Upload
voltvoltics
View
46
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tinjauan pustaka hipertensi gravidarum
Citation preview
PENDAHULUAN
Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah
satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga
banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001,
menurut National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada
150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan
bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika
Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan.1
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi
yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum
terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan
proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20
usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida
biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur
lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.1
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan
berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi
uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian
janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau
vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara
berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam
kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan
kerusakan end organ lainnya.1,2
TINJAUAN PUSTAKA
1
I. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan
Yang dimaksud hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam
kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak disertai
proteinuri. Gejala ini akan menghilang dalam waktu < 12 minggu pascasalin.3
Sedangkan dimaksud dengan preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuri akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan.3
Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi dalam kehamilan, persalinan,
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan
kesadaran (gangguan sistem saraf pusat). Ada pula istilah eclamsia sine eclampsia
adalah eklamsi yang ditandai oleh penurunan kesadaran tanpa kejang.3
Sedangkan hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah
ditemukan sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20
minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu pascasalin. Hipertensi kronis yang
diperberat oleh preeklamsi atau eklamsi adalah preeklamsi atau eklamsi yang timbul
pada hipertensi kronis dan disebut juga Superimposed Preeclampsia.3
II. Klasifikasi dan Gejala Klinis Hipertensi dalam Kehamilan
Kalau membicarakan mengenai hipertensi pada kehamilan, yang selalu kita
pikirkan adalah preeklampsi atau eklampsi. Ternyata ada juga klasifikasi hipertensi
lainnya pada kehamilan. Ada beberapa klasifikasi yang dikeluarkan di berbagai
negara. Tetapi klasifikasi yang direkomendasikan adalah klasifikasi oleh National
High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working Group on
Hypertension in Pregnancy karena dapat digunakan dengan mudah dan praktis .
Tujuan penting dalam klasifikasi ini adalah dapat digunakan untuk membedakan
antara preeklampsia dan eklampsia dari kelainan hipertensi pada kehamilan yang lain
karena baik preeklampsia maupun eklampsia mempunyai prognosis yang buruk pada
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Berikut ini adalah klasifikasinya :
Hipertensi Gestasional
2
Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan pertama kali pada usia kehamilan > 20
minggu
Tidak ada proteinuria maupun tanda dan gejala preeklampsia
Tekanan darah kembali normal pada 42 hari setelah post partum
Definisi ini meliputi wanita dengan sindroma preeklampsia tanpa disertai
manifestasi proteinuria
Mempunyai resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya
Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.
Preeklampsia
Kriteria minimal
Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Disertai proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam atau ≥ +1 pada pemeriksaan urin sesaat
dengan urin dipstik atau rasio protein : kreatinin urine ≥ 0.3
Kriteria tambahan yang memperkuat diagnosis
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria 2.0 g/24 jam atau ≥ +2 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin
dipstik.
Serum kreatinin > 1.2 mg/dl kecuali sudah didapatkan peningkatan serum
kreatinin sebelumnya
Trombosit < 100.000/μl
Hemolisis mikroangiopati – peningkatan LDH
Peningkatan kadar serum transaminase – ALT atau AST
Nyeri kepala yang menetap atau gangguan cerebral maupun visual lainnya
Nyeri epigastrium yang menetap
Eklampsia
Kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada wanita dengan preeklamsia
Hipertensi Kronik
Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu usia
kehamilan dan tidak termasuk pada penyakit trophoblastic gestasional, atau
3
Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg didapatkan pada usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu
postpartum
Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya
didapatkan pada beberapa bulan setelah melahirkan.
Hipertensi kronis superimpose preeklampsia
Wanita hipertensi dengan proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam yang baru muncul dan
tidak didapatkan sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau
Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah
trombosit < 100.000 /μl pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria
sebelum usia kehamilan 20 minggu.
III. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklamsi sukar
dicegah, tetapi berat dan terdinya eklamsi biasanya dapat dihindari dengan mengenal
secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara sempurna.5
Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff setinggi
jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada posisi
berbaring dapat mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang lebih
rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang 5-10
menit.5
Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu beristirahat 140/90
mmHg atau lebih besar, fase ke V Korotkoff digunakan untuk menentukan tekanan
darah diastolik.. Pada masa lalu, telah dianjurkan agar peningkatan tambahan tekanan
diastolik 15 mmHg atau sistolik 30 mmHg digunakan sebagai kriteria diagnostik,
bahkan apabila tekanan darah saat diukur di bawah 140/90 mmHg. Kriteria tersebut
sekarang ini tidak lagi dianjurkan karena bukti menunjukkan bahwa wanita tersebut
tidak memiliki kecenderungan untuk mengalami efek samping merugikan saat
kehamilan. Sebagai tambahan, tekanan darah biasanya menurun pada trimester ke-II
kehamilan dan tekanan diastolik pada primigravida dengan kehamilan normotensi
kadang-kadang naik sebesar 15 mmHg. Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria
diagnostik karena hal tersebut juga banyak terjadi pada wanita hamil yang
normotensi. Oedem dianggap patologis bila menyeluruh dan meliputi tangan, muka,
4
dan tungkai. Sebagai catatan, oedem tidak selalu terdapat pada pasien preeklamsi
maupun eklamsi.5
IV. Etiologi
Tulisan-tulisan yang menjelaskan tentang eklamsia telah dibuat pada tahun
2200 Sebelum Masehi (Lindheimer dan kawan-kawan, 1999). Dengan demikian
tidaklah heran bahwa sejumlah mekanisme telah dikemukakan untuk menerangkan
penyebabnya. Menurut Sibai (2003), sebab-sebab potensial yang mungkin menjadi
penyebab preeklamsi adalah sebagai berikut :
1. Invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus.
2. Intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu dan janin.
3. Maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari
kehamilan normal.
4. Faktor nutrisi.
5. Pengaruh genetik.1
Invasi Trofoblastik Abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling yang luas ketika
diinvasi oleh trofoblas endovaskular (Gambar 2.1). Akan tetapi, pada preeklamsi
terdapat invasi trofoblastik yang tidak lengkap. Pada kasus ini, pembuluh darah
decidua, tetapi bukan pembuluh darah myometrial, menjadi sejajar dengan trofoblas
endovaskular. Meekins dan kawan-kawan (1994) menjelaskan jumlah arteri spiralis
dengan trofoblas endovaskular pada plasenta wanita normal dan wanita dengan
preeklamsi. Madazli dan kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek
invasi trofoblastik terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.1
5
Gambar 2.1 Implantasi plasenta normal1
Dengan menggunakan mikroskop elektron, De Wolf dan kawan-kawan (1980)
meneliti pembuluh darah yang diambil dari tempat implantasi plasenta pada uterus.
Mereka memperhatikan bahwa perubahan pada preeklampsia awal meliputi kerusakan
endotelial, perembesan isi plasma pada dinding arteri, proliferasi sel miointimal, dan
nekrosis tunika media. Mereka menemukan bahwa lipid mengumpul pertama kali
pada sel-sel myointimal dan kemudian pada makrofag akan membentuk atherosis
(Gambar 2.2). Obstruksi lumen arteriol spiral oleh atherosis dapat mengganggu aliran
darah plasenta. Perubahan-perubahan ini dianggap menyebabkan perfusi plasenta
menjadi berkurang secara patologis, yang pada akhirnya menyebabkan sindrom
preeklamsi.1
6
Gambar 2.2 Atherosis1
Faktor imunologis
Karena preeklamsi terjadi paling sering pada kehamilan pertama, terdapat
spekulasi bahwa terjadi reaksi imun terhadap antigen paternal sehingga menyebabkan
kelainan ini.1
Hanya ada sedikit data yang mendukung keberadaan teori bahwa preeklamsi
adalah proses yang dimediasi sistem imun. Perubahan adaptasi pada sistem imun
dalam patofisiologi preeklamsia dimulai pada awal trimester kedua. Wanita yang
cenderung mengalami preeklamsi memiliki jumlah T helper cells (Th1) yang lebih
sedikit.dibandingkan dengan wanita yang normotensif. Ketidakseimbangan ini terjadi
karena terdapat dominasi Th2 yang dimediasi oleh adenosin. Limfosit T helper ini
mengeluarkan sitokin spesifik yang memicu implantasi dan kerusakan pada proses ini
dapat menyebabkan preeklamsi.1,3,6
Vaskulopati dan Perubahan Inflamasi
Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan akibat dari respon dari plasenta karena
terjadi iskemik sehingga akan menimbulkan urutan proses tertentu. Desidua juga
memiliki sel-sel yang bila diaktivasi maka akan mengeluarkan agen noxious. Agen ini
dapat menjadi mediator yang mengakibatkan kerusakan sel endotel. Sitokin tertentu
seperti tumor necrosis factor- (TNF-) dan interleukin memiliki kontribusi terhadap
stres oksidatif yang berhubungan dengan preeklamsi. Stres oksidatif ditandai dengan
adanya oksigen reaktif dan radikal bebas yang akan menyebabkan pembentukan lipid
peroksida. Hal ini akan menghasilkan toksin radikal yang merusak sel-sel endotel,
memodifikasi produksi Nitric Oxide, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin.
