Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
(The Speech Act of Students Politeness in Learning Bahasa Indonesia)
Oleh/by
Rizki Novianti dan Elen Inderasari
Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Jalan Pandawa, Dusun IV, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo
Pos-el: [email protected], [email protected]
*) Diterima: 4 Oktober 2019; Disetujui: 14 April 2020
Abstrak
Artikel ini memaparkan kesantunan berbahasa dan faktor yang memengaruhi kesantunan
berbahasa siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Sragen. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa dan faktor pendukung terjadinya
kesantunan itu dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian deskriptif kualitatif ini
menggunakan pendekatan pragmatik. Berdasarkan hasil analisis ditemukan prinsip
kesantunan berbahasa yang meliputi maksim kearifan, kedermawanan, pujian,
kerendahhatian, kesepakatan, dan kesimpatian. Kemudian, faktor pendukung terjadinya
kesantunan adalah faktor internal yang meliputi tempat dan suasana, peserta tutur, tujuan
tutur, dan sarana tutur.
Kata kunci: pragmatik, kesantunan berbahasa, pembelajaran Bahasa Indonesia
Abstract
This article describes the politeness of language and the factors that influence the
politeness of students of Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Sragen. The purpose of this
study is to describe the principle of politeness in language and the supporting factors of
politeness in learning Indonesian. This qualitative descriptive study uses a pragmatic
approach. Through this analysis found the principle of politeness of language which
includes maxim of wisdom, generosity, praise, humility, agreement, and sympathy. Then,
the supporting factors for politeness are internal factors which include place and
atmosphere, speech participants, speech objectives, and speech facilities.
Keywords: pragmatics, politeness of language, Indonesian learning
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran Bahasa Indonesia
yang dilakukan oleh guru dan siswa
menghasilkan tuturan yang di
dalamnya terkandung unsur
pragmatik. Penggunaan bahasa dalam
proses pembelajaran dapat dijadikan
cerminan sopan atau tidaknya
seseorang. Dalam tindak berbahasa,
baik lisan maupun tulis, ada pesan
atau makna yang disampaikan penutur
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
44
kepada mitra tutur (Achsani, 2019: 2).
Begitu pula bahasa yang digunakan
guru dalam penyampaian materi dan
bahasa yang digunakan siswa. Bahasa
yang mereka gunakan memiliki pesan
dan makna untuk mencapai tujuan
akhir dalam pembelajaran. Dengan
penyampaian pesan itu, siswa mampu
merespon materi yang disampaikan
guru, serta memiliki tingkat kesopanan
dan kesantunan. Kesantunan
berbahasa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia diperlukan untuk
menginterpretasikan makna yang
disampaikan penutur kepada mitra
tutur.
Siswa madrasah tsanawiyah
merupakan remaja yang mudah
terpengaruh oleh pesatnya perkembangan
teknologi. Mereka hidup berdampingan
dengan teknologi yang bersifat maya
dan biasanya berpengaruh pada
kehidupan di dunia nyata. bahasa yang
didapatkan melalui dunia teknologi
memengaruhi bahasa yang digunakan
dalam kehidupan nyata, termasuk di
dalam pendidikan yang merupakan
dunia yang formal. Selain itu, bahasa
merupakan salah satu keterampilan
yang harus dimiliki setiap orang.
Keterampilan berbahasa mencakup
empat segi, yaitu menyimak,
membaca, berbicara, dan (Tarigan,
1986: 2). Di antara keempat
keterampilan tersebut, keterampilan
berbicara yang mampu mengukur
kesantunan berbahasa seseorang.
Seseorang dikatakan santun atau tidak
dalam berbahasa dapat diukur dari
caranya menyampaikan sesuatu sesuai
dengan konteks ujaran. Namun, setiap
orang memiliki gaya kesopanan dan
kesantunan yang berbeda-beda dalam
berbahasa.
Kesantunan merupakan perilaku
yang diekspresikan dengan cara yang
baik atau beretika. Apa yang dianggap
santun oleh suatu kultur, mungkin
tidak demikian halnya dengan kultur
yang lain (Zamzani dalam Wahidah
dan Hendriana, 2017: 1). Kesantunan
merupakan fenomena kultural. Dalam
keluarga, orang tua perlu membina
dan mendidik anak-anaknya berbahasa
santun. Orang tua memiliki peranan
penting dalam mendidik anak-anaknya
menjadi pribadi yang baik. Selain
dalam ranah keluarga dan masyarakat,
sekolah, dalam hal ini guru, juga
berpengaruh dalam kesantunan
berbahasa bagi anak didiknya di dalam
pembelajaran.
Peristiwa tutur pembelajaran di
kelas menjadi suatu peristiwa yang
menarik untuk diamati dan dikaji.
Peristiwa tutur di dalam pembelajaran,
khususnya Bahasa Indonesia,
melibatkan guru dan siswa maupun
siswa yang satu dan siswa yang
lainnya. Tuturan yang terjadi di dalam
pembelajaran dapat digunakan sebagai
salah satu tolok ukur keefektifan
komunikasi di dalam pembelajaran.
Indikator yang memengaruhi
keefektifan komunikasi dalam
pembelajaran adalah terjadinya
komunikasi multiarah yang
melibatkan siswa dengan guru
maupun siswa dengan siswa.
Seseorang dikatakan santun
dalam bertutur ditentukan oleh
kemampuan penutur dan mitra tutur
dalam menghadapi situasi tertentu.
Untuk mencapai hal tersebut, guru dan
siswa dapat mengembangkan pola
komunikasi melalui tindak tutur. Oleh
karena itu, penutur dan mitra tutur
perlu memperhatikan prinsip
kesantunan berbahasa agar tercipta
hubungan sosial dan personal dalam
proses berkomunikasi.
Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)
45
Inderasari dan Ferdian Achsani
(2018: 58) menyatakan bahwa
kesantunan berbahasa perlu dilakukan
oleh penutur maupun mitra tutur agar
tidak melukai perasaan satu dengan
yang lainnya. Upaya menjalin
hubungan yang baik antara penutur
dan mitra tutur menjadi penting dalam
tindak tutur supaya maksud dan tujuan
tersampaikan dengan utuh.
Rendahnya kesantunan berbahasa
dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
perkembangan teknologi, dan
perkembangan usia remaja saat ini.
Penelitian yang dilakukan Inderasari,
Ferdian, dan Bini (2019: 4748)
menunjukkan bahwa komentar-
komentar remaja maupun warganet
dalam media sosial memunculkan
ketidaksantunan berbahasa. Faktor
lingkungan, baik keluarga maupun
masyarakat, memiliki pengaruh yang
besar mengingat siswa lebih banyak
mendapatkan bahasa pertamanya di
lingkungan tersebut. Diiringi dengan
perkembangan teknologi yang sangat
pesat siswa menjadi terpengaruh
bukan hanya di dunia nyata, tetapi
juga di dunia maya. Pada umumnya
remaja saat ini sering menggunakan
media sosial seperti whatsapp, line,
facebook, instagram, dan youtube.
Media sosial lebih banyak
menggunakan bahasa gaul daripada
bahasa baku untuk lebih dekat dengan
masyarakat. Selain itu, perkembangan
usia remaja juga memiliki pengaruh
seiring dengan dua faktor tersebut.
Fase remaja berkaitan dengan
pencarian jati diri seseorang. Siswa
sebagai remaja yang merasa ingin tahu
mengenai dirinya sendiri, baik di
lingkungan keluarga, masyakarat,
maupun di lingkungan sekolah dalam
hal ini lingkungan kelas yang
memiliki pengaruh tinggi.
