Upload
prasdiana-heny
View
239
Download
7
Embed Size (px)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional atau hipertensi transien. Wanita dengan
peningkatan tekanan darah yang dideteksi pertama kali setelah
pertengahan kehamilan, tanpa proteinuria, diklasifikasikan menjadi
hipertensi gestasional.Jika preeklampsia tidak terjadi selama
kehamilan dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu
postpartum, diagnosis transient hypertension dalam kehamilan dapat
ditegakkan.Namun, jika tekanan darah menetap setelah postpartum,
wanita tersebut didiagnosis menjadi hipertensi kronik (NHBPEP,
2000). Hipertensi gestasional dan preeklampsia meningkatkan risiko
komplikasi pada kehamilan seperti berat lahir bayi yang rendah dan
kelahiran prematur.
2.1.2 Hipertensi Preeklampsia
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang
disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi
(Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada
wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema
dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler
atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar,
1998 ).
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Ilmu
Kebidanan : 2005).
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20
minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat.
Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah
ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik
110 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada
pemeriksaan kualitatif;
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah
epigastrium
5. Edema paru dan sianosis.(Ilmu Kebidanan : 2005)
2.1.3 Hipertensi Eklampsia
Eklamsia kelainan akut pada pasien hamil, saat persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia
(Hipertensi, oedema, proteinuria).
Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan
peningkatan tekanan darah (sistolik lebih dari 180 mmHg, diastolik
lebih dari 110 mmHg), proteinuria, oedema, kejang dan/atau
penurunan kesadaran.
Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil
dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan
proteinuria. (Obsetri Patologi ; UNPAD).
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika pre
eklampsia memburuk menjadi kejang (Helen Varney ; 2007).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat
disimpulkan eklampsia adalah suatu keadaan dimana pre eklampsia
tidak dapat diatasi sehingga mengalami gangguan yang lebih lanjut
yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria serta kejang.
2.2 Etiologi
2.2.1 Hipertensi Gestasional
Penyebab Hipertensi Gestional, meskipun sebab utama dari
hipertensi dalam kehamilan belum jelas, tampaknya terjadi reaksi
penolakan imunologik pasien terhadap kehamilan di mana janin
dianggap sebagai hostile tissue graff reaction dimana “Reaksi
penolakan imunologik dapat menimbulkan gangguan yang lebih
banyak pada tubuh wanita hamil dibanding akibat tingginya tekanan
darah, yaitu perubahan kimia total pada reaksi yang tidak dapat
diadaptasi yang dapat menyebabkan kejang dan kematian pada
wanita hamil,” akibat Hipertensi Gestasional.
Menurut Prof DR H Mohamammad Anwar Mmed Sc SpOG,
hipertensi yang tidak diobati dapat memberikan efek buruk pada
pasien maupun janin :
1. Efek kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah wanita hamil
akan merusak sistem vascularasi darah,sehingga mengganggu
pertukaran oksigen dan nutrisi melalui placenta dari pasien ke
janin. Hal ini bisa menyebabkan prematuritas placental dengan
akibat pertumbuhan janin yang lambat dalam rahim.
2. Hipertensi yang terjadi pada pasien hamil dapat mengganggu
pertukaran nutrisi pada janin dan dapat membahayakan ginjal
janin.
3. Hipertensi bisa menurunkan produksi jumlah air seni janin
sebelum lahir. Padahal,air seni janin merupakan cairan penting
untuk pembentukan amnion,sehingga dapat terjadi
oligohydromnion (sedikitnya jumlah air ketuban).
2.2.2 Hipertensi Preeklampsia
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara
pasti. Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang
terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori
tersebut yang dianggap benar-benar mutlak.
Beberapa faktor resiko pasien terjadinya preeklamsi:
1. Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian
preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida
(Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan ≥4 tahun
juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003).
2. Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun.
Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia
dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena
wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi
(Cunningham, 2006). Selain itu pasien hamil yang berusia ≥35
tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan
dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk
terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).
3. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah pasien yang pernah mengalami
hipertensi sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20
minggu. Pasien yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko
lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan
morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi.
Diagnosa preeklamsi ditegakkan berdasarkan peningkatan
tekanan darah yang disertai dengan proteinuria atau edema
anasarka (Cunningham, 2006).
4. Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial
ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi.
Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan asuhan
pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih
rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara
berkembang seperti Indonesia insiden preeklamsi/eklamsi masih
sering terjadi (Cunningham, 2006)
5. Hiperplasentosis /kelainan trofoblast
Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor
predisposisi terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang
berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang
selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah
dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis
tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi
besar, 70% terjadi pada kasus molahidatidosa (Prawirohardjo,
2008; Cunningham, 2006).
6. Genetik
Genotip pasien lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip
janin. Telah terbukti pada pasien yang mengalami preeklamsi
26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula,
sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena
biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi penurunan
perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi
endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang
merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi
(Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008).
7. Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di
dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan
kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani,
kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor
risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti
diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik
dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan
lain.Hubungan antara berat badan pasien dengan risiko
preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk
wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2
terjadi peningkatan menjadi 13,3 % untuk mereka yang
indeksnya ≥35 kg/m2 (Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)
2.2.3 Hipertensi Eklampsia
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum
diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab
akibat dari penyakit ini, antara lain:
1. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit
yang lebih sering ditemukan pada anak wanita dari pasien
penderita pre eklamsia.
2. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis.
Janin yang merupakan benda asing karena ada faktor dari suami
secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh pasien.
Adaptasi dapat diterima oleh pasien bila janin dianggap bukan
benda asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi
normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan
terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau
kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat
sehingga konsepsi tetap berjalan.
3. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan
iskhemia utero placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor
yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vaso
konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan
produksi renin angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin
menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada
arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang
meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi
selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan
peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga
menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.
4. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah
radikal bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan
metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan
berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu
atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul
bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang
tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain
dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber
radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta
dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan
bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada
membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada
eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal,
dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena
kadar anti oksidan juga menurun.
5. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah,
melindungi pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan
trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor.
Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya
radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam
lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam
jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat
adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah.
Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus
ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran
kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa
pasti adanya pre eklamsia.
6. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat
prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran
darah menuju janin. Ishkemi regio utero placenta menimbulkan
gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam
lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero
placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat
prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan
trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga
berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah
karena gangguan sirkulasi.
7. Teori Diet Pasien Hamil
Kebutuhan kalsium pasien hamil 2 - 2½ gram per hari.
Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium pasien hamil akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin, kekurangan
kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya
kalsium otot sehingga menimbulkan kelemahan konstruksi otot
jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume
sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan
dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi
sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan
darah.
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Hipertensi Gestasional
2.3.2 Hipertensi Preeklampsia
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme
hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk
mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi
perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang
kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunningham,2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala
dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria.
Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler,
meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh
perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia
dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin
dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan pada organ :
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering
terjadi pada preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan
tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara
patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara
iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid
intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam
ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).
2. Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan
eklampsia tidak diketahui penyebabnya . jumlah air dan
natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita
preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa
atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita
preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air
dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein
tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida
dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005).
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme
pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang
disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah
satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang
mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia
dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan
edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang
berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan
gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru-paru
Kematian pasien pada preeklampsia dan eklampsia
biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan
dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia
atau abses paru (Rustam, 1998).
2.3.3 Hipertensi Eklampsia
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga
berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah
peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang
berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang
ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau
hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya
vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal,
keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi
rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin
menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk
iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan
elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada
arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan
penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit.
Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia.
Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena
adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi
yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya
Intra Uterin Growth Retardation.
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Hipertensi Gestasional
Klasifikasi Hipertensi Gestasional menurut Anwar (2004)
1. Hipertensi Gestasional Ringan: jika usia kehamilan setelah 37
minggu, hasil kehamilan sama atau lebih baik dari pasien
normotensif, namun peningkatan kejadian induksi persalinan dan
operasi caesar terjadi.
2. Hipertensi Gestasional Berat: pasien ini memiliki tingkat yang
lebih tinggi morbiditas pasien atau janin, lebih tinggi bahkan
dibandingkan pasien preeklampsia ringan, kasus ini termasuk
plasenta dan kelahiran prematur dengan kecil untuk usia
gestasional normal.
2.4.2 Hipertensi Preeklampsia
Preeklamsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat
membahayakan kesehatan maternal maupun neonatal. Gejala klinik
preeklamsi dapat dibagi menjadi preeklamsi ringan dan preeklampsi
berat:
1. Preeklamsi ringan (PER)
a. Pengertian PE ringan
Preeklamsi ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan
dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel
(Prawirohardjo, 2008).
b. Diagnosis PE ringan
Diagnosis preeklamsi ringan menurut Prawirohardjo 2008,
ditegakkan berdasarkan atas munculnya hipertensi disertai
proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) TD ≥140/90 mmHg
2) Proteinuria: ≥300 mg/24 jam atau pemeriksaan
kualitatif 1 atau 2+
3) Edema: edema generalisata (edema pada kaki,
tangan,muka,dan perut).
2. Preeklamsi berat
a. Pengertian PE berat
Preeklamsi berat adalah preeklamsi dengan tekanan
darah ≥160/110 mmHg, disertai proteinuria ≥5 g/24 jam
atau 3+ atau lebih (Prawirohardjo, 2008).
b. Diagnosa PE berat
Diagnosis preeklamsi berat menurut Prawirohardjo 2008,
dan Wiknjosastro 2007, ditegakkan bila ditemukan salah
satu atau lebih tanda/gejala berikut:
1) TD ≥ 160/110 mmHg
2) Proteinuria lebih dari 5 g/24 jam; 3 atau 4+ dalam
pemeriksaan kualitatif.
3) Oliguria yaitu produksi urin kurang dari
500cc/24jam
4) Kenaikan kadar kreatinin plasma
5) Gangguan visus dan serebral: penurunan
kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan
kabur.
6) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen.