7
Fenomena lain yang ditimbulkan oleh stres oksidatif meliputi pembentukan sel-sel
busa pada atherosis, aktivasi koagulasi intravaskular (trombositopeni), dan
peningkatan permeabilitas (edema dan proteinuria).3,7
Bagan 2.1 Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi akibat kehamilan.1
Faktor nutrisi
Tekanan darah pada individu-individu yang tidak hamil dipengaruhi oleh
sejumlah pengaruh makanan, termasuk mineral dan vitamin. Beberapa studi telah
membuktikan hubungan antara kekurangan makanan dan insidensi terjadinya
preeklamsi. Hal ini telah didahului oleh studi-studi tentang suplementasi dengan
berbagai unsur seperti zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat mencegah
preeklamsi. Studi lainnya, seperti studi oleh John dan kawan-kawan (2002),
membuktikan bahwa dalam populasi umum dengan diet tinggi buah dan sayuran yang
memiliki efek antioxidant berhubungan dengan tekanan darah yang menurun.1,2,6
8
Faktor genetik
Predisposisi herediter terhadap hipertensi tidak diragukan lagi berhubungan
dengan preeklamsi dan tendensi untuk terjadinya preeklamsi juga diturunkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kilpatrick dan kawan-kawan menunjukkan adanya
hubungan antara antigen histokompatibilitas HLA-DR4 dengan hipertensi proteinuria.
Menurut Hoff dan kawan-kawan, respon imun humoral maternal yang melawan
antibodi imunoglobulin fetal anti HLA-DR dapat menimbulkan hipertensi
gestasional.1,6
V. Patofisiologi
Walaupun mekanisme patofisiologi yang jelas tidak dimengerti, preeklamsi
merupakan suatu kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme. Pada beberapa
kasus, mikroskop cahaya menunjukkan bukti insufisiensi plasenta akibat kelainan
tersebut, seperti trombosis plasenta difus, inflamasi vaskulopati desidua plasenta, dan
invasi abnormal trofoblastik pada endometrium. Hal-hal ini menjelaskan bahwa
pertumbuhan plasenta yang abnormal atau kerusakan plasenta akibat mikrotrombosis
difus merupakan pusat perkembangan kelainan ini.1,2
Hipertensi yang terjadi pada preeklamsi adalah akibat vasospasme, dengan
konstriksi arterial dan penurunan volume intravaskular relatif dibandingkan dengan
kehamilan normal. Sistem vaskular pada wanita hamil menunjukkan adanya
penurunan respon terhadap peptida vasoaktif seperti angiotensin II dan epinefrin.
Wanita yang mengalami preeklamsi menunjukkan hiperresponsif terhadap hormon-
hormon ini dan hal ini merupakan gangguan yang dapat terlihat bahkan sebelum
hipertensi tampak jelas. Pemeliharaan tekanan darah pada level normal dalam
kehamilan tergantung pada interaksi antara curah jantung dan resistensi vaskular
perifer, tetapi masing-masing secara signifikan terganggu dalam kehamilan. Curah
jantung meningkat 30-50% karena peningkatan nadi dan volume sekuncup. Walaupun
angiotensin dan renin yang bersirkulasi meningkat pada trimester II, tekanan darah
cenderung untuk menurun, menunjukkan adanya reduksi resistensi vaskular sistemik.
Reduksi diakibatkan karena penurunan viskositas darah dan sensivitas pembuluh
darah terhadap angiotensin karena adanya prostaglandin vasodilator. 1,2
Ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya respon imun maternal yang
terganggu terhadap jaringan plasenta atau janin memiliki kontribusi terhadap
perkembangan preeklamsi. Disfungsi endotel yang luas menimbulkan manifestasi
9
klinis berupa disfungsi multi organ, meliputi susunan saraf pusat, hepar, pulmonal,
renal, dan sistem hematologi. Kerusakan endotel menyebabkan kebocoran kapiler
patologis yang dapat bermanifestasi pada ibu berupa kenaikan berat badan yang cepat,
edema non dependen (muka atau tangan), edema pulmonal, dan hemokonsentrasi.
Ketika plasenta ikut terkena kelainan, janin dapat terkena dampaknya akibat
penurunan aliran darah utero-plasenta. Penurunan perfusi ini menimbulkan
manifestasi klinis seperti tes laju jantung janin yang non-reassuring, skor rendah
profil biofisik, oligohidramnion, dan pertumbuhan janin terhambat pada kasus-kasus
yang berat.1,2
Selama kehamilan normal, tekanan darah sistolik hanya berubah sedikit,
sedangkan tekanan darah diastolik turun sekitar 10 mmHg pada usia kehamilan muda
(13-20 minggu) dan naik kembali pada trimester ke III. Pembentukkan ruangan
intervillair, yang menurunkan resistensi vaskular, lebih lanjut akan menurunkan
tekanan darah.1,2
Patogenesis pada konvulsi eklamsi masih menjadi subyek penelitian dan
spekulasi. Beberapa teori dan mekanisme etiologi telah dipercaya sebagai etiologi
yang paling mungkin, tetapi tidak ada satupun yang dengan jelas terbukti. Beberapa
mekanisme etiologi yang dipercaya sebagai patogenesis dari konvulsi eklamsi
meliputi vasokonstriksi atau vasospame serebral, hipertensi ensefalopati, infark atau
edema serebral, perdarahan serebral, dan ensefalopati metabolik. Akan tetapi, tidak
ada kejelasan apakah penemuan ini merupakan sebab atau efek akibat konvulsi.1,2,8
VI.
10