18
TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA (The Speech Act of Students Politeness in Learning Bahasa Indonesia) Oleh/by Rizki Novianti dan Elen Inderasari Institut Agama Islam Negeri Surakarta Jalan Pandawa, Dusun IV, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo Pos-el: [email protected], [email protected] *) Diterima: 4 Oktober 2019; Disetujui: 14 April 2020 Abstrak Artikel ini memaparkan kesantunan berbahasa dan faktor yang memengaruhi kesantunan berbahasa siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Sragen. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa dan faktor pendukung terjadinya kesantunan itu dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan pendekatan pragmatik. Berdasarkan hasil analisis ditemukan prinsip kesantunan berbahasa yang meliputi maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahhatian, kesepakatan, dan kesimpatian. Kemudian, faktor pendukung terjadinya kesantunan adalah faktor internal yang meliputi tempat dan suasana, peserta tutur, tujuan tutur, dan sarana tutur. Kata kunci: pragmatik, kesantunan berbahasa, pembelajaran Bahasa Indonesia Abstract This article describes the politeness of language and the factors that influence the politeness of students of Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Sragen. The purpose of this study is to describe the principle of politeness in language and the supporting factors of politeness in learning Indonesian. This qualitative descriptive study uses a pragmatic approach. Through this analysis found the principle of politeness of language which includes maxim of wisdom, generosity, praise, humility, agreement, and sympathy. Then, the supporting factors for politeness are internal factors which include place and atmosphere, speech participants, speech objectives, and speech facilities. Keywords: pragmatics, politeness of language, Indonesian learning PENDAHULUAN Proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh guru dan siswa menghasilkan tuturan yang di dalamnya terkandung unsur pragmatik. Penggunaan bahasa dalam proses pembelajaran dapat dijadikan cerminan sopan atau tidaknya seseorang. Dalam tindak berbahasa, baik lisan maupun tulis, ada pesan atau makna yang disampaikan penutur

TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

(The Speech Act of Students Politeness in Learning Bahasa Indonesia)

Oleh/by

Rizki Novianti dan Elen Inderasari

Institut Agama Islam Negeri Surakarta

Jalan Pandawa, Dusun IV, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo

Pos-el: [email protected], [email protected]

*) Diterima: 4 Oktober 2019; Disetujui: 14 April 2020

Abstrak

Artikel ini memaparkan kesantunan berbahasa dan faktor yang memengaruhi kesantunan

berbahasa siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Sragen. Tujuan penelitian ini adalah

mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa dan faktor pendukung terjadinya

kesantunan itu dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian deskriptif kualitatif ini

menggunakan pendekatan pragmatik. Berdasarkan hasil analisis ditemukan prinsip

kesantunan berbahasa yang meliputi maksim kearifan, kedermawanan, pujian,

kerendahhatian, kesepakatan, dan kesimpatian. Kemudian, faktor pendukung terjadinya

kesantunan adalah faktor internal yang meliputi tempat dan suasana, peserta tutur, tujuan

tutur, dan sarana tutur.

Kata kunci: pragmatik, kesantunan berbahasa, pembelajaran Bahasa Indonesia

Abstract

This article describes the politeness of language and the factors that influence the

politeness of students of Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Sragen. The purpose of this

study is to describe the principle of politeness in language and the supporting factors of

politeness in learning Indonesian. This qualitative descriptive study uses a pragmatic

approach. Through this analysis found the principle of politeness of language which

includes maxim of wisdom, generosity, praise, humility, agreement, and sympathy. Then,

the supporting factors for politeness are internal factors which include place and

atmosphere, speech participants, speech objectives, and speech facilities.

Keywords: pragmatics, politeness of language, Indonesian learning

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran Bahasa Indonesia

yang dilakukan oleh guru dan siswa

menghasilkan tuturan yang di

dalamnya terkandung unsur

pragmatik. Penggunaan bahasa dalam

proses pembelajaran dapat dijadikan

cerminan sopan atau tidaknya

seseorang. Dalam tindak berbahasa,

baik lisan maupun tulis, ada pesan

atau makna yang disampaikan penutur

Page 2: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

44

kepada mitra tutur (Achsani, 2019: 2).

