Upload
trinhphuc
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
TINJAUAN KLIMATOLOGIS KEJADIAN HUJAN LEBAT
YANG BERDAMPAK BENCANA DI SULAWESI TENGGARA
PADA DASARIAN II MEI 2017
Tim Analisa Stasiun Klimatologi Ranomeeto – Sulawesi Tenggara*)
Siti Risnayah, SST;
Ayudya Safitri, S.Tr;
Ekawati Natalia Mulyadi, S.Tr;
Adlian Afa Annie, S.Tr
A. PENDAHULUAN
Pada bulan Mei 2017 banyak wilayah di Sulawesi Tenggara diguyur hujan terus
menerus. Intensitas hujannya sangat bervariatif mulai dari hujan ringan sampai hujan sangat
lebat. Kondisi ini mengakibatkan bencana alam yang sangat besar seperti yang terjadi pada
empat kabupaten di propinsi Sulawesi Tenggara yaitu di Kota Kendari, Konawe Kepulauan,
Buton Utara, dan Konawe Selatan. Banjir sempat terjadi akibat tingginya intensitas hujan yang
terjadi pada 11 - 14 Mei 2017 sehingga menyebabkan meluapnya air sungai di sekitar lokasi
dan mengakibatkan jembatan penyebrangan ambruk, tanah longsor, rumah warga rusak
terendam banjir, serta sawah yang gagal panen. Dilansir dari kendaripos.co.id, kerugian
ditaksir mencapai 1,5 milyar Rupiah.
Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran
yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir merupakan kejadian yang sangat
mempengaruhi penduduk yang terkena dampaknya secara langsung maupun tidak langsung
terutama bagi penduduk yang tinggal di daerah aliran sungai dan daerah floodplain. Selain
akibat dari limpasan sungai, genangan banjir dapat pula terjadi akibat terjadinya hujan yang
terus terus menerus terjadi, serta akibat terjadinya air laut pasang atau rob. Ketiga peristiwa
tersebut bisa terjadi secara bersamaan maupun terpisah.
Banjir disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor hujan, faktor hancurnya retensi
Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, faktor
pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana
(Maryono, 2005). Selain itu, menurut Seyhan (1977) bencana alam banjir yang terjadi juga
ditentukan oleh aspek yang lain, yaitu 1) aspek meteorologis-klimatologis terutama
karakteristik curah hujan yang mampu membentuk badai atau hujan maksimum, 2)
karakteristik DAS dari aspek bio-geofisikal yang mampu memberikan ciri khas tipologi DAS
tertentu, 3) aspek sosial ekonomi masyarakat terutama karakteristik budaya yang mampu
2
memicu terjadinya kerusakan lahan DAS, sehingga wilayah DAS tersebut tidak mampu lagi
berfungsi sebagai penampung, penyimpan, dan penyalur air hujan yang baik.
Terlepas dari aspek-aspek non-klimatologis di atas, penulis mencoba menganalisis
pemicu utama kejadian banjir ini dari aspek klimatologisnya, yakni dari curah hujannya.
Tinjauan klimatologis akan menunjukkan pemicu utama hujan lebat tersebut, karakteristik dari
hujan lebat tersebut (apakah ‘normal’ atau ‘tidak normal’), dan seberapa ekstrimnya hujan lebat
tersebut sehingga dapat menyebabkan banjir. Analisis klimatologis dilakukan dalam periode
dasarian yakni pada saat kejadian hujan lebat di dasarian II bulan Mei (selanjutnya ditulis Mei
II) tahun 2017.
Gambar 1. Bencana Akibat Hujan Lebat pada 11-14 Mei 2017 di Beberapa Lokasi di Sulawesi
Tenggara [Sumber: kendaripos.co.id dan dokumentasi BMKG]
3
B. ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER
1. Suhu Muka Laut (SST)
Rata-rata Suhu Muka Laut wilayah Indonesia pada Mei II 2017 secara umum
mengalami perbedaan suhu yang variatif. Untuk wilayah Indonesia bagian utara umumnya
hangat sebaliknya di bagian selatan umumnya sudah mulai mendingin. Jika dibandingkan
dengan normalnya, suhu muka laut Mei II 2017 cenderung lebih hangat yakni di wilayah
Perairan Maluku, Laut Banda, dan Perairan sebelah utara Papua. Khusus untuk perairan di
sekitar wilayah Sulawesi Tenggara (Laut Banda), anomali suhu muka lautnya berkisar 0.5 0C
s/d 1.5 0C. Suhu Muka Laut yang lebih hangat menyebabkan tingkat penguapan lebih tinggi
sehingga suplai uap air lebih banyak. Hal ini mengindikasikan ada potensi yang signifikan
untuk pembentukan awan-awan konvektif di wilayah Sulawesi Tenggara.
