Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Tinjauan Yuridis Terhadap Akuisisi Sebagai Cara
Untuk Mendapatkan Izin Usaha Pertambangan
Batubara
Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Dan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral Dan Batubara (Contoh
Kasus Akuisisi PT Indonesia Coal Resources
Terhadap PT Citra Tobindo Sukses Perkasa)
Sofie Widyana Pratiwi, Wenny Setiawati
Program Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai aksi korporasi akuisisi yang banyak dilakukan oleh perusahaan khususnya di
sektor pertambangan belakangan ini, dimana diketahui alasan adalah sebagai cara untuk menguasai izin usaha
atau mendapatkan/mengalihkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) demi mengembangkan kegiatan usahanya.
Untuk mendukung penelitian ini penulis mengambil contoh akuisisi yang dilakukan oleh PT Indonesia Coal
Resources anak perusahaan PT Antam Tbk) terhadap PT Citra Tobindo Sukses Perkasa, yang mana PT ICR
melakukan pengambilalihan saham perusahaan-perusahaan yang memiliki izin pertambangan. PT. CTSP pemilik
IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi di wilayah Sarolangun, Jambi namun karena tidak mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan pengangkutan dan penjualan, sehingga saham yang ditempatkan PT. CTSP
dijual sebanyak 100% kepada PT ICR. Berdasarkan studi contoh akuisisi tersebut penulis ingin mengetahui
pengaturan mengenai pengalihan IUP serta menganalisa dalam kaitannya dengan pengambilalihan saham yang
menyebabkan berubahnya pengendalian perusahaan.
Kata Kunci: Akuisisi; Perusahaan pertambangan batubara; Izin Usaha Pertambangan; Pengalihan
Legal Analysis of Acquisition as a Procedure to acquire
Mining Business License is reviewed from the Perspective on
the Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Companies
and the Law Number 4 of 2009 on Mineral Mining and Coal
(Study on acquisition of Indonesia Coal Resources with PT
Citra Tobindo Sukses Perkasa)
Abstract
This thesis discusses about acquisition as a corporate action, which is mostly conducted by the companies’
especially in mining sector in recent years, which is discovered the reason is as the procedure to take control of
business license or acquire/transfer Business Mining License (IUP) in order to develop their business activities.
Supporting this research the author take an example of acquisition that is conducted by PT. Indonesia Coal
Resources (subsidiary of PT Antam Tbk) with PT Citra Tobindo Sukses Perkasa, PT ICR acquiring shares of
companies that have mining license. PT CTSP as owner of IUP Exploration and Production Operation (IUP) in
Sarolangun region, Jambi but, it has not got the ability to conduct the transport and sale thus, 100% shares of PT
CTSP is sold to PT ICR. Based on the example of acquisition author wants to know regarding the provisions of
transfer of IUP and analyzed in relation to the acquisition of shares which cause the changes of control in
company.
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
2
Keywords: Acquisition; Coal Mining Companies; Mining Business License; Transfer.
I. Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Dalam era globalisasi dengan persaingan ketat di dunia bisnis banyak perusahaan
berusaha mencari upaya untuk tetap bertahan dan meningkatkan keuntungan perusahaannya.
Salah satu upaya yang kemudian banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar adalah
dengan melakukan restrukturisasi perusahaan. Di dalam praktek hukum perusahaan di
Indonesia, business combination sebagai salah satu cara restrukturisasi yang terdiri dari
“merger” atau penggabungan perusahaan, “konsolidasi” atau peleburan perusahaan, dan
“akuisisi” atau pengambilalihan perusahaan. Dilihat dari prosedur tersebut, terdapat tiga
macam bentuk dasar yang dapat ditempuh untuk menguasai atau memiliki perusahaaan lain,
yaitu merger, konsolidasi, dan akuisisi.
Perusahaan-perusahaan yang marak melakukan tindakan korporasi akuisisi seiring
dengan kemajuan usaha di sektor usaha tersebut dalam sepuluh tahun terakhir ini adalah
perusahaan industri pertambangan di Indonesia. Menurut pengamatan penulis, perusahaan-
perusahaan pertambangan tersebut bertujuan untuk mengakuisisi Izin Usaha Pertambangan6
yang dimiliki perusahaan tambang lainnya. Hal inilah yang menjadi perhatian penulis untuk
meneliti lebih dalam. Bahwa setiap perusahaan pertambangan memiliki kewajiban untuk
memiliki IUP untuk melaksanakan kegiatan usahanya. Izin tersebut dikeluarkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan wilayah yang telah ditentukan dalam Izin
tersebut. 8 Lalu melihat dalam prakteknya perusahaaan pertambangan dapat mengalihkan IUP
ke perusahaan pertambangan lainnya dengan cara akuisisi, dirasa perlu ditinjau lebih dalam
pada skripsi ini bagaimanakah mekanisme pengaturan dan penerapannya, dan bagaimana
hubungan pengalihan IUP dengan pengalihan atau pemindahan saham, serta apakah hal ini
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mendukung penelitian ini penulis mengambil contoh akuisisi yang dilakukan
oleh PT Indonesia Coal Resources sebagai anak perusahaan PT Antam Tbk (“PT ICR”)
terhadap PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (“PT CTSP”), yang mana PT ICR melakukan
pengambilalihan saham perusahaan-perusahaan yang memiliki izin pertambangan. PT. CTSP
pemilik IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi di wilayah Sarolangun, Jambi namun
karena tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pengangkutan dan penjualan,
sehingga saham yang ditempatkan PT. CTSP dijual sebanyak 100% kepada PT ICR.
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
3
1.2 Pokok Permasalahan
Atas latar belakang yang telah dijabarkan diatas, permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaturan pengalihan IUP di Indonesia?
2. Bagaimana mekanisme pengaturan akuisisi sebagai cara untuk mendapatkan IUP
ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku?
