Upload
phamhuong
View
230
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK POLITIK DALAM
AKTA HASUTAN 1948 DI MALAYSIA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
MU’AZ BIN ABD. AZIZ
NIM: 109045200015
KONSENTR ASI SI YAS AH S YAR’ IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J AKARTA
1432 H / 2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperloleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: 20 Juni 2011 M
18 Rejab 1432 H
Mu’az Abd. Aziz
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadrat Ilahi atas seluruh rahmat serta hidayahNya yang
telah dilimpahkan kepada hamba dan seluruh umat manusia di dunia. Sungguh hamba
hanya insan yang tiada berdaya selain dengan pertolongan Mu ya Rabb, atas izin dan
keridhaanMu maka hamba dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akta Hasutan 1948 Di Malaysia.” Salawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah saw. yang memberikan cahaya
terang bagi perkembangan Islam di dunia.
Tiada hari tanpa hamba mengucap syukur kepadaMu ya Allah, Tuhan
penggenggam langit dan bumi yang menguasai hari pembalasan. Tidak ada satu
kejadianpun tanpa seizinMu, terima kasih karena telah mengizinkan hari ini terjadi
dalam hidup hamba. Amin ya Rabbal âlamin. Jutaan terima kasih kepada:
1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan S1.
2. Negara Republik Indonesia yang telah memberikan izin tinggal.
3. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Asmawi, M.Ag, selaku ketua Jurusan Jinayah Siyasah, Afwan Faizin,
M.A, selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah dan Sri Hidayati, M.A,
mantan Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah.
6. Iding Rosyidin M.Si dan Masrofah, S.Ag, M.Si, selaku Pembimbing, yang
banyak meluangkan waktu, tenaga, fikiran, serta tunjuk ajar kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
ii
7. Jutaan terima kasih untuk Bunda tercinta Rokiah bte Khamis (mak), dan
Ayahanda tersayang Abdul Aziz bin Abdul Majid (abah), setiap hembusan
nafas kalian adalah doa untuk keberhasilan anakanda, dengan lautan kasih
yang takkan pernah surut walaupun kemarau panjang datang melanda.
8. Teristimewa juga pada Nurul Asmat bte Nordin yang selalu mendukung,
memberi semangat dan sentiasa setia menunggu.
9. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Jinayah Siyasah
khususnya yaitu Prof. Atho Mudzar, Prof. Abd. Ghani, Prof. Yunasril Ali,
Prof. Amany Lubis, Prof. Abduh Malik, Dr. Nurul Irfan, Dr. Abdul Halim, Dr.
Isnawati Rais, Dr. Rumadi, Dr. Mamat Selamat, Dr. J.M Muslimin, Dewi
Sukarti, Khamami Zada, Atep Abdurrafiq, Iding Rosyidin, Wiwi Mashum, Siti
Hannah, Damanhuri Mustofa, Ismail Hasani, Ahmad Kholidin, Fahmi
Ahmadi, Kamarusdiana, Bambang Catur, Heldi, Sri Hidayanti, Elviza, atas
segala motivasi, bimbingan, wawasan, dan pengalaman yang mendorong
penulis selama menempuh studi. Seluruh staf dan karyawan Fakultas
Ushuluddin, Akademik Pusat, dan Rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan-perpustakaan di Indonesia
dan perpustakaan-perpustakaan di Malaysia.
11. Terima kasih dan salam sayang penuh kerinduan kepada atuk Khamis dan
nenek Halimah dan semua saudara-mara penulis dan adik-adik yaitu Umar,
Naim, Syafiqah, Farhan, Hanif dan Afiq.
12. Dato’ Tuan Guru Hj. Harun Taib selaku pengerusi Ahli Majlis Mesyuarat
KUDQI & Ahli Majlis Mesyuarat KUDQI. Pihak Kolej Universitas Darul
Quran Islamiyyah (KUDQI) yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat
terutama, Rektor Ust. Mahmood Sulaiman, Ust. Kamaruzaman, Ust Soud
Said, Ust. Nik Mohd Nor, YB. Ust. Mohd Nor Hamzah, Ust. Rizki Ilyas,
iii
Ustadzah Zaitun, Ust. Shahari Zulkirnain, Ust. Asmadi, Ust. Khalil, dan
seluruh Ustadz dan Ustadzah juga mahasiswa serta adik-adik KUDQI,
MPMKUDQI dan HESIS. Sahabat-sahabat Mesir, Turki dan Yaman. Serta
warga MDQ, Ayahanda Ust. Rosli, Ust. Zulyadain, Ust. Wan Awang, dan
semua tenaga pengajar MDQ serta adik-adik banin dan banat yang
berkesempatan dengan penulis.
13. Sahabat-sahabat Malaysia yaitu Hadi, Saipudin, Zalani, Khalil, Hanzalah, Pijo,
Syamil, Amir, Mok, Helimi, Hafiz, Fuad, Sabri, Ukasyah, Ridzuan, Ust.
Azahari, Ridhuan Hamid, Farid, Najmi, Nash, Syuk, Munir, Madan. Dan
semua sahabiyah Kak Su, Azidah, Hidayah, Khadijah, Faizah, Hajar, Alfiyah,
Ain, Ba’yah, Zudena, Syazwani, Najiha, Saedah, Balqis, Sumaiyah, Zuriah,
Halijah, Norjanah, Sahara.
14. Sahabat-sahabat Indonesia terutamanya, Muchsin, Danny, Pak Iskandar, ibu
Halimah, Iqbal, Stephani, Indah, Sally, April, bung Arman, Mada dan yang
lain. Karena telah banyak menolong penulis dalam bentuk apa pun selama di
Indonesia ini.
15. Terakhir, jutaan rasa terima kasih kepada semua individu yang secara tidak
langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
Semoga Allah Subhanaahu wa Ta’ala menjadikan usaha kecil ini sebagai amal
yang ikhlas, memberi manfaat yang berterusan, menjadi teman ketika berseorangan di
kuburan dan keberkatan untuk kedua orang tua dan umat Islam seluruhnya.
Wama taufiqi Illa billah.
Jakarta, 6 Juni 2011
4 Rejab 1432 H
Mu’ az bin Abd. Aziz
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………..……..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………...……...vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………..…..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………..…….6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………..…...6
D. Kajian Terdahulu (Review) ………………………………………...7
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan…………………………..10
F. Sistematika Penulisan…….…………………………………..…… 11
BAB II HAK-HAK POLITIK
A. Pengertian Hak-Hak Politik ………………………………………...12
B. Hak-Hak Politik……………………………………………………..19
C. Sejarah Hak Politik dalam Islam ………….………………………..20
BAB III IMPLEMENTASI AKTA 15 TENTANG HASUTAN TAHUN 1948
DI MALAYSIA
A. Definisi Akta Hasutan …………………...………………………….28
B. Materi dalam Akta Hasutan……………………….………………...30
C. Tinjauan akta hasutan dalam Konsitusi Malaysia…………...………33
D. Implementasi Akta Hasutan di Malaysia…………………..……..…40
vii
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK POLITIK DAN
AKTA HASUTAN
A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak-hak Politik…………………44
B. Kedudukan Akta Hasutan dalam Pandangan Hukum Islam…….….53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………............59
B. Saran …………………………………………………………….….60
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...…….....61
LAMPIRAN : ………………………………………………………………….…...66
.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ta‟at kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagai disebutkan dalam
Al Kitab dan As Sunnah. Di antaranya Allah Ta‟ala berfirman;
( ٤/ النساء :
٥٨)
Artinya: Wahai orang-orang Yang beriman, Taatlah kamu kepada Allah dan
Taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada "Ulil-Amri" (orang-orang Yang
berkuasa) dari kalangan kamu. kemudian jika kamu berbantah-bantah
(berselisihan) Dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya
kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya - jika kamu benar
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi
kamu), dan lebih elok pula kesudahannya. (Qs. An-Nisa‟/ 4: 58).
Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan
ketiga setelah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di
sini tidaklah datang dengan lafazh „ta‟atilah‟ karena ketaatan kepada pemimpin
merupakan ikutan daripada ketaatan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu,
apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk membuat maksiat kepada Allah,
maka tidak ada lagi kewajiban dengar dan taat kepadanya.
Hak bagi warga negara untuk berpatisipasi dalam urusan negara, politik,
sosial, ekonomi dan kebudayaan melalui hak dalam memberikan suara, hak
memilih dalam pemilihan, dan kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan
2
pers dan kebebasan berkumpul. Landasan dasar hak ini dalam Islam yang
dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan telah dijelaskan oleh Rasulullah
adalah berkumpul pada enam asas dasar yaitu; Kebebasan atau demokrasi,
keadilan, persamaan, permusyarakatan, perbandingan dan mawas diri. 1
Negara maju adalah negara yang mampu menjalankan tugasnya, bukan
hanya untuk menjaga dan memelihara keamanan, tetapi juga mampu memberikan
kesejahteraan dan kemakmuran kepada rakyatnya. Dan kemajuan suatu negara
tidak hanya dapat dilihat dari segi kemajuan ekonominya saja, akan tetapi harus
dilihat dari segi yang lain seperti politik dan sosial budaya. Artinya bahwa
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat itu tidak hanya diukur dengan kemajuan
ekonomi saja, akan tetapi dilihat dari terpenuhinya semua hak-hak rakyat seperti
hak hidup, hak milik, hak perlindungan keamanan dan kehormatan, hak politik
dan lain- lain.
Jaminan hak-hak rakyat biasanya di negara-negara moderan dituangkan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hak-hak rakyat yang harus
diberikan dan dijamin oleh negara itu pada hakikatnya adalah hak asasi manusia
yang bersifat kodrati berasal dari Tuhan. Oleh karena itu sebenarnya hak-hak
dasar manusia (rakyat) tidak memerlukan legatimasi yuridis untuk
1 Wahbah Az-Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam ,(Jakarta Timur:Pustaka Al-Kausar,2005) cet.
I, h. 108
3
memberlakukannya dalam sistem hukum nasional maupun internasional.2
Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM, hak
itu tetap eksis dalam setiap diri manusia. Namun terkadang adanya
penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi terhadap perampasan, perkosaan,
dan pemanipulasian HAM oleh manusia satu kepada manusia yang lain atau oleh
manusia kepada rakyatnya, sehingga HAM memerlukan yuridis untuk
diberlakukan dalam mengatur kehidupan manusia.
Hak politik merupakan salah satu hak rakyat yang harus diberikan dan
dijamin oleh negara. Misalnya hak rakyat untuk berkumpul atau berserikat,
berpendapat di muka umum dan turut serta dalam pemerintahan. Adanya
pemenuhan dan jaminan hak-hak dasar rakyat termasuk hak politik- merupakan
suatu ciri sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu suatu
pemerintahan yang melibatkan peran rakyat dan tidak memasung kehendak rakyat
karena pada hakikatnya demokrasi itu adalah suatu pemerintahan yang berasal
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Kebebasan bersuara dijamin oleh konstitusi Malaysia dalam pasal 10 (1)
(a) dan pasal 10 (2) (a) dengan jelas memberikan garis panduan dalam soal
kebebasan bercakap dan mengeluarkan pendapat, yaitu pendapat yang disuarakan
hendaklah mengambil kira kepentingan keselamatan negara, kepentingan dan
2 Bambang Sutiyoso, Aktuarita Hukum dalam Era Reformasi, (Jakarta: Rajawali Press,
2004), Cet. 1, h. 100
4
keistimewaan pihak-pihak tertentu.3 Kebebasan bersuara ini merangkumi ucapan
sama ada bersifat simbolik, dituturkan, bersifat penulisan, berbentuk politik,
kesenian ataupun komersil.4 Dalam konteks Malaysia, kebebasan dan
menyuarakan pendapat memberikan hak kepada pers-pers nasional memainkan
peranan yang cukup penting dalam menghebahkan maklumat dan berita yang
tepat, sahih dan benar. Walau bagaimanapun, kebebasan yang diberikan ini tidak
bersifat mutlak tetapi boleh disekat seandainya melibatkan aspek kepentingan
keselamatan persekutuan ketenteraman awam dan kemoralan. Kebebasan
bersuara berkebijakan undang-undang yang dibuat oleh manusia ini menunjukkan
tidak bebas. 5
Perdana Menteri Tun Dr. Seri Maharthir mengatakan, hak kebebasan pers,
coba menonjolkan bahwa pers bebas untuk mengkritik pemerintah ataupun
menyokong pemerintah. Katanya, sesebuah pers yang hanya mengecam
pemerintah tidak pula berarti bebas. Katanya lagi :
“Kebebasan pers tidak bermakna jika sering menyiarkan pembohongan
mengenai sesuatu perkara karena dikongkong oleh matlamat politik sesuatu
pihak yang menentang pemerintah. Pers yang bersifat demikian biasanya
3 http://bersih.blogspot.com/2007/12/kebebasan-bersuara-telah-disalah-guna.html diakses
pada tanggal 15/12/2010 jam11:10, wib. 4 Faridah Jalil, Kebebasan dan Jenayah Dalam Berkarya. (Kuala Lumpur, Dewan Sastera.
Oktober 2001) cet I, h. 23 5 Mohd. Safar Hasim. Pers di Malaysia Antara Kebebasan dengan TanggungJawab . (Bangi.
Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, 2005) cet I, h. 5
5
dijejaskan oleh pemilik, pengarah serta pihak yang sanggup menolak kebenaran
bagi memelihara kemasyuran dan kewangan mereka semata-mata”.6
Kebebasan bercakap bataskan kepada kata-kata yang tidak menjadi fitnah,
kata-kata yang tidak mencerca mahkamah atau kata-kata yang melanggar hak
keutamaan parlemen dan dewan negeri. Sesiapa yang menyebut, menulis,
mencetak, menjual atau menyiarkan perkataan yang membawa hasutan adalah
dianggap oleh undang-undang. 7 mereka dianggap melakukan kesalahan yang
boleh dihukum hingga lima tahun penjara atau sanksi RM5000. 8
UU ini jelas membatasi kebebasan hak politik yang dibawa oleh warga
negara Malaysia khususnya dari partai oposisi. Intelektual juga takut
menyampaikan pendapat yang bertentangan dengan pemerintah karena terdapat
UU yang membatasi hak-hak tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
terdorong untuk mengkaji hak-hak politik dan kaitan UU hasutan di Malaysia dan
menjadikan sebagai tema skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Hak Politik Dalam Akta Hasutan1948 di Malaysia”.
6Othman Muhammad, Erti Kebebasan Pers-Persekitaran Yang Membimbangkan. Kuala
Lumpur, Sasaran, Desember 1992)cet, I, h.20-23 7 Akta Hasutan 1948
8 Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia , (dewan bahasa
dan pustaka kuala lumpur 2006) cet, I, h. 301
6
A. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka penulis mencoba
membataskan permasalahan tersebut dengan mengfokuskan ruanglingkup di
antaranya adalah, kedudukan pembentukan undang-undang atau UU hasutan
yang dipengaruhi dari prilaku sosial dan juga terkait dalam hal berpolitik.
Kemudian pandangan hukum Islam terhadap implementasi Undang-undang
Hasutan ini.
2. Perumusan Masalah
Supaya tidak menjadi pembahasan yang panjang penulis merumuskan
pemasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana kebebasan berpendapat diatur dalam undang-undang Negara
Malaysia?
b. Bagaimana implementasi Akta Hasutan di Malaysia?
c. Bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai hak politik menurut UU
Hasutan di Malaysia?
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada beberapa alasan dan tujuan yang mendasari penulis memilih judul
skripsi ini. Berikut adalah :
a. Untuk menjelaskan bagaimana kebebasan berpendapat diatur dalam undang-
undang Negara Malaysia.
b. Untuk menjelaskan implementasi Akta Hasutan di Malaysia.
7
c. Untuk menjelaskan bagaimana Islam memandang hak politik menurut UU
Hasutan di Malaysia.
Ada pun manfaat dalam penelitian ini, diantaranya ialah;
1. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan khazanah keilmuan
dibidang fiqh siyasah dalam konteks ketatanegaraan di Malaysia
2. Memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang bagaimana kebebasan
berpendapat itu dari perspektif Hukum Islam dan Perlembagaan Persekutuan
di Malaysia.
3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk
peneliti- peneliti akan datang.
D. Review Studi Terdahulu
Sejumlah penelitian dengan bahasan tentang hak-hak asasi telah
dilakukan, baik mengkaji secara spesifik topik tersebut ataupun yang
mengkajinya secara umum yang sejalan dengan bahasan penelitian ini. Berikut ini
merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian tersebut
baik yang berupa buku maupun skripsi, di antaranya:
Penelitian skripsi yang ditulis oleh Masrianti yang berjudul “Hak-hak
Asasi Manusia Menurut Islam dan Deklarasi Universal: Studi Perbandingan
8
Dalam Konteks Hak-hak Dan Kedudukan Perempuan” tahun 2006.9 Penelitian ini
di antaranya membahas tentang hak-hak dan kedudukan kaum perempuan dan
realitasnya pada masa kini.
