17
TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI BAWAH UMUR (Studi Putusan Nomor 0139/Pdt.P/2016/PA.Sr) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Hukum Fakultas Hukum Oleh: HIMAWAN RONI PRATAMA C100130181 PROGRAM STUDI HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020

TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM

MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK

DI BAWAH UMUR

(Studi Putusan Nomor 0139/Pdt.P/2016/PA.Sr)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1

pada Jurusan Hukum Fakultas Hukum

Oleh:

HIMAWAN RONI PRATAMA

C100130181

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2020

Page 2: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

i

HALAMAN PERSETUJUAN

TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN

IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI BAWAH UMUR

(Studi Putusan Nomor 0139/Pdt.P/2016/PA.Sr)

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

HIMAWAN RONI PRATAMA

C100130181

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. Rizka, S.Ag.,M.H.

Page 3: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

ii

HALAMAN PENGESAHAN

TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM

MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI BAWAH

UMUR (Studi Putusan Nomor 0139/Pdt.P/2016/PA.Sr)

OLEH

HIMAWAN RONI PRATAMA

C100130181

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari selasa, 22 Februari 2020

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Dr. Rizka, S.Ag.,M.H. (……………………….)

(Ketua Dewan Penguji)

2. (……………………….)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. (……………………….)

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan

Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, S.H., M.Hum

NIK. 537/NIDN. 0727085803

Page 4: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis

diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 11 Februari 2020

Penulis

HIMAWAN RONI PRATAMA

C100130181

Page 5: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

1

TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM

MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI BAWAH

UMUR (Studi Putusan Nomor 0139/Pdt.P/2016/PA.Sr)

Abstrak

Perkawinan berasal dari kata “Kawin” yang menurut bahasa berarti membentuk

keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.

Berasal dari kata an-nikah yang menurut bahasa berarti mengumpulkan, saling

memasukan, dan wathi atau bersetubuh. Perkawinan dalam istilah agama disebut

“Nikah” adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri

antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara

kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu hidup berkeluarga yang diliputi rasa

kasih sayang dan ketentraman (mawaddah warahmah) dengan cara-cara yang

diridhai oleh Allah SWT. Penelitian ini tentang permohonan dispensasi

pernikahan yang dimohonkan oleh Pemohon I dan Pemohon II, para pemohon

meyakini bahwa syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut baik

menurut ketentuan hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang

berlaku telah terpenuhi kecuali syarat usia bagi anak pemohon belum mencapai 18

tahun 2 bulan. Namun pernikahan tersebut sangat mendesak untuk tetap

dilangsungkan karena keduanya telah berhubungan sedemikian eratnya, sehingga

Pemohon sangat khawatir akan terjadi perbuatan yang dilarang oleh ketentuan

hukum Islam apabila tidak segera dinikahkan. Salah satu bentuk permasalahan

yang timbul dalam perkawinan adalah tentang penentuan batas umur untuk

melangsungkan perkawinan. Calon mempelai pria maupun wanita tidak bisa

melangsungkan perkawinan karena faktor usia mereka yang belum mencapai

batas minimal yang telah ditetapkan dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan

jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita

sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. Dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) pasal 15 ayat 2 menegaskan bahwa untuk melangsungkan perkawinan

seorang yang belum mencapai batas usia 21 tahun harus mendapati izin

sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) Undang-undang

Perkawinan Nomor 1 tahun 1974. Sehingga penulis ingin mengetahui apa

pertimbangan hakim dalam membeikan izin/dispensasi menikah pada anak di

bawah umur.

Kata kunci: perkawinan, tinjauan yuridis, dispensasi.

Abstract

Marriage comes from the word "marriage" which according to language means

forming a family with the opposite sex, having sexual relations or having

intercourse. Derived from the word an-marriage which according to language

means to collect, enter each other, and wathi or intercourse. Marriage in religious

terms is called "Marriage" is to make a contract or agreement to bind oneself

between a man and woman to justify sexual relations between the two parties to

realize a family life that is filled with love and peace (mawaddah warahmah) by

Page 6: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

2

means of ways that are blessed by Allah SWT. In this research regarding the

marriage dispensation petition filed by Petitioner I and Petitioner II, the

petitioners believe that the conditions for carrying out the marriage both according

to Islamic law and the applicable laws and regulations have been fulfilled unless

the age requirement for the applicant's child has not reached 18 years 2 months.