Tuturan di kelas dapat dikatakan
memiliki kekhasan karena dilakukan
oleh partisipan tutur (guru terhadap
siswa, siswa terhadap guru, maupun
siswa terhadap siswa). Tindak tutur
yang terjadi di dalam kelas berbeda
dengan tindak tutur yang terwujud di
masyarakat. Tindak tutur siswa
maupun guru di dalam kelas lebih
dominan dalam wujud formal. Guru
dan siswa memiliki variasi bahasa
tutur yang mewujudkan aneka ragam
kesantunan berbahasa dalam
pembelajaran.
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4
Sragen merupakan salah satu
madrasah yang banyak diminati
karena berbasis agama Islam dan
memiliki segudang prestasi, baik
akademik maupun non-akademik.
Banyak yang memercayakan anaknya
untuk menuntut ilmu di madrasah
tersebut. Selain dalam hal
pembelajaran, ekstrakurikuler yang
dijalankan di madrasah tersebut pun
berbasis Islam. Pada pengamatan awal
ditemukan kecenderungan pemakaian
bahasa Jawa dalam berinteraksi pada
pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya pada partisipan tutur siswa
terhadap guru dan siswa terhadap
siswa itu sendiri. Fenomena tersebut
perlu dikaji lebih lanjut agar terungkap
interpretasi kesantunan berbahasa
yang terjadi di dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia.
Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan prinsip kesantunan
berbahasa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia kelas VIII MTs Negeri 4
Sragen tahun pelajaran 2018/2019 dan
faktor-faktor yang mendukung
terjadinya kesantunan berbahasa.
Manfaat penelitian ini adalah
mengembangkan teori prinsip
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
46
kesantunan berbahasa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia.
Tuturan dalam pembelajaran
bahasa seringkali mengakibatkan
kesalahpahaman antara penutur dan
mitra tutur. Oleh karena itu, model
tuturan dan faktor yang mendukung
kesantunan berbahasa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia
menarik untuk dillakukan.
Leech (1983: 120) mengemukakan
arti dari sopan santun tidak terlepas
dari kaitan antara dua orang yang
biasa disebut dengan penutur dan
mitra tutur. Kesantunan berbahasa
tecermin pada cara penutur
berkomunikasi dengan mitra tutur
(Mislikhah, 2014: 288). Sebuah
tuturan dikatakan santun jika
disampaikan dengan kalimat yang
lengkap berdasarkan pada kondisi
situasional (Gunawan, 2013: 11).
Semakin panjang kalimat yang
disampaikan dengan baik, semakin
santun bahasa yang digunakan.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Masinambow bahwa kesantunan
adalah kebiasaan yang diberlakukan
dalam suatu masyarakat yang sudah
disepakati dan ditetapkan bersama
oleh masyarakat itu sendiri sehingga
menjadi syarat dalam berperilaku
sosial (dalam Chaer, 2010). Yule
(2015: 81) berpendapat sama bahwa
usaha untuk mengungkapkan apa yang
ada di dalam diri mereka tidak hanya
untuk menghasilkan tuturan yang
benar struktur gramatikalnya, tetapi
harus memperlihatkan perilaku yang
santun melalui bahasa yang
digunakan.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa kesantunan berbahasa adalah
penyampaian sesuatu dengan sopan,
baik dari penutur maupun mitra tutur
melalui bahasa. Kesantunan seseorang
dapat dilihat dari bahasa yang
digunakan dan bukan hanya dari
perilaku seseorang.
Penelitian ini menggunakan teori
Leech untuk memecahkan masalah.
Leech (1983: 132) membagi prinsip
kesantunan berbahasa ke dalam enam
maksim, yaitu kearifan, kedermawanan,
pujian, kerendahhatian, kesepakatan,
dan kesimpatian.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Wijana, (2011: 44) yang membagi
prinsip kesantunan menjadi dua, yaitu
maksim berskala dua kutub yang
terdiri atas maksim kerendahhatian,
kemurahhatian, penerimaan, dan
kebijaksanaan, serta maksim berskala
satu kutub yang terdiri atas kecocokan
dan kesimpatian.
Grice (1975: 45) mengemukakan
bahwa dalam rangka melakukan
prinsip kerja sama, partisipan tutur
harus mematuhi empat maksim
percakapan, yaitu kuantitas, kualitas,
relevansi, dan pelaksanaan. Senada
dengan pembagian maksim yang
dikemukakan oleh Grice, Brown dan
Levinson (1978: 60) membagi maksim
ke dalam empat macam, yaitu kualitas,
kuantitas, relevansi, dan cara.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
diarahkan untuk mencapai beberapa
tujuan yang harus dimiliki siswa, yaitu
kemampuan berbahasa, sikap
berbahasa, dan tentang ilmu
kebahasaan serta kesastraan.
Kemampuan berbahasa menjadi
cermin kepribadian seseorang
sehingga pembelajaran dengan
berbahasa santun antarsiswa dan
antara siswa dan guru wajib dilakukan
agar dapat membentuk bahasa remaja
yang baik, benar, dan santun di dalam
dunia pendidikan.
Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)
47
Penelitian yang relevan dilakukan
oleh Putri dkk. (2015) berjudul
―Kesantunan Berbahasa dalam Tindak
Tutur Direktif Guru pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia di
SMA Negeri 15 Padang‖. Dimuat
dalam Jurnal Bahasa, Sastra, dan
Pembelajaran Vol. 1 (2). Persamaan
dengan penelitian ini adalah pada
kajian yang digunakan yaitu kajian
pragmatik yang terfokus pada
kesantunan berbahasa. Objek yang
digunakan hampir sama, yaitu tuturan
guru dalam pembelajaran bahasa
Indonesia, sedangkan objek penelitian
ini adalah tuturan di dalam
pembelajaran secara keseluruhan.
Penelitian relevan lainnya
dilakukan oleh Wahidah dan
Hendriana (2017) berjudul ―Analisis
Kesantunan Berbahasa Menurut Leech
Pada Tuturan Berbahasa Arab Guru
Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Putra
Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017
(Kajian Prgamatik)‖ dalam jurnal Al-
Bayan Vol. 9 (1). Persamaan dengan
penelitian ini adalah pada kajian yang
digunakan, yaitu pragmatik, tetapi
objek kajian yang digunakan berbeda.
Penelitian relevan selanjutnya
adalah penelitian Cleopatra (2015)
dalam bentuk skripsi yang berjudul
―Kesantunan Berbahasa dalam
Interaksi Jual Beli di Pasar Pekan
Sunggal Kecamatan Medan Sunggal
Kabupaten Deli Serdang (Kajian
Pragmatik)‖. Persamaan dengan
penelitian ini terletak pada kajiannya
yaitu kajian pragmatik, tetapi terdapat
perbedaan yang signifikan pada objek
yang digunakan. Cleopatra
menggunakan tuturan yang terjadi saat
jual beli di pasar, sedangkan penelitian
ini menggunakan objek pembelajaran
Bahasa Indonesia kelas VIII.
Penelitian relevan lainnya
dilakukan oleh Kurniawan (2018)
berjudul ―Analisis Kesantunan
Berbahasa dalam Naskah Drama Ar-
Fakhruddin Diimplementasikan dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia di
SMA‖ Persamaan dengan penelitian
ini pada kajiannya, yaitu pragmatik.
Sama-sama membahas kesantunan
berbahasa. Perbedaannya terletak pada
objek yang diteliti, Kurniawan
memilih objek Drama Ar-Fakhruddin,
sedangkan penelitian ini menggunakan
objek pembelajaran Bahasa Indonesia
kelas VIII.
Berdasarkan penelitian yang
sudah dipaparkan tersebut, penelitian
tentang analisis prinsip kesantunan
berbahasa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia masih jarang dilakukan.
