21
TRAUMATIK DENTAL PADA ANAK-ANAK DAN PERAWATAN ENDODONTIK I. Pendahuluan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah trauma yang sering terjadi anak-anak akibat benturan fisik keras yang mengenai gigi anak. Biasanya trauma tersebut akibat jatuh saat bermain maupun saat olahraga. Trauma gigi yang sering terjadi pada gigi incisivus maxillary, yang tidak hanyak merusak keadaan fisik anak tetapi juga dapat merusak estetis dan psikologi anak. (Marchiori dkk., 2012). Brazillian case-control study menemukan bahwa anak dengan gigi yang fraktur dapat berpengaruh besar pada kualitas hidupnya anak. Konsekuensi anak yang mengalami fraktur pada gigi nya adalah merasa malu saat tersenyum, tertawa dan menunjukan giginya. Selain itu dapat berpengaruh pada kehidupan social dan kesulitan menjaga emosionalnya (Bendo dkk., 2010) Hasil penelitian Marchiori dkk (2012) menunjukan gigi incisivus sentral maksilla adalah gigi yang tersering mengalami trauma bahkan sampai mengalami avulsi dengan persentase pada gigi permanen 42% dan persentasi pada gigi desidui 62%, lalu di ikuti oleh gigi incisivus lateral. Gigi incisivus sentral sering mengalami trauma dikarenakan gigi tersebut pada beberapa anak mengalami protusi dan memiliki overjet incisal lebih dari 3mm. Penelitian lainnya 1

Traumatik Dental Pada Anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

trhrdh

Citation preview

Page 1: Traumatik Dental Pada Anak

TRAUMATIK DENTAL PADA ANAK-ANAK DAN PERAWATAN ENDODONTIK

I. Pendahuluan

Traumatic Dental Injury (TDI) adalah trauma yang sering terjadi anak-anak

akibat benturan fisik keras yang mengenai gigi anak. Biasanya trauma tersebut akibat

jatuh saat bermain maupun saat olahraga. Trauma gigi yang sering terjadi pada gigi

incisivus maxillary, yang tidak hanyak merusak keadaan fisik anak tetapi juga dapat

merusak estetis dan psikologi anak. (Marchiori dkk., 2012).

Brazillian case-control study menemukan bahwa anak dengan gigi yang fraktur

dapat berpengaruh besar pada kualitas hidupnya anak. Konsekuensi anak yang

mengalami fraktur pada gigi nya adalah merasa malu saat tersenyum, tertawa dan

menunjukan giginya. Selain itu dapat berpengaruh pada kehidupan social dan kesulitan

menjaga emosionalnya (Bendo dkk., 2010)

Hasil penelitian Marchiori dkk (2012) menunjukan gigi incisivus sentral maksilla

adalah gigi yang tersering mengalami trauma bahkan sampai mengalami avulsi dengan

persentase pada gigi permanen 42% dan persentasi pada gigi desidui 62%, lalu di ikuti

oleh gigi incisivus lateral. Gigi incisivus sentral sering mengalami trauma dikarenakan

gigi tersebut pada beberapa anak mengalami protusi dan memiliki overjet incisal lebih

dari 3mm. Penelitian lainnya menunjukan bahwa trauma pada gigi anak 2,99 kali lebih

besar jika anak memiliki overjet lebih dari 6mm dan 2,02 kali lebih besar pada anak

openbite anterior.

Penyebab trauma dental anak meliputi banyak faktor. Menurut Ekaneyake,L dan

Parera, M (2008), faktor penyebab yang paling dominan terjadinya trauma dental pada

anak adalah terjatuh. Hal ini sering terjadi ketika anak mulai belajar berjalan, berlari saat

bermain dan berlari saat olahraga. Sekitar 89,4% anak mengalami trauma dental karena

terjatuh.

