35
Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana Banjir Luapan Danau Tempe Erwin Musdah Dosen Luar Biasa Universitas Muhammadiyah Makasar Email: [email protected] Rahmawati Husein Magister Ilmu Pemerintahan Universi- tas Muhammadiyah Yogyakarta Email: [email protected] http://dx.doi.org/10.18196/ jgpp.2014.0021 ABSTRACT This research aimed to know how mitigasi non-structural Tempe lake overflow flood disaster through ordering room and to express cooperations inter-government regency in mitigasi non-structural Tempe lake overflow flood disaster through ordering room. This research is descriptive qualitative research with triangulation method data collection. It so happens data analysis method used namely descriptive qualitative data analysis method. Result research indicate that mitigasi non-structural effort Tempe lake overflow flood disaster through ordering room has look in some ar ticle in lay-out plan regional policy area in Sidenreng Rappang, Soppeng and Wajo regency although inside regulation that is same still found articles that are potentially detain that effort. Besides, this research found that do not have coop- eration among each one government regency in mitigasi non-structural through ordering room. Keyword: disaster mitigation, ordering room, disaster flood, development area. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mitigasi nonstruktural bencana banjir luapan Danau Tempe melalui penataan ruang dan untuk mengungkapkan kerjasama antar pemerintah kabupaten dalam mitigasi nonstruktural bencana banjir luapan Danau Tempe melalui penataan ruang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data triangulasi. Adapun metode analisis data yang digunakan yaitu metode analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya mitigasi nonstruktural bencana banjir luapan Danau Tempe melalui penataan ruang telah terlihat pada beberapa pasal dalam peraturan daerah rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Sidenreng Rappang, Soppeng dan Wajo meskipun dalam peraturan yang sama masih ditemukan pasal-pasal yang berpotensi menghambat upaya tersebut. Selain itu, penelitian ini ditemukan bahwa belum ada kerjasama antara masing-masing pemerintah kabupaten dalam mitigasi nonstruktural melalui penataan ruang. Kata kunci: mitigasi bencana, penataan ruang, bencana banjir, pengembangan wilayah PENDAHULUAN Posisi Indonesia yang berada di daerah rawan bencana menyebabkan sering terjadinya berbagai macam bencana. Diantara semua kejadian bencana yang terjadi di Indonesia, bencana banjir merupakan bencana dengan intensitas kejadian paling tinggi. Dari data yang dirilis oleh Data dan Informasi Bencana Indonesia BNPB

Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Analisis MitigasiNonstruktural BencanaBanjir Luapan DanauTempe

Erwin MusdahDosen Luar Biasa UniversitasMuhammadiyah MakasarEmail: [email protected]

Rahmawati HuseinMagister Ilmu Pemerintahan Universi-tas Muhammadiyah YogyakartaEmail: [email protected]

http://dx.doi.org/10.18196/jgpp.2014.0021

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

ABSTRACTThis research aimed to know how mitigasi non-structural Tempe lake overflow flood disaster through ordering roomand to express cooperations inter-government regency in mitigasi non-structural Tempe lake overflow flood disasterthrough ordering room. This research is descriptive qualitative research with triangulation method data collection. Itso happens data analysis method used namely descriptive qualitative data analysis method. Result research indicatethat mitigasi non-structural effort Tempe lake overflow flood disaster through ordering room has look in some ar ticlein lay-out plan regional policy area in Sidenreng Rappang, Soppeng and Wajo regency although inside regulation thatis same still found articles that are potentially detain that effort. Besides, this research found that do not have coop-eration among each one government regency in mitigasi non-structural through ordering room.Keyword: disaster mitigation, ordering room, disaster flood, development area.

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mitigasi nonstruktural bencana banjir luapan Danau Tempemelalui penataan ruang dan untuk mengungkapkan kerjasama antar pemerintah kabupaten dalam mitigasi nonstrukturalbencana banjir luapan Danau Tempe melalui penataan ruang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatifdengan metode pengumpulan data triangulasi. Adapun metode analisis data yang digunakan yaitu metode analisisdata deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya mitigasi nonstruktural bencana banjir luapanDanau Tempe melalui penataan ruang telah terlihat pada beberapa pasal dalam peraturan daerah rencana tata ruangwilayah di Kabupaten Sidenreng Rappang, Soppeng dan Wajo meskipun dalam peraturan yang sama masih ditemukanpasal-pasal yang berpotensi menghambat upaya tersebut. Selain itu, penelitian ini ditemukan bahwa belum ada kerjasamaantara masing-masing pemerintah kabupaten dalam mitigasi nonstruktural melalui penataan ruang.Kata kunci: mitigasi bencana, penataan ruang, bencana banjir, pengembangan wilayah

PENDAHULUANPosisi Indonesia yang berada di daerah rawan bencana

menyebabkan sering terjadinya berbagai macam bencana. Diantarasemua kejadian bencana yang terjadi di Indonesia, bencana banjirmerupakan bencana dengan intensitas kejadian paling tinggi. Daridata yang dirilis oleh Data dan Informasi Bencana Indonesia BNPB

Page 2: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

649

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

(2013) diperoleh informasi bahwa mulai dari tahun 1815 sampaitahun 2013, bencana banjir tercatat dengan intensitas kejadian 4.261kejadian atau 38% dari seluruh jenis bencana yang ada. Kejadianbanjir dua kali lebih banyak dari kejadian tanah longsor denganintensitas 2.031 (18%) kejadian dan angin puting beliung dengan2.021 (18%) kejadian. Tahun 1815-2013, bencana banjir menempatiurutan ketiga korban bencana paling banyak setelah gempa bumidisertai tsunami dan letusan gunung api.

Salah satu daerah yang rawan banjir adalah daerah di sekitarDanau Tempe. Danau Tempe berada di tiga kabupaten yaituKabupaten Wajo, Sidenreng Rappang dan Soppeng Sulawesi Selatan.Terdapat lima sungai besar yang bermuara di Danau Tempe. Masing-masing sungai membawa erosi dan sedimen ke Danau Tempe denganperkirakan penumpukan sedimentasi 3-4 cm setiap tahun (Nurkin1994 dalam Dewi 2001:2). Akibat dari sedimentasi pendangkalanpada dasar Danau. Air yang tidak mampu lagi ditampung olehDanau Tempe akhirnya meluap menjangkau pemukiman dan lahanwarga. Adapun dampaknya dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 1. DATA DAMPAK BENCANA BANJIR TAHUN 2013

Kabupaten Kecamatan Rumah Terendam Lahan Pertanian Rusak (Ha) Wajo Tempe 5.527 -

Belawa 3.794 2.825 Tanasitolo 2.082 223 Sabbangparu 4.184 -

Soppeng Donri-Donri - 617 Marioriawa - 625

Sidenreng Rappang Pancalautang 347 -

Sumber: Dinsos Wajo, Badan Kesbanglinmas Soppeng, Kelurahan WetteE Kec. Pancalautang SidenrengRappang 2013

Bencana banjir masih akan terus berulang tanpa adanya upayapenanggulangan bencana yang baik. Dalam sistem penanggulanganbencana, siklus penanggulangan bencana terdiri dari mitigasi,kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan (Nurjannah dkk.2007; Priambodo 2009). Untuk mengurangi atau mencegah dampak

Page 3: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

650

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

bencana banjir maka upaya yang paling penting dilakukan adalahmitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakupupaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo2009). Dalam penanggulangan bencana, mitigasi bencana memegangperanan yang sangat vital. Jika ancaman bahaya berhasil dicegahmaka tidak perlu lagi ada kesiapsiagaan, tanggap darurat ataupunpemulihan. Namun demikian, tidak semua ancaman bahaya dapatdicegah sehingga upaya mitigasi lain yang dapat dilakukan adalahmengurangi resiko bencana. Jika upaya pengurangan resiko bencanaberhasil dilakukan maka, upaya kesiapsiagaan, tanggap darurat, danpemulihan tidak lagi membutuhkan tenaga dan biaya yang lebihbesar.

Mitigasi bencana itu sendiri terdiri dari dua kategori yaitu mitigasistruktural dan mitigasi nonstruktural. Mitigasi struktural yaitu upayapengurangan resiko bencana melalui pembangunan fisik sepertipembangunan bendungan, tanggul dll. Mitigasi nonstruktural yaituupaya pengurangan resiko bencana melalui aktivitas nonfisik sepertipendidikan kebencanaan, penataan kota, dll.(Benson & Twigg2007). Pada penelitian ini dibatasi pada mitigasi nonstruktural.Mitigasi nonstruktural ini dipilih karena kajian tersebut lebih sesuaidengan bidang kajian ilmu sosial. Sebaliknya, kajian mitigasistruktural lebih tepat dikaji oleh ilmu eksakta. Mengingat luasnyabidang kajian mitigasi nonstruktural maka penting untuk menetap-kan fokus kajian yang akan diteliti. Untuk itu, penelitian ini akandifokuskan pada mitigasi nonstruktural melalui penataan ruang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mitigasinonstruktural bencana banjir luapan Danau Tempe melalui pena-taan ruang dan untuk mengungkapkan kerjasama antar pemerintahkabupaten dalam mitigasi nonstruktural bencana banjir luapanDanau Tempe melalui penataan ruang.

