22
Cumulative Trauma Disorder Akibat Kerja Apriandy Pariury 102011299/E8 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat faktor yakni: a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami,buatan), kimia (organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

Tinjauan Pustaka Blok 28 (Skenario 8).docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mklh tbru..

Citation preview

Cumulative Trauma Disorder Akibat KerjaApriandy Pariury102011299/E8Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat [email protected]

PendahuluanPengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat faktor yakni:a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami,buatan), kimia (organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi.d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work). Keselamatan kerja atau Occupational Safety secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya menuju masyarakat makmur sejahtera. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.

Identifikasi istilah yang tidak diketahuiTidak adaRumusan masalahPerempuan 30 tahun keluhan nyeri pada tangan kanan sejak 1 minggu yang laluHipotesisPerempuan 30 tahun menderita cumulative trauma disorder akibat kerja

PembahasanPendekatan Klinis (Individu) 7 Langkah Diagnosis Okupasi1. Diagnosis KlinisAnamnesis Identitas pasien Keluhan utama Riwayat penyakitDianyakan kepada pasien apakah ia memiliki penyakit saat ini, jika tidak merasa ada berarti ia hanya tahu mengenai masalah keluhan sakitnya, misalnya merasakan tangan kanannya nyeri. Perlu pula menanyakan riwayat sakit terdahulunya untuk tahu apakah ia ada riwayat keluhan yang sama atau mengakibatkan penyakitnya yang saat ini.Riwayat medis harus menentukan apakah pasien pernah menderita nyeri pada tangan kanan sebelumnya dan apakah dia pernah makan obat untuk menangani sakitnya.1,2 Riwayat pekerjaanRiwayat pekerjaan harus meliputi informasi pekerjaan sekarang dan semua pekerjaan sebelumnya. Beberapa pertanyaan yang menyangkut riwayat pekerjaannya, seperti berikut ini: Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang ini Bagaimana riwayat pekerjaan sebelumnya Alat kerja, bahan kerja dan proses kerja yang digunakan Barang yang diproduksi/dihasilkan Waktu bekerja dalam sehari berapa lama dan waktu kerja dalam seminggu berapa kali Ada kemungkinan pajanan apa saja yang dialami Alat Pelindung Diri yang dipakai apa saja Hubungan antara gejala dan waktu kerja Pekerja lainnya ada yang mengalami hal yang sama

Pemeriksaan Fisik3,4 Keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisik menyeluruhPada pasien di skenario ini tidak disebutkan pemeriksaan umumnya, jadi kemungkinan keadaan umumnya baik dan pemeriksaan fisik menyeluruh juga bisa baik. Sering penyakit akibat kerja efeknya berpengaruh terhadap tanda-tanda vital.1,2a) Derajat nyeri dengan Visual Analogue Scale (VAS)Pasien diminta menunjukkan derajat nyeri pada garis sepanjang 10 cm, dimana titik ujung 0 menunjukkan tidak nyeri dan titik ujung 100 menunjukkan nyeri tak tertahankan, jarak antara titik ujung 0 dengan titik yang ditunjuk pasien merupakan gambaran derajat nyeri yang dirasakan pasien.b) Tes Traksi dan Distraksi CervicalDilakukan tes traksi dan distraksi/kompresi pada cervical selama 5 detik pada posisi rotasi, lateral fleksi dan ekstensi.c) Tes PhalensTangan pasien pada posisi palmar fleksi full ROM dipertahankan selama kirakira 30 detik. Jika muncul keluhan nyeri dalam waktu tersebut mengindikasikan bahwa hasil tes positif.

Gambar 1. Tes phalensSumber : http://www.handandwristinstitute.com/cumulative-trauma-disorder/

d) Tes PrayersTangan pasien pada posisi dorsi fleksi full ROM dipertahankan kira-kira 30 detik. Jika muncul keluhan nyeri dalam waktu tersebut mengindikasikan bahwa tes positif.e) Tes TinelTes ini mendukung diagnosa jika timbul parestesia atau nyeri pada daerah ditribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada carpal tunnel dengan posisi tangan sedikit dorsi fleksi. Jika muncul keluhan nyeri yang menjalar sepanjang distribusi saraf medianus mengindikasikan bahwa hasil tes positif.f) Median Nerve Test (ULTT 1)Depresi bahu dengan fleksi siku 90, abduksi bahu dengan fleksi siku hingga 90, eksorotasi bahu, siku dan jari ekstensi dengan lengan bawah supinasi dan siku ekstensi. Setiap gerakan dilakukan sampai titik uncomfortable melalui feedback dari pasien g) Radial Nerve Test (ULTT 2)Depresi bahu dengan siku difleksikan hingga 90 diikuti pronasi lengan bawah, ekstensi siku, fleksi siku dan jari lalu absuksi bahu.