3. Bagaimana keabsahan akuisisi yang dilakukan PT ICR terhadap PT CTSP sebagai
cara untuk mendapatkan IUP?
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam mengambil pembahasan permasalahan, penulis mempunyai beberapa tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan pengalihan IUP di Indonesia.
2. Untuk mengetahui mekanisme pengaturan akuisisi sebagai cara untuk mendapatkan
IUP ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Untuk mengetahui keabsahan akuisisi yang dilakukan PT ICR terhadap PT CTSP
sebagai cara untuk mendapatkan IUP.
II. Tinjauan Teoritis
Akuisisi perusahaan sebenarnya adalah istilah umum yang dipakai dalam dunia bisnis,
akan tetapi dikenal dalam bahasa hukumnya sebagaimana yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menggunakan istilah
“pengambilalihan”
Ketentuan mengenai akuisisi dalam UUPT meliputi 2 (dua) macam pengaturan, yakni
yang mengatur khusus tentang akuisisi dan yang mengatur akuisisi bersama-sama dengan
merger. Adapun prosedur akuisisi saham diatur dalam Pasal 125 sampai dengan Pasal 133
ayat (2) UUPT. Berdasarkan Pasal 125 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa;
“Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah
dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan
atau langsung dari pemegang saham”.
Maka, maksud dari Pasal tersebut adalah akuisisi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
4
melalui Direksi perseroan atau dari pemegang saham langsung. Dengan demikian, masing-
masing diatur prosedur hukum yang berbeda di dalam UUPT, berikut ini adalah tahapannya:
A. Proses Pengambilalihan melalui Direksi Perseroan
Menurut Pasal 125 ayat (1) UUPT, Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan
saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi
Perseroan atau langsung dari pemegang saham. Dimana yang dapat melakukan
Pengambilalihan dapat berupa badan hukum atau orang perseorangan. Pengambilalihan
saham yang dimaksud Pasal 125 ayat (1) UUPT adalah Pengambilalihan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap Perseroan sebagaimana yang dimaksud juga dalam definisi
pengambilalihan dalam Pasal 1 angka 11 UUPT. Berikut ini adalah proses Pengambilalihan
melalui Direksi Perseroan:
1. Keputusan RUPS
2. Pemberitahuan kepada Direksi Perseroan
3. Penyusunan Rancangan Pengambilalihan
4. Pengumuman Ringkasan Rancangan
5. Pengajuan Keberatan Kreditor
6. Pembuatan Akta Pengambilalihan dihadapan Notaris
7. Pemberitahuan kepada Menteri
B. Proses Pengambilalihan Secara Langsung dari Pemegang Saham
Sebelumnya telah dibahas mengenai proses Pengambilalihan saham perusahaan melalui
Direksi Perseroan. Berikut ini adalah proses Pengambilalihan saham secara langsung dari
Pemegang Saham dimana prosedurnya dilakukan lebih sederhana.
1. Perundingan dan Kesepakatan
2. Pengumuman Rencana Kesepakatan
3. Pengajuan Keberatan Kreditor
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
5
4. Pembuatan Akta Pengambilalihan dihadapan Notaris
5. Pemberitahuan kepada Menteri
6. Pengumuman Hasil Pengambilalihan
III. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang berarti bahwa
penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penulis,
menggunakan data primer dan sekunder dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap
narasumber yang berhubungan dengan objek yang diteliti Sedangkan data sekunder
dikumpulkan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Adapun alat pengumpulan data yang digunakan adalah berikut:
a. Studi Dokumen
Yaitu suatu cara pengumpulan data dengan meneliti literatur-literatur yang berhubungan
dengan objek yang diteliti sehingga akan memberikan gambaran umum mengenai persoalan
yang akan dibahas.
b. Wawancara
Yaitu suatu cara pengumpulan data yang menggali dengan pertanyaan, dengan menggunakan
pedoman wawancara atau kuesioner. Dalam penelitian ini penulis, menggunakan data primer
dan sekunder dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber yang
berhubungan dengan objek yang diteliti. Yakni bagian legal pada PT. Indonesia Coal
Resources yaitu Bapak El Roy Hutagalung, konsultan hukum dan pihak dari Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara.
IV. Hasil Penelitian
4.1 Mekanisme Pengaturan Pengambilalihan Saham Sebagai Cara Mendapatkan Izin Usaha
Pertambangan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengisyaratkan mengenai pengalihan IUP
suatu perusahaan ke perusahaan lain melalui perumusan Pasal 93 Undang-undang Minerba.
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
6
Pasal 93 itu sendiri berbunyi:
“Pasal 93:
(1) Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada
pihak lain.
(2) Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya
dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.
(3) Pengalihan kepemilikan dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya dapat dilakukan dengan syarat:
a. Harus memberitahu kepada menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya; dan
b. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”
Ketidakjelasan dalam rumusan Pasal 93 UU Minerba tersebut memang menimbulkan
multitafsir karena tidak ada penjelasan lebih lanjut pada Pasal ini, akan tetapi jika seseorang
mengacu kepada rumusan ayat ini saja maka dengan mudah ditafsirkan bahwa pengalihan Izin
Usaha Pertambangan di Indonesia tidak diperbolehkan dengan kondisi apapun.
Ketentuan Pasal 93 ayat (2) UU Minerba ini diperjelas dengan keluarnya peraturan
pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012, Pasal 7A ayat (1) dan (2)
PP No. 24 Tahun 2012 mengatur bahwa;
(1) Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak
lain.
(2) Pihak lain sebagaimana pada ayat (1) meliputi badan usaha yang 51% (lima puluh satu
persen) atau lebih sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK.