Penelitian-penelitian sebelumnya
hanya terfokus pada salah satu kajian
maupun objeknya. Oleh karena itu,
penelitian ini perlu dilakukan untuk
menambah wawasan ilmu
pengetahuan, khususnya bidang
pragmatik.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Metode ini bertujuan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena
yang diangkat dalam penelitian ini
berupa fenomena alamiah maupun
rekayasa yang diciptakan oleh
manusia. Kajian dalam penelitian
bersifat deskriptif kualitatif yang dapat
berupa bentuk, kegiatan, ciri khusus,
perubahan, kaitan, persamaan,
perbedaan, dan lainnya (Sukmadinata,
2012: 72). Kajian penelitian kualitatif
ini berupa pandangan orang yang
berperan dengan berbagai strategi.
Strategi-strategi yang digunakan
bersifat saling aktif, wawancara
mendalam, data-data, data pelengkap
(foto, video, dan rekaman audio), dan
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
48
teknik lainnya untuk mendapatkan
data yang sebenar-benarnya
(Sukmadinata, 2012: 95).
Deskripsi secara kualitatif
penelitian ini berupa peristiwa tutur
pada saat proses pembelajaran bahasa
Indonesia (guru terhadap siswa, siswa
terhadap guru, dan siswa terhadap
siswa). Peristiwa tutur akan
dideskripsikan sesuai dengan jenis-
jenis prinsip kesantunan. Selain itu,
penelitian ini juga akan
mendeskripsikan faktor yang
mendukung terjadinya kesantunan
berbahasa.
Sumber data penelitian ini berupa
data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang didapatkan
lagsung dari sumber data yang
pertama di lokasi penelitian sebagai
objek penelitian, yaitu sumber data
pertama tempat sebuah data dihasilkan
(Bungin, 2005: 122). Data yang
diperoleh berupa teks dari transkripsi
rekaman tuturan yang mengandung
kesantunan berbahasa dan hasil
temuan-temuan saat proses
pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas
VIII MTs Negeri 4 Sragen.
Data sekunder adalah data yang
didapatkan melalui sumber kedua atau
sumber sekunder dari data yang
diperlukan. Sumber data sekunder ini
diharapkan dapat membantu
mengungkap data dalam penelitian ini.
Begitu pula pada keadaan semestinya,
yaitu sumber data primer dapat
berfungsi sebagaimana yang
diharapkan, sumber data sekunder
dapat membantu memberi keterangan
atau data pelengkap sebagai bahan
pembanding (Bungin, 2005: 122—
123). Data sekunder yang digunakan
sebagai penunjang berupa data yang
bersumber dari buku, jurnal, laporan
tahunan, literatur, dan dokumen
lainnya yang berhubungan dengan
masalah penelitian.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik dokumentasi.
Penggunaan teknik dokumentasi untuk
mendapatkan data yang memiliki
kaitan dengan berbagai kegiatan yang
mendukung penelitian. Dokumentasi
adalah pengumpulan bukti atau
keterangan, seperti rekaman, gambar,
dan video, yang menyangkut
kepentingan pribadi serta
membutuhkan interpretasi yang
berkaitan dengan konteks rekaman
peristiwa tersebut (Bungin, 2012:
142).
Dokumentasi dalam penelitian ini
berupa rekaman tuturan yang
dihasilkan pada saat pembelajaran
Bahasa Indonesia Kelas VIII-G MTs
Negeri 4 Sragen. Selain itu, peneliti
juga mendokumentasikan berupa foto
dan video untuk menambah bukti
kevalidan pengambilan data. Langkah
awal yang dilakukan dalam
mengumpulkan data adalah merekam
tuturan dalam proses pembelajaran
kemudian mentranskripsi rekaman ke
dalam bentuk teks.
Analisis yang digunakan adalah
kajian pragmatik. Miles dan Michael
Huberman (1992: 12) menyatakan
bahwa analisis data kualitatif
merupakan kegiatan yang
berkelanjutan, berulang-ulang, dan
terus-menerus. Rangkaian kegiatan
teknik interaktif untuk menganalisis
data terdiri atas reduksi data,
penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Ketiga alur
tersebut menjadi gambaran
keberhasilan dalam menganalisis data
yang sudah didapatkan di lapangan
yang susul menyusul antara alur satu
dengan alur yang lain. Analisis
dilakukan pada tiga alur yang terjadi
Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)
49
secara bersamaan, yaitu reduksi data,
penyajian data, penarikan kesimpulan/
verifikasi.
Langkah pertama adalah
merekam proses pembelajaran bahasa
Indonesia di Kelas VIII-G. Kemudian,
mentranskrip rekaman dalam bentuk
teks. Transkrip teks (data) kemudian
dipilah dengan diberi tanda bagi data
yang akan dianalisis dan data yang
tidak diperlukan untuk analisis.
Selanjutnya, data yang sudah dipilah
dianalisis. Setelah itu, dilakukan
penafsiran data tuturan (guru ke siswa,
siswa ke guru, dan siswa ke siswa).
Pada tahap penyajian, disajikan
data yang sudah dikelompokkan
berdasarkan jenisnya. Kemudian, pada
tahap akhir, ditarik kesimpulan dari
data yang sudah diklasifikasikan
sesuai dengan jenis-jenisnya. Setelah
itu, peneliti memeriksa kembali hasil
penafsiran dengan memeriksa
penyajian data untuk memastikan
tidak ada kesalahan dalam
menafsirkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, analisis
pembahasan diklasifikasi dalam dua
rumusan masalah, yaitu mengenai
prinsip kesantunan berbahasa dan
faktor yang mendukung terjadinya
kesantunan berbahasa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas
VIII MTs Negeri 4 Sragen.
Prinsip Kesantunan Berbahasa
Prinsip kesantunan berbahasa menurut
Leech (1983: 132) terdiri atas enam
maksim yang meliputi maksim
kearifan, kedermawanan, pujian,
kerendahhatian, kesepakatan, dan
kesimpatian. Temuan data yang sudah
dipaparkan dalam deskripsi data akan
diperjelas dalam pembahasan berikut.
Maksim Kearifan
Maksim ini dibagi ke dalam dua jenis
ilokusi, yaitu direktif dan komisif.
Terdapat enam data maksim kearifan
yang terdiri atas dua data direktif dan
empat data komisif yang akan
dipaparkan sebagai berikut. (1) Guru: Yang penting anak-anak bisa
mempraktikkan dan menjiwai
karakter masing-masing tokoh sesuai
yang diperankan.
(2) Guru: (disela-sela praktik drama
memberikan saran) Agak genit-
genit sedikit jika diperlukan. (3) Guru: Lha tidak ada yang
ditanyakan berarti kan paham
semua dan siap untuk ulangan
karena materinya sudah habis. Bu
guru kan selalu melakukan ulangan
kalau satu bab habis ulangan, satu
bab habis ulangan sebagai nilai
ulangan harian kalian.
(4) Guru: Lha maunya gimana? Apa
tidak usah ulangan biar nilai
kalian jelek, tidak ada tambahan
nilai ulangan harian. Jadi, murni dari
UTS dan UAS?
(5) Guru: Ya sudah kalau gitu,
pertemuan selanjutnya ulangan
ya?
Siswa: ―Nggak mau, Bu.‖
(6) Guru: Yang sudah selesai boleh
dipresentasikan di depan. Yang
maju pertama kali nilainya bu
guru kasih yang bagus.
Data di atas merupakan sajian
data maksim kearifan. Terdapat dua
data jenis direktif yang akan dibahas
pada penelitian ini. Data (1) termasuk
jenis direktif karena tuturan yang
disampaikan oleh guru merujuk pada
menyuruh untuk mempraktikkan dan
menjiwai karakter tokoh yang segera
diperankan oleh siswa. Menyuruh
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
50
menggunakan kalimat berita lebih
sopan dibandingkan dengan kalimat
perintah agar lawan tutur tidak merasa
dirinya diperintah oleh penutur.
Data (2) penutur memberikan
saran agar lebih menjiwai drama yang
diperankan. Terlihat pada kata jika
diperlukan yang merujuk pada kalimat
saran, boleh dipakai, boleh tidak.
