Upload
dhinar-hendra-permata
View
124
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Berisikan tentang kuliah di bidang obstetri yang membahas hipertensi dalam kehamilan secara lengkap..
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
I. PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 -15 % penyulit kehamilan. Hipertensi
kehamilan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi (HDK) tidak jelas, juga disebabkan perawatan dalam
persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistim rujukan yang belum sempurna.
HDK dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil, sehingga pengetahuan tentang pengelolaan
HDK harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medis baik dipusat maupun di daerah.
II. TERMINOLOGI
Terminologi yang dipakai adalah
1. Hipertensi dalam kehamilan, atau
2. Preeclampsia – eclampsia
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 1
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
III. KLASIFIKASI
A. Pembagian klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan “Report of the National
High Blood Pressre Ecducation Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy” tahun 2000, ialah :
1. Hipertensi kronik
2. Preeclampsia – eclampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
4. Hipertensi gestational.
B. Penjelasan pembagian klasifikasi
1. Hipertensi kronik adalah :
Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau
hipertensi yang pertama kali di diagnose setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeclampsia adalah
Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria
3. Eclampsia adalah
Preeclampsia yang disertai dengan kejang2 dan atau koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia adalah
Hipertensi kronik disertai tanda2 preeclampsia
atau
hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi gestational
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan.
atau
Kehamilan dengan tanda2 preeclampsia tetapi tanpa proteinuria
Hipertensi gestational disebut juga transient hypertension
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 2
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
C. Penjelasan tambahan
1. Hipertensi ialah : tekanan darah sistolik dan diastolic 140/90 mmHg.
Pengukuran desakan daarah sekurang2nya dilakukan 2 kali selang 4
jam.
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan darah
diastolic 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai
lagi.
2. Proteinuria ialah : adanya 300 mg protein dalam urine selama 24 jam
atau
sama dengan 1+ dipstick
3. Edema : dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda2 preeclampsia, tetapi sekarang
edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka).
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 3
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
IV. STANDARISASI PEGUKURAN TEKANAN DARAH
A. Kondisi pasien
1. Pasien dalam posisi duduk dan menenangkan diri sekurang-kurangnya 5 menit,
kecuali tidak memungkinkan
2. Lengan atas dalam keadaan bebas dan diletakkan dimeja setinggi jantung,
Bila perlu diberi penyangga dibawah lengan
B. Lingkungan
1. Dalam 30 menit sebelum pengukuran tekanan darah, pasien tidak diizinkan
mengkonsumsi caffeine, merokok, atau stimulan adrenegik .
2. Lingkungan harus tenang dan tidak terlalu dingin.
C. Peralatan
1. Alat yang dipakai :
a. Mercury sphygromanometer
b. Aneroid sphygromanometer
c. Electronic sphygromanometer
2. Ukuran cuff ; ukuran manchet :
Kantong manchet harus melingkari 80 % lingkaran lengan atas dan menutupi 2/3
lengan atas. Manchet harus setinggi jantung
3. Manometer
Manometer harus sudah dikalibrasi
4. Stethoscope
Beel stethoscope atau diaphragma stethoscope diletakkan pada arteri brachialis
Agar pipa karet yang menghubungkan dengan manchet tidak mengganggu diaphragma
stethoscope, maka pipa karet diarahkan keatas
5. Pengukuran
Manchet dipompa mencapai 20 mmHg diatas tekanan darah sistolik. Untuk
menentukan desakan darah, manchet dikempiskan dengan kecepatan 3 mmHg/menit.
Suara Korotkoff I (munculnya suara) adalah desakan sistolik sedang Korotkoff V
(hilangnya suara) adalah desakan diastolic.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 4
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
V. FAKTOR RISIKO
1. Primigravida, primipaternity.
2. Hyperplacentosis
Mola hydatidosaKehamilan multipleDiabetes mellitusHydrops fetalisBayi besar
1. Umur yang ekstrim
2. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eclampsia
3. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
4. Obesitas
A. PATOFISIOLOGI
Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan
tentang terjadinya HDK, namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah, (Sibai) :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2. Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endothel
3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskuler
5. Teori defisiensi genetic
6. Teori defisiensi gizi
7. Teori inflamasi
Ad. 1 : Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
1. Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang2 arteri
uterina dan ateria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium dalam
bentuk :
- arteri arcuarta
- kemudian arteri arcuarta memberi cabang : arteria radialis
2. Arteria radialis menembus endometrium menjadi :
- arteri basalis
- arteri basalis memberi cabang : arteria spiralis
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 5
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
3. Pada hamil normal: terjadi invasi sel throphoblast pada arteri spirales.
a. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trophoblast ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut. Invasi throphoblast juga memasuki jaringan sekitar kapiler,sehingga
jaringan menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spirales melebar.
b. Degenerasi otot arteri spirales, menyebabkan lapisan tersebut menjadi lunak,
sehingga lumen arteri spirales dengan mudah mengalami, distensi dan vasodilatasi
c. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spirales ini, memberi dampak penurunan
desakan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah
pada daerah utero plasenta.
d. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin perrtumbuhan janin dengan baik.
Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”
4. Pada hipertensi dalam kehamilan: tidak terjadi invasi throphoblast kedalam arteri
spirales dan jaringan sekitar areri spirales
a. Pada HDK tidak terjadi invasi sel-sel trophoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan
jariingan sekitarnya.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras, sehingga lumen arteri
spirales tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
b. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan
“remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
c. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan2 yang dapat menjelaskan
patogenesis HDK selanjutnya. Lihat ad 2.
5. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal : 500 mikron, sedang pada
preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis
dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 6
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Gambar 1. Dilatasi arteri spiralis pada kehamilan normotiv dan vasokonstriksi arteri spiralis pada kehamilan preeclampsia
Gambar 2. Invasi sel-sel tropoblast pada kehamilan normotensiv
Ad. 2 : Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi Endothel
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 7
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
1. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas.
a. Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi throphoblast, pada HDK terjadi kegagalan
“remodeling arteri spirales“, dengan akibat plasenta mengalami iskemia .
b. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidant (disebut
juga Radikal bebas).
c. Oksidant atau radikal bebas adalah: senyawa penerima elektron atau atom/molekul
yang mempuinyai elektron yang tidak berpasangan.
d. Salah satu oksidant penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endothel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidant pada manusia adalah proses normal, karena dibutuhkan
untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan toxin yang beredar dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”
e. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel,yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak.Peroksida lemak selain akan merusak membran
sel,juga akan merusak nucleus,dan protein sel endothel
f. Produksi oksidant (Radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis , selalu diimbangi
dengan produksi antioksidant.
Anti oksidant dibagi menjadi :
1) Antioksidant pencegah terbentuknya oksidant atau antioksidant enzymatic:
misalnya : transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation
2) Antioksidant pemutus rantai oksidant atau antioksidant non enzymatic
misalnya : vitamin E, vitamin C, dan (beta) karotin.
2. Peroksida lemak sebagai oksidant pada HDK
a. Pada hipertensi dalam kehmilan telah terbukti, bahwa kadar oksidant, khususnya
peroksdia lemak meningkat, sedang antioksidant : vitamin E pada HDK menurun,
sehingga terjadi dominasi kadar oksidant peroksada lemak yag relative tinggi.
b. Peroksida lemak sebagai oksidant/radikal bebas yang sangat toksis ini, akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah, dan akan merusak membran sel endothel.
c. Membrane sel endothel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidant
radikal hodidroksil, yang akan merubah menjadi peroksida lemak.
3. Disfungsi sel endothel
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 8
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
a. Akibat sel endothel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endothel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endothel. Kerusakan
membrane sel endothel mengakibatkan terganggunya fungsi endothel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endothel. Keadaan ini disebut “isfungsi endothel”
(endothelial dysfunction).
b. Pada waktu terjadi kerusakan sel endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel,
maka akan terjadi :
1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel,
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu :
menurunnya produksi prostacycline (PGE2) : suatu vasodilatator kuat
2) Agregasi sel-sel thrombosit pada daerah endothel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat2 di lapisan endothel
yang mengalami kerusakan. Agregrasi thrombocit memproduksi thromboxane
(TXA2) suatu vasokonstriktor kuat
Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostacycline / thromboxane lebih
tinggi kadar prostacycline (lebih tinggi vasodialtator) Pada preeclampsia kadar
thromboxane lebih tinggi dari kadar prostacycline sehinga terjadi vasokonstriksi,
dengan terjadi kenaikan desakan darah.