Dalam penjelasan Pasal 7A ayat (2) dijelaskan bahwa, ketentuan ini dimaksudkan bahwa IUP
atau IUPK hanya dapat dipindahkan kepada badan usaha yang 51% (lima puluh satu persen)
atau lebih sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK. Ketentuan tersebut menurut
penulis dapat menjadi legalitas pengalihan IUP melalui prosedur persyaratan akuisisi paling
tidak minimal 51% saham terlebih dahulu, sehingga dampak perbuatan hukum akuisisi
tersebut nantinya pemegang IUP memiliki sejumlah saham di badan usaha lain yang
mengakuisisinya.
Dengan terbitnya peraturan pelaksana dari UU Minerba ini, tidak disebutkan lagi
pengaturan mengenai pengalihan kepemilikan saham dibursa saham. Maka, dengan
memperhatikan asas Lex Specialis Derogate Legi Generalis menurut penulis, Pasal 7 ayat (2)
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
7
PP 24/2012 dapat sebagai dasar hukum pelaksanaan akuisisi saham selain di bursa saham
dalam rangka untuk mengalihkan IUP. Jadi, Pengalihan IUP tidak diperbolehkan selain
mengikuti persyaratan yang ditentukan perundang-undangan. Dalam hal ini apabila terdapat
pengalihan saham oleh suatu perusahaan sehingga mengakibatkan IUP perusahaan tersebut
juga beralih, maka harus diselesaikan terlebih dahulu aspek-aspek peralihan sahamnya.
Terdapat persyaratan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi reorganisasi bagi pelaku
usaha yang memiliki beberapa IUP yang diperoleh sebelum berlakunya UU Minerba (yang
merupakan hasil konversi dari Kuasa Pertambangan atau “KP” menjadi “IUP”). Mengingat
UU Minerba menganut system one license per company, yaitu 1 (satu) pelaku usaha
pertambangan hanya dapat memiliki 1 (satu) IUP.
4.2. Tata Cara Pengalihan Izin Usaha Pertambangan
Setelah melewati kegiatan eksplorasi tahapan tertentu, yaitu tahap dimana telah
ditemukan 2 (dua) wilayah prospek dalam kegiatan eksplorasi. Wilayah tersebut adalah ketika
pemegang IUP telah mencapai tahapan dimana di daerahnya telah ditemukan minimal 2 (dua)
wilayah yang potensial, teruji berdasarkan kajian geologis, geokimia, dan geofisika, dan juga
telah dilakukan metode pengambilan contoh (sampling) dan dapat diberikan kesimpulan
dengan kurun waktu tertentu bahwa wilayah tersebut memiliki potensi lebih lanjut untuk
dilakukan kegiatan penambangan pada tahap operasi produksi.
Kemudian, berdasarkan pasal 93 ayat (3), agar dapat dilakukan pengalihan
kepemilikan dan/atau saham sebelumnya harus dilakukan terlebih dahulu persyaratan yaitu;
a. harus memberitahu kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya; dan
b. sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jadi, pengalihan kepemilikan dan/ atau saham hanya dapat dilakukan setelah
pemegang IUP memberitahukan kepada penerbit IUP dan juga apabila pengalihan tersebut
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam praktek biasanya
gubernur/bupati yang berwenang menerbitkan IUP perusahaan tersebut tidak langsung
menyetujui pengalihan IUP, Gubernur/bupati baru akan memberikan persetujuan apabila
sudah ada surat pusat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara yang memperbolehkan
pengalihan IUP pada setiap formulir IUP tersebut masing-masing. Selain itu pengalihan
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
8
tersebut juga hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu
yakni dalam hal ini telah ditemukan 2 (dua) wilayah prospek dalam kegiatan eksplorasi.
Setelah itu barulah perusahaan pertambangan batubara dapat melakukan pengalihan
saham kepada badan usaha lain yang memiliki 51% atau lebih saham di perusahaan
pertambangan tersebut seperti yang diatur dalam PP 24/2012, atau dengan kata lain prosedur
tersebut adalah perbuatan hukum dengan cara akuisisi saham. Kemudian tahap selanjutnya
jika semua ketentuan dan persyaratan berkaitan dengan pengalihan IUP tersebut telah
dipenuhi. Selama peraturan pelaksana yang mengatur mengenai pengalihan IUP belum terbit,
maka berdasarkan Pasal 173 ayat (2) UU Minerba, persyaratan yang diatur dalam peraturan
yang lama terkait pengalihan KP masih dapat diterapkan yaitu Keputusan Direktur Jenderal
Pertambangan Umum No 472.K/20.01/DJP/1998 tentang Pemberian Izin Pemindahan Kuasa
Pertambangan. IUP dapat dialihkan dengan syarat:
1. Mengikuti ketentuan Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No.
472K/2001/DJP/1998 tanggal 15 September 1998 tentang Pemberian Izin Pemindahan
Kuasa Pertambangan (yang tidak bertentangan dengan UU Minerba) yaitu;
2. Laporan lengkap eksplorasi yang membuktikan telah ditemukan 2 wilayah prospek yang
berisi cadangan mineral/batubara. Direktur Teknik Pertambangan Umum (Untuk Wilayah
Kuasa Pertambangan yang terletak di Pulau Jawa dan Madura), atau Kepala Kantor
Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi (untuk wilayah Pertambangan yang
terletak di luar Pulau Jawa dan Madura) memberikan pendapat/pertimbangan kepada
Direktur Jenderal Pertambangan Umum dalam rangka pemberian izin Kuasa
Pertambangan. Pendapat/pertimbangan tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal
pertambangan Umum dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan pemindahan oleh Direktorat Teknik Pertambangan dan Energi. Dalam hal
tenggang waktu tersebut terlampaui sedangkan pendapat/pertimbangan belum diterima,
maka Direktur Jenderal Pertambangan Umum akan menerbitkan izin pemindahan Kuasa
Pertambangan sebagaimana mestinya.
3. Hasil RUPS Perseroan (yang memindahkan dan menerima pemindahan IUP) yang berisi
persetujuan pengalihan IUP.