Data (3) pada kalimat Lha tidak
ada yang ditanyakan berarti kan
paham semua dan siap untuk ulangan
karena materinya sudah habis.
Penutur mengancam untuk
mengadakan ulangan harian karena
tidak ada yang bertanya. Tuturan yang
disampaikan bersifat memberikan
motivasi agar siswa aktif bertanya
ketika ada yang belum benar-benar
paham sehingga siswa mampu
memahami keseluruhan materi yang
sudah disampaikan oleh guru
(penutur).
Data (4) pada kalimat Apa tidak
usah ulangan biar nilai kalian jelek?
merujuk pada kalimat ancaman. Pada
kalimat yang disampaikan, guru
bermaksud agar siswa mau ulangan
sebagai tambahan nilai selain UAS
dan UTS.
Data (5) pada kalimat Ya sudah
kalau gitu, pertemuan selanjutnya
ulangan ya? tersebut termasuk ke
dalam kalimat mengancam karena
siswa tidak mau bertanya mengenai
materi yang sudah disampaikan oleh
guru. Oleh karena itu, guru
mengancam untuk mengadakan
ulangan agar siswa mau bertanya
sehingga tidak dianggap sudah paham
dan siap untuk mengadakan ulangan.
Data (6) pada kalimat Yang maju
pertama kali nilainya Bu Guru kasih
yang bagus, penutur akan memberikan
nilai yang bagus bagi yang akan maju
pertama kali. Kalimat tersebut
termasuk ke dalam kalimat yang
berjanji dan berfungsi untuk
memberikan keuntungan berupa nilai
yang bagus bagi mitra tutur (siswa).
Berdasarkan analisis tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat dua jenis maksim kearifan
dalam penelitian ini, yaitu direktif dan
komisif. Data direktif berupa
menyuruh dengan menggunakan
kalimat berita dan kalimat
menyarankan. Data komisif berupa
kalimat berjanji dan mengancam.
Seperti telah diketahui bahwa maksim
kearifan memaksimalkan keuntungan
bagi lawan tuturnya.
Maksim Kedermawanan
Terdapat tujuh maksim kedermawanan
dalam penelitian ini. Data yang
ditemukan berupa tuturan guru ke
siswa dan siswa ke siswa. Maksim
kedermawanan menekan keuntungan
diri sendiri sekecil-kecilnya dan
memaksimalkan kerugian pada diri
sendiri. (7) Guru: Papan tulisnya kotor. Bu Guru
mau nulis di papan tulis.
Siswa: Tak hapuse wae, iki piketku.
‘Aku saja yang menghapus, ini
piketku.’
(8) Siswa 3: Penku gak ana i ‗penaku
tidak ada‘
Siswa 4: Iki jilihen, gak tak enggo.
‘Ini pinjamlah, tidak aku pakai.‘
(9) Siswa 3: (mencari-cari sesuatu).
Siswa 4: Nggoleki tipe-x ya? Iki
aku nduwe, jilihen. ‘Mencari tipe-x
ya? Ini aku punya, pinjamlah‘
(10) Siswa 1: Engko aku meh metu pas
istirahat, tak tukokne sisan. ‘Nanti
aku mau keluar pas istirahat, aku
belikan sekalian‘
(11) Siswa 1: Enek sing meh titip meneh
ora? ‘Ada yang akan titip sekalian
tidak‘
Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)
51
(12) Siswa 1, 2, 3, 4: (selesai memakan
jajanan waktu istirahat)
Siswa 2: Sampahe didadekne siji
tak guwake. ‘Sampahnya dijadikan
satu nanti aku buang‘
(13) Siswa 3: Tak ewangi ngguwak.
‘Saya bantu membuang.‘
Data (7) pada kalimat Tak hapuse
wae, iki piketku ‘Aku saja yang
menghapus, ini piketku.‘ Penutur
(siswa) meminimalkan keuntungan
pada dirinya sendiri untuk menghapus
papan tulis yang akan digunakan oleh
mitra tutur (guru). Wujud tuturan yang
disampaikan oleh penutur bersifat
dermawan dalam arti yang luas.
Maksudnya, penutur tidak hanya
memberikan keuntungan pada mitra
tutur saja, tetapi juga bagi banyak
orang, yaitu teman satu kelasnya.
Data (8) pada kalimat Iki jilihen,
gak tak enggo. ‘Ini pinjamlah, tidak
aku pakai.‘ penutur meminimalkan
kerugian pada dirinya sendiri berupa
memberikan pena kepada temannya
yang tidak punya pena. Wujud tuturan
yang disampaikan oleh penutur
bersifat dermawan dalam arti sempit.
Maksudnya, penutur hanya
memberikan kedermawanannya untuk
satu orang saja.
Data (9) pada kalimat Nggoleki
tipe-x ya? Iki aku nduwe, jilihen
‗Mencari tipe-x ya? Ini aku punya,
pinjamlah‘ penutur memaksimalkan
kerugian pada dirinya sendiri berupa
meminjamkan tipe-x pada temannya
yang sedang membutuhkan.
Data (10) pada kalimat Engko aku
meh metu pas istirahat, tak tukokne
sisan. ‘Nanti aku akan keluar pas
istirahat, aku belikan sekalian‘ penutur
memaksimalkan kerugian pada dirinya
sendiri dengan memberikan tenaganya
untuk membelikan sesuatu bagi
temannya. Penutur memberikan
kedermawanannya sebagai tanda
perhatian bagi temannya yang sedang
memerlukan bantuan.
Data (11) pada kalimat Enek sing
meh titip meneh ora? ‘Ada yang mau
titip sekalian tidak‘ tuturan yang
disampaikan penutur bersifat luas.
yaitu tidak hanya memberikan
kedermawanannya bagi satu orang
saja, tetapi beberapa orang. Penutur
memaksimalkan keuntungan bagi
mitra tutur berupa memberikan
tenaganya untuk membelikan sesuatu
bagi yang titip.
Data (12) kalimat Sampahe
didadekne siji tak guwake. ‗Sampahnya
dijadikan satu nanti kubuang‘.
Konteks tuturan terjadi ketika siswa 1,
2, 3, dan 4 selesai memakan jajanan
waktu istirahat dan melihat sampah
bungkus jajanan. Kemudian, siswa 2
menyuruh siswa lainnya untuk
mengumpulkan sampah masing-
masing dan siswa 2 yang akan
membuangnya. Keuntungan didapatkan
oleh siswa 1 dan 4 karena pada data
(13) pada kalimat Tak ewangi guwak
‘Saya bantu membuang‘. Siswa 3
memberikan kedermawanannya untuk
membantu membuang sampah yang
sudah dijadikan satu. Konteks
tuturannya ketika siswa 3 melihat
sampah yang sudah dijadikan satu
tidak sedikit dan dirasa siswa 2 tidak
dapat membuangnya sendiri.
Berdasarkan analisis tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa
maksim kedermawanan dalam
penelitian ini adalah memaksimalkan
keuntungan bagi mitra tuturnya.
Maksim kedermawanan bisa dalam
arti luas dan sempit. Maksudnya,
kedermawanan dapat diberikan bagi
orang banyak dan bisa diberikan bagi
mitra tutur saja.
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
52
Maksim Pujian
Terdapat delapan data maksim pujian
dalam penelitian ini yang memuji
orang lain sebanyak-banyaknya.
Tuturan yang dominan ditemukan
antara siswa ke siswa lain di luar
pembelajaran. (14) Siswa 1: Eh, kowe jago akting no.
‘Eh, kamu jago akting ya‘
Siswa 2: Mosok? Biasa wae. ‘Apa
iya? Biasa saja‘.
