88
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN FASAKH (Studi Kasus Pernikahan Jonas Rivanno Dan Asmiranda) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : Rudi Haryanto 108043200010 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436H/2015 M

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN FASAKH

(Studi Kasus Pernikahan Jonas Rivanno Dan Asmiranda)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Rudi Haryanto

108043200010

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436H/2015 M

Page 2: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga
Page 3: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga
Page 4: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S-1) di UIN Syarif

Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil penjiplakan dari orang lain atau plagiat, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 6 November 2014

Rudi Haryanto

Page 5: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

i

ABSTRAK

Rudi Haryanto. NIM 108043200010, Tinjauan Hukum Islam Tentang

Pernikahan Fasakh (Studi Kasus Pernikahan Jonas Rivanno Dan

Asmiranda). Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH).

Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2014 M, Isi vii + 76 Halaman.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi atau tinjauan

hukum Islam tentang pernikahan Fasakh dalam kaitannya dengan kebohongan

dalam memenuhi rukun dan syarat-syarat sahnya pernikahan (studi kasus

pernikahan jonas rivanno dan asmirandah) bagaimana hukum pernikahan mereka

dan bisakah mereka untuk menikah kembali, dan dikasus pernikahan ini adanya

proses kristenisasi atau pemurtadan yang dilakukan oleh para misionaris untuk

merusak aqidah umat Islam dengan cara perkawinan.

Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif analisis deskriptif Research

Library (Studi Pustaka) dari buku ke buku, objek penelitian ini adalah pernikahan

jonas rivanno dan asmirandah, untuk mengetahui bagaimana hukum pernikahan

mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad nikah mereka sah karena

mempelai pria dianggap beragama Islam, setelah mempelai pria itu mengeluarkan

statement ke media bahwa dia tidak pernah masuk Islam (mualaf) maka

pernikahan mereka gugur atau batal secara agama (Fasakh), dan mereka bisa

kembali lagi dalam ikatan pernikahan jika si suami kembali ke agama Islam

sebelum habis masa iddah sang istri, dan dalam kasus ini ditemukan adanya

proses kristenisasi atau pemurtadan yang dilakukan oleh para misionaris.

Pembimbing : Dr. Phil.J.M. Muslimin, MA.

Kata Kunci : Tinjauan Hukum Islam Tentang Pernikahan Fasakh

(Studi Kasus Pernikahan Jonnas Rivanno Dan Asmirandah)

Page 6: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

ii

KATA PENGANTAR

اهلل الرمحن الرحيم بسم Assalamualaikum Wr, Wb

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik

dan segala sumber ilmu, yang hidayahnya diberikan kepada makhluk-Nya,

sehingga penulis yang berada pada bagian yang amat kecil dari sebuah titik

makhluk-Nya, mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “TINJAUAN

HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN FASAKH (Studi Kasus

Pernikahan Jonas Rivanno Dan Asmiranda)” shalawat beserta salam tak lupa

atas baginda makhluk yang paling mulia Nabi Muhammad SAW yang telah

menghantarkan Al-Qur’an sebagai penjelasan kepada manusia melalui haditsnya.

Penulis menyadari kiranya skripsi yang merupakan tugas akademik ini,

ternyata banyak orang yang ikut memberikan aspirasi, inspirasi dan motivasi yang

dibutuhkan penulis dalam proses penyelesaiannya. Maka dari itu penulis

mengucapkan banyak terima kasih yang tulus dari hati kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Phil. J.M. Muslimin, MA. dan

sekaligus pembimbing skripsi saya, terima kasih atas ketulusan dan

kesabarannya dalam membimbing saya sehingga terselesaikannya skripsi

ini dan terima kasih banyak untuk nasehat-nasehat dan ilmu yang telah

bapak berikan kepada saya.

2. Ketua Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Dr. H.

Muhammad Taufiki, M.Ag., dan Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si

Page 7: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

iii

selaku sekretaris jurusan yang telah memberikan ilmu dan arahan kepada

penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan arahan dan

pengembangan intelektualitas penulis dalam menyelesaikan program

kuliah.

4. Para pegawai/staf Fakultas Syariah dan Hukum serta pimpinan dan

karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah yang telah

memberikan pelayanan yang baik kepada penulis.

5. Ibuku Rasitem yang tersayang dan terhebat, seorang single parents yang

bisa menyekolahkan keempat anaknya sampai kependidikan yang lebih

tinggi, Do’aku selalu menyertaimu Mom, semoga sehat selalu dan selalu

dalam lindungan-Nya, terima kasih buat kakak-kakakku, Yu Sani yang

sampai saat ini entah dimana keberadaannya dan bagaimana kabarnya,

karena dialah aku bisa melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi,

semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya, Aa Damun yang selalu ada

untuk memberi motivasi dan yang membiayai aku kuliah sampai aku lulus,

dan Yu Lina yang selalu memberi nasehat-nasehat dan memasak masak

kesukaanku, terima kasih banyak keluarga kecilku.

6. Teman-teman UKM Khususnya UKM KMM RIAK yang telah banyak

memberikan pengaruh yang baik dalam hal persahabatan dan

berorganisasi, Uda Taufik A. Adam, Bang Ahmed, Bang Nyamuk, Bang

Andi Key, Bang Sule, Bang Kahfi, Bang Lukman, Bang Makki, Bang

Makyun, Sakdu Firtsyan, (Sombrero, Iskandar Zulqornain, Ahsan Nauli),

Page 8: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

iv

Amsyirvan Maulana (Dzeta/Rivan), Rizki Pratama (Joker), Akhmad

Raditya, Hadi Safrudin, Rinal, Dewi Febrianti, Rizki Amalia, Upay, Tia,

Umam, Acal, Sucux, Daus, Faris, Srinelvia Edwitri, Liana Sakdiah, Bang

Ridwan Nurdiansyah (Irex), UKM KALACITRA Bang Jangkrik, Latif,

Bang Gembel, Sabqi, Kikim, Elisha, Dias, Zuli Istiqomah, Khaidar

(Temon), Didik, Rahadian Wijaya, terima kasih telah menemani dan

banyak memberikan hal positif kepada penulis selama masa kuliah di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari,

Keluarga Eni, Keluarga Fandi Ahmad, Keluarga Sigit Budiyono, Keluarga

Robbi Cahyadi, Keluarga Hadi Priyono, Keluarga Inang, maturnuwun

sedulur-sedulurku kabeh telah menerima dengan baik kehadiran penulis di

tengah-tengah keluarga.

8. Teman-teman Kelas Perbandingan Hukum Angkatan 2008 Sigit Budiyono,

Fandi Ahmad, Maman Abdurahman, Robbi Cahyadi, Rian Badruzzaman,

H. Imam Taufik, Rizki Syafaat, Imron Rosadi, Imam Syafei, Hayu

Arafika, Ahsan Septianto Purnomo, Gesha Romadona, Nawaul huriyah,

Perbandingan Madzhab Fiqh Angkatan 2008, Fauzan, Azis, maturnuwun

sedulur-sedulurku kabeh Kalian telah memberikan Kenangan yang

terindah selama penulis belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Teman-teman KKN Cerdas Leuwiliang Pamijahan Nangka Sari 2011,

Muhammad Sahad, Hadi Priyono, Gofur, Fitri Minawati, Ryan Dcow,

Yusron, Irfan, Qianda, dkk.

Page 9: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

v

10. Teman-teman Fakultas lain Dariel Latif, Ridho, Ihsan, Dans Arya, Rizki,

Juki, Praditya Unggul, ZainIkhlas, Ilham, Irpan Taufik (Panjul), Teguh,

Didi Abdirahim, Hary Hariyanto, Sofyan, Yavi Azhar, Heru (Bangor),

Reza Mustaqim, Zahrina, Minda WH Yasin, Agustia, maturnuwun

sedulur-sedulurku kabeh untuk semua kebaikan kalian.

Dengan hamparan kedua tangan disertai ketulusan hati, penulis

mendo’akan semoga bantuan, dukungan, bimbingan dan perhatian yang

telah diberikan oleh semua pihak akan mendapat pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayat serta berkah-

Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sepenuhnya dapat

menenteramkan kegelisahan intelektual serta menyirami dahaga ilmiah, untuk itu

penulis sangat berlapang dada menerima masukan-masukan apalagi kritik

konstruktif. Semoga skripsi dihadapan anda dapat memberikan kontribusi positif,

memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.

Jakarta, 17 Juni 2014

Penulis

Page 10: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................. 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 6

E. Tinjauan Pustaka (Study Review) ............................................ 7

F. Sistematika Penulisan ............................................................... 9

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KEBOHONGAN

(PENIPUAN) DAN PERNIKAHAN FASAKH MENURUT

PARA ULAMA

A. Pengertian Kebohongan............................................................ 10

B. Macam-macam Kebohongan .................................................... 12

C. Bentuk-bentuk Kebohongan, Unsur dan Akibat Hukumnya .... 15

D. Hukum Kebohongan atau Penipuan Dalam Islam.................... 19

E. Hukum Pernikahan Fasakh Menurut Para Ulama .................... 25

BAB III MENJELASKAN TENTANG RUKUN DAN SYARAT-

SYARAT PERNIKAHAN

A. Rukun-rukun Pernikahan .......................................................... 35

1. Sighat Pernikahan ............................................................... 38

2. Mempelai (Calon Suami Atau Istri) ................................... 42

3. Wali ..................................................................................... 43

4. Kehadiran Dua Orang Saksi ............................................... 51

Page 11: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

vii

B. Syarat-syarat Perkawinan ........................................................ 52

1. Islam ................................................................................... 52

2. Sighat Ijab dan Qabul Harus Kekal dan Tidak Temporal ... 54

3. Kesaksian ............................................................................ 55

4. Menentukan Kedua Mempelai ............................................ 57

5. Salah Satu Mempelai Atau Wali Tidak Sedang dalam

Keadaan Haji Atau Umrah .................................................. 58

6. Mahar (Maskawin) .............................................................. 59

7. Wali ..................................................................................... 60

C. Nikah Fasakh (Beda Agama Atau Campuran ......................... 60

BAB IV ANALISIS HUKUM STATUS PERNIKAHAN FASAKH

MENURUT HUKUM ISLAM

A. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Pernikahan Fasakh ........... 68

B. Analisis Status Hukum Pernikahan Fasakh Menurut Hukum

Islam ......................................................................................... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 73

B. Saran ........................................................................................ 74

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75

Page 12: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan masyarakat indonesia yang semakin kompleks,

permasalahan yang terjadi juga semakin kompleks. Terutama juga

kompleksitas masalah pernikahan, yang antara lain pernikahan campuran,

kontrak, dan beda agama.

Dimana, pernikahan merupakan hal yang sangat penting dalam realita

kehidupan umat manusia. Dengan adanya pernikahan rumah tangga dapat

ditegakan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan

masyarakat. 1

Tujuan dari pernikahan itu adalah membentuk suatu keluarga sakinah

mawaddah warrahmah perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu, agar

tujuan yang disyariatkannya perkawinan tercapai.2

Namun dalam memilih pasangan hidup makin tak mungkin dibatasi

sekat geografis, etnis, warna kulit, bahkan agama. Jika dahulu orang-orang di

Indonesia menikah dengan orang yang paling jauh beda kabupaten, sekarang

sudah kerap dengan orang beda provinsi bahkan negara.

1Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana,

2006), h. 1.

2Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 70.

Page 13: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

2

Pernikahan beda agama pun tak terhindarkan. Globalisasi

meniscahyakan perjumpaan tak hanya terjadi antar orang-orang yang satu

agama, melainkan juga beda agama. Tunas cinta bisa bersemi di kantor-kantor

modern yang dihuni para karyawan beragam agama, para artis di lokasi

syuting. Ruang-ruang publik seperti kafe, mall, dan lain-lain membuat

perjumpaan kian tak tersekat agama. Sekat primodial agama terus luluh diterjal

media sosial seperti facebook dan twitter. Orang tua tak mungkin membatasi

agar anaknya hanya bergaul dengan yang seagama.

Pengaturan mengenai perkawinan beda agama di berbagai negara

sangat beragam. Di satu sisi ada negara-negara yang membolehkan perkawinan

beda agama, dan di sisi lain terdapat negarayang melarang, baik secara tegas

maupun tidak tegas, adanya perkawinan beda agama.3

Masalahnya, dengan adanya perkawinan beda agama yang terjadi

suatu perbedaan prinsipil dalam perkawinan itu sehingga dikhawatirkan akan

menimbulkan berbagai masalah yang rumit untuk diselesaikan kemudian hari.

Oleh karena itu, hal ini banyak mendapat tantangan dari masyarakat luas, tetapi

juga oleh hukum positif di negara kita serta hukum agama yang mereka anut.

Walau tidak dapat dipungkiri ada saja pihak yang pro terhadap

pernikahan beda agama ini. Islam sendiri sebagai agama yang dianut oleh

mayoritas penduduk Indonesia sebenarnya juga menentang keras mengenai

keberadaan pernikahan antar agama di dalam masyarakat Indonesia saat ini.

Sangat dilarang bagi umat Islam untuk menikahi pasangan yang non muslim.

3 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-undang Perkawinan No.

1 Tahun 1974 (Jakarta: Dian Rakyat, 1986, Cet. Ke-1), h. 16.

Page 14: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

3

Dalam firman Allah telah disebutkan di surat Al-Baqa‟rah ayat 221

yang mengharamkan orang Islam menikah dengan laki-laki dan perempuan

musyrik. Pada firman Allah SWT di surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang

melarang orang Islam menikah dengan orang kafir.

Kasus pernikahan beda agama yang lebih dikenal dengan istilah

perkawinan campuran sampai sekarang masih merupakan masalah yang

sensitif ditengah masyarakat kita, karena kasus ini masih sering terjadi, baik

dikalangan masyarakat biasa maupun dikalangan selebritis. Masyarakat awam

pernikahan beda agama merupakan sesuatu hal yang baru tabu karena mereka

tahu hal yang seperti itu adalah sesuatu yang dilarang agama, padahal

sebenarnya kasus seperti itu telah terjadi di jaman Rasulullah SAW, tapi

kebanyakan mereka mengkaji lagi larangan yang mereka ketahui itu.

Seperti halnya kasus pernikahan pasangan selebriti yang sering

bermain sinetron yaitu Jonas Rivanno dan Asmiranda yang merupakan

pasangan beda agama. Sebelum menikah Jonas Rivanno adalah seorang laki-

laki non muslim, karena Jonas Rivanno ingin menikahi pasangannya

Asmiranda jadi Jonas Rivanno rela masuk Islam demi menikahi Asmiranda.

Tetapi dalam kasus pernikahan Jonas Rivanno dan Asmiranda tersebut

terjadi konflik mengenai adanya ketidak pengakuannya Jonas Rivanno dan

Asmiranda atas masuk Islamnya Jonas Rivanno dan sudah menikahi

Asmiranda dengan menjadi mualaf. Melainkan, Jonas membantah jika Jonas

belum masuk Islam padahal banyak bukti yang menyatakan kalau Jonas

Rivanno tersebut sudah masuk Islam dan Menikahi Asmiranda.

Page 15: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

4

Saat ini Forum Pembela Islam (FPI) memiliki bukti-bukti pernikahan

Jonas Rivanno dan Asmiranda, termasuk bukti Jonas Rivanno memakai

identitas Islam. Bukti tersebut diantaranya surat pernikahan, rekaman syahadat

Jonas, surat pengantar nikah, asal-usul Jonas Rivanno, dan KTP Islam.4

Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Seni dan

Budaya KH A Cholil Ridwan menganggap pernikahan Asmirandah dan Jonas

Rivanno gugur. Pasalnya, Jonas tidak mengakui keislamannya di depan mata.

Padahal, Menurut Cholil, Kantor Urusan Agama (KUA) menikahkan

Asmirandah dan Jonas secara Islam karena keduanya memiliki bukti beragama

Islam. Jonas sendiri memang telah melakukan proses mualaf dibimbing oleh

ketua MUI Depok.

Namun, Jonas membantah telah masuk Islam. Cholil pun berpendapat

jika keislaman Jonas gugur karena tidak mengakui keislamannya berarti

pernikahan gugur. KUA menikahkan secara Islam karena dianggap sebagai

muslim.

