7
TOKOH-TOKOH PERUMUS PANCASILA DAN PIAGAM JAKARTA Bangsa Indonesia telah membulatkan tekad untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara. Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia merupakan hasil kerja keras yang melibatkan banyak tokoh. Tokoh- tokoh tersebut telah berjuang dengan tulus dan ikhlas untuk merumuskan dasar negara, antara lain: Dr. Ir. Soekarno, Prof. Muhammad Yamin, SH, dan Prof. Dr. Soepomo, SH. Berikut dijelaskan riwayat para tokoh tersebut. Dr. Ir. Soekarno Ir. Soekarno dikenal dengan bapak proklamator Indonesia karena beliau bersama Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Soekarno lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901 dengan nama lahir Koesno Sasrodihardjo, namun karena sering sakit maka ayahnya mengganti namanya menjadi Soekarno. Nama tersebut diambil dari nama seorang panglima dalam kisaha bratha Yudha yaitu Karna, sedangkan awalan su dalam bahasa jawa berarti baik. Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama Omar Said Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Muso, Dharsono, H. Agus Salim dan Abdoel Moeis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Boedi Oetomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto. Tamat HBS Surabaya bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926 Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusiyang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Tokoh Tokoh Perumusan Pancasila Dan Piagam Jakarta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah tentang tokoh-tokoh pahlawan Indonesia yang merumuskan Pancasila.

Citation preview

Page 1: Tokoh Tokoh Perumusan Pancasila Dan Piagam Jakarta

TOKOH-TOKOH PERUMUS PANCASILA DAN PIAGAM JAKARTA

Bangsa Indonesia telah membulatkan tekad untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara. Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia merupakan hasil kerja keras yang melibatkan banyak tokoh. Tokoh-tokoh tersebut telah berjuang dengan tulus dan ikhlas untuk merumuskan dasar negara, antara lain: Dr. Ir. Soekarno, Prof. Muhammad Yamin, SH, dan Prof. Dr. Soepomo, SH. Berikut dijelaskan riwayat para tokoh tersebut.

Dr. Ir. Soekarno

Ir. Soekarno dikenal dengan bapak proklamator Indonesia karena beliau bersama Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Soekarno lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901 dengan nama lahir Koesno Sasrodihardjo, namun karena sering sakit maka ayahnya mengganti namanya menjadi Soekarno. Nama tersebut diambil dari nama seorang panglima dalam kisaha bratha Yudha yaitu Karna, sedangkan awalan su dalam bahasa jawa berarti baik.

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School

(HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama Omar Said Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Muso, Dharsono, H. Agus Salim dan Abdoel Moeis.

Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Boedi Oetomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.

Tamat HBS Surabaya bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926 Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.

Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusiyang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Saat sidang BPUPKI, Soekarno dikenal sebagai pemberi nama dasar Negara Indonesia dengan nama Pancasila pada pidato tanggal 1 Juni 1945 di hadapan anggota sidang BPUPKI. Oleh karena itulah tanggal 1 Juni seringkali diperingati sebagai hari lahir nama/istilah Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa

Page 2: Tokoh Tokoh Perumusan Pancasila Dan Piagam Jakarta

(Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.

Prof. Muhammad Yamin, SH

Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada tanggal 23 Agustus 1903. Ia menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo. Di zaman penjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati pendidikan menengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap kesusastraan asing, khususnya kesusastraan Belanda.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Belanda diserap Yamin sebagai seorang intelektual sehingga ia tidak menyerap mentah-mentah apa yang didapatnya itu. Dia menerima konsep sastra Barat, dan memadukannya dengan gagasan budaya yang nasionalis.