(15) Guru: Nah, kalau seperti ini kan
bagus dramanya. Walaupun
masih sedikit cengengesan, tapi
sudah bisa menjiwai peran yang
dibawakan. Butuh latihan lagi
kalian bisa menjadi artis.
(16) Guru: Kalau kalian mau berusaha
seperti tadi hasilnya akan bagus
kan. Ora gur cengengesan terus
isane ‘Tidak hanya bercanda terus
bisanya.‘ Tunjukkan kalau kalian itu
bisa, berani. Bu guru ki rapapa enek
cah nakal, tapi ya diseimbangi karo
kecerdasane. ;Bu Guru itu tidak apa-
apa jika ada anak nakal, tetapi ya
harus diimbangi dengan
kecerdasannya‘
(17) Guru: Bagus. Sangat lengkap hasil
diskusinya. Sangat teliti dalam
mencari unsur intrinsiknya. Tetapi, kalau bisa setiap unsur yang
ditemukan diberi kutipan dari cerita
tersebut sebagai bukti. Misalnya,
latar waktunya malam hari, disajikan
juga kutipan mana yang
menunjukkan waktunya di malam
hari. Bisa dimengerti?
(18) Guru: Berikan tepuk tangan
untuk teman kalian yang sudah
presentasi dengan bagus.
(19) Siswa 1: Uwis nggarap tugase Bu
Guru? Aku ndelok. ‗Sudah
mengerjakan tugas dari Bu Guru?
Saya lihat‘
Siswa 3: Uwis i. ‗Sudah tuh‘
Siswa 1: Jawabanmu kok okeh-
okeh men. ‘Jawaban kamu kok
banyak sekali’
Siswa 3: Jik okeh nggone si Zacky.
‗Masih banyak kepunyaan Zacky‘
(20) Siswa 3: Iya, nirunna. Mesakne aku
nek ora entuk nilai engko. ‘Iya
contek saja. Aku kasian kalau tidak
dapat nilai nanti.‘
Siswa 2: Kowe kan baik. ‘Kamu kan
baik‘
(21) Siswa 2: Tulisanmu apik.
‗Tulisanmu bagus‘.
Siswa 3: Nek lagi gelem nulis ya
ngono kui, biasane nek lagi wegah
nulis ya elek. Kalau sedang niat
menulis ya begitu, biasanya kalau
sedang malas ya jelek‘
Data (14) pada kalimat Eh, kowe
jago akting no. ‘Eh, kamu jago akting
ya.‘ siswa 1 memaksimalkan pujian
kepada siswa 2. Siswa 1 menganggap
siswa 2 mampu berakting dengan baik
sehingga siswa 1 memberikan pujian.
Walaupun aktingnya biasa saja,
sebagai rasa menghargai pujian
tersebut pantas dilakukan.
Data (15) pada kalimat Nah,
kalau seperti ini kan bagus dramanya,
penutur memuji mitra tutur, yaitu
sekelompok siswa yang bermain
drama. Walaupun di dalam tuturan
diikuti kritikan yang disampaikan
karena masih cengengesan, dengan
memuji yang sudah dilakukan
kemudian diikuti kritikan lebih sopan.
Mitra tutur tidak akan merasa dirinya
dikritik karena penutur lebih banyak
memuji dan hanya sedikit
menyisipkan kritikan.
Data (16) pada kalimat Kalau
kalian mau berusaha seperti tadi
hasilnya akan bagus kan, penutur
memberikan pujian atas usaha yang
sudah dilakukan dalam bermain drama
sekaligus memberikan motivasi bahwa
ketika orang mau berusaha akan
Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)
53
mendapatkan hasil yang bagus sesuai
dengan usahanya.
Data (17) pada kalimat Bagus.
sangat lengSkap hasil diskusinya.
Sangat teliti dalam mencari unsur
intrinsiknya, konteks tuturan tersebut
adalah siswa mempresentasikan hasil
diskusi dengan kelompoknya dengan
bagus dan lengkap. Guru
memaksimalkan pujian kepada siswa
yang sudah mempresentasikan dengan
bagus. Walaupun dengan memberikan
sedikit saran, penutur berusaha
memberikan pujian sebanyak-
banyaknya bagi siswa.
Data (18) pada kalimat Berikan
tepuk tangan untuk teman kalian yang
sudah presentasi dengan bagus
penutur memaksimalkan pujian bagi
kelompok yang sudah presentasi di
depan kelas. Tidak sekadar pujian
melalui mulut saja, guru berusaha
benar-benar memaksimalkan pujian
berupa mengajak siswa lain untuk
memberikan pujian berupa tepuk
tangan.
Data (19) pada kalimat
Jawabanmu kok okeh-okeh men.
‘Jawaban kamu kok banyak sekali.‘
konteks tuturannya adalah ketika
siswa 1 menanyakan tugas. Siswa 1
melihat bahwa tugas dari siswa 3
jawabannya panjang-panjang sehingga
siswa 3 memberikan pujian karena
dirasa rajin dalam mengerjakan
tugasnya.
Data (20) pada kalimat Kowe kan
baik. ‘Kamu kan baik‘. Konteks
tuturan adalah ketika siswa 3
memberikan izin untuk menyalin
jawabannya. Siswa 2 memaksimalkan
pujian kepada siswa 3 karena sudah
memberikan izin untuk menyalin
jawabannya.
Data (21) pada kalimat Tulisanmu
apik. ‘Tulisan kamu bagus‘. Konteks
tuturan ketika siswa menonton
jawaban tugas yang sudah dikerjakan
oleh siswa 3. Siswa 2 memaksimalkan
pujian kepada siswa 3 karena sudah
memberikan jawabannya.
Berdasarkan analisis data
tersebut, dapat disimpulkan bahwa
maksim pujian adalah memaksimalkan
pujian bagi mitra tuturnya. Pujian
banyak ditemukan pada tuturan
antarsiswa. Pujian yang diberikan guru
lebih pada menyisipkan kritikan agar
siswa menjadi lebih baik lagi sehingga
siswa tidak merasa di kritik oleh guru.
Maksim pujian memang
mengharuskan penutur menekan untuk
mengecam mitra tuturnya.
Maksim Kerendahhatian
Terdapat lima data maksim
kerendahhatian dalam penelitian ini.
Penutur mencela dirinya sendiri dan
menekan keunggulan dirinya sendiri. (22) Siswa 1: Eh, kowe jago akting no.
‘Eh, kamu jago akting ya‘.
Siswa 2: Mosok? Biasa wae. ‘Apa
iya? Biasa saja‘.
(23) Siswa: Iya bu. Itu yang berkisah
tentang sahabat yang selalu bersama-
sama.
Guru: Ya sudah. Arti seorang
sahabat. Siapa yang mau pentas?
Daripada ditunjuk bu guru nanti
tidak menjiwai.
(24) Siswa 1: Uwis nggarap tugase Bu
Guru? Aku ndelok. ‗Sudah
mengerjakan tugas dari Bu Guru?
Saya lihat‘
Siswa 3: Uwis i. ‗Sudah tuh.‘
Siswa 1: Jawabanmu kok okeh-okeh
men. ‗Jawaban kamu kok banyak
sekali‘
Siswa 3: Jik okeh nggone si Zacky. ‗Masih banyak kepunyaan Zacky‘.
(25) Siswa 2: Kowe kan baik. Kamu kan
baik‘
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
54
Siswa 3: Halah, yo nek bener
jawabane. ‘Halah, ya kalau benar
jawabannya’
(26) Siswa 3: Nek lagi gelem nulis ya
ngono kuwi, biasane nek lagi wegah
nulis ya elek. Kalau sedang niat
menulis ya begitu, biasanya kalau
sedang malas ya jelek‘
Data (22) kalimat Mosok? Biasa
wae. ‘Apa iya? Biasa saja‘.. Siswa 2
menunjukkan sifat kerendahhatian
agar tidak dianggap sombong oleh
siswa 1. Penutur menganggap bahwa
aktingnya biasa saja dan tidak merasa
jago akting seperti yang dikatakan
oleh mitra tutur.