Perawatan pada gigi yang mengalami avulsi adalah replantasi. Replantasi hanya

dilakukan pada gigi permanen dan tidak dilakukan pada gigi desidui karena akan

1

Page 2: Traumatik Dental Pada Anak

mengganggu pertumbuhan gigi permanen yang belum erupsi. Selain itu, juga perawatan

endodontic juga merupakan perawatan untuk trauma dental anak, seperti

PSA,pulpektomi,pulpotopi dan pulpa kaping (Marchiori dkk., 2012)

II. Pembahasan

Klasifikasi Ellis dan Davey, hanya digunakan untuk fraktur di gigi anterior.

Kelas 1, untuk fraktur sederhana daari mahkota gigi dengan terbuka sedikit atau

tidaksama sekali bagian denton dari mahkota (hanya mengenai bagian enamel

Kelas II, fraktur yang terjadi pada mahkota gigi dengan terbukanya dentin yang luas,

tetapi belum mengenai pulpa (hanya mengenai bagian dentin)

Kelas III, fraktur mahkota gigi dengan terbukanya dentin yang luas sudah mengenai

pulpa (dentin dan pulpa terkena)

Kelas IV, trauma pada gigi mengakibatkan gigi menjadi non vital desertai dengan

ataupun tanpa disertai hiangnya struktur mahkota gigi

Kelas V, trauma pada gigi yang menybabkan hilangnya gigi, avulsi

Kelas VI, fraktur pada akar disertai dengan ataupun tanpa disertai hilangnya struktur

mahkota gigi

Kelas VII, trauma yang menyebabkan berpindahnya gigi (intrusi, ekstrusi, labial, palatal,

bukal, distal, mesial, rotasi) tanpa disertai oleh adanya fraktur mahkota atau akar gigi

Kelas VIII, trauma yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar pada gigi (total

distruction) tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar gigi tidak mengalami perubahan

Kelas IX,semua kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan, definisi untuk

gigi sulung sama dengan untuk gigi tetap.

(Braham, 1980)

Macam-macam bentuk trauma dental

2

Page 3: Traumatik Dental Pada Anak

a. Infraction

Infraction adalah fraktur inkomplit dari enamel tanpa kehilangan struktur giginya.

Perawatan yang dilakukan adalah memeriksa struktur gigi dan vitalitas pulpa

(Olsburg, 2002)

b. Crown fracture-uncomplicated

Adalah fraktur enamel atau enamel-dentin tetapi tidak melibatkan

pupa.Pemeriksaan radiografi dibutuhkan untuk memeriksa kehilang struktur gigi pada

bagian enamel atau melibatkan dentin.Perawatan yang dilakukan adalah memeriksa

vitalitas pulpa dan merestorasi bagian gigi enamel-dentin untuk mencapai estetis dan

fungsi normal.

(Olsburg, 2002)

c. Crown fracture-complicated

Adalah fracture enamel-dentin yang melibatkan pulpa. Pemeriksaan radiografi

digunakan untuk mengukur keterlibatan pulpa. Perawatan yang dilakukan adalah

memriksa vitalitas pulpa dan merestorasi gigi gigi mencapai estestis dan fungsi

normal. Bila pada gigi desidui, perawatan endodontic yang dilakukan adalah

pulpotomy, pulpectomy atau pencabutan. Bila pada gigi permanen, perawatan

endodontic alternative adalah pulpa kaping direk, pulpotomi parsial/penuh, dan

pulpektomi.

(Olsburg, 2002)

d. Crown/root fracture

Adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, cementum dengan atau tanpa

melibatkan pulpa. Pemeriksaan klinis biasanya menunjukan pergeseran koronal gigi

yang melekat pada gigi attached gingiva dengan atau tanpa melibatkan pulpa.

Pemeriksaan radiologis dibutuhkan untuk melihat gambaran radiolusen berupa garis

obique dari akar sampai koronal gigi pada gigi desidui. Perawatan yang dilakukan

3

Page 4: Traumatik Dental Pada Anak

pada gigi desidui adalah pecabutan jika gigi tidak dapat direstorasi. Bila pada gigi

permanen, perawatannya emergnacy adalah menstabilkan fragmen koronal gigi.