3) perubahan khas pada sel endothel kapiler glomerulus (Glomerular endotheliosis)
4) meningkatnya permeabilitas kapiler
5) meningkatnya produksi bahan-bahan vassopresor, yaitu endothelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor) meningkat
6) rangsangan faktor koagulasi
Ad. 3 : Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
1. Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya HDK terbukti dengan
fakta sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya HDK dibanding dengan
multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar terjadinya
HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. - Seks oral : mempunyai resiko lebih rendah terjadinya HDK
- Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan : makin lama
periode ini, makin kecil terjadinya HDK
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 9
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
2. Pada wanita hamil normal, respon imune tidak menolak adanya ”hasil konsepsi” yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen protein G ” (HLA),
yang berperan penting dalam modulasi respon imune, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan “human leukocyte antigen
protein G ”, atau placenta memproduksi “human leukocyte antigen protein G ” dalam
bentuk lain, sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta.
3. Pada HDK didapatkan kadar Cytokines dalam plasenta maupun sirkulasi darah yang
meningkat. Demikian juga didapatkan “natural killer cells” dan aktivasi neutrophil yang
meningkat.
4. Kemungkinan terjadi “Immune-Maladaptation” pada preeclampsia.
Pada awal trimester kedua kehamilan : wanita yang mempunyai kecenderungan terjadi
preeclampsia, ternyata mempunyai proporsi-Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada
normotensiv.
Ad. 4 : Teori adaptasi kardiovaskuler
1. Pada hamil normal pembuluh darah REFRAKTER terhadap bahan2 vasopressor.
a. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan
respons vasokonstriksi.
b. Pada kehamilan normal terjadinya REFRAKTER pembuluh darah terhadap bahan
vasopressor adalah akibat : dilindungi oleh : adanya sintesis PROSTAGLANDIN pada
sel endothel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan, bahwa daya refrakter terhadap
bahan vasopressor akan hilang bila diberi prostaglandin synthase inhibitor (bahan
yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata adalah prostcycline.
2. Pada HDK kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor
a. Pada HDK ternyata, terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan2 vasopressor.
Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang, sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor.
b. Banyak peneliti telah membuktikan, bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan2
vasopressor pada HDK sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan
pada kehamilan yang akan menjadi HDK, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai PREDIKSI akan terjadinya HDK
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 10
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Ad. 5 : Teori Defisiensi Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotype ibu lebih menentukan
terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada
ibu yang mengalami preeclampsia, 26 % anak wanitanya akan mengalami preeclampsia pula,
sedangkankan hanya 8 % anak menantu mengalami preeclampsia.
Ad. 6 : Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)
a. Dalam beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya HDK.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh
diet pada preeclampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang dunia ke II. Suasana
serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang, menimbulkan kenaikan
insiden HDK.
b. Penelitian terakhir membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati
halibut dapat mengurangi risiko preeclampsia.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang :
- menghambat produksi thromboxane,
- menghambat aktivasi thrombocyte
- dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak
ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeclampsia.
Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat
dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.
c. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi calcium pada diet wanita hamil
mengakibatkan resiko terjadinya preeclampsia / eclampsia. Penelitian di Negara Equador
Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian
calcium dan placebo.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup,
kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.
Ad. 7 : Teori Inflamasi
1. Redman-1999, menyatakan bahwa disfungsi endothel pada preeclampsia disebabkan
“kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan” yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh .
2. Keadaan ini disebabkan : oleh “akivitas leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 11
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Kegagalan invasi thropoblast ke dalam arteria spiralis
Vasokonstriksi arteria spiralis
Iskemia plasenta
Produksi radikal bebas (Oksidant) : radikal hidroksil OH¯
Oksidasi asam lemak tidak jenuh pada membrane sel endhothelMenghasilkan” peroksida lemak “(radikal bebas: oksidant)
Disfungsi sel endothel dengan segala akibatnya
b. Agregasi trombocyte c. Ektravasasi a. Prostacycline turun Tromboxane meningkat
Peningkatan kepekaan vaskuler terhadap bahan vaso aktif
Vasokonstriksi lumen pembuluh darah
Hipovolemia
Aliran darah ke regional menurun
Skema 1. Garis besar pathogenesis preeclampsia berdasar teori preeclampsia
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 12
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
B. PERUBAHAN SISTIM DAN ORGAN PADA
PREECLAMPSIA
1 . Volume plasma
Pada hamil nomal, volume plasma meningkat dengan bermakna, (disebut
hypervolemia) guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi
volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 2-3 minggu. Sebaliknya
oleh sebab yang tidak jelas pada preeclampsia terjadi penurunan volume plasma antara
30 % – 40 % dibanding hamil normal., disebut hypovolema. Hypovolemia diimbangi
dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun
memberi dampak yang luas pada organ2 penting.
2. Hipertensi
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran
desakan darah ≥ 140/90 mmHg selang 6 jam. Desakan diastolic ditentukan hilangnya
suara korotkoff’s phase V.
Pengukuran desakan darah harus dilakukan secara standar.
3. Fungsi Ginjal
a. Perubahan Fungsi ginjal disebabkan oleh :
1) Menurunnya aliran darah ke ginjal, akibat hipovolemia, sehingga terjadi
oliguria, bahkan anuria.
2) Kerusakan sel glomerulus, mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis, sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai
preeclampsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu lahir.
3) Terjadi “Glomerular Capillary Endotheliosis” akibat sel endothel glomerular
membengkak disertai deposit fibril.
4) Gagal ginjal akut terjadi akibat necrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar
kedua korteks ginjal mengalami necrosis maka terjadi “nekrosis kortek ginjal”
yang bersifat ireversibel.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 13
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
5) Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh
darah. Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi
pembuluh darah ginjal.
b. Proteinuria :
1) Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeclampsia, namun proteinuria
umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai
preeclampsia tanpa proteinuria.
2) Pengukuran proteinuria :
- urine dipstick : 100 mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali
urine acak selang 6 jam
- pengumpulan proteinuria dalam 24 jam : ≥ 300 mg/24 jam.
c. Asam urat serum (uric acid serum) : umumnya meningkat : ≥ 5 mg/cc.
Hal ini disebabkan karena hipovolemia, menimbulkan menurunnya aliran darah
ginjal, dan mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya
sekrisi asam urat (uric acid).
d. Kreatinin.
Sama halnya dengan kadar asam urat serum (uric acid serum), maka kadar kreatinin
plasma pada preeclampsia juga meningkat. Hal ini disebabkan karena hipovolemia,
maka aliran darah ginjal menurun, mengakibatkan menurunnya filtrasi
glomerulus, sehingga menurunnya sekrisi kreatinin, disertai peningkatan kreatinin
plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada
preeclampsia berat dengan penyulit pada ginjal.
e. Oliguria dan anuria.
Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia, sehingga aliran darah ke ginjal
menurun yang mengakibatkan produksi urine menurun (oliguria) bahkan dapat terjadi
anuria.
Berat ringannya oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia, berarti
menggambarkan pula berat ringannya preeclampsia.
Pemberian cairan intravena hanya karena oliguria tidak dibenarkan.
4. Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal.
40 % edema dijumpai pada hamil normal
60 % edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 14
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
80 % edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endothel kapiler. Edema yang
patologis adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema
generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
5. Hematologis
Perubahan hematologis disebabkan oleh :
- Hipovelomia akibat vasospasme dan hipoalbuminemia
- Hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan kerusakan endothel
arteriole.
Perubahan tersebut dapat berupa :
a.Peningkatan hematokrit akibat hipovolemia
b. Peningkatan viskositas darah
c.Thrombositopenia : gejala dari hemolisis mikroangiopatik
Disebut thrombositopenia bila trombosit < 100.000 / cc
Hemolisis dapat menimbulkan destruksi eritrocyte.