However, the marriage was very urgent to continue because both of them had

been closely related, so the Petitioner was very worried that an act that was

prohibited by the provisions of Islamic law would be prohibited if it was not

immediately married. One form of problems that arise in marriage is about

determining the age limit for getting married. The prospective bride and groom

can not enter into a marriage because of their age factor that has not reached the

minimum limit set in Article 7 paragraph 1 of Law Number 1 of 1974 concerning

Marriage which reads "Marriage is only permitted if the male has reached the age

of 19 (nine twelve) years and the woman has reached the age of 16 (sixteen) years

". In the Compilation of Islamic Law (KHI) article 15 paragraph 2 emphasizes that

in order to carry out a marriage a person who has not reached the age limit of 21

years must obtain permission as stipulated in article 6 paragraph (2), (3), (4) and

(5) of the Act Marriage Law No. 1 of 1974. So the writer wants to know what the

judge's consideration in giving permission / dispensation to marry a minor.

Keywords: marriage, juridical review, dispensation.

1. PENDAHULUAN

Pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki

dengan seorang perempuan karena ikatan suami istri, dan membatasi hak dan

kewajibannya antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.

Pernikahan adalah suatu akad antara seorang calon mempelai pria dan calon

mempelai wanita atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang

dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat yang telah ditetapkan

(syara’) untuk menghalalkan percampuran antara keduanya, sehingga satu sama

lain saling membutuhkan menjadi sekutu sebagi teman hidup dalam berumah

tangga. Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang sempurna dibandingkan

dengan makhluk hidup lainnya, namun demikian manusia tidak bisa hidup sendiri

tanpa bantuan orang lain (zoon politicon). Manusia diciptakan oleh Allah SWT

agar beribadah dan bertaqwa kepadaNya, sesuatu hal yang bernilai ibadah salah

satu diantaranya adalah perkawinan. Perkawinan merupakan salah satu peristiwa

yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan bagi umat islam

perkawinan merupakan sunatullah dan fitroh setiap manusia. Menurut prof.

Page 7: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

3

Scholten yang dikutip oleh R. Soetojo Prawiro Hamidjojo, SH dan Asis Safioedin,

SH (1975:14) mengemukakan perkawinan adalah suatu hubungan antara seorang

pria dan seorang wanita yang hidup bersama dengan kekal yang diakui oleh

negara (Eoh, 2001).

Perkawinan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan. Perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Basyir, 2014). Dari

pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan bukan hanya

mempersatukan dua pasangan manusia, yakni laki-laki dan perempuan, melainkan

mengikatkan tali perjanjian yang suci atas nama Allah (Saebani dan Falah, 2011).

Adapun salah satu bentuk permasalahan yang timbul dalam perkawinan

adalah tentang penentuan batas umur untuk melangsungkan perkawinan. Pada

umumnya perkara dispensasi nikah diajukan terkait dengan masalah sosial

pergaulan remaja yang tidak sehat (Abdullah, 2017). Calon mempelai pria

maupun wanita tidak bisa melangsungkan perkawinan karena faktor usia mereka

yang belum mencapai batas minimal yang telah ditetapkan dalam Pasal 7 ayat 1

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan

belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 15 ayat 2 menegaskan bahwa untuk

melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai batas usia 21 tahun

harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan

(5) Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.

Hukum perkawinanan dalam Agama Islam mempunyai kedudukan yang

sangat penting, oleh karena itu peraturan-peraturan tentang perkawinan ini diatur

dan diterangkan dengan jelas dan terperinci. Adapun pentingnya bagi kehiduan

manusia, khususnya bagi orang Islam adalah sebagai berikut: Dengan melakukan

perkawinan yang sah dapat terlaksana pergaulan hidup manusia baik secara

individual maupun kelompok antara pria dan wanita secara terhormat dan halal,

Page 8: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

4

sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat diantara

makhluk-makhluk Tuhan yang lain. Dengan melaksanakan perkawinan dapat

terbentuk satu rumah tangga dimana kehidupan dalam rumah tangga dapat

terlaksana secara damai dan tentram serta kekal dengan disertai rasa kasih sayang

antara suami-istri.