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan RadiologisPemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat ada penyebab lain seperti fraktur atau arthritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasiPemeriksaan laboratoriumBila etiologi CTD belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitive, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormone tiroid ataupun darah lengkap.Pemeriksaan ENG dan EMGPada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan dengan alat elektro neurografi (ENG) dan elektromiografi (EMG). Pemeriksaan ENG dan EMG sangat bermanfaat untuk diagnosis CTD terutama bila pasien juga menderita kelainan neuropati. Pemeriksaan ENG lebih banyak membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis terutama pada kasus CTD (CTS) terselubung dan tidak khas, sedangkan EMG lebih berperan dalam evaluasi derajat STK.

Pemeriksaan Tempat KerjaGuna dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa saja yang bisa dialami oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa menyebabkan penyakit akibat kerja, yakni pajanan fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial. Faktor ini menjadi penyebab pokok dan menentukan terjadinya penyakit. Contoh keluhan sakit punggung kemungkinan disebabkan karena masalah ergonomic; dermatitis kontak pada pasien mungkin disebabkan oleh karena pajanan kimia ataupun biologis. Pasien di skenario ini bekerja sebagai tukang rujak yang mengharuskan pasien untuk melakukan gerakan pengulangan pada tangan kanannya.

2. Pajanan yang DialamiCumulative Trauma Disorders (CTDs) adalah sekumpulan gangguan atau kekacauan pada sistem muskuloskeletal (musculosceletal disorders) berupa cedera pada saraf, otot, tendon, ligamen, tulang dan persendian pada titik-titik ekstrim tubuh bagian atas (tangan, pergelangan, siku dan bahu), tubuh bagian bawah (kaki, lutut dan pinggul) dan tulang belakang (punggung dan leher).Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling rentan terhadap risiko terkena CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data menggunakan keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai siklus pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan timbulnya CTDs.Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja yang statis sangat berpotensi mempercepat timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti ini berlangsung tiap hari dan dalam waktu yang lama bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain. Semua gangguan akut dan kronis tersebut merupakan bentuk dari gangguan muskuloskeletal yang biasanya muncul sebagai:a. Arthritis pada sendi akibat tekanan mekanis.b. Inflamasi pada sarung pelindung tendon (tendinitis, peritendinitis)c. Inflamasi pada titik sambungan tendon.d. Gejala-gejala arthrosis (degenerasi sendi kronis)e. Kejang dan nyeri otot.f. Gangguan pada diskus intervertebral pada tulang belakang. Seringkali CTDs tidak terlihat dan sangat jarang memperlihatkan tanda awal yang nyata. CTDs terjadi di bawah permukaan kulit dan menyerang jaringan-jaringan lunak seperti otot, tendon, syaraf dan lain-lain. Oleh karenanya CTDs sering disebut juga musculoskeletal disorders (MSDs). Sikap tubuh yang dipaksakan adalah salah satu penyebab umum CTDs. Kemunculannya sering tidak disadari sampai terjadinya inflamasi, syaraf nyeri dan mengerut, atau aliran darah tersumbat. CTDs biasanya muncul dalam bentuk sindrom terowongan carpal (carpal tunnel syndrome), tendinitis, tenosinovitis dan bursitis.Selain musculoskeletal disorders (MSDs), beberapa istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut CTDs adalah Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs), Repetitive Strain Injuries (RSI) atau Overuse Syndrome.6