Begitu pula bahasa yang digunakan

guru dalam penyampaian materi dan

bahasa yang digunakan siswa. Bahasa

yang mereka gunakan memiliki pesan

dan makna untuk mencapai tujuan

akhir dalam pembelajaran. Dengan

penyampaian pesan itu, siswa mampu

merespon materi yang disampaikan

guru, serta memiliki tingkat kesopanan

dan kesantunan. Kesantunan

berbahasa dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia diperlukan untuk

menginterpretasikan makna yang

disampaikan penutur kepada mitra

tutur.

Siswa madrasah tsanawiyah

merupakan remaja yang mudah

terpengaruh oleh pesatnya perkembangan

teknologi. Mereka hidup berdampingan

dengan teknologi yang bersifat maya

dan biasanya berpengaruh pada

kehidupan di dunia nyata. bahasa yang

didapatkan melalui dunia teknologi

memengaruhi bahasa yang digunakan

dalam kehidupan nyata, termasuk di

dalam pendidikan yang merupakan

dunia yang formal. Selain itu, bahasa

merupakan salah satu keterampilan

yang harus dimiliki setiap orang.

Keterampilan berbahasa mencakup

empat segi, yaitu menyimak,

membaca, berbicara, dan (Tarigan,

1986: 2). Di antara keempat

keterampilan tersebut, keterampilan

berbicara yang mampu mengukur

kesantunan berbahasa seseorang.

Seseorang dikatakan santun atau tidak

dalam berbahasa dapat diukur dari

caranya menyampaikan sesuatu sesuai

dengan konteks ujaran. Namun, setiap

orang memiliki gaya kesopanan dan

kesantunan yang berbeda-beda dalam

berbahasa.

Kesantunan merupakan perilaku

yang diekspresikan dengan cara yang

baik atau beretika. Apa yang dianggap

santun oleh suatu kultur, mungkin

tidak demikian halnya dengan kultur

yang lain (Zamzani dalam Wahidah

dan Hendriana, 2017: 1). Kesantunan

merupakan fenomena kultural. Dalam

keluarga, orang tua perlu membina

dan mendidik anak-anaknya berbahasa

santun. Orang tua memiliki peranan

penting dalam mendidik anak-anaknya

menjadi pribadi yang baik. Selain

dalam ranah keluarga dan masyarakat,

sekolah, dalam hal ini guru, juga

berpengaruh dalam kesantunan

berbahasa bagi anak didiknya di dalam

pembelajaran.

Peristiwa tutur pembelajaran di

kelas menjadi suatu peristiwa yang

menarik untuk diamati dan dikaji.

Peristiwa tutur di dalam pembelajaran,

khususnya Bahasa Indonesia,

melibatkan guru dan siswa maupun

siswa yang satu dan siswa yang

lainnya. Tuturan yang terjadi di dalam

pembelajaran dapat digunakan sebagai

salah satu tolok ukur keefektifan

komunikasi di dalam pembelajaran.

Indikator yang memengaruhi

keefektifan komunikasi dalam

pembelajaran adalah terjadinya

komunikasi multiarah yang

melibatkan siswa dengan guru

maupun siswa dengan siswa.

Seseorang dikatakan santun

dalam bertutur ditentukan oleh

kemampuan penutur dan mitra tutur

dalam menghadapi situasi tertentu.

Untuk mencapai hal tersebut, guru dan

siswa dapat mengembangkan pola

komunikasi melalui tindak tutur. Oleh

karena itu, penutur dan mitra tutur

perlu memperhatikan prinsip

kesantunan berbahasa agar tercipta

hubungan sosial dan personal dalam

proses berkomunikasi.

Page 3: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)

45

Inderasari dan Ferdian Achsani

(2018: 58) menyatakan bahwa

kesantunan berbahasa perlu dilakukan

oleh penutur maupun mitra tutur agar

tidak melukai perasaan satu dengan

yang lainnya. Upaya menjalin

hubungan yang baik antara penutur

dan mitra tutur menjadi penting dalam

tindak tutur supaya maksud dan tujuan

tersampaikan dengan utuh.

Rendahnya kesantunan berbahasa

dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

perkembangan teknologi, dan

perkembangan usia remaja saat ini.

Penelitian yang dilakukan Inderasari,

Ferdian, dan Bini (2019: 4748)

menunjukkan bahwa komentar-

komentar remaja maupun warganet

dalam media sosial memunculkan

ketidaksantunan berbahasa. Faktor

lingkungan, baik keluarga maupun

masyarakat, memiliki pengaruh yang

besar mengingat siswa lebih banyak

mendapatkan bahasa pertamanya di

lingkungan tersebut. Diiringi dengan

perkembangan teknologi yang sangat

pesat siswa menjadi terpengaruh

bukan hanya di dunia nyata, tetapi

juga di dunia maya. Pada umumnya

remaja saat ini sering menggunakan

media sosial seperti whatsapp, line,

facebook, instagram, dan youtube.