Dengan melaksanakan perkawinan yang sah, dapat diharapkan

memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat sehingga kelangsungan hidup

dalam keluarga dan keturunanya dapat berlangsung terus secara jelas dan bersih.

Dengan terjadinya perkawinan maka timbullah sebuah keluarga yang merupakan

inti dari pada hidup bermasyarakat, sehingga dapat diharapkan timbulnya suatu

kehidupan bermasyarakat yang teratur dan berada dalam suasana damai.

Melaksanakan perkawinan dengan mengikuti ketentuan – ketentuan yang telah diatur

dalam Al Qur‟an dan Sunnah Rasul, adalah merupakan salah satu ibadah bagi orang

Islam (Soemiyati, 2007).

Dalam pembagian lapangan-lapangan Hukum Islam, Perkawinan termasuk

dalam lapangan “Muamalat” yaitu lapangan yang mengatur hubungan antar

manusia dalam kehidupanya didunia ini. Hubungan antar manusia ini dalam garis

besarnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: Hubungan kerumahtanggaan dan

kekeluargaan, Hubungan antar persesorangan diluar hubungan kekeluargaan dan

rumahtangga, Hubungan antar bangsa dan kewarganegaraan.

Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang

membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak

dibolehkan, maka dapat dikatakan bahwa hukum asal dari perkawinan itu adalah

boleh atau mubah (Amir, 2011).

Meskipun batas umur telah ditentukan, namun Undang-undang

Perkawinan memberikan kelonggaran untuk menyimpang dari aturan syarat umur

tersebut. Melalui pasal 7 ayat (2) yang berbunyi: “ Dalam hal penyimpangan

terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau

pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang pihak pria maupun wanita.

Dispensasi nikah adalah suatu kemudahan atau keringanan bagi calon

mempelai laki-laki maupun calon mempelai perempuan yang masih dibawah

Page 9: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

5

umur dan belum diperbolehkan untuk menikah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kecuali suatu tindakan yang berdasarkan

hukum dinyatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan tidak berlaku

untuk suatu hal yang khusus (Munir, 2011).

Seperti kasus dispensasi nikah yang terjadi di Pengadilan Agama Sragen

Penetapan Nomor 0139/Pdt.P/2016/PA.Sr dan Penetapan Nomor

0207/Pdt.P/2015/PA.Sr. Pada kasus tersebut rata-rata umur kedua calon mempelai

belum mencapai batas minimal untuk melangsungkan perkawinan. Penyusun

tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk lebih mengetahui tentang apa

sebenarnya yang menjadi pertimbangan hakim serta fakta sosial yang terjadi di

masyarakat dalam memberikan dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama

Sragen. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik

dalam penulisan hukum ini untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul

“TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN

IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI BAWAH UMUR.

2. METODE

Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah metode normatif. Metode

normatif yaitu kaidah hukum, asas hukum yang terdapat dalam masyarakat

sehingga dapat diketahui kedudukan hukum dan legalitas tentang permohonan

izin/dispensasi pernikahan di bawah umur (Soemitro, 1998).

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan

pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Metode pendekatan

dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statue

aproach). Suatu penelitian normative tentu harus menggunakan pendekatan

perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum

yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

Bahan hukum primer, yaitu semua bahan/materi hukum yang mempunyai

kedudukan mengikat secara yuridis. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan penelitian dan bahan hukum sekunder,

Page 10: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

6

yaitu berupa bahan atau materi yang berkaitan dan menjelaskan mengenai

permasalahan dari bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku dan literature-

literatur terkait Perkawinan khususnya.

Bahan hukum dikumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan identifikasi

peraturan perundang-undangan, serta klasifikasi dan sistematisasi bahan hukum

sesuai permasalahan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Studi

kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, menelaah, mencatat membuat

ulasan bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan Perkawinan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pertimbangan Hakim dalam Memberikan izin/dispensasi Pernikahan di

Bawah Umur

Peradilan Agama adalah satu dari Peradilan Negara Indonesia yang sah, yang

bersifat Peradilan khusus, yang berwenang dalam jenis perkara perdata Islam

tertentu, bagi orang-orang Islam di Indonesia (Rasyid, 2002). Pengadilan Agama

Kabupaten Sragen sebagai pengadilan tingkat pertama mempunyai tugas pokok

dan fungsi memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara- perkara di tingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan,

kewarisan, wasiat, hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf,

shadaqoh dan ekonomi syari’ah.