7) Edema paru-paru dan sianosis
8) Hemolisis mikroangiopatik
9) Trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3atau
penurunan trombosit dengan cepat.
10) Gangguan fungsi hepar
11) Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
12) Sindrom HELLP
2.4.3 Hipertensi Eklampsia
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi:
1. Eklampsia gravidarum
a. Kejadian 50% sampai 60%.
b. Serangan terjadi dalam keadaan hamil.
2. Eklampsia parturientum
a. Kejadian sekitar 30% sampai 35%.
b. Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan
terutama saat mulai inpartu.
3. Eklampsia puerperium
a. Kejadian jarang yaitu 10%.
b. Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan
berakhir.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Hipertensi Gestasional
2.5.2 Hipertensi Preeklampsia
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga
gejala, yaitu :
1. Edema
2. Hipertensi
3. Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat
badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah
lebih dari 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat diatas 30
mmHg atau tekanan diastolik diatas 15 mmHg yang diukur setelah
pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester
kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat
preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam
air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau
2, atau kadar protein lebih dari 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan
dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan
jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :
1. Tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau diastolik
lebih dari 110 mmHg.
2. Proteinuria lebih dari +5 g/24 jam atau lebih dari 3 pada tes
celup.
3. Oliguria (kurang dari 400 ml dalam 24 jam).
4. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
5. Nyeri epigastrum dan ikterus.
6. Trombositopenia.
7. Pertumbuhan janin terhambat.
8. Mual muntah
9. Nyeri epigastrium
10.Pusing
11.Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)
2.5.3 Hipertensi Eklampsia
Pada umumnya kekejangan didahului oleh makin memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah
frontal, gangguan penglihatan,mual, nyeri epigastrium,hiperrefleksia.
Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul
kejang terutama pada persalinan.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat :
1. Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan
bergetar, kepala dipalingkan kanan atau kiri yang berlangsung
kira-kira 30 detik.
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku,wajah kaku, tangan menggenggam
dan kaki membengkok ke dalam, pemafasan berhenti, muka mulai
kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung
kira-kira 20-30 detik.
3. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang
cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah
dapat tergigit.Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis.
Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang kronik berhenti dan
penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
4. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) terjadi beberapa menit sampai
berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan
baru dan akhirnya wanita tetap dalam keadaan koma. Selama
serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik
sampai 40°C.
Komplikasi saat serangan adalah :
a. Lidah tergigit
b. Terjadi perlukaan dan fraktur
c. Gangguan pernafasan
d. Perdarahan otak
e. Solutio plasenta
f. Merangsang persalinan
2.6 Komplikasi
2.6.1 Hipertensi Gestasional
2.6.2 Hipertensi Preeklampsia
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi
pada neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh
insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis. Komplikasi yang
sering terjadi pada preklampsia berat adalah (Wiknjosastro, 2006) :
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada pasien
hamil yang menderita hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio plasenta terjadi pada
pasien preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978)
menemukan 23% hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-
kadang menunjukan gejala klinik hemolisis yang dikenal
karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah
merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan mekanisme
ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama
kematian maternal.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang
berlangsung selama seminggu dapat terjadi. Perdarahan
kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda
gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.
6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien
preeklampsia-eklampsia diakibatkan vasospasmus arteriol
umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati.
7. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan
low platelet.
8. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus
berupa pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal
tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat
timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
9. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
10. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur
karena terjatuh akibat kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.
2.6.3 Hipertensi Eklampsia
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia.
Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada pre-
eklampsia berat dan eklampsia:
1. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.
3. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga
menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna menjadi
merah.
4. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama
kematian maternal penderita eklampsia
5. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung selama seminggu.
6. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena
penyakit jantung.
7. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada pre-eklampsia, eklamsi
merupakan akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini
diduga khas untuk eklampsia.
8. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low
platelete.
9. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu
pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa
kelainan struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah
anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh
akibat kejangkejang preumania aspirasi, dan DIC
(Disseminated Intravascular Coogulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.
2.7 Penatalaksanaa Medis
2.7.1 Hipertensi Gestasional
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua
jenis penatalaksanaan:
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan
BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan
penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar
adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas. klien disarankan untuk berpartisipasi pada
kegiatan dan disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai
dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda
atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti
hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau
minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan
hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker,
golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi
rennin angitensin.
2.7.2 Hipertensi Preeklampsia
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan
melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya (Wiknjosastro,
2006).
1. Preeklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam
penanganan preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring
pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran
darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstrimitas bawah
juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur
mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga
dapat menurunkan tekanan darah dan kejadian edema. Apabila
preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan
konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan
dilakukan walaupun janin masih prematur (Wiknjosastro, 2006).
2. Preeklampsia berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi
sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila
sesudah 12 – 24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan
selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang
dapat diberikan larutan sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml
disuntikan intramuskular pada bokong kiri dan kanan sebagai
dosis permulaan. Pemberian dapat diulang dengan dosis yang
sama dalam rentang waktu 6 jam menurut keadaan pasien.
