatan anak dan penyakit dalam.

Kesiapan untuk terselenggaranya Jaminan Kesehatan Nasional tidak hanya dari unsur

kebijakan saja tetapi juga dari sumber daya manusia, fasilitas pelayanan kesehatan dan infra

struktur lainnya. Sumber daya manusia yang kompeten dan sarana prasarana yang sesuai

dengan standar yang ditetapkan serta jumlah yang cukup, sistem pendekatan pelayanannya

juga merupakan satu hal yang penting. Menghadapi sistem jaminan kesehatan nasional ini

dibutuhkan dokter-dokter di layanan tingkat primer yang dapat mengendalikan biaya dan

mutu kesehatan yang merata dan terjangkau.

Pertemuan Koordinasi Lintas Program Lintas Sektor Pelayanan Kedokteran Keluarga

ini mengundang para Pakar dalam Bidang Pelayanan Kesehatan yang diharapkan nantinya

Page 25: Tuberkulosis Dalam Keluarga

akan menghasilkan suatu kesepakatan dan dapat memberikan rekomendasi model pelayanan

kesehatan perorangan tingkat pertama yang paling baik.

1. Dokter Keluarga sebagai Pemberi Layanan (Care Provider), mempertimbangkan

kebutuhan pasien secara total (fisik, mental dan sosial) baik sebagai individu maupun

sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keluarga dan komunitasnya.

2. Pengambil Keputusan (Decision Maker), dokter keluarga bertindak sebagai mitra bagi

pasiennya dalam mengambil keputusan medis dengan memilih dan menggunakan

teknologi kedokteran dan kesehatan yang tepat secara rasional, beretika dan sadar biaya.

3. Sebagai Komunikator (Communicator), seorang dokter keluarga harus dapat

menyampaikan pesan kesehatan dengan keteladanan dan penjelasan yang rasional.

4. Pemimpin Kelompok (Community Leader) merupakan orang yang memperoleh

kepercayaan dari masyarakat di wilayah kerjanya sehingga ia harus mampu menggalang

peran serta masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan.

5. Sebagai Manajer, dokter keluarga sebagai koordinator dalam pemeliharaan kesehatan

bagi pasien dan keluarganya.

Karakteristik Dokter Keluarga

Lynn P. Carmichael (1973)

Mencegah penyakit dan memelihara kesehatan

Pasien sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat

Pelayanan menyeluruh, mempertimbangkan pasien dan keluarganya

Andal mendiagnosis, tanggap epidemiologi dan terampil menangani penyakit

Tanggap saling-aruh faktor biologik-emosi-sosial, dan mewaspadai kemiripan penyakit

Debra P. Hymovic & Martha Underwood Barnards (1973)

Pelayanan responsif dan bertanggung jawab

Pelayanan primer dan lanjut

Diagnosis dini, capai taraf kesehatan tinggi

Memandang pasien dan keluarga

Melayani secara maksimal

IDI (1982)

Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat

Page 26: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Pelayanan menyeluruh dan maksimal

Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan

Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya

Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas kelanjutannya

 

Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga

Skala kecil:

Mewujudkan keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga

Mewujudkan keluarga sehat sejahtera

Skala besar:

Pemerataan pelayanan yang manusiawi, bermutu, efektif, efisien, dan merata bagi

seluruh rakyat Indonesia

Dokter Keluarga di Indonesia

Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Indonesia telah dimulai

sejak tahun 1981 yakni dengan didirikannya Kelompok Studi Dokter Keluarga. Pada Tahun

1990 melalui kongres yang kedua di Bogor, nama organisasi dirubah menjadi Kolese Dokter

Keluarga Indonesia (KDKI). Sekalipun organisasi ini sejak tahun 1988 telah menjadi anggota

IDI, tapi pelayanan dokter keluarga di Indonesia belum secara resmi mendapat pengakuan

baik dari profesi kedokteran ataupun dari pemerintah.

Untuk lebih meningkatkan program kerja, terutama pada tingkat internasional, maka pada

tahun 1972 didirikanlah organisasi internasional dokter keluarga yang dikenal dengan

nama World of National College and Academic Association of General Practitioners /

Family Physicians(WONCA). Indonesia adalah anggota dari WONCA yang diwakili oleh

Kolese Dokter Keluarga Indonesia.

Untuk Indonesia, manfaat pelayanan kedokteran keluarga tidak hanya untuk

mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, akan tetapi juga

dalam rangka turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah pokok pelayanan kesehatan lain

yakni:

Pendayagunaan dokter pasca PTT

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

Page 27: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Menghadapi era globalisasi

Peran Masyarakat dan Pasien TB

Berbagai bentuk kemitraan dengan LSM telah ada sejak lama, meskipun baru pada

tahun 2002 terbentuk kemitraan format antara pemerintah pusat dan LSM melalui Gerdunas

dan CCM (Country Coordinating Mechanism) GF ATM pada tahun 2003. Meskipun

demikian, koordinasi dan kerjasama antara pemerintah dan LSM di daerah masih terbatas.

Pada umumnya pengetahuan dan pengertian masyarakat tentang penyakit TB dan

pengobatannya masih rendah.