Salah satu bidang perkawinan yang menjadi wewenang Peradilan Agama

adalah perkara dispensasi kawin. Asas yang dikandung dalam Undang-undang

perkawinan adalah kedewasaan usia perkawinan, artinya bahwa calon suami dan

calon isteri harus telah matang jiwa dan raganya dalam melaksanakan pernikahan

itu. Untuk mencapai maksud agar pernikahan itu dilakukan oleh orang-orang

dewasa, maka para ahli menentukan batas usia perkawinan melalui Undang-

undang perkawinan Pasal 7 ayat (1) yaitu batas perkawinan bagi laki-laki (19)

tahun dan batas perkawinan bagi perempuan (16) tahun.

Hakim adalah salah satu predikat yang melekat pada seseorang yang

memiliki pekerjaan dengan spesifikasi khusus dalam bidang hukum dan peradilan

Page 11: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

7

sehingga banyak bersinggungan dengan masalah mengenai kebebasan dan

keadilan secara legal dalam konteks putusan atas perkara yang di buat (Kamil,

2002). Dalam hal ini hakim dianggap tahu akan hukumnya (juris curia novit). Soal

menemukan hukumnya adalah urusan hakim. Maka hakim dalam

mempertimbangkan putusannya wajib karena jabatannya melengkapi alasanalasan

hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak.

Hakim tidak boleh menilai bahwa Undang-undang itu tidak lengkap atau

suatu ketentuan Undang-undang itu tidak jelas. Sesuai dengan Pasal 10 ayat (1)

Undang-undang kehakiman Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

dimana hakim tidak boleh menolak memeriksa dan menggali suatu perkara.

Hakim dilarang berdasarkan peraturan umum, penetapan atau peraturan memutus

perkara yang tergantung padanya. Ini berarti bahwa hakim hanya boleh

memeriksa dan menggali peristiwa konkret dan tidak boleh menciptakan

peraturan-peraturan umum dalam putusannya. Putusan hanya berlaku bagi

peristiwa konkret dan tidak memberi kekuatan umum atau memberlakukan secara

umum untuk situasi-situasi itu. Dan hakim tidak boleh menempatkan diri sebagai

pembentuk undang-undang. Ia hanya boleh memeriksa dan memutus perkara

konkret dan tidak boleh membuat peraturan yang mengikat umum.

Hakim dalam memberikan suatu penetapan wajib menggali nilai-nilai

keadilan yang hidup di dalam masyarakat, begitu pula hakim dalam menetapkan

terhadap permohonan seseorang yang hendak mengajukan dispensasi nikah

sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang perkawinan Pasal 7 ayat (2)

dengan bunyi “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 Pasal ini dapat meminta

dispensasi kepada Pengadilan dan pejabat lain, yang ditunjuk oleh orang tua pihak

laki-laki atau perempuan”. Permohonan dispensasi kawin sebagai perkara

permohonan karena dalam perkara ini tidak mengandung sengketa dan oleh hakim

diterima dan diputus dengan membuat penetapan yang mengabulkan atau

menolak permohonan tersebut. Untuk penetapan mengabulkan atau menolak

permohonan dispensasi kawin, hakim dengan kemerdekaan yang dimilikinya akan

melakukan penggalian hukum terhadap alasan permohonan sekaligus melakukan

penerjemahan, penafsiran, memilah dan memilih aturan yang paling tepat dan

Page 12: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

8

relevan dengan dispensasi kawin yang sedang dihadapi. Dasar hukum yang

digunakan dalam setiap putusan berisi tentang dasar hukum hakim dalam

memutuskan perkara. Karena Pengadilan agama adalah Pengadilan Islam, maka

dasar hukum putusannya adalah segala peraturan perundang-undangan negara

yang berlaku dan relevan, disusun relevan, disusun menurut hierarkinya/urutannya

derajatnya dan urutan terbitnya kemudian berdasarkan Hukum Islam dan hukum

yang tidak tertulis lainnya.