Penelitian yang ditulis oleh Ahmad Baihakki Bin Arifin yang berjudul
“Hak-hak Politik Warga Negara Dalam Perlembagaan Persekutuan Malaysia”,
tahun 2008.10 Penelitian ini membahas tentang hak-hak politik warga negara
Malaysia yang diatur di dalam konstitusi Malaysia.
Penelitian yang ditulis oleh Abdul Qodir yang berjudul “Kebebasan
Pindah Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan HAM”, tahun 2008.11
Penelitian ini membahas tentang kebebasan untuk pindah agama yang telah diatur
oleh hukum Islam dan juga menurut HAM.
Selain skripsi di atas, sejumlah penelitian dengan bahasan tentang Hak
Asasi Manusia dan Hukum Islam telah dilakukan, baik yang mengkaji secara
spesifik topik tersebut maupun yang bersinggungan secara umum dengan bahasan
penelitian. Berikut ini merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya
penelitian tersebut:
9 Masrianti, “Hak-hak Asasi Manusia Menurut Islam Dan Deklarasi Universal: Studi
Perbandingan Dalam Konteks Hak -hak Dan Kedudukan Perempuan”, (Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sya rif Hidayatullah Jakarta, 2005) 10
Ahmad Baihakki Bin Arifin, “Hak-hak Politik Warga Negara Dalam Perlembagaan
Persekutuan Malaysia”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005) 11
Abdul Qodir, “Kebebasan Pindah Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan HAM ”,
(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2005)
9
“Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia” karya Mohd
Salleh Abas.12 Buku ini menjelaskan tentang prinsip dan tatacara pemerintahan di
Malaysia. Dan didalamnya banyak menguraikan tentang konstitusi Malaysia yang
mana turut menjelaskan hak-hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi.
Kedua, “Hak Asasi Manusia dalam Islam”, karya Syekh Syaukat
Hussain.13 Buku ini membahas tentang konsep HAM di dalam Islam dan ruang
lingkup HAM dalam perspektif Islam serta bagaimana usaha-usaha perlindungan
dalam Islam terhadap pelaksanaan HAM.
Ketiga, “Hak Asasi Manusia dalam Islam” karya Ikhwan.14 Buku ini
membicarakan tentang hak asasi dalam Islam dan hukum internasional. Di
dalamnya juga turut diadakan perbandingan antara hukum Islam dan hukum
Internasional terhadap beberapa isu hak asasi manusia.
Keempat, “Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syariat Islam”, karya
Rusjdi Ali Muhammad.15 Buku ini membincangkan kewajiban dan hak manusia
di dalam sesebuah negara yang terdiri dari orang Islam dan Non-muslim.
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
12
Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan di Malaysia (Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006. 13
Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam. Penerjemah Abdul Rochim
C.N.. (Jakarta: Gema Insani Press, 1996). cet.I 14
Ikhwan, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2004). cet.I 15
Rusjdi AliMuhammad, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syariat Islam (Aceh: Ar-
Raniry Press, 2000).cet. I
10
1. Jenis Penelitian
Skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penulis
mencoba mengumpulkan data-datanya berasal dari sumber-sumber hukum yang
ada yaitu undang-undang dan hasil karya dari kalangan hukum.
2. Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah hak politik dan hubungan
antara UU hasutan di Malaysia. Dan tinjauan terhadap hukum Islam.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumenter dari bahan-bahan tertulis
yakni dengan mencari bahan-bahan yang terkait serta mempunyai relevansi
dengan obyek penelitian. Data yang diperoleh dapat dibedakan menjadi data
primer dan sekunder.
Termasuk ke dalam sumber data primer adalah buku Perlembagaan
Persekutuan dan UU hasutan 15 tahun 1948 Sedangkan sumber data sekunder
adalah buku-buku dari kalangan hukum, jurnal, dan situs internet yang berkaitan
dengan obyek penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Dalam melakukan analisis terhadap data-data yang sudah terhimpun,
penulis menggunakan teknik perbandingan hukum dengan mencari adanya
perbedaan-perbedaan dan persamaan pada sistem hukum Malaysia dan hukum
Islam yang mengatur hak politik
11
5. Teknik Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007” yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-
sub bab, adapun secara sistematis bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:
Bab I, Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II, Pembahasan dalam bab II ini mengenai hak-hak politik yaitu
membahaskan, pengertian hak-hak politik, sejarah hak politik dalam Islam.
Bab III, Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum UU hasutan 1948 di
Malaysia, seterusnya tafsiran UU hasutan, beberapa hal yang diatur dalam UU
hasutan, tinjauan UU hasutan dalam perlembagaan persekutuan dan implementasi
UU hasutan.
Bab IV, Merupakan tinjauan hukum Islam terhadap hak-hak politik dan juga
kedudukan UU hasutan dalam pandangan hukum Islam
Bab V, Merupakan bab penutup, yang di dalamnya terdapat kesimpulan
dan saran.
12
BAB II
HAK-HAK POLITIK
A. Pengertian Hak-hak Politik
Kata hak politik terdiri dari dua kata yaitu hak dan politik. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia kata hak berarti benar, milik, kewenangan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan
sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu dan
hak juga berarti derajat atau mertabat.1
Kata hak berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi mengandung
beberapa arti. Dalam al-Quran terdapat beberapa makna untuk kata hak. Makna
hak sebagai ketetapan dan kepastian terdapat dalam al-Quran surat Yasin/36: 7.
Makna hak sebagai menetapkan dan menjelaskan terdapat dalam surat al-Anfal/8:
8. Makna hak sebagai bagian yang terbatas terdapat dalam al-Ma’arij/70: 24-25.
Kata hak dengan arti benar, lawan dari batil, terdapat dalam surat Yunus/10: 35.2
Dalam kamus Lisan al-Arab, kata hak diartikan dengan ketetapan, kewajiban,
yakin, yang patut dan benar.3
Sedangkan kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang
menunjukkan sifat peribadi atau perbuatan. Secara leksikal, asal kata tersebut
1 Tim Penyusun Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. I, h . 292 2 Ikhwan, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Jakarta: Logos, 2004), Cet. I, h. 9
3 Jalaluddin Muhammad Ibnu Manzhur, Lisan al-'Arab, (Mesir: Dâr al-Mishriyah li al-
Ta'lif wa al-Tarjamah, t.th), Juz 11, h. 332-343
13
berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata
Latin politicus dan bahasa Yunani (Greek) politicos yang berarti relating to a
citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city
“kota”, politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti,
yaitu: Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya)
mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat
atau kelicikan dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin
pengetahuan, yaitu ilmu politik.4
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik diartikan sebagai ilmu
pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, segala urusan dan
tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau
terhadap negara lain, kebijakan cara bertindak (dalam menghadapi atau
menangani suatu masalah).5 Politik merupakan kata kolektif yang mempunyai
pemikiran-pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan. 6
Menurut Miriam Budiardjo, politik adalah bermacam-macam kegiatan
dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.7 Selanjutnya
sebagai suatu sistem Munawir Sadzali menerangkan, bahwa politik adalah suatu
4 Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Quran,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), Cet. II, h. 34 5 Ibid., h. 292
6 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Bary, Kamus Ilmiah Kontemporer, (Surabaya:
Arkola, 1994),cet. I h. 608 7 Miriam Budiard jo, Dasar-dasar Ilmu Politik , (Jakatra: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2005), Cet. XXVII, h. 8
14
konsepsi yang berisikan ketentuan-ketentuan siapa sumber kekuasaan negara;
siapa pelaksana kekuasaan tersebut; apa dasar dan bagaimana cara untuk
menentukan serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu
diberikan; kepada siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggungjawab dan
bagaimana bentuk tanggungjawabnya.8
Politik dalam bahasa Arab disebut dengan siyâsah yang berasal dari kata
ساسح - سس - ساس , yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Dalam kamus
al-Muhîth dikatakan: را: سسد انزعح ساسح أيزذا yang berarti saya
memerintahnya dan melarangnya.9 Politik atau siyâsah mempunyai makna
mengatur urursan umat, baik secara dalam karenapun luar negeri. Politik
dilaksanakan baik oleh negara (pemerintah) karenapun umat (rakyat), negara
adalah institusi yang mengatur urusan tersebut secara praktis, sedangkan umat
atau rakyat mengoreksi (muhasabah) pemerintah dalam melakukan tugasnya.10
Difinisi ini diambil dari hadis-hadis yang menunjukkan aktivitas penguasa,
kewajiban untuk mengoreksinya, serta pentingnya mengurus kepentingan umat
atau rakyat. Rasulullah SAW bersabda:
8 Munawir Syazili, Islam dan Tata Negara, (Jakarta:UI Press. 1990),cet. V, h. 41
9 Muhammad b in Ya’qub al-Fairuz Abadi, Al-Qâmûs al-Muhîth, (Bairut: Dâr al-Fikir,
1995), cet. I, h. 496 10
Abdul Qadim Zallum, Afkaru Siyasiyah, edisi Indonesia: Pemikiran Politik Islam,
diterjemahkan oleh Abu Faiz, (Bangil: Al-Izzah, 2004), Cet. II, h. 11
15
انحس ة ع ا أت انأش ى حذث ا أت ع ياخ حذث انذ سار ف يزض اد عاد يعقم ت س ذ اهلل ت عث أ
صه اهلل عه عد انث سهى س رسل اهلل صه اهلل عه ي عر يعقم إ يحذثك حذثا س فقال ن ف
حح إال نى جذ رائحح انجح :سهى قل ص ا ت اهلل رعح نى حط عثذ اسرزعا 11 (را انثخار) يا ي
Artinya: Diceritakan kepada kami Abu Nu’aim diceritakan kepada kami Abu Al-
Asyhab diriwayatkan dari Al-Hasan bahwasanya Abdullah bin Ziyad menjenguk
Ma’qil bin Yasar ketika dia sakit menjelang matinya berkata Ma’qil kepadanya
(Ziyad): saya akan memberitahukan kepadamu apa yang telah saya dengar dari
Rasulullah SAW., aku mendengar Nabi SAW bersabda:“Seseorang yang
ditetapkan Allah (dalam kedudukan) mengurus kepentingan ummat dan dia tidak
memberikan nasihat kepada mereka (rakyat) dia tidak akan mencium bau surga.”
(HR. Bukhari)
ح أو سه ع يحص ضثح ت ع انحس ا قرادج ع ح حذث او ت ا حذث خانذ انأسد ذاب ت ا حذث
سهى قال عه صه انه رسل انه كز سهى :أ أ ي عزف تزئ ف كز ذ أيزاء فرعزف سرك
اتع ذ رض ي ى قم. نك ا أفال قاذه 12 (را يسهى)ال، يا صها : قان
Artinya: Diceritakan kepada kami Hadab bin Khalid Al-Azdi diceritakan kepada
kami Hammam bin Yahya diceritakan kepada kami Katadah daripada Dayyabah
bin Mihshon daripada Ummi Salamah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Akan ada para amir (penguasa), maka kalian (ada yang) mengakui
11
Muhammad bin Ismâil bin Ibrâhim al-Bukhâri, Sahîh Bukhâri,(Beirut: Dâr al-Fikr,
t.th), Juz XXII, h. 62, hadits no. 6617 12
Muslim b in al-Haj Abu al-Husin al-Qusairi al-Nisaburi, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr
Ihya’ al-Tharashi al-Arabi), Juz IX, h. 400, hadits no. 3445
16
perbuatannya dan (ada yang) mengingkarinya. Siapa saja yang mengakui
perbuatannya (karena tidak bertentangan dengan hukum syara’), maka dia tidak
diminta tanggung-jawabnya, dan siapa saja yang mengingkari perbuatannya
maka dia akan selamat. Tetapi siapa saja yang yang redha (dengan perbuatannya
yang bertentangan dengan hukum syara’) dan mengikutinya maka dia berdosa.
Para sahabat bertanya: apakah kita memerangi mereka? Rasul menjawab: tidak,
selama mereka menegakkan shalat (hukum-hukum Islam).” (HR. Muslim).
Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan
politik pada dasarnya adalah membicarakan negara, karena teori politik
menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup
masyarakat, jadi negara dalam keadaan bergerak. Selain itu politik juga
menyelidiki ide- ide, azas-azas sejarah pembentukan negara, hakekat negara serta
bentuk dan tujuan negara.13
Politik ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan
seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-
hal yang merugikan bagi kepentingan manusia. Mengacu pada pengertian
tersebut, politik yang berasal dari kata polis yang berarti Negara bisa juga
diartikan sebagai bentuk kumpulan yang sengaja dibentuk untuk mendapatkan
suatu yang baik. Karenanya, setiap negara (polis) sudah barang tentu harus
13
J. H. Rapar, Filsafat Politik Aristoteles; Seri Filsafat Politik , (Jakarta: CV.
RajaGrafindo Persada, 1996), Cet. I, h. 3-4.
17
memiliki suatu aturan main yang disebut undang-undang atau hukum, pemegang
otoritas hukum yang kemudian disebut sebagai politicos atau raja, dan yang
melaksanakan aturan pemerintahan dalam hal ini semua lapisan masyarakat yang
mengakui terhadap kekusaan seorang pemimpin. Oleh karenanya, persoalan
politik kelihatannya tidak bisa dilepaskan dari persoalan kesepakatan, legitimasi,
bai’at terhadap seseorang pimpinanan produk hukum yang lahir sebagai aturan
dalam melaksanakan roda pemerintahan.14
Ilmu politik adalah salah satu disiplin ilmu kemasyarakatan yang
membahas masalah-masalah pemerintahan, lembaga-lembaga, negara, proses
politik, hubungan internasional, tata negara dan pemerintahan. Semuanya itu
merupakan kegiatan perseorangan karenapun kelompok yang menyangkut
hubungan kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat mendasar. 15
Teori tentang politik dalam Islam telah banyak dikemukakan oleh para
ulama baik di masa lampau atau pun di masa kini. Hal ini mudah dipahami,
karena masalah politik termasuk ruang lingkup ijtihad yang memungkinkan
kepada para ulama untuk mengkaji setiap masa.16 Dalam hal ini al-Quran dan al-
Sunnah tidak memberikan ketentuan yang pasti mengenai politik. Dalam al-Quran
tidak ditemukan konsep tentang politik umat Islam untuk diaplikasikan pada
setiap tempat dan zaman. Karena jika hal ini ada, berarti al-Quran menghambat
14 Moh. Mufid, Politik dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), Cet. I,
h. 9 15
H. M. Darwis Hude, (ed), Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2002), Cet. I, h. 471 16
H. Inu Kencana, Al-Quran dan Ilmu Politik , (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), Cet. I,
h.75
18
dinamika perkembangan umat. Adalah suatu kebijaksanaan al-Quran untuk
membiarkan hal ini dipecahkan oleh nalar manusia sebagai suatu kemampuan dan
perkembangan zaman. Kendati demikian al-Quran memberikan prinsip-prinsip
dasar bagi kehidupan bermasyarakat.17
Dari penjelasan di atas, secara garis besar hak politik dapat diartikan
sebagai suatu kebebasan dalam menentukan pilihan yang tidak dapat diganggu
ataupun diambil oleh siapa pun dalam kehidupan bermasyarakat di suatu negara.
Menurut para ahli hukum hak politik adalah hak yang dimiliki dan diperoleh
seseorang dalam kapasitasnya sebagai anggota organisasi politik (negara), seperti
hak memilih (dan dipilih), mencalonkan diri dan memegang jabatan umum dalam
negara,18 atau hak politik itu adalah hak-hak di mana individu memberi andil
melalui hak tersebut dalam mengelola masalah-masalah negara atau
memerintahnya.19 Hak politik merupakan hak asasi setiap warga negara untuk
ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, misalnya hak untuk berkumpul
dan berserikat (membentuk partai politik), dan hak untuk mengeluarkan pendapat
termasuk mengawasi dan mengkritisi pemerintah apabila terjadi penyalahgunaan
kewenangan, kekuasaan atau membuat kebijakan yang bertentangan dengan
aspirasi rakyat.
17
Munawir Syazili, Islam Dan Tata Negara, (Jakarta:UI Press. 1990),cet. V , h. 41 18
A. M. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), Cet. I, h. 17 19
Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, (Jakarta:
Yayasan Al-Amin, 1984), Cet. I, h. 17
19
B. Hak Politik
1. Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
Hak untuk memilih berarti semua penduduk boleh memilih dalam
pemilihan umum. Meskipun hak pilih memiliki dua komponen yang
penting, yaitu hak untuk memilih dan kesempatan untuk memilih, istilah
hak pilih hanya dihubungkan dengan hak memilih. Konsep hak pilih
awalnya merujuk pada hak pilih seluruh penduduk laki- laki, tanpa
memandang harta kekayaan. Negara pertama yang menerapkan konsep
hak pilih adalah Perancis pada tahun 1792. Pada perkembangan
selanjutnya, di banyak negara, hak suara penuh termasuk untuk
perempuan muncul.