Karena pernikahannya gugur, pasangan selebriti yang sering bermain

sinetron bareng tersebut bukan suami istri. Meski diwarnai kontroversi, Jonas

dan Asmirandah memang tetap suami istri dan tinggal bersama.

Menurut Cholil, masuk Islam itu menyatakan kalimat syahadat. Tapi

dia tidak mengaku berarti kemualafannya gugur, keislamannya gugur. Karena

Jonas tidak mengakui keislamannya, otomatis berarti bukan suami istri lagi.5

4Diaksespadatgl 10 November 2014 dari

http://m.tempo.co/read/news/2013/11/15/219529868/FPI-pernikahan-Jonas-dan-Asmirandah-Haram

5Diaksespadatgl 10 November 2014 darihttp://m.okezone.com/read/2013/11/16/33/898107/large

Page 16: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

5

Dari alasan pemikiran yang telah diuraikan di atas, penulis selaku

mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum merasa tertarik untuk membahasnya

lebih lanjut dan mencoba untuk membuat karya ilmiah yang berbentuk skripsi

dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pernikahan Fasakh (Studi

Kasus Pernikahan Jonas Rivanno dan Asmiranda)”.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana menurut MUI dan Ulama terhadap pernikahan Jonas dan

Asmiranda setelah statment Jonas?

2. Apakah mereka masih bisa untuk menikah kembali?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasan-

batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini

berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk

dalam ruang lingkup masalah penelitian.6

Dalam penelitian ini, karena masalah yang akan diteliti cukup luas

oleh karena itu penulis memberi batasan sebagai berikut:

a. Dengan judul, pernikahan Fasakh menurut perspektif hukum Islam

b. Penelitian ini hanya pada kasus Jonas Rivanno dan Asmiranda

6 Husaini Usman dan Pramono Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial(Jakarta:

Bumi Aksara, 2006), h. 23.

Page 17: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

6

2. Perumusan Masalah

Agar dapat mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka perlu

kiranya dirumuskan beberapa masalah berikut :

1. Bagaimana menurut hukum Islam mengenai pernikahan Fasakh Jonas

Rivanno dan Asmiranda?

2. Apakah mereka masih bisa untuk menikah kembali?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mencoba untuk memberikan

informasi tentang pengetahuan hukum Islam terhadap pernikahan yang

terjadi antara Jonas Rivanno dan Asmiranda. Penelitian ini memiliki tujuan

utama sebagai berikut:

a) Mengetahui bagaimana hukum Islam terhadap pernikahan Fasakh yang

terjadi antara Jonas Rivanno dan Asmiranda setelah adanya statement

Jonas Rivanno.

b) Mengetahui pendapat dari MUI, KUA, dan Ulama terhadap pernikahan

Fasakh Jonas Rivanno dan Asmiranda.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan baik bagi masyarakat

maupun bagi peneliti adalah:

a) Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam hukum

Islam pernikahan beda agama antara Jonas Rivanno dan Asmiranda.

Page 18: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

7

b) Bagi akademisi, untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan

referensi sebagai mahasiswa, staf pengajar, dan lainnya dalam

menunjang penelitian selanjutnya.

c) Bagi prodi, untuk memperluas informasi dalam rangka menambah dan

meningkatkan khazanah pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum

pernikahan beda agama.

d) Bagi masyarakat, untuk memberikan informasi mengenai hukum Islam

pernikahan fasakh yang dilakukan antara Jonas Rivanno dan Asmiranda.

E. Tinjauan (Review) Study Terdahulu

Penelitian tentang pembahasan ini memang bukan penelitian yang

pertama, penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh:

1. Wahyu Sunandar, Skripsi, Fakultas Ushuluddin, 2011 berjudul Fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang bada agama dan respon para

pemuka agama terhadapnya. Dalam penelitian ini membatasi masalah pada

perbedaan antara perkawinan beda agama menurut fatwa MUI

Nomor:4/Munas VII/MUI/8/2005.

Penelitian ini berkesimpulan bahwa fatwa yang dikeluarkan oleh

Majelis Ulama Indonesia tentang pernikahan beda agama adalah kurang

relavan. Karena sepertinya MUI hanya mengambil keputusan berdasarkan

teks-teks suci tanpa melihat realita dan pendapat dari agama-agama lain.

Page 19: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

8

Karena pernikahan beda agama bukan menyangkut Islam saja tetapi lebih

bersifat umum antar agama lainnya.

Persamaan penelitian saudara Wahyu dengan penelitian saya ini

adalah sama-sama membahas tentang pernikahan beda agama menurut

Islam. Adapun perbedaannya yang menjadi subyek penelitian ini adalah

pelaku pernikahan yang beda agama.

2. Dedi Irawan, Skripsi, Fakultas Ushuluddin, 2010 berjudul Pernikahan beda

keyakinan dalam Al-qur‟an (Analisis penafsiran al-Maraghi atas Q.S al-

Baqarah ayat 221 dan Q.S. al-Maidah ayat 5). Dalam penelitian ini

membatasi masalah dengan melihat bagaimana pemahaman Al-Maraghi

tentang pernikahan beda agama melalui surat al-Baqarah ayat 221 dan al-

Maidah ayat 5. Kesimpulan dari penelitian ini adalah laki-laki muslim tidak

boleh menikahi wanita musyrik, karena walaupun laki-laki adalah

pemimpin rumah tangga, akan tetapi orang musyrik itu selalu mengajak

untuk terjerumus dalam kemusyrikan. Wanita muslimah tidak boleh

menikahi laki-laki non muslim baik dari kalangan musyrikin maupun

kalangan ahlul kitab, karena ditakutkan wanita tersebut akan mengikuti

agama suaminya.

Persamaan penelitian saudara Dedi Irawan dengan penelitian saya

adalah bagaimana pernikahan beda agama menurut hukum Islam pada ayat Al-

qur‟an. Adapun perbedaannya, lebih fokus pada kasus Jonas Rivanno dan

Asmiranda.

Page 20: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

9

F. Sistematika Penulisan

Sistimatika penulisan yang dipergunakan dalam skripsi ini terdiri dari 5

(lima) bab, memiliki kandungan atau isi yang saling berkaitan dalam proses

penelitian dan untuk analisa hasil penelitian dilapangan, berikut adalah ulasan

mengenai isi dari tiap bab tersebut. Berikut ini akan diuraikan sistimatika

penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan (review) studi terdahulu, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori Bab ini berisi tentang Menguraikan pengertian

Umum kebohongan dan pernikahan Fasakh menurut pendapat para ulama.

BAB III Yaitu Berisi Tentang Rukun Dan Syarat-syarat perkawinan

Menurut Hukum Islam.

BAB IV Yaitu berisi tentang analisis Hukum Islam terhadap persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan pernikahan Fasakh.

BAB V Penutup Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran atas penelitian

yang dilakukan oleh penulis.

Page 21: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

10

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PENGERTIAN KEBOHONGAN

(PENIPUAN) DAN PERNIKAHAN FASAKH MENURUT PARA ULAMA

A. Pengertian Kebohongan

Kebohongan (juga disebut kepalsuan) adalah jenis penipuan dalam

bentuk pernyataan yang tidak benar, terutama dengan maksud untuk menipu

orang lain, seringkali dengan niat lebih lanjut untuk menjaga rahasia atau

reputasi, perasaan melindungi seseorang atau untuk menghindari hukuman

untuk tolakan satu tindakan. Berbohong adalah menyatakan sesuatu yang tahu

tidak benar atau bahwa orang tidak jujur yakni benar dengan maksud bahwa

seseorang akan membawanya untuk kebenaran. Seorang pembohong adalah

orang yang berbohong sebelumnya telah berbohong, atau yang cenderung

oleh alam untuk berbohong, berulang kali bahkan ketika tidak diperlukan.7

Bohong (Kepalsuan) adalah penyakit yang menghinggapi masyarakat

di segala zaman. Bohong adalah penyebab utama bagi timbulnya segala

macam bentuk kejelekan dan kerendahan. Suatu masyarakat takkan lurus

selamanya jika perbuatan bohong ini merajalela di antara individu-

individunya. Dan suatu bangsa takkan bisa menaiki tangga kemajuan kecuali

jika berlandaskan pada kejujuran. Perbuatan bohong akan menimbulkan rasa

saling membenci antara sesama teman. Rasa saling mempercayai antar

sesama akan hilang, dan akan tercipta suatu bentuk masyarakat yang tidak

berlandaskan asas saling tolong-menolong atau gotong royong. Apabila

7Diakses pada tgl 10 Februari 2014 http://id.wikipedia.org/wiki/Kebohongan

Page 22: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

11

bohong sudah merajalela ke dalam tubuh masyarakat, maka hilanglah rasa

senang dan keakraban antara anggota-anggotanya. Mengingat dampaknya

yang sangat negatif dan membahayakan masyarakat, maka Islam melarang

berbohong dan menganggap perbuatan ini sebagai perbuatan dosa besar.8

Berbohong biasanya digunakan untuk merujuk kepada penipuan dalam

komunikasi, lisan atau tertulis. Bentuk lain dari penipuan, seperti penyamaran

atau pemalsuan, biasanya tidak dianggap sebagai kebohongan, meskipun

maksud yang mendasarinya mungkin sama. Namun, bahkan pernyataan yang

sebenarnya dapat digunakan untuk menipu. Dalam situasi ini, itu adalah

maksud yang keseluruhan berbohong, daripada kebenaran pernyataan dari

setiap individu yang dianggap kebohongan.9 Dalam hal ini terdapat bentuk-

bentuk kebohongan terbagi menjadi 3 yaitu:

a. Berdusta dan Saksi Dusta

Berdusta berarti mengatakan yang tidak benar untuk menyesatkan.

Dusta adalah pelanggaran yang paling serius terhadap kebenaran. Berdusta

berarti berbicara atau berbuat melawan kebenaran untuk menyesatkan

orang yang mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran.

b. Rekayasa atau Manipulasi

Rekayasa atau manipulasi berarti menyiasati atau mengarahkan

orang lain ke suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, meskipun

barangkali orang lain merugi. Rekayasa dan manipulasi bersifat

mengelabui.

8 Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari http://islamiwiki.blogspot.com/2012/03/bahaya-

berbohong-dan-hukumnya-dalam.html#.UvtKq85qMz0

9 Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kebohongan

Page 23: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

12

c. Fitnah dan Umpatan

Fitnah dan umpatan ini sangat jahat, sebab yang difitnah tidak

hadir dan tidak selalu mengetahuinya sehingga sering kali tidak dapat

membela diri. fitnah dapat berkembang tanpa saringan.

Sebab-sebab kebohongan ada bermacam-macam alasan yang

mendorong orang untuk melakukan kebohongan, antara lain sebagai

berikut:

1. Berbohong hanya sekedar iseng, orang dapat berbohong hanya karena

ingin menikmati kesenangan murahan. Orang merasa senang jika ada

orang lain merasa tertipu atau terpedaya.

2. Berbohong untuk memperoleh kepentingan tertentu, para pedagang

misalnya, kadang-kadang menipu untuk memperoleh keuntungan yang

lebih besar.

3. Berbohong karena takut dalam situasi terjepit, untuk menyelamatkan

diri dari situasi terjepit atau dari bahaya yang membahayakan diri

sendiri.10

B. Macam-macam Kebohongan

Ulama, Umara dan orang kaya adalah merupakan tiga pilar penyangga

keadilan dan kebenaran. Secara simbolik, ketiganya menjadi penjaga pintu

neraka agar tak seorang pun masuk kesana. Ulama, Umara dan orang kaya

adalah pelindung masyarakatnya. Dalil moralistik dan idiilnya jelas: bila tiga

golongan ini baik, maka baik pula masyarakatnya. Ulama menjadi teladan

10 Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kebohongan

Page 24: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

13

akhlak mulia dan mencerminkan pepatah: orang pandai tempat bertanya,

orang bijak perumus fatwa. Umara sebagai pemegang kendali masyarakat dan

Negara, mengemban sifat amanah dan jujur, dan bukan sibuk menjaga

singgahsananya sendiri, dengan resiko bohong, zalim dan keji yang sudah

menjadi kezaliman disini. Orang kaya menyangga etis dan sosial menjadi

dermawan, seperti tercermin dalam pepatah orang kaya tempat meminta.

Maka, terkutuklah orang yang menyembunyikan kekayaannya karena takut

dituntut jaksa. Ketiga pilar ini ternyata bohong, banyak Ulama yang tak

peduli akan kebobrokan moral masyarakatnya. Penguasa berusaha

memanggul amanat penderitaan rakyat, tapi tak sensitive dengan derita

mereka. Orang kaya banyak yang berlagak sederhana, memakai kaos dan

sandal ataupun sepatu murahan, demi menghindari proposal permintaan

sumbangan seminar, dirinya sendiri pun dibohongi, sebagian malah gigih

menjadi penguasa, tanpa merasakan adanya dilema etis maupun moral, karena

etika dan moralitas bukan ukuran hidup mereka.11

Bila dipetakan secara kategoris, maka dimasyarakat kita temukan tiga

jenis kebohongan:

a. Kebohongan Politik yaitu suatu jenis tindakan biasanya oleh tokoh,

terutama tokoh politik yang sengaja menyembunyikan kebenaran tentang

suatu perkara. Tujuannya untuk penyelamatan politis seseorang. Di

pengadilan, atau dalam pemeriksaan, kebohongan ini menang, tapi rasa

keadilan umum terluka dan dibiarkan terlantar tanpa pembelaan. Dari dulu

11 Diakses pada tgl 11 Februari 2014

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0512/18/persona/2297862.htm

Page 25: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

14

hingga kini, orang kuat selalu selamat, saudara, sahabat atau

kepercayaannya ikut aman, dan kebohongan mereka berubah menjadi

kebenaran. Kebohongan inilah yang bikin Negara kita bangkrut secara total

hingga kita kehilangan harga diri. Dalam dunia politik memang banyak

tokoh dan jujur, tapi itu hanya cerminan moralitas individual. Dengan

begitu, anggapan bahwa dunia politik itu bohong, dan culas, bukan sikap

gebyah uyah, melainkan penilaian mendasar, shahih kuat, terpercaya.

b. Kebohongan ilmiah yaitu perilaku culas kaum ilmuwan, yang

menggelapkan data, mengemukakan data fiktif, palsu manupulatif, atau

mengklaim pemikiran dan hasil ijtihad pihak lain sebagai milik dan

karyannya. Ini berbahaya bagi bukan saja dunia ilmu yang karena itu tak

bakal bisa berkembang melainkan juga bagi penegakan hukum dan etika

sosial karena hal itu bisa menjadi ancaman keadilan dan kebenaran. Kalau

sekedar angka dan data saja dicuri, konon pula setumpuk uang rakyat yang

lebih menggiurkan. Orang macam ini menjadi sangat terlatih untuk

bohong. Dan potensial merusak masyarakat.

c. Kebohongan pribadi, yang datang dari orang perorang dan membohongi

orang lain, ternyata pergaulan itu licin dan mudah melukai trust

(kepercayaan) yang semula tampak anggun memahkotai sebuah

persahabatan dikantor atau dimasyarakat. Salahnya kita sering cepat

percanya akan kebaikan orang. Kita lalu kaget setelah kita dibohongi oleh

orang yang untuk waktu yang lama, yang pernah kita anggap sebagai

sahabat. Tujuan hidupnya mencari kemenangan dan bukan kebenaran.

Bohong tak dianggap masalah. Lalu, diam-diam bohong menjadi kebiasaan

Page 26: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

15

rutin yang tak terasa, tapi sebetulnya itu tindakan tiranis dan menindas.

Negeri kita bangkrut karena kebohongan para tokoh.