Media sosial lebih banyak

menggunakan bahasa gaul daripada

bahasa baku untuk lebih dekat dengan

masyarakat. Selain itu, perkembangan

usia remaja juga memiliki pengaruh

seiring dengan dua faktor tersebut.

Fase remaja berkaitan dengan

pencarian jati diri seseorang. Siswa

sebagai remaja yang merasa ingin tahu

mengenai dirinya sendiri, baik di

lingkungan keluarga, masyakarat,

maupun di lingkungan sekolah dalam

hal ini lingkungan kelas yang

memiliki pengaruh tinggi.

Tuturan di kelas dapat dikatakan

memiliki kekhasan karena dilakukan

oleh partisipan tutur (guru terhadap

siswa, siswa terhadap guru, maupun

siswa terhadap siswa). Tindak tutur

yang terjadi di dalam kelas berbeda

dengan tindak tutur yang terwujud di

masyarakat. Tindak tutur siswa

maupun guru di dalam kelas lebih

dominan dalam wujud formal. Guru

dan siswa memiliki variasi bahasa

tutur yang mewujudkan aneka ragam

kesantunan berbahasa dalam

pembelajaran.

Madrasah Tsanawiyah Negeri 4

Sragen merupakan salah satu

madrasah yang banyak diminati

karena berbasis agama Islam dan

memiliki segudang prestasi, baik

akademik maupun non-akademik.

Banyak yang memercayakan anaknya

untuk menuntut ilmu di madrasah

tersebut. Selain dalam hal

pembelajaran, ekstrakurikuler yang

dijalankan di madrasah tersebut pun

berbasis Islam. Pada pengamatan awal

ditemukan kecenderungan pemakaian

bahasa Jawa dalam berinteraksi pada

pembelajaran Bahasa Indonesia

khususnya pada partisipan tutur siswa

terhadap guru dan siswa terhadap

siswa itu sendiri. Fenomena tersebut

perlu dikaji lebih lanjut agar terungkap

interpretasi kesantunan berbahasa

yang terjadi di dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia.

Penelitian ini bertujuan

mendeskripsikan prinsip kesantunan

berbahasa dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia kelas VIII MTs Negeri 4

Sragen tahun pelajaran 2018/2019 dan

faktor-faktor yang mendukung

terjadinya kesantunan berbahasa.

Manfaat penelitian ini adalah

mengembangkan teori prinsip

Page 4: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

46

kesantunan berbahasa dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia.

Tuturan dalam pembelajaran

bahasa seringkali mengakibatkan

kesalahpahaman antara penutur dan

mitra tutur. Oleh karena itu, model

tuturan dan faktor yang mendukung

kesantunan berbahasa dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia

menarik untuk dillakukan.

Leech (1983: 120) mengemukakan

arti dari sopan santun tidak terlepas

dari kaitan antara dua orang yang

biasa disebut dengan penutur dan

mitra tutur. Kesantunan berbahasa

tecermin pada cara penutur

berkomunikasi dengan mitra tutur

(Mislikhah, 2014: 288). Sebuah

tuturan dikatakan santun jika

disampaikan dengan kalimat yang

lengkap berdasarkan pada kondisi

situasional (Gunawan, 2013: 11).

Semakin panjang kalimat yang

disampaikan dengan baik, semakin

santun bahasa yang digunakan.

Pendapat lain dikemukakan oleh

Masinambow bahwa kesantunan

adalah kebiasaan yang diberlakukan

dalam suatu masyarakat yang sudah

disepakati dan ditetapkan bersama

oleh masyarakat itu sendiri sehingga

menjadi syarat dalam berperilaku

sosial (dalam Chaer, 2010). Yule

(2015: 81) berpendapat sama bahwa

usaha untuk mengungkapkan apa yang

ada di dalam diri mereka tidak hanya

untuk menghasilkan tuturan yang

benar struktur gramatikalnya, tetapi

harus memperlihatkan perilaku yang

santun melalui bahasa yang

digunakan.