2. Hak membuat dan mendirikan parpol.
Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud-maksud damai.
Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai
politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk
berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara
sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi
manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
20
Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini
termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi
dan pemikiran apapun,terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan,
tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain
sesuai dengan pilihannya. Setiap orang bebas untuk mempunyai,
mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya,
secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik
dengan memperhatikan nilai -nilai agama, kesusilaan,ketertiban,
kepentingan umum, dan keutuhan negara.
4. Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
Setiap orang memiliki hak untuk berpatisipasi secara langsung atau tidak
langsung dalam penyelengaraan pemerintahan di negerinya. Dia juga
memiliki hak untuk memegang jabatan publik sesuai ketentuan-ketentuan
dan syarat.
C. Sejarah Hak Politik dalam Islam
Islam merupakan manhaj ketuhanan yang diturunkan kepada nabi besar
Muhammad SAW untuk umat manusia agar mereka berada dalam jalan yang
benar dan selamat di dunia dan di akhirat. Dilihat dari sejarah sebelum datang
Islam, keadaan manusia pada waktu itu berada dalam keadaan Jahiliyyah.
Kehidupan beragama di jazirah Arab sebelum Islam adalah penyembah berhala,
21
mereka telah menyimpang jauh dari ajaran ketuhanan yang dibawa oleh Nabi-
nabi mereka. Hukum yang berlaku berdasarkan kepada hukum adat istiadat, dan
dalam tatanan masyarakat menganut paham kesukuan (kabilah). Selain
penyembah berhala, juga sering terjadi peperangan antara kabilah, terjadi
perbudakan, dan hal-hal lain yang berbau Jahiliyyah.
Dalam keadaan seperti itulah Islam datang dengan al-Quran sebagai
petunjuk hidup. Al-Quran yang berisi hukum-hukum atau pera-turan-peraturan
yang kemudian dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui sunnahnya telah
membawa bangsa Arab keluar dari kejahilan sehingga mereka menjadi bangsa
yang beradab. Bahkan, Rasulullah SAW telah berhasil membuat suatu peradaban
baru yaitu suatu tatanan masyarakat yang teratur dan dinamis, dalam bentuk
kepemimpinan Beliau di Madinah. Rasulullah SAW telah memperkenalkan dasar-
dasar dan prinsip-prinsip pemerintahan (kenegaraan). Misalnya dapat dilihat dari
praktik-praktik yang dicontohkan Nabi dalam musyawarah dengan para sahabat.
Walaupun beliau sebagai pemimpin agama (rasul) dan pemimpin negara, akan
tetapi beliau tidak bersikap otoriter terhadap para sahabat dan kaum muslimin.
Beliau memberikan dan menjamin hak-hak warga masyarakat termasuk dalam hal
yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan (politik). 20
Ada beberapa peristiwa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW
berkenaan dengan hak politik masyarakat misalnya ketika kaum Muslimin hendak
20
Muhammad Dhiauddin Rais, An-nazhariyatu as-siyasatul-islamiyah, edisi indonesia,
Teori Politik Islam, terjemah o leh Abdul Hayyie al-Kattani,(Jakarta: Gema Insani Press, 2001) cet.
I, h. 7
22
melakukan Perang Uhud. Rasulullah SAW bermusyawarah dengan para sahabat,
beliau meminta pertimbangan mereka apakah sebaiknya tetap tinggal dan
berlindung di Madinah saja atau keluar menyongsong pasukan kaum kafir
Quraiys. Ada sahabat yang mengusulkan untuk keluar menyongsong kaum kafir
Quraiys dan Nabi pun menerimanya.21 Demikian juga Nabi menerima pendapat
sahabat Salman Al-Farisi agar membuat parit dalam peperangan Ahzab, sehingga
perang ini disebut juga dengan perang Khanddak (parit).22
Pasca Rasulullah SAW wafat, sahabat Khulafah ar-Rasyidin pun telah
memberikan contoh berkenaan dengan hak politik masyarakat misalnya ketika
Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi Khalifah beliau berkhutbah:
“Amma Ba’du. Wahai manusia! Sesungguhnya saya telah dipilih untuk
memimpin kalian dan bukanlah saya orang terbaik diantara kalian. Maka, jika
saya melakukan hal yang baik bantulah saya, dan jika saya melakukan tindakan
yang menyeleweng luruskanlah saya. Sebab kebenaran itu adalah amanah,
sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara
kalian adalah kuat dalam pandangan saya hingga saya ambilkan hak-haknya
untuknya, sedangkan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di
hadapanku sehingga saya ambilkan hak orang lain darinya… Taatlah kalian
21
Akram Dhiya A l-Umuri, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, edisi Indonesia
Seleksi Sirah Nabawiyyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat Dhaif, Oleh Abdul Rosyad
Shidiq, (Jakarta: Darul Falah, 2004), Cet. I, h. 408 22
Shafiyyur Rahman, Sirah Nabawiyah, edisi Indonesia Sirah Nabawiyah, penerjemah
oleh Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,2010), Cet. I, h. 339
23
pada ku selama saya taat kepada Allah dan jika saya melakukan maksiat kepada
Allah dan RasulNya, maka tidak ada kewajiban taat kalian kepada ku.”23
Dari pidato Abu Bakar tersebut dapat dipahami bahwa beliau bersedia
untuk ditegur dan diluruskan jika melakukan penyelewengan dalam
pemerintahannya. Ini berarti bahwa Khalifah Abu Bakar menjamin dan
memberikan hak politik dalam berpendapat kepada rakyatnya.
Umar Ibn al-Khaththab tidak pernah memaksakan pendapat apa lagi
mendiktekan kehendaknya. Bagi Umar musyawarah bukanlah hanya sekadar
untuk menguatkan pendapatnya semata, akan tetapi untuk mencari kebenaran.
Umar pernah berkata: “Janganlah tuan-tuan mengemukakan pendapat yang
menurut persangkaan tuan-tuan sesuai dengan keinginan saya, tetapi
kemukakanlah buah fikiran menurut perkiraan tuan-tuan sesuai dengan
kebenaran.”24
Satu ketika Umar berpidato dihadapan rakyatnya: “Tuan-tuan jangan
memberi maskawin melebihi 40 ugiah! Barang siapa yang melebihinya, maka
kelebihannya akan saya masukkan ke baitulmal.” Tiba-tiba dari barisan wanita
muncul seorang ibu- ibu yang menyanggahnya dengan berkata: “tidak ada hak
anda untuk berbuat demikian!.” Lalu Umar bertanya: “Kenapa?” seorang ibu itu
menjawab bukankah Allah telah berfirman:
23
Imam as-Suyuthi, Tarikh Khulafa, edisi Indonesia diterjemahkan oleh Samson
Rahman, Tarikh Khulafa: Sejarah Para Penguasa Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), Cet. I, h. 75
24 Khalid Muhammad Khalid, Khulafa ar-Rasul, alih bahasa oleh Mahyuddin Syaf, dkk.,
Mengenal Pola Kepimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah, (Bandung:
CV. Diponegoro, 1996), Cet. IV, h. 220-221
24
) ساء (٢٠: ٤/ ان
Dan jika kamu hendak mengambil isteri (baharu) menggantikan isteri
(lama Yang kamu ceraikan) sedang kamu telahpun memberikan kepada
seseorang di antaranya (isteri Yang diceraikan itu) harta Yang banyak, maka
janganlah kamu mengambil sedikitpun dari harta itu. Patutkah kamu
mengambilnya Dengan cara Yang tidak benar dan (yang menyebabkan) dosa
Yang nyata? ( Q.s: an-Nisa/ 4: 20)
Mendengar sanggahan itu wajah Umar pun berseri-seri dan tersenyum.
Lalu berkata: “benarlah wanita itu dan salahlah Umar.”25 Dari penjelasan di atas,
jelaslah bahwa sejak zaman Nabi SAW dan para sahabat telah memberikan
contoh dalam hal kebebasan berpendapat dan bermusyawarah dalam mejalankan
kepemimpinannya. Selain itu adanya kebebasan berkumpul atau berserikat dan
berpendapat dapat kita lihat dari adanya golongan-golongan yang ada pada masa
para sahabat seperti adanya golongan Khawarij, Jabariah, Qadariah, Asy’ariah
dan bahkan sempat terjadi perpecahan kaum muslimin ke dalam golongan pada
masa khalifan Ali bin Abi Thalib, yang mana beliau pada waktu itu didukung oleh
satu golongan yang kemudian menjadi golongan syiah.
Jika kita bandingkan dengan dunia Barat, maka pembahasan tentang
sejarah perjuangan hak politik berkaitan erat dengan sejarah Hak Asasi Manusia
25
Hussien Haikal, Al- Farruq Umar, edisi Indonesia Umar Al-Khattab, diterjemah oleh
Ali Audah, ( Bogor: Pustaka Litera AntarNusa 2002), cet. III, h. 83
25
(HAM), yaitu usaha manusia untuk mendapatkan hak-haknya yang dirampas oleh
manusia yang lain. Usaha ini merupakan sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-
raja dan kaum feodal pada abad ke-17 dan 18 terhadap rakyat yang mereka
perintah atau manusia yang mereka peker-jakan. Manusia pada zaman tersebut
terdiri dari dua lapisan besar, yakni lapisan atas yang minoritas dan lapisan bawah
yang mayoritas jumlahnya. Lapisan bawah tidak mempunyai hak-hak dan
diperlakukan secara sewenang-wenang oleh pihak yang berkuasa atas diri
mereka. Mereka diperlakukan sebagai budak yang dapat diperlakukan sekehendak
pemilik-nya. Sebagai reaksi terhadap keadaan ini, timbul gagasan untuk memper-
samakan kedudukan lapisan bawah dan lapisan atas karena mereka sama-sama
manusia. Muncullah ide persamaan, persaudaraan, dan kebebasan yang
ditonjolkan oleh revolusi Perancis pada akhir abad kedelapan belas. 26
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahir HAM di
kawasan Eropa gandang dengan kelahiran Magna Charta 15 Juni 1215, suatu
dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris
kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. 27 Dokumen ini
antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan
absolut menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung-
jawabannya di muka hukum. Kelahiran Magna Charta ini kemudian diikuti oleh
26
Harun Nasution, “Pengantar” dalam Harun Nasution dan Bakhtiar Effendi (ed), Hak
Asasi Manusia dalam Islam (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Firdaus, 1995), Cet. II ,
h. 51 27
Miriam Budiard jo, Dasar-dasar Ilmu Politik , (Jakatra: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2005), Cet. XXVII, h. 213
26
kemunculan Bill of Righs di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu, mulai timbul
pandangan (adagium) yang intinya bahwa manusia sama di muka hukum
(equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbul negara
hukum dan negara demokrasi. Bill of Rights melahirkan asas persamaan harus
diwujudkan, betapa pun berat resiko yang harus dihadapi, karena hak kebebasan
baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.28 Untuk mewujudkan semua itu,
maka lahir teori kontrak sosial J.J. Roussseau (social contract theory),29 teori trias
politika Montesquieu,30 dan John Locke di Inggris dengan teori hukum kodrati. 31
Perkembangan HAM selanjutnya, ditandai dengan munculnya The
Amarican declaration of Independence. yang lahir dari paham kontrak sosial
Rousseau dan trias politika Montesquieu. Mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidak logis ia dibelenggu bila
28
Dede Rosyada, dkk., Pendidikan Keawarganegaraan (Civic Education): Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyrakat Madani, (Jakarta: Tim ICCE UIN Syyarif Hidayatullah
Jakarta dan Prenada Media, 2003), Cet. I, Edisi Revisi, h. 202 29
Menurut Rousseau, manusia yang tinggal dalam keadaan primitif memiliki suatu
kebebasan asli. Lalu pada suatu ketika manusia yang memiliki kebebasan asli itu membentuk
suatu kehidupan bersama orang lain yang juga memiliki kebebasan itu. Hal ini terjadi melalu i
suatu proses yang oleh Rousseau disebut kontrak sosial. Lebih jelasnya lihat Theo Huijbers,
Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Cet. XV, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 88 30
Yaitu suatu teori tentang pembagian kekuasaan, menurutnya kekkuasan Negara dibagi
atau tegasnya dipisahkan menjadi tiga dan masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu
badan yang berdiri sendiri-sendiri, yaitu kekuasan perundang-undangan (legislative), kekuasaan
melaksanakan pemerintahan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Lihat Suhino, Ilmu
Negara, cet. V, (Yogyakarta: Liberty, 2005), h. 117, dapat dilihat juga pada Moh. Kusnardi dan
Bintan R. Sarag ih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), Cet. IV, h. 222 31
Menurut John Locke, secara kodratnya manusia sejak lahir telah mempunyai hak -hak
kodrat atau hak-hak asasi atau hak-hak alamiah, yaitu hak-hak yang dimilikinya secara pribadi.
Mustahillah manusia itu menyerahkan hak-hak aslinya itu kepada instansi lain, oleh sebab hak-hak
itu melekat pada manusia sebagai pribadi. Hanya kalau orang telah melanggar undang -undang
atau dikalahkan dalam perang terdapat kemungkinan mencabut hak-hak pribadi itu. Tujuan negara
tidak lain dari pada menjamin hak-hak pribadi tersebut. Lebih jelasnya silahkan lihat
Suhino, Ibid., h. 107-108 dan juga pada Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah,
h. 81-83
27
sudah lahir. Selanjutnya pada tanggal 4 Agustus tahun 1789 lahir The French
Declaration (Deklarasi Perancis), yang memuat lima hak utama yang harus
dihormati, yakni propiete (hak pemilikan harta) liberte (hak kebebasan), egalite
(hak persamaan), securite (hak keamanan), dan resistense a l’oppresion (hak
perlawanan terhadap penindasan.32
Perkembangan aturan tentang perlindungan HAM mencapai puncaknya
dengan dideklarasikannya The Universal Declaration of Human Right oleh
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948. Sejak
berdirinya padanya tanggal 24 Oktober 1945, PBB telah banyak menghasilkan
deklarasi dan perjanjian internasional di bidang HAM. Di antara sekian banyak
konvensi internasional yang bersifat penting dan universal yaitu Konvensi
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi
Internasional Hak-hak Sosial dan Politik.33
32
Ikhwan, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Jakarta: Logos, 2004), Cet. I, h. 43 33
Ibid.., h. 53
28
BAB III
IMPLEMENTASI UU HASUTAN 1948 DI MALAYSIA
A. Definisi Undang-undang Hasutan
Pemerintah yaitu mempunyai kekuasaan memerintah sebuah negara,
daerah, badan yang tertinggi yang merupakan sesuatu negara seperti kabinet,
pengurus dan pengelola.1 “Menghasut” apabila dipakai bagi atau digunakan
berkenaan dengan perbuatan, ucapan, perkataan dan penerbitan atau benda lain itu
sebagai yang mempunyai kecenderungan menghasut.
“Penerbitan” termasuk semua perkara bertulis atau bercetak dan segala
benda sama ada atau tidak serupa dengan jenisnya dengan perkara bercetak yang
mengandungi gambaran yang boleh dilihat atau yang mengikut rupanya,
bentuknya atau dengan cara lain boleh menggambarkan perkataan atau gagasan,
dan juga termasuk tiap naskah dan keluaran semula atau keluaran semula
substansial penerbitan. “Perkataan” termasuk ungkapan, ayat atau bilangan
perkataan atau gabungan perkataan yang lain, sama ada secara lisan atau bertulis.
1 Dessy Anwar, kamus lengkap bahasa Indonesia terbaru , (Surabaya: Amelia, 2003) cet. I, h.
317
29
“Raja” ertinya Yang Dipertuan Agong atau Raja atau Yang Dipertua Negeri
negeri di Malaysia.2 Raja menurut kamus Indonesia adalah penguasa tertinggi
pada suatu kerajaan biasanya diperoleh sebagai warisan. 3
Kecenderungan menghasut ialah;
1. bagi mendatangkan kebencian atau penghinaan atau bagi membangkitkan
perasaan tidak setia terhadap raja atau pemerintah;
2. Bagi membangkitkan rakyat raja atau penduduk wilayah yang diperintah oleh
pemerintah supaya coba mendapatkan perubahan, dengan cara selain cara
yang sah, jua yang wujud menurut undang-undang di dalam wilayah yang
diperintah oleh pemerintah itu;
3. bagi mendatangkan kebencian atau penghinaan atau bagi membangkitkan
perasaan tidak setia terhadap pentadbitan keadilan di Malaysia atau Negeri;
4. bagi mendatangkan perasaan tidak puas hati atau tidak setia di kalangan
rakyat Yang Dipertuan Agong atau rakyat Raja Negeri atau kalangan
penduduk Malaysia atau penduduk Negeri;
5. bagi mengembangkan perasaan niat jahat dan permusuhan antar kaum atau
golongan penduduk yang berlainan di Malaysia; atau
2 Malaysia terd iri dari negara-negara bagian yang diketuai o leh seorang raja. Set iap lima
tahun (satu periode) diadakan pemilihan ketua raja -raja, dan seorang raja dari satu negara bagian
yang terpilih itu diberi gelar Duli Yang Maha Mulia Seri Paduka Yang di-Pertuan Agong. Yang
Dipertua Negeri bagi negeri yang tiada raja seperti Melaka dan Pulau Pinang. 3 Dessy Anwar, kamus lengkap bahasa Indonesia terbaru , (Surabaya: Amelia, 2003) cet.