Kita marah pada mereka, tapi lupa tiap tokoh datang dari masyarakat

kita juga. Maka, demi perbaikan kita harus membenahi basis sosial di bawah,

dengan pendidikan yang membentuk watak jujur, lurus, amanah, lewat cara

hidup di keluarga, di kantor, di masyarakat, di sekolah, dengan kontrol sosial

dan penegakan etika secara tegas. Dan kita memiliki cadangan tokoh-tokoh

yang berkualitas, sikap kita pun jelas, kebohongan itu racun moral dan

patologi sosial yang merusak. Para tokoh masa depan tak boleh terkena radiasi

kebohongan macam itu.12

C. Bentuk-bentuk Kebohongan, Unsur dan Akibat Hukumnya

1. Penipuan pokok

Menurut pasal 378 KUHP penipuan (kebohongan) adalah barang

siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan

melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu,

maupun dengan tipu daya, atau pun dengan rangkaian perkataan-

perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan barang atau

supaya membuat utang atau menghapus piutang.13

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penipuan

tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang

12 Diakses pada tgl 11 Februari 2014

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0512/18/persona/2297862.htm

13

Diakses pada tgl 14 Februari 2014

http://efrizal93.blogspot.com/2012/03/tindak-pidana-penipuan.html

Page 27: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

16

untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa

kesadaran penuh.

Unsur-unsur penipuan pokok tersebut dapat dirumuskan:

a. Unsur-unsur objektif:

1. Perbuatan: membujuk atau menggerakan

2. Yang digerakan: orang

3. Perbuatan tersebut bertujuan agar:

a) Orang lain menyerahkan suatu benda

b) Orang lain memberi hutang dan

c) Orang lain menghapuskan piutang

4. Menggerakan tersebut dengan memakai:

a) Dengan nama palsu

b) Tipu muslihat

c) Martabat palsu dan

d) Rangkaian kebohongan

e) Unsur subjektif:

1. Dengan maksud (met het ogmerk)

2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

3. Dengan melawan hokum.

2. Penipuan ringan

Penipuan ringan telah dirumuskan dalam pasal 378 KUHP yang

berbunyi : perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378 jika benda yang

diserahkan itu bukan ternak dan harga dari benda, hutang atau piutang itu

tidak lebih dari Rp. 250,00 pidana denda paling banyak Rp. 900,00.

Page 28: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

17

Dalam masyarakat kita binatang ternak dianggap mempunyai nilai yang

lebih khusus, sehingga mempunyai nilai sosial yang lebih tinggi dari

binatang lainnya.14

Akan tetapi, apabila nilai binatang ternak tersebut

kurang dari Rp. 250,00- maka bukan berarti penipuan ringan:

Adapun yang dimaksud hewan menurut pasal 101 yaitu:

- binatang yang berkuku satu: kuda, keledai dan sebagainya

-binatang yang memamah biak: sapi, kerbau, kambing, biri-biri dan

sebagainya.

Sedangkan harimau, anjing dan kucing bukan merupakan hewan yang

dimaksud dalam pasal ini.

Unsur-unsur penipuan ringan adalah:

a. Semua unsur yang merupakan unsur pada pasal 378 KUHP

b. Unsur-unsur khusus yaitu:

1. Benda objek bukan ternak;

2. Nilainya tidak lebih dari Rp. 250,00-

Selain penipuan ringan yang terdapat menurut pasal 379 di

atas, terdapat juga pada pasal 384 dengan dinamakan (bedrog)

penipuan ringan tentang perbuatan curang oleh seorang penjual

terhadap pembeli adalah dengan rumusan, perbuatan yang

dirumuskan dalam pasal 383 dikenai pidana paling lama 3 bulan

dan denda paling banyak Rp. 900,00- jika jumlah keuntungan

tidak lebih dari Rp. 250,00.15

14 Diakses pada tgl 14 Februari 2014 dari

http://efrizal93.blogspot.com/2012/03/tindak-pidana-penipuan.html

15

Diakses pada tgl 14 Februari 2014 dari

http://efrizal93.blogspot.com/2012/03/tindak-pidana-penipuan.html

Page 29: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

18

3. Penipuan Dalam Karya Ilmiah dan Lain-lain

Tindak pidana membubuhkan nama atau tanda palsu pada karya-

karya pada bidang sastra, dibidang ilmu pengetahuan dan dibidang seni

telah diatur dalam pasal 380 KUHP, yang menyatakan :

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau

denda paling banyak lima ribu rupiah: (1) barang siapa menaruh

nama atau tanda secara palsu di atas atau didalam kesusasteraan,

keilmuan, kesenian, atau memalsukan nama atau tanda yang asli

dengan maksud untuk menimbulkan kesan bahwa karya tersebut

berasal dari orang yang nama atau tandanya ditaruh diatas atau

didalam karya tersebut, (2) barang siapa dengan sengaja menjual,

menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau

memasukkan ke Indonesia karya-karya sastra, ilmiah, seni atau

kerajinan didalam satu di atasnya dibubuhi nama atau tanda palsu,

atau yang nama atau tandanya yang asli telah dipalsu seakan-akan itu

benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya telah ditaruh

secara palsu tadi.

2. Jika karya tersebut kepunyaan terpidana, hakim dapat menyatakan

karya itu disita untuk kepentingan Negara. Tindak pidana yang diatur

dalam pasal 380 ayat (1) angka 1 KUHP itu mempunyai unsur-unsur

sebagai berikut:

a. Unsur subyektif : dengan maksud untuk menimbulkan kesan

seolah-olah karya tersebut berasal dari orang, yang nama atau

tandanya telah ia bubuhkan pada atau didalam karya tersebut.

Page 30: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

19

b. Unsur obyektif : barang siapa membubuhkan secara palsu suatu

nama atau tanda, memalsukan nama yang sebenarnya atau tanda

yang asli pada suatu karya sastra, ilmiah, seni atau kerajinan.

Selain itu juga melanggar ayat (1) undang-undang No. 19 Tahun

2002 tentang hak cipta, yang berbunyi : “dalam Undang-undang ini

ciptaan yang di lindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup : buku, program

komputer, pamphlet, perwajahan (lay out) karya tulis yang ditertibkan,

dan semua hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan

lain yang sejenis dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan

pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa

teks; drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan

pantomime; seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,

seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;

arsitektur; peta; seni batik; fotografi; sinematografi; terjemahan tafsir,

saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalih

wujudan.16

D. Hukum Kebohongan Atau Penipuan Dalam Islam

Allah SWT telah menjadikan umat Islam bersih dalam kepercayaan,

segala perbuatan dan perkataannya. Kejujuran adalah barometer kebahagiaan

suatu bangsa. Tiada kunci dan ketentraman haqiqi melainkan bersikap jujur,

baik jujur secara vertikal maupun horizontal.

16 Wirjono prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: Refika

AditamaA. h. 17.

Page 31: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

20

Kejujuran merupakan nikmat Allah SWT yang teragung setelah nikmat

Islam, sekaligus penopang pertama bagi berlangsungnya Kehidupan dan

kejayaan Islam. Sedangkan sifat bohong merupakan ujian terbesar jika

menimpa seseorang, karena kebohongan merupakan penyakit yang

menggerogoti dan menghancurkan kejayaan Islam.

Bohong adalah perbuatan yang haram, karena membahayakan orang

lain, tetapi dalam kondisi tertentu berubah hukumnya menjadi mubah bahkan

wajib.17

Para ulama menetapkan pembagian hukum dusta sesuai dengan lima

kategori hukum syar‟i, meskipun pada dasarnya hukum bohong adalah haram.

Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut :

a. Haram yaitu kebohongan yang tidak berguna atau yang merugikan

orang lain menurut kacamata syar‟i.

b. Makruh yaitu dusta yang dipergunakan untuk memperbaiki kemelut

rumah tangga dan yang sejenisnya.

c. Sunnah yaitu seperti kebohongan yang ditempuh untuk menakut-

nakuti musuh Islam dalam sesuatu peperangan, seperti pemberitaan

(yang berlebihan) tentang jumlah tentara dan perlengkapan kaum

muslimin (agar pasukan musuh gentar).

d. Wajib yaitu seperti dusta yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa

seorang muslim atau hartanya dari kematian atau kebinasaan.

e. Mubah yaitu misalnya yang dipergunakan untuk mendamaikan

persengketaan ditengah masyarakat.18

17 Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/01/28/hukum-berbohong-dalam-islam/

18

Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/01/28/hukum-berbohong-dalam-islam/

Page 32: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

21

Islam mengharamkan segala bentuk macam kebohongan atau

penipuan, baik dalam masalah jual beli maupun dalam seluruh macam

mu‟amalah, seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam segala

urusannya, sebab keikhlasan dalam beragama, nilainya lebih tinggi daripada

seluruh usaha duniawi.

Ibnu Sirin pernah menjual seekor kambing, kemudian dia berkata

kepada si pembelinya: „Saya akan menjelaskan kepadamu tentang ciri

kambingku ini, yaitu kakinya cacat. Begitu juga al-Hassan bin Shaleh pernah

menjual seorang hamba perempuan (jariyah), kemudian ia berkata kepada si

pembelinya: "Dia pernah mengeluarkan darah dari hidungnya satu kali."

Walaupun hanya sekali, tetapi jiwa seorang mu'min merasa tidak enak kalau

tidak menyebutkan cacatnya itu, sekalipun berakibat menurunnya harga.19

“Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan akan kebaikan dan kebaikan itu

akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah

akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu

membawa kelaliman, dan kelaliman itu akan menghantarkan ke arah neraka.

Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai

pembohong.”(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Pertanda orang yang munafik itu ada tiga: apabila berbicara

berbohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya

berbuat khianat” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

19 Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari http://islamiwiki.blogspot.com/2012/03/bahaya-

berbohong-dan-hukumnya-dalam.html#.UvtKq85qMz0

Page 33: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

22

1. Dalam ajaran agama Islam ada beberapa kebohongan yang diperbolehkan

diantaranya seperti berikut :

a. Keadaan Perang atau Marabahaya

Ketika Rasulullah Saw membonceng Abu Bakar

radhiyallahu‟anhu diatas kendaraan beliau, maka jika ada seseorang

yang bertanya kepada Abu Bakar radhiyallahu‟anhu tentang

Rasulullah Saw di tengah perjalanan, beliau mengatakan, “ini adalah

seorang penunjuk jalanku.” maka orang bertanya tersebut mengira

bahwa jalan yang dimaksud adalah makna hakiki, padahal yang

dimaksud oleh Abu Bakar radhiyallahu‟anhu adalah jalan kebaikan

(sabilul khair). Semata-mata demi kemaslahatan Rasulullah Saw dari

ancaman musuh-musuh beliau. (HR. al-Bukhari)

b. Mendamaikan Manusia

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallah „alaihi wasallam

dalam hadits Ummu Kultsum radhiyallahu‟anha, sesungguhnya ia

berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah

dikatakan pendusta orang yang mendamaikan manusia (yang

berseteru), melainkan apa yang dikatakan adalah kebaikan.” (Mutaffaq

„Alaih)

c. Mendamaikan suami istri

Imam Muslim menambahkan dalam suatu riwayat, berkata

Ummu Kultsum radhiyallahu „anha, “Aku tidak pernah mendengar

Rasulullah Saw memberikan keringanan (rukhshah pada apa yang

Page 34: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

23

diucapkan oleh manusia (berdusta) kecuali dalam tiga perkara, yakni

: perang, mendamaikan perseteruan atau perselisihan diantara manusia,

dan ucapan suami kepada istrinya atau sebaliknya.”20

2. Beberapa Faktor-faktor yang mempengaruhi untuk berdusta atau

berbohong :

a. Sedikitnya rasa takut kepada Allah SWT dan tak adanya perasaan

bahwa Allah SWT selalu mengawasi setiap gerak-geriknya, baik yang

kecil maupun yang besar.21

b. Upaya mengaburkan fakta, baik bertujuan untuk mendapatkan

keuntungan atau mengurangi takaran, dengan maksud

menyombongkan diri atau untuk memperoleh keuntungan dunia, atau

karena motif-motif lainnya. Misalnya saja: orang yang berdusta

tentang harga beli tanah atau mobil, atau menyamarkan data-data yang

tak akurat tentang wanita yang akan dipinang yang dilakukan pihak

keluarganya.

c. Mencari perhatian dengan membawakan cerita-cerita fiktif dan

perkara-perkara yang dusta.

d. Tidak adanya rasa tanggung jawab dan berusaha lari dari kenyataan,

baik dalam kondisi sulit atau kondisi lainnya.

e. Terbiasa melakukan dusta sejak kecil. Ini merupakan hasil pendidikan

yang buruk. Karena, sejak tumbuh kuku-kukunya (sejak kecil), sang

20 Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari

http://salafytobat.wordpress.com/2013/01/07/berbohong-yang-diperbolehkan-menurut-hukum-

islam/

21

Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/01/28/hukum-berbohong-dalam-islam/

Page 35: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

24

anak biasa melihat ayah dan ibundanya berdusta, sehingga ia tumbuh

dan berkembang dalam lingkungan sosial semacam itu.

f. Merasa bangga dengan berdusta, ia beranggapan bahwa kedustaan

menandakan kepiawaian, tingginya daya nalar dan perilaku yang

baik.22

Diantara sebab terbanyak yang menjerumuskan anak Adam ke lembah

kemaksiatan adalah mereka yang tak menjaga dua hal yaitu lidah dan

kemaluannya. Sehingga Rasulullah bersabda,

مه مه يي ه بي ه مب لي يض لي ه بي ه ومب لح مه زج ال جىت له أض Artinya : “Barangsiapa siapa yang mampu menjaga apa yang terdapat

diantara dua janggutnya dan apa yang ada diantara dua kakinya, maka aku

jamin akan masuk surga.” (HR. Bukhari no. 6474. At-Tirmidzi, no. 2408).

Kemaksiatan yang ditimbulkan dari kemaluan adalah zina dan

kemaksiatan yang ditimbulkan oleh lisan adalah dusta. Terkadang dengan

lisannya seseorang mengucapkan kata-kata tanpa dipertimbangkan dan

dipikirkan sebelumnya, sehingga menimbulkan fitnah dan kemudharatan yang

banyak bagi dirinya maupun bagi orang lain. Oleh karena itu jelaslah bahwa

diantara keselamatan seorang hamba adalah tergantung pada penjagaannya

terhadap lisannya. Nabi sendiri pernah menasehati „Uqbah bin Amir ketika dia

bertanya tentang keselamatan lalu beliau bersabda, “Peliharalah lidahmu,

betahlah tinggal dirumahmu dan tangisilah dosa-dosamu.” (HR. Tirmidzi,

Hadits Hasan).

22Diakses pada tgl 14 Maret 2014 dari

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/01/28/hukum-berbohong-dalam-islam/

Page 36: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

25

E. Hukum Pernikahan Fasakh Menurut Para Ulama

Pernikahan antara Non muslim kepada wanita Muslimah sebagaimana

isyarat surat al-Baqarah ayat 221 adalah haram. Dengan demikian, selama

seorang laki-laki masih berstatus Non Muslim, maka selama itu pula haram

hukumnya seorang perempuan Muslimah menjadi isterinya. Sesudah itu juga

merupakan sesuatu yang terang bahwa ia meninggalkan agamanya yang lama

dengan menjadi pemeluk agam Islam, maka menjadilah ia seorang Muslim.

Dan karena sudah menjadi seorang Muslim, maka halal-lah seorang

perempuan Muslimah menjadi isterinya.23

Apabila orang seorang masuk Islam sekedar “bersiasat”, maka

sesungguhnya ia bersiasat kepada Allah SWT. Dalam hal ini Allah SWT

Maha Mengetahui terhadap niat seorang itu dan kelak akan

mempertanggungkan perbuatannya di hadapan Allah SWT. Seseorang yang

ingin menikahi wanita Muslimah dengan cara menyatakan diri masuk ke

dalam agama Islam, adalah seseorang yang ingin mengambil sesuatu dari diri

orang Muslim yang pada mulanya tidak ada hak darinya untuk hal tersebut.

Karena pada mulanya pernikahan antara dia (pria non muslim) dan wanita

Muslimah itu dianggap tidak pernah terjadi (fasakh/batal demi hukum).

Kemudian dengan masuknya ia ke dalam agama Islam, merubah kedudukan

“batal” menjadi “sah”.24

Menurut hukum Islam, akad perkawinan suatu perbuatan hukum yang

sangat penting dan mengandung akibat-akibat serta konsekuensi-

konsekuensinya tentu sebagaimana yang telah ditetapkan oleh syari‟at Islam.