Perawatan definitif alternatif adalah melakukan restorasi supragingiva, gingivektomi,

dan osteotomi. Bila melibatkan pulpa, perawatannya adalah pulpa kaping, pulpotomi

dan perawatan saluran akar.

(Olsburg, 2002)

e. Root fracture

Adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin dan pulpa. Pemeriksaan klinis

menemukan bahwa gigi mengalami disposisi. Pemeriksan radiografi menemukan

gambaran radiolusen berupa garis horizontal yang memisahkan akar dengan koronal.

Selain itu, pada gambaran radiografi juga menunjukan angulasi gigi yang berbeda

dengan angulasi normal. Perawatan yang dilakukan untuk gigi desidui sebaiknya

dilakukan pencabutan fragmen koronal dan mengambil fragmen apical. Bila pada gigi

permanen, dengan melakukan reposisi dan stabilisasi fragmen koronal. Memperbaiki

posisi gigi dapat membantu penyembuhan ligament periodontal dan suplai

neurovascular.

(Freely, 2003)

f. Concussion

Adalah injuri pada jaringan pendukung gigi tanpa kehilang jaringan tersebut dan

disposisi gigi tersebut. Jaringan periodontal mengalami inflamasi, selain itu

pemeriksaan klinis menunjukan gigi sakit bila dilakukan perkusi dan penekanan tanpa

mobilitas, disposisi dan perdarahn sulkular. Perawatan yang dilakukan adalah

menyembuhan jatingan periodontal dan memeriksa vitalitas pulpa.

(Freely, 2003)

g. Subluksasi

Adalah injuri pada jaringan pendukung gigi dengan kehilangan jaringan tersebut

tetapi tanpa disposisi gigi tersebut. Pemeriksaan klinis menunjukan gigi mengalami

4

Page 5: Traumatik Dental Pada Anak

kegoyahan, tetapi tanpa disposisi gigi tersebut dengan atau tanpa perdarahan sulkular.

Perawatan yang dilakukan dengan menyembuhan jaringan periodontal dan memeriksa

vitalitas pulpa.

(Freely, 2003)

h. Lateral sublukasasi

Adalah disposisi gigi secara axial. Jaringan periodontal mengalami luka atau

terjadi fraktur pada tulang alveolar pendukung gigi. Secara klinis, gigi mengalami

disposisi secara lateral dengan bagian koronal biasanya ke palatal atau lingual. Gigi

biasanya tidak sakit dan goyah saat di sentuh. Gambaran radiografi menemukan

peningkatan space ligament periodontal dan disposisi bagian apical gigi kerah labial.

Perawatan yang dilakukan pada gigi desidui, dapat dengan reposisi pasif atau reposisi

spontan bila tidak ada interfensi oklusal. Bila injuri termasuk golongan

parah,pencabutan merupakan pilihan yang baik. Pada gigi permanen, reposisi dan

stabilisasi dapat membantu proses penyembuhan ligamen periodontal dan suplai

neurovascular. Dalam memperbaiki posisi gigi, ekstrusi gigi dilakukan untuk

membebaskan apical gigi yang terkunci di tulang alveolar. Splinting dilakukan dalam

wakti 2-4 minggu.

(Freely, 2003)

i. Intrusi

Adalah disposisi apikal gigi sampai ke tulang alveolar. Gigi masuk kedalam soket

gigi, terjepitnya ligament periodontal dan tidak jarang tulang alveolar mengalami

fraktur. Secara klinis gigi akan terlihat pendek. Perawatan yang dilakukan pada gigi

desidui adalah pencabutan jika akar gigi mengenai bagian koronal gigi permanen.

Perawatan pada gigi permanen adalah dengan melakukan reposisi secara pasif, aktif

atau secara bedah dan stabilisasi gigi dengan menggunakan splin dalam waktu 4

minggu. Untuk gigi permanen dengan akar yang belum menutup, erupsi spontan

dapat sebagai pilihan. Untuk gigi dewasa dapat dilakukan reposisi dan perawatan

endodontic 3 minggu setelah insidensi trauma.