I h. 342.
30
6. bagi mempersoalkan perkara, hak, taraf kedudukan, keistimewaan,
kedaulatan atau prerogatif yang ditetapkan atau dilindungi oleh peruntukan
Bahagian III Konstitusi Persekutuan atau Perkara 152,4 153,5 atau 1816
Konstitusi Persekutuan.
B. Materi Dalam UU hasutan:-
1. Perkara yang dianggap salah dan dikenakan sanksi;
a. orang yang melakukan atau coba melakukan, atau membuat persediaan
untuk melakukan, atau berkomplot dengan orang untuk melakukan,
perbuatan yang mempunyai kecenderungan menghasut, atau, jika
dilakukan, akan mempunyai kecenderungan menghasut;
b. menyebut perkataan menghasut;
c. mencetak, menerbitkan, menjual, menawarkan untuk dijual, mengedarkan
atau mengeluarkan semula penerbitan menghasut; atau
d. mengimport penerbitan menghasut.
2. Sanksi;
a. Sesiapa yang melakukan suatu kesalahan dan, apabila disab itkan7, boleh
bagi kesalahan kali pertama didenda tidak melebihi lima ribu ringgit atau
dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi tiga tahun atau kedua-duanya
dan, bagi kesalahan yang kemudian, boleh dipenjarakan selama tempoh
4 Tentang Bahasa Kebangsaan.
5 Hak keistimewaan orang melayu.
6 Perkecualian bagi kedaulatan raja -raja.
7 Sabit dalam bahasa indonesia diartikan dinyatakan bersalah.
31
tidak melebihi lima tahun; dan apa- apa penerbitan menghasut yang
didapati dalam milik orang itu atau yang digunakan sebagai keterangan
dalam perbicaraannya hendaklah dilucuthakkan dan boleh dimusnahkan
atau dilupuskan dengan cara lain sebagaimana yang diarahkan oleh
peradilan.
b. orang yang ada dalam miliknya tanpa sebab yang sah penerbitan
menghasut melakukan suatu kesalahan dan, apabila disabitkan, boleh bagi
kesalahan kali pertama didenda tidak melebihi dua ribu ringgit atau
dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi lapan belas bulan atau kedua-
duanya, dan, bagi kesalahan yang kemudian, boleh dipenjarakan selama
tempoh tidak melebihi tiga tahun, dan penerbitan itu hendaklah dilucut
hakkan dan boleh dimusnahkan atau dilupuskan dengan cara lain
sebagaimana yang diarahkan oleh peradilan.
c. orang yang melanggar sesuatu perintah yang dibuat di bawah seksyen
media cetak adalah melakukan suatu kesalahan dan, apabila disabitkan,
boleh didenda tidak melebihi lima ribu ringgit atau dipenjarakan selama
tempoh tidak melebihi tiga tahun atau kedua-duanya.
3. Penangkapan
a. Seseorang Majistret boleh mengeluarkan waran yang memberi kuasa
pegawai polis, yang berpangkat tidak rendah daripada Inspektor, untuk
memasuki premis di mana penerbitan menghasut diketahui atau dengan
32
semunasabahnya disyaki berada dan untuk mencari di dalamnya
penerbitan menghasut.
b. Apabila didapati oleh pegawai polis yang berpangkat tidak rendah
daripada Penolong Penguasa bahwa ada sebab yang munasabah bagi
mempercayai bahwa dalam mana- mana premis ada disembunyikan atau
disimpan penerbitan menghasut, dan dia mempunyai alasan yang
munasabah bagi mempercayai bahwa, oleh sebab kelengahan yang akan
disebabkan oleh usaha untuk mendapatkan suatu waran geledah, tujuan
penggeledahan itu mungkin terkecewa, pegawai polis itu boleh memasuki
dan menggeledah premis itu seolah-olah dia diberi kuasa untuk berbuat
demikian oleh waran yang dikeluarkan di bawah subseksyen (1).
4. Penggantungan koran yang didapati menghasut.
Apabila orang disabitkan karena menerbitkan dalam akhbar perkara yang
mempunyai kecenderungan menghasut, peradilan boleh, jika difikirkannya patut,
sama ada sebagai ganti atau sebagai tambahan kepada hukuman lain, membuat
perintah mengenai semua atau mana- mana daripada perkara yang berikut:
a. melarang penerbitan selanjutnya akhbar itu, sama ada dengan mutlak atau
kecuali mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan dalam perintah itu,
selama suatu tempoh yang tidak melebihi satu tahun dari tarikh perintah
itu;
33
b. melarang penerbit, tuan punya, atau penyunting akhbar itu, sama ada
dengan mutlak atau kecuali mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan
dalam perintah itu, selama tempoh yang disebut terdahulu, daripada
c. menerbitkan, menyunting atau menulis bagi akhbar, atau daripada
membantu, sama ada dengan wang atau dengan yang mempunyai nilai
wang, dengan bahan, perkhidmatan peribadi, atau dengan cara lain dalam
penerbitan, penyuntingan atau pengeluaran akhbar;
d. bahwa selama tempoh yang disebut terdahulu mesin cetak yang
digunakan dalam mengeluarkan akhbar itu hendaklah digunakan hanya
mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan dalam perintah itu, atau
bahwa mesin cetak itu hendaklah disita oleh polis dan ditahan oleh mereka
selama tempoh yang disebut terdahulu.
C. Tinjauan UU hasutan dalam Konstitusi Malaysia
Pemerintahan Malaysia dan pembentukan negara itu sebagaimana negara-
negara lain yang baru merdeka dan kebanyakan negara di dunia hari ini, dibentuk
atas Konstitusi tertulis. Konstitusi itu merupakan undang- undang tertinggi yang
menentukan corak dan perjalanan negara tersebut.8 Kebebasan berpendapat dalam
Konstitusi Malaysia perkara (10) yaitu:
Pasal 1: tertakluk kepada pasal (2),(3)dan(4):
8 Nakhaie Haji Ahmad, Penghayatan Politik Islam dalam Pemerintahan, (t.tp.,Percetakan
Berpadu Sdn. Bhd, 2000)cet I, h. 39.
34
a) Tiap-tiap warganegara berhak kepada kebebasan bercakap dan berpendapat;
b) Semua warganegara berhak untuk berhimpun secara aman dan tanpa senjata;
c) Semua warganegara berhak untuk membentuk persatuan.
Pasal 2: Parlemen boleh melalui undang-undang mengenakan:
a) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (a) pasal (1), batasan yang
didapatinya perlu atau sesuai manfaat demi kepentingan keselamatan
Persekutuan atau bahagiannya, hubungan baik dengan Negara-negara lain,
ketenteraman publik atau prinsip moral dan batasan-batasan yang bertujuan
untuk melindungi keistimewaan parlemen atau Dewan Undangan atau untuk
membuat peruntukan menentang penghinaan peradilan, fitnah atau pengapian
kesalahan;
b) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (b) pasal (1), batasan yang
didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan keselamatan
Persekutuan atau bahagiannya atau ketenteraman publik.
c) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (c) pasal (1), batasan yang
didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan keselamatan
persekutuan atau bahagiannya, ketenteraman publik atau prinsip moral.
Pasal 3: batasan-batasan keatas hak untuk membentuk persatuan yang diberikan
oleh perenggan (c) pasal (1) boleh juga dikenakan oleh undang-undang yang
berhubungan dengan perburuhan atau pendidikan.
35
Pasal 4: pada mengenakan batasan-batasan demi kepentingan keselamatan
Persekutuan atau bahagiannya atau ketentraman awam di bawah pasal(2)(a),
parlimen boleh meluluskan undang-undang melarang dipersoalkan perkara, hak,
taraf kedudukan, keistimewaan dan kedaulatan yang ditetapkan atau dilindungi
oleh peruntukan Bahagian III, perkara 152,153 atau 181 melainkan yang
berhubungan pelaksanaannya sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-
undang itu.
UU hasutan juga terkait dengan kebebasan diri. Ini karena UU ini pihak
terkait bisa dikenakan sanksi. Hak kebebasan diri adalah perkara pokok yang
menjadi kebutuhan hidup manusia. Tanpa kebebasan diri, kehidupan manusia itu
tidak mempunyai nilainya dan boleh diperlakukan sesuka hati kepada siapa pun.
Hak kebebasan diri ini telah diatur dengan panjang lebar di dalam Konstitusi
Malaysia, demi kenyamanan rakyat menjalani hidup yang layak sebagai seorang
manusia.
Hak ini telah diatur sebagai berikut:
(a) Seseorang itu tidak boleh diambil nyawanya atau dihapuskan kebebasannya
melainkan mengikut undang-undang. Peradilan berhak melepaskan dia jika
didapati bahwa dia ditahan karena menyalahi undang-undang. Apabila
seseorang itu ditangkap, ia hendaklah diberitahu sebab-sebab dia ditangkap,
dibenarkan berunding dan dibela oleh seorang penasihat undang-undang yang
dipilihnya sendiri. Tiap-tiap orang yang ditangkap hendaklah dibawa ke
36
hadapan majistret dalam tempoh 24 jam dari mula tangkapan itu, melainkan
dia telah dilepaskan sebelum habis tempoh.
(b) Seseorang itu tidak boleh diseksa karena telah melakukan perbuatan yang
sememangnya tidak menjadi kesalahan pada ketika ia melakukan perbuatan
itu. Dan dia tidaklah pula boleh dihukum selain hukuman yang ditetapkan
oleh undang-undang pada ketika ia melakukan kesalahan itu. Seseorang yang
telah dibebaskan daripada kesalahan atau disabitkan kesalahannya, tidak boleh
dibicarakan lagi atas kesalahan itu, melainkan kebebasannya itu telah
dihapuskan oleh Peradilan Tinggi dan bicara semula diperintahkan oleh
peradilan tersebut.
(c) Seseorang warganegara itu tidak boleh dibuang negeri daripada Persekutuan.
Dan tertakluk kepada undang-undang tentang keselamatan Persekutuan,
keamanan awam, kesihatan awam, atau hukuman ke atas penjenayah, tiap-tiap
warganegara berhak bergerak di seluruh Persekutuan dan tinggal di tempat
dalam Persekutuan ini.
(d) Seseorang warganegara itu ada kebebasan bercakap dan menyuarakan
fikirannya, berkumpul dalam keadaan yang aman dan tidak bersenjata, serta
menubuhkan persatuan. Tetapi semua kebebasan ini boleh dihadkan oleh
undang-undang jika difikirkan mustahak dan perlu demi kepentingan
37
keselamatan Persekutuan, tali persahabatan dengan negeri-negeri lain,
ketenteraman awam dan keelokan akhlak awam.9
Berkenaan dengan kebebasan dalam perkara (a) dan (b) di atas, ini sudah
menjadi pedoman pada undang-undang pidana di Malaysia. Semua peraturan ini
boleh didapati dalam Kanun Acara Jenayah.10 Adalah menjadi prinsip asas bagi
undang-undang negara Malaysia yaitu tiap-tiap orang dianggap tidak bersalah
(asas praduga tidak bersalah), melainkan setelah dibuktikan bahwa ia bersalah.
Setiap orang juga tidak boleh dipaksa mengaku bersalah atau memberi
keterangan yang menunjukkan bahwa ia telah melakukan kesalahan. Jika dengan
jalan paksa, pengakuan salah atau pernyataan itu diperoleh, maka pengakuan dan
pernyataan itu tidak boleh diterima oleh peradilan. Untuk membuktikan sesuatu
kesalahan, pihak kejaksaan hendaklah mencari keterangan-keterangan yang lain.
Kebebasan ini telah dibatasi oleh wewenang-wewenang yang ada di
tangan pemerintah dan seseorang itu boleh ditahan tanpa melalui persidangan
apabila perbuatan, kelakuan atau gerak-gerinya dianggap berbahaya bagi
keselamatan negara dan ketenteraman masyarakat.
Kebebasan bersuara ini dihadkan kepada kata-kata yang tidak menjadi
fitnah, kata-kata yang tidak menjadi hasutan (menghuru-harakan keadaan politik).
Kata-kata yang tidak mencerca pengadilan atau kata-kata yang melanggar hak
9 Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.296. 10
Kanun Acara Jenayah adalah hukum acara pidana bagi negara Malaysia.
38
keutamaan Parlimen dan Dewan Negeri. Mengeluarkan fitnah merupakan satu
kesalahan jenayah. Kata-kata yang mencerca boleh diadukan ke pengadilan oleh
pihak yang terkait dengan kata-kata itu atau peguam negara.11 Sesiapa yang
menyebut, menulis, mencetak, menjual atau menyiarkan perkataan-perkataan
yang mempunyai maksud hasutan adalah dianggap oleh undang-undang sebagai
melakukan kesalahan yang boleh dihukum hingga lima tahun penjara atau RM
5000 denda.12
Bukan hanya UU Hasutan sahaja yang mengatur dalam kebebasan
bersuara ini. Di bawah seksyen 28 UU Keselamatan Dalam Negeri, sesiapa yang
menyiarkan perkabaran palsu yang menakutkan rakyat sipil, sama ada yang
menyiarkan perkabaran melalui kata mulut atau bertulis dianggap telah
melakukan kesalahan. Kata-kata yang bertulis dikawal oleh beberapa undang-
undang.
Parlemen dibenarkan meluluskan undang-undang untuk mencegah
perbuatan yang menimbulkan keresahan dalam negara, atau perbuatan yang
hendak menggulingkan pemerintah dengan tidak berdasarkan undang-undang.13
11
Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.301. 12
Akta hasutan 1945 13
Lihat pasal 149 Perlembagaan Persekutuan.
39
Di bawah kuasa perkara inilah UU Keselamatan Dalam Negeri 1960 (UU ISA)14
telah diluluskan oleh Parlemen.
Apa yang membedakan penahanan ISA dari penahanan yang lain ialah
kesalahan yang mengangkut hal politik, dan bukanlah kesalahan pidana. UU ISA
juga memberi kuasa kepada pemerintah untuk meletakkan beberapa syarat tentang
kebebasan seseorang yang perbuatan dan kelakuannya dianggap merusak negara.
Syarat-syarat ini ialah seperti penahanan di dalam rumah dalam periode tertentu,
tidak dibenarkan aktif di dalam politik dan terlibat dalam politik, dipaksa tinggal
di sesuatu tempat, dan tiap kali ia hendak keluar dari tempat itu ia hendaklah
memberitahu pihak polisi, dan beberapa syarat lainnya. 15
Konstitusi Malaysia menyatakan bahwa setiap warganegara bebas
bergerak ke dalam negara, melainkan ia dihalang dan dikawal oleh undang-
undang tentang keamanan dan keselamatan masyarakat.16 Kebebasan ini juga
boleh dibatasi oleh undang-undang untuk keselamatan dan kepentingan negara.
14
Kepanjangan nama akta itu ialah “Satu akta mengadakan keselamatan dalam Persekutuan
penahanan tidak dibicara, mencegah penyeludupan, memberhentikan kekerasan ke atas orang dan harta
di tempat-tempat tertentu dalam Persekutuan dan perkara-perkara yang berkaitan dengan hal tersebut”. 15
Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia
(Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.298. 16
Lihat Perkara 9 (2) Perlembagaan Persekutuan.
40
D. Implementasi Akta Hasutan di Malaysia
Baru-baru ini, digemparkan dengan penangkapan dan penahanan seorang
kartunis tanahair, Zunar di bawah Akta Hasutan 1948. Zunar di bawah Akta
Hasutan 1948. Umumnya, perkataan hasutan membawa kepada berbentuk
negatif, di mana perkataan hasutan merujuk kepada perbuatan mengajak atau
mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan yang salah dan
berniat jahat. Seorang kartunis adalah seorang pelukis yang menggunakan seni
lukisan kartun yang dihasilkan bagi tujuan menyampaikan sesuatu mesej kepada
masyarakat.17
Penangkapan dan penahanan Zunar, seorang kartunis yang lantang
mengkritisi kepincangan sistem politik pemerintah dan sistem kehakiman negara
menunjukkan betapa terdesaknya kerajaan Malaysia dalam cubaan menutup
penyalahgunaan kuasa dan kebatilan pemerintahan mereka yang jelas lagi nyata.