Pendidikan yang sempat diterima Yamin, antara lain, Hollands inlands School (HIS) di Palembang, tercatat sebagai peserta kursus

pada Lembaga Pendidikan Peternakan dan Pertanian di Cisarua, Bogor, Algemene Middelbare School (AMS), yaitu sekolah setingkat SMA di Yogya, dan HIS di Jakarta. Yamin menempuh pendidikan di AMS setelah menyelesaikan sekolahnya di Bogor yang dijalaninya selama lima tahun. Studi di AMS Yogya sebetulnya merupakan persiapan Yamin untuk mempelajari kesusastraan Timur di Leiden. Di AMS, ia mempelajari bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan sejarah purbakala. Dalam waktu tiga tahun saja ia berhasil menguasai keempat mata pelajaran tersebut, suatu prestasi yang jarang dicapai oleh otak manusia biasa. Dalam mempelajari bahasa Yunani, Yamin banyak mendapat bantuan dari pastor-pastor di Seminari Yogya, sedangkan dalam bahasa Latin ia dibantu Prof. H. Kraemer dan Ds. Backer.

Setamat AMS Yogya, Yamin bersiap-siap berangkat ke Leiden. Akan tetapi, sebelum sempat berangkat sebuah telegram dari Sawahlunto mengabarkan bahwa ayahnya meninggal dunia. Karena itu, kandaslah cita-cita Yamin untuk belajar di Eropa sebab uang peninggalan ayahnya hanya cukup untuk belajar lima tahun di sana. Padahal, belajar kesusastraan Timur membutuhkan waktu tujuh tahun. Dengan hati masgul Yamin melanjutkan kuliah di Recht Hogeschool (RHS) di Jakarta dan berhasil mendapatkan gelar Meester in de Rechten ‘Sarjana Hukum’ pada tahun 1932.

Sebelum tamat dari pendidikan tinggi, Yamin telah aktif berkecimpung dalam perjuangan kemerdekaan. Berbagai organisaasi yang berdiri dalam rangka mencapai Indonesia merdeka yang pernah dipimpin Yamin, antara lain, adalah, Yong Sumatramen Bond ‘Organisasi Pemuda Sumatera’ (1926–1928). Dalam Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) secara bersama disepakati penggunaan bahasa Indonesia. Organisasi lain adalah Partindo (1932–1938).

Pada tahun 1938—1942 Yamin tercatat sebagai anggota Pertindo, merangkap sebagai anggotaVolksraad ‘Dewan Perwakilan Rakyat’. Setelah kemerdekaan Indonesia terwujud, jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin dalam pemerintahan, antara lain, adalah Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (1953–1955), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962), dan Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962).

Dari riwayat pendidikannya dan dari keterlibatannya dalam organisasi politik maupun perjuangan kemerdekaan, tampaklah bahwa Yamin termasuk seorang yang berwawasan luas. Walaupun pendidikannya pendidikan Barat, ia tidak pernah menerima mentah-mentah apa yang diperolehnya itu sehingga ia tidak menjadi kebarat-baratan. Ia tetap membawakan nasionalisme dan rasa cinta tanah air dalam karya-karyanya. Barangkali halini merupakan pengaruh lingkungan keluarganya karena ayah ibu Yamin adalah keturunan kepala adat di Minangkabau. Ketika kecil pun, Yamin oleh orang tuanya diberi pendidikan adat dan agama hingga tahun 1914. Dengan demikian, dapat dipahami apabila Yamin tidak terhanyut begitu saja oleh hal-hal yang pernah diterimanya, baik itu berupa karya-karya sastra Barat yang pernah dinikmatinya maupun sistem pendidikan Barat yang pernah dialaminya.

Page 3: Tokoh Tokoh Perumusan Pancasila Dan Piagam Jakarta

Dalam sidang BPUPKI, Muhammad Yamin benyak memainkan peran. Pada hari pertama sidang BPUPKI pertama yaitu pada tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin menyampaikan pidato tentang konsep dasar Negara di depan anggota BPUPKI lainnya. Rumusan dasar Negara usulan Muhammad Yamin ini terdiri dari 5 hal pokok yaitu:

1. Peri kebangsaan2. Peri kemanusiaan3. Peri ketuhanan4. Peri kerakyatan5. Kesejahteraan rakyat

Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul tertulis naskah Rancangan Undang-Undang Dasar. Di dalam Pembukaan Rancangan UUD itu tercantum rumbusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut:

1. Katuhanan Yang Maha Esa.2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Perumusyawaratan Perwakilan.5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Jika diperhatikan lebih seksama, usulan tertulis Muhammad Yamin di atas sangat mirip dengan sistematika dasar Negara Pancasila sekarang, perbedaannya terdapat pada urutan sila ke dua dan ketiga serta beberapa kata yang dihilangkan.