Page 4: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

651

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

KERANGKA TEORIMenurut Nurjannah (2012:14) bencana terjadi karena adanya

pertemuan antara bahaya, dan kerentanan, serta adanya pemicubencana. Hubungan antara bahaya, kerentanan dan pemicunyadapat dilihat pada Gambar 1. berikut:

GAMBAR 1. PROSES TERJADINYA BENCANA

Pemicu Kejadian

Bahaya

Kerentanan

Resiko Bencana

Bencana

Sumber: Nurjannah dkk., 2012:14; Triutomo dkk., 2007: 8

Gambar tersebut menunjukkan unsur terjadinya bencana yaitubahaya dan kerentanan menjadi resiko bencana. Resiko bencanaberubah menjadi bencana ketika ada pemicu bencana. Jadi, suatutempat memiliki faktor bencana tetapi tidak terdapat kerentananmaka tidak terdapat resiko bencana. Begitu sebaliknya di daerahyang memiliki kerentanan masyarakatnya tinggi tetapi tidak terdapatfaktor bahaya dapat dikatakan tidak memiliki resiko bencana.Kondisi dimana terdapat bahaya dan kerentanan, tidak serta mertadapat terjadi bencana jika tidak ada pemicu bencana.

Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempu-nyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta bendadan kerusakan lingkungan (Nurjannah dkk., 2012:15; Triutomodkk., 2007: 8). United Nations – International Strategy for Disaster Re-duction atau UN-ISDR (dalam Triutomo dkk., 2007: 8) mengung-kapkan ada lima kelompok bahaya dari berbagai aspek yaitu: dariaspek geologi, hydrometeorology, biologi, teknologi dan lingkungan.Dalam hal ini, banjir termasuk dalam kelompok bahaya dari aspekhydrometeorology.

Kerentanan merupakan suatu kondisi masyarakat yang mengarah

Page 5: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

652

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Kategorikerentanan yang lebih kompleks dijelaskan oleh ADVC (2006) dalamNurjannah dkk. (2012:22). Ada lima kategori kerentanan yaitu:kerentanan fisik, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerenta-nan lingkungan, dan kerentanan kelembagaan. Pertama, kerentananfisik meliputi umur dan konstruksi bangunan, materi penyusunbangunan, infrastruktur jalan dan fasilitas umum. Kedua, kerentanansosial meliputi persepsi tentang resiko dan pandangan hidup masya-rakat yang berkaitan dengan budaya, agama, etnik, interaksi sosial,umur, jenis kelamin, dan kemiskinan. Ketiga, kerentanan ekonomimeliputi pendapatan, investasi, potensi kerugian barang/persediaanyang timbul. Keempat, kerentanan lingkungan meliputi air, udara,tanah, flora, dan fauna. Kelima, kerentanan kelembagaan meliputitidak adanya sistem penanggulangan bencana, pemerintahan yangburuk, dan tidak sinkronya aturan yang ada.

MITIGASI NON STRUKTURAL BENCANA BANJIR

Salah satu pakar yang menjelaskan metode nonstrukturalpenanggulangan banjir yaitu Kodoatie dan Sugianto. Adapunmetode nonstruktur pengendalian banjir menurut Kodoatie danSugiyono (2002) yaitu:a. Manajemen dataran banjir yaitu mencakup masalah penataan

ruang, pemberlakuan aturan khusus dan pengoptimalan dataranbanjir.

b. Pengaturan tata guna lahan di daerah aliran sungai yang meliputipenataan kawasan, proporsi luas dan tata cara penggunaankawasan. Selain itu, untuk mencegah laju erosi, pengelolaan lahanyang dapat dilakukan meliputi sistem pengelolaan, pola tanam,jenis tanaman, kemampuan tanah, elevasi dan kelerengan tanah.

c. Pengelolaan daerah pengaliran sungai (DPS) dimaksudkan untukmenghemat dan menyimpan air serta konservasi tanah.Pengelolaan DPS ini meliputi pemeliharaan vegetasi di bagian

Page 6: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

653

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

hulu, penanaman dan pemeliharaan vegetasi untuk mengen-dalikan kecepatan air dan erosi tanah sepanjang DPS, pengaturandan bangunan pengendali banjir di daerah yang muda tererosi.

d. Penyuluhan pada masyarakat terhadap permasalahan banjir yangbertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untukpeduli akan pencegahan terhadap bahaya banjir.

e. Pemanfaatan daerah bantaran sungai dengan aktifitas yangbersifat sementara sehingga fungsi bantaran sungai tidakterganggu dan tidak menimbulkan permasalahan dan kerugianketika banjir datang.Menurut Sukandarrumidi (2010:146-147), upaya mitigasi bencana

banjir tanpa membedakan antara mitigasi struktural dan non yaitu:a. Melakukan reboisasi secara menyeluruh di wilayah DAS,b. Memberlakukan aturan larangan membangun di areal sempadan

sungai dengan jarak 100 meter dari tepi sungai kecuali bangunansarana dan prasarana sungai,

c. Memberlakukan larangan memanfaatkan sungai sebagai tempatpembuangan sampah,

d. Melakukan normalisasi sungai secara selektif,e. Membentuk dinas yang mempunyai otoritas sebagai pengelola

sungai untuk mengawasi dan menjaga pengelolaan wilayahsempadan sungai,Beberapa tindakan mitigasi nonstruktural dijelaskan lebih de-

tail oleh Sastrodihardjo (2010: 60-65) yaitu:a. Konservasi tanah dan air di daerah aliran sungai (DAS) hulu

untuk mengendalilan debit air, erosi dan sedimentasi di dasarsungai. Konservasi ini dengan melakukan pembangun terasering,penghijauan, reboisasi, sumur resapan dll.

b. Pengelolaan dataran banjir melalui penataan ruang dan rekayasadi daerah banjir. Rekayasa yang dimaksud yaitu rekayasa bangu-nan, rekayasa pertanian seperti pemilihan jenis tanaman dan

Page 7: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

654

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

perangkat lunak seperti flood plain zoning, flood risk map, sertapemasangan rambu-rambu peringatan

c. Penataan ruang dan rekayasa di daerah DAS hulu.d. Penyuluhan dan penegakan hukum misalnya dalam bidang tata

ruang, pembudidayaan dataran banjir, tidak mendirikanbangunan di daerah banjir dll.

e. Pengelolaan sampah, penetapan sempadan sungai yang diikutidengan penetapan hukum

f. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat melalui berbagai mediauntuk meningkatkan pemahaman, kepedulian dan peran sertamasyarakat dalam mengatasi masalah banjir

g. Pengurangan kemiskinan.

PENATAAN RUANGPenataan ruang di Indonesia diatur dalam UU No 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang. Dalam Pasal 1 tentang ketentuanumum, penataan ruang didefinisikan sebagai suatu sistem prosesperencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalianpemanfaatan ruang. Terdapat tiga unsur penting penataan ruangyang diatur dalam pasal tersebut yaitu perencanaan tata ruang,pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Perencanaan tata ruang merupakan proses menentukan strukturruang dan pola ruang meliputi penyusunan dan penetapan rencanatata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya mewujudkan strukturruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melaluipenyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.Adapun yang ketiga adalah pengendalian pemanfaatan ruang sebagaiupaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Ketiga unsur pentingpenataan ruang yang diawali oleh perencanaan, diwujudkan denganpemanfaatan dan dikontrol dengan pengendalian pemanfaatanruang.

Lebih lanjut, terdapat hal penting yang diatur dalam penataan

Page 8: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

655

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

ruang yaitu struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalahsusunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dansarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan masyarakat yangsecara hierarki memiliki hubungan fungsional. Sedangkan polaruang didefinisikan sebagai distribusi peruntukan ruang dalam suatuwilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung danfungsi budidaya. Wilayah fungsi lindung adalah wilayah yangberfungsi untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yangmencakup SDA dan sumber daya buatan. Sementara wilayah fungsibudidaya yaitu wilayah yang ditetapkan untuk dibudidayakan atasdasar kondisi dan potensi SDA, SDM, dan sumber daya buatan.

Kawasan lindung dalam pola ruang yaitu: kawasan yangmemberikan perlindungan kawasan bawahannya; kawasan suakaalam dan cagar budaya; kawasan rawan bencana alam; dan kawasanlindung lainnya seperti taman buru, cagar biosfer, kawasanperlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, danterumbu karang. Adapun yang termasuk kawasan budidaya yaitukawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutanrakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukanperikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasanperuntukan permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasanperuntukan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasanpendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan.

PEMANFAATAN RUANG DAERAH ALIRAN SUNGAI

Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipahami sebagai semua daerahyang dilalui oleh air hujan mulai dari punggung bukit sampai dimuara sungai. Dari hulu sampai hilir, air hujan dapat mengalirmelalui hutan, sawah, ladang, perumahan, rawa, sungai danbermuara di danau atau di laut (Ditjen Tata Ruang dan Pengem-bangan Wilayah dalam Kodoatie dan Syarif, 2010). Masing-masinglahan yang dilalui oleh air hujan menuju ke muara sungai memiliki

Page 9: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

656

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

pengaruh yang berbeda-beda terhadap kecepatan debit air menujuke sungai.