Tindakan tidak bertamadun pihak kerajaan ini jelas dilakukan dengan tujuan
untuk membisukan suara-suara keramat rakyat yang berani bangun untuk
menyatakan kebenaran yang cuba diselindungi pembohongan demi
pembohongan.
17
http://www.detikdaily.net/v5/modules.php?name=News&file=print&sid=9965/ d iakses
pada tanggal 21/6/2011 jam 7.18 WIB
41
Isu-isu yang dipaparkan melalui kartun-kartun Zunar bukanlah suatu
imaginasi kosong atau cerita rekaan semata-mata yang sengaja diada-adakan
tanpa sebarang basis, tetapi kartun-kartun tersebut sarat dengan fakta-fakta dan
persoalan-persoalan sah berikutan episod-episod pelik tapi benar ceritera politik
Malaysia. Ugutan, penangkapan dan penahanan oleh pihak berkuasa tidak akan
bisa menghentikan pencarian dan penyebaran fakta-fakta yang tidak pernah bisu
dalam usaha menegakkan kebenaran dan menghapuskan pembohongan.18
Realitinya, tindakan berterusan pihak kerajaan mengugut, menangkap dan
menahan rakyat yang berpegang kepada prisip kebebasan bersuara dan
menyatakan pendapat di bawah Akta Hasutan jelas membuktikan bahawa Akta
Hasutan ini dijadikan alat kepentingan politik pihak kerajaan dalam usaha
menutup kebenaran yang bisa memakan diri pihak pemerintah jika tidak
dikekang. Dengan menggunakan undang-undang yang tidak berlandaskan prinsip
kebebasan dan hak asasi untuk menghalang usaha-usaha rakyat untuk
menyampaikan sesuatu fakta dan kebenaran, ia jelas menunjukkan bahawa pada
pandangan kerajaan, usaha menyampaikan kebenaran ini adalah sesuatu yang
berbentuk hasutan dan berniat jahat.
18
http://www.keadilandaily.com/tangkap-tanpa-asas-zunar-saman-kerajaan/ diakses pada
tanggal 21/6/2011 jam 7.18 WIB
42
Setiap hari di media cetak dan elektronik, hanya terpampang tentang
kebaikan partai pemerintah dan keburukan partai oposisi. Walaupun partai oposisi
tidak dapat menggunakan media seperti partai pemerintah. Salah satu media yang
tidak diberi kebebasan adalah media cetak milik partai oposisi (PAS). Ini karena
Pemerintah telah menindas surat kabar dan majalah dengan menekankan para
penerbit untuk mendapatkan permit resmi setiap tahun dan mempunyai kuasa dan
selera untuk menggantung permit itu seandainya muncul berita yang tidak
menyenangkannya. Pemerintah mau berperan besar dalam mengaturkan cara
partai politik oposisi menyebarkan maklumat mereka. Karena itu, partai oposisi
hanya dibenarkan menjual penerbitan mereka kepada ahli-ahli saja.19
Pada peringkat permulaannya, Harakah dikeluarkan setiap hari, tetapi ia
telah di halang penjualannya oleh pihak pemerintah. Mereka bimbang karena
peningkatan pembelian Harakah oleh masyarakat. Bimbang jika Harakah dapat
mempengaruhi pemikiran rakyat, oleh karena merasa tergugat maka pihak
pemerintah telah menggunakan UU Penerbitan dan Percetakan sehingga Harakah
hanya dapat dijual dua kali dalam seminggu. Walaupun begitu mereka merasa
bimbang dan mengetatkan lagi syarat sehinggalah Harakah hanya dapat dikeluar
dua kali dalam sebulan. Ketidakadilan yang berlaku ini sungguh ketara. 20
20http://mindapengarang.wordpress.com/2009/06/10/demokrasi-d i-malaysia-boleh-
dijustifikasikan/ diakses pada tanggal 25/5/2011 jam 12:45 WIB
43
Kebebasan media juga sering disempitkan oleh UMNO-BN. Apabila
pihak pembangkang mempersoalkan hak kebebasan media yang bersifat double
standard, mereka mengatakan bahwa pemerintah tidak pernah membatasi rakyat
Malaysia menggunakan media untuk menyatakan pendapat. Mereka berhujah,
sekiranya tidak ada demokrasi dalam media sudah tentu koran seperti Harakah,
Suara Keadilan, Siasah, blog-blog, dan sebagainya telah diharamkan oleh
pemerintah.21
Harry Street dalam bukunya freedom, the individual and the law
menegaskan bahwa disisi undang-undang yang dikatakan kebebasan surat kabar
ialah kebebasan atau hak untuk menerbitkan sesuatu. Artinya berdasarkan uraian
profesor undang-undang ini, sekiranya wujud pembatasan dalam bentuk apa
sekalipun dan atas alasan apa sekalipun maka tidak wujudlah apa yang dikatakan
kebebasan surat kabar itu.22
Kesimpulanya ini semua jelas menunjukkan bahwa kebebasan surat kabar
dan media elektronik tidak sepenuhnya dilaksanakan karena batasan dalam UU
tersebut. Pemerintah juga memanipulasikan UU ini untuk kepentingan mereka
sendiri.
21
Ahmad Henry, 60 tahun Islam di bawah UMNO-BN terbelakah Islam?, ( Perak, Pustaka
Ibnu Al-Manhar. 2010) cet.1, h.83
22
Abdul Aziz Bari, Politik Perlembagaan, (Kuala Lumpur: Institute Kajian Dasar (IKD),
2005,)cet. I, h. 207.
44
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK POLITIK DAN AKTA
HASUTAN
A. Tinjauan Hukum Islam terhadap hak-hak politik
Menurut Muhammad Anis Qasim Ja‟far, hak-hak politik itu ada tiga
macam, yaitu:
1. Hak untuk mengungkapkan pendapat dalam pemilihan dan referendum;
2. Hak untuk mencalonkan diri menjadi anggota lembaga perwakilan dan
lembaga setempat; dan
3. Hak untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan hal-hal lain yang
mengandung persekutuan dan penyampaian pendapat yang berkaitan dengan
politik; 1
Ketiga hak politik ini, tegas Qasim, tidak berlaku kecuali bagi orang-
orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu di samping syarat kewarganegaraan.
Seseorang boleh menggunakan atau tidak menggunakan hak-hak politik tersebut
tanpa ikatan apa pun.2 Menurut A. M. Saefuddin bahwa tiap individu memiliki
hak-hak politik di antaranya hak memilih, hak musyawarah, hak pengawasan, hak
pemecatan, hak pencalonan dalam pemilihan dan menduduki jabatan.
1 Dikutip di dalam buku Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, Hak-hak Politik Minoritas
Nonmuslim Dalam Komunitas Islam: Tinjauan dari Persfektif Politik Islam, (Bandung: Penerbit
Agkasa, 2003), cet. I, h. 67 2 Ibid, hlm. 68
45
Secara umum hak-hak politik dapat diuraikan sebagai berikut:
a. ) Hak Berkumpul dan Beserikat
Hak berkumpul dan berserikat merupakan hak dasar bagi umat (rakyat)
untuk bebas berserikat dan membentuk partai-partai atau organisasi-organisasi.
Hak ini tunduk pada aturan-aturan hukum tertentu, dan harus dilaksanakan untuk
menyebarkan kebaikan dan kebenaran, bukan untuk menyebarkan kejahatan dan
kekacauan. Allah berfirman ( Surah Ali-Imran/3/110):
(ال
(١١٠/ ٣/ عمران
Artinya: “Kamu adAliah umat pilihan yang telah dilahirkan untuk seluruh umat
manusia. Kamu menyuruh berbuat kebajukan dan melarang kemungkaran serta
kamu beriman kepada Alilah”. ( QS: Surah Ali-Imran/3/110)
Ini berarti bahwa merupakan kewajiban dan tugas seluruh umat muslim
untuk melarang melakukan kejahatan. Apabila umat muslim seluruhnya tidak
melaksanakan tugas ini maka sesuai dengan firman Alilah (Surah Alii-
Imran/3/104)
(١٠٤/ ٣/ عمران ال)
Artinya: “Hendaklah ada sekelompok orang dari kamu yang menyeru manusia
kepada kebaikan, menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran” . (QS:
Surah Ali-Imran/3/104)
46
Ini jelas menunjukkan bahwa apabila masyarakat semuanya mulai
melalaikan kewajiban-kewajibannya, maka mutlak penting di sana ada paling
tidak sekelompok masyarakat yang bersedia melakukannya. Agama Islam telah
menganugerahkan kepada rakyat hak untuk membentuk perkumpulan dan partai
atau organisasi. 3 Sebagai mana telah dinyatakan dalam ayat di atas, hak ini bukan
merupakan sebuah hak yang mutlak, namun harus dijalankan menurut
pembatasan-pembatasan umum tertentu. Yakni hak ini harus dilaksanakan untuk
tujuan propaganda (dakwah) amal-amal kebaikan dan kesolehan, serta harus
dipergunakan untuk menumpas kejahatan dan kesesatan. Rakyat dapat bebas
mengadakan dan mengorganisasikan pertemuan-pertemuan, serta sebuah negara
Islam tidak boleh melarang hak ini kecuali kalau mengadakan pelanggaran yang
nyata.4
Oleh sebab itu setiap orang berhak untuk turut serta bersama-sama dalam
kehidupan keagamaan, sosial budaya dan politik dari masyarakatnya dan
mendirikan lembaga- lembaga di mana berdasarkan ini ia menikmati hak-haknya
dan mengembangkan sepenuhnya diri kepribadiannya. Allah berfirman :
(٣٨: ٤٢/ الشورى )
3 Abul A‟la Maududi, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam (terjemahan), (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005), Cet. III, h. 32
4 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), Cet.I , h. 84
47
Artinya: “Dan bagi orang yang menerima (mematuhi) suruhan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang
Kami berikan kepada mereka” ( AS-Syura/ 42/38):
Ayat ini dapat menjadi pengangan untuk berkumpul atau berserikat serta
berpendapat. Bahkan menjadi konsep dasar untuk bermasyarakat dan bernegara
yang menghendaki pendapat. Jelasnya “syura atau bermusyawarah jadi pokok
dalam pembangun masyarakat dan bernegara dalam Islam. Inilah dasar politik
pemerintah dan pemimpin negara, masyarakat dalam perang dan damai, ketika
aman dan ketika terancam bahaya”.5
Pada dasarnya agama Islam adalah agama yang menghendaki pergaulan
atau diistilahkan dengan jama‟ah bahwa setiap muslim selalu menyediakan diri
untuk menjunjung tinggi panggilan Tuhan dengan mengerjakan shalat
berjema‟ah. Akan mengerjakan shalat saja sudah ada jema‟ah dan mulai
bermusyawarah untuk memilih imam shalat yang akan memimpin jama‟ah. Dari
musyawarah itu sudah menghendaki pemikiran dan pendapat.
Menurut ajaran Islam dengan melalui lembaga perserikatan dan
perkumpulan dan mengadakan hubungan-hubungan (musyawarah) konslultasi
dan sebagainya suatu kekuatan untuk memperjuangkan hak-hak manusia dalam
suasana persaudaraan. Jelasnya bahwa Islam menjamin kebebasan berkumpul dan
5 Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia Menurut Al-Quran, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995),
Cet. II, h. 57
48
berserikat bagi setiap orang. Hal ini tidak hanya sekedar jaminan melainkan
dituntut untuk mewujudnya dalam kehidupan sehari-hari.
B. ) Hak Mengeluarkan Pendapat
Hak mengeluarkan pendapat pada dasarnya merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan hak berkumpul dan berserikat. Syariat memiliki pijakan yang
kuat pada hak-hak ini, bukti dasarnya tercakup dalam prinsip-prinsip al-Quran dan
al-Sunnah yang mengatur kebebasan berbicara dan berekspresi. Oleh karena itu
prinsip-prinsip Islam tentang hisbah, yang menyeru untuk berbuat baik dan
melarang kejahatan (amar ma‟ruf nahi mungkar), saling menasihati (nashîhah),
dan musyawarah (syura) dapat sama-sama dikutip, kemudian doktrin ijtihad
(penalaran pribadi para ahli hukum yang memenuhi syarat), di samping hak-hak
warga negara untuk melontarkan kritik membangun terhadap pemerintah (hak al-
mu‟âradhah) semuanya termaktub dalam pengakuan syariat atas kebebasan
mendasar untuk berbicara, berekspresi dan berserikat. 6
Dalam Islam kebebasan berpendapat adalah hak individu yang
mengantarkannya kepada kepentingan dan nuraninya yang tidak boleh dikurangi
negara atau ditanggalkan oleh individu. Sungguh, hal ini penting bagi kondisi
pemikiran dan kemanusiaan setiap individu dan diperlakukan agar seorang muslim
melakukan kewajiban-kewajiban Islam. Amar ma‟ruf nahi mungkar adalah
6 M. Hashim Kamali, Freedom o f Expression in Islam, d iterjemahkan oleh Eva Y.
Nukman dan Fatiah Basri, Kebebasan Berpendapat dalam Islam, (Jakarta: Mizan, 1996), cet.I, h.
104
49
kewajiban dalam Islam yang terpenting dan untuk merealisasikannya dituntut
kecekatan mengutarakan pendapat dengan bebas.
Umat dan individu memiliki hak mengawasi kepala negara dan seluruh
pejabat dalam pekerjaan dan tingkah laku mereka yang menyangkut urusan
negara. Hak pengawasan ini dimaksudkan untuk meluruskan Kepala Negara jika
dia menyimpang dari jalan yang lurus (jalan Islam dalam memerintah). Tahap
pertama untuk meluruskannya ialah memberi nasihat dengan ikhlas. Dalam hadis
yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab shahihnya:
ى اندار ج طهى لال ع عه صه انه انب حة:أ انص لال. اند ا ن : له ن نزط نكحاب نه
ى عا يح ظه ة ان 7 (را يظهى) ألئ
Artinya: Diriwayatkan dari Tamin al-Dari r.a., bahwa Nabi SAW pernah
bersabda:“Agama itu nasihat, kami berkata untuk siapa? Nabi berkata, untuk
Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, bagi para pemimpin umat Islam dan orang awam”.
(HR. Muslim )
Jika nasihat sudah tidak berguna, maka hak umat menggunakan kekuatan
yang diperlukan guna meluruskan dan menariknya dari kesesatan dan semua
bentuk penyelewengan. Nabi SAW bersabda:
أب أب حاسو ع ض ب ل أب خاند ع عم ب أخبزا إط ار ا شد ب ع حدث ي د ب ا أح حدث
طهى مل عه صه انه عث رطل انه ا عه :بكز انصدك ط ا انظانى فهى أ خذ اناص اذا رأ ا
ى اهلل بعماب ي ع شك أ أ 8 (را انحزيذ) د
7 Muslim b in al-Haj Abu al-Husin al-Qusairi al-Nisaburi, Sahîh Muslim, Juz 1, h. 181,
hadits no. 82 8 Muhammad b in Isâ Abu Isâ al-Tirmizi al-Sâlimi al-Jâmi‟, al-Sahîh Sunan al-Tirmidzi,
(Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Tharashi al-Arabi, t.th), Juz. VIII, h. 73, hadits no. 2094
50
Artinya: Diceritakan kepada kami Ahmad bin Mani‟ diceritakan kepada kami
Yazid bin Harun dikhabarkan kepada kami Ismail bin Abi Khalid daripada Koisi
bin Abi Hazim daripada Abi BakarAs-Siddiq beliau mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang zhalim dan mereka
tidak menarik tangannya (menarik dari perbuatan zalim), maka dikhwatirkan
Allah akan meratakan siksaan kepada mereka” (HR. At-Tarmizi)
اب لال أب ش طارق ب يظهى ع ض ب ل ع ا ا طف حدث ا عبد انزح بشار حدث د ب أخبزا يح
طهى لال طعد عه صه انه عث رطل انه نى ظحطع :ط فا د ب غز كزافه كى ي را ي ي
نى فا ظحطعفبهظا ا ذنك اضعف اال ظائ) فبمهب 9 (را ان
Artinya: Diceritakan kepada kami Muhammad bin Basyir diceritakan kepada
kami Abdul Rahman diceritakan kepada kami Sufyan dari Qaisi bin Muslim dari
Tharik bin Syihab telah berkata Abu Said beliau mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia
ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah di ubah dengan lidahnya.
Jika tidak mampu, hendaklah di ubah dengan hatinya dan itu adalah iman yang
paling rendah” (HR. An-Nasâi).