Data (23) kalimat Ya sudah. Arti
seorang sahabat. Konteks tuturan
kalimat itu adalah ketika siswa
mengusulkan sebuah judul drama
yang ingin dimainkan, selain yang
ditawarkan oleh guru. Guru
menunjukkan sifat kerendahhatiannya
dengan menerima usulan yang
disampaikan oleh siswa walaupun di
luar yang ditawarkannya.
Data (24) kalimat Jik okeh
nggone si Zacky. ‗Masih banyak
kepunyaan Zacky‘. Siswa 3
menunjukkan sikap rendah hati agar
tidak dianggap sombong atau
mengunggulkan dirinya sendiri. Ia
menganggap tugas yang dikerjakannya
sedikit, masih ada yang lebih banyak
daripada yang dikerjakannya.
Data (25) kalimat Halah, ya nek
bener jawabane. ‘Halah, ya kalau
benar jawabannya’. Siswa 3
menunjukkan sikap rendah hati
dengan menolak dikatakan baik hati
oleh siswa 2 menggunakan kalimat
yang tidak langsung merujuk pada
penolakan. Siswa 3 menganggap
bahwa jawaban yang dikerjakannya
belum tentu benar.
Data (26) kalimat Nek lagi gelem
nulis ya ngono kui, biasane nek lagi
wegah nulis ya elek. ‗Kalau sedang
niat menulis ya begitu, biasanya kalau
sedang malas ya jelek‘. Konteks
tuturan ketika siswa memuji tulisan
siswa 3 yang bagus. Siswa 3
menunjukkan sikap rendah hati
dengan menganggap bahwa tulisannya
seringkali berbeda, bergantung sedang
malas atau tidak.
Berdasarkan analisis tersebut
dapat disimpulkan bahwa maksim
kerendahhatian menekan keunggulan
pada diri sendiri. Rendah hati
menunjukkan sifat yang tidak
sombong. Penutur tidak mau dianggap
sombong karena sudah dipuji oleh
mitra tutur. Bentuk kerendahhatian
dalam penelitian ini berupa menolak
atau tidak mengiyakan pujian yang
diberikan oleh mitra tutur.
Maksim Kesepakatan
Terdapat dua puluh data maksim
kesepakatan yang ditemukan dalam
penelitian ini. Namun, hanya lima data
yang dianalisis karena terdapat
persamaan. Data maksim kesepakatan
ini merupakan temuan paling banyak.
Hal tersebut terjadi karena proses
pembelajaran bersifat formal sehingga
menyebabkan siswa dan guru
memiliki banyak kecocokan. (27) Guru: Yang terbaik untuk menjadi
tokoh-tokohnya apakah yang laki-
laki harus menjadi tokoh laki-laki
atau menyesuaikan?
Siswa: Menyesuaikan saja, Bu.
(28) Guru: Masalah drama, tadi apa yang
sulit ketika memainkan drama?
Siswa: Penghayatan.
Guru: Penghayatan. Masih
kurang ya karena kita baru
membaca dan belum menghayati.
(29) Siswa 1: Betah ya nek nang kene
enek guru ayu. ‗Betah ya kalau di
sini ada guru cantik‘
Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)
55
Siswa 2: Ya betah, gelem aku yoan
nek diwulang guru ayu terus. Dadi
semangat mangkat sekolah. ‘Ya
betah, aku mau kalau diajar oleh
guru yang cantik terus. Jadi
semangat berangkat sekolah‘
(30) Guru: Ya namanya Bu Guru sudah
sepuh. Tidak seperti kalian yang
ingatannya masih tajam. Ben ndang
diganti karo Mbak Rizki sing jik
enom, ayu. ‗Biar cepat diganti oleh
Mbak Rizki yang masih muda,
cantik‘
Siswa: Setuju, Bu. (tertawa).
(31) Guru: Ya sudah, pertemuan
berikutnya Bu Guru adakan ulangan
harian materinya drama. Semuanya
dipelajari, kan bu guru sudah
menjelaskan di pertemuan kemarin.
Di samping itu, kalian juga sudah
ada bukunya bisa dipelajari sendiri,
bisa dibaca-baca sendiri.
Siswa: Iya, Bu.
Data (27) kalimat Menyesuaikan
saja, Bu. Terjadi kesepakatan antara
siswa dan guru. Siswa menyepakati
untuk tokoh yang akan diperankan,
yaitu perempuan boleh memerankan
tokoh laki-laki dan sebaliknya. Pada
percakapan tersebut telah terjadi
kesepakatan antara kedua belah pihak.
Data (28) kalimat Penghayatan.
Masih kurang ya karena kita baru
membaca dan belum menghayati.
Kesepakatan terjadi antara guru dan
siswa. Guru merasa cocok dengan
kurangnya penghayatan ketika siswa
memerankan drama.
Data (29) kalimat Ya betah,
gelem aku yoan nek diwulang guru
ayu terus. Dadi semangat mangkat
sekolah. ‘Ya betah, aku mau kalau
diajar oleh guru yang cantik terus. Jadi
semangat berangkat sekolah‘. Jawaban
tersebut menunjukkan adanya
kecocokan maksud yang disampaikan
oleh siswa 1 dan menandakan adanya
kesamaan rasa senang jika diajar oleh
guru yang cantik sehingga
kesepakatan antara keduanya tampak
pada jawaban yang dituturkan oleh
siswa 2.
Data (30) kalimat Setuju, Bu.
(tertawa). Jawaban tersebut
menunjukkan adanya kecocokaan
maksud yang disampaikan oleh guru.
Hal itu menandakan adanya kesamaan
pikiran antara guru dan siswa.
Kesepakatan antara keduanya tampak
pada jawaban yang dituturkan oleh
siswa. Siswa menjawab setuju dengan
diiringi tawa yang bermaksud agar
menjadi hal yang lucu sehingga tidak
menyinggung hati gurunya.
Data (31) kalimat Iya, Bu.
Jawaban tersebut menunjukkan
adanya kecocokan maksud yang
disampaikan oleh guru berupa ulangan
harian yang akan diadakan pada
pertemuan selanjutnya dan
kesepakatan keduanya tampak pada
jawaban yang dituturkan oleh siswa.
Berdasarkan analisis tersebut
dapat disimpulkan bahwa maksim
kesepakatan terjadi ketika kedua belah
pihak, yaitu penutur dan mitra tutur,
merasa cocok atau terjadi persetujuan
mengenai apa yang di bicarakan.
Dalam penelitian ini, terjadi banyak
kecocokan antara siswa dan guru
karena pembelajaran bersifat formal
sehingga banyak terjadi kesepakatan
antara keduanya.
Maksim Kesimpatian
Terdapat tujuh data maksim
kesimpatian yang ditemukan dalam
penelitian ini. Maksim kesimpatian
banyak muncul pada tuturan siswa ke
siswa daripada guru ke siswa atau
sebaliknya. Hal tersebut terjadi
karenan pembelajaran yang dilakukan
terlalu fomal.
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
56
(32) Siswa: Sudah membaik, Bu, katanya.
Guru: Alhamdulillah kalau sudah
membaik.
(33) Siswa: Sakit tipes katanya, Bu.
Guru: Astagfirullah, kalau sudah
tiga hari tidak masuk harus
ditengok sebagai temannya.
Baik anak-anak. Masih mau ramai?
(34) Siswa 2: Nirun wae Mencontek saja‘
Siswa 3: Iya, niruna. Mesakne aku
nek ora entuk nilai engko. ‗Ya
menconteklah. Saya kasihan kalau
nanti tidak mendapat nilai‘.
(35) Siswa 2: Tenggorokanku lara banget
‗Tenggorokanku sakit sekali‘.