Diantara semua lahan yang dilalui air, hutan merupakan lahanyang paling berperan untuk menahan laju debit air menuju kesungai. Jika hutan dijadikan referensi maka perubahan debit airakibat perubahan tata guna lahan hutan menjadi padang rerum-putan akan meningkatkan debit air sebesar 2,3-2,5 kali; untuk tamanmeningkat 1,7-5,0 kali, untuk sawah meningkat 2,5-9 kali, menjadiperumahan meningkat 5–20 kali, industri dan perdagangan menjadi6–25 kali, jalan beton/aspal menjadi 6,3–35 kali. Peningkatan debitair sungai inilah yang menyebabkan terjadinya banjir (Kodoatie &Sjarif, 2010).

Faktor pemanfaatan lahan beperanan penting dalam pengura-ngan atau peningkatan debit air yang juga berarti berpengaruhterhadap terjadinya banjir. Penutupan lahan yang didominasipemukiman secara otomatis lebih berpotensi menyebabkan banjirjika dibandingkan dengan hutan. Pemanfaatan lahan di DAS pentingperlu direncanakan dan dikendalikan dengan baik. Pada dasarnya,pengaturan DAS memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehinggatidak menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan padamusim kemarau dan menekan laju erosi DAS serta menekan lajusedimentasi pada alur sungai di bagian hilir (Kodoatie & Sugiyanto,2007:231-232). Pemerintah melalui UU No 26 Tahun 2007 dijabarkan dalam PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata RuangWilayah Nasional, menetapkan kebijakan pengembangan kawasanlindung. Kebijakan pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsilingkungan hidup diantaranya dengan mewujudkan kawasanberfungsi lindung dalam satu wilayah provinsi sebesar 30% dariluas pulau sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Salah satu kawasanberfungsi lindung yaitu kawasan yang memberikan perlindunganterhadap kawasan bawahannya. Kawasan ini terdiri dari kawasanhutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan resapan air.

Page 10: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

657

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Penetapan kawasan lindung juga sekaligus menjadi pembatasankawasan budidaya pada kawasan tersebut sehingga potensi pem-bukaan lahan akibat kegiatan budidaya dapat dikurangi.

KERJASAMA ANTAR PEMERINTAH DAERAHKerjasama antar pemerintah daerah diatur dalam PP No 50

Tahun 2007 tentang Tata Cara Kerjasama Antar Daerah yangkemudian dijabarkan secara teknis dalam PerMendagri No 22 Tahun2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Antar Daerah.Pihak yang menjadi subjek kerja sama dalam kerjasama daerah yaitugubernur, walikota, bupati dan pihak ketiga. Adapun objek kerjasamanya adalah seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadikewenangan daerah otonom dan dapat pula berupa penyediaanpelayanan publik. Sedangkan hasil dari kerjasama dapat berupa uang,surat berharga, aset, atau nonmaterial berupa keuntungan. Bentuk/model kerjasama antar daerah yang dapat dilakukan menurutPermendagri Nomor 22 Tahun 2009 yaitu:a. Pelayanan bersama dan/ atau antar daerahb. Pengembangan sumber daya manusiac. Pelayanan dengan pembayaran retribusid. Perencanaan dan pengurusan layanan publik tertentu yang

dilaksanakan secara terpisah oleh masing-masing pemerintahdaerah

e. Pembelian penyediaan pelayanan dari daerah lain dengan bayarantertentu dan pertukaran layanan

f. Pemanfaatan peralatan yang bisa digunakan bersamag. Penyelarasan kebijakan dan pengaturan tertentu

Dalam hal penataan ruang, kerja sama antar pemerintah daerahdapat dilakukan dalam bentuk insentif dan disinsentif. Insentif daripemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya dapat berupapemberian kompensasi dari pemerintah daerah penerima manfaatkepada daerah pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh

Page 11: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

658

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

daerah penerima manfaat; kompensasi pemberian penyediaan saranadan prasarana; kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatanruang yang diberikan oleh pemerintah daerah penerima manfaatkepada investor yang berasal dari daerah pemberi manfaat; dan/atau publikasi atau promosi daerah. Sebaliknya disinsentif daripemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya dapat berupa:pengajuan pemberian kompensasi dari pemerintah daerah pemberimanfaat kepada daerah penerima manfaat; pembatasan penyediaansarana dan prasarana; dan/atau persyaratan khusus dalam perizinanbagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pemerintahdaerah pemberi manfaat kepada investor yang berasal dari daerahpenerima manfaat. Mekanisme pemberian insentif atau disinsentifantar pemerintah daerah ditetapkan berdasarkan kesepakatanbersama antar pemerintah daerah yang bersangkutan.

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalahpenelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,atau kejadian yang terjadi saat sekarang (Noor 2012:34). Penelitianini akan mendeskripsikan mitigasi nonstruktural bencana banjirluapan Danau Tempe melalui penataan ruang. Penelitian ini akandilaksanakan di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu dibeberapa SKPD yang terkait dengan penataan ruang dan penang-gulangan bencana banjir Danau Tempe serta di tiga Kabupaten yangberada di pesisir Danau Tempe. Tiga kabupaten yang dimaksud yaituKabupaten Wajo, Kabupaten Sidenreng Rappang dan KabupatenSoppeng. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tekniktriangulasi yaitu teknik gabungan dari berbagai teknik pengumpulandata yang ada. Teknik triangulasi menggabungkan teknik wawancara,observasi dan dokumentasi (Rostin dan Kimbal, 2012:53).

Teknik pemilihan informan pada penelitian ini adalah teknik

Page 12: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

659

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

snowball sampling,dimulai dengan memilih informan tertentu denganpertimbangan memberikan data yang diperlukan dan selanjutnyaberdasarkan data tersebut, dapat dipertimbangkan untuk untukmemilih informan lainnya untuk mendapat data yang lebih lengkap(Sugiyono 2012:219). Adapun informan dalam penelitian ini yaitu:Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah KabupatenSidenreng-Rappang, Soppeng dan Wajo serta masyarakat di masing-masing kabupaten.

Teknik yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitianini didasarkan pada jenis data yang didapatkan. Untuk data sekunderberupa angka disajikan dalam bentuk tabel, dan diagram kemudiandianalisis menggunakan metode statistik deskriptif. Tahap analisisselanjutnya didasarkan pada data primer yang berupa data kata-katadianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.

PEMBAHASANMITIGASI NONSTRUKTURAL MELALUI PENATAAN RUANG

Secara umum, bencana terjadi akibat adanya ancaman bahayabertemu dengan kerentanan masyarakat serta adanya pemicubencana (Nurjannah dkk. 2012:14). Dalam konteks bencana banjir,ancaman bahayanya yaitu banjir itu sendiri. Sementara itu keren-tanan masyarakat dapat berupa kerentanan fisik, sosial, kelemba-gaan, ekonomi dan lingkungan. Adapun pemicu bencana banjiryaitu curah hujan yang tinggi. Kerangka inilah yang akan digunakanuntuk menganalisis bencana banjir luapan Danau Tempe.

Penyebab utama banjir luapan Danau Tempe adalah karenasedimentasi danau yang terus berlanjut. Sedimentasi itu sendiridisebabkan karena erosi, sampah yang menumpuk di danau daneceng gondok. Erosi disebabkan karena pertanian lahan keringkhususnya di daerah pegunungan dan alih fungsi lahan yang dulunyahutan menjadi perumahan ataupun pemukiman. Sampah jugamenjadi penyebab terjadinya pendangkalan. Masayarakat sekitar

Page 13: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

660

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

belum sadar dalam pengelolaan sampah yang benar baik samapahrumah tangga maupun sampah hasil pertanian (pascapanen) yangikut terbawa arus menuju Danau Tempe. Efeksamping daripembududayaan enceng gondok yang dilakukan oleh nelayan sebagaipenangkaran ikan adalah munculnya sedimentasi dasar danau. Padamusim kemarau, eceng gondok yang mati mengering tersebardiseluruh badan danau dan menyebabkan pendangkalan. Ketikamusim hujan tiba, danau yang terlanjur Dangkal akhirnya tidakmampu menampung air dan meluap ke sekitar danau. Pada saatinilah banjir terjadi.

Banjir tidak akan menjadi bencana jika tidak ada kerentananmasyarakat di daerah banjir. Kenyataannya di pesisir Danau Tempeterdapat kerentanan masyarakat. Kerentanan sosial masyarakat dipesisir Danau Tempe terlihat dari adanya pemukiman dengan tingkatkepadatan rendah hingga tinggi. Di pesisir danau tempe terdapatperumahan pedesaan yang tingkat kepadatan rendah dan perkotaandengan tingkat kepadatan sedang hingga tinggi. Wilayah di sekitarDanau Tempe juga dimanfaatkan sebagai lahan pertanian sehinggabahwa ketika terjadi banjir, banyak sawah yang tergenang air hinggaterjadi gagal panen. Hal ini tentu saja merugikan masyarakat yangbekerja sebagai petani sehingga dapat dikategorikan kerentananekonomi. Eceng gondok di permukaan danau menjadi kerentananlingkungan karena jika eceng gondok yang terbawa angin atau arusair menabrak rumah warga, dapat merusak rumah warga padaumumnya adalah rumah kayu yang tentu lebih rentan rusak terkenaeceng gondok. Hal tersebut merupakan kerentanan fisik yangdiperparah oleh kerentanan lingkungan. Kerentanan terakhir yaitukerentanan kelembagaan. Hasil penelitian menunjukkankecenderungan adanya dukungan dari pemerintah untuk kegiatanpertanian di endapan danau pada saat musim kering. Hal tersebutpada bagian sebelumnya diidentifikasi sebagai penyebab banjirDanau Tempe, terdapat pula kecenderungan kurangnya upaya

Page 14: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

661

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

mitigasi bencana oleh pemda karena lebih fokus pada tanggapdarurat bencana. Penyebab bencana banjir dapat dilihat padaGambar 2.

