12
Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. titrasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan. Caranya adalah dengan menetesi (menambahi sedikit- sedikit) larutan yang akan dicari konsentrasinya ( analit ) dengan sebuah larutan hasil standarisasi yang sudah diketahui konsentrasi dan volumenya ( titrant ). Tetesan titrant dihentikan ketika titik ekuivalen telah tercapai. Titik ekuivalen adalah titik dimana titrant dan analit tepat bereaksi atau jumlah volume larutan titrant dengan mol tertentu telah sama dengan mol larutan analit . Titik ekuivalen ini susah diamati. Yang bisa diamati adalah titik akhir titrasi (perbedaan titik ekuivalen dan titik akhir titrasi akan dijelaskan kemudian). Titik akhir titrasi ditentukan dengan menggunakan larutan indikator. Indikator ini akan berubah warna jika volume larutan titrant yang menetesi analit berlebih atau dengan kata lain saat larutan analit sudah bereaksi semua. Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat macam titrasi yaitu : Titrasi asam basa PRINSIP TITRASI ASAM BASA :Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan

Titrasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

macam-macam titrasi dan prinsipnya

Citation preview

Page 1: Titrasi

Titrasi atau disebut juga volumetri

merupakan metode analisis kimia

yang cepat, akurat dan sering

digunakan untuk menentukan kadar

suatu unsur atau senyawa dalam

larutan.titrasi adalah sebuah

metode yang digunakan untuk

menentukan konsentrasi suatu

larutan. Caranya adalah dengan

menetesi (menambahi sedikit-

sedikit) larutan yang akan dicari

konsentrasinya (analit) dengan

sebuah larutan hasil standarisasi

yang sudah diketahui konsentrasi

dan volumenya (titrant).

Tetesan titrant dihentikan ketika

titik ekuivalen telah tercapai. Titik

ekuivalen adalah titik

dimana titrant dan analit tepat

bereaksi atau jumlah volume

larutan titrant dengan mol tertentu

telah sama dengan mol

larutan analit. Titik ekuivalenini

susah diamati. Yang bisa diamati

adalah titik akhir

titrasi (perbedaan titik

ekuivalen dan titik akhir

titrasi akan dijelaskan

kemudian). Titik akhir

titrasi ditentukan dengan

menggunakan larutan indikator.

Indikator ini akan berubah warna

jika volume larutan titrant yang

menetesi analitberlebih atau

dengan kata lain saat

larutan analit sudah bereaksi

semua.

Berdasarkan jenis reaksinya, maka

titrasi dikelompokkan menjadi

empat macam titrasi yaitu :

Titrasi asam basa

PRINSIP TITRASI ASAM

BASA :Titrasi asam basa

melibatkan asam maupun basa

sebagai titer ataupun titrant. Kadar

larutan asam ditentukan dengan

menggunakan larutan basa atau

sebaliknya. Titrant ditambahkan

titer tetes demi tetes sampai

mencapai keadaan ekuivalen

( artinya secara stoikiometri titrant

dan titer tepat habis bereaksi)

yang biasanya ditandai dengan

berubahnya warna indikator.

Keadaan ini disebut sebagai “titik

ekuivalen”, yaitu titik dimana

konsentrasi asam sama dengan

konsentrasi basa atau titik dimana

jumlah basa yang ditambahkan

sama dengan jumlah asam yang

dinetralkan : [H+] = [OH-].

Sedangkan keadaan dimana titrasi

dihentikan dengan cara melihat

perubahan warna indikator disebut

sebagai “titik akhir titrasi”. Titik

akhir titrasi ini mendekati titik

ekuivalen, tapi biasanya titik akhir

titrasi melewati titik ekuivalen.

Oleh karena itu, titik akhir titrasi

Page 2: Titrasi

sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.

CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN

Ada dua cara umum untuk

menentukan titik ekuivalen pada

titrasi asam basa, antara lain:

1. Memakai pH meter untuk

memonitor perubahan pH selama

titrasi dilakukan, kemudian

membuat plot antara pH dengan

volume titran untuk memperoleh

kurva titrasi. Titik tengah dari kurva

titrasi tersebut adalah “titik

ekuivalen”.

2.  Memakai indikator asam basa.

Indikator ditambahkan dua hingga

tiga tetes (sedikit mungkin) pada

titran sebelum proses titrasi

dilakukan. Indikator ini akan

berubah warna ketika titik ekuivalen

terjadi, pada saat inilah titrasi

dihentikan. Indikator yang dipakai

dalam titrasi asam basa adalah

indikator yang perubahan warnanya

dipengaruhi oleh pH.