3. Hubungan Pajanan dengan PenyakitPasien mengatakan nyeri pada tangan kanannya terutama pada jari-jarinya. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Rasa nyeri terlebih timbul pada saat memulai pekerjaan dan setelah bekerja. Pasien adalah seorang penjual rujak yang cukup lama. Dimana dalam melakukan pekerjaannya pasien menggunakan tangan kanannya untuk mengulik bumbu rujak, gerakan yang sama selalu pasien lakukan setiap harinya. Sehingga lama kelamaan menimbulkan keluhan nyeri, panas dan bengkak pada tangan kanannya.Insiden keluhan dan cedera muskuloskeletal meningkat secara bermakna jika terdapat 2 atau lebih faktor resiko.Cumulative trauma disorders mencakup spektrum kelainan yang luas. Terdapat perbedaan faktor predisposisi, gejala klinis serta pengobatan dan hasil pengobatan pada masing-masing gangguan. Cedera saraf perifer akibat sikap tubuh yang abnormal pada berbagai situasi dan lingkungan kerja sering ditemukan. Mungkin terjadi hipertrofi atau hipotrofi otot bergantung kepada ada tidaknya beban. Dapat terjadi penekanan saraf ditempat-tempat tertentu. Pada ekstremitas atas misalnya penekanan n. medianus pada pergelangan tangan (sindrom terowongan karpal) dan n.ulnaris pada siku (sindrom terowongan siku). Cedera langsung terhadap saraf ini dapat juga terjadi akibat tekanan dari luar yang berulang-ulang.4. Pajanan yang Dialami Cukup Besar7,8Faktor Penyebab CTDsSecara pasti hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya CTDs sulit untuk dijelaskan. Namun ada beberapa faktor resiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau memberikan kontribusi terhadap timbulnya CTDs. Faktor-faktor resiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia/pekerja.A. Faktor pekerjaanBeberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan penyebab timbulnya CTDs adalah :1. Gerakan berulangGerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan waktu pemulihan kurang.2. Sikap paksa tubuhSikap tubuh yang buruk dalam bekerja baik dalam posisi duduk maupun berdiri akan meningkatkan risiko terjadinya CTDs. Posisi-posisi tubuh yang ekstrim akan meningkatkan tekanan pada otot, tendon dan syaraf.3. Manual handlingSalah satu penyebab terjadinya cedera muskuloskeletal adalah pekerjaan manual handling. Manual handling adalah pekerjaan yang memerlukan penggunaan tenaga yang besar oleh manusia untuk mengangkat, mendorong, menarik, menyeret, melempar, dan membawa. 4. Peralatan kerja tidak sesuaiPenggunaan alat-alat yang menekan tajam ke telapak tangan dan menimbulkan iritasi pada tendon bisa menyebabkan terjadinya CTDs. Cara memegang alat atau benda dengan menekankan jari-jari ke ibu jari atau membawa benda dengan posisi pegangan pada titik yang jauh dari pusat gravitasinya juga bisa menimbulkan CTDs. B. Faktor lingkungan1. Getaran mekanisGetaran atau vibrasi adalah suatu gerakan osilatoris dalam area frekuensi infrasonik dan sebagian dalam rentang frekuensi suara yang bisa didengar manusia. Respon tubuh manusia terhadap getaran sangat bergantung pada bagian atau anggota-anggota tubuh yang terpapar. Semakin kecil bentuk anggota tubuh maka semakin cepat gerakan atau getaran yang ditimbulkan dan semakin tinggi frekuensi resonansinya.2. MikroklimatPaparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot menurun.C. Monitoring BiologisMengetahui jenis substansi (atau metabolitnya) yang dapat dilakukan monitoring biologis, jenis spesimen yang perlu diperiksa, menentukan saat yang tepat serta syarat untuk mengambil spesimen dan harus memiliki kemampuan untuk mengambil spesimen yang dibutuhkan (darah, udara pernafasan, urine dll.), serta melakukan analisis hasil pengukuran.D. Hasil SurveilensMengembangkan program surveilans medis untuk penyakit yang merupakan risiko bagi pekerja, dengan memilih/melakukan pemeriksaan diagnostik yang tepat, menentukan saat pemeriksaan yang tepat, mempersiapkan pekerja/mengambil spesimen sesuai kebutuhan dan melakukan interpretasi hasil dan melakukan rujukan yang sesuai indikasi.