GAMBAR 2. SKEMA PENYEBAB BANJIR DANAU TEMPE

Diantara kerentanan masyarakat pesisir Danau Tempe, terdapatkerentanan yang berada pada zona abu-abu. Di satu sisi dapatdianggap kerentanan dan di sisi lain dapat juga menjadi ketanggu-han. Salah satunya adalah persepsi masyarakat tentang bencana yangmenganggap banjir adalah berkah. Danau Tempe yang mengeringmenjadi lahan pertanian yang cukup luas dan subur, sebaliknyaDanau Tempe yang meluap menjadi lokasi penangkapan ikan yangmelimpah. Hal tersebut menyebabkan masyarakat menyesuaikangaya hidupnya dengan kondisi alam dengan berprofesi ganda. Padamusim hujan, masyarakat bekerja sebagai nelayan. Sebaliknya padamusim kering, masyarakat bekerja sebagai petani palawija denganmemanfaatkan badan danau yang telah mengiring. Dengandemikian, masyarakat tidak terbebani dengan kejadian banjir. Haltersebut membentuk persepsi bahwa banjir itu berkah dan olehkarena itu dapat dianggap sebagai ketangguhan menghadapibencana.

Page 15: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

662

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Dari sisi sebaliknya, persepsi demikian menimbulkan kesanbahwa masyarakat telah nyaman dengan kondisi banjir sehinggapenanggulangan bencana banjir tidak diprioritaskan. Wacanapengerukan Danau Tempe sebagai salah satu upaya penanggulanganbencana banjir bahkan ditolak oleh sebagian masyarakat karena akanmenghilangkan lahan pertanian pada saat musim kering. Disampingitu, kerugian akibat banjir Danau Tempe juga tidak dapat dikatakansedikit. Masyarakat di pesisir Danau Tempe yang bekerja sebagaipetani dan nelayan kemungkinan tidak merasakan dampak yangluar biasa merugikan dari bencana banjir luapan Danau Tempe.Tetapi jika melihat catatan dampak bencana, selain rumah yangterendam, banyak sawah yang gagal panen, fasilitas umum yang rusakserta pengeluaran anggaran negara untuk memberikan bantuankepada korban bencana. Pemerintah dan masyarakat yang mengata-kan bahwa banjir itu berkah mungkin tidak memperhatikan dampakyang seperti itu. Pada posisi ini, persepsi yang menganggap bencanaadalah berkah dapat dinilai sebagai kerentanan terhadap bencana.

Kerentanan lain yang juga dapat dikatakan berada pada zonaabu-abu adalah kondisi rumah warga di pesisir Danau Tempe. Padaumumnya, rumah masyarakat di pesisir Danau Tempe adalah rumahpanggung berbahan kayu. Dalam hal ini, Sukandarrumidi (2010)mengungkapkan salah satu upaya mitigasi bencana banjir adalahdengan membuat rumah panggung dan menyiapkan loteng untukpenyelamatan diri. Jika berdasar pada pendapat tersebut, makaseharusnya rumah masyarakat di pesisir Danau Tempe telah amandari ancaman bencana banjir. Namun fakta di lapanganmenunjukkan bahwa faktor ketinggian bangunan rumah panggungbukan jaminan rumah masyarakat aman dari bencana banjir. Faktorbahan bangunan juga penting untuk diperhatikan. Rumah panggungdapat menyelamatkan barang-barang dari ancaman kerusakan akibatterendam banjir karena tempatnya yang lebih tinggi dari elevasibanjir. Tetapi dalam kasus bencana banjir Luapan Danau Tempe,

Page 16: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

663

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

ketinggian bangunan rumah panggung saja tidak cukup untukmembuat masyarakat aman dari ancaman banjir. Faktor bahanbangunan juga penting untuk diperhatikan. Rumah berbahan kayulebih rentan rusak terbawa arus atau tertabrak oleh benda-bendayang terbawa arus. Dalam kasus bencana banjir luapan DanauTempe, eceng gondok merupakan ancaman yang serius terhadaprumah panggung berbahan kayu. Hal ini yang menyebabkan rumahpanggung berbahan kayu di sekitar Danau Tempe juga rentanterhadap bencana banjir.

Kajian tentang penyebab bencana banjir luapan Danau Tempeserta ketangguhan dan kerawanan masyarakat tersebut di atasdijadikan dasar dalam meneropong penataan ruang berdasarkanperaturan daerah rencana tata ruang wilayah terbaru di KabupatenSidenreng Rappang, Soppeng dan Wajo. Ada sebelas bagian yangmenjadi perhatian dari rencana tata ruang wilayah masing-masingkabupaten diantaranya: jaringan persampahan, jalur dan ruangevakuasi bencana, kawasan hutan lindung, kawasan resapan air,kawasan perlindungan setempat, kawasan rawan bencana, kawasanhutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan peruntukanpertanian, kawasan peruntukan perikanan dan kawasan peruntukanpemukiman. Sebelas bagian tersebut dalam peraturan daerahrencana tata ruang wilayah masing-masing kabupaten termasuk kedalam dua kategori besar yaitu: pola ruang yang mencakup kawasanhutan lindung, kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat,kawasan rawan bencana, kawasan hutan produksi, kawasan hutanrakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukanperikanan dan kawasan peruntukan pemukiman; dan struktur ruangyang mencakup sistem jaringan persampahan serta jalur dan ruangevakuasi bencana. Kedua kategori tersebut kemudian dikaji darisudut pandang mitigasi nonstruktural bencana banjir.

Page 17: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

664

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

A. KAWASAN LINDUNG

Kawasan lindung yang dibahas dalam penelitian ini terdiri ataskawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawa-hannya yang meliputi: hutan lindung dan kawasan resapan air;kawasan perlindungan setempat yang meliputi: sempadan sungaidan daerah sekitar danau/waduk; serta kawasan rawan bencanabanjir. Dalam peraturan daerah RTRW masing-masing kabupaten,kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasanbawahannya ditetapkan dengan tujuan untuk mencegah erosi dansedimentasi, menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjaminketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan sertamemberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan untukkeperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan pengontrol tata airpermukaan. Dari tujuan penetapan kawasan ini saja sudah tampakjelas upaya mitigasi bencana khususnya yang berkaitan denganbencana banjir.

Dari perspektif strategi mitigasi bencana menurut Schwab dkk.(2007), penetapan kawasan yang memberikan perlindunganterhadap kawasan bawahannya dapat dimasukkan dalam strategiperlindungan sumber daya alam. Tujuan dari strategi perlindungansumber daya alam ini adalah untuk mengurangi dampak bencanaalam dengan menjaga dan memulihkan lingkungan beserta fungsimitigasinya melalui misalnya kontrol erosi dan sedimentasi sertapelestarian lingkungan. Menurut Sastrodihardjo (2010) adalahkonservasi di daerah hulu untuk menekan aliran permukaan sertamemperkecil debit puncak banjir serta pengendalian erosi untukmengurangi pendangkalan sungai. Sebagaimana telah diidentifikasisebelumnya bahwa penyebab banjir luapan Danau Tempe yaitu erosidan sedimentasi sehingga penetapan kawasan hutan lindung danresapan air memegang peranan penting dalam pencegahankeberlanjutan erosi dan sedimentasi yang akan menambah dampakbencana banjir.

Page 18: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

665

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Penetapan kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannyadapat dikatakan sebagai langkah awal dalam melakukan konservasidi daerah hulu sungai. Langkah selanjutnya yang tidak kalahpentingnya adalah pemberlakuan peraturan zonasi di masing-masingkawasan untuk mempertahankan fungsi kawasan sebagai wilayahperlindungan. Penetapan kawasan hutan lindung dan kawasanresapan air tidak akan memberikan dampak yang signifikan dalammitigasi bencana banjir tanpa disertai dengan penegakan aturanzonasi di masing-masing kawasan.

Baik Kabupaten Sidenreng Rappang, Soppeng dan Wajo telahmenetapkan kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air dimasing-masing wilayahnya. Khususuntuk kawasan hutan lindung,penetapannya didasarkan pada RTRW Provinsi. Sementara itu,penetapan hutan lindung di RTRW Provinsi didasarkan pada SKMenhut nomor SK.434/Menhut-II/2009 tentang kawasan hutandi Sulawesi Selatan. Dalam SK Menhut tersebut terlihat adanyaperubahan luasan kawasan hutan yang ditetapkan pada suratkeputusan sebelumnya. Pada tahun 1999 kawasan hutan di SulawesiSelatan ditetapkan dengan luas 3.879.771 hektar. Sementara itu,berdasarkan SK Menhut yang baru kawasan hutan ditetapkandengan luas 2.725.796 hektar. Hal ini berarti luas kawasan hutandi Sulawesi Selatan berkurang 1.153.975 hektar dalam sepuluhtahun.