23

Ahmad Sudirman abbas. Problematika Pernikahan dan Solusinya, (Jakarta: Prima Heza

Lestari, 2006) h. 60-61. 24

Ibid, h. 65.

Page 37: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

26

Oleh karena itu, pelaksanaan akad pernikahan yang tidak sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari‟at Islam adalah perbuatan yang sia-

sia, bahkan dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang wajib

dicegah oleh siapa pun yang mengetahuinya, atau dengan cara pembatalan

apabila pernikahan itu telah dilaksanakannya. Hukum Islam menganjurkan

agar sebelum pernikahan dibatalkan perlu terlebih dahulu diadakan penelitian

yang mendalam untuk memperoleh keyakinan bahwa semua ketentuan yang

telah ditetapkan oleh syari‟at Islam sudah terpenuhi. Jika persyaratan yang

telah ditentukan masih belum lengkap atau masih terdapat halangan

pernikahan, maka pelaksanaan akad pernikahan haruslah dicegah.25

Menurut Al-Jaziri26

jika perkawinan yang telah dilaksanakan oleh

seorang tidak sah karena kekhilafan dan ketidaktahuan atau tidak sengaja dan

belum terjadi persetubuhuan, maka perkawinan tersebut harus dibatalkan,

yang melakukan perkawinan itu dipandang tidak berdosa, jika telah terjadi

persetubuhan maka itu dipandang sebagai wathi’ syubhat, tidak dipandang

sebagai perzinaan, yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi zina, istri

diharuskan ber-iddah apabila pernikahan telah dibatalkan, anak yang

dilahirkan dari perkawinan itu dipandang bukan sebagai anak zina dan

nasabnya tetap dipertalikan kepada ayah dan ibunya. Tetapi jika perkawinan

yang dilakukan oleh seorang sehingga perkawinan itu menjadi tidak sah

karena sengaja melakukan kesalahan memberikan keterangan palsu,

persaksian palsu, surat-surat palsu atau hal-hal lain yang tidak sesuai dengan

ketentuan berlaku, maka perkawinan yang demikian itu wajib dibatalkan. Jika

25

Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana,

2008), h. 42. 26

Abdurrahman Al-Jaziri, jilid IV, h. 119.

Page 38: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

27

perkawinan yang dilaksanakan itu belum terjadi persetubuhan, maka istri

tersebut tidak wajib ber-iddah, orang melaksanakan perkawinan itu dipandang

bersalah dan berdosa, dapat dikenakan tuntutan pidana, persetubuhan itu

dipandang sebagai perzinahan dan dikenakan had, nasab anak yang dilahirkan

tidak dapat dipertalikan kepada ayahnya, hanya dipertalikan kepada ibunya.27

Problema nikah fasakh (rusak) menurut Wahbah Zuhaili dalam

bukunya Fiqh Islam Wafadilatuhu bahwa nikah yang bisa dianggap rusak atau

nikah fasakh sifatnya dapat dikategorikan beberapa kelompok yaitu kapan

terjadinya perpisahan dikategorikan fasakh:

1. Menurut Imam Hanafi

a. Menurut Imam Hanafi terjadinya nikah yang fasakh apabila istri

kembali menjadi kafir setelah ia masuk Islam atau setelah suaminya

mengIslamkannya. Menurut Imam Abu Hanifa dan Muhammad

apabila suami yang kembali menjadi kafir maka jatuhnya talak

sedangkan menurut Abi Yusuf jatuhnya fasakh.28

b. Murtadnya suami atau istri sebagaimana yang telah dijelaskan diatas

bahwa jika salah satu dari pasangan suami istri tersebut ada yang

berpindah agama maka terputuslah akad pernikahan mereka, begitu

juga jika salah satu dari pasangan tersebut berpindah keyakinan, misal

: menyekutukan Allah, membandingkan Allah dengan makhluk

ciptaan-Nya, dll.29

27

Ibid, h. 42-43 28

Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu (Beirut: Dar al-fikr, t.th), h. 6866 29

Ibid, h. 6866

Page 39: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

28

Dalam pernikahan fasakh ini para ulama berpendapat, pernikahannya

sah pada saat akad nikah karena pengantin laki-laki mengaku sebagai muslim.

Bahwa dia ternyata hanya berpura-pura itu lain soal. Namun begitu tahu

bahwa suaminya balik lagi keagama asalnya, maka dia harus meminta cerai

pada saat itu juga. Karena pernikahan seorang wanita dengan seorang laki-laki

non-muslim adalah tidak sah atau batal dengan senidirinya. Nikahnya

dihukumi sah sejak awal bila pada saat mengucapkan sahadat tidak ada

sesuatu yang menafikkan sahadatnya (yang bersifat ucapan atau perbuatan),

namun setelah adanya pengakuan dari sang suami bahwa dia telah kembali

keagamanya yang semula, maka nikahnya telah rusak (fasakh), batal atau

gugur dengan sendirinya.30

Bila batal dari awal maka :

a. Jika belum pernah di wathi maka wajib mengembalikan mahar

b. Jika sudah pernah di wathi dan mahar yang sudah diterima sesuai

dengan mahar mistilnya maka tidak wajib mengembalikan, namun bila

lebih dari mahar mistil maka harus dikembalikan

Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita muslimah menikah dengan

seorang laki-laki kafir sebelum masuk Islam. Akan tetapi jika si lelaki kafir itu

masuk Islam maka dibolehkan bagi wanita muslimah menikahi dengannya

setelah mendapatkan izin dari walinya. Namun demikian hendaklah si wanita

muslimah betul-betul memastikan kesungguhan dan kejujuran lelaki tersebut

untuk masuk Islam. Hal itu dikarenakan tidak jarang cara-cara seperti ini

30Diakses pada tgl 11 februari 2014 dari

http://ponpesaswaja.blogspot.com/2013/11/hukum-menikah-beda-agama.html#more

Page 40: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

29

digunakan oleh orang-orang kafir untuk meracuni keturunan-keturunan kaum

muslimin dengan aqidah-aqidah sesat mereka dan pada akhirnya tidak jarang

rumah tangga mereka pecah ditengah jalan dikarenakan si lelaki kembali

kepada kekufuran sementara si wanita tetap dengan keislamannya. Jadi wanita

muslim dilarang atau diharamkan menikah dengan seorang laki-laki non-

muslim apapun alasannya. Jika seorang muslimah memaksakan dirinya

menikah dengan laki-laki non-muslim, maka akan dianggap telah berzina.31

Tidak ada seorang ulama pun yang membolehkan wanita muslimah

menikah dengan seorang laki-laki non-muslim, bahkan „ijma ulama

menyatakan bahwa haramnya wanita muslimah menikahi seorang laki-laki

non-muslim baik dari kalangan musyrikin (Budha, Shinto, Majusi, Hindu,

Konghucu, penyembah kuburan dan lain-lain) ataupun dari kalangan orang-

orang murtad dan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Hal berdasarkan firman

Allah surah Al-Mumtahanah 60:10:

أيهب ٱلريهي م جبءم إذا ا ج ءامى ى ؤمى ثفٱلم جس ه م ٱلل ٱمخحى ىه ه ىهه بئيم أعلم

إلى حسجع ىه ه فل ج ؤمى م علمخ م ىه ه فبز فئن ه مٱلن ول له م حل ه ه ل

له ه يحلىن ىه ه ءاحيخ م إذا ىه ه حىنح أن م علين ىبح ج ولأوفق ىا ب م وءاح ىه م

بعصم ح مسن ىا ولىزه ه وليس وسٱلنىافسأ ج أوفقخ م مب م ل ىا لن ذ

أوفق ىا مب ل ىا

نم ح وم يحن ٱلل م ٱلل بيىن (06:06)ممخهىت/عليمحنيم

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu

perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan)

mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu

telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu

kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka

tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula

bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah

mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar

31Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari

http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/saudara-baru.htm#.Uvzw_s5qMz0

Page 41: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

30

kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali

(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta

mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang

telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara

kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-

Mumtahanah 60:10)

Dalam ayat ini sangat jelas sekali Allah SWT menjelaskan bahwa

wanita muslimah itu tidak halal bagi orang kafir. Dan diantara hikmah

pengharaman ini adalah bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi

darinya. Dan sesungguhnya laki-laki itu memiliki hak qawamah

(pengendalian) atas istrinya dan istri wajib mentaatinya di dalam perintah

yang ma‟ruf.

Kemudian seorang suami yang kafir itu tidak mengakui akan agama

wanita muslimah, bahkan dia itu mendustakan kitabnya, mengingkari rasulnya

dan tidak mungkin rumah tangga bisa damai dan kehidupan bisa terus

berlangsung bila disertai perbedaan yang sangat mendasar ini.

Ada beberapa pendapat ulama yang berpendapat tentang masalah

pernikahan ini yaitu :

a. Ibnu Katsir Asy Syafi‟iy rahimahullah berkata, “Janganlah

menikahkan wanita-wanita muslimah dengan orang-orang musyrik.”

b. Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata, “Janganlah menikahkan

wanita muslimah dengan orang musyrik. Dan Umat ini telah berijma‟

bahwa laki-laki musyrik itu tidak boleh menggauli wanita mu‟minah,

bagaimanapun bentuknya, karena perbuatan itu merupakan penghinaan

terhadap Islam.”

Page 42: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

31

c. Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata, (Ulama ijma‟) bahwa muslimah

tidak halal menjadi istri orang kafir.

d. Syaikh Abu Bakar Al Jaza‟iriy hafidhahullah berkata, “Tidak halal

bagi muslimah menikah dengan orang kafir secara mutlaq, baik Ahlul

Kitab ataupun bukan.”

e. Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhahullah berkata, “Laki-laki kafir tidak

halal menikahi wanita muslimah,” berdasarkan firman-Nya Subhanahu

wa Ta’ala :

ىا حىنح ولول م أعجبخن ولى شسمت م ه م خيس ؤمىت م ولمتي ؤمه حخى ج شسم ٱلم

ئل ل أ و م أعجبن ولى شسك م مه خيس ؤمه م ولعبد

ي ؤمى ىا حخى شسميه ٱلم ىا ح ىنح

و ٱلىبز إلى ىن لعله ميدع للىبس خهۦ ءاي وي بيه بئذوهۦ وٱلمغفسة ٱلجىت إلى ا ى يدع ٱلل

ون (2:220البقسة/(يخرمس

Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik

dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah 2:221).

Menanggapi fenomena Pernikahan fasakh ini, Ketua Tim Forum

Antisipasi Kegiatan Pemurtadan (FAKTA) Abu Deedat menyatakan bahwa

kasus ini adalah salah satu bentuk Kristenisasi.“Ini adalah strategi nyata dari

Kristenisasi lewat perkawinan. Modusnya sang lelaki pura-pura masuk Islam

agar bisa menikahi muslimah,”

Page 43: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

32

Menurutnya, wanita rentan menjadi korban, karena resiko

mempertahankan keimanan dalam pernikahan beda agama bagi seorang

muslimah adalah diceraikan.

Ketika sudah menikah, pria Kristen yang pura-pura masuk Islam akan

kembali ke ajaran Kristennya, sang muslimah akan dihadapkan pada dua

pilihan berat, ikut pindah agama bersama suaminya atau diceraikan, “berat

bagi muslimah yang lemah imannya jika harus menyandang status janda,

apalagi kalau sudah mengandung.32

Para penentang kawin beda agama selalu berprinsip bahwa kami punya

hak untuk mempertahankan dan melindungi keimanan umat kami dari upaya

permutadan yang dilakukan pihak lain.33

Argumentasi yang sangat legitimate

dari sisi HAM.34

Bagi kelompok ini, melegalkan kawin beda agama dalam UU

Perkawinan sama halnya dengan memberi peluang bagi kemurtadan kaumnya

dan memberi peluang kepada pihak lain untuk menginjak-nginjak keimanan

kaumnya.

Di tengah modernitas zaman saat ini, penegakan HAM memang tidak

harus berhenti, melainkan tetap dilanjutkan. Hanya saja, penegakan HAM

harus tetap terbungkus HAM, bukan sebaliknya, misi politis berbungkus

HAM atau misi teologis berbungkus HAM. Sebab, bagaimana pun juga, HAM

adalah konsep yang sebenarnya netral. Ia akan ditarik ulur ke mana saja sesuai

kemauan penariknya. Tidak mengherankan kalau kemudian banyak oknum

32Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari

http://www.bersamadakwah.com/2014/01/asmirandah-akui-foto-berdoa-di-gereja.html 33

M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.

252. 34

Lihat, The Universal Declaration of Human Right, pasal 18

Page 44: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

33

berlindung dibalik HAM demi tercapainya misi terselubung yang sudah

terskenario secara matang dan sistematis. Membungkus tendensi politis

dengan HAM berarti mereduksi makna luhur HAM, pelecehan dan

pelanggaran HAM itu sendiri.35

Perkawinan adalah salah satu upaya paling efektif dalam menjalankan

Kristenisasi. Dalam banyak kasus, perkawinan bagi misionaris sangat gencar

dilakukan dengan cara mendekati orang-orang Islam. Untuk mencapai

tujuannya itu, tidak jarang melangsungkan perkawinan dengan cara Islam,

tentu setelah mereka menyatakan masuk Islam. Namun, mereka akan kembali

murtad ketika waktunya tepat. Pihaknya berlomba-lomba bagaimana bisa

menikah dengan pria atau wanita muslim, apapun cara akan dilakukan asalkan

tujuannya itu tercapai.36

Sesungguhnya bagi mereka yang terjebak dalam perangkap tersebut

bukanlah kebahagiaan rumah tangga yang didapat justru meruntuhkan aqidah

yang dianut selama ini. Kenyataannya banyak diantara wanita muslim

menderita akibat perkawinan itu. Setelah ia memiliki satu, dua anak atau lebih,

mereka harus memilih jalan terpahit dari dua pilihan, yaitu meninggalkan

aqidahnya yang benar atau ditinggalkan suami dan anak-anaknya. Tidak hanya

keadaan demikian yang harus diterima, ia juga menerima penyiksaan baik

batin maupun pisik. Banyak kasus yang menimpa wanita muslimah dalam hal

ini.37

35

Ibid, h. 254 36

Bakhtiar, Nurman Agus, Murisal, Ranah Minang ditengah Cengkraman Kristenisasi

(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), h. 46. 37

Ibid, h. 46-47

Page 45: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

34

Cara lain yang dilakukan misionaris adalah melalui pemerkosaan,

mengggauli dan akhirnya dinikahi. Cara ini biasanya terjadi secara beruntun.

Awalnya pacari, kemudian gauli, kalau tidak mau diperkosa. Setelah

kehermotannya direnggut, mereka akan melakukan cara-cara lebih tidak

manusiawi lagi, yaitu dengan cara mengancam. Mereka akan menawarkan dua

pilihan terpahit diantara yang pahit, akan dinikahi bilamana mau masuk

kristen atau photo-photonya ketika diperkosa akan dipublikasikan pada orang

lain. Tiada pilihan lain, apalagi iman yang masih belum kuat, keadaan tidak

stabil itu mereka akan meninggalkan aqidahnya.38

Menurut Abu Deedat, dalam masa-masa awal pernikahan itu, biasanya

sang muslimah akan dicuci otaknya dengan doktrin yang menjelek-jelekkan

Islam, terutama menggunakkan isu seperti poligami, Islam tidak penyayang,

dan mengangkat citra buruk umat muslim lainnya. Abu Deedat juga berpesan

agar masyarakat mewaspadai betul strategi kristenisasi lewat jalur pernikahan.