5

Page 6: Traumatik Dental Pada Anak

(Freely,2003)

j. Ekstrusi

Adalah disposisi parsial gigi dari soketnya. Dapat disebut juga sebagai avulsi

parsial. Biasanya jaringan periodontal mengalami perlukaan. Pemeriksaan klinis

terlihat gigi seperti mengalami pemanjangan dan secara radiografi terjadi peningkatan

space ligament periodontal dibagian apical. Pada gigi desidui, perawatanny adalah

dengan reposisi pasif atau spontan. Bila ektrusi tergolong parah maka pencabutan

merupakan pilihan perawatan ekstrusi. Pada gigi permanen, perawatannya adalah

reposisi dan stabilisasi menggunakan splint selama lebih dari 2 minggu.

(Freely, 2003)

k. Avulsi

Adalah lepasnya gigi dari soket denga jaringan periodontal sudah rusak parah atau

bahkan dapat terjadi frakrur tulang alveolar. Bila yang mengalami avulsi adalah gigi

desidui, tidak ada perwatan karena dikhawtirkan dapat mengganggu perkembangan

gigi permanen yang belum erupsi. Perawatan avulsi gigi permanen adalah dengan

melakukan replantasi gigi tersebut. Indikasi untuk dilakukan replantasi adalah

i. Umur gigi anak (karena bila dilukan replantasi dapat terjadi

ankilosis

ii. Tidak ada kelainan/penyakit sistemik

iii. Kondisi gigi yang di replantasi dan jaringn pendukung dalam

kondisi baik.

(Olsburg, 2002)

Jenis Perawatan

a. Pulpektomi

6

Page 7: Traumatik Dental Pada Anak

Adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan korona

gigi.

Indikasi :

Gigi sulung dengan infeksi melalui kamar pulpa, baik pada gigi vital, nekrosis

sebagian maupun gigi sudah nonvital

Saluran akar dapat dimasuki instrument.

Kelainan jaringan periapeks dalam gambaran radiografi kurang dari sepertiga

apical.

(Tarigan, 2006)

Pulpektomi vital

Pulpektomi vital biasanya dilakukan pada gigi yang mengalami fraktur atau

pada gigi dengan karies yang telah meluas kearah pulpa. Pulpektomi vital sering

dilakukan pada fifi anterior.

Langkah-langkah pulpektomi vital :

Kunjungan pertama :

Diagnosis (foto ronsen)

Anestesi local

Isolasi (absolut)

Preparasi kavitas dengan bur bulat, 3% perdarahan dihentikan dengan H2O2

Pembersihan biomekanis dengan jarum eksterpasi, bur gates, reamer, file, dll

Menentukan panjang kerja, foto jarum (foto rontgen II), endometer lanjutan

biomekanikal

Irigasi H2O2 3% + ultrasonic NaOCl 5%, keringkan dengan paper point

7

Page 8: Traumatik Dental Pada Anak

Pengisian saluran akar bergantung pada restorasi akhit (foto rontgen III)

Tambalan sementara Zn(PO4) atau ZOE

Kunjungan kedua :

Isolasi (absolut)

Preparasi kavitas

Mengganti dengan tambalan tetap

(Tarigan, 2006)

Pulpektomi nonvital

Perawatan endodontik untuk gigi sulung dengan pulpa non vital adalah

pulpektomi mortal (pulpektomi devital) (Andlaw dan Rock, 1993). Pulpektomi

mortal adalah pengambilan semua jaringan pulpa nekrotik dari kamar pulpa dan

saluran akar gigi yang non vital, kemudian mengisinya dengan bahan pengisi.

Walaupun anatomi akar gigi sulung pada beberapa kasus menyulitkan untuk

dilakukan prosedur pulpektomi, namun perawatan ini merupakan salah satu cara

yang baik untuk mempertahankan gigi sulung dalam lengkung rahang

(Mathewson dan Primosch, 1995).