Siswa 1: Lha gene? ‗Kenapa‘?
(36) Siswa 2: Gak ngerti yoan. ‘Tidak
tahu juga‘
Siswa 1: Paling sih pancingen,
ngombe Lasegar. ‘Mungkin hanya
panas dalam, minum lasegar‘
(37) Siswa 1: Paling sih pancingen,
ngombe lasegar. ‘Mungkin hanya
panas dalam, minum Lasegar‘.
Siswa 3: Iki emang lagi usum sih
masuk angin. ‘Ini memang sedang
musim masuk angin‘
(38) Siswa 2: Gek-gek aku yo meh masuk
angin. ‗Jangan-jangan aku juga akan
masuk angin‘
Siswa 3: Ora, ora, engko ndang
diombeni Lasegar mari. ‘Tidak,
tidak, nanti minum Lasegar cepat
sembuh.‘
Data (32) kalimat Alhamdulillah
kalau sudah membaik. Konteks
tuturan terjadi ketika guru mengabsen
salah satu siswa yang tidak masuk
karena sakit demam berdarah.
Kemudian, guru menanyakan
bagaimana keadaannya dan siswa
menjawab bahwa temannya sudah
membaik. Guru mengucapkan rasa
syukur sebagai tanda kepeduliannya
kepada anak didiknya yang sedang
sakit. Kepedulian tersebut
menandakan adanya maksim
kesimpatian dalam percakapan
tersebut.
Data (33) kalimat Astagfirullah,
kalau sudah tiga hari tidak masuk
harus ditengok sebagai temannya.
Konteks tuturan terjadi ketika guru
mengabsen siswa dan ada yang tidak
masuk karena sakit tipes. Guru ikut
merasa bersedih karena salah satu
anak didiknya sedang sakit dengan
menuturkan astagfirullah. Guru juga
menganjurkan siswa-siswa untuk
menengoknya jika temannya sudah
tiga hari tidak masuk sekolah sebagai
tanda kepeduliannya terhadap anak
didiknya yang sedang sakit. Maksim
kesimpatian tampak pada tuturan yang
disampaikan oleh guru tersebut.
Data (34) kalimat Iya, niruna.
Mesakne aku nek ora entuk nilai
engko. ‗Ya, menconteklah‘. Saya
kasihan kalau nanti tidak mendapat
nilai.‘ Konteks tuturan terjadi ketika
siswa 2 hendak mencontek pekerjaan
rumah temannya. Kemudian, siswa 3
memberikannya karena merasa
kasihan jika nanti tidak mengerjakan
dan tidak mendapatkan nilai.
Kepedulian tersebut menandakan
adanya maksim kesimpatian yang
tampak pada tuturan yang
disampaikan oleh siswa 3.
Data (35) kalimat Lha gene?
‘Kenapa‘. Konteks tuturan ketika
siswa 2 mengeluh tenggorokannya
sakit karena panas dalam. Maksim
kesimpatian tampak pada tuturan yang
disampaikan siswa 1, yakni
menanyakan sebab tenggorokan
temannya sakit. Kepedulian berupa
pertanyaan tersebut menandakan
adanya maksim kesimpatian.
Data (36) kalimat Paling sih
pancingen, ngombe Lasegar.
‘Mungkin hanya panas dalam, minum
Lasegar‘. Konteks tuturan ketika siswa
2 mengeluh tenggorokannya sakit
karena panas dalam. Siswa 1
Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)
57
menganjurkan agar siswa 2 meminum
Lasegar agar tenggorokannya tidak
terasa sakit lagi. Perhatian yang
diberikan siswa 1 menandakan
kepedulian terhadap keadaan siswa 2
yang merasa sakit tenggorokan.
Kepedulian tersebut menandakan
adanya maksim kesimpatian.
Data (37) kalimat Iki emang lagi
usum sih masuk angin. ‗Ini memang
sedang musim masuk angin‘. Selain
siswa 1 yang peduli dengan keadaan
siswa 2, Siswa 3 juga mempedulikan
keadaan siswa 2 dengan memberikan
pernyataan bahwa sedang musim
masuk angin. Secara tidak langsung
siswa 2 memberi tahu bahwa keadaan
tersebut gejala masuk angin. Kepedulian
berupa kalimat berita tersebut
menandakan adanya maksim kesimpatian.
Data (38) kalimat Ora, ora, engko
ndang diombeni Lasegar mari. ‘Tidak,
tidak, nanti minum lasegar cepat
sembuh‘. Konteks tuturan ketika siswa
2 berpikiran jika hal tersebut gejala
masuk angin. Siswa 3 memberikan
penolakan jika hal tersebut tidak akan
terjadi jika siswa 2 mau meminum
Lasegar agar keadaannya tidak
semakin parah. Kepedulian tersebut
menandakan adanya maksim kesimpatian.
Berdasarkan analisis tersebut
dapat disimpulkan bahwa maksim
kesimpatian memiliki fungsi unntuk
memberikan rasa hormat kepada mitra
tutur, baik dalam keadaan senang
maupun sedih, sebagai bentuk
kepedulian kepada mitra tuturnya.
Kesimpatian banyak ditemukan pada
tuturan antarsiswa karena pada saat
pembelajaran terlalu formal.
Kesimpatian diberikan sebagai rasa
kepedulian guru ke siswa maupun
siswa ke siswa.
Faktor yang Memengaruhi
Kesantunan Berbahasa
Bentuk kesantunan berbahasa yang
dituturkan oleh siswa terhadap guru
maupun terhadap siswa yang lain tentu
tidak terlepas dari adanya faktor yang
memengaruhinya.. Faktor yang
memengaruhi tersebut terdiri atas
tempat dan situasi tutur, peserta tutur,
tujuan tutur, serta sarana tutur.
Tempat dan Suasana Tutur
Tempat dan suasana tutur
memengaruhi kesantunan berbahasa
siswa dalam berinteraksi di
lingkungan madrasah. Hal tersebut
tampak pada percakapan berikut ini. Siswa : Sudah membaik, Bu, katanya.
Guru : Alhamdulillah kalau sudah
membaik.
Pada peristiwa tutur tersebut
tampak siswa menggunakan bahasa
baku untuk berkomunikasi dengan
guru karena berada di kelas dan pada
situasi yang formal. Berbeda dengan
peristiwa tutur berikut ini. Siswa 1: Uwis nggarap tugase Bu Guru?
Aku ndelok. ‗Sudah
mengerjakan tugas dari Bu
Guru? Saya (mau) melihat‘
Siswa 3: Uwis i. ‗Sudah tuh‘
Siswa 1: Jawabanmu kok okeh-okeh men.
‗Jawaban kamu kok banyak
sekali‘
Siswa 3: Jik okeh nggone si Zacky ‗Masih
banyak kepunyaam Zacky‘
Pada peristiwa tutur tersebut
tampak siswa 1 dan siswa 3 sebagai
mitra tutur. keduanya merupakan
teman sebaya dan keduanya memiliki
keakraban. Terlihat pada peristiwa
tutur itu partisipan tutur menggunakan
bahasa Jawa dalam berkomunikasi.
Hal tersebut dikarenakan tuturan
terjadi di kelas dan sedang dalam
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
58
keadaan santai serta keduanya
merupakan teman sebaya. Dapat
disimpulkan bahwa tempat dan
suasana tutur memengaruhi
kesantunan berbahasa siswa MTs
Negeri 4 Sragen dalam berinteraksi
dengan mitra tuturnya.
Peserta Tutur
Peserta tutur memengaruhi kesantunan
berbahasa siswa dalam berinteraksi di
lingkungan madrasah. Hal tersebut
tampak pada percakapan berikut. Siswa : Iya, Bu. Itu yang berkisah tentang
sahabat yang selalu bersama-
sama.
Guru : Ya sudah. Arti seorang sahabat.