Kasus seperti ini, menurutnya, sudah banyak terjadi. Abu Deedat berpesan

kepada orang tua agar tidak terlalu mudah percaya jika ada pria non-muslim

yang bersedia masuk Islam untuk menikahi putrinya. “mereka agresif

menyebarkan Kristen, dan kepada kaum muslimah agar di jaga pergaulannya

dengan lelaki non-muslim, sebab bisa jadi mereka punya motif

mengkristenkan anda.39

38

Ibid, h. 47

39

Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari

http://www.bersamadakwah.com/2014/01/asmirandah-akui-foto-berdoa-di-gereja.html

Page 46: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

35

BAB III

RUKUN DAN SYARAT-SYARAT PERKAWINAN

MENURUT PARA ULAMA

A. Rukun-rukun Perkawinan

Rukun menurut para ulama Hanafiah adalah hal yang menentukan

keberadaan sesuatu, dan menjadi bagian di dalam esensinya. Sedangkan

syarat menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu,

dan bukan merupakan bagian di dalam esensinya. Rukun menurut jumhur

ulama adalah hal yang menyebabkan berdiri dan keberadaan sesuatu.

Sesuatu tersebut tidak akan terwujud melainkan dengannya. Atau dengan

kata lain merupakan hal yang harus ada. Dalam perkataan mereka yang

masyur: rukun adalah hal yang hukum syar‟i tidak mungkin ada melainkan

dengannya. Atau hal yang menentukan esensi sesuatu, baik merupakan

bagian darinya maupun bukan. Sedangkan syarat menurut mereka adalah

hal yang menentukan keberadaan sesuatu dan bukan merupakan bagian

darinya.1

Namun perkawinan mempunyai arah, tugas dan tujuan, maka

hendaklah dalam melakukannya dipenuhi dan terpenuhi rukun-rukun dan

syarat-syarat yang mengikat, memelihara dan menjaga baik

kelangsungannya maupun kelestariannya dan kewajiban untuk hidup

sejati. Perkawinan memang dimulai dengan akad nikah, tetapi itu adalah

1 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 45.

Page 47: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

36

semata tugas yang harus dilakukan. Memang, dasar perkawinan sempurna

secara resmi dengan akad itu, tetapi itu hanya kunci rumah tangga

perkawinan dan pergaulan yang sah dan halal. Maka akad nikah ini

sebagai kunci resmi untuk memasuki rumah perkawinan calon istri dan

suami.

Sekalipun ini dilaksanakan dengan ucapan yang dinamakan ijab

dan Kabul dari dua pihak yang bersangkutan, namun ucapan itu besar

artinya, sebab kata itu mengikat, sama dengan dikatakan “manusia itu

diikat dari lidahnya” dan lidah itu adalah manusia itu sendiri. Lidah tidak

bertulang, tetapi memegang tulang persoalan dan penting didalam hidup

beragama dan dunia, shalatpun dikatakan: Ucapan dan perbuatan yang

dimulai dengan kata “ALLAHU AKBAR” dan diakhiri dengan

“ASSALAMU‟ALAIKUM”. Selain dari dua kata ini shalat itupun

mengandung ucapan-ucapan lain yang penuh kesucian dan mengikat

manusia dengan shalat.2

Seperti halnya semua jenis akad lainnya, akad nikah membutuhkan

kerelaan dari kedua belah pihak, kehadiran beberapa saksi, dan persetujuan

seorang wali sang mempelai. Nikah juga mengandung unsur lain yang

memiliki keterkaitan semisal mahar, nafkah, dan tempat tinggal. Selain itu,

akad nikah memiliki bermacam-macam syarat, hukum, dan etika yang

harus dipenuhi sehingga akad tersebut terlaksana dengan sah dan carayang

2 Fuad Mohd. Fachruddin, Kawin Mut’ah Dalam Pandangan Islam (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya), h. 27

Page 48: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

37

ditempuh menjadi aman. Keseluruhan unsur dalam akad nikah ini

disyariatkan karena akad nikah adalah persoalan yang besar dan urusan

yang amat penting. Di dalamnya terdapat cakupan tuntutan menjaga

kehormatan, kemuliaan, harta, dan nama baik dua keluarga.3

Para ulama bersepakat bahwa ijab dan qabul adalah rukun. Karena

dengan keduanya salah satu dari kedua mempelai mengikat diri dengan

yang lain, sedangkan keridhaan adalah syarat. Rukun pernikahan menurut

para ulama Hanafiah hanya ijab dan qabul saja. Sedangkan menurut

jumhur ulama ada empat, yaitu shigat (ijab dan qabul), istri, suami, dan

wali. Suami dan wali adalah dua orang yang mengucapkan akad.

Sedangkan hal yang dijadikan akad adalah al-istimtaa‟ (bersenang-senang)

yang merupakan tujuan kedua mempelai dalam melangsungkan

pernikahan. Sedangkan mahar bukan merupakan sesuatu yang sangat

menentukan dalam akad. Mahar hanyalah merupakan syarat dalam akad

nikah. Dengan demikian, saksi dan mahar dijadikan rukun menurut istilah

yang beredar di kalangan sebagian ahli fiqh.4

Menurut para ulama Hanafiah, ijab adalah perkataan yang pertama

kali keluar dari salah satu kedua pihak yang berakad, baik dari pihak suami

maupun istri. Sedangkan qabul menurut mereka adalah perkataan yang

kedua dari salah satu pihak yang berakad. Adapun ijab menurut jumhur

ulama adalah perkataan yang keluar dari wali istri atau orang yang

3 Syahrul Anam, Kado Untuk Sang Tunangan (Risalah Nikah Untuk Remaja) Cet. Ke 1,

(M2KD: Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata, 2010), h. 45 4 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 45.

Page 49: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

38

menggantikannya sebagai wakil. Karena qabul hanya merupakan reaksi

dari adanya ijab. Jika qabul itu diucapkan sebelum ijab maka bukan

namanya qabul karena sudah tidak bermakna lagi. Qabul adalah perkataan

yang menunjukan akan keridhaan untuk menikah yang diucapkan oleh

pihak suami.

Jika seorang lelaki berkata kepada seorang perempuan,

“Nikahkanlah dirimu kepadaku.”Kemudian si perempuan menjawab, “Aku

terima.”Menurut para ulama Hanafiah, ucapan yang pertama merupakan

ijab, sedangkan yang kedua merupakan qabul. Adapun menurut jumhur

ulama justru sebaliknya. Karena wali perempuanlah yang memberikan hak

milik kepada suami untuk bersenang-senang, maka perkataannya

merupakan ijab. Sedangkan si suami yang menginginkan memiliki hak

tersebut, oleh karenanya disebut qabul. Perundangan syiria (pasal 5) telah

mencantumkan bahwasannya pernikahan dapat terlaksana dengan ijab dari

salah satu pihak yang melakukan akad dan qabul dari pihak yang lain.5

1. Sighat Pernikahan

a). Lafal-Lafal Pernikahan

Pernikahan adalah akad peradaban yang tidak ada formalisasi di

dalamnya. Sedangkan akad merupakan pengikat bagian-bagian perilaku,

yaitu ijab dan qabul secara syar‟i, yang dimaksud dengan akad disini

adalah makna masdharnya, yaitu al-irtibaath (keterikatan).Syariat

5 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 46.

Page 50: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

39

menghukumi bahwa ijab dan qabul ada lahir, dan saling mengikat secara

legal. Masing-masing dari ijab dan qabul terkadang berbentuk ucapan,

terkadang juga berupa tulisan atau isyarat. Lafal-lafal ijab dan qabul, di

antaranya ada yang disepakati sah untuk menikah, ada yang disepakati

tidak sah, dan ada juga yang masih diperselisihkan.6

Para ulama Syafi‟iah dan Hanabilah berkata, “Tidak sah

pernikahan dengan menggunakan lafal-lafal tersebut. Dan tidak sah

kecuali dengan lafal nikah dan kawin, karena keduanya telah termaktub di

dalam teks Al-Qur‟an sebagaimana yang sudah dijelaskan. Oleh

karenanya, harus mencukupkan shighat dengan kedua kata tersebut.

Pernikahan tidak akan sah jika menggunakan lafal selain dua kata tersebut.

Itu karena pernikahan merupakan sebuah akad yang mempertimbangkan

niat dan lafal khusus baginya.

Menurut para Ulama Hanafiah,7 pernikahan sah dengan semua lafal

(kata) yang menunjukkan akan pemberian hak milik sesuatu seketika itu,

seperti lafal hibah (memberi hadiah), tamliik (memberi hak milik),

sedekah, pemberian, pinjaman, jaminan, al-isti’jaar, perdamaian,

pertukaran, al-ju’lu, menjual dan membeli, dengan syarat adanya niat atau

indikasi untuk menikah dan dipahami oleh para saksi. Menurut pendapat

yang paling benar, tidak sah menikah dengan mengucapkan, “Aku

6 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 46. 7 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 47.

Page 51: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

40

menikahi separuh dirimu”, demi lebih hati-hati dalam masalah tersebut.

Bahkan harus mengiringi dengan lafal yang menunjukkan akan

keseluruhan jiwa dan raga si perempuan, seperti lafal adz-dzahr

(punggung) dan al-bathn (perut).8

Sedangkan menurut para ulama Malikiah,9 pernikahan sah dengan

lafal “at-tazwiij” (mengawinkan) dan “at-tamliik” (memberi hak milik),

dan lafal-lafal yang senanda dengan kedua lafal tersebut seperti, hibah,

sedekah dan pemberian. Untuk melakukan akad tidak diperlukan

penyebutan mahar, sekalipun mahar adalah suatu yang harus ada. Dengan

demikian, mahar tersebut menjadi syarat akad nikah agar sah, seperti

halnya saksi, kecuali jika memakai lafal hibah.

b. Sighat Fi‟il (Bentuk Kata Kerja)

Terkadang bentuk fi‟il dalam ijab dan qabul berupa maadhi

(lampau), mudhari‟ (masa sekarang) dan amr (kata perintah). Para ahli fiqh

bersepakat akan sahnya akad nikah dengan menggunakan bentuk fi‟il

maadhi. Mereka berselisih mengenai fi‟il mudhari‟ dan amr‟.10

Sah

akadnya menurut ulama Hanafiah dan Malikiah, jika terdapat indikasi

yang menunjukkan keinginan melangsungkan akad seketika itu, bukan

janji untuk masa yang akan datang. Indikasi tersebut seperti keadaan

8 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 47. 9 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 48. 10

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h.

49

Page 52: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

41

tempat akad (majelis) yang telah siap untuk dilangsungkannya akad nikah.

Keberadaan kesiapan tempat tersebut menghilangkan keinginan untuk

sekedar melakukan pernajian atau tawar menawar pernikahan. Kesiapan

itu juga menunjukkan adanya keinginan untuk melangsungkan prosesi

akad nikah. Karena pernikahan kebalikan dari jual beli, yang memang

telah didahului dengan khitbah.11

Jika tempat akad nikah tidak siap untuk dilangsungkannya prosesi

akad nikah, dan tidak ada indikasi yang menunjukkan keinginan untuk

melangsungkan akad nikah pada saat itu, maka akad nikahnya tidak sah.

Tidak boleh akad dilakukan dengan kata sindiran, seperti, “aku halalkan

putriku.” Karena para saksi tidak dapat mengetahui akan niat orang yang

mengucapkan kalimat tersebut. Seandainya wali perempuan mengatakan,

“Aku Kawinkan Kamu,” lantas si lelaki menjawab, “aku terima,” maka

tidak sah menurut para ulama Syafi‟iah, dan sah menurut jumhur ulama

selain Syafi‟iah.

Menurut para ulama Hanafiah dan Malikiah, akad nikah sah

dengan menggunakan fi’il amr. Seperti seorang lelaki mengakatan kepada

seorang perempuan, “Nikahkanlah dirimu denganku!” dengan perkataan

itu dia bermaksud untuk melakukan akad nikah bukan khitbah. Kemudian

si perempuan menjawab, “Aku nikahkan kamu dengan diriku” maka

pernikahan keduanya sah. Penjelasan mengenai hal itu dari para ulama

11

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h.

50

Page 53: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

42

Hanafiah12

adalah sesungguhnya perkataan si lelaki mengandung

pemberian hak wakil kepada perempuan untuk menikahkan si lelaki

dengan dirinya. Sedangkan jawaban si perempuan, “Aku nikahkan kamu

dengan diriku” menempati posisi ijab dan qabul. Sedangkan penjelasan

dari para ulama malikiah, bahwa sesungguhnya bentuk fi‟il amr (kata kerja

perintah) dianggap sebagai ijab dalam akad secara adat. Bukan merupakan

kandungan dari pemberian hak wakil, dan pendapat ini lebih jelas.

Pernikahan itu sah dengan adanya ijab atau istijab (meminta ijab).

Menurut jumhur ulama selain ulama hanabilah tidak diisyaratkan

mendahulukan ijab dari pada qabul, akan tetapi hanya dianjurkan, seperti

wali perempuan berkata, “aku kawinkan kamu dengannya atau aku

nikahkan kamu dengannya.” Para ulama Hanabilah berkata, “jika qabul

mendahului ijab maka akadnya tidak sah, baik itu diucapkan dengan

memakai sighat fi‟il madhi maupun fi‟il amr.”13

2. Mempelai (Calon Suami atau Istri)

Mempelai adalah dua orang yang akan melangsungkan akad nikah.

Kedua orang tersebut adalah calon suami dan calon istri. Mempelai

merupakan salah satu rukun yang harus dipenuhi dalam pernikahan.

Mempelai harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika tidak, maka akad

yang dilaksanakan akan batal.

12

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h.

51 13

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h.

51

Page 54: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

43

Adapun syarat-syarat mempelai antara lain ialah:

a. Keduanya tidak ada ikatan mahram baik secara garis kekeluargaan

(nasab), susuan (radla‟) maupun faktor pernikahan (mushaharah).

b. Salah satu dari keduanya tidak sedang melakukan ihram. Baik ihram

yang dilakukan dalam rangkaian ibadah haji atau umrah. Baik hajinya

sah atau fasakh (rusak).

c. Wanita yang hendak dinikahi tidak berada dalam ikatan pernikahan

dengan seorang lelaki manapun. Al-Qur‟an telah melarang menikahi

wanita yang telah bersuami.

d. Bukan wanita yang sedang berada pada masa iddah atau ragu akan

berakhirnya masa iddah. Baik iddah disebabkan kematian sang suami

atau disebabkan perceraian.

e. Wanita yang akan dinikahi harus ditentukan (ta‟yiin). Hal ini bias

terjadi tatkala seorang wali hendak menikahkan kedua putrinya tanpa

disertai penjelasan, baik dengan sifat atau identitas lain. Sementara

dalam akad tersebut tidak diketahui mana yang hendak dinikahkan oleh

wali.

3. Wali

Kata “wali” menurut bahasa berasal dari bahasa Arab, yaitu al-

Wali dengan bentuk jamak Auliyaa yang berarti pecinta, saudara, atau

penolong. Sedangkan menurut istilah, kata “wali” mengandung pengertian

orang yang menurut hukum (agama, adat) diserahi untuk mengurus

kewajiban anak yatim, sebelum anak itu dewasa; pihak yang mewakilkan

Page 55: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

44

pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu yang melakukan akad

nikah dengan pengantin pria). Wali dalam nikah adalah yang padanya

terletak sahnya akad nikah, maka tidak sah nikahnya tanpa adanya (wali).

Wali dalam pernikahan secara umum ada 3 macam, yaitu:

1. Wali Nasab

Wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon

mempelai wanita dan berhak menjadi wali.

Dalam menetapkan wali nasab terdapat perbedaan pendapat di

kalangan ulama. Perbedaan ini disebabkan oleh tidak adanya petunjuk

yang jelas dari nabi, sedangkan Al-Qur‟an tidak membicarakan sama

sekali siapa-siapa yang berhak menjadi wali. Jumhur ulama membaginya

menjadi dua kelompok:

Pertama: wali dekat (wali qarib), yaitu ayah dan kalau tidak ada

ayah pindah kepada kakek. Keduanya mempunyai kekuasaan mutlak

terhadap anak perempuan yang akan dikawinkannya.

Kedua: wali jauh (wali ab’ad), yaitu wali dalam garis kerabat

selain dari ayah dan kakek, juga selain dari anak dan cucu. Adapun wali

ab’ad adalah sebagai berikut:

a) Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada.

b) Saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada.

c) Anak saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada.

d) Anak saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada.

e) Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada.

Page 56: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

45

f) Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada.

g) Anak paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada.

h) Anak paman seayah,

i) Ahli waris kerabat lainya kalau ada.