Skema 2 : Dampak hipovolemia pada beberapa organ
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 15
Vasokonstriksi
Hypovolemia
PlasmaVolume
Hemokonsentrasi
Viskositas
Aliran Darah Regional
Rahim
Perfusi Jaringan
Rawan thd perdarahan
Placenta
Konsumsi O2
Mudah syok
Fetus : - IUGR - IUFD
Ginjal Filtrasi Glomerolus Oliguria
Creatinine Uric acid BUN
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
6. Hepar
Perubahan pada hepar akibat vasospasme dan iskemia :
a. Terjadi “necrosis akibat perdarahan periportal” pada lupus perifer
Keadaan ini menimbulkan peningkatan enzym hepar
b. Perdarahan ini dapat melebar dan meluas dibawah kapsula hepar disebut :
“subscapular hematoma” yang dapat menimbulkan rupture hepar, sehingga perlu
pembedahan. Hematoma subscapular inilah yang menimbulkan rasa nyeri
epigastrium.
7. Neurologik
a. Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik
edema
b. Gangguan visus
Akibat spasme arteri retina dan edema retina terjadi :
- pandangan kabur
- skotomata
- Amaurosis : yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan +
- Ablatio retinae : retinal detachment
c. Hiperrefleksi :
Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeclampsia berat, namun bukan faktor prediksi
terjadinya eclampsia.
d. Kejang eclamptik
Penyebab kejang eclamptik belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang
menimbulkan kejang adalah : - edema cerebri,
- vasospasme cerebri
- iskemia
e. Perdarahan intracranial
Perdarahan intracranial meskipun jarang, namun dapat terjadi pada preeclampsia
berat dan eclampsia
8. Kardiovaskuler
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 16
Endothel Rusak Thromboxane Vasokonstriksi
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Perubahan kardiovaskuler disebabkan :
a. Peningkatan “cardiac afterload” akibat hipertensi.
b. Penurunan “cardiac preload” akibat hipovolemia.
9. Paru – paru
Penderita preeclampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru.
Penyebab edema paru ialah :
a. Payah jantung kiri
b. Kerusakan sel endothel pada pembuluh darah kapiler paru
c. Menurunnya diuresis
Dalam menangani edema paru, pemasangan CVP (Central Venous Pressure) tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari “pulmonary capillary wedge pressure”.
10. Janin
Preeclampsia dan eclampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin, yang
disebabkan :
a. menurunnya perfusi utero plasenta (karena hipovolemia, vasospasme dan kerusakan
sel endothel pembuluh darah plasenta).
b. iatrogenik prematuritas
Dampak preeclampsia dan eclampsia pada janin adalah
a. Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohydramnios
b. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat :
- Intrauterine growth restriction
- Oligohydramnios
- Prematuritas
- Solutio placenta
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 17
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
VI. ASPEK KLINIK
A. PREECLAMPSIA
1. Gambaran Klinik.
a. Preeclampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat tejadi ante, intra
dan post partum. Dari gejala-gejala klinik preeclampsia dapat dibagi menjadi:
1) Preeclampsia ringan
2) Preeclampsia berat.
b. Pembagian preeclampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua
penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan
preeclampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.
c. Gambaran klinik preeclampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang
sukar untuk menentukan gejala preeclampsia mana yang timbul lebih dahulu.
d Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeclampsia ialah : edema,
hipertensi dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam
urutan diatas, dapat dianggap bukan preeclampsia.
Dari semua gejala-gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan
gejala yang paling penting, namun sayangnya penderita seringkali tidak merasakan
perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,
gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
2. Pencegahan
Untuk dapat mencegah suatu penyakit harus diketahui etiologi, pathogenesis dan faktor-
faktor resikonya.
Mengingat etiologi preeclampsia belum diketahui, maka metode untuk memprediksi
terjadinya preeclampsia juga masih rendah kepekaannya.
Beberapa fakta dibawah ini dapat menggambarkan cara-cara pencegahan preeclampsia:
a. Istirahat tirah baring
Istirahat tirah baring pada wanita hamil tidak mencegah preeclampsia ringan. Namun
istirahat baring dapat mencegah preeclampsia ringan menjadi preeclampsia berat.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 18
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
b. Diet rendah garam dan pemberian diuretik
Restriksi garam pada kehamilan tidak mencegah terjadinya preeclampsia.
Pemberian diuretik juga tidak dapat mencegah terjadinya preeclampsia, sekedar
menghilangkan udema dan penurunan tekanan darah.
c. Suplementasi Magnesium
Defisiensi magnesium pada diet oleh beberapa peneliti mempunyai asosiasi terhadap
pathogenesis preeclampsia, pertumbuhan janin terlambat dan persalinan preterm.
Namun demikian peranan magnesium dalam pencegahan terjadinya preeclampsia
masih kontroversi.
d. Defisiensi Zinc
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa defisiensi zinc mempunyai hubungan
dengan pathogenesis preeclampsia. Hal ini terbukti bahwa pada preeclampsia kadar
zinc dalam plasma, leukosit, dan plasenta menurun. Penelitian pemberian zinc pada
masyarakat Meksiko-Amerika ternyata terjadi penurunan resiko preeclampsia. Tetapi
penelitan pemberian zinc pada wanita hamil di Inggris ternyata tidak memberikan
efek penurunan insidens preeclampsia.
e. Suplementasi Minyak Ikan
Telah dilakukan penelitian pemberian minyak ikan pada wanita hamil yang secara
teoritis dapat memungkinkan terjadinya insidens preeclampsia. Minyak ikan ini
mengandung asam lemak tidak jenuh yang berpengaruh terhadap metabolisme
prostaglandin sehingga tidak terbentuk thromboxane A2, tetapi terbentuk
thromboxane A3 yang merupakan vasokonstriktor lemah.
f. Suplementasi Kalsium
Pada preeclampsia terjadi penurunan eskrisi kalsium dalam urine. Namun terjadi hal
yang sebaliknya bila terjadi defisiensi kalsium maka resiko terjadinya preeclampsia
lebih besar. Dosis kalsium diberikan bervariasi dari 375 mg, 1500 mg atau 2000 mg.
Masih diperlukan penelitian besar.
g. Pemberian Aspirin Dosis Rendah
Beberapa peneliti telah melaporakan bahwa pemberian anti thrombotik berupa
Aspirin dosis rendah, dapat menurunkan insidens preeclampsia dan pertumbuhan
janin terlambat. Dosis yang diberikan berkisar antara 50 mg – 150 mg/hari. Hasil
penelitian dari beberapa center menggambarkan hasil yang kontroversi. Penelitian uji
klinik terbesar yang dikerjakan oleh The Collaborative Low-Dose Aspirin Study in
Pregnancy (CLAPS-1994), melibatkan 9364 wanita hamil dari beberapa negara,
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 19
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
dengan dosis Aspirin 60 mg/hari dibandingkan dengan placebo, secara acak, tersamar
ganda. Hasil uji klinik ini membuktikan tidak ada perbedaan bahwa antara pemberian
aspirin dan pemberian placebo setelah terjadinya preeclampsia, pertumbuhan janin
terhambat dan penyulit ibu yang lain (misal: solusio plasenta).
h. Pemberian Antioksidant
Vitamin C, vitamin E, β-carotine, CoQ10 , N-Acetylcysteine
B. PREECLAMPSIA RINGAN
1. Diagnosis.
Diagnosis preeclampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuri dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Hipertensi : sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan
kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria
preeclampsia
Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstick
Edema : edema local tidak dimasukkan dalam kriteria preeclampsia, kecuali edema pada
lengan, muka dan perut,edema generalisata
2. Manajemen umum preeclampsia ringan
a. Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penykit, maka selalu dipertanyakan,
bagaimana :
1) sikap terhadap penykitnya, berarti pemberian obat2an, atau terapi medicinal
2) sikap terhadap kehamilannya; berarti mau diapakan kehamilan ini
a) apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm ?
Disebut perawatan kehamilan “konservativ” atau “ekspektativ “
b) apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi) ?
Disebut perawatan kehamilan “aktiv” atau “aggressive “
3. Tujuan utama perawatan preeclampsia ialah :
a. Mencegah kejang
b. Mencegah pendarahan intra cranial
c. Mencegah gangguan fungsi organ vital
d. Melahirkan bayi sehat
4. Rawat Jalan (Ambulatoir)
a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)tidak harus absolute tirah baring.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 20
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Tirah baring dengan posisi miring
Tirah dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. cava inferior, sehingga
meningkatkan aliran darah balik. Berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal, akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis
Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, dan menurunkan reaktifitas
kardiovaskuler.