Gambar 2. Suhu Muka Laut rata-rata dasarian II Mei 2017 (kiri) dan normalnya (kanan) dalam
satuan Kelvin (K) [Sumber : NCEP/NCAR Reanalysis]
2. Arah dan Kecepatan Angin
Dari analisis streamline terlihat adanya gangguan “EDY” (pola angin tertutup) di atas
wilayah Sulawesi Tengah sehingga menimbulkan konvergensi di atas wilayah Sulawesi
Tenggara yang menyebabkan pembentukan awan konvektif (awan hujan) di wilayah
Sulawesi Tenggara semakin signifikan.
4
Gambar 3. Arah dan kecepatan angin rata-rata (streamline) lapisan 850 mb pada dasarian II
Mei 2017
3. Anomali Tekanan Udara Permukaan Laut
Dari analisis anomali tekanan udara permukaan laut dapat dilihat adanya tekanan rendah
di wilayah Sulawesi, Maluku, Laut Banda, dan Laut Arafuru yang menyebabkan terjadinya
pertemuan angin di daerah sekitarnya termasuk di wilayah Sulawesi Tenggara.
Gambar 4. Anomali tekanan udara permukaan laut pada dasarian II Mei 2017
5
4. Precipitable Water (Air Mampu Curah)
Analisis Air Mampu Curah menunjukkan bahwa kandungan Air Mampu Curah pada
Mei II 2017 lebih tinggi dibandingkan normalnya yang berarti bahwa jumlah uap air di
atmosfer yang berpotensi turun sebagai hujan lebih banyak dari normalnya.
Gambar 5. Precipitable Water rata-rata dasarian II Mei 2017 (kiri) dan normalnya (kanan)
dalam satuan kg/m2 [Sumber : NCEP/NCAR Reanalysis]
5. Wilayah Tutupan Awan
Analisis Outgoing Longwave Radiation (OLR) di wilayah Sulawesi Tenggara berkisar
-30 s/d -20 W/m2 yang berarti wilayah tutupan awan pada Mei II 2017 cenderung lebih
tebal daripada normalnya.
Gambar 6. Anomali Outgoing Longwave Radiation (OLR) dasarian II Mei 2017
[Sumber : NCEP/NCAR Reanalysis]
6
6. Citra Satelit
Gambar 7. Citra satelit tanggal 11 – 14 Mei 2017 [Sumber : BMKG]
Dari pantauan citra satelit Himawari terdapat sebaran awan yang cukup tebal dan luas
di wilayah Sulawesi Tenggara hingga Laut Banda. Awan-awan tersebut merupakan awan
konvektif jenis Cumulus (Cu) dan Cumulusnimbus (Cb) serta awan-awan stratus yang sangat
tebal. Suhu puncak awan dapat mencapai -100 oC. Pertumbuhan awan-awan hujan tersebut
sangat signifikan mulai dari tanggal 11 Mei hingga tanggal 14 Mei 2017 masih terlihat adanya
kumpulan awan tebal di wilayah Sulawesi Tenggara. Kondisi ini menyebabkan wilayah
Sulawesi Tenggara mengalami hujan dengan intesitas yang cukup tinggi dan dalam
jangka waktu yang lama.
7
C. ANALISIS CURAH HUJAN
Berdasarkan data pos hujan kerja sama pada dasarian 2 Mei 2017 (selanjutnya ditulis
Mei II) di wilayah Sulawesi Tenggara, diketahui banyak lokasi yang mengalami fenomena
hujan ekstrim dimana beberapa menunjukkan adanya kejadian hujan lebat (curah hujan > 50
mm/hari) dan beberapa mengalami hujan sangat lebat (curah hujan > 100 mm/hari). Fenomena
hujan ekstrim ini terjadi secara kontinyu selama empat hari berturut-turut yakni pada tanggal 11
– 14 Mei 2017 dan kemudian terjadi kembali pada tanggal 17 Mei 2017 (Gambar 8). Kondisi
ini tentu berdampak sangat besar bagi lingkungan terutama memicu kejadian banjir, tanah
longsor, kerusakan sarana dan prasarana, dan berbagai masalah sosio ekonomi lainnya.