Tambahan sulfas magnesikus hanya dapat diberikan jika diuresis
pasien baik, refleks patella positif dan frekuensi pernafasan
lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan,
menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain
sulfas magnesikus, pasien dengan preeklampsia dapat juga
diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara
intramuskular ataupun diazepam 20 mg secara intramuskular
(Wiknjosastro, 2006).
2.7.3 Hipertensi Eklampsia
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan
berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya
dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi
penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah
sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang
yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejangan ; penderita
dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu, penderita
harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma
apabila terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan
kejangan mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis.
Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul
kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas,
menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga
agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan
sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-
gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya:
1. Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang
dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat
ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat
itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan
yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan
resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan
disuntikkan perlahan-lahan.
2. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada
hubungan neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari
susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan
tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan menambah aliran
darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam
larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g,
dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16
atau lebih per menit, dieresis harus melebihi 600ml per hari;
selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara
intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO4
dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM
dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai
antidotum.
3. Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100
mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml
dan diberikan secara infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan
dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi
diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila
keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut
keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita
eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat
menimbulkan kejangan, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan
dalam.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Asuhan Keperawatan
3.1.1 Hipertensi Gestasional
1. Pengumpulan Data
Data-data yang perlu dikaji adalah berupa:
a. Identitas pasien
b. Keluhan Utama
Pasien dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan
keluhan berupa seperti sakit kepala terutama area kuduk
bahkan mata dapat berkunang-kunang, pandangan mata
kabur, proteinuria (protein dalam urin), peka terhadap
cahaya, nyeri ulu hati
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan,
biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri
kepala (tidak hilang dengan analgesik biasa ), diplopia, nyeri
abdomen atas (epigastrium), oliguria (<400 ml/ 24 jam)serta
nokturia dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan apakah
pasien menderita diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid
arthritis, lupus atau skleroderma, perlu ditanyakan juga mulai
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan
tersebut
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti kronis hipertensi (tekanan darah tinggi
sebelum hamil), Obesitas, ansietas, angina, dispnea, ortopnea,
hematuria, nokturia dan sebagainya. Pasien beresiko dua kali
lebih besar bila hamil dari pasangan yang sebelumnya
menjadi bapak dari satu kehamilan yang menderita penyakit
ini. Pasangan suami baru mengembalikan resiko pasien sama
seperti primigravida. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai
penyebab jantung hipertensi dalam kehamilannya. Ada
hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat keluarga pasien
atau saudara perempuan meningkatkan resiko empat sampai
delapan kali
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku
pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
2. Pengkajian sistem tubuh
a. B1 (Breathing)
Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk
dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan
obat bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis
b. B2 (Blood)
Gangguan fungsi kardiovaskular pada dasarnya
berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung akibat
hipertensi. Selain itu terdapat perubahan hemodinamik,
perubahan volume darah berupa hemokonsentrasi.
Pembekuan darah terganggu waktu trombin menjadi
memanjang. Yang paling khas adalah trombositopenia dan
gangguan faktor pembekuan lain seperti menurunnya kadar
antitrombin III. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi,
penyakit jantung coroner, episodepalpitasi, kenaikan tekanan
darah, takhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada
dasar , S3 dan S4, kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari
karotis, jugularis, radialis, takikardi, murmur stenosis
valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu
dingin.
c. B3 (Brain)
Lesi ini sering karena pecahnya pembuluh darah otak
akibat hipertensi. Kelainan radiologis otak dapat
diperlihatkan dengan CT-Scan atau MRI. Otak dapat
mengalami edema vasogenik dan hipoperfusi. Pemeriksaan
EEG juga memperlihatkan adanya kelainan EEG terutama
setelah kejang yang dapat bertahan dalam jangka waktu
seminggu.Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria,
mudah marah, otot muka tegang, gelisah, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara. Neurosensori meliputi
keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital,
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan
(diplopia, pandangan kabur), epitaksis, kenaikan terkanan
pada pembuluh darah cerebral
d. B4 (Bladder)
Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus, riwayat
penggunaan obat diuretic juga perlu dikaji. Seperti pada
glomerulopati lainnya terdapat peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi.
Sebagian besar penelitian biopsy ginjal menunjukkan
pembengkakan endotel kapiler glomerulus yang disebut
endoteliosis kapiler glomerulus. Nekrosis hemoragik
periporta dibagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar
merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam
serum
e. B5 (Bowel)
Makanan/cairan meliputi makanan yang disukai
terutama yang mengandung tinggi garam, protein, tinggi
lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan,
adanya edema.
f. B6 (Bone)
Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang timbul
pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen,
nyeri dada, nyeri ulu hati. Keamanan meliputi gangguan cara
berjalan, parestesia, hipotensi postura.
3. Diagnosa dan intervensi keperawatan
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Kriteria hasil:
Pasien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban kerja
jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima,
memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Intervensi Rasional
Observasi tekanan darah. perbandingan dari tekanan memberikan
gambaran yang lebih lengkap tentang
keterlibatan / bidang masalah vaskuler.
Catat keberadaan, kualitas denyutan
sentral dan perifer.