Indikasi pengurangan luas kawasan hutan dalam revisi RTRWke depan juga sudah mulai tampak dengan adanya konflik lahanwarga yang masuk kawasan hutan. Pemerintah Kabupaten Soppengtelah mengirimkan surat permohonan untuk merevisi luas kawasanhutan yang telah di tetapkan oleh pemerintah provinsi SulawesiSelatan. Pemerintah Kabupaten Soppeng meminta kepada pemerin-tah provinsi wilayah yang telah diklaim sebagai milik warga tidakditetapkan sebagai kawasan hutan. Jika permohonan tersebutdikabulkan maka luas kawasan hutan di Sulawesi Selatan kembali

Page 19: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

666

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

akan berkurang. Berkurangnya luas kawasan hutan dari tahun 1999sampai tahun 2009 serta kasus sengketa lahan masyarakat dalamkawasan hutan di Kabupaten Soppeng mengindikasikan tidakkonsistennya penetapan kawasan hutan dengan penegakan aturandalam kawasan tersebut.

Selain kawasan yang memberikan perlindungan terhadapkawasan bawahannya, kawasan lindung lainnya yang dikaji dalammitigasi nonstruktural bencana banjir luapan Danau Tempe adalahkawasan perlindungan setempat. Kawasan ini terdiri dari kawasansempadan sungai dan kawasan sekitar danau/waduk.Sukandarrumidi (2010) mengungkapkan salah satu metodenonstruktur pengendalian banjir yaitu memberlakukan aturanlarangan membangun di areal sempadan sungai dengan jarak 100meter dari tepi sungai kecuali bangunan sarana dan prasarana sungai.Dalam ketentuan sempadan sungai di Kabupaten SidenrengRappang, Soppeng dan Wajo, pendapat dari Sukandarrumiditersebut diberlakukan penetapan sempadan sungai yang tidakbertanggul di luar kawasan pemukiman. Sementara itu untuksempadan sungai yang bertanggul ditetapkan dengan jarak 5 meterdari tanggul luar dan untuk sempadan sungai tidak bertanggul dikawasan pemukiman ditetapkan dengan lebar 50 meter dari sungai.

Dalam peraturan zonasi untuk kawasan sempadan sungai, tidaksecara eksplisit disebutkan larangan mendirikan bangunan tetapiditetapkan aturan bangunan yang dibolehkan hanya untuk ruangterbuka hijau, sarana dan prasarana sungai, dan bangunan pemantaubanjir, kegiatan transportasi sungai, rekreasi air dan budidayapertanian dengan tanaman yang tidak mengurangi kekuatan strukturtanah. Adapun kegiatan yang dilarang yaitu kegiatan yang dapatmengganggu fungsi perlindungan kawasan sungai misalnya kegiatanmembuang sampah di sungai, serta kegiatan yang menghalangi jalurevakuasi bencana.

Budidaya tanaman di daerah sempadan sungai sungai dapat

Page 20: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

667

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

dianggap sebagai upaya mitigasi bencana. Kodoatie dan Sugiyono(2002) menyebutkan salah satu mitigasi nonstruktur bencana banjiradalah dengan pengelolaan daerah pengaliran sungai (DPS) melaluipenanaman dan pemeliharaan vegetasi untuk mengendalikankecepatan air dan erosi tanah di sepanjang DPS. Tanaman di daerahsempadan sungai akan menghambat laju air menuju ke daerah hilirsekaligus juga mencegah erosi dari daerah sempadan sungai. Selainbudidaya tanaman di daerah sempadan sungai, aturan zonasisempadan sungai juga melarang kegiatan membuang sampah disungai. Dalam kasus banjir luapan Danau Tempe, sampah dianggapmenjadi salah satu penyebab banjir. Penetapan pembatasanbangunan, pemberian izin penanaman vegetasi dan laranganmembuang sampah pada aturan sempadan sungai di KabupatenSidenreng Rappang, Soppeng dan Wajo mengindikasikan bahwaaturan zonasi tersebut telah memperhatikan aspek mitigasi bencana.

Belum ada ahli yang membahas masalah mitigasi banjir yangdikaitkan dengan kawasan sekitar danau meskipun merupakankawasan lindung. Jika logika perlindungan sempadan sungaidigunakan dalam menganalisis kawasan sekitar danau makadisimpulkan bahwa kawasan sekitar danau idealnya diberlakukanpembatasan bangunan dan larangan membuang sampah. Dalamaturan zonasi kawasan sekitar danau, pembatasan pendirianbangunan telah ditetapkan kecuali untuk bangunan rekreasi danpemantauan ketinggian air. Sayangnya, larangan membuang sampahtidak ditemukan dalam aturan zonasi kawasan sekitar danau.Sementara itu, masalah sampah di Danau Tempe merupakanmasalah serius karena dapat menyebabkan pendangkalan danau.

Dalam kasus di sekitar Danau Tempe,di Kabupaten SidenrengRappang, Pemerintah Kabupaten tidak menetapkan kawasan sekitarDanau Tempe sebagai kawasan perlindungan setempat. Dengandemikian, ketentuan kawasan perlindungan sekitar danau atauwaduk beserta dengan aturan zonasinya tidak berlaku di desa-desa

Page 21: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

668

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

atau kelurahan di pesisir Danau Tempe di wilayah KabupatenSidenreng Rappang. Sementara itu ada dua Kelurahan dan satuDesa yang tampak di peta berada langsung di pesisir Danau Tempe.Ketiadaan aturan zonasi kawasan sekitar Danau Tempe dapatberakibat perkembangan pembangunan sulit dikendalikan.Kemungkinan terburuk adalah dampak bencana akan bertambahseiring dengan berkembangnya pembangunan di dataran banjir.Semakin banyak bangunan di sekitar Danau maka semakin banyakpula bangunan yang tenggelam pada saat terjadi banjir.

Pelaksanaan penataan kawasan perlindungan setempat dapatdikatakan belum berjalan. Pembahasan pada bagian pelaksanaanpenataan ruang menunjukkan bahwa di daerah-daerah yangditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat belum dilaksa-nakan penataan kawasan. Demikian pula peraturan zonasi untukkawasan tersebut juga masih belum dijalankan. Faktor kesadaranmasyarakat; belum adanya rencana detail tata ruang serta belumadanya aturan penertiban menjadi penyebab penataan kawasansempadan sungai dan kawasan sekitar danau belum dilaksanakan.

Selain kawasan yang memberikan perlindungan terhadapkawasan bawahannya dan kawasan perlindungan setempat, kawasanlain yang dibahas dalam penelitian ini adalah kawasan rawan bencanakhususnya rawan bencana banjir. Penataan kawasan rawan bencanadibahas oleh banyak ahli sebagai bagian dari mitigasi bencanadiperlukan penataan ruang dan pemberlakuan aturan khusus.Manajemen pengelolaan dataran banjir harus melalui penataanruang dan rekayasa di daerah banjir yang. Wujud dari manajemendataran banjir yang ditemukan dalam RTRW kabupaten SidenrengRappang, Soppeng dan Wajo adalah penetapan daerah rawanbencana banjir dan peraturan zonasi daerah rawan bencana banjir.Dalam peraturan daerah RTRW di masing-masing kabupaten, semuakecamatan yang wilayahnya terdampak bencana banjir luapan DanauTempe telah ditetapkan sebagai daerah rawan bencana banjir. Selain

Page 22: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

669

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

di batang tubuh perda RTRW, daerah rawan bencana banjir jugadapat terlihat pada peta rencana pola ruang RTRW KabupatenSidenreng Rappang dan Kabupaten Soppeng. Selain itu, pemerintahdaerah telah membuat peta khusus untuk daerah rawan bencana diKabupaten Sidenreng Rappang dan Soppeng. Khusus untuk diKabupaten Wajo, peta daerah rawan banjir tidak ditemukan dalampeta RTRW melainkan dibuat peta resiko bencana banjir tersendirioleh BNPB bekerja sama dengan BPBD Kabupaten Wajo. Diantaratiga kabupaten di pesisir Danau Tempe, hanya Kabupaten Wajoyang memiliki peta khusus untuk resiko bencana banjir. Di duakabupaten lainnya hanya ada peta resiko bencana secara umum.Selain itu, di Kabupaten Sidenreng Rappang terdapat ketidak-sesuaian antara batang tubuh peraturan daerah RTRW dengan petarawan bencananya. Pada peta daerah rawan bencana, KecamatanPanca Lautang Kabupaten Sidenreng Rappang sebagai daerah disekitar Danau Tempe hanya terlihat sebagai daerah rawan bencanaangin kencang. Sementara itu, pada batang tubuh RTRW, terdapatdua kelurahan dan satu desa yang ditetapkan sebagai daerah rawanbencana banjir.Manajemen dataran banjir dalam RTRW KabupatenSidenreng Rappang, Soppeng dan Wajo selain penetapan daerahrawan banjir adalah peraturan zonasi di daerah rawan banjir. Diketiga kabupaten ditemukan peraturan zonasi daerah rawan banjiryang sama. Penekanan dari peraturan zonasi dalam RTRW di tigakabupaten adalah pembatasan kegiatan yang menyebabkanterjadinya banjir. Aturan tersebut tampak sangat normatif sehinggadapat ditafsirkan secara bebas. Peraturan larangan kegiatanpemukiman yang secara tegas dituliskan dalam RTRW Provinsi tidakdicantumkan dalam peraturan zonasi di Kabupaten SidenrengRappang, Soppeng dan Wajo. Dengan peraturan yang normatif,maka pemukiman di daerah rawan banjir dapat saja dianggapdibolehkan oleh pemerintah daerah, tergantung apakah dianggapdapat menyebabkan banjir atau tidak.