2. Wali Hakim

Wali hakim adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk

bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan. Wali hakim dapat

menggantikan wali nasab apabila calon mempelai wanita tidak mempunyai

wali nasab sama sekali.

a) Walinya mafqud, artinya tidak tentu keberadaannya.

b) Wali sendiri yang akan menjadi mempelai pria, sedang wali yang

sederajat dengan dia tidak ada.

c) Wali berada ditempat yang jaraknya sejauh masaful qasri (sejauh

perjalanan yang membolehkan shalat qashar) yaitu 92,5 km.

d) Wali berada dalam penjara atau tahanan yang tidak boleh dijumpai.

e) Wali sedang melakukan ibadah haji atau umroh.

f) Anak Zina (dia hanya bernasab dengan ibunya).

g) Walinya gila atau fasik.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1987,

yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai wali hakim adalah KUA

Kecamatan.

Page 57: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

46

3. Wali Muhakkam

Wali muhakkam adalah seseorang yang diangkat oleh kedua calon

suami-istri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka.

Orang yang bisa diangkat sebagai wali muhakkam adalah orang lain yang

terpandang, disegani, luas ilmu fiqihnya terutama tentang munakahat,

berpandangan luas, adil, Islam dan laki-laki.

Seorang wanita tidak boleh menjadi wali untuk wanita lain ataupun

menikahkan dirinya sendiri. Apabila terjadi perkawinan yang diwalikan

oleh wanita sendiri, maka pernikahannya tidak sah.

Pernikahan selain merupakan urusan kehendak yang lahir dari

perasaan antara pribadi wanita dan lelaki yang akan menjalaninya, Allah

juga menjadikan pernikahan sebagai representasi tanggung jawab seorang

ayah atau seorang yang dapat menggantikan posisinya sebagai pihak dari

wanita yang akan dinikahkan.

Maka dari itu, seorang wanita tidak boleh melangsungkan akad

nikahnya sendiri tanpa adanya persetujuan seorang wali.Pasalnya, seorang

wanita memiliki pandangan yang terbatas meskipun telah dianggap

dewasa. Seorang wanita mudah terjebak pada kata-kata rayuan dan tertipu

oleh maneuver seorang lelaki. Sehingga dikhawatirkan ia menikah dengan

seseorang yang tidak sesuai atau tidak kufu‟ dengannya.14

14

Syahrul Anam, Kado Untuk Sang Tunangan (Risalah Nikah Untuk Remaja) Cet. Ke 1,

(M2KD: Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata, 2010), h. 47

Page 58: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

47

Hikmah adanya rukun nikah yang berupa persetujuan seorang wali

ini adalah dapat menghindarkan seorang anak dari dinikahi oleh lelaki

fasik atau lelaki yang gemar melecehkan martabat seorang wanita.Dengan

hikmah ini, maka diimbangi dengan kehadiran dan pemikiran seorang

ayah atau orang yang dapat menggantikan posisinya dalam aspek wilayah

(perwalian). Seorang ayah atau yang dapat menggantikan posisinya dalam

perwalian merupakan orang yang benar-benar mempunyai tanggung jawab

terhadap wanita yang akan dinikahkan itu.

Apabila seseorang perempuan telah meminta kepada walinya untuk

dinikahkan dengan seorang laki-laki yang setingkat (sekufu), dan walinya

berkeberatan dengan tidak ada alasan, maka hakim berhak menikahkannya

setelah ternyata keduanya setingkat (sekufu), dan setelah memberi nasihat

kepada wali agar mencabut keberatannya itu. Apabila wali tetap

berkeberatan, maka hakim berhak menikahkan perempuan itu.15

Setingkat dalam pernikahan antara laki-laki dengan perempuan ada

lima sifat, yaitu menurut tingkat kedua ibu bapak.

a. Agama

b. Merdeka atau hamba

c. Perusahaan

d. Kekayaan

e. Kesejahteraan.

15

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet Ke-64 (Bandung: Sinar Baru Algesindo), h. 386

Page 59: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

48

Kufu ini tidak menjadi syarat bagi pernikahan. Tetapi jika tidak

dengan keridaan masing-masing, yang lain boleh mem-fasakh pernikahan

itu dengan alasan tidak kufu (setingkat). Kufu (persamaan setingkat) itu

adalah hak perempuan dan walinya, keduanya boleh melanggarnya

dengan keridaan bersama. Menurut pendapat yang lebih kuat, ditinjau

dari alasannya, kufu itu hanya berlaku mengenai keagamaan, baik

mengenai pokok agama seperti Islam dan buku Islam maupun

kesempurnaannya, misalnya orang yang baik (taat) tidak sederajat

dengan orang yang jahat atau orang yang tidak taat.16

Keberhakan yang dimiliki wali ini disebabkan orang tua lebih

mengenali pandangannya. Dan memiliki pandangan luas, lebih mampu

bersikap hati-hati dalam mencarikan pasangan hidup untuk anak-

anaknya.17

Dalam masalah wali tidak semua orang bias melakukannya, sebab

ia memang harus mempunyai hak (wewenang). Wewenang tersebut

diperoleh dengan salah satu sebab dibawah ini.18

a. Berstatus Sebagai Seorang Ayah atau Kakek (al-ubuwwah)

Ini merupakan sebab yang paling kuat dalam masalah

kekuasaan. Otoritas dan wewenang seorang ayah dan kakek lebih kuat

dan lebih berhak daripada orang lain. Kedua wali ini oleh ulama

16

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet Ke-64 (Bandung: Sinar Baru Algesindo), h. 391 17

Al-Bajuri, juz ll h. 106. 18

Raudlatut Thalibin, juz V h. 401

Page 60: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

49

diistilahkan dengan wali mujbir, karena mereka mempunyai hak ijbar

(wewenang) untuk mengawinkan anak gadisnya. Hak ijbar tersebut

otoritas seorang wali untuk menikahkan anaknya meskipun masih kecil

atau sedang mengalami gangguan mental, (baik masih kecil atau sudah

dewasa), yang masih perawan meskipun telah baligh dan berakal, yang

hal itu dapat dibenarkan meski tanpa adanya persetujuan atau kerelaan

dari wanita tersebut.

Bagi wali mujbir diharuskan agar memperhatikan ketentuan

dan syarat tertentu. Jika wali mujbir tidak mematuhi ketentuan

tersebut, maka pernikahannya tidak sah. Ketentuan tersebut adalah:

1. Tidak ada permusuhan secara terang-terangan antara wali dan

anaknya.

2. Tidak ada permusuhan antara gadis yang hendak dinikahkan dan

calon suaminya, baik secara terang-terangan maupun secara

terselubung.

3. Gadis yang akan dinikahkan dan calon suaminya memang serasi

atau kufu.

4. Calon suami mampu membayar maskawin.

b. Berstatus sebagai „asobah

Ini merupakan sebab kedua seseorang dapat menyandang

status wali dari seorang wanita. Wali pada status ini berhak

menjadi wali jika bapak atau kakek yang sudah disebutkan di atas

Page 61: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

50

ada atau tidak memenuhi syarat. Adapun yang dimaksud berstatus

wali yang disebabkan karena menjadi „asobah adalah:

1. Saudara Kandung

2. Saudara Sebapak

3. Anak Saudara Kandung (Keponakan)

4. Anak Saudara Seayah (Keponakan)

5. Paman

6. Sepupu

Perlu diketahui bahwa semua wali yang dijelaskan di atas

merupakan silsilah keluarga dari pihak ayah dari wanita yang akan

dinikahkan. Dengan ketentuan penggunaan hak perwalian harus

berurutan sebagaimana halnya dalam masalah waris. Selagi masih

ada seorang ayah dan mencukupi syarat maka kakek tidak boleh

menjadi wali dan menggantikan posisinya. Begitulah seterusnya.19

c. Berstatus sebagai seorang yang pernah memerdekakan

Seseorang yang pernah memerdekakan seorang wanita

berhak menjadi wali jika wali dari wanita tersebut tidak ada.

Kemudian yang berhak menggantikannya adalah „asobahnya

(„asobah dari orang yang memerdekakan) sebagaimana dalam

urutan-urutan yang sudah ditentukan. Dengan catatan, orang yang

19

Syahrul Anam, Kado Untuk Sang Tunangan (Risalah Nikah Untuk Remaja) Cet. Ke 1,

(M2KD: Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata, 2010), h. 51

Page 62: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

51

memerdekakan tersebut berupa lelaki. Adapun, jika yang

memerdekakan adalah seorang wanita, maka kewaliannya sebagai

berikut:

1. Jika wanita yang memerdekakan masih hidup maka berhak menjadi wali

dari wanita yang dimerdekakan adalah orang yang berhak menikahkan

wanita yang memerdekakan

2. Jika wanita tersebut sudah mati maka yang menjadi wali adalah anaknya

kemudian bapak, kakek, dan „asobah-„asobah yang lain.20

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali sebagai berikut:

a. Beragama Islam

b. Baligh

c. Berakal

d. Lelaki

e. Bersifat adil

4.Kehadiran Dua Orang Saksi

Kehadiran minimal dua orang lelaki dalam akad nikah

merupakan rukun yang harus dipenuhi. Karena pernikahan sifatnya

tidak seperti akad yang lain. Dalam akad nikah diharuskan adanya

kehati-hatian karena berkaitan dengan kehormatan dan lain

semacamnya. Kedua saksi tidak diharuskan mengenali calon

20

Syarqowi Ala at-Tahrir, juz ll h, 227

Page 63: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

52

mempelai. Cukup sekedar mendengar perkataan ijab qabul dari wali

dan calon suami.

Adapun syarat-syarat saksi yang harus dipenuhi:

a. Islam. Persaksian seorang non muslim itu tidak sah, karena

pengakuannya tidak dapat dibenarkan.

b. Lelaki. Tidak boleh diganti dengan dua wanita, atau bahkan empat

wanita sekalipun. Karena dalam ha-hal yang biasanya diketahui

lelaki seperti nikah, talak, dan semacamnya, yang menjadi saksi itu

diharuskan dua orang lelaki.21

B. Syarat-syarat Perkawinan

Ada Beberapa syarat yang disyaratkan demi keabsahan sebuah

pernikahan, diantaranya sebagai berikut:

1. Islam

2. Mengekalkan Shighat akad

3. Persaksian

4. Menentukan pasangan

5. Tidak sedang ihram haji dan umrah

6. Harus dengan mahar

7. Wali

1) Islam

Islam berasal dari kata Arab "aslama-yuslimu-islaman" yang

secara kebahasaan berarti "menyelamatkan", misal teks "assalamu

21

Syaikh Zainuddin al-Malibari, Fathu al-Muin, h. 146

Page 64: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

53

alaikum" yang berarti "semoga keselamatan menyertai kalian

semuanya". Islam atau Islaman adalah masdar (kata benda) sebagai

bahasa penunjuk dari fi'il (kata kerja), yaitu "aslama" bermakna telah

selamat (kala lampau) dan "yuslimu" bermakna "menyelamatkan"

(past continous tense). Kata triliteral semitik 'S-L-M' menurunkan

beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai keislaman,

yaitu Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salam yang

berarti kedamaian. Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa

Arab Aslama, yang bermakna "untuk menerima, menyerah atau

tunduk" dan dalam pengertian yang lebih jauh kepada Tuhan.22

Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah

shahādatāin ("dua kalimat persaksian"), yaitu "asyhadu an-laa ilaaha

illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah" yang berarti

"Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi

bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah". Esensinya adalah

prinsip keesaan Tuhan dan pengakuan terhadap kenabian Muhammad.

Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua

kalimat persaksian ini, ia dapat dianggap telah menjadi seorang

muslim dalam status sebagai mualaf (orang yang baru masuk Islam

dari kepercayaan lamanya).

22

Diakses Pada tgl 21 Nov 2014 http://id.wikipedia.org/wiki/Islam

Page 65: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

54

2 Sighat Ijab dan Qabul Harus Kekal dan Tidak Temporal

Jika pernikahan diberi batasan waktu maka pernikahan tersebut

batal, seperti dilakukan dengan sighat tamattu‟ (bersenang-senang),

misalnya, “Aku bersenang-senang denganmu sampai bulan sekian, “lantas

si perempuan berkata, “Aku terima.”Atau juga dengan memberikan

tenggang waktu yang telah diketahui maupun tidak, misalnya, “Aku

menikahimu sampai bulan atau tahun sekian, atau selama aku tinggal di

negeri ini. Macam yang pertama ini biasa dikenal dengan nikah mut‟ah.

Sedangkan yang kedua dikenal dengan nikah muaqqat (temporal).

Akan tetapi para ulama Malikiah berkata, “nikah mut‟ah atau nikah

temporal, baik tepat waktu maupun tidak, suami-istri tetap berdosa.

Menurut madzhab, mereka berdua tidak dikenakan had, dan pernikahannya

secara otomatis rusak tanpa harus didahului perceraian (talak). Ketika

maksud menikah secara temporal itu diberitahukan kepada si perempuan

ataupun walinya ketika akan, maka hal itu membahayakan status akad.

Adapun jika si suami menyembunyikan maksud menikahi si perempuan

dalam jangka waktu selama ia berada di negeri ini atau selama satu tahun

kemudian menceraikannya, maka itu tidak membahayakan, sekalipun si

perempuan memahami itu.23

Para ulama Hanafiah juga berkata, “Barang siapa menikahi seorang

perempuan dengan niat menceraikannya setelah berjalan satu tahun maka

23

Asy-Syarhush Shaagiir: 2/387

Page 66: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

55

itu bukan merupakan nikah mut‟ah.24

Pendapat yang dipegang di dalam

kalangan Hanabilah, selain Ibnu Qudamah niat untuk menceraikan setelah

tempo waktu tertentu dapat membatalkan akad, sebagaimana halnya ketika

berterus-terang.

3. Kesaksian

Ada empat hal yang akan dibicarakan dalam syarat ini; pendapat

para ulama fikih dalam pensyaratan kesaksian dalam nikah, waktu

kesaksian, hikmanya, dan syarat-syarat saksi.

a. Pendapat para ulama fikih dalam pensyaratan saksi:

Keempat madzhab telah bersepakat bahwa saksi merupakan

syarat untuk sahnya pernikahan. Pernikahan tidak sah tanpa dua saksi

selain wali, karena sabda Nabi saw. Yang diriwayatkan Aisyah,

ذ عذه شب ىي ال نبح إال ب

“Tidaklah ada pernikahan melainkan dengan wali dan dua orang

saksi yang adil.” (HR Darul Qutni dan Ibnu Hibban)

Karena persaksian dapat menjaga hak-hak istri dan anak, agar

tidak dizalimi oleh ayahnya sehingga nasabnya tidak jelas. Demikian

juga dapat menghindarkan tuduhan atas suami-istri, serta memberikan

penjelasan betapa pentingnya pernikahan tersebut. Para ulama

Hanabilah berkata, “akad tidak dapat batal sebab berpesan untuk

menyembunyikannya.Seandainya akad nikah tersebut disembunyikan

24

Syarhul Majallah lil Ataasi: 2/415

Page 67: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

56

oleh wali, para saksi dan kedua mempelai maka akadnya sah tapi

makruh.”25

b. Waktu Persaksian

Jumhur ulama (selain Malikiah) berpandangan bahwasannya

persaksian wajib hukumnya ketika melakukan proses akad, agar para

saksi mendengar ijab dan qabul ketika diucapkan oleh kedua belah

pihak yang melakukan akad. Jika akad tersebut usai tanpa dibarengi

persaksian maka pernikahan itu rusak. Para ulama Malikiah

berpandangan bahwa persaksian merupakan syarat sah nikah, baik itu

ketika melangsungkan akad maupun setelah akad dan sebelum

berhubungan suami-istri. Dianjurkan persaksian tersebut ada ketika

akad nikah. Jika persaksian ketika akad atau sebelum terjadi hubungan

suami-istri tidak sah, akad nikah tersebut dianggap rusak.