Denyutan karotis,jugularis, radialis dan
femoralis mungkin teramati / palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin
menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi (peningkatan SVR) dan
kongesti vena
Amati warna kulit, kelembaban, suhu,
dan masa pengisian kapiler.
Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan
masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi /
penurunan curah jantung.
Berikan lingkungan yang nyaman,
tenang, kurangi aktivitas / kerpasientan
lingkungan, batasi jumlah pengunjung
dan lamanya tinggal.
Membantu untuk menurunkan
rangsangan simpatis, meningkatkan
relaksasi.
Anjurkan teknik relaksasi, panduan Dapat menurunkan rangsangan yang
imajinasi dan distraksi. menimbulkan stress, membuat efek
tenang, sehingga akan menurunkan
tekanan darah.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi anti
hipertensi,deuritik.
Menurunkan tekanan darah.
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
Kriteria hasil:
Melaporkan terkontrol, mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan,
mengikuti regiment farmakologi yang diresepkan.
Intervensi Rasional
Pertahankan tirah baring selama fase
akut.
Meminimalkan stimulasi /
meningkatkan relaksasi.
Beri tindakan non farmakologi untuk
menghilangkan sakit kepala, misalnya :
kompres dingin pada dahi, pijat
punggung dan leher serta teknik
relaksasi.
Tindakan yang menurunkan tekanan
vaskuler serebral dengan menghambat /
memblok respon simpatik, efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan
komplikasinya.
Hilangkan / minimalkan aktivitas
vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB,
batuk panjang,dan membungkuk.
Aktivitas yang meningkatkan
vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatkan
tekanan vakuler serebral.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai
kebutuhan.
Meminimalkan penggunaan oksigen
dan aktivitas yang berlebihan yang
memperberat kondisi pasien.
Beri cairan, makanan lunak. Biarkan
pasien itirahat selama 1 jam setelah
makan.
Menurunkan kerja miocard sehubungan
dengan kerja pencernaan.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik, anti ansietas,
Analgetik menurunkan nyeri dan
diazepam dll. menurunkan rangsangan saraf simpatis.
3.1.2 Hipertensi Preeklampsia
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida dibawah
20 tahun atau diatas 35 tahun
2) Riwayat kesehatan pasien sekarang : terjadi peningkatan
tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah,
penglihatan kabur.
Menurut Taber, 1994 data subjektif hipertensi
preeklampsia adalah sebagai berikut:
a) Kenaikan berat badan
Kenaikan berat badan yang timbul secara cepat dalam
waktu yang singkat menunjukkan adanya retensi
cairan dan dapat merupakan gejala paling dini dari
preeklampsia. Pasien sadar akan edema yang
menyeluruh, terutama pembengkakan pada muka dan
tangan. Keluhan yang umum adalah sesaknya cincin
pada jari-jarinya. Sebagai usaha untuk membedakan
edema kehamilan, proses yang jinak, dari
preeklampsia, tekanan darah pasien harus diketahui.
b) Sakit kepala
Meskipun sakit kepala merupakan gejala yang relatif
biasa selama kehamilan, sakit kepala dapat juga
menjadi gejala awal dari edema otak. Sebagai
konsekuensinya, tekanan darah pasien harus
ditentukan.
c) Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan mungkin merupaan gejala dari
preeklampsia berat dan dapat menunjukkan spasme
arteriolar retina, eskemia, edema, atau pada kasus-
kasus yang jarang, pelepasan retina.
d) Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas
Nyeri epigastrium menunjukkan pembengkakan hepar
yang berhubungan dengan preeklampsia berat atau
menandakan ruptur hematoma subkapsuler hepar.
3) Riwayat kesehatan pasien sebelumnya : penyakit ginjal,
anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola
hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan
pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik
makanan pokok maupun selingan.
6) Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat
menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan
moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Objektif
Menurut Taber, 1994 pemeriksaan fisik hipertensi
preeklampsia adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan umum: tekanan darah meningkat.
a) Edema menunjukkan retensi cairan. Edema yang
dependen merupakan kejadian yang normal selama
kehamilan lanjut. Edema pada muka dan tangan
tampaknya lebih menunjukkan retensi cairan yang
patologik.
b) Kenaikan berat badan: kenaikan berta badan yang cepat
merupakan suatu petunjuk dari retensi cairan
ekstravaskuler.
c) Pemeriksaan retina: spasme arteriolar dan kilauan retina
dapat terlihat.
d) Pemeriksaan thoraks: karena edema paru merupakan
satu dari kompliasi serius dari preeklampsia berat, paru-
paru harus diperiksa secara teliti.
e) Refleks tendon profunda (lutut dan kaki): hiperfleksia
dan klonus merupakan petunjuk dari peningkata
iritabilitas susunan sarf pusat dan mungkin meramalkan
suatu kejang eklampsia.
2) Pemeriksaan abdomen
Rasa sakit daerah hepar merupakan suatu tanda potensial
yang tidak menyenangkan dari preeklampsia berat dan
dapat meramalkan ruptur dari hepar. Pemeriksaan uterus
penting untuk menilai umur kehamilan, adanya kontraksi
uterus dan presentasi janin.