Page 23: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

670

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Point penting lainnya mengenai manajemen daerah banjir yaiturekayasa bangunan daerah rawan banjir misalanya dengan modelrumah panggung tidak dicantumkan dalam peraturan zonasi daerahrawan banjir. Meskipun demikian, rumah-rumah masyarakat disekitar Danau Tempe telah menggunakan model rumah panggung.Begitu pula dengan fasilitas umum berupa kantor kelurahan dansekolah yang ada di daerah rawan banjir telah terlihat menggunakanmodel rumah panggung.

B. KAWASAN BUDIDAYA

Kawasan budidaya yang dibahas dalam bagian ini adalah penataankawasan budidaya hutan produksi, hutan produksi terbatas danhutan rakyat yang disatukan dalam kawasan budidaya hutan;kawasan pertanian; kawasan perikanan dan kawasan perumahan.Penetapan kawasan budidaya hutan dapat dilihat sebagai upayapenanggulangan bencana banjir. Kawasan yang telah ditetapkansebagai kawasan hutan menjadi dasar penerapan sejumlah aturantertentu. Penetapan kawasan hutan dimaksudkan untuk menjagakeberadaannya sebagai hutan tetap. Untuk tujuan tersebut,pemerintah telah menetapkan UU No 18 Tahun 2013 tentangPencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang di dalamnyaberisi aturan-aturan untuk mencegah perusakan hutan besertadengan sanksinya.

Kawasan budidaya lainnya adalah kawasan budidaya pertanian,Penetapan kawasan peruntukan pertanian memiliki peran pentingdalam pencegahan erosi dan sedimentasi. Salah satu penyebab erosidan sedimentasi yaitu pertanian lahan kering di wilayah yangtanahnya mudah terjadi erosi Berdasarkan data dari BP DASJeneberang Walanae tahun 2011 beberapa daerah yang memilikikelas lereng di atas 15% di masing-masing Kabupaten yaitu:Kecamatan Dua Pitue, Pitu Riawa, Tellu Limpoe dan Panca Lautangdi Kabupaten Sidenreng Rappang; Kecamatan Donri-Donri,

Page 24: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

671

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Marioriawa, Marioriwo, Liliriaja, Lalabata, Lilirilau di KabupatenSoppeng; dan Kecamatan Maniangpajo, Tempe, dan Sabbangparudi Kabupaten Wajo. Di sebagian wilayah kecamatan tersebutditetapkan sebagai kawasan peruntukan pertanian yang memun-culkan potensi terjadinya erosi dan sedimentasi. Namun demikian,belum dapat dipastikan apakah kawasan-kawasan yang ditetapkansebagai kawasan peruntukan pertanian tersebut berada pada lokasidengan kelas lereng di atas 15%. Adanya potensi erosi dansedimentasi yang disebabkan oleh penetapan kawasan peruntukanpertanian tidak diimbangi dengan aturan zonasi mengenai metodepertanian yang dapat mencegah erosi dan sedimentasi.

Selain itu, dalam peraturan zonasi tidak diatur masalah penge-lolaan sampah sisa hasil pertanian menjadi salah satu penyebab darisedimentasi Danau Tempe. Pada penetapan kawasan peruntukanpertanian di Kabupaten Sidenreng Rappang, Soppeng dan Sidrapterlihat bahwa semua wilayah di sekitar Danau Tempe diperuntuk-kan sebagai kawasan pertanian tanaman pangan. Untuk itu, pentinguntuk diperhatikan lokasi detail lahan pertanian yang berada disekitar Danau Tempe khususnya tanah endapan Danau Tempe yangdijadikan lahan pertanian palawija pada saat musim kering. Sisasampah pertanian ditinggalkan begitu saja di wilayah danau akanmenumpuk dan menambah pendangkalan Danau Tempe.

Penetapan kawasan peruntukan pertanian di beberapa wilayahdi Kabupaten Sidenreng Rappang, Soppeng dan Wajo dapatdianggap sebagai upaya pencegahan erosi dan sedimentasi jika dilihatdari perspektif pembatasan aktivitas pertanian di lahan-lahan yangmudah erosi. Namun di sisi lain, dapat pula menjadi penyebab erosidan sedimentasi jika ternyata lokasi lokasi yang ditetapkan sebagaiwilayah pertanian merupakan lokasi yang mudah erosi. Untuk itu,penilaian terhadap penetapan kawasan peruntukan pertanianpangan tergantung dari rencana detail penataan ruang untukkawasan pertanian dan peraturan zonasi wilayahnya.

Page 25: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

672

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Selain penataan kawasan hutan dan kawasan pertanian, kawasanlainnya yang dibahas dalam bagian ini adalah kawasan perikanan.Penetapan kawasan perikanan dalam RTRW Kabupaten SidenrengRappang, Soppeng dan Wajo menunjukkan bahwa semuakecamatan yang berada di pesisir Danau Tempe ditetapkan sebagaikawasan peruntukan perikanan tangkap. Pemanfaatan tanamaneceng gondok sebagai perangkap ikan menyebabkan perkembanganeceng gondok di Danau Tempe sulit diatas berpotensi besarmenyebabkan sedimentasi.

Dalam peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan tidakdiatur masalah metode penangkapan ikan. Larangan kegiatan yangberpotensi merusak fungsi kawasan yang ada pada peraturan zonasikawasan peruntukan perikanan juga terkesan normatif sehinggatidak cukup tegas untuk membatasi metode penangkapan ikandengan menggunakan eceng gondok. Selain itu, metode penangka-pan ikan tersebut sudah dianggap sebagai budaya masyarakatsehingga sulit untuk dihilangkan. Untuk itu, penetapan kawasanDanau Tempe sebagai kawasan peruntukan perikanan tangkapberpotensi menjadi batu sandungan mitigasi bencana banjir luapanDanau Tempe.

Kawasan budidaya terakhir yaitu kawasan budidaya pemukiman.Penetapan kawasan pemukiman dapat dilihat dari sudut pandangmitigasi bencana banjir sebagai upaya mengurangi kepadatanpenduduk yang bermukim di daerah rawan banjir. Dalam hal ini,Kabupaten Sidenreng Rappang dan Soppeng telah menetapkankawasan di sekitar Danau Tempe sebagai kawasan peruntukanpemukiman pedesaan. Kawasan peruntukan pemukiman pedesaanitu sendiri diperbolehkan kegiatan pemukiman dengan kepadatanrendah dengan koefisien wilayah terbangun (KWT) maksimal 50%dari luas kawasan. Hal tersebut menunjukkan adanya pembatasankepadatan penduduk di daerah pedesaan.

Berbeda halnya di Kabupaten Wajo, diantara empat kecamatan

Page 26: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

673

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

di pesisir Danau Tempe, hanya Kecamatan Tempe yang diatur dalamperaturan daerah RTRW Kabupaten Wajo. Tiga kecamatan laintidak diatur peruntukannya untuk kawasan perkotaan ataupunpedesaan. Sementara itu, Kecamatan Tempe ditetapkan sebagaikawasan peruntukan perkotaan. Penetapan tersebut bukan tanpaalasan mengingat Kecamatan Tempe merupakan ibu kota dariKabupaten Wajo.

Kawasan pemukiman memiliki peran penting dalam mitigasibencana khususnya pemukiman di daerah rawan bencana. Dalampedoman pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir yangdisusun oleh Departemen Pekerjaan Umum mengarahkan agardaerah dengan tingkat kerawanan bencana tinggi dan sedang tidakdigunakan untuk kawasan perumahan. Daerah di sekitar DanauTempe mempunyai tingkat kerawanan bencana sedang dan tinggi.Dengan berdasar kepada peta resiko bencana banjir di KabupatenWajo dan pedoman pemanfaatan kawasan rawan bencana banjiryang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum maka seharusnyadi kawasan rawan bencana banjir luapan Danau Tempe tidak lagidiperuntukkan untuk kawasan pemukiman. Khusus untuk Kabu-paten Sidenreng Rappang dan Soppeng tidak ada data tingkatkerawanan bencana banjirnya sehingga sulit untuk menentukanapakah kawasan di sekitar Danau Tempe dapat dijadikan kawasanpemukiman atau tidak.