Selain itu tirah baring, meningkatkan pula aliran darah rahim, sehingga mengurangi vasospasme
dan memperbaiki kondisi janin “intra uterine”, ini berarti pula menurunkan kematian perinatal. Lihat
gambar dibawah ini. (Lihat skema 2)
b. Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam secukupnya
c. Robarantia
d. Tidak diberikan obat-obat: diuretic, antihipertensi, sedative
e. Kunjungan ulang tiap 1 minggu
f. Pemeriksaan laboratorium:
- Hb, hematokrit - Fungsi hati
- Urine lengkap - Fungsi ginjal
- Asam urat darah
- Thrombosit
5. Dirawat di rumah sakit (rawat inap)
a. Kriteria preeclampsia ringan untuk dirawat di rumah sakit:
1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan, tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala2 preeclampsia.
2) Selama 2 minggu hipertensi menetap
3) Selama 2 minggu proteinuria menetap
4) Kenaikan berat badan ibu: 1 kg/minggu, selama dua kali berturut-turut,
(2 minggu).
5) Timbul salah satu atau lebih gejala / tanda-tanda preeclampsia berat.
6) Pertumbuhan janin terhambat
b. Evaluasi selama di rumah sakit:
Ibu :
1) Pemeriksaan fisik :
a) Pengukuran desakan darah setiap 4 jam, kecuali ibu tidur
b) Observasi adanya edema pada perut dan muka
c) Observasi adanya gejala2 impending eclampsia :
- nyeri kepala daerah osipital dan frontal
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 21
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
- gangguan visus
- nyeri epigastrium atau abdomen quadrant kanan atas
2) Pemeriksaan laboratorik
a) Pemeriksaan proteinuria dgn dipstick pada waktu masuk dan tiap 2 hari
b) Pemeriksaan hematocrit dan thrombocyte setiap 2 minggu
c) Pemeriksaan fungsi hepar tiap 2 minggu
d) Pemeriksaan creatinine serum, asam urat dan BUN
e) Pengukuran urine produksi tiap 3 jam
3) Pemeriksaan kesejahteraan janin
a) Perhitungan gerakan janin
b) Nonstress test 2 kali seminggu
c) Pemeriksaan USG dan Doppler
4) Konsultasi dengan bagian : mata, jantung ,dll
6. Perawatan obstetric: Sikap terhadap kehmilannya.
a. Pada kehamilan Preterm ( <37 minggu )
Bila desakan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya
ditunggu sampai aterm
b. Pada kehamilan Aterm ( 37 minggu )
Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan pada “Taksiran Tanggal Persalinan”.
c. Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
atau Partograf WHO
d. Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 22
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Skema 3 : Manfaat tirah baring posisi miring.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 23
Tirah baring posisi miring
Hilangnya tekanan uterus pada aorta dan vena cava
Aliran darah balik ---> Cardiac output
Aliran darah utero
placenta Norepinephrine Aliran darah
Ginjal GFR Diuresis
Vasospasme
PERBAIKAN JANIN
Reaktivitas
vaskuler
Pengeluaran
garam
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
C. PREECLAMPSIA BERAT
1. Diagnosis preeclampsia berat :
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria Preeclampsia berat sebagaimana tercantum
dibawah ini :
Preeclampsia digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut :
a. Desakan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan desakan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Desakan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria lebih 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam.
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e. Gangguan visus dan cerebal.: penurunan kesadaran, nyeri kepala, scotoma dan
pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
g. Edema paru-paru dan cyanosis.
h. Thrombocytopenia berat.
i. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)
j. Pertumbuhan janin : intra uterine yang terhambat.
k. Sindrome Hellp
2. Pembagian preeclampsia berat :
Preeclampsia berat dibagi menjadi :
a. Preeclampsia berat tanpa impending eclampsia
b. Preeclampsia berat dengan impending eclampsia
Impending Eclampsia :
Bila Preeclampsia berat disertai gejala-gejala dibawah ini ,yang merupakan gejala2
subjektiv:
- Nyeri kepala hebat
- Gangguan visus
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 24
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
- Muntah-muntah
- Nyeri epigastrium
- Kenaikan progresif dari desakan darah
3. Perawatan dan Pengobatan Preeclampsia Berat
Pengelolaan preeclampsia dan eclampsia mencakup :
a. pencegahan kejang
b. pengobatan hipertensi
c. pengelolaan cairan
d. pelayanan suportiv terhadap penyulit organ yang yang terlibat.
e. saat yang tepat untuk persalinan
Pada perawatan preeclampsia berat sama halnya dengan perawatan preeclampsia ringan,
maka dibagi menjadi dua unsur :
a. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat2 atau terapi medisinalis.
b. Sikap terhadap kehamilannya dapat :
1) Konservatip : ekspektatip : sambil memberi pengobatan kehamilan
ditunggu sampai se-aterm
2) Aktip : agresive manajemen, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap
saat
Ad.a. Sikap terhadap penyakitnya :p engobatan Medicinal
1. Segera masuk rumah sakit untuk rawat inap.
2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3. Pengelolaan cairan
a. Pengelolaan cairan pada penderita preeclampsia dan eclampsia sangat penting,
karena penderita preeclampsia dan eclampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria.
Terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, namun faktor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah :
- hipovolemia
- vasospasme
- kerusakan sel endothel
- penurunan gradient tekanan onkotik koloid / pulmonary capillary
wedge pressure.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 25
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
b. Oleh karena itu monitoring : input cairan (melalui oral maupun infuse ) dan
output cairan (melalui urine) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang keluar melalui urine.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru segera dilakukan tindakan koreksi.
c. Pemberian cairan :
Cairan intravena :
1) Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dectrose atau cairan garam faali
jumlah tetesan : < 125 cc/jam
2) Atau Infuse Dextrose 5%. Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse
Ringer lactate (60-125 cc/jam) 500 cc.
3) Dipasang Foley Catheter : untuk mengukur output urine
d. Oliguria terjadi bila produksi urine < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500
cc/24 jam.
4. Antasida : untuk menetraliser asam lambung,bila mendadak kejang ,dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.
5. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6. Pemberian obat anti kejang :
Obat anti kejang adalah :
a. Golongan MgSO4
b. Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang :
1) Diasepam (Lean, 1967).
2) Phenytoin ( Ryan, 1989 )
Diphenyhydantion obat anti kejang untuk epilepsy telah banyak dicoba
pada penderita eclampsia.
Beberapa peneliti telah memakai bermacam - macam regimen. Phenytoin
sodium mempunyai stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan
efek anti kejang terjadi 3 menit setelah injeksi intra vena. Phenytoin sodium
diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intra vena 50
mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulphate. Pengalaman
pemakaian Phenytoin dibeberapa senter di dunia masih sedikit.
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah
Magnesium sulfat. ( Pritchard 1955, Sibai 1984 ) (:MgSO4.7H2O)
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 26
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar acetylcholine
pada rangsangan serat syaraf dengan menghambat transmisi neuromuskuler.
Tranmisi neorumuskuler membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
magensium sulfat, maka magnesiumakan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (Terjadi kompetitiv inhibition antara kalsium dan
magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja
magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk anti kejang pada preeclampsia atau eclampsia.
Keuntungan pemberian MgSO4 per injeksi ialah :
1. Penderita tetap sadar, berbeda dengan pemberian barbiturates, obat
penenang dan narkotika, sehingga kecil kemungkinan terjadi gangguan
pernafasan dan aspirasi asam lambung.
2. MgSO4 tidak menimbulkan akibat buruk bagi janin.
3. Pengobatan MgSO4 mudah pemberiannya dan bila terjadi keracunan
mudah diatasi.
4. MgSO4 menambah aliran darah ke rahim dan menambah konsumsi
oksigen ke dalam otak.
Pemakaian Diazepine (Valium) sebagai obat anti kejang ternyata mulai
ditinggalkan, sebab :
1. Dizepine menurunkan kesadaran penderita, sehingga kedalaman
gangguan kesadaran sukar dinilai dan kemungkinan timbulnya gangguan
pernafasan serta aspirasi asam lambung lebih besar.
2. Untuk berkhasiat sebagai obat anti kejang dibutuhkan dosis yang lebih
tinggi.
3. Diazepine melewati placenta dan berada dalam janin relatif lama,
sehingga janin yang baru lahir sering mengalami hypotonia dan depresi.