Langkah-langkah perawatan pulpektomi non vital (Andlaw dan Rock,

1993; Kennedy, 1992; Mathewson dan Primosch, 1995):

Kunjungan pertama :

Lakukan foto rontgen.

Isolasi gigi dengan rubber dam.

Buang semua jaringan karies dengan ekskavator, selesaikan preparasi dan

desinfeksi kavitas.

Buka atap kamar pulpa selebar mungkin.

Jaringan pulpa dibuang dengan ekskavator sampai muara saluran akar

terlihat.

8

Page 9: Traumatik Dental Pada Anak

Irigasi kamar pulpa dengan air hangat untuk melarutkan dan

membersihkan debris.

Letakkan cotton pellet yang dibasahi trikresol formalin pada kamar pulpa.

Tutup kavitas dengan tambalan sementara.

Instruksikan pasien untuk kembali 2 hari kemudian.

Kunjungan kedua :

Isolasi gigi dengan rubber dam.

Buang tambalan sementara.

Jaringan pulpa dari saluran akar di ekstirpasi, lakukan reaming, filling, dan

irigasi.

Berikan Beechwood creosote.

Celupkan cotton pellet dalam beechwood creosote, buang kelebihannya,

lalu letakkan dalam kamar pulpa.

Tutup kavitas dengan tambalan sementara.

Instruksikan pasien untuk kembali 3 sampai dengan 4 hari kemudian.

Kunjungan ketiga :

Isolasi gigi dengan rubber dam.

Buang tambalan sementara.

Keringkan kamar pulpa, dengan cotton pellet yang berfungsi

sebagai stoppermasukkan  pasta sambil ditekan dari saluran akar sampai

apeks.

Letakkan semen zinc fosfat.

Restorasi gigi dengan tambalan permanen.

b. Kaping pulpa indirek

Adalah perawatan dengan pembuangan jaringan karies yang sudah mendekati

pulpa, kemudian diletakkan bahan Ca(OH)2 pada daerah yang transparan dan

9

Page 10: Traumatik Dental Pada Anak

pulpanya kelihatan,langsung dilakukan restorasi permanin atau penambalan

sementara dahulu

Teknik kaping pulpa indirek

Diagnosis (foto rontgen I)

Isolasi (relative/absolut)

Preparasi kavitas dengan bur bulat putaran rendah/desinfektan H2O2 3%, lalu

keringkan

Peletakan Ca(OH)2 dengan stopper bulat, di atasnya semen ZnPO4 atau cavit

Tambalan tetap

Tarigan, 2006)

c. Kaping pulpa direk

Perawatan yang dilakukan karena perforasi pulpa yang terjadi pada saat preparasi

kavitas. Indikasi kaping pulpa direk adalah :

Pulpa vital

Pulpa terbuka karena faktor mekanis dan dalam keadaan steril

Teknik kaping pulpa direk :

Kunjungan pertama

Diagnosis (foto rontgen I)

Isolasi (relative/absolut)

Preparasi kavitas/irigasi air/H2O2 3%, lalu keringkan

Peletakan Ca(OH)2, diatasnya ZnPO4 (tambalan sementara)

Interval kunjungan

10

Page 11: Traumatik Dental Pada Anak

Kunjungan kedua

Isolasi

Tambalan tetap

(Tarigan, 2006)

d. Pulpotomi

Adalah perawatan yang melakukan pembuangan suluruh pulpa bagian koronal

sampai ketinggian pulpa yang masih sehat dengan tujuan menghilangkan semua

jaringan pulpa yang terinfeksi. Pulpotomi dilakukan terutama pada gigi-gigi vital

dengan pulpa terbuka lebih besar dari yang diperbolehkab untuk kaping pulpa

(Budiyanti, 2006)

Indikasi pulpotomi :