3) Pemeriksaan pelvis
Keadaan serviks dan stasi dari bagian terbawah
merupakan pertimbangan yang penting dalam
merencanakan kehamilan per vaginam atau per
abdominam.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menurut Taber, 1994:
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan apusan darah
Peningkatan hematokrit dibandingkan nilai yang diketahui
sebelumnya memberi kesan hemokonsentrasi, atau
menurunnya volume plasma. Jika hematokrit lebih rendah
dari yang diperkirakan, kemungkinan hemolisis
intravaskular akibat proses hemolisis mikroangiopatik
perlu dipertimbangkan. Analisa apusan darah tepi dapat
mengungapkan sel-sel darah merah yang mengalami
distorsi dan skistosit.
2) Urinalis
Proteinuria merupakan kelainan yang khas pada pasien
dengan preeklampsia. Jika contoh urin yang diambil
secara acak mengandung protein 3+ atau 4+ atau urin 24
jam mengandung 5g protein atau lebih, preeklampsia
dikatakan “berat”.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadinya kejang pada pasien berhubungan
dengan penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah).
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin
berhubungan dengan perubahan pada plasenta.
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir.
d. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping
yang tidak efektif terhadap proses persalinan.
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
reabsorpsi Na.
f. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler retina.
3. Intervensi Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya kejang pada pasien berhubungan dengan
penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan
darah).
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada pasien.
Kriteria hasil:
1. Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )
2. Tanda-tanda vital :
a. Tekanan Darah : 100-120/70-80 mmHg
b. Suhu : 36-37 C
c. Nadi : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt
Intervensi Rasional
Monitor tekanan darah tiap 4 jam Tekanan diastole diatas 110
mmHg dan sistole 160 atau lebih
merupakan indikasi PIH
Catat tingkat kesadaran pasien. Penurunan kesadaran sebagai
indikasi penurunan aliran darah
otak.
Kaji adanya tanda-tanda
eklampsia (hiperaktif, reflek
patella dalam, penurunan nadi, dan
respirasi, nyeri epigastrium dan
oliguria).
Gejala tersebut merupakan
manifestasi dari perubahan pada
otak, ginjal, jantung, dan paru-
paru yang mendahului status
kejang.
Monitor adanya tanda-tanda
persalinan atau adanya kontraksi
uterus.
Kejang akan meningkatkan
kepekaan uterus yang akan
memungkinkan terjadinya
persalinan.
Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian antihipertensi
dan SM
Anti hipertensi untuk menurunkan
tekanan darah dan SM untuk
mencegah terjadinya kejang.
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan
dengan perubahan pada plasenta.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal
distress pada janin.
Kriteria hasil:
DJJ (+) : 12-12-12, hasil NST: normal, hasil USG: normal
Intervensi Rasional
Monitor DJJ sesuai indikasi. Peningkatan DJJ sebagai indikasi
terjadinya hipoxia, prematur dan
solusio plasenta.
Kaji tentang pertumbuhan janin. Penurunan fungsi plasenta
mungkin diakibatkan karena
hipertensi sehingga timbul IUGR.
Jelaskan adanya tanda-tanda
solutio plasenta (nyeri perut,
perdarahan, rahim tegang, aktifitas
janin turun).
Pasien dapat mengetahui tanda
dan gejala solutio plasenta dan
tahu akibat hipoksia bagi janin.
Kaji respon janin pada pasien
yang diberi SM.
Reaksi terapi dapat menurunkan
pernafasan janin dan fungsi
jantung serta aktifitas janin.
Kolaborasi dengan medis dalam
pemeriksaan USG dan NST.
USG dan NST untuk mengetahui
keadaan/kesejahteraan janin.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kontraksi
uterus dan pembukaan jalan lahir.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
nyeri berkurang /menghilang.
Kriteria hasil: wajah tidak menyeringai, tidak pusing, pasien mengerti
penyebab nyerinya dan mampu beradaptasi terhadap nyerinya.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat intensitas nyeri
pasien.
Ambang nyeri setiap orang
berbeda ,dengan demikian akan
dapat menentukan tindakan
perawatan yang sesuai dengan
respon pasien terhadap nyerinya.
Jelaskan penyebab nyerinya. Pasien dapat memahami penyebab
nyerinya sehingga bisa kooperatif.
Ajarkan pasien mengantisipasi
nyeri dengan nafas dalam bila
HIS timbul.
Dengan nafas dalam otot-otot
dapat berelaksasi , terjadi
vasodilatasi pembuluh darah,
expansi paru optimal sehingga
kebutuhan O2 pada jaringan
terpenuhi.
Bantu pasien dengan
mengusap/massage pada bagian
yang nyeri.
untuk mengalihkan perhatian
pasien.
Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping yang
tidak efektif terhadap proses persalinan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan pasien
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil: Pasien tampak tenang, kooperatif terhadap tindakan
perawatan, dapat menerima kondisi yang dialami sekarang.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat kecemasan pasien. Tingkat kecemasan ringan dan
sedang bisa ditoleransi dengan
pemberian pengertian, sedangkan
yang berat diperlukan tindakan
medikamentosa.
Jelaskan mekanisme proses
persalinan.