C. STRUKTUR RUANG

Pengelolaan sampah dapat dilihat sebagai bagian dari mitigasinonstruktural bencana banjir. Jika pengelolaan sampah berhasilmaka masyarakat tidak lagi membuang sampah di sungai atau didanau. Pada akhirnya upaya ini akan mengurangi keberlanjutanproses pendangkalan di Danau Tempe. Dari uraian di atas terlihatbahwa ketiga kabupaten di sekeliling Danau Tempe telahmerencanakan pengelolaan sampah di masing-masing wilayahnya.

Page 27: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

674

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Sayangnya, di Kabupaten Wajo, tidak semua kecamatandirencanakan ada tempat penampungan sampah sementara.Diantara keempat kecamatan di wilayah Kabupaten Wajo, hanyaKecamatan Tempe dan Tanasitolo saja yang direncanakan ada tempatpenampungan sampah sementara. Sementara itu, dua kecamatanlain yaitu Kecamatan Belawa dan Kecamatan Sabbangparu tidakdisiapkan tempat penampungan sampah sementara. Padahal darisegi geografis, dua kecamatan ini dapat dikatakan berperan pentingsebagai penyangga Danau Tempe. Sebab, dua kecamatan ini dilaluialiran sungai besar yang masuk ke Danau Tempe yaitu SungaiWalanae dan Sungai Bila. Selain itu, beberapa desa di keduakecamatan ini berada di pesisir Danau Tempe. Tidak adanyapengelolaan persampahan di kedua kecamatan tersebut membukapeluang masyarakat untuk terus membuang sampah di Sungai dandi Danau. Jika demikian halnya, maka pendangkalan Danau Tempeyang disebabkan karena sampah masyarakat masih akan terus terjadi.Berbeda halnya dengan Kabupaten Soppeng dan Sidenreng Rappangyang mana di semua kecamatan direncanakan ada tempatpenampungan sampah sementara.

Penyediaan tempat pembuangan sampah sementara tidak lantasmenyelesaikan masalah persampahan. Kenyataanya masyarakatsudah terbiasa membakar sampah atau membuang sampah di sungai.Selain itu, sampah yang banyak menyebabkan masalah pendangkalanDanau Tempe adalah sampah sisa hasil pertanian. Dalam peraturanzonasi kawasan pertanian tidak diatur masalah pengelolaan sampahsisa hasil pertanian. Hal tersebut memungkinkan masyarakat untukterus mengelola sampah dengan cara membakar atau membuangke sungai/danau. Meskipun pada aturan zonasi kawasan sempadansungai telah diatur larangan membuang sampah di sungai namunkenyataannya aturan tersebut belum ditegakkan. Pada akhirnya,praktek membuang sampah di sungai masih terus berlanjut.

Pearturan daerah RTRW masing-masing kabupaten telah

Page 28: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

675

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

mengatur masalah penyediaan jalur evakuasi bencana. Khusus untukwilayah di sekitar Danau Tempe, Kabupaten Sidenreng Rappangtelah merencanakan jalur evakuasi di Kecamatan Panca Lautang.Kabupaten Soppeng telah merencanakan jalur dan ruang evakuasidi Kecamatan Donri-Donri dan Marioriawa. Sementara itu,Kabupaten Wajo telah merencanakan jalur evakuasi bencana diKecamatan Tempe, Tanasitolo dan Belawa. Khusus untuk KabupatenSoppeng dan Kabupaten Sidenreng Rappang telah menyiapkan jalurevakuasi bencana di semua Kecamatan di pesisir Danau Tempe.Namun tidak demikian halnya Kabupaten Wajo yang tidakmerencanakan jalur evakuasi bencana untuk KecamatanSabbangparu. Sementara itu, Kecamatan Sabbangparu merupakansalah satu daerah yang terdampak banjir luapan Danau Tempekarena berada persis di pesisir Danau Tempe.

Dari segi perencanaan, terlihat bahwa Kabupaten Soppeng danKabupaten Wajo lebih detail merencanakan jalur dan ruang evakuasibencana. Selain merencanakan jalur evakuasi, Kabupaten Soppengdan Kabupaten Wajo juga menetapkan rencana ruang evakuasisebagai tempat berkumpul sementara ketika terjadi bencana. Namundemikian, rencana ruang evakuasi bencana di Kabupaten Wajotampak tidak sinkron dengan rencana jalur evakuasinya. Terlihatbanyak ruang evakuasi bencana yang tidak disertai dengan jalurevakuasi bencana. Berbeda dengan dua kabupaten lainnya, rencanaruang evakuasi bencana tidak ditemukan di rencana tata ruangKabupaten Sidenreng Rappang. Ruang evakuasi, selain menjaditempat berkumpul saat bencana, juga menjadi ujung dari jalurevakuasi.

Dari sudut pandang perencanaan dan peraturan zonasi padamasing-masing perda RTRW di setiap kabupaten telah terlihat upayamitigasi bencana khususnya dalam perencanaan dan peraturanzonasi jaringan persampahan, jalur evakuasi bencana, kawasan hutanlindung, kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat

Page 29: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

676

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

kawasan rawan bencana, kawasan hutan produksi dan kawasanhutan rakyat. Namun demikian pada perda yang sama terdapatperencanaan dan peraturan zonasi yang berpotensi menghalangimitigasi bencana yaitu kawasan budidaya pertanian, perikanan danpemukiman. Jika pada kawasan yang menunjukkan adanya upayapencegahan sedimentasi dan pembatasan pemukiman masyarakatdi daerah rawan bencana banjir, tiga kawasan yang terakhirdisebutkan berpotensi menambah sedimentasi dan penambahanpemukiman di daerah rawan bencana. Daerah sekitar Danau Tempeditetapkan sebagai daerah perlindungan setempat, daerah resapanair dan daerah rawan bencana banjir yang aturan zonasinyamengarahkan pembatasan aktivitas pemukiman. Sebaliknya,kawasan sekitar Danau Tempe juga ditetapkan sebagai kawasanpertanian, perikanan dan pemukiman yang di dalam aturanzonasinya membolehkan adanya pemukiman. Disamping itu,kawasan pertanian, perikanan dan perumahan berpotensimenghasilkan sampah yang jika tidak dikelola dengan baik akanmenambah sedimentasi Danau Tempe.

Ketiga kawasan budidaya tersebut dikatakan berpotensimenghambat mitigasi bencana karena belum bisa dipastikanbagaimana rencana detail dari peraturan daerah tersebut. Sebabdalam peraturan daerah, kawasan-kawasan tersebut hanya dituliskanberlokasi di sebagian wilayah kecamatan-kecamatan tertentu. Jikadalam rencana detail tata ruangnya tidak memperhatikan kawasanrawan bencana, kawasan sempadan sungai/sekitar danau, kawasanresapan air dan kelas lereng tanah serta tidak diatur secara ketatmasalah persampahan dan metode penangkapan ikan seperti yangterjadi pada saat ini maka bisa dipastikan kawasan pertanian,perikanan dan pemukiman menjadi penghambat mitigasi bencanabanjir luapan Danau Tempe. Pada saat penelitian dilakukan, rencanadetail tata ruang belum disusun oleh masing-masing kabupaten.

Kondisi-kondisi yang diidentifikasi sebagai penyebab banjir danau

Page 30: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

677

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

tempe masih berlangsung hingga saat ini. Petani masih menanamtanaman pangan lahan kering di daerah pegunungan, nelayan masihmenggunakan eceng gondok untuk menangkap ikan, petani masihmembakar sampah sisa hasil pertaniannya, masyarakat masihmembuang sampah di sungai atau di sekitar rumahnya, di daerahrawan bencana belum ada jalur evakuasi dan lain sebagainya. Praktisbelum ada kondisi yang berubah pasca penetapan perda RTRWmasing-masing kabupaten. Untuk kawasan hutan, sudah terlihattelah ada implementasi di lapangan. Hal tersebut disebabkan karenaaktivitas penataan hutan telah dilaksanakan jauh sebelum penetapanrencana tata ruang wilayah kabupaten. Meskipun dalam pelaksa-naanya masih terdapat kendala seperti yang terjadi di KabupatenSoppeng.

KERJASAMA ANTAR PEMERINTAH DAERAH

Bencana banjir luapan Danau Tempe berdampak pada tigakabupaten sehingga penting untuk dilakukan kerjasama antarpemerintah kabupaten dalam menanggulangi bencana banjirtersebut. Ada beberapa forum yang dibentuk untuk membahaskondisi Danau Tempe. Salah satu diantaranya dijelaskan oleh KepalaDinas Kehutanan Kabupaten Wajo yaitu Forum Daerah AliranSungai (Forum DAS) Sulawesi Selatan yang melibatkan semuakabupaten di Sulawesi Selatan. Dalam Forum DAS tersebut,dibentuk satu sub forum yaitu DAS Peduli Danau Tempe. Pihakyang terlibat dalam Forum DAS tersebut yaitu kepala DinasKehutanan dan Perkebunan, Kepala Bappeda, Kepala DinasPertanian dan dinas-dinas lain yang berhubungan denganpengelolaan DAS di Kabupaten Sidenreng Rappang, Wajo danSoppeng. Beberapa programnya yaitu penghijauan dan reboisasi sertapembuatan kantong air. Forum DAS Sulawesi selatan dibentukdengan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 516/VII/Um/2005 tentang Pembentukan Forum Koordinasi Pengelolaan DAS

Page 31: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

678

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Provinsi Sulawesi Selatan.Dilihat dari fungsinya, Forum DAS ini tidak dapat dikategorikan

sebagai kerjasama antar pemerintah daerah, meskipun di dalamnyaterdapat beberapa unsur satuan kerja pemerintah daerah. ForumDAS hanya berfungsi mempertemukan berbagai pihak dalammemberikan masukan pengelolaan DAS. Pengambilan keputusantetap dikembalikan pada pemerintah, baik itu pemerintahkabupaten, provinsi, maupun pemerintah pusat.