4. Penerima pengalihan memenuhi syarat administratif, teknis, finansial dan lingkungan.
Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan.
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
9
V. Pembahasan
5.1. Keabsahan Proses Akuisisi
Akuisisi PT CTSP oleh PT ICR dilakukan melalui pembelian saham biasa milik PT
Tamarona Mas Internasional yang ditempatkan di PT CTSP sebanyak 1.250 (Seribu Dua
Ratus Lima Puluh) lembar saham senilai Rp. 1.250.000.000,- (Satu Miliar Dua Ratus Lima
Puluh Juta Rupiah), selain itu PT ICR juga membeli saham biasa milik M. Toba
(perseorangan) yang ditempatkan di PT CTSP sebanyak 1.250 (Seribu Dua Ratus Lima
Puluh) lembar saham senilai Rp. 1.250.000.000,- (Satu Miliar Dua Ratus Lima Puluh Juta
Rupiah). Sebelumnya telah dijelaskan bahwa struktur kepemilikan saham PT CTSP sebelum
transaksi pengambilalihan adalah 50% milik PT Tamarona Mas Internasional dan 50%
lainnya milik Bapak M. Toba (perseorangan). Maka, dengan pengambilalihan saham PT
CTSP tersebut, PT ICR menjadi pemegang 100% saham di PT CTSP.
Pertama, berdasarkan uraian diatas maka, akuisisi PT CTSP oleh PT ICR
mengakibatkan beralihnya pengendalian (change of control) atas perseroan tersebut. Hal ini
berarti sesuai dengan definisi pengambilalihan yang dimaksud dalam Pasal (1) angka 11
UUPT yaitu;
“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Perseroan tersebut”.
Pengambilalihan saham perusahaan target yaitu PT CTSP oleh perusahaan pengakuisisi PT
ICR, mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham PT CTSP oleh PT ICR yang akan
membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan, seperti mengatur dan
menentukan kebijakan finansial dan oprasional perusahaan berdasarkan anggaran dasar atau
perjanjian yang dibuat. Perubahan penguasaan manajemen tersebut ditandai dengan
perubahan data perseroan PT CTSP dan pergantian Daftar Umum Pemegang Saham pada PT
ICR. Adapun dilihat dari cara pengambilalihan, PT ICR mengambilalih saham melalui
pemegang saham langsung karena transaksi pengambilalihan tersebut langsung diambilalih
dari pemilik saham-saham yang ditempatkan dalam PT CTSP yaitu PT Tamaroma Mas
Internasional dan Bpk M. Toba.
Berikut ini adalah penjabaran tahapan pengambilalihan saham yang dilakukan
langsung melalui pemengang saham PT CTSP oleh PT ICR dimana tahapannya dilakukan
lebih sederhana dari pada proses pengambilalihan melalui Direksi perseroan yaitu;
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
10
1. Perundingan dan Kesepakatan
Sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 125 ayat (7) UUPT bahwa dalam hal
pengambilalihan yang dilakukan langsung oleh pemegang saham, tidak perlu menyusun
rancangan pengambilalihan. Maka, para pemegang saham PT ICR dan pemegang saham
PT CTSP langsung mengadakan perundingan dan kesepakatan untuk melakukan akuisisi
saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan mengenai hal; (i)
pemindahan hak atas saham, dan (ii) perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan
pihak lain.
2. Pengumuman Rencana Kesepakatan
Selanjutnya menurut Pasal 127 ayat (8) UUPT, pengambilalihan saham yang langsung
dilakukan dari pemegang saham, wajib diumumkan sesuai dengan tata cara yang diatur
dalam Pasal 127 ayat (2) yaitu Direksi atau pihak yang akan mengambilalih
mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan dalam paling sedikit 1 (satu) surat
kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan diambil
alih. Dalam hal ini menurut keterangan pihak Legal PT ICR, baik pihak PT ICR maupun
PT CTSP memutuskan mengesampingkan atau “melewati” tahapan pengumuman Koran
atau surat kabar ini, dengan pertimbangan strategi bisnis dalam efesiensi waktu dan seluruh
pihak telah menyetujui akuisisi maka, tidak perlu pemberitahuan kepada pihak ketiga
dalam hal kemungkinan yang mengajukan keberatan. Jadi, kedua belah pihak hanya
melaksanakan tahapan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang
akan diambil alih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
pemanggilan RUPS.
3. Pengajuan Keberatan Kreditor
Dalam hal terdapat kreditor maka dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan mengenai
pengambilalihan dalam jangka waktu 14 hari setelah pengumuman. Status PT CTSP saat
persiapan pengambilalihan tidak terdapat kreditor yang mengajukan keberatan, karena
segala urusan hutang PT CTSP dan lain lain sudah diselesaikan dengan tuntas, dengan
alasan demikian pula PT ICR menyetujui membeli saham PT CTSP 100% dengan harga
tawar yang wajar dan sesuai kondisi tersebut.
4. Pembuatan Akta Pengambilalihan dihadapan Notaris
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
11
Berdasarkan Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2) UUPT bahwa kesepakatan pengambilalihan
antara pihak yang mengambil alih dengan pemegang saham, dituangkan ke dalam Akta
pengambilalihan. Oleh karena Pengambilalihan dilakukan secara langsung oleh pemengang
saham, maka Pasal 131 ayat (2) menyebutnya Akta Pemindahan Atas Saham. Akta
Pemindahan Atas Saham tersebut wajib dinyatakan dengan Akta Notaris dalam bahasa
Indonesia. Pengambilalihan 100% saham milik PT CTSP oleh pemegang saham PT ICR
dilakukan melalui Perjanjian Jual Beli Saham tanggal 11 Januari 2011 dan kemudian
dibuat akta No. 01 Tanggal 1 Februari Tahun 2011 tentang pemindahan hak atas saham
atau dalam hal ini akta jual beli saham dihadapan notaris Yusrizal, S.H, Mkn.