4. Harga diazepine relatif mahal.
Cara pemberian :
Magnesium sulfat. (Pritchard 1955, Sibai 1984)
a. “Loading dose” :
4 gram MgSO4 : intravena, (20% dalam 20 cc) selama 1 gram/menit
(ke-emasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4).
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 27
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
4 atau 5 gram di bokong kiri dan 4-5 gram di bokong kanan. (40 %
dalam 10 cc atau 40 % dalam 12,5 cc).
b. “Maintenance dose” :
Diberikan 4 atau 5 gram i.m., 40% setelah 6 jam pemberian loading
dose. Selanjutnya “maintenance dose” diberikan 4 gram i.m. tiap 6 jam.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas 10% = 1
gr. (10% dalam 10 cc) diberikan I,V, 3 menit.
2. Refleks patella (+) kuat.
3. Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda2 distress
nafas.
4. Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5
cc/kg.bb./jam)
d. Sulfas magnesikus dihentikan bila:
1. Ada tanda-tanda intoxikasi
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
e. Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
1. Dosis tearpeutik 4 -7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
2. Hilangnya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
3. Terhentinya pernafasan 15 mEq /liter 18 mg/dl
4. Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl
7. Diuretikum tidak diberikan ; kecuali bila ada :
a.edema paru-paru
b. payah jantung kongestip
c.anasarka
Diuretikum yang dipakai ialah Furosemida
Pemberian diuretikum memberi kerugian :
a. memperberat hipovolemia
b. memperburuk perfusi utero-plasenta
c. meningkatkan hemokonsentrasi
d. menimbulkan dehidrasi pada janin, penurunan berat janin.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 28
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
8. Anti hipertensi diberikan bila :
a. Desakan sistolik ≥ 180 mmHg
b. Desakan diastolic ≥ 110 mmHg
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah :
1. NIFEDIPINE
Dosis awal : 10 -20 mg, ulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum
120 mg per 24 jam
Nifedipine tidak boleh diberikan sub lingual, karena efek vasodilatasi
sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah :
1. Hydralalazine (Apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada)
Vasodilatator langsung pada arteriole. Terjadi refleks tachycardia,
peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi utero-
plasenta.
2. Labetolol injeksi, suatu α1 bloker, non selektiv β bloker
3. Obat-obat anti hipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di
Indonesia ialah Clonidine. (Catapres). 1 ampul mengandung 0,15
mg/cc.
Clonidine 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garamfaall atau
larutan air untuk suntikan.
9. Edema paru
Pada preeclampsia berat dapat terjadi akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel
kiri akibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel
endothel pembuluh darah kapiler paru).
Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oliguria.
Perawatan edema paru harap lihat di pedoman terapi di kamar bersalin RSU
Dr Soetomo.
10. Lain-lain
a.Obat-obat antipyretika
Diberikan bila suhu rectal diatas 38.5O C
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 29
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
b. Antibiotika : diberikan atas indikasi
c.Anti nyeri
Bila penderita kesakitan/gelisah; karena konstraksi rahim dapat diberikan
pethidin HCL 50–75 mg. Sekali saja (selambat2nya 2 jam sebelum janin
lahir).
11. Glucorticoid
Pemberian glucocorticoid untuk pematangan paru janin, tidak merugikan ibu.
Glucocorticoid diberikan pada kehamilan 32-34 minggu,selama 2 kali 24 jam.
Ad.b. Sikap terhadap kehamilannya
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat
selama perawatan; maka perawatan dibagi menjadi :
1. Aktip (aggressive management) berarti : kehamilan segera diakhiri / diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal.
2. Konservatip (ekspektativ) berarti : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
memberi pengobatan medicinal.
1. Perawatan Aktip (aggressive) : sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.
a. Indikasi
Indikasi perawatan aktip, ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
1) Ibu :
a) Umur kehamilan 37 minggu.
b) Adanya tanda2 /gejala2 Impending Eclampsia
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatip, yaitu : keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
2) Janin :
a) Adanya tanda-tanda fetal distress
b) Adanya tanda-tanda IUGR ( Intra uterine growth restriction}
3) Laboratorik
a) Adanya “the HELLP syndrome”.
b. Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan)
1) Belum inpartu :
a) Induksi persalinan *(biasanay dengan kxytocin drip), atau:
b) Sectio Caesarea, bila :
- syarat induksi tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi oxytocin drip
- atau oxytocin drip gagal
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 30
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
2. Sudah Inpartu :
Kala I : Diikuti sesuai dengan grafik Friedman, dan manajemennya bila terjadi
kelainan2 grafik Friedman, atau dengan partograf WHO
Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan (Ibu tidak boleh mengejan.)
2. Perawatan Konservatip
a. Indikasi : bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan Medicinal : Sama dengan perawatan medicinal pada pengelolaan secara
aktip. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja.
c. Perawatan Obstetrik konservatip:
1) Selama perawatan konservatip; observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktip hanya disini tidak ada terminasi.
2) Sulfas Magnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
3) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, maka keadaan ini
dianggap sebagai kegagalan pengobatan medicinal dan harus diterminasi.
d. Penderita boleh dipulangkan bila :
1) Penderita kembali ke gejala2 /tanda2 Preeclampsia ringan; tetap dirawat selama
3 hari
2) Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeclampsia ringan; penderita
dapat di pulangkan sebagai preeclampsia ringan.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 31
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Skema 4 : preeclampsia berat
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 32
Preeclampsia Berat
Terapi Medicinal
Terapi Obstetrik
KonservatifKehamilan dipertehankan
AktifKehamilan diakhiri
1. Umur kehamilan < 37 minggu tanpa inpending eclampsia
2. Janin baik
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu dengan inpending eclampsia
2. Umur < 37 minggu dengan inpending eclampsia
3. Janin : fetal distress, IUGR4. Sindroma HELLP
Belum Inpartu1. Induksi 2. SC
Sudah Inpartu1. Grafik
Friedman2. kala II
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Tabel I : Garis besar ......................
Tabel I : Garis besar perawatan / pengobatan Preeclampsia/ Eclampsia
Pengobatan Kegunaan
1. Masuk rumah sakit evaluasi(Ambulatoir) observasi dan pengobatan
2. Tirah baring posisi miring diuretikum fisiologik2 X 2 jam sehari menurunkan desakan darah
meningkatkan aliran darah rahimmenurunkan kematian bayi
3. Anti kejang (MgSO4) hanya untuk mencegah kejang
4. Anti hipertensi menghilangkan vasospasme nifedipin perifer clonidine
5. Diuretikum hanya untuk mengatasi edema
paru2, payah jantung dan anasarka
6. Infus Dextrose / Ringer lactate menambah kalori, mencegahkatose dan melindungi fungsi hepar
7. Antasida menetralisir asam lambung bila terjadiaspirasi asam lambung pd waktu kejang
8. Pengobatan suportif menunjang pengobatan utama koreksi asidosis digitalisasi heparinisasi pemakaian respirator, dll
PR : Preeclampsia ringanPB : Preeclampsia berat
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 33
PR
PB
E
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
D. ECLAMPSIA
1. Gambaran Klinik
a. Eclampsia merupakan kasus akut, pada penderita preeclampsia, yang disertai
dengan kejang dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eclampsia dapat
timbul pada ante, intra dan post partum. Eclampsia post partum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
b. Pada penderita preeclampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala2 atau
tanda2 yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya
kejang. Preeclampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai
“impending eclampsia” atau “imminent eclampsia” Lihat tabel III.