Hak individu untuk mengawasi para pejabat dan memberi nasihat kepada
mereka serta menilai tingkah laku mereka, semuanya menuntut pentingnya setiap
individu untuk menikmati kebebasan berpendapat. Diakuinya prinsip musywarah
dan diskusi-diskusi yang menyertainya serta hak memilih, juga menuntut hak
kebebasan berpendapat karena perlaksanaan musyawarah tidak mungkin tanpa
kebebasan seperti itu. Adalah ketololan yang berlebihan manakala negara
9 Ahmad bin Syuib Abu Abd al-Rahmân al-Nasâ‟i, Sunan al-Nasâ‟i, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, 2005), Cet. II, Juz XV, h. 204, hadits no. 4922
51
menetapkan untuk memegang prinsip musyawarah dan mendorong kebebasan
berpendapat, kemudian negara mencabut kebebasan itu dari individu. 10
Islam memberikan hak kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat
bagi seluruh warganegara Islam, sepanjang kebebasan tersebut digunakan untuk
menyebarluaskan kebenaran dan kebajikan , bukannya untuk menyebarkan
kejahatan dan kekejian.11 Islam juga telah memberi hak kepada umat untuk
memecat atau memberhentikan seseorang Khalifah (Kepala Negara), jika dia
keluar dari pensyaratan seorang Khalifah atau tidak melaksanakan tugas dengan
baik, atau karena ketidak mampuan. Hal ini ditegaskan para ahli fiqih, di
antaranya Imam Ibnu Hazm al-Dzahiri dan Ibnu Rajjab al-Hambali.12
Orang yang memiliki hak menetapkan, memiliki juga hak memecat.
Umatlah yang memilih Kepala Negara, maka Umat pun memiliki hak
menggesernya. Pelaksanaan langsung hak ini memerlukan pengesahan dari
syara‟, yaitu melanggar peraturan tentang perwakilan atau tidak mampu
melakukan kewajibannya.13
10
Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, (Jakarta:
Yayasan Al-Amin, 1984)cet.I, h. 71 11
Abul A‟la Maududi, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam (terjemahan), (Jakarta:
Bumi Aksara, 2005), Cet. III, h. 31 12
A. M. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet. I, h. 19
13 Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, (Jakarta:
Yayasan Al-Amin, 1984), h.43
52
C. ) Hak Memilih dan Dipilih
Semua individu memiliki hak memilih Kepada Negara dan anggota-
anggota majelis syuro‟ (wakil-wakil rakyat). Siapa yang terpilih untuk jabatan ini,
maka ia adalah Kepala Negara, dalam syara‟ disebut bai‟ah, dan hak bai‟ah ini
adalah hak tiap Muslim baik laki- laki atau perempuan. Sabda Rasulullah SAW:
ة لال يعا أب صانح ع عاصى ع عايز أخبزا أب بكز ع د ب ا أط حدث عه صه انه رطل انه
هة : لال طهى حة جا ز إياو يات ي يات بغ 14 (را احد انطبزا ع يعاة)ي
Artinya: Diceritakan kepada kami Aswad bin Amir dikhabarkan kepada kami
Abu Bakar daripada „Asim daripada Abi Salleh daripada Muawiyyah berkata
Rasulullah SAW telah bersabda: “Barang siapa yang mati tanpa adanya imam,
maka matinya seperti mati jahiliyyah”(HR. Imam Ahmad dan Tabrani dari
Muawiyah).
Para ahli fiqh berpendapat bahwa “siapa saja yang kepimpinan dan
prasetianya disepakati kaum Muslimin, maka kepimpinan itu sah dan wajib
membelanya”. Juga pendapat mereka: “Imamah -yaitu kepemimpinan negara-
dikukuhkan melalui bai‟at (prasetia) semua orang (baginya), bukan dengan
penunjukan pendahulunya”. Jadi Kepala Negara adalah seorang yang dipilih dan
disetujui oleh masyarakat dan kekuasaannya berasal dari kerelaan dan pemilihan
ini.15 Di negara-negara moderen sekarang, hak memilih biasanya diwujudkan
dalam pemilihan umum (pemilu), yaitu bahwa setiap warga negara yang telah
14
Abu Abdillah Ahmad bin Hanbâl, Musnad Ahmad bin Hanbâl, (Beirut: Maktab al-
Islâmi 1398 H / 1978 M), Juz XXXIV, h. 234, hadits no. 16271 15
Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, (Jakarta:
Yayasan Al-Amin, 1984), h.17-18
53
memiliki syarat-syarat tertentu mempunyai hak untuk memilih Kepala Negara
atau kepala pemerintahan dan wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga
perwakilan rakyat.
Sedangkan hak untuk dipilih adalah hak seseorang untuk mencalonkan
dirinya menduduki salah satu jabatan pemerintahan atau fungsi umum. Akan
tetapi tidak semua individu memiliki hak untuk dipilih, karena hak ini dibatasi
oleh suatu aturan. Misalnya hak untuk dipilih menjadi pemimpin rakyat (Kepala
Negara) demikian juga hak untuk dipilih menjadi wakil rakyat, harus memiliki
syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan baik oleh syara‟ maupun undang-
undang. Selain hak memilih dan dipilih, terdapat juga hak untuk memegang suatu
jabatan. Menurut syariat Islam hak untuk memegang suatu jabatan bukan hanya
hak individu, melainkan kewajiban atasnya dari negara. Dalam hal ini, kewajiban
Kepala Negara (khalifah) dan seluruh perangkatnya memilih orang yang paling
cocok bagi tiap pekerjaan dalam pemerintahan.
B. Kedudukan akta Hasutan dalam pandangan hukum Islam.
Penulis dapat menemukan beberapa pertentangan antara akta Hasutan dan
hukum Islam. Akta Hasutan pada pokok dasarnya adalah untuk menghalangi
kekritisan terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini sangat
jelas bertentangan dengan konsep amar makruf yang dianjurkan oleh Islam.Tidak
bisa dipisah-pisahkan, seperti hanya beramar ma‟ruf dan mengabaikan nahi
munkar, atau sebaliknya, hanya menjalankan nahi munkar dan meninggalkan
54
amar ma‟ruf.16 Ayat al-quran yang dapat menjadi landasan berlakunya perintah
tersebut di antaranya adalah surah ali imron ayat 104;
(١٠٣: ٣/ عمران ال)
104. Dan hendaklah ada di antara kamu satu kaum yang menyeru
(berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam), dan menyuruh berbuat
segala perkara yang baik, serta melarang daripada segala yang salah (buruk dan
keji). dan mereka yang bersifat demikian ialah orang-orang yang berjaya. ) Q.s:
ali Imron/ 3: 104).
Perintah tersebut meliputi berbagai permasalahan yang yang beraneka
ragam bentuk dan jenisnya, yaitu menyeru setiap individu. Kewajiban di atas
dalam bahasa sekarang dinamakan kebebasan menyampaikan pendapat. Undang-
undang adalah yang mempunyai kekuatan yang dipatuhi secara umum dengan
secara suka rela atau terpaksa.
Di dalam Islam juga terdapat beberapa ayat yang menerangkan
kewajiban mentaati pemerintah;
( ظاء : ٤/ ان
٨٥)
Artinya: Wahai orang-orang Yang beriman, Taatlah kamu kepada Allah dan
Taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada "Ulil-Amri" (orang-orang Yang
16
http://rizarahman.staff.umm.ac.id/2010/01/10/urgensi-amar-maruf-nahi-munkar/ diakses
pada tanggal 23/5/2011 jam 12:45 WIB
55
berkuasa) dari kalangan kamu. kemudian jika kamu berbantah-bantah
(berselisihan) Dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya
kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya - jika kamu benar
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi
kamu), dan lebih elok pula kesudahannya. . (Qs. An-Nisa‟/ 4: 58).
Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan
ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di
sini tidaklah datang dengan lafazh „ta‟atilah‟ karena ketaatan kepada pemimpin
merupakan ikutan (taabi‟) dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu
„alaihi wa sallam. Oleh karena itu, apabila seorang pemimpin memerintahkan
untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka tidak ada lagi kewajiban dengar dan
ta‟at.17 Rasullah juga pernah bersabda;
اب لال أب ش طارق ب يظهى ع ض ب ل ع ا ا طف حدث ا عبد انزح بشار حدث د ب أخبزا يح
طهى لال طعد عه صه انه عث رطل انه نى ظحطع :ط فا د ب غز كزافه كى ي را ي ي
نى فا ظحطعفبهظا ا ذنك اضعف اال ظائ) فبمهب 18 (را ان
Artinya: Diceritakan kepada kami Muhammad bin Basyir diceritakan kepada
kami Abdul Rahman diceritakan kepada kami Sufyan dari Qaisi bin Muslim dari
Tharik bin Syihab telah berkata Abu Said beliau mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia
ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah di ubah dengan lidahnya.
Jika tidak mampu, hendaklah di ubah dengan hatinya dan itu adalah iman yang
paling rendah” (HR. An-Nasâi)
17
http://rumaysho.wordpress.com/2009/01/31/harus -tetap-taat-pada-pemimpin/ diakses pada
tanggal 23/5/2011 jam 12:45 WIB 18
Ahmad bin Syuib Abu Abd al-Rahmân al-Nasâ‟i, Sunan al-Nasâ‟i, (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2005), Cet. II, Juz XV, h . 204, hadits no. 4922
56
Mengubah kemungkaran yang dilakukan secara individu bukanlah
persoalan yang mudah, apalagi jika impak kemungkaran tersebut telah meluas dan
kemungkaran tersebut dilakukan oleh orang yang terpandang dan memiliki
pengaruh yang luas. Lebih sukar jika dilakukan oleh penguasa dan pemerintah
yang semestinya menjadi pelindung rakyat dan penegak kebenaran, malah
menjadi pelaku kemungkaran atau yang melindungi pelaku-pelakunya.19
Konsep Islam bukanlah seperti konsep teokrasi seperti yang dikenal oleh
agama lain. Artinya konsep Islam adalah rakyat yang mengacu kepada hukum
syariat. Pemimpin bukanlah merupakan imam yang terjaga dari kesalahan, para
pejabatnya bukanlah pendeta yang suci, tetapi mereka manusia biasa yang bisa
buat salah dan benar.20
Menurut Yusuf Qardawi wajib hukumnya berkerjasama untuk mengubah
dan melawan kemungkaran, karena termasuk kerjasama dalam kebaikan dan
ketakwaan.21 Yang harus dilakukan ialah menata perintah untuk meluruskan
penyimpangan pemimpin ini, tanpa harus menghunuskan pedang dan
mengangkat senjata.
Sabar atas kezaliman pemimpin-pemimpin ialah suatu usul dari usul- Ahli
Sunnah Waljamaah. Ini sebagian dari keunikkan syariat yang mulia dan
19
Yusuf al-Qardawi, Ad-Din wa As-Siyasah, terjemah oleh Abd Ghani Shamsuddin, ( Kuala
Lumpur, Alam Raya Enterprise, 2010), cet.II, h. 88 20
A. Malik Madaniy, Politik Berpayung Fiqh, ( Yogyakarta: Pustaka Pesentren, 2010), cet. I,
h.80 21
Yusuf Qardawi, Ad-Din wa As-Siyasah, edisi Indonesia agama dan Politik , terjemah oleh
Khorul Amru Harahap, ( Jakarta Timur: Pustaka al-Kausar, 2008) cet. I, h. 103
57
merupakan hikmah Allah. Sesungguhnya sabar atas kezhaliman pemimpin adalah
wajib dalam syarak. Karena lebih ringan kemudaratan yang timbul dari
menderhakai mereka. Ini karena kesan penderhakaan ini akan menimbulkan
kerosakkan yang besar. Mungkin juga penderhakaan ini akan menimbulkan fitnah
yang berkekalan dan tersebar luas kemudaratannya. Ia juga boleh menyebabkan
pertumpahan darah dan merosakkan kehormatan, rampasan harta benda dan
membawa musibah kepada rakyat dan negara.22
Dalam sisi yang berbeda akta ini juga sudah cocok dengan tuntutan Islam
yang mengajarkan bahwa tiada kebebasan yang tiada batas seperti yang diajarkan
oleh demokrasi. Islam telah membangun sistem berkeadilan, yang didasarkan
pada asas musyawarah dan kebebasan mengeluarkan pendapat serta menerapkan
sistem yang dialogis.
Adapun batasannya adalah;
1. Kebebasan berpendapat tidak boleh mengakibatkan fitnah dan perpecahan
umat Islam.
2. Kebebasan berpendapat ini tidak boleh berakibat menyebarkan
pembangkangan, hawa nafsu dan bid‟ah di antara umat Islam.
3. Kebebasan berpendapat ini tidak boleh mendatangkan penghinaan atau kata-
kata kotor atau membicarakan rahsia orang lain. Allah Subhanahu wa Ta‟ala
berfirman dalam suran An-nisa‟ ayat 148;
22
Khalid Ali A l-Anbary, Sistem Politik Islam, terjemah oleh Mohd. Puzhi Usop, (Selangor:
Telaga Biru, 2008), cet. I, h. 167
58
(٣/ النساء :
١٤٨)
148. Allah tidak suka kepada perkataan-perkataan buruk yang dikatakan dengan
berterus-terang (untuk mendedahkan kejahatan orang); kecuali oleh orang yang
dianiayakan. dan (ingatlah) Allah sentiasa Mendengar, lagi Maha mengetahui.
(Q.S: An-nisa‟ ayat 148)
Ini menunjukkan bahwa syariat Islam mengkombinasikan antara
kebebasan dan batasan. Kebebasan berpendapat dalam Islam tidak akan tegak kecuali
atas dasar wawasan keilmuan dan pikiran yang menyentuh benak penanya dan
kebebasan berpendapat dan berekspresi memberi manfaat bagi individu dan umat
yang dapat memupuk rasa persaudaraan, kecintaan dan rasa hormat antara mereka,
sehingga kesombongan pribadi dan kelompok akan tercabut.23
Kesimpulannya bahwa akta ini bertentangan dengan konsep amar ma‟ruf
yang dianjurkan oleh Islam. Tetapi disisi yang berbeda akta ini sudah cocok
dengan batasan yang telah dianjurkan di dalam Islam untuk mengurangkan
tersebarnya banyak kebohongan dan fitnah yang boleh memudaratkan agama,
bangsa, dan negara.
23
Wahbah az-Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam, ( Jakarta Timur: Pustaka al-Kausar, 2005),
cet.I, h. 119
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian penelitian yang telah dipaparkan dalam skripsi ini dapat ditarik
beberapa kesimpulan Implementasi kebebasan berpendapat di Malaysia adalah:
Pertama; Kedudukan kebebasan bersuara secara umum di Malaysia
masyarakat bebas berpatisipasi dalam dunia politik. Akan tetapi bukan kebebasan
yang absolute terutamanya bagi pihak oposisi. Banyak bersangkutan UU Hasutan
dan UU Keselamatan Dalam Negeri. Serta yang bergelar Mahasiswa, kebebasan
bagi mereka untuk bergerak dalam politik disekat dengan wujudnya UU
Universitas dan Kolej Universitas (AUKU) 1971.
Kedua; Implementasi UU hasutan di malaysia banyak dimanipulasikan oleh
partai yang memerintah. Dengan berlakunya banyak penangkapan terhadap wakil
partai oposisi, blogger dan para akademisi sehingga membuat banyak yang takut
untuk menyuarakan kebenaran. Penangkapan atas dasar mereka menyebarkan
kebohongan dan bisa mengganggu kehormonian antara kaum di Malaysia.
Ketiga; Kebebasan berpendapat dalam Konstitusi Malaysia menurut
pandangan Islam: Konsep Islam adalah amr ma’ruf nahi munkar, nashîhah, dan
syura (musyawarah) yang mana kebebasan berpendapat itu tidak bersifat mutlak.
Secara umumnya dalam konstitusi Malaysia mereka membuka ruang untuk
diterapkan, akan tetapi secara tidak langsung di sana terdapat halangan yang
mengendalakannya. Seperti UU Hasutan yang lebih merugikan orang banyak dan
60
pemerintah karena aspirasi rakyat tidak dapat diserap supaya menjadi patukan
untuk membawa negara yang lebih baik.
B. Saran-saran
Sesuai dengan kondisi permasalahan yang telah diutarakan dalam skripsi ini,
penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran yang berikut :
1. Kepada pemerintah supaya mengkaji ulang undang-undang yang berasal dari
zaman kolonial seperti UU Hasutan yang terang-terang sangat melanggar hak
asasi manusia yang merupakan alat yang penting dalam negara yang
menggunakan sistem demokrasi. Serta tidak memilih bulu antara mana-mana
partai, karena partai-partai yang wujud pada hari ini adalah suara dari rakyat.
2. Kepada segenap masyarakat menyadari bahwa pendapat yang lahir dari
masyarakat itu boleh dibangkitkan melalui segala kemudahan teknologi yang ada
pada hari ini. Di samping itu masyarakat diingatkan supaya penggunaan website,
blog, dan sebagainya adalah tempat untuk berpendapat dan bukannya untuk
disalahgunakan.
3. Kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Parlemen) menyadari bahwa mereka dilantik
oleh rakyat untuk mewakili suara rakyat. Bukannya sekadar jawatan tetapi
tanggungjawab yang besar untuk mewakili kawasan masing-masing. Semoga
lebih mengambil aspirasi rakyat, dengan itu undang-undang yang dibuat tidak
bertentangan dengan kehendak rakyat dan tidak menyulitkan untuk
menerapkannya.