5. Pemberitahuan kepada Menteri (Pasal 131 ayat (2) UUPT);
Salinan Akta Pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM tentang perubahan susunan pemegang
saham atau perubahan anggaran dasar. Pengambilalihan saham PT CTSP oleh PT ICR
berlaku efektif tanggal 4 April 2011, yang ditunjukkan dengan diterimanya Pemberitahuan
Data Perseroan PT CTSP oleh Kementrian Hukum dan HAM dengan surat nomor AHU-
AH.01.10-10130.
6. Pengumuman Hasil Pengambilalihan (Pasal 133 ayat (2) UUPT);
Direksi Perseroan yang sahamnya diambil alih wajib mengumumkan hasil penggabungan
atau peleburan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30
hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan. Dalam hal ini PT CTSP juga
“melewati” atau mengesampingkan tahapan ini, adapun alasannya karena menurut
sepengetahuan perseroan bahwa pengumuman tersebut lebih diwajibkan pada Perseroan
terbuka yang sahamnya dimiliki oleh umum. Sedangkan pemegang saham PT CTSP hanya
berjumlah 2 dengan komposisi 50:50, bagi perusahaan pengumuman tertulis secara internal
sudah cukup.
Secara materil, prosedur akuisisi yang dilakukan PT. ICR maupun PT CTSP melalui
proses pengambilalihan secara langsung dari pemegang saham adalah sah secara yuridis
dengan diterimanya Pemberitahuan Data Perseroan PT CTSP oleh Kementerian Hukum dan
HAM dengan surat nomor AHU-AH.01.10-10130. Namun, secara formalitas sebagaimana
yang penulis sudah jabarkan diatas ditemukan beberapa tahapan yang dikesampingkan atau
tidak dilengkapi oleh PT ICR maupun PT CTSP yaitu terkait pengumuman rencana
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
12
pengambilalihan dan pengumuman hasil pengambilalihan pada minimal 1 surat kabar
Nasional berbahasa Indonesia maka, berdasarkan hal tersebut Kementerian Hukum dan HAM
artinya sudah memeriksa bahwa hal tersebut sudah sah dalam memenuhi persyaratan akusisi.
6.2. Legalitas Pengalihan Izin Usaha Pertambangan Milik PT Citra Tobindo Sukses Perkasa
dengan Cara Akuisisi
Pengambialihan saham 100% yang dilakukan PT CTSP oleh PT ICR membuat susunan
pemegang saham pada PT CTSP berubah menjadi nama-nama pemegang saham yang berada
di PT ICR, hal ini dapat berdampak pada kepemilikan IUP milik PT CTSP. Karena perubahan
mayoritas pemegang saham dapat mengendalikan arah kebijakan perusahaan termasuk
mengalihkan hak-hak yang dimiliki PT CTSP kepada PT ICR juga sebagai kompensasi dari
harga yang dibayar untuk pembelian saham. PT CTSP memiliki IUP Eksplorasi dan IUP
Operasi Produksi di wilayah Sarolangun-Jambi, namun dikarenakan tidak mempunyai
kemampuan untuk melakukan pengangkutan dan penjualan, sehingga saham yang di
tempatkan di PT CTSP dijual kepada PT ICR. Memang pada tujuannya untuk melaksanakan
dan mengembangkan kegiatan usahanya maka PT ICR melakukan pengambilalihan saham
perusahaan-perusahaan yang memiliki izin pertambangan. Maka, atas akusisi dengan latar
belakang alasan demikian apakah diakomodir dalam peraturan perundang-undangan terkait
Minerba?
Jika dilihat dari jenis perusahaan yang melakukan akuisisi disini, baik PT CTSP
maupun PT ICR adalah merupakan perseroan terbatas yang belum go public. Artinya
perusahaan tersebut adalah Perusahaan Tertutup sebagaimana mengikuti semua ketentuan
dalam UUPT. Apabila dengan mempertimbangkan ketentuan dalam Pasal 93 ayat (2) UU
Minerba, tidak disebutkan ketentuan persyaratan untuk pengalihan saham diluar bursa setelah
melewati tahapan eksplorasi tahapan tertentu. Namun, atas ketidakjelasan maksud dari Pasal
93 UU Minerba yang telah dibahas pada bab sebelumnya yang dapat menimbulkan
interpretasi yang berbeda-beda. Akhirnya, ketentuan Pasal 93 ayat (2) UU Minerba ini
diperjelas dengan keluarnya peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2012, Pasal 7A ayat (1) dan (2) PP No. 24 Tahun 2012 yang mengatur bahwa;
(1) Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak
lain.
(2) Pihak lain sebagaimana pada ayat (1) meliputi badan usaha yang 51% (lima puluh satu
persen) atau lebih sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK.
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
13
Dalam penjelasan Pasal 7A ayat (2) dijelaskan bahwa, ketentuan ini dimaksudkan bahwa IUP
atau IUPK hanya dapat dipindahkan kepada badan usaha yang 51% (lima puluh satu persen)
atau lebih sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK. Ketentuan tersebut menurut
penulis dapat menjadi legalitas pengalihan IUP melalui prosedur persyaratan akuisisi paling
tidak minimal 51% saham terlebih dahulu, sehingga dampak perbuatan hukum akuisisi
tersebut nantinya pemegang IUP memiliki sejumlah saham di badan usaha lain yang
mengakuisisinya.