5. Faktor Individu1. UmurPada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada umur 30 tahun dan semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini disebabkan secara alamiah pada usia paruh baya kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan pada otot meningkat.2. Jenis kelaminOtot-otot wanita mempunyai ukuran yang lebih kecil dan kekuatannya hanya dua pertiga (60%) daripada otot-otot pria terutama otot lengan, punggung dan kaki. Dengan kondisi alamiah yang demikian maka wanita mempunyai tingkat risiko terkena CTDs lebih tinggi. Perbandingan keluhan otot antara wanita dan pria adalah 3 dibanding 1.3. Ukuran tubuh / antropometriMeskipun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh mempengaruhi terjadinya keluhan otot. Misalnya wanita yang gemuk mempunyai risiko keluhan otot dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Ukuran tubuh yang tinggi pada umumnya juga sering menderita sakit punggung. Kemudian orang-orang yang mempunyai ukuran lingkar pergelangan tangan kecil juga lebih rentan terhadap timbulnya CTDs.4. Kesehatan/kesegaran jasmaniPada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada orang yang mempunyai cukup waktu istirahat dalam aktivitas sehari-harinya. Laporan dari NIOSH menyebutkan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang rendah mempunyai tingkat keluhan 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi sebesar 0,8%.

6. Faktor Lain di luar Pekerjaan Hobi: Pada skenario yang dibahas, tidak disebutkan Kebiasaan: Di skenario tidak disebutkan Pajanan yang ada di rumah: Tidak diketahui. Pajanan di rumah bisa berupa ke psikisnya yakni stres bila ada permasalahan di rumah. Pekerjaan sambilan: Tidak diketahui.

7. Diagnosis OkupasiDiagnosis okupasi berdasarkan hubungan dengan kausalnya, terbagi menjadi 4 tipe yakni A) PAK atau PAHK (penyakit akibat hubungan kerja); B) penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja; C) belum dapat ditegakkan informasi tambahan; D) bukan PAK.Diagnosis okupasi untuk pasien skenario ini adalah penyakit akibat kerja (tipe A) yakni CTD (Cumulative Trauma Disorder). Diagnosis CTD akibat kerja ini ditegakkan berdasarkan riwayat pajanan terhadap gerakan pengulangan, melakukan gerakan yang sama berulang-ulang tanpa jeda yang adekuat untuk istirahat di tempat kerja dan tidak di tempat lainnya, pemeriksaan fisik yang telah menyingkirkan penyebab lain.1,2Pada kerusakan nervus medianus, terjadi kelumpuhan otot-otot eksor, pronator lengan bawah dan tangan, dan otot tenar. Akibatnya, pronasi lengan bawah melemah, begitu pula eksi, abduksi tangan. Letak jempol menjadi sebidang dengan jejari lainnya hingga tangan menyerupai tangan kera. Fleksi dan oposisi jempol tidak mungkin; kekuatan menggenggam, terutama jempol dan telunjuk melemah. Sensibilitas kulit palma manus dan sisi palma kulit jejari dari jempol hingga separuh radial jari manis berkurang. Keadaan seperti ini dapat dijumpai pada sindrom terowongan karpal di mana nervus medianus tertekan ke bawah ligamentum transversale pada pergelangan tangan.3Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Diawali dengan gangguan sensasi rasa, seperti parestesia, mati rasa (numbness), sensasi rasa geli (tingling) pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah (persarafan n. medianus). Timbul nyeri pada jari-jari tersebut, dapat terjadi nyeri pada tangan dan telapak tangan. Mati rasa dan sensasi geli makin menjadi pada saat mengetuk, memeras, menggerakkan pergelangan tangan. Nyeri bertambah hebat pada malam hari sehingga terbangun dari tidur malam (nocturnal pain). Kadang pula pergelangan tangan serasa diikat ketat (tightness) dan kaku gerak (clumsiness). Selanjutnya kekuatan tangan menurun, kaku dan terjadi atrofi thenar.8Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.8Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita CTS pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus.1Gejala klinis CTS menurut Grafton adalah sebagai berikut:1. Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.2. Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah, khususnya3. selama penggunaan.4. Penurunan cengkeraman kekuatan.5. Kelemahan dalam ibu jari6. Sensasi jari bengkak, ( ada atau tidak terlihat bengkak)7. Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.1