Pulpa vital

Pulpa terbuka karena faktor mekanis selama preparasi kavitas yang kurang

hati-hati

Pulpa terbuka karena trauma dan sudah lebih dari dua jam tetapi belum

melibihi 24 jam, tanpa terlihat adanya infeksi pada bagian periapeks

Gigi didukung lebih dari 2/3 panjang akar

Tidak ada kehilangan tulang pada bagian interradikal

Pada gigi posterior yang eksterpasi pulpa sulit dilakukan

Apeks akar belum tertutup sempurna

Usia tidak lebih dari 20 tahun

Kontraindikasi

Sakit jika diperkusi

11

Page 12: Traumatik Dental Pada Anak

Adanya gambaran radiolusen didaerah periapeks atau interradikular

Mobilitas patologik

Ada nanah pada pulpa terbuka

Teknik pulpotomi :

Kunjungan pertama :

Diagnosis

Anestesi local

Isolasi

Preparasi kavitas dengan bur bulat, pembuangan jaringan pulpa dalam kamar

pulpa sampai orifisium

Hentikan perdarahan dengan H2O2 3%, ditekan kapas steril

Peletakan Ca(OH)2 dengan stopper bulat, diatasnya ZOE atau Zn(PO4) tanpa

tekanan (tambalan sementara)

Kunjungan kedua :

Isolasi

Tambalan tetap

(Tarigan, 2006)

Pulpotomi terbagi menjadi pulpotomi parsial dan pulptomi penuh.

Pulpotomi parsial adalah pulpotomi yang biasanya dilakukan jika pulpa

terbuka disebabkan preparasi kavitas. Pulpa dalam kamar pulpa tidak

diganggu dan masih dalam keadaan utuh

12

Page 13: Traumatik Dental Pada Anak

Pulpotomi servikal, keseluruhan pulpa pada kavum pulpa sampai orifisium

dibuang, kemudian diletakkan medikamen dilantai pulpa sampai menutupi

seluruh orifis (foramen apical belum tumbuh sempurna).

(Walton, 2006)

13

Page 14: Traumatik Dental Pada Anak

III. Kesimpulan

Berdasarkan pengertian yang ada, dapat disimpulkan bahwa trauma injuri pada anak harus segera ditangani. Jika perawatan dilakukan terlambat, dapat berpengaruh pada psikologis anak dan keadaan gigi permanen nantinya. Salah satu perawatan yang endodontik yang dapat dipakai dengan pulpektomi. Pulpektomi dapat dilakukan 1 kali kunjungan atau bahkan lebih, tergantung dari parahnya jaringan pulpa yang mengalami kerusakan.

14

Page 15: Traumatik Dental Pada Anak

DAFTAR PUSATAKA

Andlaw, R. J., dan W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition. Churchill Livingstone: New York.

Bendo, C.B. et.al., Association between treated/untreated traumatic dental injuries and impact on quality of life of Brazilian schoolchildren. Health and Quality of Life Outcomes 2010, 8:114

Braham, R.L., Morris, M.E.1980. Textbook of Pediatric Dentistry. USA : Williams and Wilkins

Budiyanti, E & Arlia, 2006. Perawatan Endodontik Pada Anak. Jakarta : EGC

Ekaneyake, L. and Parera, M. 2008. Pattern of Traumatic dental injuries in children attending the university dental hospital, sri lanka.Dental traumatology 2008, 24: 471-474.

Freely L, Mackie IC, Macfarlane T. An investigation of root-fractured permanent incisor

teeth in children. Dental Traumatol 2003;19(1):52-4.

Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric Operative Dentistry oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. EGC : Jakarta.

Mathewson, R. J., dan R. E. Primosch. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry;. 3rdedition. Quintessence Publishing : Chicago.

Olsburgh S, Jacoby T, Krejci I. Crown fractures in the permanent dentition: Pulpal and

restorative considerations. Dental Traumatol 2002;18(3):103-15.

Walton & Richard et.al., 2008. Prinsip&Praktik Ilmu Endodonsia edisi 3. Jakarta : EGC

15

Page 16: Traumatik Dental Pada Anak

16