Pengetahuan terhadap proses
persalinan diharapkan dapat
mengurangi emosional pasien yang
maladaptif.
Kaji dan tingkatkan mekanisme
koping pasien yang efektif.
Kecemasan akan dapat teratasi jika
mekanisme koping yang dimiliki
pasien efektif.
Beri support sistem pada pasien. Pasien dapat mempunyai motivasi
untuk menghadapi keadaan yang
sekarang secara lapang dada
asehingga dapat membawa
ketenangan hati.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
reabsorpsi Na.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB
stabil.
Kriteria hasil: Tidak ada destensi vena perifer dan edema, paru bersih
dan BB stabil.
Intervensi Rasional
Obervasi input dan output. Mengetahui pengeluaran dan
pemasukan cairan.
Jelaskan tujuan pembatasan
cairan / Na pada pasien.
Na dapat mengikat air sehingga
meningkatkan volume cairan
bertambah.
Kolaborasi pemberian deuretik,
misalnya furosemid (lazix), asam
etakrinik (edecrin) sesuai dengan
indikasi.
Menghambat reabsorpsi natrium
dan menurunkan kelebihan cairan.
Kolaborasi dengan ahli gizi. Diet pembatasan Na sesuai
indikasi.
Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
retina.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
pasien tidak mengalami trauma.
Kriteria hasil: Pasien tidak mengalami cidera.
Intervensi Rasional
Hindarkan pasien dari benda-
benda yang berbahaya bagi
pasien.
Mencegah terjadinya injuri.
Pertahankan tirah baring. Meminimalkan pergerakan pasien.
Batasi aktivitas pasien. Meminimalkan aktivitas yang
dapat menimbulkan trauma pada
pasien.
3.1.3 Hipertensi Eklampsia
1. Pengkajian
Data yang dikaji pada pasien dengan eklampsia adalah :
a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida, lebih
dari 35 tahun.
2) Riwayat kesehatan pasien sekarang : terjadi peningkatan
tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah,
penglihatan kabur.
3) Riwayat kesehatan pasien sebelumnya : penyakit ginjal,
anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola
hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan
pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik
makanan pokok maupun selingan.
6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat
menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan
moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Objektif
Menurut Taber, 1994 data objektif hipertensi eklampsia adalah
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan umum: Pasien biasanya tidak sadar atau
setengan sadar segera setelah suatu kejang eklampsia.
a) Kejang yang khas ditandai oleh timbulnya tonik
umum yang diikuti oleh fase klonik yang berkembang
ke koma. Biasanya gerakan-gerakan kejang dimulai
sekitar mulut dalam bentuk kedutan pada muka (facial
twitchings). Dalam beberapa detik seluruh otot tubuh
mengalami kontraksi yang rigid (muka mengalami
distorsi, mata menonjol, lengan fleksi, tangan
mengepal, dan tungkai tertarik). Setelah 15 sampai 20
detik otot-ototberkontraksi dan relaksasi bergantian
secar cepat. Gerakan otot dapat sedemikian hebat
sehingga lidah dapat tergigit oleh gerakan rahang
yang hebat. Bila pasien sadar kembali, biasanya ia
mengalami disorientasi yang letih selama beberapa
saat. Tekanan darah meningkat, dan frekuensi
pernapasan biasanya meningkat dan kasar. Pada
kasus-kasus kesukaran bernapas yang berat pasien
tampak sianosis.
b) Retensi cairan yang menyeluruh seringkali tampak
jelas. Edema muka maupun edema perifer pada
tangan dan tungkai merupakan temuan yang umum.
c) Pemeriksaan retina: dapat menyingkap penyempitan
arteriolar dan edema retina.
d) Pemeriksaan thoraks: dapat menyingkap ronki kasar
di bagian paru bawah yang menunjukkan adanya
edema paru.
e) Refleks patela dan kaki biasanya hiperaktif. Klonus
kaki merupakan temuan yang sering.
2) Pemeriksaan abdomen
Pengukuran tinggi uterus memberikan perkiraan umur
kehamilan janin. Presentasi janin harus ditentukan untuk
merencanakan kehamilan. Tonus uterus istirahat normal
kecuali ada hubungan dengan pelepasan plasenta.
Kontraksi uterus intermitten memberi kesan bahwa
persalinan telah terjadi. Denyut jantung janin biasanya ada
kecuali pelepasan plasenta atau kejang telah menyebabkan
anoksia janin.
3) Pemeriksaan vagina
Turunnya bagian terbawah maupun keadaan serviks
dievaluasi.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dan apusan darah
Hematokrit seringkali meningkat, menandakan
hemokonsetrasi. Jika hematokrit lebih rendah dari yang
diperkirakan, kemungkinan adanya anemia sebelumnya
atau hemolisis perlu dipertimbangkan. Pemeriksaan
apusan darah tepi memperlihatkan sel-sel target, sel
helmet atau skistosit yang dihubungkan dengan suatu
proses hemolitik.
2) Urinalisis
Sebuah kateter folley diinsersikan ke dalam kandung
kemih dalam usaha untuk mendapatkan contoh urine
permulaan dan untuk memantau urine yang keluar.