Selain mengusulkan dasar Negara dalam sidang BPUPKI, Muhammad Yamin juga dipercaya menjadi salah satu anggota panitia kecil bersama Sukarno yang bertindak sebagai ketua panitia kecil, KH. Wachid Hasyim, A.A Maramis, M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, Otto Iskandardinata, Bagoes Hadikoesoemo. Hasil dari Panitia kecil ini adalah Piagam Jakarta dimana rumusan dasar Negara dalam Piagam Jakarta tersebut tidak jauh berbeda dengan rumusan Muhammad Yamin secara tertulis.

Page 4: Tokoh Tokoh Perumusan Pancasila Dan Piagam Jakarta

Prof. Dr. Soepomo, SH

Selain Muhammad Yamin, tokoh perumus dasar Negara yang lain adalah Soepomo. Soepomo dilahirkan di Sukoharjo, 22 Januari 1903. Kedua kakek Soepomo dari pihak ayah dan ibu adalah bupati pada jaman pemerintahan kolonial. Sebagai keluarga terpandang, Soepomo mendapatkan pendidikan untuk orang-orang Eropa sejak tingkat dasar. Ia mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) di Boyolali pada tahun 1917, kemudian MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo pada tahun 1920, dan menyelesaikan pendidikan tingginya di Bataviasche Rechtshoogeschool di Batavia pada tahun 1923.

Pada tahun 1924 Soepomo melanjutkan pendidikan ke Universitas Leiden di Belanda. Dibimbing salah satu profesor hukum adat Indonesia dari Belanda, Van Vollenhoven, Soepomo beroleh gelar doktor pada tahun 1927 dengan disertasi berjudul De Reorganisatie van

het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta. Menggondol gelar doktor pada usia 24 tahun menjadikan Soepomo sebagai pemegang rekor doktor termuda di Indonesia.

Sebagai ahli hukum generasi pertama, kontribusi Soepomo sangat besar dalam pembentukkan dasar negara dan konstitusi bangsa ini. Di hadapan sidang resmi pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 29 Mei-1 Juni 1945, Soepomo mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yaitu:

1. Persatuan2. Kekeluargaan3. Keseimbangan lahir dan bathin4. Musyawarah5. Keadilan rakyat

Tak hanya tentang asas negara, pada 31 Mei 1945 Soepomo juga diminta untuk menuturkan beberapa teori tentang negara. Menurut dia, setidaknya ada tiga teori.

1. Pertama, teori negara individualistik yang dikembangkan Thomas Hobbes, John Locke, JJ Rousseau dan Herbert Spencer yang berlaku di Eropa Barat dan Amerika. Di sini negara harus melakukan kontrak sosial dengan warganya dan konstitusinya amat sarat dengan kepentingan individualisme.

2. Kedua, teori pertentangan kelas ala Marx, Engel dan Lenin yang menyebutkan kaum buruh harus menguasai negara diktator proletariat-, agar negara tak lagi dijadikan kaum borjuis sebagai mesin penindas.

3. Sementara teori ketiga adalah teori integralistik yang diajarkan Spinoza, Hegel dan Adam Muller yang mengedepankan kesatuan (integralistik) negara dengan masyarakat sehingga negara tak diperkenankan memihak golongan warga tertentu.

Dari ketiga teori itu, Soepomo cenderung memilih teori integralistik. Di dalam buku Risalah BPUPKI dan PPKI terbitan Sekretaris Negara, Soepomo menggambarkan dua negara yang saat itu menerapkan paham integralistik, yaitu Jerman Nazi dengan persatuan antara pemimpin dan rakyatnya serta kekaisaran Dai Nippon dengan hubungan lahir batin di bawah keluarga Kaisar Tenno Heika. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat sesuai dengan corak masyarakat Indonesia, kata Soepomo kala itu.