RUMUS UMUM TITRASI

Pada saat titik ekuivalen maka mol-

ekuivalen asam akan sama dengan

mol-ekuivalen basa, maka hal ini

dapat ditulis sebagai berikut:

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen

basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil

perkalian antara normalitas (N)

dengan volume, maka rumus diatas

dapat ditulis sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil

perkalian antara molaritas (M)

dengan jumlah ion H+ pada asam

atau jumlah ion OH- pada basa,

sehingga rumus diatas menjadi:

(n x M asam) x V asam = (n x M

basa) x V basa

Keterangan :

N = Normalitas

V = Volume

M = Molaritas

n = Jumlah ion H +(pada asam) atau

OH- (pada basa)

1. Titrasi Asam Kuat - Basa Kuat

- Asam kuat : HCl- Basa kuat : NaOH

Persamaan Reaksi :HCl + NaOH   →   NaCl + H2OReaksi ionnya :H+ + OH-   →   H2O

2. Titrasi Asam Kuat - Basa Lemah

- Asam kuat : HCl- Basa lemah : NH4OH

Persamaan Reaksi :HCl + NH4OH   →   NH4Cl + H2O

Page 3: Titrasi

Reaksi ionnya :H+ + NH4OH   →   H2O + NH4

+

3. Titrasi Asam Lemah - Basa Kuat

- Asam lemah : CH3COOH - Basa kuat : NaOH

Persamaan Reaksi :CH3COOH + NaOH   →   NaCH3COO + H2OReaksi ionnya :H+ + OH-   →   H2O

4. Titrasi Asam Lemah dengan

Basa Lemah

Contoh yang biasa untuk kurva

titrasi asam lemah dan basa lemah

adalah asam etanoat danamonia

CH3COOH (aq) + NH3(aq) ---

>CH3COONH4 (aq

Titrasi pengendapan

Dasar titrasi argentometri

adalah pembentukan endapan yang

tidak mudah larut antara titran

dengan analit. Sebagai contoh yang

banyak dipakai adalah titrasi

penentuan NaCl dimana ion

Ag+ dari titran akan bereaksi

dengan ion Cl- dari analit

membentuk garam yang tidak

mudah larut AgCl.

Ag(NO3)(aq) +  NaCl(aq) 

à AgCl(s) + NaNO3(aq)

Setelah semua ion klorida dalam

analit habis maka kelebihan ion

perak akan bereaksi dengan

indicator. Indikator yang dipakai

biasanya adalah ion kromat

CrO42- dimana dengan indicator ini

ion perak akan membentuk endapan

berwarna coklat kemerahan

sehingga titik akhir titrasi dapat

diamati. Indikator lain yang bisa

dipakai

adalah tiosianida dan indikator

adsorbsi.

Sebenernya Ag akan membentuk

endapan dengan kromat membentuk

Ag2CrO4 tapi

karena endapan ini tidak lebih stabil

dibanding endapan Ag-halogen,

maka bila dalam Erlenmeyer masih

terdapat halogen maka perak yang

masuk akan bereaksi lebih dulu

dengan halogen, atau kalaupun

terbentuk endapan Ag2CrO4 lebih

dulu, masih dapat dipecah bila ada

halogen. Dari kondisi ini bisa

dikatakan bahwa titrasi

argentometri termasuk jenis titrasi

kompetisi (saingan) antara

Ag2CrO4 dengan Ag-halogen

Ada beberapa metode dalam

titrasi argentometri yaitu metode

Page 4: Titrasi

Mohr, metode Volhard, metode

K. Fajans, dan metode Leibig.

1. Metode Mohr

Metode ini dapat digunakan untuk

menetapkan kadar klorida dan

bromida dalam suasana

netraldengan larutan baku perak

nitrat dengan penambahan larutan

kalium kromat sebagai indikator.