Siapa yang mau pentas? Daripada
ditunjuk Bu Guru nanti tidak
menjiwai.
Pada peristiwa tutur tersebut
tampak pengaruh dari faktor peserta
tutur berupa bahasa yang digunakan
penutur bersifat formal. Siswa
menggunakan bahasa formal untuk
berbicara kepada guru, begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut dipengaruhi
oleh mitra tutur yang merupakan
seorang guru. Berbeda dengan
penggalan peristiwa tutur berikut ini. Siswa 2 : Tulisanmu apik. ‗Tulisanmu
bagus‘
Siswa 3 : Nek lagi gelem nulis yo ngono
kui, biasane nek lagi wegah
nulis yo elek. ‗Kalau sedang
niat menulis ya begitu, biasanya
kalau sedang malas ya jelek‘
Pada peristiwa tutur tersebut
terlihat bahwa bahasa yang digunakan
bersifat nonformal. Hal itu
dipengaruhi oleh mitra tutur yang
merupakan teman sebaya dan sudah
sewajarnya menggunakan bahasa yang
tidak baku.
Tujuan Tutur
Tujuan tutur memengaruhi kesantunan
berbahasa siswa dalam berinteraksi di
lingkungan madrasah. Hal tersebut
tampak pada percakapan berikut ini. Siswa 1 : Kowe dha nggarapa.
‗Silakan kalian mengerjakan‘
Siswa 2 : Rawurung gak tau
dicocokke, marai males.
‘Lagi pula tidak pernah
dicocokkan, menyebabkan
malas‘
Siswa 3 : Lha engko nek ujug-ujug
dicocokke piye? ‘Nanti kalau
tiba-tiba dicocokkan
bagaimana‘
Pada peristiwa tutur tersebut
terlihat bahwa tujuan tutur yang
disampaikan siswa 2 menunjukkan
bahwa bahasa yang digunakan
langsung tanpa basa-basi. Tujuan
tuturan tersebut adalah siswa 2 merasa
malas mengerjakan tugas karena
sering tidak dicocokkan. Menghadapi
kondisi yang demikian, siswa 3
memberikan respons kepada siswa 1
kalau tiba-tiba dicocokkan bagaimana
yang berarti siswa 3 menyarankan
untuk mengerjakan untuk berjaga-
jaga.
Sarana Tutur
Sarana tutur, memengaruhi
kesantunan berbahasa siswa dalam
berinteraksi di lingkungan madrasah.
Sarana tutur yang memengaruhi
kesantunan berbahasa siswa dalam
berinteraksi di kelas berupa
komunikasi lisan, tulis, dan isyarat.
Hal tersebut tampak pada percakapan
berikut ini. Siswa 2 : Ndang cepet leh nggarap,
dhilit engkas bel istirahat.
‗Yang cepat mengerjakannya,
sebentar lagi bel istirahat‘
Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)
59
Siswa 3 : Engko nek ra dadi ya
nggarap nang ngomah wae.
‗Nanti kalau tidak selesai ya
dikerjakan di rumah saja‘
Siswa 2 : Iya wis karepmu sing penting
digarap, sapa ngerti dicocokke.
‘Iya sudah terserah kamu
yang penting dikerjakan,
siapa tahu dicocokkan‘
Pada peristiwa tutur tersebut
sarana tutur yang digunakan oleh
siswa 2 dan siswa 3 termasuk ke
dalam komunikasi lisan. Sarana tutur
memengaruhi kesantunan berbahasa
siswa.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data mengenai
kesantunan berbahasa dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas
VIII-G di MTs Negeri 4 Sragen, dapat
disimpulkan bahwa kesantunan
berbahasa yang muncul dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia adalah
maksim kearifan, kedermawanan,
pujian, kerendahhatian, kesepakatan,
dan kesimpatian. Kesantunan
berbahasa yang sering digunakan
dalam proses pembelajaran adalah
maksim kesepakatan, dengan fungsi
ketika kedua belah pihak yaitu penutur
dan mitra tutur merasa cocok atau
terjadi persetujuan mengenai apa yang
dibicarakan. Terjadi banyak
kecocokan antara siswa dan guru
karena pembelajaran bersifat formal
sehingga terjadi kesepakatan
antarkeduanya.
Faktor yang memengaruhi
terjadinya kesantunan berbahasa
dalam proses pembelajaran bahasa
Indonesia kelas VIII-G MTs Negeri 4
Sragen adalah tempat dan suasana,
peserta tutur, tujuan tutur, serta sarana
tutur.
DAFTAR PUSTAKA
Achsani, Ferdian. 2019. ―Tindak Tutur
Direktif dan Implikatur
Konvensional dalam Wacana
Meme Dilan‖. Imajeri, 1(2), 1–
10.
Brown, P. and Levinson. 1978.
―Universals in Language Usage:
Politeness Phenomen‖. Dalam E.
Goody (ed.), Questionsand
Politeness: Strategies in Social
Interaction, pp. 56—311.
Cambridge Papers in Social
Anthropology 8.
CambridgeUniversity Press
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi
Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Kencana.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan
Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Cleopatra, Aisyah R.S. 2016.
Kesantunan Berbahasa dalam
Interaksi Jual Beli di Pasar Pekan
Sunggal Kecamatan Medan
Sunggal Kabupaten Deli Serdang
(Kajian Pragmatik). Skripsi pada
Universitas Negeri Medan.
Grice. 1975. ―Logic and Conversation‖ ,
dalam P. Cole and J. J.Morgan, eds.,
Syntax and Semantics III: Speech
Acts. NewYork: Academic Press.
Gunawan, Fahmi. 2013. ―Wujud
Kesantunan Berbahasa
Mahasiswa Terhadap Dosen Di
STAIN Kendari: Kajian
Sosiopragmatik‖. Jurnal Arbitrer.
Vol. 1, No. 1. P. 11.
Inderasari, E., Ferdian, A., dan Bini,
L. (2019). "Bahasa Sarkasme
Netizen dalam Komentar Akun
Instragram Lambe Turah‖.
Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60
60
Semantik, 8(1), 38–49. https:
//doi.org/10.22460/semantik.vXi
X.XXX.
Inderasari, Elen dan Ferdian Achsani.
2018. ―Strategi Komunikasi
dalam Kesantunan Berbahasa
Komunitas Antarsantri Pondok
Pesantren Al-Hikmah
Sukoharjo‖. Semiotika: Jurnal
Ilmu Sastra dan Linguistik (SL),
Vol. 19, No. 1, 57—66.
Kurniawan, Hendi. S. 2018. Analisis
Kesantunan Berbahasa dalam
Naskah Drama Ar Fakhruddin
Diimplementasikan dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA. Skripsi. Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-
Prinsip Pragmatik. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Miles, Matthew B. dan A. Michael
Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Mislikhah, St. 2014 ―Kesantunan
Berbahasa‖. Jurnal Ar-Raniry.
Vol. 1, No. 2, 288.
Putri, Febriana Riska, dkk. 2015.
―Kesantunan Berbahasa dalam
Tindak Tutur Direktif Guru pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA Negeri 15 Padang‖.
Jurnal Bhasa, Sastra dan
Pembelajaran. Vol. 2, No. 1. 87.
Sukmadinata. 2012. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tarigan, 1986. Menyimak Sebagai
Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Wahidah, Yeni dan Hendriana Wijaya.
2017. ―Analisis Kesantunan
Berbahasa Menurut Leech pada
Tuturan Berbahasa Arab Guru
Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim
Putra Yogyakarta Tahun Ajaran
2016/2017 (Kajian Prgamatik)‖.
Al-Bayan, Vol. 9 (1), 1—2.
Wijana, I Dewa Putu, Muhammad
Rohmadi. 2011. Analisis Wacana
Pragmatik: Kajian Teori dan
Analisis. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Yule, George. 2015. Pragmatik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.