Dengan terbitnya peraturan pelaksana dari UU Minerba ini, tidak disebutkan lagi
pengaturan mengenai pengalihan kepemilikan saham dibursa saham. Maka, dengan
memperhatikan asas Lex Specialis Derogate Legi Generalis menurut penulis, Pasal 7 ayat (2)
PP 24/2012 dapat sebagai dasar hukum pelaksanaan akuisisi saham selain di bursa saham
dalam rangka untuk mengalihkan IUP. Adapun pelaksanaan akuisisi saham pada perusahaan
tertutup sebelum terbitnya peraturan pemerintah ini menurut observasi penulis dan wawancara
dengan bagian hukum Direktorat Jenderal Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan
banyaknya transaksi akuisisi saham yang terjadi pada perusahaan pertambangan
kesimpulannya adalah diperbolehkan namun, restriksi setelah melewati tahapan eksplorasi
tertentu ini lebih diutamakan bagi perusahaan publik atau yang tercatat dibursa saham
Indonesia. Jadi, Pengalihan IUP tidak diperbolehkan selain mengikuti persyaratan yang
ditentukan perundang-undangan. Dalam hal ini apabila terdapat pengalihan saham oleh suatu
perusahaan sehingga mengakibatkan IUP perusahaan tersebut juga beralih, maka harus
diselesaikan terlebih dahulu aspek-aspek peralihan sahamnya.
Sebelum melakukan akuisisi sebelumnya PT CTSP sebagai pemegang IUP Eksplorasi
dan IUP Operasi Produksi di wilayah Sarolangun-Jambi memberitahukan secara tertulis
kepada penerbit IUP yaitu yang berwenang disini adalah Bupati Sarolangun, bahwa akan
terjadi pengalihan kepemilikan saham PT CTSP kepada PT ICR dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang diperlukan. Persyaratan permohonan persetujuan perubahan saham
perusahaan pemengang IUP harus melampirkan;
1. Akte Pendirian Perusahaan yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia atau pejabat yang diberikan kewenangan.
2. Hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
3. Bukti pelunasan iuran tetap/Deadrent dan Royalti/DHPB
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
14
4. Laporan Keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh Akuntan Publik
5. Rancangan pengambilalihan saham
Dengan ikut memperhatikan ketentuan Pasal 36 PP 23 Tahun 2010 sebagaimana telah
diubah dengan PP 24 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara, bahwa pemegang IUP Proses Produksi yang tidak melakukan kegiatan
pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, dapat dilakukan oleh pihak
lain yang memiliki IUP Proses Produksi Khusus untuk pengangkutan dan penjualan, IUP
Proses Produksi Khusus untuk pemurnian dan pengolahan, dan/atau IUP Proses Produksi.
Karena PT CTSP walaupun memiliki IUP Operasi Produksi, tetapi belum sampai melakukan
kegiatan operasi produksi maka kegiatan usaha PT CTSP masih dikategorikan sebagai
kegiatan eksplorasi bahan galian batubara. Adapun PT ICR bukan merupakan perusahaan
publik tetapi PT ICR yang mengambilalih saham PT CTSP telah memenuhi persyaratan
dimana telah melewati kegiatan eksplorasi tahapan tertentu, yaitu telah ditemukan 2 (dua)
wilayah prospek pada wilayah IUP yang telah diberikan maka, hal ini telah sesuai dengan
Pasal 93 ayat (2) UU Minerba. Maka, selanjutnya PT ICR dan PT CTSP tinggal
menyelesaikan aspek-aspek akusisi sahamnya yaitu dengan mengikuti tahapan yang diatur
dalam UUPT dan ketentuan PP 24/2012 mengenai persyaratan minimal 51% jumlah saham
yang dialihkan kepada badan usaha lain pemilik IUP. Ketentuan ini dilaksanakan agar PT
CTSP dapat mengalihkan IUP Operasi Produksinya kepada PT ICR setelah perubahan
pemegang saham pada PT. CTSP.
Semua ketentuan dan persyaratan berkaitan dengan pengalihan saham untuk dapat
mengalihan IUP tersebut telah dipenuhi oleh PT CTSP dan PT ICR dan tidak dianggap
melakukan pelanggaran terhadap Peraturan perundang-undangan tentang Minerba. Kemudian
tahap terakhir, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No 472.
K/20.01/JP/1998 tentang Pemberian Izin Pemindahan Kuasa Pertambangan. PT CTSP dan PT
ICR mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pertambangan Umum dengan
tembusan kepada Direktur Teknik Pertambangan Umum atau Kepala Kantor Wilayah
Departemen Pertambangan dan Energi Jambi dengan melampirkan dokumen:
1. Akta/bukti pengesahan masuknya pemohon yaitu PT ICR kedalam/perubahan bentuk
perusahaan tersebut (PT ICR);
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
15
2. Pernyataan dari Direktur Utama pemilik IUP Operasi Produksi yaitu PT CTSP, yang
menyatakan tidak keberatan untuk memindahkan IUP dan disetujui oleh Komisaris
Utama; dan
3. Pernyataan dari Direktur Utama PT ICR yang menerima pemindahan IUP, yang
menyatakan tidak keberatan untuk menerima pemindahan IUP dan disetujui oleh
Komisaris Utama.