UNDANG-UNDANG
CETAKAN SEMULA
MALAYSIA
DITERBITKAN OLEHPESURUHJAYA PENYEMAK UNDANG-UNDANG, MALAYSIA
DI BAWAH KUASA AKTA PENYEMAKAN UNDANG-UNDANG 1968SECARA USAHA SAMA DENGAN MALAYAN LAW JOURNAL SDN BHD
DAN PERCETAKAN NASIONAL MALAYSIA BHD2006
Akta 15
AKTA HASUTAN 1948
Mengandungi segala pindaan hingga 1 Januari 2006
Teks ini HANYA TERJEMAHAN oleh Jabatan Peguam Negara bagi Sedition Act 1948.Melainkan jika dan sehingga ditetapkan sahih di bawah subseksyen 7(1) Akta BahasaKebangsaan 1963/67 [Akta 32], teks ini bukan perundangan.
015b.fm Page 1 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
DISEDIAKAN UNTUK PENERBITAN OLEHMALAYAN LAW JOURNAL SDN BHD
DAN DICETAK OLEHPERCETAKAN NASIONAL MALAYSIA BERHAD
CAWANGAN KUALA LUMPUR2006
2
AKTA HASUTAN 1948
Pertama kali diperbuat… … … 1948 (Ordinan No. 14 tahun 1948)
Disemak … … … … … 1969 (Akta 15 m.b.p. 14 April 1970)
CETAKAN SEMULA YANG TERDAHULU
Cetakan Semula Yang Pertama … … 1992Cetakan Semula Yang Kedua … … 1999
015b.fm Page 2 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
3
UNDANG-UNDANG MALAYSIA
Akta 15
SUSUNAN SEKSYEN
AKTA HASUTAN 1948
Seksyen
1. Tajuk ringkas
2. Tafsiran
3. Kecenderungan menghasut
4. Kesalahan
5. Prosiding undang-undang
6. Keterangan
7. Penerima penerbitan menghasut yang tidak bersalah
8. Pengeluaran waran geledah
9. Penggantungan akhbar yang mengandungi perkara menghasut
10. Kuasa mahkamah untuk melarang pengedaran penerbitan menghasut
11. Penangkapan tanpa waran
015b.fm Page 3 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
015b.fm Page 4 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
5
UNDANG-UNDANG MALAYSIA
Akta 15
AKTA HASUTAN 1948
Suatu Akta untuk memperuntukkan hukuman bagi hasutan.
[Semenanjung Malaysia —19 Julai 1948,Ord. No. 14 tahun 1948;
Sabah—28 Mei 1964, P.U. 149/1964;Sarawak—20 November 1969, P.U.(A)476/1969]
Tajuk ringkas
1. Akta ini bolehlah dinamakan Akta Hasutan 1948.
Tafsiran
2. Dalam Akta ini—
“Kerajaan” ertinya Kerajaan Malaysia dan Kerajaan mana-mana Negeri di Malaysia;
“menghasut” apabila dipakai bagi atau digunakan berkenaandengan apa-apa perbuatan, ucapan, perkataan, penerbitan atauapa-apa benda lain menjadikan perbuatan, ucapan, perkataan,penerbitan atau benda lain itu sebagai yang mempunyaikecenderungan menghasut;
“penerbitan” termasuk semua perkara bertulis atau bercetak dansegala benda sama ada atau tidak serupa jenisnya dengan perkarabertulis atau bercetak yang mengandungi apa-apa gambaran yangboleh dilihat atau yang mengikut rupanya, bentuknya atau denganapa-apa cara lain boleh menggambarkan perkataan atau gagasan,dan juga termasuk tiap-tiap naskhah dan keluaran semula ataukeluaran semula substansial apa-apa penerbitan;
“perkataan” termasuk apa-apa ungkapan, ayat atau bilanganperkataan atau gabungan perkataan yang berturut-turut yang lain,sama ada secara lisan atau bertulis;
015b.fm Page 5 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
6 Undang-Undang Malaysia AKTA 15
“Raja” ertinya Yang di-Pertuan Agong atau Raja atau Yang di-Pertua Negeri mana-mana Negeri di Malaysia.
Kecenderungan menghasut
3. (1) Sesuatu “kecenderungan menghasut” ialah kecenderungan—
(a) bagi mendatangkan kebencian atau penghinaan ataubagi membangkitkan perasaan tidak setia terhadapmana-mana Raja atau Kerajaan;
(b) bagi membangkitkan rakyat mana-mana Raja ataupenduduk mana-mana wilayah yang diperintah olehmana-mana Kerajaan supaya cuba mendapatkanperubahan, dengan apa-apa cara selain cara yang sah,apa-apa jua yang wujud menurut undang-undang didalam wilayah Raja itu atau wilayah yang diperintaholeh Kerajaan itu;
(c) bagi mendatangkan kebencian atau penghinaan ataubagi membangkitkan perasaan tidak setia terhadappentadbiran keadilan di Malaysia atau di mana-manaNegeri;
(d) bagi menimbulkan perasaan tidak puas hati atau tidaksetia di kalangan rakyat Yang di-Pertuan Agong ataurakyat Raja mana-mana Negeri atau di kalanganpenduduk Malaysia atau penduduk mana-mana Negeri;
(e) bagi mengembangkan perasaan niat jahat danpermusuhan antara kaum atau golongan pendudukyang berlainan di Malaysia; atau
(f) bagi mempersoalkan apa-apa perkara, hak, taraf,kedudukan, keistimewaan, kedaulatan atau prerogatifyang ditetapkan atau dilindungi oleh peruntukanBahagian III Perlembagaan Persekutuan atau Perkara152, 153 atau 181 Perlembagaan Persekutuan.
(2) Walau apa pun apa-apa jua dalam subseksyen (1), sesuatuperbuatan, ucapan, perkataan, penerbitan atau benda lain tidakboleh disifatkan sebagai menghasut semata-mata oleh sebabperbuatan, ucapan, perkataan, penerbitan atau benda lain itumempunyai kecenderungan—
015b.fm Page 6 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
Hasutan 7
(a) bagi menunjukkan bahawa mana-mana Raja telahdikelirukan atau tersilap dalam apa-apa langkah yangdiambil olehnya;
(b) bagi menunjukkan kesilapan atau kecacatan dalammana-mana Kerajaan atau perlembagaan sebagaimanayang diwujudkan oleh undang-undang (kecualiberkenaan dengan apa-apa perkara, hak, taraf,kedudukan, keistimewaan, kedaulatan atau prerogatifyang disebut dalam perenggan (1)(f) selain yangberhubungan dengan pelaksanaan mana-manaperuntukan yang berhubungan dengannya) atau dalamperundangan atau dalam pentadbiran keadilan dengantujuan hendak membetulkan kesilapan atau kecacatanitu;
(c) kecuali berkenaan dengan apa-apa perkara, hak, taraf,kedudukan, keistimewaan, kedaulatan atau prerogatifyang disebut dalam perenggan (1)(f)—
(i) bagi meyakinkan rakyat mana-mana Raja ataupenduduk mana-mana wilayah yang diperintaholeh mana-mana Kerajaan supaya cuba untukmendapatkan perubahan, dengan cara yangsah , apa-apa perkara d i da lam wi layahKerajaan itu sebagaimana yang diwujudkanoleh undang-undang; atau
(ii) bagi menunjukkan, dengan tujuan hendakmenghapuskannya, apa-apa perkara yangm e n i m b u l k a n a t a u y a n g m e m p u n y a ikecenderungan untuk menimbulkan perasaanniat jahat dan permusuhan antara kaum ataug o l o n g a n p e n d u d u k y a n g b e r l a i n a n d iPersekutuan,
jika perbuatan, ucapan, perkataan, penerbitan atau benda lain itutidak, dengan apa-apa cara lain, sebenarnya mempunyaikecenderungan menghasut.
(3) Bagi maksud membuktikan pelakuan apa-apa kesalahanterhadap Akta ini niat orang yang dipertuduh itu pada waktu diamelakukan atau cuba melakukan atau membuat apa-apapersediaan untuk melakukan apa-apa perbuatan atau pada waktudia berkomplot dengan mana-mana orang untuk melakukan apa-apa perbuatan atau pada waktu dia menyebut apa-apa perkataan
015b.fm Page 7 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
8 Undang-Undang Malaysia AKTA 15
menghasut atau pada waktu dia mencetak, menerbitkan, menjual,menawarkan untuk dijual, mengedarkan, mengeluarkan semulaatau mengimport apa-apa penerbitan atau pada waktu diamelakukan apa-apa benda lain hendaklah disifatkan sebagai tidakb e r k a i t a n j i k a s e b e n a r n y a p e r b u a t a n i t u m e m p u n y a ikecenderungan menghasut, atau, jika dilakukan, akan mempunyaikecenderungan menghasut, atau jika sebenarnya perkataan,penerbitan atau benda lain itu mempunyai kecenderunganmenghasut.
Kesalahan
4. (1) Mana-mana orang yang—
(a) melakukan atau cuba melakukan, atau membuat apa-apa persediaan untuk melakukan, atau berkomplotdengan mana-mana orang untuk melakukan, apa-apaperbuatan yang mempunyai kecenderungan menghasut,atau, jika dilakukan, akan mempunyai kecenderunganmenghasut;
(b) menyebut apa-apa perkataan menghasut;
(c) mencetak, menerbitkan, menjual, menawarkan untukdijual, mengedarkan atau mengeluarkan semula apa-apa penerbitan menghasut; atau
(d) mengimport apa-apa penerbitan menghasut,
melakukan suatu kesalahan dan, apabila disabitkan, boleh bagikesalahan kali pertama didenda tidak melebihi lima ribu ringgitatau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi tiga tahun ataukedua-duanya dan, bagi kesalahan yang kemudian, bolehdipenjarakan selama tempoh tidak melebihi lima tahun; dan apa-apa penerbitan menghasut yang didapati dalam milik orang ituatau yang digunakan sebagai keterangan dalam perbicaraannyahendaklah dilucuthakkan dan boleh dimusnahkan atau dilupuskandengan apa-apa cara lain sebagaimana yang diarahkan olehmahkamah.
(2) Mana-mana orang yang ada dalam miliknya tanpa sebabyang sah apa-apa penerbitan menghasut melakukan suatukesalahan dan, apabila disabitkan, boleh bagi kesalahan kalipe r t ama d idenda t idak me leb ih i dua r ibu r ingg i t a t audipenjarakan selama tempoh tidak melebihi lapan belas bulanatau kedua-duanya, dan, bagi kesalahan yang kemudian, boleh
015b.fm Page 8 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
Hasutan 9
dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi tiga tahun, danpenerbitan itu hendaklah dilucuthakkan dan boleh dimusnahkanatau dilupuskan dengan apa-apa cara lain sebagaimana yangdiarahkan oleh mahkamah.
Prosiding undang-undang
5. Tiada seorang pun boleh didakwa kerana sesuatu kesalahandi bawah seksyen 4 tanpa keizinan bertulis Pendakwa Raya.Dalam persetujuan bertulis itu, Pendakwa Raya boleh menetapkanmana-mana mahkamah di Malaysia sebagai mahkamah perbicaraan.
Keterangan
6. (1) Walau apa pun apa-apa jua yang berlawanan dalamAkta Keterangan [Akta 56], tiada seorang pun boleh disabitkankerana sesuatu kesalahan di bawah seksyen 4 atas testimoni yangtidak disokong yang diberikan oleh seorang saksi.
(2) Tiada seorang pun boleh disabitkan kerana apa-apa kesalahanyang disebut dalam perenggan 4(1)(c) atau (d) jika orang itumembuktikan bahawa penerbitan yang berkenaan dengannya diadipertuduh itu telah dicetak, diterbitkan, dijual, ditawarkan untukdijual, diedarkan, dikeluarkan semula atau diimport tanpakebenaran, persetujuan dan pengetahuannya dan tanpa apa-apakekurangan hemat atau cermat yang sewajarnya di pihaknya, ataubahawa dia tidak mengetahui dan tidak mempunyai sebab bagimempercayai bahawa penerbitan itu mempunyai kecenderunganmenghasut.
Penerima penerbitan menghasut yang tidak bersalah
7. Mana-mana orang yang kepadanya telah dihantar apa-apapenerbitan menghasut tanpa pengetahuannya atau privitinyahendaklah dengan serta-merta sebaik selepas sifat kandungannyadiketahui olehnya menyerahkan penerbitan itu kepada pegawaipenjaga sesuatu daerah polis atau, di Sabah dan Sarawak, kepadaseorang pegawai pentadbir atau kepada pegawai penjaga balaipolis yang hampir sekali, dan mana-mana orang yang mematuhiperuntukan seksyen ini tidak boleh disabitkan kerana memilikipenerbitan itu:
015b.fm Page 9 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
10 Undang-Undang Malaysia AKTA 15
Dengan syarat bahawa dalam mana-mana prosiding terhadaporang itu mahkamah hendaklah menganggap sehingga yangsebaliknya dibuktikan bahawa orang itu mengetahui kandunganpenerbitan itu pada masa penerbitan itu mula-mula sampai kedalam miliknya.
Pengeluaran waran geledah
8. (1) Seseorang Majistret boleh mengeluarkan waran yangmemberi kuasa mana-mana pegawai polis, yang berpangkat tidakrendah daripada Inspektor, untuk memasuki mana-mana premis dimana apa-apa penerbitan menghasut diketahui atau dengansemunasabahnya disyaki berada dan untuk mencari di dalamnyaapa-apa penerbitan menghasut.
(2) Apabila didapati oleh mana-mana pegawai polis yangberpangkat tidak rendah daripada Penolong Penguasa bahawa adasebab yang munasabah bagi mempercayai bahawa dalam mana-mana premis ada disembunyikan atau disimpan apa-apapenerbitan menghasut, dan dia mempunyai alasan yang munasabahbagi mempercayai bahawa, oleh sebab kelengahan yang akandisebabkan oleh usaha untuk mendapatkan suatu waran geledah,tujuan penggeledahan itu mungkin terkecewa, pegawai polis ituboleh memasuki dan menggeledah premis itu seolah-olah diadiberi kuasa untuk berbuat demikian oleh waran yang dikeluarkandi bawah subseksyen (1).
Penggantungan akhbar yang mengandungi perkara menghasut
9. (1) Apabila mana-mana orang disabitkan kerana menerbitkandalam mana-mana akhbar apa-apa perkara yang mempunyaikecenderungan menghasut, mahkamah boleh, jika difikirkannyapatut, sama ada sebagai ganti atau sebagai tambahan kepada apa-apa hukuman lain, membuat perintah mengenai semua atau mana-mana daripada perkara yang berikut:
(a) melarang penerbitan selanjutnya akhbar itu, sama adadengan mutlak atau kecuali mengikut syarat-syaratyang akan dinyatakan dalam perintah itu, selama suatutempoh yang tidak melebihi satu tahun dari tarikhperintah itu;
(b) melarang penerbit, tuan punya, atau penyunting akhbaritu, sama ada dengan mutlak atau kecuali mengikutsyarat-syarat yang akan dinyatakan dalam perintah
015b.fm Page 10 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
Hasutan 11
itu, selama tempoh yang disebut terdahulu, daripadamenerbitkan, menyunting atau menulis bagi mana-mana akhbar, atau daripada membantu, sama adadengan wang atau dengan apa-apa yang mempunyainilai wang, dengan bahan, perkhidmatan peribadi,atau dengan apa-apa cara lain dalam penerbitan,penyuntingan atau pengeluaran mana-mana akhbar;dan
(c) bahawa selama tempoh yang disebut terdahulu apa-apa mesin cetak yang digunakan dalam mengeluarkanakhbar itu hendaklah digunakan hanya mengikutsyarat-syarat yang akan dinyatakan dalam perintahitu, atau bahawa mesin cetak itu hendaklah disita olehpolis dan ditahan oleh mereka selama tempoh yangdisebut terdahulu.
(2) Mana-mana orang yang melanggar sesuatu perintah yangdibuat di bawah seksyen ini adalah melakukan suatu kesalahandan, apabila disabitkan, boleh didenda tidak melebihi lima riburinggit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi tigatahun atau kedua-duanya.
(3) Tiada apa-apa dalam Akta ini boleh menyentuh kuasamahkamah untuk menghukum mana-mana orang yang melanggarsesuatu perintah yang dibuat di bawah seksyen ini keranapenghinaan mahkamah:
Dengan syarat bahawa tiada seorang pun boleh dihukum duakali bagi kesalahan yang sama.