Masyarakat dan pasien TB perlu diberdayakan melalui pemberian informasi yang

memadai tentang TB, pentingnya upaya pencegahan dan pengendalian TB, serta hak dan

kewajiban pasien TB sebagaimana tercantum dalam TB patient charter. Pendampingan dan

pemberdayaan sosial ekonomi pasien merupakan bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan

tersebut. Upaya KIE dapat pula menunjang kebutuhan tersebut sekaligus memberdayakan

masyarakat secara umum. Pemberdayaan masyarakat lebih lanjut dapat difasilitasi melalui

penguatan desa siaga untuk pengendalian TB. Seluruh upaya tersebut memerlukan

monitoring dan evaluasi serta payung hukum untuk menjaga kesinambungannya.

Berkembangnya wacana revitalisasi Gerdunas ataupun pembentukan komisi nasional

pengendalian TB akhir-akhir ini menggarisbawahi perlunya penguatan payung kemitraan

dalam pengendalian TB.

Cakupan dan Kualitas Pelayanan DOTS

Jejaring Laboratorium

Selama dekade terakhir telah terjadi peningkatan dalam kapasitas diagnosis program

pengendalian TB nasional. Meskipun demikian mutu pelayanan diagnosis masih menjadi

tantangan. Sistem jaminan mutu eksternal masih terbatas oleh karena masih banyak

laboratorium yang belum mengikuti cross-check secara rutin akibat keterbatasan

kapasitas BLK dalam melakukan supervisi, umpan balik yang tidak tepat waktu dan

belum tersedianya laboratorium rujukan di tujuh provinsi baru. Rencana penguatan

laboratorium telah disusun sebagai arahan bagi subdit TB dan BPPM. Laboratorium

rujukan nasional dan provinsi harus segera ditetapkan secara formal dengan garis

wewenang yang jelas. Pengurangan kesenjangan (kuantitas dan kualitas) dalam SDM

Page 28: Tuberkulosis Dalam Keluarga

laboratorium perlu diupayakan secara terus menerus.

Logistik Obat

Secara keseluruhan, sistem logistik obat belum berjalan dengan optimal dalam

menjamin ketersediaan obat TB secara berkesinambungan di FPK. Data nasional stock-

out obat kategori 1 menunjukkan tingkat ketersediaan obat yang tidak stabil pada bulan-

bulan tertentu. Demikian pula halnya dengan buffer stock yang tidak memadai

berdasarkan situasi ketersediaan obat pada awal tahun 2010.

Sementara ketersediaan obat lini kedua/pengobatan untuk kasus MDR sedang

diupayakan untuk mendapat persetujuan dari GLC (Green Light Committee). Dengan

demikian, FPK untuk pengobatan kasus MDR harus dipersiapkan sedini mungkin.

Perbaikan dalam manajemen obat TB di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus

dilakukan secara kontinyu untuk mencegah stock-out.

Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah

Dalam era desentralisasi, pembiayaan program kesehatan termasuk pengendalian TB

sangat bergantung pada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah. Alokasi APBD untuk

pengendalian TB secara umum rendah dikarenakan tingginya pendanaan dari donor

internasional dan banyaknya masalah kesehatan masyarakat lainnya yang juga perlu didanai.

Pembiayaan program TB saat ini masih mengandalkan pendanaan dari donor

internasional dan alokasi pendanaan pemerintah pusat untuk pengadaan obat. Alokasi

anggaran pengadaan obat ini menurun dalam beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan

stock-out. Rendahnya komitmen politis untuk pengendalian TB merupakan ancaman bagi

kesinambungan program pengendalian TB. Program pengendalian TB nasional semakin perlu

penguatan kapasitas untuk melakukan advokasi dalam meningkatkan pembiayaan dari pusat

maupun daerah.

Kesimpulan

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Agent penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium

tuberculosis yang menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab

Page 29: Tuberkulosis Dalam Keluarga

terjadinya infeksi tersering. Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang

lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari.

Host penyebab Tuberculosis. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada

10-15 orang. Penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di

dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih

baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap

kuman TB.

Environment penyakit Tuberculosis adalah Lingkungan yang segala sesuatu yang ada

di luar diri host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang

terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis Untuk terpapar

penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial

ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan  faktor  toksis. 

Hindari kontak dengan penderita TBC paru aktif.  Selalu menjaga standar hidup yang

baik, caranya bisa dengan mengkonsumsi nakanan yang bernilai gizi tinggi, menjaga

lingkungan selalu sehat baik itu di rumah maupun di tempat kerja (kantor), dan menjaga

kebugaran tubuh dengan cara menyempatkan dan meluangkan waktu untuk berolah

raga.  Pemberian vaksin BCG, tujuannya untuk mencegah terjadinya kasus infeksi TBC yang

lebih berat. Vaksin BCG secara rutin diberikan kepada semua balita.

Page 30: Tuberkulosis Dalam Keluarga

Daftar Pustaka

1. Tuberkulosis paru. Di unduh dari

http://www.indonesian-publichealth.com/2014/01/tuberculosis-tb-paru.html tanggal

30 juni 2014

2. Penganggulangan Tb Di unduh dari http://www.kedokteran.info/pedoman-nasional-

penanggulangan-tuberkulosis-2007.html tanggal 30 juni 2014

3. Tuberkulosis. Di unduh dari http://www.tbindonesia.or.id/2012/03/20/struktur-

program-tb/ tanggal 30 juni 2014

4. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta: EGC; 2009.h. 159-

160

5. STRATEGI NASIONAL PENGENDALIAN TB DI INDONESIA 2010-2014. Di

unduh dari http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/STRANAS_TB.pdf tanggal 30

juni 2014

6. Azwar, A. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Yayasan Penerbitan

IDI, 1995.

7. Azwar, A. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga. Jakarta: PT.

Binarupa Aksara, 1995.