Dengan melalui persyaratan-persyaratan tersebut diatas tidak berarti IUP atas nama PT CTSP
menjadi berubah atau terjadi pemindahan hak atas nama IUP milik PT CTSP menjadi IUP
atas nama PT ICR karena, konsep peralihan dalam UU Minerba bukanlah terminologi jual
beli maka berbeda dengan peralihan yang diatur dalam KUH Perdata yang memerlukan
adanya tindakan hukum lain, yakni judische levering, untuk menjadikan hak atas barang yang
menjadi objek jual beli beralih dari penjual terhadap si pembeli. Hal ini dikarenakan pada
esensinya IUP maupun izin-izin usaha lainnya adalah bukan berwujud kebendaan misalnya
seperti peralihan pada hak benda tidak bergerak yang harus dilakukan dengan perbuatan balik
nama yang harus dilakukan di hadapan pergawai kadaster melainkan, izin adalah merupakan
hak yang melekat kepada pemohon/pemilik izin untuk melakukan sesuatu perbuatan dalam
hal ini kaitannya dengan lingkup hukum administrasi negara yaitu izin hanya dapat dicabut
oleh penguasa atau diterbitkan dengan yang baru. Jadi, izin tidak dapat “dialihkan”
sebagaimana yang dimaksud diatas. Kecuali dialihkan penguasaan pengelolaan
operasionalnya melalui akuisisi paling tidak 51% saham maka, pihak pengambilalih saham
akan mendapat menguasai beserta IUP juga selayaknya mendapatkan hak-hak yang tercantum
pada IUP pemiliknya. Hal ini dibuktikan dengan IUP PT CTSP yang diusahakan untuk
mengembangkan kegiatan usaha PT ICR tetap atas nama IUP PT CTSP
VI. Kesimpulan Saran
6.1 Kesimpulan
1. Dalam rangka untuk menciptakan IUP yang Clean and Clear (CnC) yaitu status yang telah
memenuhi persyaratan sesuai dengan UU Minerba dan PP 24/2012, terkait dengan
wilayahnya tidak tumpang tindih dengan IUP/KK/PKP2B serta dokumen SK IUP sesuai
ketentuan yang berlaku maka, terdapat ketentuan restriksi pada Pasal 93 UU Minerba
maupun pada PP 24/2012 yang mengatur tentang pengalihan IUP di Indonesia. Dalam hal
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
16
ini, maksud dari Pasal 93 UU Minerba adalah pengalihan IUP di Indonesia diperbolehkan
asalkan telah melewati persyaratan yakni;
a. Telah melewati kegiatan eksplorasi tahapan tertentu, yaitu telah ditemukan 2 (dua)
wilayah prospek pada wilayah IUP yang telah diberikan.
b. Memberitahukan kepada penerbit izin sesuai dengan wilayah kewenangannya tentang
bahwa akan terjadi pengalihan kepemilikan saham pada badan usaha pemilik IUP.
c. Pengalihan kepemilikan saham dibursa saham maupun diluar bursa yang meliputi
pengalihan saham kepada badan usaha lain dimana pemegang IUP memiliki 51%
sahamnya di badan usaha tersebut.
2. Ketidakjelasan ketentuan Pasal 93 ayat (2) UU Minerba diperjelas dengan keluarnya
peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012, Pasal 7A ayat
(1) dan (2) PP No. 24 Tahun 2012 yang mengatur bahwa;
(1) Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak
lain.
(2) Pihak lain sebagaimana pada ayat (1) meliputi badan usaha yang 51% (lima puluh
satu persen) atau lebih sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK.
Dalam penjelasan Pasal 7A ayat (2) dijelaskan bahwa, dalam ketentuan ini dimaksudkan
bahwa IUP atau IUPK hanya dapat dipindahkan kepada badan usaha yang 51% (lima
puluh satu persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK. Ketentuan
tersebut menurut penulis dapat menjadi legalitas pengalihan IUP melalui mekanisme
persyaratan akuisisi paling tidak minimal 51% saham terlebih dahulu, sehingga dampak
perbuatan hukum akuisisi tersebut nantinya pemegang IUP memiliki sejumlah saham di
badan usaha lain yang mengakuisisinya. Dengan terbitnya peraturan pelaksana dari UU
Minerba ini, tidak disebutkan lagi pengaturan mengenai pengalihan kepemilikan saham
dibursa saham. Maka, dengan memperhatikan asas Lex Specialis Derogate Legi Generalis
menurut penulis, Pasal 7 ayat (2) PP 24/2012 dapat sebagai dasar hukum pelaksanaan
akuisisi saham selain di bursa saham dalam rangka untuk mengalihkan IUP.
3. Pengalihan saham yang dilakukan PT ICR yang mengambilalih saham 100% dari
PT CTSP merupakan salah satu contoh pengalihan saham perusahaan pertambangan sebagai
cara untuk menguasai IUP atau mengalihkan hak IUP. Dalam hal ini IUP yang ingin diambil
alih oleh PT ICR adalah IUP Operasi Produksi yang dimiliki PT CTSP di wilayah
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
17
Sarolangun-Jambi. Sesuai dengan rencana PT ICR dalam pengembangan usaha untuk
memproduksi dan menjual bahan galian batubara, maka kegiatan usaha yang dilaksanakan PT
CTSP dapat mendukung rencana PT ICR tersebut. Dengan ikut memperhatikan ketentuan
Pasal 36 PP 23 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan PP 24 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara, bahwa pemegang IUP Proses Produksi yang tidak melakukan kegiatan
pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh
pihak lain yang memiliki IUP Proses Produksi Khusus untuk pengangkutan dan penjualan,
IUP Proses Produksi Khusus untuk pemurnian dan pengolahan dan/atau IUP Proses
Produksi. Karena PT CTSP walaupun memiliki IUP Operasi Produksi, tetapi belum sempat
melakukan kegiatan operasi produksi maka kegiatan usaha PT CTSP masih dikategorikan
eksplorasi bahan galian batubara. Adapun PT ICR yang mengambilalih saham PT CTSP
telah memenuhi persyaratan dimana telah melewati kegiatan eksplorasi tahapan tertentu,
yaitu telah ditemukan 2 (dua) wilayah prospek pada wilayah IUP yang telah diberikan.
Maka, PT CTSP tinggal memberikan pemberitahuan mengenai pemindahan saham
perusahaannya kepada pemberi Izin IUP di wilayah IUP yaitu Bupati Sarolangun-Jambi.