Dalam sebuah putusan bagian pertimbangan adalah bagian yang dimulai

dengan “Tentang Pertimbangan hukumnya atau Tentang Hukumnya” yang

memuat: Gambaran tentang bagaimana hakim mengkualifikasi, yaitu mencari dan

menemukan hukum yang harus diterapkan pada suatu fakta dan kejadian yang

diajukan, penilaian Hakim tentang fakta-fakta yang diajukan, pertimbangan

Hakim secara kronologis dan rinci setiap item, baik dari pihak tergugat maupun

penggugat. Dasar hukum yang digunakan Hakim dalam menilai fakta dan

memutus perkara, hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

Mengenai pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan izin

perkawinan dibawah umur dalam penetapan izin perkawinan dengan nomor:

Nomor 0139/Pdt.P/2016/PA.Sr

Bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 09 Mei 2016

telah mengajukan permohonan Dispensasi Nikah kepada Pengadilan Agama

Sragen yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Sragen Nomor

0139/Pdt.P/2016/PA.Sr tanggal 09 Mei 2016

Bahwa syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut baik

menurut ketentuan hokum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang

berlaku telah terpenuhi kecuali syarat usia bagi anak pemohon belum mencapai 18

tahun 2 bulan. Namun pernikahan tersebut sangat mendesak untuk tetap

dilangsungkan karena keduanya telah berhubungan sedemikian eratnya, sehingga

Pemohon sangat khawatir akan terjadi perbuatan yang dilarang oleh ketentuan

hokum Islam apabila tidak segera dinikahkan.

Sehingga yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengabulkan

permohonan dispensasi perkawinan bagi anak dibawah umur dalam penetapan

Page 13: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

9

dispensasi Nomor 0139/Pdt.P/2016/PA.Sr di Pengadilan Agama Sragen adalah

anak Para Pemohon mengaku sudah berhubungan sedemikian eratnya dengan

calon isterinya bahkan, calon isteri anak Para Pemohon sudah tidak bisa

dipisahkan dengan anak Para Pemohon, maka apabila mereka tidak segera

dinikahkan akan menimbulkan madharat yang lebih besar yakni membiarkan

mereka berbuat zina yang lebih lama, sehingga menikahkan mereka adalah pilihan

yang tepat sebagaimana dimaksud dalam sebuah kaidah fiqhiyah berbunyi:

Menolak yang madharat itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan; Majelis

Hakim dalam membuat penetapan ini perlu juga mengetengahkan pendapat ahli

Fiqiyah dalam kitab Al Asybah Wan Nadzair hal 128 yang berbunyi : Pemerintah

mengurus rakyatnya sesuai dengan kemaslahatan; Permohonan Para Pemohon

telah sesuai dengan pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal

15 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.

3.2 Faktor yang Mempengaruhi Pertimbangan Hakim dalam Menerbitkan

Surat Dispensasi Perkawinan

Adapun terjadinya pernikahan dini sangat bervariasi diantaranya adalah karena

faktor lingkungan/adat, ekonomi, perjodohan, ingin melanggengkan hubungan,

dan karena faktor yang tidak ingin dikehendaki yaitu MBA (married by accident)

menikah karena kecelakaan. Dalam hal ini, sepasang lelaki dan perempuan

terpaksa menikah di usia muda (pernikahan dini) karena perempuan telah hamil di

luar nikah. Dalam rangka memperjelas status anak yang dikandung, maka

dilakukan pernikahan antara keduanya.

Meskipun hal ini akan berdampak negatif bagi keduanya, terutama jika

keduanya masih berstatus sebagai pelajar dan belum bekerja, sehingga pasangan

pengantin baru ini akan rawan terjafi percekcokan yang berawal dari munculnya

masalah kecil. Berikut adalah beberapa faktor pernikahan dini:

Kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor pendukung penyebab

terjadinya pernikahan dini, keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi akan

cenderung menikahkan anaknya pada usia muda untuk melakukan pernikahan

dini. Pernikahan ini diharapkan menjadi solusi bagi kesulitan ekonomi keluarga,

dengan pernikahan diharapakan mengurangi beban ekonomi keluarga. Sehingga

Page 14: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

10

dapat sedikit mengatasi kesulitan ekonomi. Disamping itu, masalah ekonomi yang

rendah dan kemiskinan menyebabkan orang tua tidak mampu mencukupi

kehidupan anaknya dan tidak mampu membiayai sekolah sehingga mereka

memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan harapan sudah lepas tanggung

jawab untuk membiayai kehidupan anaknya ataupun dengan harapan anaknya bisa

memperoleh penghidupan yang lebih baik.