Pendekatan Epidemiologis (Komunitas) Identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit:Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Wanita lebih banyak menderita penyakit ini daripada pria. Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.1Prevalensi CTD pada populasi umum adalah sekitar 1%. Predominan pada wanita, dengan rasio pria berbanding wanita sebesar 1:3-5. Rentang usia tertinggi antara 40-60 tahun, puncak prevalens pada usia 55 tahun, jarang terjadi sebelum usia 20 tahun dan di atas usia 80 tahun. Sekitar 50% biasanya bilateral, bila unilateral maka yang sering terkena adalah sisi yang dominan.6Di Indonesia prevalensi CTD karena faktor pekerjaan masih belum diketahui dengan pasti.1 Prevalensi CTD bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita CTD setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik 1. Pada populasi Rochester, Minnesota, ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah CTD.1

Pengobatan dan RehabilitasiSangat penting untuk memulai pengobatan pada fase permulaan CTD, sebelum kerusakan bertambah. Bila kelainan dicetuskan oleh pekerjaan, maka aktivitas harus dikurangi, memodifikasi pekerjaan dan bahkan berhenti bekerja sementara. Kalau mungkin pasien harus dilarang melakukan aktivitas yang dapat menambah keluhan CTD di tempat kerja atau di rumah. Tangan dan pergelangan yang sakit harus diistirahatkan lebih kurang 2 minggu, untuk mengurangi pembengkakan.Pemakaian bidai/splint pada posisi netral akan mengurangi penekanan terhadap saraf medianus dan mengurangi keluhan yang ada. Bidai dapat dipakai pada malam hari atau selama berolah raga. Bila gejala sudah berkurang pasien boleh melakukan latihan dengan pengawasan dan disarankan untuk melakukan pelatihan relaksasi.Pemakaian obat-obatan contohnya obat anti inflamasi non-steroid, injeksi setempat dengan steroid dapat diberikan bila perlu. Fisioterapi diberikan untuk memperbaiki vaskularisasi pergelangan tangan. Pembedahan disarankan untuk kasus CTD yang gagal dengan pengobatan secara konservatif, keluhan sangat mengganggu, terjadi atrofi otot, pada pemeriksaan CTD terdapat tanda denervasi, CTD akut dengan gejala berat. Kalau pekerja kembali bekerja lagi, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu posisi kerja, manipulasi alat dan tempat kerja.2,3

PencegahanUntuk pencegahan, hal yang perlu dilakukan adalah penerapan prinsip-prinsip ilmu ergonomic pada pekerjaan, peralatan kerja, prosedur kerja dan lingkungan kerja sehingga dapat diperoleh penampilan pekerja yang optimal. Rotasi kerja pada jangka waktu tertentu dapat dilakukan, yaitu dengan merotasi pekerja pada tugas dengan risiko yang berbeda. Penyesuaian peralatan kerja dapat meminimalkan masalah yang terjadi contohnya penyesuaian peralatan yang ergonomik kepada pekerja. Beberapa tahun terakhir telah dikembangkan pekerjaan sedemikian rupa, sehingga pekerja tidak perlu bekerja dengan rangsangan berulang pada tangan dan pergelangan tangan. Untuk mengurangi efek beban tenaga pada pergelangan maka alat dan tugas seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi gerakan menggenggam atau menjepit dengan kuat. Perancangan alat kerja contohnya tinggi meja kerja yang dipakai sesuai dengan ukuran antropometri pekerja, penggunaan alat pemotong/gunting yang tajam sehingga mengurangi beban pada pergelangan tangan dan tangan. Pekerjaan dengan memegang suatu alat seperti pensil, stir mobil, atau alat lain untuk waktu yang lama, maka pekerja harus menggenggam alat tersebut senyaman mungkin. Pegangan alat-alat seperti pemutar sekrup, peraut/peruncing dan penahannya dapat dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan genggaman dapat disalurkan melalui otot di antara dasar ibu jari dan jari kelingking, tidak hanya pada bagian tengah telapak tangan. Alat dan mesin seharusnya dirancang untuk meminimalkan getaran. Pelindung alat seperti pemakaian shock absorbers, dapat mengurangi getaran yang ditimbulkan.Postur kerja yang baik sangat penting untuk mencegah CTD, contohnya pada pengetik dan pengguna komputer. Operator keyboard seharusnya duduk dengan tulang belakang bersandar pada kursi dengan bahu rileks, siku ada di samping tubuh dan pergelangan lurus. Kaki menginjak lantai pada footrest. Materi yang diketik berada pada ketinggian mata sehingga leher tidak perlu menunduk saat bekerja. Usahakan leher lentur dan kepala tegak untuk mempertahankan sirkulasi dan fungsi saraf pada lengan dan tubuh. Buruknya desain perabot kantor adalah penyumbang utama terhadap postur buruk. Kursi harus dapat diatur tingginya dan mempunyai sandaran.Latihan berguna bagi pekerja yang bekerja dengan gerak berulang. Latihan pada tangan dan pergelangan tangan yang sederhana selama 4-5 menit setiap jam dapat membantu mengurangi risiko berkembangnya/mencegah CTD. Peregangan dan latihan isometrik dapat memperkuat otot pergelangan tangan dan tangan, leher serta bahu, sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah tersebut. Latihan harus dimulai dengan periode pemanasan yang pendek disertai periode istirahat dan bila mungkin menghindari peregangan berlebihan pada otot tangan dan jari-jari.Memberlakukan periode istirahat saat bekerja dan memodifikasi pekerjaan dapat membantu memecahkan permasalahan CTD. Pemakaian alat pelindung diri berupa sarung tangan khusus yang terbuat dari karet karet elastis, agar dapat menyangga membatasi pergerakan pergelangan tangan.