Pada bagian lain dalam sidang BPUPKI itu pula Soepomo sempat menolak masuknya Hak Asasi Manusia (HAM) ke dalam konstitusi. Ia beranggapan konsep HAM adalah produk negara individualistik dimana HAM adalah pemberian alam dan negara. ..menurut pikiran saya aliran kekeluargaan sesuai dengan sifat ketimuran. Jadi saya anggap tidak perlu mengadakan declaration of rights, ujar Soepomo.

Sikap Soepomo yang menentang habis paham individualistik dan produk turunannya seperti HAM dalam sidang BPUPKI sebenarnya tak bisa dilepaskan dari

Page 5: Tokoh Tokoh Perumusan Pancasila Dan Piagam Jakarta

keahlian Soepomo pada bidang hukum adat. Dalam bukunya berjudul Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat, Soepomo menegaskan bahwa individu adalah anggota dari masyarakat.

Piagam Jakarta

Piagam Jakarta adalah dokumen historis berupa

kompromi antara pihak Islam dan pihak kebangsaan

dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan

dalam agama dan negara. Disebut juga "Jakarta

Charter". Merupakan piagam atau naskah yang disusun

dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh Indonesia

pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini disusun karena

wilayah Jakarta yang besar, meliputi 5 kota dan satu

kabupaten, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta

Timur,Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Kepulauan

Seribu. Oleh karena itu, provinsi DKI Jakarta dibentuk

dengan piagam tersebut dan

menetapkan Soewirjo sebagai gubernur DKI Jakarta

yang pertama sampai 1947.

Sembilan tokoh tersebut adalah Ir.

Soekarno, Mohammad Hatta, Sir A.A.

Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Sir Achmad

Subardjo, Wahid Hasyim, dan Sir Muhammad Yamin. BPUPKI dibentuk 29 April 1945 sebagai

realisasi janji Jepang untuk memberi kemerdekaan pada Indonesia. Anggotanya dilantik 28 Mei

1945 dan persidangan pertama dilakukan keesokan harinya sampai dengan 1 Juni 1945.

Sesudah itu dibentuk panitia kecil (8 orang) untuk merumuskan gagasan-gagasan tentang

dasar-dasar negara yang dilontarkan oleh 3 pembicara pada persidangan pertama. Dalam masa

reses terbentuk Panitia Sembilan. Panitia ini menyusun naskah yang semula dimaksudkan

sebagai teks proklamasi kemerdekaan, namun akhirnya dijadikan Pembukaan atau Mukadimah

dalam UUD 1945. Naskah inilah yang disebut Piagam Jakarta.

Piagam Jakarta berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan

fasisme, serta memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang

lebih tua dari Piagam Perdamaian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15

Agustus 1945) itu merupakan sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan

dan Konstitusi Republik Indonesia.

Berikut ini butiran-butirannya yang sampai saat ini menjadi teks pembukaan UUD 1945.

“ Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab

itu maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai

dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.

Dan perdjoeangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada

saat jang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat Indonesia ke-

depan pintoe-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatoe, berdaoelat, adil

Page 6: Tokoh Tokoh Perumusan Pancasila Dan Piagam Jakarta

dan makmoer.

Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh

keinginan jang loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka

Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja.

Kemudian daripada itoe, oentoek membentoek suatoe Pemerintah Negara Indonesia

jang melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah

Indonesia, dan untuk memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan

kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah

kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam suatu Hoekoem Dasar Negara

Indonesia, jang terbentoek dalam suatu susunan negara Repoeblik Indonesia jang

berkedaoelatan Rakjat, dengan berdasar kepada:

1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi

pemeloek2-nja*

2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab

3. Persatoean Indonesia

4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam

permoesjarawaratan/perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.

Djakarta, 22-6-1945

Panitia Sembilan

1. Ir. Soekarno

2. Mohammad Hatta

3. Sir A.A. Maramis

4. Abikoesno Tjokrosoejoso

5. Abdul Kahar Muzakir

6. H. Agus Salim

7. Sir Achmad Subardjo

8. Wahid Hasyim

9. Sir Muhammad Yamin.

”Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta

dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945

olehPPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD. Butir pertama yang berisi

kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha

Esa oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad

Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.

Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir.

Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar

Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.