Oleh karena itu untuk meringankan beban orang tuanya maka anak

wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu meskipun usianya

belum cukup. Dari segi pendidikan, rendahnya tingkat pendidikan maupun

pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya

kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.

Terjadinya hamil di luar nikah, karena anak-anak melakukan hubungan

yang melanggar norma, memaksa mereka untuk melakukan pernikahan dini, guna

memperjelas status anak yang dikandung. Pernikahan ini memaksa mereka

menikah dan bertanggung jawab untuk berperan sebagai suami istri serta menjadi

ayah dan ibu, sehingga hal ini akan berdampak dengan penuaan dini, karena

mereka belum siap lahir dan batin. Disamping itu, dengan kehamilan diluar nikah

dan ketakutan orang tua akan hamil diluar nikah mendorong anaknya untuk

menikah di usia yang masih belia.

Hubungan anak mereka yang terlalu jauh menjadi kekhawatiran orang tua.

Dapat dikatakan, membuat orang tua cemas dan khawatir karena hubungan

percintaan anaknya yang sudah sangat intim. Kekhawatiran orang tua akan terjadi

hal-hal yang tidak diinginkan, seperti si anak perempuan telah hamil terlebih

dahulu dapat menjadi aib bagi keluarga

Dapat menimbulkan kepanikan, baik bagi wanita yang bersangkutan

maupun keluarga. Untuk menghindari perasaan malu kepada masyarakat, maka

mereka cepat-cepat dinikahkan dalam keadaan hamil.

Persoalan hamil di luar nikah ini merupakan permasalahan yang sangat

besar tidak hanya bagi keluarga pihak perempuan tetapi juga negara. Jika hal

tersebut terus dibiarkan, maka moral bangsa akan menjadi semakin rusak.

Page 15: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

11

Anak remaja zaman sekarang sangat sulit dikontrol. Pengaruh kemajuan

teknologi yang ikut serta mendorong remaja menirukan budaya luar yang tidak

baik sehingga tidak mengenal peraturan yang dapat menyebabkan pergaulan yang

terlalu bebas.

Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, anak dan masyarakat membuat

terjadinya perkawinan anak di bawah umur. Tingkatan emosional, pengetahuan,

keagamaan, atau edukasi kesehatan reproduksi yang kurang dan belum tercapai

yang ada di dalam jenjang pendidikan menjadi salah satu faktor membuat

terjadinya pernikahan dini.

Terjadinya pernikhan dini juga dapat disebabkan karena pengaruh bahkan

paksaan orang tua. Ada beberapa alasan orang tua menikahkan anaknya secara

dini karena orang tua khawatir anaknya menyebabkan aib keluarga atau takut

anaknya melakukan zina saat berpacaran maka mereka langsung menikahkan

anaknya dengan pacarnya. Niat ini memang baik, untuk melindungi sang anak

dari perbuatan dosa, karena kuatir anaknya terjerumus dengan pergaulan bebas

dan berakibat negatif. Adapun karena ingin melanggengkan hubungan dengan

relasinya derngan cara menjodohkan anaknya, juga mejodohkan dengan anak

saudaranya supaya hartanya tidak jatuh di tangan orang lain, tetapi tetap di pegang

oleh keluarga.

Disadari atau tidak, anak di zaman sekarang sangat mudah mengakses

segala sesuatu yang berhubungan dengan seks dan semacamnya. Hal ini membuat

mereka “terbiasa” dengan hal-hal berbau seks dan menganggapnya sebagai hal

yang sangat wajar-wajar saja, pengawasan, peringatan orang tua yang kurang

menjadikan hal ini berdampak serius kurangnya moral social serta norma-norma

ke agamaan yang akan mendorong perbuatan yang dilarang sehingga terjadinya

pergaulan bebas yang berakibat pergaulan dini.

Faktor ini sudah mulai jarang muncul tapi masih tetap ada, Perkawinan

usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua

sehingga segera dikawinkan.