Bersenggamanya dengan istri pun dihitung bermaksiat. Sebagaimana

telah saya jelaskan, pernikahan tersebut harus dibatalkan.26

Menurut mereka, persaksian merupakan syarat dibolehkannya

bersenggama dengan si istri, bukan syarat sahnya akad. Inilah titik

perbedaan antara para ulama Malikiah dan lainnya.

c. Hikmah Persaksian

Hikmah diisyaratkannya persaksian dalam pernikahan adalah

memberi pengertian betapa pentingnya pernikahan tersebut dan

25

Ghaayatul Muntaha: 3/27 26

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h.

75

Page 68: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

57

menampakkannya kepada orang-orang demi menangkis segala jenis

prasangka dan tudungan atas kedua mempelai. Juga dikarenakan

persaksian tersebut dapat membedakan antara halal dan haram.

Biasanya sesuatu hal yang halal itu ditampakkan, sedangkan yang

haram cenderung ditutup-tutupi. Dengan persaksian, pernikahan

tersebut dapat dinotariskan sehingga dapat dikeluarkan catatannya saat

dibutuhkan.

d. Syarat-syarat Saksi

Saksi hendaknya memiliki beberapa sifat tertentu;

1. Hendaknya mempunyai kapabilitas untuk mengemban

persaksian; telah baligh dan berakal.

2. Dengan kehadiran mereka hendaknya terwujud makna

pengumuman akan pernikahan tersebut.

3. Hendaknya mampu menghargai pernikahan ketika

menghadirinya.

4. Menentukan Kedua Mempelai

Para ulama Syafi‟iah dan Hanabilah menyebutkan syarat ini. Akad

nikah tidaklah sah melainkan atas dua mempelai yang telah ditentukan.

Karena tujuan menikah adalah diri kedua mempelai tersebut, maka

tidaklah sah tanpa menentukannya. Seandainya wali berkata, “Aku telah

menikahkan putriku,” maka tidak sah hingga ia menyebutkan nama, sifat,

atau memberi isyarat kepada putrinya tersebut.

Page 69: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

58

Jika ia menyebutkan namanya atau menyifati dengan sifat yang

membedakan dari lainnya, sekiranya sifat tersebut tidak dimiliki saudari-

saudarinya yang lain, seperti putriku yang paling besar, yang paling kecil,

atau yang tengah-tengah, atau juga yang berkulit putih dan semisalnya.

Atau memberikan isyarat kepadanya dengan berkata, “yang ini,” maka

akad nikahnya sah. Seandainya wali menyebutkan namanya ketika

mengisyaratkan kepadanya dengan nama yang bukan namanya, atau ia

hanya memiliki satu orang puteri, maka akadnya juga sah. Karena dengan

isyarat tersebut, penyebutan nama tidak status hukumnya.27

5. Salah Satu Mempelai Atau Wali Tidak Sedang dalam Keadaan Haji Atau

Umrah

Ini merupakan syarat menurut jumhur ulama selain Hanafiah.

Pernikahan tidaklah sah jika salah satu dari kedua mempelai sedang dalam

keadaan ihram haji atau umrah. Orang yang sedang berihram tidak boleh

menikah atau menikahkan, karena sabda Nabi saw, sebagaimana

diriwayatkan oleh Utsman,

ال يخطب نخ ال ي ذش ى“Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah atau

menikahkan.” (HR Muslim)

Dalam riwayat lain, tidak boleh mengkhitbah untuk dirinya

maupun orang lain. Ini merupakan larangan yang jelas bagi orang yang

berihram haji atau umrah untuk menikah atau menikahkan orang lain.

Larangan tersebut menunjukkan akan rusaknya hal yang dilarang. Karena

27

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h.

81

Page 70: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

59

ihram adalah keadaan yang memang dikhususkan untuk beribadah,

sedangkan pernikahan merupakan jalan menuju kesenangan, maka

bertolak belakang dengan ihram itu sendiri. Oleh karena itu, pernikahan

dilarang dilakukan di tengah-tengah berihram.28

Para ulama Malikiah

menambahkan bahwa pernikahan dalam keadaan ihram batal sekalipun

telah terjadi persenggamaan dan si perempuan melahirkan. Pembatalan

pernikahan tersebut tanpa harus dengan talak.

6. Mahar (Maskawin)

Jika melangsungkan pernikahan, suami diwajibkan memberi

sesuatu kepada si istri, baik berupa uang ataupun barang (harta benda).

Pemberian inilah yang dinamakan mahar (maskawin).29

Firman Allah SWT Surah An-nisa Ayat 4:

ءاتا فسب ٱىسبء ع شيء ىن فئ طب ذيت ت

صذق

شي فني ي ٤ب ب Artinya:

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan

kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka

makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) dengan penuh

kelahapan lagi baik akibatnya.

Syarat ini dan dua syarat setelah ini termasuk syarat menurut ulama

Malikiah. Yaitu pernikahan harus dilakukan dengan mahar. Jika tidak

disebutkan keika akad maka harus disebutkan ketika hendak bersenggama,

atau ditetapkan mahar mistil setelah persenggamaan. Syarat menurut

malikiah adalah adanya mahar. Pernikahan tidaklah sah tanpa mahar. Akan

28

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h.

81 29

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet Ke-64 (Bandung: Sinar Baru Algesindo), h.393

Page 71: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

60

tetapi tidak diisyaratkan menyebutkannya ketika akad, hanya saja

dianjurkan, karena hal itu mengandung ketenangan jiwa dan mencegah

terjadinya sengketa di kemudian hari. Jika mahar tidak disebutkan ketika

akad maka pernikahannya sah. Dalam keadaan demikian, pernikahannya

dinamakan dengan pernikahan tafwidh, pernikahan tafwidh yaitu akad

nikah tanpa menyebutkan mahar, pun tidak menafikkannya.30

7. Wali

Kata “wali” menurut bahasa berasal dari bahasa Arab, yaitu al-

Wali dengan bentuk jamak Auliyaa yang berarti pecinta, saudara, atau

penolong. Sedangkan menurut istilah, kata “wali” mengandung pengertian

orang yang menurut hukum (agama, adat) diserahi untuk mengurus

kewajiban anak yatim, sebelum anak itu dewasa; pihak yang mewakilkan

pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu yang melakukan akad

nikah dengan pengantin pria). Wali dalam nikah adalah yang padanya

terletak sahnya akad nikah, maka tidak sah nikahnya tanpa adanya (wali).

C. Nikah Fasakh (Beda Agama Atau Campuran)

Di antara seruan jahat dan pemikiran sesat yang kulitnya penuh

rahmat dan kebenaran tapi isinya penuh dengan siksa dan kebatilan, adalah

seruan yang digembor-gemborkan oleh organisasi Rahasia Yahudi (Free

Masonry), via organisasi-organisasinya dan mass medianya, untuk

mempersamakan antar agama-agama kontemporer, dalam artian tidak

30

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h.

82

Page 72: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

61

memberikan batas perbedaan sama sekali antara suatu agama dengan

agama yang lainnya.

Tapi yang menjadi masalah, Nabi Isa a.s., Nabi Musa a.s. dan

Nabi-nabi lainnya, telah meninggal dunia tanpa membukukan terlebih

dahulu ajaran-ajaran yang diturunkan kepada mereka. Sehingga apa yang

tertulis dalam kitab-kitab agama mereka sebenarnya merupakan hasil

renungan dan khayalan dari pengikut-pengikut mereka serta beberapa

reaksi dan opini yang timbul setelah meninggalnya Nabi pembawa agama

tersebut. Misalnya Kitab Talmud yang muncul dikalangan Babilonia,

Kitab Injil baik yang diakui gereja atau pun yang tidak dan beberapa tafsir-

tafsir masalah agama yang timbul akibat pertentangan dan pergesekan

antara ajaran penyembah berhala Romawi dengan sekte-sekte itu sendiri.31

Tegasnya, sudah tidak ada agama samawi yang masih orisinil terpelihara

selain Agama Islam yang memang terjaga, baik dalam dada pengikutnya

ataupu dalam lembaran kitab suci Al-Qur‟an, sejak saat diturunkannya

ayat pertama dari langit sampai sekarang.32

Ibnu Hazm berkata: Haram hukumnya wanita muslimah dikawini

laki-laki non muslim. Dan pula orang kafir tidak boleh memiliki budak

31

Abdul Mutaal Muhammad Al Jabry, Perkawinan Campuran Menurut Pandangan

Islam, Cet. Ke 3. (Jakarta: PT. Bulan Bintang), h. 2 32

Abdul Mutaal Muhammad Al Jabry, Perkawinan Campuran Menurut Pandangan

Islam, Cet. Ke 3. (Jakarta: PT. Bulan Bintang), h. 2

Page 73: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

62

laki-laki beragama Islam atau budak-budak wanita muslimah.33

Dasar

pendapat ini adalah firman Allah Swt:

ال ت تنذا ششم ششمت ٱى ت خيش ؤ ت ل يؤ دت

ال تنذا أعجبتن ى ششمي خيش ٱى ؤ ىعبذ ا يؤ دت

ش ئل يذ ى أ أعجبن ى شك ٱىبس إى ع ا إى ٱلل يذع

غفشة ٱىجت ٱى ۦ بئر ت ءاي يبي ۦ يتزمش : 2اىبقشة/(ىيبس ىعي

222) Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik

dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah 2:221).

Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin yang dalam, kuat dan

kekal antara dua insan, suatu ikatan yang mencakup hubungan timbal balik

yang luas antara keduanya, maka tidak boleh tidak, harus terdapat kesatuan

hati yang dipertemukan dalam suatu ikatan yang tidak mudah lepas. Untuk

itu harus ada kesamaan dasar dan tujuan antara kedua mempelai. Dalam

konteks ini, kepercayaan agama merupakan suatu landasan yang mengisi

setiap jiwa, mempengaruhinya, menggambarkan perasaannya, membatasi

semua pengaruh jiwa dan kehendaknya serta menentukan jalan kehidupan

yang bakal ditempuhnya. Walaupun demikian masih banyak orang yang

kadang-kadang terkecoh dengan masalah kepercayaan agama yang

tersembunyi dalam hati ini sehingga mereka menduga bahwa masalah

33

Al Muhalla, Juz XI masalah nomor 1822.

Page 74: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

63

akidah (kepercayaan agama) ini hanyalah sekedar perasaan yang ada

dalam jiwa saja dan bias diganti dengan beberapa filsafat ataupun beberapa

aliran sosial.

Adalah haram hukumnya mengikat tali perkawinan antara dua hati

yang berbeda kepercayaan, sebab ikatan yang demikian ini adalah ikatan

palsu dan rapuh. Keduanya bersatu bukan karena Allah, jalan hidup yang

dirintis pun tidak berdasarkan agama-Nya, sedangkan Allah yang telah

memuliakan manusia dan meninggikannya dari derajat hewani,

menghendaki agar ikatan perkawinan tersebut bukan merupakan

kecenderungan hewani ataupun dorongan syahwati belaka, akan tetapi

Allah menghendaki agar ikatan perkawinan itu bertujuan mulia yaitu untuk

mencapai keridha‟an Ilahi yang dijadikannya sebagai puncak tujuan, dan

menuntut agama-Nya dan kesucian kehidupan ini.34

34

Abdul Mutaal Muhammad Al Jabry, Perkawinan Campuran Menurut Pandangan

Islam, Cet. Ke 3. (Jakarta: PT. Bulan Bintang), h. 16

Page 75: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

64

BAB IV

ANALISIS HUKUM STATUS PERNIKAHAN FASAKH MENURUT

HUKUM ISLAM

Menurut hukum Islam, akad perkawinan suatu perbuatan hukum yang

sangat penting dan mengandung akibat-akibat serta konsekuensi-konsekuensinya

tentu sebagaimana yang telah ditetapkan oleh syari‟at Islam. Oleh karena itu,

pelaksanaan akad pernikahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan oleh syari‟at Islam adalah perbuatan yang sia-sia, bahkan dipandang

sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang wajib dicegah oleh siapa pun

yang mengetahuinya, atau dengan cara pembatalan apabila pernikahan itu telah

dilaksanakannya. Hukum Islam menganjurkan agar sebelum pernikahan

dibatalkan perlu terlebih dahulu diadakan penelitian yang mendalam untuk

memperoleh keyakinan bahwa semua ketentuan yang telah ditetapkan oleh

syari‟at Islam sudah terpenuhi. Jika persyaratan yang telah ditentukan masih

belum lengkap atau masih terdapat halangan pernikahan, maka pelaksanaan akad

pernikahan haruslah dicegah.35

Menurut Al-Jaziri36

jika perkawinan yang telah dilaksanakan oleh seorang

tidak sah karena kekhilafan dan ketidaktahuan atau tidak sengaja dan belum

terjadi persetubuhuan, maka perkawinan tersebut harus dibatalkan, yang

melakukan perkawinan itu dipandang tidak berdosa, jika telah terjadi

persetubuhan maka itu dipandang sebagai wathi’ syubhat, tidak dipandang sebagai

perzinaan, yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi zina, istri diharuskan ber-

35

Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana,

2008), h. 42. 36

Abdurrahman Al-Jaziri, jilid IV, h. 119.

Page 76: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

65

iddah apabila pernikahan telah dibatalkan, anak yang dilahirkan dari perkawinan

itu dipandang bukan sebagai anak zina dan nasabnya tetap dipertalikan kepada

ayah dan ibunya. Tetapi jika perkawinan yang dilakukan oleh seorang sehingga

perkawinan itu menjadi tidak sah karena sengaja melakukan kesalahan

memberikan keterangan palsu, persaksian palsu, surat-surat palsu atau hal-hal lain

yang tidak sesuai dengan ketentuan berlaku, maka perkawinan yang demikian itu

wajib dibatalkan. Jika perkawinan yang dilaksanakan itu belum terjadi

persetubuhan, maka istri tersebut tidak wajib ber-iddah, orang melaksanakan

perkawinan itu dipandang bersalah dan berdosa, dapat dikenakan tuntutan pidana,

persetubuhan itu dipandang sebagai perzinahan dan dikenakan had, nasab anak

yang dilahirkan tidak dapat dipertalikan kepada ayahnya, hanya dipertalikan

kepada ibunya.37

Problema nikah fasakh (rusak) menurut Wahbah Zuhaili dalam bukunya

Fiqh Islam Wa Adilatuhu bahwa nikah yang bisa dianggap rusak atau nikah

fasakh sifatnya dapat dikategorikan beberapa kelompok yaitu kapan terjadinya

perpisahan dikategorikan fasakh:

1. Menurut Imam Hanafi

a. Menurut Imam Hanafi terjadinya nikah yang fasakh apabila istri

kembali menjadi kafir setelah ia masuk Islam atau setelah suaminya

mengIslamkannya. Menurut Imam Abu Hanifa dan Muhammad

apabila suami yang kembali menjadi kafir maka jatuhnya talak

sedangkan menurut Abi Yusuf jatuhnya fasakh.38

37

Ibid, h. 42-43 38

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 107

Page 77: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

66

b. Murtadnya suami atau istri sebagaimana yang telah dijelaskan diatas

bahwa jika salah satu dari pasangan suami istri tersebut ada yang

berpindah agama maka terputuslah akad pernikahan mereka, begitu

juga jika salah satu dari pasangan tersebut berpindah keyakinan, misal

: menyekutukan Allah, membandingkan Allah dengan makhluk

ciptaan-Nya, dll.39

Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “nikah” ialah melakukan

suatu akad nikah atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki

dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak,

dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu

kebahagiaan hidup berkeluarga yang dengan diliputi rasa kasih sayang dan

ketentraman dengan cara-cara yang di ridhoi Allah SWT.40

Mengingat perkawinan adalah peristiwa yang sakral dalam perjalanan

hidup seseorang, maka restu orang tua adalah sangat penting, dan telitilah dulu

agama yang dianut oleh seorang yang akan menjadi pendamping hidup kita di

dunia ini, hendaklah mencari seorang pendamping yang seiman dan jika mendapat

seorang pendamping yang non-muslim, hendaklah dia masuk Islam dan menjadi

mualaf dengan sungguh-sungguh dan keikhlasan hati bukan dengan pura-pura

masuk Islam hanya karena ingin bisa menikahi seorang muslimah.

Islam menganjurkan dan menggembirakan kawin, karena ia mempunyai

pengaruh yang baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat

manusia. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras

39

Ibid, h. 6866

40

Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan No. 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan, cet ke-5 (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 2007), h. 8.