Prinsip :

AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl

membentuk endapan AgCl yang

berwarna putih. Bila semua

Cl- sudah habis bereaksi dengan

Ag+ dari AgNO3,, maka kelebihan

sedikit Ag+ akan bereaksi dengan

CrO42- dari indikator K2CrO4yang

ditambahkan, ini berarti titik akhir

titrasi telah dicapai, yaitu bila

terbentuk warna merah bata dari

endapan Ag2CrO4

2. Metode Volhard

Metoda Volhard dapat digunakan

untuk menetapkan kadar klorida,

bromida, dan iodida dalam suasana

asam. Caranya dengan

menambahkan larutan baku perak

nitrat berlebihan, kemudian

kelebihan larutan baku perak nitrat

dititrasi kembali dengan larutan

baku tiosianat. Ya… ini adalah jenis

titrasi balik.

Pada metoda ini digunakan indikator

adsorpsi, yang mana pada titik

ekivalen, indikator teradsorpsi oleh

endapan. Indikator ini tidak

memberikan perubahan warna

kepada larutan, tetapi pada

permukaan endapan.

Prinsip:

Pada metode ini, sejumlah volume

larutan standar AgNO3 ditambahkan

secara berlebih ke dalam larutan

yang mengandung ion halida (X-).

Sisa larutan standar AgNO3 yang

tidak bereaksi dengan Cl- dititrasi

dengan larutan standar tiosianat

( KSCN atau NH4SCN )

menggunakan indikator besi (III)

(Fe3+). 

3.Metode Fajans

Prinsip :

Pada titrasi Argentometri dengan

metode Fajans ada dua tahap untuk

menerangkan titik akhir titrasi

dengan indikator absorpsi

(fluorescein).

Selama titrasi berlansung (sebelum

TE) ion halida (X-) dalam keadaan

berlebih dan diabsorbsi pada

permukaan endapan AgX sebagai

permukaan primer.

Setelah titik ekivalen tercapai dan

pada saat pertama ada kelebihan

AgNO3 yang ditambahkan Ag+ akan

berada pada permukaan primer

yang bermuatan positif

menggantikan kedudukan ion halida

(X-). Bila hal ini terjadi maka ion

indikator (Ind-) yang bermuatan

Page 5: Titrasi

negatif akan diabsorpsi oleh Ag+ (atau oleh permukaan absorpsi.

Titrasi kompleksometri

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi

berdasarkan pembentukan

persenyawaan kompleks (ion

kompleks atau garam yang sukar

mengion), Kompleksometri

merupakan jenis titrasi dimana

titran dan titrat saling

mengkompleks, membentuk hasil

berupa kompleks. Reaksi–reaksi

pembentukan kompleks atau yang

menyangkut kompleks banyak

sekali dan penerapannya juga

banyak, tidak hanya dalam titrasi

Indikator :

EBT, murexide.

Titrasi Langsung

a.       Prinsip :

Ion logam yang berada dalam

larutan dititrasi langsung oleh EDTA

dengan menggunakan indikator

yang sesuai.

b.      Perhatian :

Perlu dilakukan titrasi blanko untuk

memeriksa adanya senyawa

pengotor logam dalam pereaksi,

karena pengotor logam dapat

bereaksi dengan EDTA sehingga

dikhawatirkan dapat membentuk

kompleks logam-EDTA, karena sifat

EDTA yang tidak spesifik.

Titasi Kembali

a.       Prinsip :

Dilakukan jika penentuan TA secara

titrasi langsung tidak mungkin.

b.      Penggunaan :

Ø  Digunakan untuk penentuan logam

yang mengendap sebagai

hidroksida/senyawa yang tidak larut

pada pH kerja titrasi. Seperti : Pb-

sulfat dan Ca-oksalat.

Ø  Digunakan untuk logam yang

bereaksi lambat dengan EDTA,

dimana pembentukan kompleks

logam-EDTA terjadi sangat lambat

dan labil pada pH titrasi.

Ø  Tidak ada indikator yang sesuai.

c.       Cara titrasi kembali :

Larutan yang mengandung logam

ditambah EDTA berlebih, lalu

system titrasi didapar pada pH yang

sesuai, kemudian dipanaskan (untuk

mempercepat terbantuknya

kompleks). Setelah dingin, kelebihan

EDTA dititrasi kembali dengan

larutan baku Zn2+ (ZnCl2, ZnSO4,

Page 6: Titrasi

ZnO) atau larutan baku logam Mg2+

(MgO, MgSO4).