Pada beberapa keluarga tertentu, dapat dilihat ada yang memiliki tradisi

atau kebiasaan menikahkan anaknya pada usia muda, dan hal ini berlangsung

Page 16: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

12

terus menerus, sehingga anak-anak yang ada pada keluarga tersebut secara

otomatis akan mengikuti tradisi tersebut. Pada keluarga yang menganut kebiasaan

ini, biasanya di dasarkan pada pengetahuan dan informasi yang diperoleh bahwa

dalam Islam tidak ada batasan usia untuk menikah yang penting adalah sudah

mumayyiz (baligh dan berakal), sehingga sudah selayaknya di nikahkan.

Misalnya keyakinan bahwa tidak boleh menolak pinangan seseorang

terhadap putrinya walaupun masih berusia 16 tahun. Hal ini terkadang dianggap

menyepelekan dan menghina orang tua.Dari sisi hukum adat tidak adanya batas

usia kedewasaan yang tegas, hukum adat itu sama dengan fikih islam. Di masa

lampau, masyarakat adat terbiasa menggunakan ukuran-ukuran fisik, seperti

meminta seorang anak untuk meraih telinga kirinya dengan tangan kanan melalui

atas kepala. Jika berhasil, hal itu menandakan yang bersangkutan telah tumbuh

dewasa.

4. PENUTUP

Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan izin/dispensasi Pernikahan di Bawah

Umur yaitu bahwa Permohonan Para Pemohon telah sesuai dengan pasal 7 ayat

(2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 15 ayat (1) Kompilasi Hukum

Islam. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut permohonan Para

Pemohon sudah cukup beralasan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku dan

dapat dikabulkan. Karena permohonan Para Pemohon dispensasi nikah Para

Pemohon dikabulkan maka kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan

Agama Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen berhak untuk mencatat

pernikahan anak Para Pemohon dengan calon isteri anak Para Pemohon tersebut.

Faktor yang mempengaruhi pertimbangan hakim untuk menerbitkan surat

dispensasi perkawinan yaitu Bahwa Hakim dalam kasus perkawinan di bawah

umur ini menggunakan pertimbangan kemaslahatan. Maka apabila mereka tidak

segera dinikahkan akan menimbulkan madharat yang lebih besar yakni

membiarkan mereka berbuat zina yang lebih lama, sehingga menikahkan mereka

adalah pilihan yang tepat sebagaimana dimaksud dalam sebuah kaidah fiqhiyah:

Menolak yang madharat itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan. Majelis

Page 17: TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM ...eprints.ums.ac.id/81624/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfTINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN IZIN/DISPENSASI MENIKAH PADA ANAK DI

13

Hakim dalam membuat penetapan ini juga mengetengahkan pendapat ahli Fiqiyah

dalam kitab Al Asybah Wan Nadzair hal 128: Pemerintah mengurus rakyatnya

sesuai dengan kemaslahatan"

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Erfani Aljan. (2017). Pembaruan Hukum Perdata Islam Praktik dan

Gagasan, Yogyakarta: UII Press.

Amir, Syarifuddin. (2011). Hukum Perkawinan islam di indonesia, Jakarta:

Kencana.

Basyir, Ahmad Azhar. (2014). Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press.

Eoh, O.S. (2001). Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek. Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada.

Hakim, Rahmat. (2000). Hukum Perkawinan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Hanafi, Yusuf. (2011). Kontroversi Perkawinan Anak Di Bawah Umur. Bandung:

Mandar Maju.

Kamil, Ahmad. (2012). Filsafat Kebebasan Hakim. Jakarta: Prenadamedia Group.

Marzuki, Peter Mahmud. (2008). Penelitian Hukum. Cet 2. Jakarta: Kencana.

Munir, Abdul. (2011). ”Dampak Dispensasi Nikah Terhadap Pernikahan (Studi

Analisis di Pengadilan Agama Kendal)”. Skripsi tidak diterbitkan,

Jurusan Syariah IAIN Walisongo Semarang.

Rasyid, M. Hamdan. (2003). Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual.

Jakarta: PT. Al Mawardi Prima.

Rasyid, Roihan A. (2002). Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Rohmatilah, Siti. (2016). “Analisa Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama

Magetan Tentang Izin Poligami”. Skripsi. STAIN Ponorogo.

Saebani, Beni Ahmad dan Falah, Syamsul. (2011). Hukum Perdata Islam di

Indonesia, Bandung : CV Pustaka Setia.

Soemitro, Ronny Hanitijo. (1998). Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soemiyati. (2007). Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan.

Yogyakarta: Liberty.