Tabel II : Tanda/ Gejala-gejala prodoma kejang (impending eclampsia)
Tanda –tanda / gejala Penyebab
Nyeri kepala hebat edema cerebriGangguan visus edema cerebriMuntah-muntah edema cerebriNyeri epigastrium teregangnya capsule hepar
atau perdarahan subcapsuler
c. Eclampsia selalu didahului oleh preeclampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan
dengan predisposisi preeclampsia perlu ketat dilakukan, agar dapat dikenal sedini
mungkin gejala-gejala prodoma eclampsia. Sering dijumpai wanita hamil yang
tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eclampsia, karena tidak terdeteksi
adanya preeclampsia sebelumnya.
d. Kejang-kejang dimulai dengan “ kejang tonik”. Tanda-tanda kejang tonik ialah
dengan dimulainya gerakan kejang berupa “twitching” dari otot-otot muka
khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul konstraksi otot-otot
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 34
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini
wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan flexi,
tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada
saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15 – 30 detik.
e. Kejang tonik ini segera disusul dengan “kejang klonik” Kejang klonik dimulai
dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai
pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan
konstraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat
kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat
tidur. Sering kali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan
tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai
bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena konggesti dan pada
konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfikser, sehingga pernafasan tertahan,
kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur
kejang melemah, dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur kontraksi
melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh kedalam koma. Pada waktu
timbul kejang, desakan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan
meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami
inkontinesia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi
bahan muntah.
f. Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi, dan bila tidak
segera diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang
berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat
mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hypercardia, atau hypoxia. Pada
beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan cyanosis.
g. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan
sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa
cara. Di rumah sakit Dr. Soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai
derajat kedalaman koma tersebut “Glasgow Coma Scale”. Di Inggris untuk
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 35
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
mengevaluasi coma pada eclampsia ditambah penilaian kejang, dan disebut
“Glasgow-Pittssburg coma scoring system”. Lihat tebel V berikut ini.
2. Perawatan Eclampsia
Perawatan eclampsia sebagai suatu penyakit.
a. Pada hakekatnya pengobatan yang sangat penting dalam perawatan penderita
eclampsia ialah pengobatan medical dan perawatan suportif.
Garis besar perawatan dan pengobatan eclampsia dapat dilihat dalam tabel II.
Tujuan utama dari pengobatan medical eclampsia ialah
1) mencegah dan menghentikan kejang.
2) mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya ; hipertensi krisis
3) mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin
4) sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang
tepat.
Pengobatan medicinal
Obat anti kejang
Obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama ialah Sulfas magnesikus. Bila
dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, maka dapat dipakai obat jenis lain,
misalnya : Thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternative pilihan, namun
mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, maka pemberian Diazepam hanya
dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya
selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-
obat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas
indikasi.
MgSO4 :
a) Loading dose: 4-5 gr; 20% - MgSO4 dlm larutan 20cc- 25cc intravena selama 4-
5 menit
- Disusul 8- 10 gram i.m. 40% MgSO4 dalam larutan @ 10 cc -12,50 cc,
diberikan pada bokong kiri dan kanan @ 4 – 5 gram. i.m.
b) Maintenance dose :
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 36
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
- tiap 6 jam diberikan lagi 4 – 5 gram i.m. MgSO4. 40 % 10 cc.
c) Monitoring tanda2 keracunan MgSO4
b. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ penting,
misalnya: tindakan2 untuk memperbaiki acidosis, mempertahankan ventilasi paru-
paru, mengatur- desakan darah, mencegah decompensasi cordis dan sebagainya.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, maka “nursing care” sangat
penting misalnya : meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi,
mencegah aspirasi, mengatur infuse penderita lain-lain
c. Perawatan pada waktu kejang .
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
1) Dirawat di kamar isolasi cukup terang : agar bila terjadi cyanosis segera dapat
diketahui.
2) Letakkan penderita ditempat tidur yang lebar
3) Masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas
sudap lidah yang sedang tergigit, karena dapat mematahkan gigi.
4) Kepala direndahkan : daerah oropharynx dihisap
5) Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstrimitas penderita yang kejang tidak
terlalu kuat menghentak-hentak benda keras disekitarnya.
6) Fixasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fracktur
7) Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
d. Perawatan koma
1) Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan
diri terhadap : - suhu yang ekstrem
- posisi tubuh yang menimbulkan nyeri
- aspirasi : hilangnya refleks muntah
2) Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya jalan
nafas atas.
Setiap penderita eclampsia yang jatuh dalam koma, harus dianggap bahwa
jalan nafas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.
3) Oleh karena itu tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak
sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan nafas atas tetap terbuka.
Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 37
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
atas, ialah dengan maneuver “head tilt-neck lift” atau “head tilt-chain lift”
yang kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway.
4) Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah, bahwa penderita koma, akan
kehilangan refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan
lambung adalah sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap
sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda-benda yang ada dalam
rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir, maupun sisa makanan harus
segera dihisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk
drainage lendir.
5) Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai : “Glasgow –– Coma
Scale”. (lihat lampiran)
6) Pada perawatan koma; perlu diperhatikan pencegahan decubitus dan makanan
penderita.
7) Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; cukup diberikan dalam
bentuk NGT (Naso Gastric Tube)
3. Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan.
a. Sikap dasar : semua kehamilan dengan eclampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin.
b. Bilamana diakhiri :
- Sikap dasar : kehamilan diakhiri bila sudah terjadi “stabilisasi” (pemulihan)
hemodynamika dan metabolisme ibu.
c. Cara terminasi kehamilan
(lihat cara terminasi kehamilan pada preeclampsia berat hal. 40)
d. Perawatan pasca persalinan.
1. Bila persalinan terjadi pervaginam monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
2. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.
4. Prognose :
Prognose eclampsia ditentukan oleh kriteria Eden.
Tabel III : Kriteria Eden untuk menentukan prognose Eclampsia (tahun 1922)
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 38
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
1. Koma yang lama2. Nadi di atas 120 per menit3. Suhu di atas 1030
4. Desakan darah sistolik di atas 200 mmHg5. Kejang lebih dari 10 X6. Proteinuria lebih 10 gr/liter7. Tidak ada edema
Bila didapatkan satu atau lebih dari gejala tersebut, prognose ibu buruk.
Tabel IV : Glasgow – Pittsburgh Coma Scoring SystemGlasgow coma scale : hanya A + B + CUntuk penilaian coma pada eclampsia ditambahkan D + E + F + G, Sehingga disebut Glasgow-Pittsburgh Coma Scake
Encircle one each response category (A) ------------(C)
(A) EYE OPENING
Spontaneous = 4To speech = 3To pain = 2None = 1
(B) BEST MOTOR RESPONSE(extremities of best side)
Obeys = 6Localizes = 5Withdraws = 4Abnormal flexion = 3 Extends = 2None = 1
(C) BEST VERBAL RESPONSE
Oriented = 5Confused conversation = 4Inappropriate words = 3Incomprehensible sounds = 2None = 1
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognose yang baik, karena hal ini merupakan gejala
pertama penyembuhan.
Desakan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 39
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Eclampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin pada beberapa
golongan yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognose janin pada penderita eclampsia
juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intra uterine atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.
VII. HELLP SYNDROME
1. Pengertian :
Singkatan HELLP pertama kali diperkenalkan oleh Weinstein, tahun 1982, yang
menjelaskan, bahwa Sindroma HELLP, ialah preeclampsia-eclampsia yang mengalami :
H : hemolisis,
EL : elevated liver enzyme : tanda adanya disfungsi hepar
LP : low patelet count : thrombositopenia
Insidensi Sindroma HELLP : 2-12 % dari kasus preeclampsia-eclampsia.
2. Diagnosis :
Diagnosis sindroma HELLP, ditegakkan berdasar pemeriksaan laboratorium, yaitu :
a. hemolisis
1) adanya “anemia hemolitik mikroangiopatik”, yang menimbulkan kerusakan sel
erythrocyte. Dapat dilihat pada hapusan darah tepi, yang menggambarkan kerusakan
erythrocyte.
2) Bilirubin total ≥ 1,2 mg/dL
3) Lactate dehydrogenase > 600 IU/L
b. adanya disfungsi hepar : ditentukan dengan adanya peningkatan
AST : aspartate transaminase : ≥ 70 IU/L
ALT : alalanine trasaminase ≥ 70 IU/L
LDH : lactic dehydrogenase > 600IU/L
c. thrombositopenia:
Thrombositopenia : merupakan tanda paling awal dari gangguan koagulasi pada
sindroma HELLP. Thrombosit < 100.000/cc
3. Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Missippi:
Berdasar kadar thrombosit darah, maka sindromA HELLP diklasifikasi, menjadi :
Klas 1 : thrombositopenia : ≤ 50.000/cc
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 40
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
LDH ≥600 IU/L
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/L
Klas 2 : > 50.000 ≤ 100.000/cc
LDH ≥600 IU/L
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/L
Klas 3 : > 100.000 ≤ 150.000/cc
LDH ≥600 IU/L
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/L
4. Gambaran Klinis
a. Gambaran klinis sindroma Hellp sangat bervariasi, dan banyak penyakit yang mirip
dengan gerjala2 dan tanda2 sindroma Hellp.