PrognosisPada kasus CTD ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya prognosa baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya melakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTD penyembuhan post ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan CTD setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini: 1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal. 2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus. 3. Terjadi CTD yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.9Cumulative trauma disorder (CTD) tampaknya menjadi progresif dari waktu ke waktu (meskipun dengan fluktuasi yang cukup besar dari minggu ke minggu) dan dapat menyebabkan kerusakan permanen nervus medianus. Keberhasilan manajemen konservatif dapat mencegah perkembangan tidak jelas. Awalnya, sekitar 90% dari ringan sampai sedang kasus CTD berespon terhadap manajemen konservatif. Seiring waktu, bagaimanapun, sejumlah pasien pada akhirnya juga membutuhkan pembedahan. Pasien dengan CTD sekunder yang didasari kelainan patologi (misalnya, diabetes, patah tulang pergelangan tangan) cenderung memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan mereka yang tidak memiliki penyebab yang jelas.

KesimpulanPencegahan sangat penting dilakukan seperti bekerja dengan prinsip-prinsip ergonomi yang baik, yaitu posisi dan sikap kerja yang benar, perbaikan peralatan kerja, penyesuaian perabot kerja bagi pekerja dengan tubuh yang tidak sesuai dengan ukuran standar. CTD dapat menimbulkan kecacatan pada pekerja sehingga berpengaruh terhadap pekerjaan.

Daftar Pustaka1. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2010.h.784-90.2. Ridley J. Ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3. Jakarta: Erlangga; 2004.h.534-403. Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine. Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.h.343-584. Rambe, Aldi S. 2004. Cumulative trauma disorder. Bagian Neurologi FK USU. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234 56789/3459/1/penysaraf -aldi2.pdf pada bulan agustus 20145. Isselbacher, Kurt J. et al. Gangguan muskuloskeletal akibat kerja. Dalam: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-13. EGC: Jakarta.2000.h.1365.6. McKenzie, F James. Kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dalam Kesehatan Masyarakat: Suatu Pengantar. Ed.4; Alih bahasa, Atik Utami, et all. Editor bahasa Indonesia, Palupi Widyastuti. Jakarta: EGC, 2007.h.615.7. Dainur. Higine perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja (hiperkes) dalam Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat; Editor: Jonathan Oswari. Jakarta: Widya Medika, 1995.h.71-2, 75-88. Ridley John. Kecelakaan dalam Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Ed.3. Jakarta: Erlangga, 2007. h.113-89. Chundawan E. Kecelakaan Kerja dan Penerapan K-3 Dalam Pengoperasian Tower Crane pada Proyek Industri. Surabaya: Universitas Kristen Petra.