Dan setelah aspek-aspek akuisisi diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direktur Jenderal
Pertambangan Umum No. 472. K/20.01/JP/1998 tentang Pemberian Izin Pemindahan
Kuasa Pertambangan. Pelaksanaan aspek aspek akuisisi saham PT ICR terhadap PT CTSP
tidak secara penuh memenuhi prosedur dalam UU No. 40 Tahun 2007 dan PP 27 Tahun
1998 karena terdapat tahapan yang tidak dilengkapi atau dikesampingkan dalam hal ini
pengumuman rancangan kesepakatan dan pengumuman hasil pengambilalihan dalam
minimal 1 surat kabar nasional berbahasa Indonesia, hal ini karena keadaan PT CTSP
dengan catatan sudah diketahui tidak mempunyai kreditor dalam laporan uji tuntasnya
(Legal Due Diligence) pada saat persiapan pengambilalihan. Mengenai tentang pengalihan
IUP Operasi Produksi milik PT CTSP telah memenuhi persyaratan Pasal 7A ayat (2) PP 24
Tahun 2012 jo Pasal 93 UU Minerba.
7.2 Saran
Dari penelitian ini, penulis mempunyai saran yaitu:
1. Seharusnya bunyi kalimat pada Pasal 93 UU Minerba dapat jelas dan terang agar tidak
menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena, dalam bunyi
Pasal 93 UU Minerba ini tidak konsisten antara ayat (1) dan (2) dimana terlihat seperti
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
18
“malu-malu kucing”, sebagaimana dalam Pasal 93 ayat (1) dikatakan IUP tidak boleh
dialihkan, namun pada Pasal 93 ayat (2) dengan tidak secara jelas namun membuka
peluang dengan persyaratan tertentu dalam hal pengalihan IUP. Terkesan menerapkan
konsep dan dasar pemikiran berbeda antara Pasal satu dengan Pasal lainnya. Maka, hal
demikian dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
2. Masalah yang sering dihadapi didalam praktik adalah pelaksanaan yang tidak konsisten,
kebijakan tidak tertulis yang seringkali bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang tertulis. Dalam hal ini urgensi kebutuhan peraturan perundang-undangan
pelaksana dari UU Minerba diharapkan secepatnya dikeluarkan agar menyesuaikan dengan
pengaturan UU Minerba yang baru seperti Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan
Umum No. 427 K/20.01/JP/1998 Tentang Pemberian Izin Pemindahan Kuasa
Pertambangan, pengaturan tersebut adalah pengaturan pada rezim Kuasa Pertambangan
bukanlah IUP begitu juga dengan dokumen-dokumen persyaratan yang dapat diakses di
website Direktorat Jenderal Pertambangan Mineral dan Batubara masih banyak terdapat
judul yang diperuntukkan untuk memegang PKP2B/KK, padahal dalam UU Minerba
sudah tidak ada pembedaan dan telah dijadikan 1 konsep yaitu IUP. Selain itu, diharapkan
pemerintah kedepannya dalam membuat peraturan tidak lagi hanya memikirkan desakan
pertimbangan politis tertentu saja namun juga lebih mementingkan memberi kepastian
hukum.
Daftar Referensi
Buku
Fennieka, Kristianto. Potensi Konflik Dalam Akuisisi Perusahaan. Jogjakarta: Ombak, 2000
Fuady, Munir. Hukum Tentang Akuisisi, Take Over, dan LBO. Cet. 3 Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.
Harahap, Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Ed. 1. Cet.2. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Hariyani, Iswi, Serianto dan Cita Yustisia. Merger, Konsolidasi, Akuisisi, dan Pemisahan Perusahaan (Cara
Cerdas Mengembangkan dan memajukan Perusahaan). Jakarta: Visimedia, 2011.
HS, H. Salim. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005.
Soebagjo, Felix Oentoeng. Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan di Indonesia. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum,
2006.
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013
19
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia, 2007
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. UU No. 40 tahun 2007. LN No. 106
Tahun 2007. TLN No. 4756.
________. Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas. PP No. 27 tahun 1998. LN No. 40 Tahun 1998, TLN No. 3741.
________. Undang-Undang tentang Pertambangan mineral dan Batubara. UU No. 4 tahun 2009. LN No. 4
Tahun 2009. TLN No. 4724.
________. Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara. PP No. 24 Tahun 2012. LN No. 45 Tahun 2012. TLN. No. 5282.
________. Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum. Kepdirjen Pertambangan Umum Nomor;
472.K/20.01/DJP/1998.
Makalah, Karya Ilmiah
Fadly, Ibrahim. Makalah Pengantar Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara. Direktorat Jenderal
Pertambangan Mineral dan Batubara (Disampaikan dalam “Training on the Law of Energy and mIneral
Resources”, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Depok, 19 September 2011).
Hayati, Tri. Perizinan Pertambangan di Era Reformasi Pemerintahan Daerah Studi tentang Perizinan
Pertambangan Timah di Pulau Bangka (Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana Studi Doktor Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 19 November 2011).
Tjhai, Yuliana. “Legal Audit dan Proses Akuisisi Pertambangan Berdasrkan UU Minerba” Makalah
disampaikan dalam workshop yang diselenggarakan Bussiness Law Society FH UI dengan Bahar and
Partners pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 17 April 2013.
Soebagjo, Felix Oentoeng. “Akuisisi Perusahaan di Indonesia: Tujuan Pelaksanaan dan Permasalahannya.”
Makalah disampaikan pada Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Keperdataan
pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 12 November 2008.
Internet
Minerba, Klinik “Pengalihan Kepemilikan IUP”,
http://www.tambang.co.id/print.php?category=36&newsnr=4207. Diunduh 9 Maret 2013.
Persaingan Usaha, Komisi Pengawas.“Pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor A10911 Tentang
Pengambilalihan Saham Perusahaan PT. Citra Tobindo Oleh PT Indonesia Coal Resources”.
http://kppu.go.id Diunduh 25 Oktober 2012.
Widyana P, Sofie. “Prosedur Hukum Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
http://www.hukumperseroanterbatas.com/2012/01/13/prosedur-hukum-pengambilalihan-perseroan-
terbatas/. Diunduh 10 Mei 2013.
Tinjauan yuridis..., Sofie Widyana Pratiwi, FH UI, 2013