1) Maleisie, lemah badan, nyeri epigastrium, mual muntah, nyeri kepala (Viral-like
Syndrome)
2) Adanya tanda2 dan gejala preeclampsia
b. Diagnose banding:
1) Mikroangiopati trombotic :
- trombotic microangiopathies
- hemolytic uremic syndrome
- sepsis
2) Gangguan konsumtif fibrinogen :
- acute fatty liver
- syok/ perdarahan berat
3) Gangguan jaringan ikat
- SLE: Systemic Lupus Erithematosis
5. Kematian ibu dan janin
a. Kematian ibu bersalin pada Sindroma Hellp cukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian
dapat berupa :
- kegagalan kardiopulmuner
- gangguan pembekuan darah
- perdarahan otak
- rupture hepar
- kegagalan organ multiple
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 41
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
b. Kematian perinatal pada Sindoma Hellp cukup tinggi, terutama disebabkan oleh
persalinan preterm
6. Pengobatan
a. Diagnose dini adalah sangat penting, mengingat banyaknya penyakit yang mirip dengan
Sindroma Hellp.
b. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara2 perawatan dan
pengobatan pada preeclampsia dan eclampsia
c. Pemberian cairan intravena harus sangat hati2 karena sudah terjadi vasospasme dan
kerusakan sel endothel. Cairan yang diberikan adalah RD 5 %, bergantian RL 5 %
dengan kecepatan 100 cc/jam dengan produksi urine dipertahankan sekurang2nya
20 cc/jam.
d. Bila hendak dilakukan Sectio Caesarea dan bila trombosit < 50.000 /cc, maka perlu diberi
tranfusi trombosit. Bila trombosit < 40.000 /cc, dan akan dilakukan sectio caesarea maka
perlu diberi tranfusi darah segar.
e. Dapat pula diberikan “plasma exchange” dengan “fresh frozen plasma” dengan tujuan
menghilangkan sisa2 hemolisis mikroangiopathi
f. Pemberian “double strength dexamethasone” diberikan 10 mg.iv. tiap 12 jam segera
setelah diagnose sindroma Hellp ditegakkan
Kegunaan pemberian double strength dexamethasone ialah :
1. Untuk kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin
2. Untuk sindroma Hellp sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala
klinis dan laboratoris
g. Pada sindroma Hellp postpartum diberikan dexamethasone 10 mg.iv. setiap 12 jam
disusul pemberian 5 mg dexamethasone 2X selang 12 jam.(Tappering off)
h. Perbaikan gejala klinik setelah pemberian dexamethasone dapat diketahui dengan :
1. meningkatnya produksi urine
2. meningkatnya thrombosit
3. menurunnya desakan darah
4. menurunnya kadar LDH, dan AST
i. Bila terjadi rupture hepar sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi
7. Sikap terhadap kehamilan
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma Hellp, tanpa memandang umur kehamilan segera
diakhiri. Persalinan dapat dilakukan perabdominam atau pervaginam. Perlu diperhatikan
adanya gangguan pembekuan darah bila hendak melakukan anestesi regional (spinal).
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 42
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
VIII. HIPERTENSI KRONIK
1. Definisi ;
Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah : ialah hipertensi yang didapatkan sebelum
timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan, maka
hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan desakan darah sistolik 140 mmHg, atau
desakan darah diastolik 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu.
Tabel V : Klasifikasi desakan darah orang dewasa lebih 18 thn (JNC7)
Kategori Desakan sistolik Diastolik
Normal
Prehypertension
Stage 1 hypertension
Stage 2 hypertension
< 120
120 - 139
140 - 159
≥ 160
< 80
80 – 89
90 - 99
≥ 110
2. Diagnosis hipertensi kronik pada kehamilan:
1. Bila : a. hipertensi telah timbul sebelum kehamilan.
b. atau timbul hipertensi < 20 minggu umur kehamilan.
2. Ciri-ciri hipertensi kronik
a. umur ibu relative tua diatas 35 tahun
b. desakan darah sangat tinggi
c. umumnya multipara
d. umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal dan diabetes mellitus
e. obesitas
3. Dampak hipertensi kronik pada kehamilan
a. Efek pada ibu
1) Bila wanita hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya, dan hipertensi dapat
terkendali, maka hipertensi kronik tidak berpengaruh buruk pada kehamilan,
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 43
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
meski tetap mempunyai risiko terjadi : solutio placenta, maupun superimposed
preeclampsia.
2) Hipertensi kronik yang diperberat oleh kehamilan, akan memberi tanda2 sbb: :
a. kenaikan mendadak desakan darah, yang akhirnya disusul proeteinuria.
b. desakan darah sistolik > 200mmHG diastolic > 130, dengan akibat : segera
terjadi: oliguria dan gangguuan ginjal.
3) Penyulit hipertensi kronik pada kehamilan:
a. solutio placenta : risiko terjadinya solutio plasenta 2-3 kali pad hipertensi
kronik.
b. superimposed preeclampsia
4. Dampak pada janin
a. Fetal growth restriction (Intra uterine growth restriction : IUGR)
1) Insidens fetal growth restriction, berbanding langsung dengan derajat hipertensi .
2) Fetal growth restriction disebabkan menurunnya perfusi uteroplacenta, sehingga
menimbulkan insufisiensi placenta. Akibatnya janin tidak dapat berkembang
dengan baik.
b. Risiko peningkatan preterm birth.
5. Pengelolaan pada kehamilan :
a. Tujuan pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilan adalah : meminimalkan atau
mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin.
Secara umum ini berarti : mencegah terjadi hipertensi yang ringan menjadi lebih berat.
(pregnancy aggravated hypertension)
b. Dicapai dengan cara :
a. farmakologik
b. perubahan pola hidup; diet, merokok, alcohol, dan lain substanse abuse.
c. Terapi hipertensi kronik berat, hanya mempertimbangkan keselematan ibu, tanpa
memandang status kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya ; CVA, infark
miokard, disfungsi jantung dan ginjal.
d. Anti hipertensi diberikan, bila :
a. desakan sistolik ≥ 160mHg, desakan diastolic . ≥ 90 mmHg
b. terjadi end organ dysfunction,
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 44
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
6. Obat anti hipertensi
Jenis anti hiperptensi yang dipakai
a. α-Methyldopa:
Suatu α2 –reseptor agonist .
Dosis awal 500mg 3X perhari, maksimal 3 gram perhari
b. Calcium –channel -blockers
Nifedipin : dosis bervariasi anatara 30 mg – 90 mg hari.
c. Diuretik thiazide
Tidak diberikan, karena akan menggangu volume plasma .sehingga menganggu aliran
darah utero-plasenta.
7. Evaluasi janin :
Untuk mengetahui : apakah terjadi insufiseinsi plasenta akut atau kronik.
a. Nonstress Test : dimulai sejak umur kehamilan 32 minggu
b. Ultrasonografi ; dikerjakan bila curiga terjadinya fetal growth restriction atau terjadi
superimposed preeclampsia.
8. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
a. Diagnosis superimposed sulit, apalagi hipertensi kronik disertai kelainan ginjal dengan
proteinuria.
b. Tanda2 superimposed preeclampsia pada hipertensi kronik, adalah:
1) Proteinuria, gejala2 neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus, edema
patologik yang menyeluruh (anasrka), oliguria, edema paru.
2) Kelainan laboratorium: berupa kenaikan serum kreatinin, thrombocytoopnia,
kenaikan transaminase serum hepar.
9. Persalinan pada kehamilan dengan hipertensi kronik
a. Sikap terhadap persalinan ditentukan oleh : derajat desakan darah, dan perjalanan
klinis.
b. Bila pada hipertensi kronik : didapatkan desakan darah yang terkontrol, perjalanan
kehamilan normal, pertumbuhan janin normal, dan jumlah volume amnion normal,
maka dapat diteruskan sampai aterm. (Parkland Memorial Hospital, Dallas).
c. Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk, maka segera diterminasi
dengan induksi persalinan, tanpa memandang umur kehamilan
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 45
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
d. Secara umum persalianan diarahkan pervagina. Termasuk; hipertensi dengan
superimposed preeclampsia, dan hipertensi kronik yang tambah berat.