Page 78: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

67

yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Apabila jalan keluar untuk

menahan kebutuhan biologis, maka banyaklah manusia yang mengalami

kegoncangan dan menerobos jalan yang jahat, maka kawin adalah jalan terbaik

untuk membuat anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan

kehidupan manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.41

Perkawinan sangat dianjurkan oleh Allah SWT sesuai dalam firman-Nya

berbunyi:

ت ۦ ءاي إت سد دة جعو بين ا إىيب جب ىتسن أص أفسن خيق ىن أ

يتفنش ت ىق ىل لي (22: 03)اىش/في ر

Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan

sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-

tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.Ar-Rum 30:21)

Wanita yang penuh rasa cinta dan sayang akan selalu berdandan untuk

suaminya, memenuhi keinginan suaminya dan menyediakan dirinya untuk

mengerjakan segala yang dapat membahagiakan suaminya, sebagaimana wanita

dituntut untuk mempunyai cinta dan kasih sayang, maka laki-laki pun demikian,

karena cinta dan kasih diantara kedua belah pihak akan mendatangkan

kesempatan hidup mengabadikan hubungan antara suami istri, serta memberikan

kebahagiaan hidup berumah tangga.42

41 As-Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah jilid 6, alih Bahasa : Muhammad Thalib, cet ke-1

(Bandung : Al-Ma‟arif, 1981), h. 18.

42

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, cet ke-1 (Jakarta :Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 12.

Page 79: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

68

A. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Pernikahan Fasakh

Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita muslimah menikah dengan

seorang lelaki yang kafir sebelum masuk Islam. Akan tetapi jika si lelaki kafir

itu masuk Islam.

Maka dibolehkan bagi wanita muslimah menikah dengannya setelah

mendapatkan izin dari walinya. Namun demikian hendaklah si wanita

muslimah betul-betul memastikan kesungguhan dan kejujuran lelaki tersebut

untuk masuk Islam. Hal itu dikarenakan tidak jarang cara-cara seperti ini

digunakan oleh orang-orang kafir untuk meracuni keturunan-keturunan kaum

muslimin dengan aqidah-aqidah sesat mereka dan pada akhirnya tidak jarang

rumah tangga mereka pecah ditengah jalan dikarenakan si lelaki kembali

kepada kekufuran sementara si wanita tetap dalam keislamannya.

Begitu juga dengan seorang lelaki muslim yang hendak menikah

dengan seorang wanita yang menyatakan keislamannya karena ingin menikah

dengannya maka diharuskan baginya untuk memastikan kejujuran dan

kesungguhan wanita tersebut. Kewajiban lainnya setelah terjadinya

pernikahan diantara mereka adalah memberikan bimbingan keislaman

kepadanya, mengenalkan kepadanya tentang kebersihan dan kebenaran

aqidah Islam, ibadah dan akhlak Islam secara bertahap untuk memantapkan

keislamannya dan menumbuhkan kecintaannya kepada Islam.

Kalau dilihat dari segi kaca mata agama semua sudah ada hukum yang

sangat jelas nikah beda agama. Hanya masalahnya di zaman sekarang cinta

hak asasi dan kebebasan seringkali di jadikan alasan atau mungkin bahkan

Page 80: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

69

alat untuk mengikis dan menghacurkan nilai-nilai agama, menyamarkan yang

haq dan menghalalkan yang haram.

Menanggapi fenomena pernikahan semacam ini, Ketua Tim Forum

Antisipasi Kegiatan Pemurtadan (FAKTA) Abu Deedat menyatakan bahwa

kasus ini adalah salah satu bentuk Kristenisasi. “Ini adalah strategi nyata dari

Kristenisasi lewat perkawinan. Modusnya sang lelaki pura-pura masuk Islam

agar bisa menikahi muslimah.”43

Menurutnya, wanita rentan menjadi korban, karena resiko

mempertahankan keimanan dalam pernikahan beda agama bagi seorang

muslimah adalah diceraikan.

Ketika sudah menikah, pria Kristen yang pura-pura masuk Islam akan

kembali ke ajaran Kristennya, sang muslimahakan dihadapkan pada dua

pilihan berat, ikut pindah agama bersama suaminya atau diceraikan. “Berat

bagi muslimah yang lemah imannya jika harus menyandang status janda,

apalagi kalau sudah mengandung,” jelasnya. Menurut Abu Deedat, dalam

masa-masa awal pernikahan itu, biasanya sang muslimah akan dicuci otaknya

dengan doktrin yang menjelek-jelekkan Islam. Terutama menggunakan isu

seperti poligami, Islam tidak penyayang, dan mengangkat citra buruk umat

muslim lainnya.

Abu Deedat juga berpesan agar masyarakat mewaspadai betul strategi

Kristenisasi lewat jalur pernikahan. Kasus seperti ini, menurutnya, sudah

banyak terjadi. Abu Deedat berpesan kepada para orangtua agar tidak terlalu

mudah percaya jika ada pria non muslim yang bersedia masuk Islam untuk

43Diakses pada tgl 11 Februari

2014darihttp://www.bersamadakwah.com/2014/01/asmirandah-akui-foto-berdoa-di-gereja.html

Page 81: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

70

menikahi putrinya. “Mereka agresif menyebarkan Kristen, dan kepada kaum

Muslimah agar dijaga pergaulannya dengan lelaki non muslim, sebab bisa

jadi mereka punya motif mengkristenkan anda,”44

Dari beberapa pendapat diatas bahwa sudah jelas dengan kasus

pernikahan semacam ini, yaitu sebagai proses kritenisasi kepada para kaum

wanita muslimah yang rentan akan proses kritenisasi ini, karena dengan

berpura-pura masuk Islam seorang misionaris bisa menikahi wanita-wanita

muslimah dan setelah bisa menikahi mereka, lalu seorang misionaris kembali

keagamanya yang semula, setelah menikah dan menghamili para wanita-

wanita muslimah.

B. Analisis Hukum Status Pernikahan Fasakh Menurut Hukum Islam

Seperti disebutkan sebelumnya oleh para ulama tentang pernikahan

Fasakh, bahwa setidaknya terdapat tiga pendapat tentang akibat hukum

seorang suami yang berpura-pura masuk Islam terhadap status perkawinan,

yaitu :

a. Pertama, keduanya harus dipisahkan tanpa talak. Keduanya dipisahkan

tanpa menunggu putusan dari pengadilan (Qadi). Nikah keduanya adalah

menjadi batal (fasakh) (al-Zuhaili, 1985: 21)45

b. Kedua, bahwa fasakhnya pernikahan harus menunggu selesainya iddah.

Apabila seorang suami itu kembali masuk agama Islam sebelum masa

iddah selesai, maka keduanya tetap sebagai suami istri. Namun apabila

44Diakses pada tgl 11 Februari 2014

darihttp://www.bersamadakwah.com/2014/01/asmirandah-akui-foto-berdoa-di-gereja.html

45

Ahda Bina Afianto, Akibat Hukum Murtadnya Suami Terhadap Status Pernikahan dan

Anak. h. 481.

Page 82: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

71

sampai berakhirnya masa iddah ia tidak kembali masuk Islam, maka talak

telah jatuh.

c. Ketiga, apabila salah seorang suami atau istri keluar dari agama Islam

sebelum keduanya bercampur, maka pernikahan itu fasakh seketika.

Namun apabila keduanya telah bercampur, maka fasakh akan jatuh ketika

berakhirnya masa iddah.

Sedang fasakh dengan keputusan hakim, jika sebab-sebab fasakh yang

sudah jelas tidak memerlukan keputusan hakim lagi, misal apabila terbukti

bahwa si suami istri masih saudara sesusuan, saat itu pula waji batas mereka

berdua untuk memfasakhkan perkawinannya dengan kemauan mereka sendiri.

Kadang-kadang ada penyebab fasakh yang tidak jelas sehingga memerlukan

keputusan hakim, dan pelaksanaannya tergantung kepada keputusan hakim,

misal fasakh karena istri dan enggan masuk Islam atau sebaliknya suami tidak

mau masuk Islam, suami sudah masuk Islam lebih dahulu tetapi istri keberatan

untuk masuk Islam atau sebaliknya seorang istri masuk Islam terlebih dahulu

akan tetapi suami menolak atau tidak mau masuk Islam maka akad

pernikahannya rusak, batal atau tidak sah dengan sendirinya.46

Oleh karena itu, ketika seorang anak perempuan yang hendak menikah

dengan seorang laki-laki, hendaklah dia memilih yang seiman, jika seorang

wanita mendapatkan calon suami non-muslim, maka hendaklah wanita itu

melihat kesungguhan sang calon suami untuk masuk agama Islam dengan

sunguh-sungguh dan dengan keikhlasan untuk belajar agama Islam sebagai

46 H.S.A Al Hamdani, Risalah Nikah, h. 51-52.

Page 83: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

72

mu‟alaf, dan haruslah dengan perantara orang tuanya (walinya) dan dengan

persetujuan kedua-duanya (anak dengan orang tuanya), supaya rumah tangga

yang didirikan oleh anaknya dengan suaminya, berhubungan baik dengan

rumah tangga orang tuanya.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya diserahkan urusan perkawinan

itu ketangan wali dengan tidak melupakan persetujuan (keizinan) putrinya.

Apalagi orangtua tidak akan mengawinkan putrinya kepada sembarang laki-

laki dengan tidak mempertimbangkan baik-buruknya. Orangtua telah

mendidik dan menjaganya dari kecil dan rela mengorbankan apa yang ada

padanya untuk kemaslahatan putrinya.

Page 84: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penyusun dapat

menyimpulkan sebagai berikut :

1. Bahwa pernikahan fasakh ini, pernikahannya sah sejak awal bila pada saat

mengucapkan sahadat tidak ada sesuatu yang menafikan sahadatnya (yang

bersifat ucapan atau perbuatan), pada saat akad nikah karena pengantin

laki-laki mengaku sebagai muslim. Bahwa dia hanya berpura-pura masuk

Islam itu lain soal. Namun, begitu tahu ada pengakuan bahwa suaminya

balik lagi keagama asalnya. Maka akad pernikahan itu sudah rusak

(fasakh), batal atau gugur dengan sendirinya.

2. Bahwa fasakhnya pernikahan harus menunggu selesainya masa iddah.

Apabila seorang suami itu kembali masuk agama Islam sebelum masa

iddah selesai, maka keduanya tetap sebagai suami istri. Namun apabila

sampai berakhirnya masa iddah ia tidak kembali masuk Islam, maka talak

telah jatuh. Apabila salah seorang suami atau istri keluar dari agama Islam

sebelum keduanya bercampur, maka pernikahan itu fasakh seketika.

Namun apabila keduanya telah bercampur, maka fasakh akan jatuh ketika

berakhirnya masa iddah.

Page 85: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

74

B. Saran

Dari permasalahan ini penyusun mempunyai saran-saran yang

mungkin bisa menjadi pertimbangan untuk para wanita-wanita muslimah

khususnya yang akan mencari pendamping atau pasangan hidup yang akan

mengarungi bahtera rumah tangga bersama, hendaklah memikirkan atau

mempertimbangkan babat, bebet, bobotnya seorang mempelai laki-laki dan

hendaklah yang seiman atau seagama dengannya.

Adapun jika seorang wanita muslimah ingin menikah dengan seorang

laki-laki non-muslim dan laki-laki non-muslim itu ingin berpindah agama

atau ingin masuk Islam, hendaklah wanita muslimah itu melihat kesungguhan

dan tekad mempelai laki-laki itu untuk masuk Islam atau menjadi mualaf

dengan menuntunnya memperdalam agama Islam, mengenalkan kepadanya

tentang kebersihan dan kebenaran aqidah Islam, ibadah dan akhlak Islam

secara bertahap untuk memantapkan keislamannya dan menumbuhkan

kecintaannya kepada Islam, dan turut serta mendo’akannya agar benar-benar

mendapat hidayah dan inayah dalam hal keimanan dan ketaqwaan untuk

belajar atau memperdalam agama Islam dengan sungguh-sungguh dan dengan

penuh keyakinan.

Page 86: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad Sudirman, MA. Problematika Pernikahan dan Solusinya, Jakarta:

Prima Heza Lestari, 2006

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet. Ke-4. Jakarta: CV.

Akademika Perssindo, 2010.

Abidin, Slamet dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia,

1999.

Al-Mufarraj, Sulaiman. Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah,

Syair, Wasiat, kata

Al Jabry, Abdul Mutaal Muhammad, Perkawinan Campuran Menurut Pandangan

Islam. Cet ke-3. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

Al-Jaziri, Abdur Rahman.Kitab al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-Ara’ah

Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-undang

Perkawinan No. 1 Tahun 1974, (Jakarta: Dian Rakyat, 1986), Cet. Ke-1,

Ayubi, Syaikh Hasan. Fikih Keluarga, cet ke-4. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2005.

Bakhtiar, Nurman Agus, Murisal, Ranah Minang Ditengah Cengkeraman

Kristenisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005.

Ghazali, Rahman Abdul. Fiqh Munakahat

HamzahAndi, KUHP dan KUHAP, Cet. Ke 16, (Jakarta :RinekaCipta, 2010)

Jaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Surabaya: Cahaya Ilmu, 1995.

Junaedi, Dedi. Bimbingan Perkawinan, cet Ke-1. Jakarta: Akademik Pressindo,

2000

Manan,Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:

Kencana,2006.

Mukhtar, Kamal. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. Ke-3.

Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

Mutiara, Alih Bahasa, Kuais Mandiri Cipta Persada. Jakarta: Qisthi Press, 2003.

Natadimaja, Harumiati. Hukum Perdata Mengenai Hukum Perorangan dan

Hukum Benda, cet I. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Page 87: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

Prodjodikoro, Wirjono. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung:

Refika AditamaA, 2003.

Ramulyo, M. Idris. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 Dari segi Hukum Perkawinan Islam.

Ramulyo, Muhd. Idris. Hukum Pernikahan Islam (suatu Anlisis dari undang-

undang Nomor 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam), cet ke-

1.Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Rasjid, H. Sulaiman. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam), Cet ke-64. Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2013.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam Indonesia. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. Ke-31. Jakarta: Intermasa, 2003.

Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004.

Usman, Husaini dan Pramono Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial.

Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Yasin, M, Nur. Hukum Perkawinan Islam Sasak, Malang: UIN Malang Press,

2008.

Yunus, H. Mahmud. Hukum Perkawinan dalam Islam (menurut mazhab Syafi’i,

Hanafi, Maliki dan Hambali), cet ke-15. Jakarta: PT. Hidakarya Agung,

1996.

Zuhaili, Wahbah, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu,Beirut: Dar al-fikr, t.th.

http://islamiwiki.blogspot.com/2012/03/bahaya-berbohong-dan-hukumnya-

dalam.html#.UvtKq85qMz0

http://salafytobat.wordpress.com/2013/01/07/berbohong-yang-diperbolehkan-

menurut-hukum-islam/

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/01/28/hukum-berbohong-dalam-

islam/

http://ponpesaswaja.blogspot.com/2013/11/hukum-menikah-beda-

agama.html#more

http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/saudara-baru.htm#.Uvzw_s5qMz0

Page 88: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27515/1/RUDI...7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga

http://www.bersamadakwah.com/2014/01/asmirandah-akui-foto-berdoa-di-

gereja.html

http://m.tempo.co/read/news/2013/11/15/219529868/FPI-pernikahan-Jonas-dan-

Asmirandah-Haram

http://m.okezone.com/read/2013/11/16/33/898107/large

www.risalahislam.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebohongan

http://islamiwiki.blogspot.com/2012/03/bahaya-berbohong-dan-hukumnya-

dalam.html#.UvtKq85qMz0

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0512/18/persona/2297862.htm

http://efrizal93.blogspot.com/2012/03/tindak-pidana-penipuan.html

http://salafytobat.wordpress.com/2013/01/07/berbohong-yang-diperbolehkan-

menurut- hukum-islam/

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/01/28/hukum-berbohong-dalam-

islam/

http://www.blogsoto.com/haramnya-berbohong-dusta-bahaya-bagi-kaum-

muslimin-64.htm