Titrasi Subtitusi

Prinsip :

a)      Dipilih titrasi substitusi jika cara

titrasi langsung dan titrasi kembali

tidak dapat memberikan hasil yang

baik.

b)      Dipilih jika ion logam tidak

bereaksi sempurna dengan indikator

logam.

c)      Stabilitas kompleks logam-EDTA

lebih besar dibandingkan dengan

stabilitas kompleks logam lain,

seperti : Mg2+ atau Zn2+ (Mg-

EDTA dan Zn-EDTA).

Titrasi oksidasi reduksi

Titrasi redoks itu melibatkan reaksi oksidasi

dan reduksi antara titrant dan analit.Titrasi

redoks banyak dipergunakan untuk

penentuan kadar logam atau senyawa yang

bersifat sebagai oksidator atau reduktor.

Aplikasi dalam bidang industri misalnya

penentuan sulfite dalam minuman anggur

dengan menggunakan iodine, atau penentuan

kadar alkohol dengan menggunakan kalium

dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah

penentuan asam oksalat dengan

menggunakan permanganate, penentuan

besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.

Karena melibatkan reaksi redoks maka

pengetahuan tentang penyetaraan reaksi

redoks memegang peran penting, selain itu

pengetahuan tentang perhitungan sel volta,

sifat oksidator dan reduktor juga sangat

berperan. Dengan pengetahuan yang cukup

baik mengenai semua itu maka perhitungan

stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih

mudah.

Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat

dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara

potensial larutan dengan volume titrant, atau

dapat juga menggunakan indicator. Dengan

memandang tingkat kemudahan dan efisiensi

maka titrasi redoks dengan indicator sering

kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi

redoks menggunakan warna titrant sebagai

indicator contohnya penentuan oksalat

dengan permanganate, atau penentuan

alkohol dengan kalium dikromat.

Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum

sebagai indicator, khususnya titrasi redoks

yang melibatkan iodine. Indikator yang lain

yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga

sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua

indicator diatas tidak dapat diaplikasikan,

misalnya ferroin, metilen, blue, dan

nitroferoin.

Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah

iodimetri, iodometri, permanganometri

menggunakan titrant kalium permanganat

untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium

dikromat dipakai untuk titran penentuan

Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai

sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan

iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan

Page 7: Titrasi

tiosulfat), dan Cerium(IV) yang bisa dipakai

untuk titrant titrasi redoks penentuan

ferosianida dan nitrit.

Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang

paling banyak jenisnya, diantaranya :

Permanganometri

Cerimetri

Iodimetri, iodometri, iodatometri

Bromometri, bromatometri

Nitrimetri

B. MACAM-MACAM TITRASI REDOKS

Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu

permanganometri, dikromatrometri,

serimetri, iodo-iodimetri dan bromatometri.

Permanganometri adalah titrasi redoks yang

menggunakan KMnO4 (oksidator kuat)

sebagai titran. Dalam permanganometri tidak

dipeerlukan indikator , karena titran bertindak

sebagai indikator (auto indikator). Kalium

permanganat bukan larutan baku primer,

maka larutan KMnO4 harus distandarisasi,

antara lain dengan arsen(III) oksida (As2O3)

dan Natrium oksalat (Na2C2O4).

Permanganometri dapat digunakan untuk

penentuan kadar besi, kalsium dan hidrogen

peroksida. Pada penentuan besi, pada bijih

besi mula-mula dilarutkan dalam asam

klorida, kemudian semua besi direduksi

menjadi Fe2+, baru dititrasi secara

permanganometri. Sedangkan pada

penetapan kalsium, mula-mula .kalsium

diendapkan sebagai kalsium oksalat kemudian

endapan dilarutkan dan oksalatnya dititrasi

dengan permanganat. Dikromatometri adalah

titrasi redoks yang menggunakan senyawa

dikromat sebagai oksidator. Senyawa

dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi

lebih lemah dari permanganat. Kalium

dikromat merupakan standar primer.

Penggunaan utama dikromatometri adalah

untuk penentuan besi(II) dalam asam klorida.

Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu

iodimetri (secara langsung), dan iodometri

(cara tidak langsung). Dalam iodimetri iodin

digunakan sebagai oksidator, sedangkan

dalam iodometri ion iodida digunakan sebagai

reduktor. Baik dalam iodometri ataupun

iodimetri penentuan titik akhir titrasi

didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam

iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk

mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan

natrium tiosulfat merupakan standar

sekunder dan dapat distandarisasi dengan

kalium dikromat atau kalium iodidat. Dalam

suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat

yang kemurniannya tidak pasti, perlu

dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan

tersebut digunakan zat baku yang disebut

larutan baku primer, yaitu larutan yang

konsentrasinya dapat diketahui dengan cara

penimbangan zat secara seksama yang

digunakan untuk standarisasi suatu larutan

karena zatnya relatif stabil. Selain itu,

pembakuan juga bisa dilakukan dengan

menggunakan larutan baku sekunder, yaitu

larutan yang konsentrasinya dapat diketahui

dengan cara dibakukan oleh larutan baku

primer, karena sifatnya yang labil, mudah

Page 8: Titrasi

terurai, dan higroskopis (Khopkar, 1990).

Syarat-syarat larutan baku primer yaitu :

• Mudah diperoleh dalam bentuk murni

• Mudah dikeringkan

• Stabil

• Memiliki massa molar yang besar

• Reaksi dengan zat yang dibakukan harus

stoikiometri sehingga dicapai dasr

perhitungan ( Day & Underwood , 2002 ).

Larutan standar yang digunakan dalam

kebanyakan proses iodometri adalah natrium

tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk

sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. larutan

tidak boleh distandarisasi dengan

penimbangan secara langsung, tetapi harus

distandarisasi dengan standar primer, larutan

natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu

yang lama. Tembaga murni dapat digunakan

sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat

( Day & Underwood, 2002 )

Reaksi redoks secara luas digunakan dalam

analisa titrimetri baik untuk zat anorganik

maupun organik.

Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan

potensial, sehingga reaksi redoks dapat

menggunakan perubahan potensial untuk

mengamati titik akhir satu titrasi. Selain itu

cara sederhana juga dapat dilakukan dengan

menggunakan indikator.

Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor

yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka

dikenal beberapa jenis titrimetri redoks

seperti iodometri, iodimetri danm

permanganometri.

Iodimetri dan Iodometri

Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi

redoks dari senyawa iodine dengan natrium

tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine

ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini :

I2 + 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt

Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru

didalam larutan amilosa dan berwarna merah

pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi

diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan

menggunaka indikator amilosa atau

amilopektin.

Analisa dengan menggunakan iodine secara

langsung disebut dengan titrasi iodimetri.

Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan

cara menggunakan larutan iodida, dimana

larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan

selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium

tiosulfat, titrasi tidak iodine secara tidak

langsung disebut dengan iodometri. Dalam

titrasi ini digunakan indikator amilosa,

amilopektin, indikator carbon tetraklorida

juga digunakan yang berwarna ungu jika

mengandung iodin

2. Permengantometri

Permanganometri merupakan titrasi redoks

menggunakan larutan standar Kalium

permanganat. Reaksi redoks ini dapat

berlangsung dalam suasana asam maupun

dalam suasana basa. Dalam suasana asam,

kalium permanganat akan tereduksi menjadi

Mn2+ dengan persamaan reaksi :

MnO4- + 8 H+ + 5 e → Mn2+ + 4 H2O

Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap

Page 9: Titrasi

perubahan bilangan oksidasinya, maka berat

ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya

seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.

Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi

karena penambahan asam sulfat, dan asam

sulfat cukup baik karena tidak bereaksi

dengan permanganat.

Larutan permanganat berwarna ungu, jika

titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak

berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun

jika larutan permangant yang kita pergunakan

encer, maka penambahanindikator dapat

dilakukan. Beberapa indikator yang dapat

dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil

antranilat.

Analisa dengan cara titrasi redoks telah

banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis

vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini

teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama,

sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian

dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas

dari gas carbondioksida (CO2), selanjutnya

larutan ini diasamkan dengan penambahan

asam sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi

dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir

titrasi gunakan larutan kanji atau amilosa.

C. PRINSIP TITRASI REDOKS

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks

adalah reaksi yang melibatkan penangkapan

dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi

redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh

reduktor harus sama dengan jumlah elektron

yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara

untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks

yaitu metode bilangan oksidasi dan metode

setengah reaksi (metode ion elektron).

Hubungan reaksi redoks dan perubahan

energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks

melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik

adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks

dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel

galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi

redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan

sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.

Persamaan elektrokimia yang berguna dalam

perhitungan potensial sel adalah persamaan

Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam

analisis volumetri bila memenuhi syarat.

Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan

standar oksidator dengan suatu reduktor atau

sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-

reduksi antara analit dengan titran