10. Perawataan pospartum
a. Perawatan postpartum sama seperti preeclampsia.
b. Edema cerebri, edema paru, gangguan ginjal, dapat terjadi 24 - 36jam post partum
c. Setelah persalinan : 6 jam pertama resistensi perifer meningkat,
d. Akibatnya : terjadi peningkatan kerja ventrikel kiri (left ventricular work load).
Bersamaan dengan itu akumulasi dari cairan interstitial masuk kedalam intravaskuler.
Perlu terapi lebih cepat dengan atau tanpa diuretic.
e. Banyak wanita dengan hipertensi kronik dan superimposed preeclampsia, mengalami
penciutan volume darah. (hipovolemia)
f. Bila terjadi perdarahan post partum, sangat berbahaya bila diberi cairan kristaloid,
maupun kolloid, karena telah lumen pembuluh darah telah mengalami vasokonstriksi.
Terapi terbaik bila terjadi perdarahan, ialah pemberian transfuse darah.
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 46
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
KEPUSTAKAAN
1. William Obstetrics 21st Edition, F.G.Cunningham, et al, Mc Graw Hill Medical Publishing Division, 2001.
2. Manual of Obstetrics 6th Edition, Lippincott Williams and Wilkins, 2000.
3. Mgann,E.F.;”Twelve steps to optimal management of HELLP Syndrome” Clinical Obsteteics and Gynecology; 42: 532,1999.
4. Kaplan's Clinical Hypertension, 8 th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2002.
5. Chronic Hypertension in pregnancy, ACOG Practice Bulletin, Clinical manegment guidelines for Obsbterics – Gynecologist, No:29, January 1996. Dimuat dalam Obstetreics and Gynecology 98: 177,2001.
6. Chesley' Hypertensive Disorders in pregnancy, 2 Edition, Appleton and Lange,1999
7. Hypertensive Disorders in Women; Baha M.Sibai,; W.B. Saunders Co,2001
8. Hypertension in Pregnancy, edited by M.A. Belfort; Marcel Dekker, Inc. New York, 2003
9. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy.; American Journal of Obstetric and Gynecology; Vol: 183, Number 1, July 2000.
10. Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia, ACOG Practice Bulletin, Clinical Management Guidelines for Obstetrician-Gynecologist, No:33, January 2002
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 47
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
EDISI IV – 2005
Kuliah Dasar Mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Airlangga
OLEH :
MUH. DIKMAN ANGSAR
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 48
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Bagian/SMF Obstetri - Ginekologi
Fakultas Kedokteran UNAIR / RSU Dr. Soetomo
Surabaya
Tahun 2005
PRAKATA
Edisi IV – tahun 2005
Dalam buku kuliah “Hipertensi dalam Kehamilan” Edisi IV – 2005, hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Pada dasarnya isi edisi IV – 2005 sebagian besar sama dengan edisi III – 2004.
2. Namun isinya sebagian besar disederhanakan3. Rujukan utama tetap dari buku teks wajib untuk pendidikan Obstetri –
Ginekologi, yaitu William’s Obstetrics edisi ke 21.4. Penjelasan yang bersifat teknis tentang diagnosis dan terapi Hipertensi
dalam Kehamilan harap melihat pedoman-pedoman di kamar bersalin.
Meskipun telah ada buku pegangan kuliah “Hipertensi dalam Kehamilan” namun untuk mahasiswa masih tetap diwajibkan mengikuti kuliah.
Semoga buku ini bermanfaat dan selamat belajar.
Surabaya, 11 April 2005
Muh. Dikman Angsar
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 49
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ....................................................................................1
II. TERMINOLOGI ....................................................................................1
III. KLASIFIKASI ....................................................................................2
A. Pembagian klasifikasi ......................................................................................... 2B. Penjelasan pembagian klasifikasi ....................................................................... 2C. Penjelasan tambahan ........................................................................................... 3
IV. STANDARISASI PEGUKURAN TEKANAN DARAH ........................................ 4
A. Kondisi pasien ..................................................................................................... 4B. Lingkungan ......................................................................................................... 4C. Peralatan .............................................................................................................. 4
V. FAKTOR RISIKO ....................................................................................5
A. Patofisiologi ...........................................................................51. Teori kelainan vaskularisasi plasenta ......................................................... 52. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endothel ................... 83. Teori intoleransi immunologic antara ibu dan janin .................................. 94. Teori adaptasi kardiovaskuler .................................................................... 105. Teori defisiensi genetic .............................................................................. 116. Teori defisiensi gizi (Teori diet) ................................................................ 117. Teori inflamasi ........................................................................................... 11
B. Perubahan dan sistim organ pada preeclampsia .................................................. 131. Hipertensi ................................................................................................... 132. Volume darah ............................................................................................. 133. Fungsi ginjal ............................................................................................... 134. Edema ........................................................................................................ 145. Hematologis ............................................................................................... 156. Hepar .........................................................................................................167. Neurologic .................................................................................................. 168. Kardiovaskuler ........................................................................................... 169. Paru-paru .................................................................................................... 1710. Janin .........................................................................................................17
VI. ASPEK KLINIK ....................................................................................18
A. Preeclampsia ...........................................................................181. Gambaran klinik ......................................................................................... 18
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 50
i
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
2. Pencegahan ................................................................................................ 18B. Preeclampsia Ringan ...........................................................................20
1. Diagnosis .................................................................................................... 202. Manajemen umum preeclampsia ringan .................................................... 203. Tinjauan perawatan preeclampsia .............................................................. 204. Rawat jalan (ambulatoir) ............................................................................ 205. Rawat inap ................................................................................................. 216. Perawatan obstetric .................................................................................... 22
C. Preeclampsia Berat ...........................................................................241. Diagnosis ....................................................................................................... 242. Pembagian preeclampsia berat ...................................................................... 243. Perawatan dan pengobatan ............................................................................ 25
D. Eclampsia ...........................................................................341. Gambaran klinik ............................................................................................ 342. Perawatan eclampsia ..................................................................................... 363. Pengobatan obstetric ..................................................................................... 384. Prognose ........................................................................................................ 38
VII. HELLP SYNDROME ....................................................................................40
1. Pengertian ........................................................................................................... 402. Diagnosis ............................................................................................................. 403. Klasifikasi sindroma HELLP .............................................................................. 404. Gambaran klinis .................................................................................................. 415. Kematian ibu dan janin ....................................................................................... 416. Pengobatan .......................................................................................................... 417. Sikap terhadap kehamilan ................................................................................... 42
VIII. HIPERTENSI KRONIK ....................................................................................43
1. Definisi ................................................................................................................ 432. Diagnosis hipertensi kronik pada kehamilan ...................................................... 433. Dampak hipertensi kronik pada kehamilan ......................................................... 434. Dampak paada janin dan ibu ............................................................................... 445. Pengelolaan pada kehamilan ............................................................................... 446. Obat anti hipertensi ............................................................................................. 447. Evaluasi janin ...................................................................................................... 458. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia ....................................... 459. Persalinan pada kehamilan dengan hipertensi kronik ......................................... 4510. Perawatan postpartum ......................................................................................... 45
IX. KEPUSTAKAAN ....................................................................................47
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 51
ii
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel I. Garis besar perawatan/pengobatan Preeclampsia/Eclampsia............................. 33
Tabel II. Tanda / gejala-gejala prodoma kejang (impending eclampsia).......................... 34
Tabel III. Kriteria Eden untuk menentukan prognose Eclampsia (th 1922)....................... 38
Tabel IV. Glosgow – Pittsburgh Coma Scoring System..................................................... 39
Tabel V. Klasifikasi desakan darah orang dewasa lebih 18 tahun .................................... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dilatasi arteri spiralis pada kehamilan normotif dan vasokonstriksi arteriSpiralis pada kehamilan preeclampsia ............................................................... 7
Gambar 2. Invasi sel-sel thropoblast pada kehamilan normotentiv...................................... 7
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Garis besar pathogenesis preeclampsia berdasar teori preeclampsia.................. 12
Skema 2. Dampak hipovolemia pada beberapa organ ....................................................... 15
Skema 3. Manfaat tirah baring posisi miring...................................................................... 23
Skema 4. Preeclampsia berat ............................................................................................. 32
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 52
iii
Prof. dr. H. Muh. Dikman Angsar, SpOG
Kuliah Dasar “HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN” edisi IV tahun 2005 53
iv