Biasanya kandung kemih berisi sejumlah kecil urine
berwarna gelap yang mengandung protein 3+ atau 4+.
3) Golongan darah dan Rh
Darah harus dikirim ke bank untuk dilakukan cocok
silang pada kasus yang memerlukan tindakan seksio
sesarea dan pasien memerlukan transfusi darah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan/organ berhubungan dengan
hipertensi,vasospasme siklik, edema serebral, perdarahan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek
pengobatan, edema paru.
c. Penurunan Curah jantung berhubungan dengan terapi anti
hipertensi, proses penyakit.
d. Resiko terjadinya kejang pada pasien berhubungan dengan
penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan
tekanan darah)
e. Cemas berhubungan dengan koping individu/ keluarga tidak
efektif.
f. Risiko injuri berhubungan dengan iritabilitas SSP.
3. Intervensi Keperwatan
Perubahan perfusi jaringan/organ berhubungan dengan hipertensi,
vasospasme siklik, edema serebral, perdarahan.
Tujuan: Mempertahankan perfusisi jaringan yang adekuat.
Intervensi Rasional
Kaji adanya perubahan tanda-
tanda vital.
Tanda-tanda vital menentukan
danya perfusi.
Kaji daerah ekstremitas dingin,
lembab, dan sianosis.
Ekstremitas yang dingin, sianosis
menunjukan penurunan perfusi
jaringan.
Catat adanya penurunan haluaran
urin kurang dari 400 ml/24 jam,
laporkan jika proteinuria lebih
dari +2 atau pengeluaran urin
berkurang (kurang dari 250 ml / 8
Pengeluaran urin normal lebih dari
40ml/jam.
jam).
Berikan kenyamanan dan
istirahat.
Kenyamanan fisik memperbaiki
kesejahteraan pasien istirahat
mengurangi komsumsi oksigen.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan terapi
hipertensi,proses penyakit
Tujuan : Mempertahankan curah Jantung yang maksimal
Intrvensi Rasional
Observasi tanda-tanda vital. Untuk mengetahui keadaan umum
pasien dalam menentukan tindakan
selanjutnya
Berikan O2 sesuai anjuran Terapi oksigen meningkatkan
suplai oksigen ke jantung
Berikan kenyamanan dan istirahat
pada pasien dengan memberikan
asuhan keperawatan individual
Kenyamanan fisik akan
memperbaiki kesejahteraan pasien
dan mengurangi
kecemasan,istirahat mengurangi
komsumsi oksigen miokard
Hindari makanan tinggi garam Mengurangi risiko peningkatan
tekanan darah.
Kolaboratif dengan tim medis:
Antihipertensi
Menurunkan risiko gagal ventrikel
kiri dan perdarahan otak.
Resiko tinggi terjadinya kejang pada pasien berhubungan dengan
penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan
darah).
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada pasien.
Kriteria hasil:
1. Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )
2. Tanda-tanda vital :
a. Tekanan Darah : 100-120/70-80 mmHg
b. Suhu : 36-37 C
c. Nadi : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt
Intervensi Rasional
Monitor tekanan darah tiap 4 jam Tekanan diastole diatas 110
mmHg dan sistole 160 atau lebih
merupakan indikasi PIH
Catat tingkat kesadaran pasien. Penurunan kesadaran sebagai
indikasi penurunan aliran darah
otak.
Kaji adanya tanda-tanda
eklampsia (hiperaktif, reflek
patella dalam, penurunan nadi, dan
respirasi, nyeri epigastrium dan
oliguria).
Gejala tersebut merupakan
manifestasi dari perubahan pada
otak, ginjal, jantung, dan paru-
paru yang mendahului status
kejang.
Monitor adanya tanda-tanda
persalinan atau adanya kontraksi
uterus.
Kejang akan meningkatkan
kepekaan uterus yang akan
memungkinkan terjadinya
persalinan.
Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian antihipertensi
dan SM
Anti hipertensi untuk menurunkan
tekanan darah dan SM untuk
mencegah terjadinya kejang.
Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan pasien
berkurang.
Intervensi rasional
Kaji tingkat kecemasan pasien. Tingkat kecemasan ringan dan
sedang bisa ditoleransi dengan
pemberian pengertian sedangkan
yang berat diperlukan tindakan
medikamentosa
Jelaskan mekanisme proses
persalinan.
Pengetahuan terhadap proses
persalinan diharapkan dapat
mengurangi emosional pasien yang
maladaptif.
Tingkatkan mekanisme koping
pasien yang efektif.
Kecemasan akan dapat teratasi jika
mekanisme koping yang dimiliki
pasien efektif
Beri support system pada pasien. Pasien dapat mempunyai motivasi
untuk menghadapi keadaan yang
sekarang secara lapang dada
asehingga dapat membawa
ketenangan hati.
DAFTAR PUSTAKA
Hanifa, Wiknjosastro. 2006. Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Taber, Ben-zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGCMansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi: 3 Jilid: 1. Jakarta: Media
AesculapiusManuaba, Ida Bagus Gde. 1998. ILMU KEBIDANAN, PENYAKIT KANDUNGAN DAN KELUARGA BERENCANA UNTUK PENDIDIKAN BIDAN. Jakarta: EGC