Kuasa mahkamah untuk melarang pengedaran penerbitanmenghasut
10. (1) Apabila atas permintaan Pendakwa Raya dibuktikansehingga memuaskan hati mahkamah bahawa pengeluaran ataupengedaran sesuatu penerbitan menghasut mungkin, atau, jikadimulakan atau diteruskan, akan membawa kepada keganasanyang menyalahi undang-undang, atau didapati mempunyai tujuanuntuk mengembangkan perasaan permusuhan antara golonganatau ras masyarakat yang berlainan, mahkamah hendaklahmembuat suatu perintah (dalam seksyen ini disebut “perintahlarangan”) melarang pengeluaran dan pengedaran penerbitan itu(dalam seksyen ini disebut “penerbitan larangan”) dan menghendakitiap-tiap orang yang mempunyai mana-mana naskhah penerbitan
015b.fm Page 11 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
12 Undang-Undang Malaysia AKTA 15
larangan itu dalam milik, kuasa atau kawalannya supaya segeramenyerahkan tiap-tiap naskhah itu ke dalam jagaan polis.
(2) Sesuatu perintah di bawah seksyen ini boleh dibuat exparte atas permintaan Pendakwa Raya dalam kamar.
(3) Memadai jika perintah itu memperihalkan penerbitanlarangan itu dengan sedemikian rupa yang akan membolehkannyadikenali oleh seseorang yang munasabah yang membandingkannyadengan perihalan dalam perintah larangan itu.
(4) Tiap-tiap orang yang kepadanya suatu salinan perintahlarangan disampaikan oleh mana-mana pegawai polis hendaklahsegera menyerahkan tiap-tiap penerbitan larangan yang adadalam milik, kuasa, atau kawalannya kepada pegawai polis itu,dan jika dia tidak berbuat demikian, dia melakukan suatukesalahan dan, apabila disabitkan, boleh didenda tidak melebihisatu ribu ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihisatu tahun atau kedua-duanya.
(5) Mana-mana orang yang mendapat tahu bahawa sesuatupenerbitan larangan ada dalam milik, kuasa, atau kawalannyahendaklah segera menyerahkan tiap-tiap penerbitan itu ke dalamjagaan polis, dan, jika dia tidak berbuat demikian, dia melakukansuatu kesalahan dan, apabila disabitkan, boleh didenda tidakmelebihi satu ribu ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidakmelebihi satu tahun atau kedua-duanya.
(6) Mahkamah boleh, jika difikirkannya patut, sama adasebelum atau selepas atau tanpa penyampaian perintah laranganitu kepada mana-mana orang, mengeluarkan suatu waranmembenarkan mana-mana pegawai polis yang berpangkat tidakrendah daripada Inspektor untuk memasuki dan menggeledahmana-mana premis yang dinyatakan dalam perintah itu, dan untukmenyita dan membawa pergi tiap-tiap penerbitan larangan yangd i jumpa d i s i tu , dan menggunakan apa-apa keke rasansebagaimana yang perlu bagi maksud itu. Suatu salinan perintahlarangan itu dan suatu salinan waran geledah itu hendaklahditinggalkan di suatu tempat yang mudah dilihat di tiap-tiapbangunan atau tempat yang dimasuki sedemikian.
(7) Pemunya mana-mana penerbitan larangan yang diserahkanatau disita di bawah seksyen ini boleh, pada bila-bila masa dalamtempoh empat belas hari selepas penyerahan atau penyitaan itu,membuat petisyen di mahkamah bagi pembatalan perintah
015b.fm Page 12 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
Hasutan 13
larangan itu, dan jika setelah mendengar petisyen itu mahkamahmemutuskan bahawa perintah larangan itu sepatutnya tidakdibuat, hendaklah membatalkan perintah itu dan hendaklahmemerintahkan supaya penerbitan larangan yang diserahkan olehatau disita daripada pempetisyen itu dipulangkan kepadanya.
(8) Tiap-tiap penerbitan larangan yang diserahkan atau disitadi bawah seksyen ini yang berkenaan dengannya suatu petisyentidak difailkan dalam masa yang disebut terdahulu atau yangtidak diperintahkan supaya dipulangkan kepada pemunyanyahendaklah disifatkan terlucut hak kepada Kerajaan Persekutuan.
(9) Bagi maksud seksyen ini “mahkamah” ertinya MahkamahTinggi.
Penangkapan tanpa waran
11. Mana-mana pegawai polis yang berpangkat tidak rendahdaripada Inspektor boleh menangkap tanpa waran mana-manaorang yang didapati melakukan atau yang dengan semunasabahnyadisyaki melakukan atau telah melakukan atau cuba melakukanatau menyebabkan atau bersubahat dengan mana-mana oranguntuk melakukan apa-apa kesalahan terhadap Akta ini, ataudengan semunasabahnya disyaki memiliki dengan menyalahiundang-undang apa-apa benda yang boleh dilucuthakkan dibawahnya.
015b.fm Page 13 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
14
UNDANG-UNDANG MALAYSIA
Akta 15
AKTA HASUTAN 1948
SENARAI PINDAAN
Undang-undang yang meminda
Tajuk ringkas Berkuat kuasa dari
L.N. 332/1958 Perintah Perlembagaan Persekutuan (Pengubahsuaian Undang-Undang) (Ordinan-Ordinan dan Perisytiharan-Perisytiharan) 1958
13-11-1958
L.N. 149/1964 Perintah Pengubahsuaian Undang-Undang (Hasutan) (Peluasan danPengubahsuaian) 1964
28-05-1964
P.U.(A)476/1969 Perintah Pengubahsuaian Undang-Undang (Hasutan) (Peluasan keSarawak) 1969
20-11-1969
P.U.(A)282/1970 Ordinan No. 45 (Kuasa-kuasa Perlu)Darurat 1970
10-08-1970
Akta 160 Akta Mata Wang Malaysia (Ringgit)1975
29-08-1975
015b.fm Page 14 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
15
UNDANG-UNDANG MALAYSIA
Akta 15
AKTA HASUTAN 1948
SENARAI SEKSYEN YANG DIPINDA
Seksyen Kuasa meminda Berkuat kuasa dari
2 L.N. 332/1958 13-11-1958
3 L.N. 332/1958 13-11-1958
P.U.(A)282/1970 18-08-1970
4 Akta 160 29-08-1975
5 P.U.(A)282/1970 18-08-1970
6 L.N. 332/1958 13-11-1958
9 Akta 160 29-08-1975
10 Akta 160 29-08-1975
015b.fm Page 15 Monday, March 27, 2006 1:10 PM
61
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahan (Departemen Agama Republik Indonesia),
Bandung: PT. Syamil Cipta Media, tth
Abas ,Mohd Salleh, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, (dewan bahasa dan pustaka kuala lumpur 2006) cet, I
Abdullah Darwis, Shaleh , Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Realisasinya di Dunia Modern, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya), 1996 Ahmad, Syuib Abu Abd al-Rahmân al-Nasâ’i, Sunan al-Nasâ’i, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, 2005), Cet. II, Juz XV
Ahmad Nakhaie, Penghayatan Politik Islam dalam Pemerintahan, (t.tp.,Percetakan Berpadu Sdn. Bhd, 2000)cet I
al-Haj Abu al-Husin al-Qusairi al-Nisaburi, Muslim, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr Ihya’ al-Tharashi al-Arabi), Juz IX
Ali Al-Anbary, Khalid, Sistem Politik Islam, terjemah oleh Mohd. Puzhi Usop,
(Selangor: Telaga Biru, 2008), cet. I
Ali Muhammad, Rusjdi, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syariat Islam (Aceh:
Ar-Raniry Press, 2000).cet. I Al-Umuri, Akram Dhiya, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, edisi Indonesia
Seleksi Sirah Nabawiyyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat Dhaif, Oleh Abdul Rosyad Shidiq, (Jakarta: Darul Falah, 2004), Cet. I
al-Qardawi,Yusuf, Fiqih Daulah, terjemah oleh Kathur Suhardi, ( Jakarta: Pustaka
al-Kausar, 1997), cet.I
……., Yusuf, Ad-Din wa As-Siyasah, terjemah oleh Abd Ghani Shamsuddin, ( Kuala
Lumpur, Alam Raya Enterprise, 2010), cet.II Anwar, Dessy, kamus lengkap bahasa Indonesia terbaru, (Surabaya: Amelia, 2003)
cet. I
Az-Zuhaili, Wahbah, Kebebasan Dalam Islam,(Jakarta Timur:Pustaka Al-Kausar,2005) cet. I
62
Bahri, Abdul Aziz, Perlembagaan Malaysia Asas dan Masalah, ( Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001) cet, I ……, Abdul Aziz, Politik Perlembagaan, (Kuala Lumpur: Institute Kajian Dasar
(IKD), 2005,)cet. I
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakatra: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), Cet. XXVII
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedia Islam, (Jakarta: P.T. Ikhtiar Van Hoeve, 1999), cet. ke-IX
Dhiauddin Rais, Muhammad, An-nazhariyatu as-siyasatul-islamiyah, edisi indonesia,
Teori Politik Islam, terjemah oleh Abdul Hayyie al-Kattani,(Jakarta: Gema
Insani Press, 2001) cet. I
Haikal, Hussien, Al- Farruq Umar, edisi Indonesia Umar Al-Khattab, diterjemah oleh Ali Audah, ( Bogor: Pustaka Litera AntarNusa 2002), cet. III
Hanbâl, Abu Abdillah Ahmad, Musnad Ahmad bin Hanbâl, (Beirut: Maktab al-Islâmi 1398 H / 1978 M), Juz XXXIV
Hasim, Mohd. Safar. Pers di Malaysia Antara Kebebasan dengan TanggungJawab.
(Bangi. Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, 2005) cet I
Henry, Ahmad, 60 tahun Islam di bawah UMNO-BN, ( Perak: Pustaka Ibnu Al-
Mannar, 2010), cet. I Hude, Darwis, (ed), Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2002), Cet. I
Huijbers,Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 2006) Cet. XV
Hussain, Syekh Syaukat, Hak Asasi Manusia dalam Islam. Penerjemah Abdul Rochim C.N.. (Jakarta: Gema Insani Press, 1996). cet.I
Ibnu Manzhur, Jalaluddin Muhammad, Lisan al-'Arab, (Mesir: Dâr al-Mishriyah li al-
Ta'lif wa al-Tarjamah, t.th), Juz 1
Ibrâhim al-Bukhâri, Muhammad bin Ismâil , Sahîh Bukhâri,(Beirut: Dâr al-Fikr, t.th),
Juz XXIII
63
Imam as-Suyuthi, Tarikh Khulafa, edisi Indonesia diterjemahkan oleh Samson
Rahman, Tarikh Khulafa: Sejarah Para Penguasa Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), Cet. I
Isâ Abu Isâ al-Tirmizi al-Sâlimi al-Jâmi’, Muhammad, al-Sahîh Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Tharashi al-Arabi, t.th), Juz. VIII
Jalil, Faridah, Kebebasan dan Jenayah Dalam Berkarya. (Kuala Lumpur, Dewan
Sastera. Oktober 2001) cet I
Kamali, M. Hashim, Freedom of Expression in Islam, diterjemahkan oleh Eva Y.
Nukman dan Fatiah Basri, Kebebasan Berpendapat dalam Islam, (Jakarta: Mizan, 1996), cet.I
Kencana, Inu, Al-Quran dan Ilmu Politik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), Cet. I
Khalid, Muhammad Khalid, Khulafa ar-Rasul, alih bahasa oleh Mahyuddin Syaf, dkk., Mengenal Pola Kepimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah, (Bandung: CV. Diponegoro, 1996), Cet. IV
Koto, Samuel, Demokrasi Suatu Keharusan, ( Jakarta: Khanata, 2004), cet. I
Madaniy , A. Malik, Politik Berpayung Fiqh, ( Yogyakarta: Pustaka Pesentren,
2010), cet. I
Maududi, Abul A’la, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam (terjemahan), (Jakarta:
Bumi Aksara, 2005), Cet. III Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2000), Cet. IV
Mohd Safar, Hasim, mengenali Undang-Undang Media dan Siber, (kuala Lumpur, Utusan Publication & Distribution Sdn Bhd,2000) cet.I
Muda, Suhaini, Undang-Undang Komunikasi, (t.tp. Prentice Hall, 2004) cet. I
Mufid, Moh., Politik dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), Cet. I
Musa, M. Yusuf, Politik dan Negara Dalam Islam, terjemah oleh M. Thalib, (Surabaya: Al-Ikhlas,1990), cet. II
64
Nasution ,Harun, “Pengantar” dalam Harun Nasution dan Bakhtiar Effendi (ed), Hak
Asasi Manusia dalam Islam (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Firdaus, 1995), Cet. II
Nurtjahjo, Hendra, Filsafat Demokrasi, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008) cet. II
Othman, Muhammad, Erti Kebebasan Pers-Persekitaran Yang Membimbangkan. Kuala Lumpur, Sasaran, Desember 1992)cet, I
Partanto, Pius A. dan , al-Bary, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Kontemporer, (Surabaya: Arkola, 1994) cet. I
Putra, Dalizar Hak Asasi Manusia Menurut Al-Quran, (Jakarta: Al-Husna Zikra,
1995), Cet. II
Qadir Abu Faris, Muhammad Abdul, Fiqh Siyasah, penerjemah Mohammad Zaini
Yahaya, ( Kuala Lumpur: Pustaka Syuahada, 2000) cet. I Rahman, Shafiyyur, Sirah Nabawiyah, edisi Indonesia Sirah Nabawiyah, penerjemah
oleh Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,2010), Cet. I
Rapar, J. H., Filsafat Politik Aristoteles; Seri Filsafat Politik , (Jakarta: CV. RajaGrafindo Persada, 1996), Cet. I
Rosyada, Dede, dkk., Pendidikan Keawarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyrakat Madani, (Jakarta: Tim ICCE UIN Syyarif
Hidayatullah Jakarta dan Prenada Media, 2003), Cet. I Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996),
Cet. I
Salim, Abd. Muin, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Quran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), Cet. II
Sutiyoso, Bambang, Aktuarita Hukum dalam Era Reformasi, (Jakarta: Rajawali
Press, 2004), Cet. 1 Syarif, Mujar, Hak-hak Politik Minoritas Nonmuslim Dalam Komunitas Islam:
Tinjauan dari Persfektif Politik Islam, (Bandung: Penerbit Agkasa, 2003), cet. I
Syazili, Munawir, Islam dan Tata Negara, (Jakarta:UI Press. 1990),cet. V
65
Syuib Abu Abd al-Rahmân al-Nasâ’I, Ahmad, Sunan al-Nasâ’i, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, 2005), Cet. II Tim Penyusun Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. I
Ya’qub al-Fairuz Abadi ,Muhammad , Al-Qâmûs al-Muhîth, (Bairut: Dâr al-Fikir, 1995) cet, I
Yusof, Mujahid, Wajah Baru Politik Malaysia, (Selangor: Anbakri Publika, 2009) cet. I
Zaidan, Abdul Karim, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, (Jakarta:
Yayasan Al-Amin, 1984), Cet. I
Zallum, Abdul Qadim, Afkaru Siyasiyah, edisi Indonesia: Pemikiran Politik Islam,
diterjemahkan oleh Abu Faiz, (Bangil: Al-Izzah, 2004), Cet. II Situs Internet:
http://bersih.blogspot.com/2007/12/kebebasan-bersuara-telah-disalah-guna.html
diakses pada tanggal 15/12/2010 jam11:10 WIB. http://mindapengarang.wordpress.com/2009/06/10/demokrasi-di-malaysia-boleh-
dijustifikasikan/ diakses pada tanggal 25/5/2011 jam 12:45 WIB
http://208.109.79.207/mpifoundation/blog/?p=438 diakses pada tanggal 25/5/2011 jam 12:45 WIB
http://www.malaysiakini.com/news/163113 diakses pada tangal 20/5/2011 jam 12:45 WIB
http://rumaysho.wordpress.com/2009/01/31/harus-tetap-taat-pada-pemimpin/ diakses
pada tanggal 23/5/2011 jam 12:45 WIB
http://rizarahman.staff.umm.ac.id/2010/01/10/urgensi-amar-maruf-nahi-munkar/
diakses pada tanggal 23/5/2011 jam 12:45 WIB
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
a. Padanan Aksara
Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
tidak dilambangkan
b be
t te
ts te dan es
j je
h ha dengan garis di bawah
kh ka dan ha
d de
dz de dan zet
r er
z zet
s es
sy es dan ye
s es dengan garis di bawah
d de dengan garis di bawah
t te dengan garis di bawah
z zet dengan garis di bawah
„ koma terbalik diatas hadap kanan
gh ge dan ha
f ef
q ki
k ka
l el
m em
n en
w we
h ha
` apostrof
y ye
v
b. Vokal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a fathah
i kasra
u dammah
Adapun Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i
au a dan u و
c. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas
î i dengan topi di atas ــــــي
û u dengan topi di atas ـــــــو
d. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ,
dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh = al-syamsiyyah, = al-qamariyyah.
e. Tasydîd
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
huruf-huruf samsiyyah.
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut
diikuti kata sifat (na‘t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
g. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya . Contoh = al-Bukhâri.