Gambar 8. Grafik Curah Hujan (mm) tanggal 10 – 19 Mei 2017 di beberapa pos hujan kerja
sama Sulawesi Tenggara [sumber : Stasiun Klimatologi Ranomeeto]
Dari sudut pandang meteorologis, kejadian ini termasuk dalam kejadian ekstrim
mengingat curah hujannya >100 mm/hari. Sementara itu dalam sudut pandang klimatologis
dibutuhkan data yang lebih banyak sebagai langkah untuk membandingkannya dengan data
historisnya. Analisis klimatologis dilakukan dalam periode dasarian untuk melihat tingkat
ketidaknormalan suatu peristiwa hujan.
Gambar 9 menunjukkan sebaran curah hujan pada Mei II 2017 dimana curah hujan
dengan kategori sangat tinggi (>300 mm) terjadi di kota Kendari, Konawe Kepulauan, sebagian
Konawe Utara, Konawe Selatan bagian timur, dan Buton Utara bagian utara. Curah hujan
sangat tinggi dengan kategori 201 – 300 mm tersebar di wilayah Konawe Utara, Konawe
bagian timur, Konawe Selatan bagian tengah, Muna bagian barat, dan Buton Utara bagian
8
tengah. Dari gambar tersebut sangat nampak adanya perbedaan hujan yang terjadi antara
wilayah sisi barat dan sisi timur Sulawesi Tenggara dimana pada wilayah sisi timur (meliputi
wilayah yang telah disebutkan sebelumnya), hujan yang turun cenderung pada kategori tinggi
hingga sangat tinggi sedangkan pada sisi barat mencakup Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur,
Bombana, Muna bagian selatan, Buton Tengah, Bau-bau, Buton Selatan, dan sebagian Buton,
hujan yang turun cenderung pada kategori rendah hingga menengah. Hal ini sejalan dengan
analisis pada citra satelit dimana kumpulan awan memang berpusat pada sisi timur Sulawesi
Tenggara hingga ke Laut Banda.
Gambar 9. Peta Sebaran Akumulasi Curah Hujan Mei II di Sulawesi Tenggara berdasarkan
interpolasi menggunakan metode idw
Telah disebutkan sebelumnya bahwa analisis klimatologis dilakukan dengan cara
membandingkan data hujan pada saat kejadian dengan data historisnya. Gambar 10
menampilkan perbandingan curah hujan pada Mei II 2017 dengan normal dan ambang batas
ekstrimnya (persentil 95 %). Sangat jelas bahwa hujan yang turun di banyak pos pengamatan
terutama di wilayah Kota Kendari (Kendari, Purirano, Poasia), Kabupaten Konawe Selatan
(Laeya, Palangga, Landono, Ranomeeto, Wolasi, Moramo, Angata, Tinanggea, Lainea),
Kabupaten Konawe Utara (Lasolo, Lembo, Oheo, Molawe), dan Kabupaten Konawe (Sampara,
9
Wawotobi, Lambuya, Unaaha, Abuki) dari tanggal 11 – 20 mei 2017 jauh berada di atas
normal. Secara umum normal curah hujan pada Mei II berkisar 60 mm/dasarian akan tetapi
pada mei II 2017, curah hujan yang turun berkali-kali lipat dari normalnya. Pada gambar 10
juga dapat diamati bahwa kejadian hujan pada Mei II 2017 merupakan kejadian ekstrim karena
hujan yang terukur berada jauh di atas ambang batas ekstrimnya (persentil 95%). Akumulasi
hujan selama 1 dasarian dalam kategori sangat tinggi (> 300 mm) secara berurutan terjadi di
kecamatan Kendari, Purirano, Poasia, Moramo, Lembo, Sampara, Laeya, dan Lainea. Hal ini
menunjukkan bahwa hujan lebat utamanya berpusat di Kota Kendari (Kendari, Purirano, dan
Poasia).
Gambar 10. Grafik Perbandingan Akumulasi Curah Hujan (mm) periode Mei II 2017 (biru)
terhadap normalnya (hijau) dan ambang batas ekstrimnya (merah)
Sebagai tambahan agar lebih mengetahui tingkat keekstriman curah hujan pada Mei II
2017, Gambar 11 menyajikan grafik pesentase anomali curah hujan tersebut terhadap normal
dan ambang batas ekstrimnya. Curah hujan terekstrim tercatat terjadi di kecamatan Kendari
pada pos pengamatan Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, sebesar 467.7 mm/dasarian atau
meningkat sangat signifikan sebesar 786 % dari normalnya.