Selain forum DAS, Badan Lingkungan Hidup Daerah ProvinsiSulawesi Selatan juga melakukan pertemuan lintas kabupaten untukmemberikan masukan dalam rangka penyusunan buku pedomanpenyelamatan Danau Tempe. Masing-masing BLHD Kabupaten yangterkait dengan Danau Tempe baik yang berada di hulu sungaimaupun di hilir diundang untuk memberikan masukan terkaitpenyusunan buku pedoman tersebut. Namun seperti halnya ForumDAS, pertemuan tersebut juga tidak dapat dianggap sebagaikerjasama antar pemerintah daerah.

Dalam hal penataan ruang, juga belum ditemukan adanyakerjasama antar pemerintah daerah. Hasil wawancara dengan DinasTata Ruang Kabupaten Wajo, DPU Kabupaten Soppeng danBappeda Kabupaten Sidenreng Rappang menunjukkan bahwa tidakada kerjasama dalam hal penataan ruang. Bahkan dalam halpenetapan batas antar kabupaten sekalipun, tidak dilakukankoordinasi antar pemerintah daerah yang membidangi penataanruang maupun pengembangan wilayah.

Salah satu hal yang menjadi penyebab tidak adanya kerjasamaantar pemerintah daerah adalah karena kebijakan-kebijakan yangsifatnya lintas kabupaten menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.Dalam beberapa kasus bahkan menjadi kewenangan pemerintahpusat. Wilayah Sungai Walanae-Cenranae yang merupakan sungaiyang melalui beberapa kabupaten misalnya, telah menjadikewenangan pemerintah pusat. Demikian pula Danau Tempe yang

Page 32: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

679

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

berada di tiga kabupaten, kewenangan dalam hal pelestarianlingkungannya telah menjadi kewenangan pemerintah provinsimelalui penetapan Danau Tempe sebagai kawasan strategis provinsi.

KESIMPULANUpaya mitigasi nonstruktural bencana banjir luapan Danau

Tempe melalui penataan ruang telah terlihat pada beberapa pasaldalam peraturan daerah rencana tata ruang wilayah di KabupatenSidenreng Rappang, Soppeng dan Wajo. Penetapan jaringan sistempersampahan, jalur dan ruang evakuasi bencana, kawasan hutanlindung, kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat,kawasan rawan bencana, kawasan hutan produksi dan kawasanhutan rakyat beserta dengan aturan pengendalian pemanfaatanruangnya dapat dilihat sebagai bagian dari mitigasi nonstrukturalbencana banjir. Pada peraturan yang sama terdapat perencanaankawasan budidaya pertanian, perikanan dan perumahan yangberpotensi menjadi penghambat mitigasi bencana banjir. Mitigasinonstruktural bencana banjir sebagaimana yang tercantum dalamperaturan daerah rencana tata ruang belum dilaksanakan secaraoptimal karena belum adanya rencana detail tata ruang di masing-masing kabupaten. Selain itu, faktor persepsi dan ketangguhanmasyarakat dapat menyebabkan mitigasi nonstruktural bencanabanjir luapan Danau Tempe belum menjadi prioritas pemerintah.

Dalam penelitian ini juga belum ditemukan ada kerjasama antarpemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang, Soppeng dan Wajodalam hal mitigasi nonstruktural bencana banjir luapan DanauTempe melalui penataan ruang. Penyebabnya adalah karena urusanpemerintahan lintas kabupaten dikelola langsung oleh pemerintahprovinsi atau pemerintah pusat.

DAFTAR PUSTAKABUKUBadan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Soppeng. 2013.

Page 33: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

680

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Laporan Hasil Pemantauan Bencana Alam Banjir di Wilayah Kabupaten Soppengpada Hari Senin Tanggal 15 Juli 2013. Watang Soppeng.

Benson, Charlotte, John Twigg. 2007. Perangkat untuk Mengarusutamakan PenguranganResiko Bencana: Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalamBidang Pembangunan. Yogyakarta: Cyrcle Indonesia.

BP DAS Jeneberang Walanae. 2013. Laporan Banjir di Wilayah DAS Jeneberang WalanaeTahun 2013. Makassar.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2008. Kerangka Kinerja Pengelolaan DaerahAliran Sungai di Indonesia. Jakarta.

Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.434/Menhut-II/2009tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan di Wilayah ProvinsiSulawesi Selatan

Kodoatie, Robert J dan Roestam Syarif. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit Andi.Kodoatie, Robert J. dan Sugiyanto. 2002. Banjir: Beberapa Penyebab dan Metode

Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Kodoatie, Robert J. 2008. Analisa Ancaman Bencana Hydrometeorologis di Indonesia,

dalam Upaya Organisasi Masyarakat Sipil dalam Pengurangan Resiko Bencana, AdiNugroho (Peny). Yogyakarta: Yayasan SHEEP Indonesia.

Nawawi, Hadari & Mimi Martini.1996. Penelitian Terapan, cetakan kedua, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah,cetakan kedua. Jakarta: Kencana.

Nurjanah dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta.Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupten Tahun 2012-2032Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Soppeng Tahun 2012-2032Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Wajo Tahun 2012-2032Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012-2032Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata

Cara Kerja Sama Antar DaerahPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara

Kerjasama Antar DaerahPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang NasionalPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan RuangPriambodo, S. Arie. 2009. Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta: Kanisius.Rostin, & Rahael Kimbal. 2012. Teknik Pengumpulan Data Kualitatif dalam Desain

Penelitian: Pendekatan Kualitatif. Diaspora Tim, Malang: Insan Muamalah.

Page 34: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

Vol. 1 No. 3OKTOBER 2014

681

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Salim, Agus, & Ali Formen. 2006. Pengantar Berpikir Kualitatif (Menuju ObjektifitasPenelitian Sosial di Indonesia) dalam Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, EdisiKedua, Agus Salim (peny). Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sastrodihardjo, Siswoko. 2010. Upaya Mengatasi Masalah Banjir Secara Menyeluruh,Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum.

Schwab, Anna K. Katherine Eschelbach, & David J. Browner. 2007. Hazard Mitigationand Preparedness. United States: Wiley.

Sudibyakto dkk. 2012. Menuju Masyarakat Tangguh Bencana: Tinjauan dari FenomenaMulti-Bencana Indonesia dalam Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana, AgusIndiyanto & Arqom Kuswanjono (eds). Bandung: Mizan.

Sudibyakto. 2011. Manajemen Bencana di Indonesia Ke Mana?. Yogyakarta: GadjahMada University Press.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Cetakan ke 17, Bandung:Alfabeta.

Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam & Bencana Anthropogene: Petunjuk Praktis untukMenyelamatkan diri dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.

Susanto, A.B. 2006. Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, Jakarta: AksaraGrafika Pratama.

Triutomo, Sugeng, B. Wisnu Widjaya, Mohd. Robi Amri (eds.). 2007. PengenalanKarakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia, Edisi II,Jakarta: DirektoratMitigasi, Lakhar BAKORNAS PB.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang PenanggulanganBencana

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan PemberantasanPerusakan Hutan

UNDP, Modul Mitigasi Bencana, Edisi Kedua, 1994

JURNALHasnawir. 2012. “Ambang Batas Curah Hujan untuk Bencana Sedimen di Kaldera

Bawakaraeng, Sulawesi Selatan”. Jurnal Penanggulangan Bencana Volume 3 Nomor1, Juni 2012.

Maarif, Syamsul. 2010. “Bencana dan Penanggulangannya”. Jurnal DialogPenanggulangan Bencana. Volume 1 Nomor 1 Oktober 2010.

Permana, Raden Cecep Eka dkk. 2011. “Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bencana PadaMasyarakat Baduy”. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1, Juli 2011.

Sarasati, Wirasti. “Praktek Kearifan Lokal Dalam Pengurangan Resiko Bencana Alam”.Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2

WEBSITE:Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Info Bencana Edisi September 2013, Jakarta,

2013 diakses dari http://www.bnpb.go.id/ tanggal 31 Oktober 2013 pukul 05.30.

Page 35: Erwin Musdah Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana ... · mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Mitigasi bencana mencakup upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana (Priambodo

682

JURNALILMU PEMERINTAHAN &

KEBIJAKAN PUBLIK

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Data & Informasi Bencana Indonesia BNPB, Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana perJenis Bencana 1815-3013, Jakarta, 2013 diakses dari http://dibi.bnpb.go.id tanggal31 Oktober 2013 pukul 08.29.

Data & Informasi Bencana Indonesia BNPB, Sebaran Kejadian Bencana dan KorbanMeninggal per Jenis Bencana 1815-3013, Jakarta, 2013 diakses dari http://dibi.bnpb.go.id tanggal 31 Oktober 2013 pukul 08.29.