10
Gambar 11. Grafik Persentase Anomali Curah Hujan Mei II 2017 terhadap normalnya (hijau)
dan ambang batas ekstrimnya (jingga)
11
D. TINJAUAN CURAH HUJAN MEI II 2017 TERHADAP DATA HISTORISNYA
Akumulasi curah hujan pada dasarian II Mei 2017 di banyak wilayah di Sulawesi
Tenggara menunjukkan nilai yang sangat ekstrim. Jika ditinjau dari data kejadian hujan ekstrim
dasarian di pos hujan itu sendiri, maka curah hujan Mei II 2017 ini masuk dalam peringkat atas
curah hujan tinggi (Tabel 1). Curah hujan yang ditakar di Stamet Maritim Kendari menduduki
peringkat 1 curah hujan tertinggi sepanjang 20 tahun terakhir. Di Lembo juga menduduki
peringkat 1 namun dalam periode data yang lebih sedikit yakni 5 tahun terakhir. Di pos hujan
Poasia dan Stasiun Geofisika Kendari, curah hujan Juli II 2013 masih lebih tinggi dibandingkan
pada Mei II 2017. Sementara itu di Laeya Konawe Selatan, kejadian hujan lebat dengan curah
hujan >320.5 mm/dasarian masih lebih banyak lagi.
Tabel 1. peringkat curah hujan Mei II 2017 di beberapa pos hujan yang mengalami curah hujan
tertinggi
Pos Hujan / Kecamatan Peringkat Curah Hujan (mm) Panjang Data
Stamet Maritim Kendari / Kendari 1 467.7 1998 – 2017
Stasiun Geofisika Kendari / Purirano 2 424.0 2003 – 2017
BPP Poasia / Poasia 2 397.4 1983 – 2017
BPP Moramo / Moramo 5 379.0 1984 – 2017
BPP Lembo / Lembo 1 350.0 2013 – 2017
BPP Sampara / Sampara 3 321.5 1984 – 2017
BPP Laeya / Laeya 8 320.5 1984 – 2017
12
E. KESIMPULAN
Dari analisis dinamika atmosfer dapat disimpulkan bahwa kondisi atmosfer di wilayah
Sulawesi Tenggara pada bulan Mei dasarian ke-2 (tanggal 11 – 20 Mei) tahun 2017 sangat
mendukung terjadinya hujan lebat. Kondisi Suhu Muka Laut yang hangat, adanya konvergesi
di atas wilayah Sulawesi Tenggara, tekanan udara permukaan laut yang rendah di sekitar
wilayah Sulawesi Tenggara, kandungan air mampu curah yang melimpah, dan daerah tutupan
awan yang cenderung lebih tebal dari normalnya memicu terbentuknya awan-awan konvektif
serta awan-awan stratus yang tebal dan meluas di wilayah Sulawesi Tenggara. Keberadaan
awan-awan hujan ini dapat dilihat jelas melalui citra satelit Himawari.
Dari analisis curah hujan dapat disimpulkan bahwa hujan lebat pada bulan Mei
dasarian ke-2 tahun 2017 di banyak wilayah di Sulawesi Tenggara yakni di wilayah Kota
Kendari, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, dan Buton Utara)
secara klimatologis merupakan kejadian sangat ekstrim. Curah hujan yang terukur jauh
melewati curah hujan normalnya dan juga melewati ambang batas ekstrimnya (persentil 95%).
Oleh sebab itu maka dapat disimpulkan bahwa kejadian hujan ekstrim ini merupakan
salah satu pemicu bencana alam (banjir, tanah longsor, jalan rusak dsb) yang terjadi di banyak
wilayah di Sulawesi Tenggara pada pertengah bulan Mei 2017.
REFERENSI
Maryono A., 2005. Eko-hidraulika Pembangunan Sungai (Edisi Kedua). Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Seyhan, Ersin. 1977. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
www.kendaripos.co.id diakses tanggal 14 Mei 2017
Mengetahui,
Pembuat Laporan,
Tim Analisa Stasiun Klimatologi Ranomeeto
1. Siti Risnayah, SST
(NIP. 198908292009112001)
2. Ayudya Safitri, S.Tr
(NIP. 198907032012102001)
3. Ekawati Natalia M., S.Tr
(NIP. 199212112012102001)
4. Adlian Afa Annie, S.Tr
(NIP. 199307172013121002)