Berdasarkan beberapa pendapat

tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa kesantunan berbahasa adalah

penyampaian sesuatu dengan sopan,

baik dari penutur maupun mitra tutur

melalui bahasa. Kesantunan seseorang

dapat dilihat dari bahasa yang

digunakan dan bukan hanya dari

perilaku seseorang.

Penelitian ini menggunakan teori

Leech untuk memecahkan masalah.

Leech (1983: 132) membagi prinsip

kesantunan berbahasa ke dalam enam

maksim, yaitu kearifan, kedermawanan,

pujian, kerendahhatian, kesepakatan,

dan kesimpatian.

Pendapat lain dikemukakan oleh

Wijana, (2011: 44) yang membagi

prinsip kesantunan menjadi dua, yaitu

maksim berskala dua kutub yang

terdiri atas maksim kerendahhatian,

kemurahhatian, penerimaan, dan

kebijaksanaan, serta maksim berskala

satu kutub yang terdiri atas kecocokan

dan kesimpatian.

Grice (1975: 45) mengemukakan

bahwa dalam rangka melakukan

prinsip kerja sama, partisipan tutur

harus mematuhi empat maksim

percakapan, yaitu kuantitas, kualitas,

relevansi, dan pelaksanaan. Senada

dengan pembagian maksim yang

dikemukakan oleh Grice, Brown dan

Levinson (1978: 60) membagi maksim

ke dalam empat macam, yaitu kualitas,

kuantitas, relevansi, dan cara.

Pembelajaran Bahasa Indonesia

diarahkan untuk mencapai beberapa

tujuan yang harus dimiliki siswa, yaitu

kemampuan berbahasa, sikap

berbahasa, dan tentang ilmu

kebahasaan serta kesastraan.

Kemampuan berbahasa menjadi

cermin kepribadian seseorang

sehingga pembelajaran dengan

berbahasa santun antarsiswa dan

antara siswa dan guru wajib dilakukan

agar dapat membentuk bahasa remaja

yang baik, benar, dan santun di dalam

dunia pendidikan.

Page 5: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)

47

Penelitian yang relevan dilakukan

oleh Putri dkk. (2015) berjudul

―Kesantunan Berbahasa dalam Tindak

Tutur Direktif Guru pada

Pembelajaran Bahasa Indonesia di

SMA Negeri 15 Padang‖. Dimuat

dalam Jurnal Bahasa, Sastra, dan

Pembelajaran Vol. 1 (2). Persamaan

dengan penelitian ini adalah pada

kajian yang digunakan yaitu kajian

pragmatik yang terfokus pada

kesantunan berbahasa. Objek yang

digunakan hampir sama, yaitu tuturan

guru dalam pembelajaran bahasa

Indonesia, sedangkan objek penelitian

ini adalah tuturan di dalam

pembelajaran secara keseluruhan.

Penelitian relevan lainnya

dilakukan oleh Wahidah dan

Hendriana (2017) berjudul ―Analisis

Kesantunan Berbahasa Menurut Leech

Pada Tuturan Berbahasa Arab Guru

Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Putra

Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017

(Kajian Prgamatik)‖ dalam jurnal Al-

Bayan Vol. 9 (1). Persamaan dengan

penelitian ini adalah pada kajian yang

digunakan, yaitu pragmatik, tetapi

objek kajian yang digunakan berbeda.

Penelitian relevan selanjutnya

adalah penelitian Cleopatra (2015)

dalam bentuk skripsi yang berjudul

―Kesantunan Berbahasa dalam

Interaksi Jual Beli di Pasar Pekan

Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang (Kajian

Pragmatik)‖. Persamaan dengan

penelitian ini terletak pada kajiannya

yaitu kajian pragmatik, tetapi terdapat

perbedaan yang signifikan pada objek

yang digunakan. Cleopatra

menggunakan tuturan yang terjadi saat

jual beli di pasar, sedangkan penelitian

ini menggunakan objek pembelajaran

Bahasa Indonesia kelas VIII.

Penelitian relevan lainnya

dilakukan oleh Kurniawan (2018)

berjudul ―Analisis Kesantunan

Berbahasa dalam Naskah Drama Ar-

Fakhruddin Diimplementasikan dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia di

SMA‖ Persamaan dengan penelitian

ini pada kajiannya, yaitu pragmatik.

Sama-sama membahas kesantunan

berbahasa. Perbedaannya terletak pada

objek yang diteliti, Kurniawan

memilih objek Drama Ar-Fakhruddin,

sedangkan penelitian ini menggunakan

objek pembelajaran Bahasa Indonesia

kelas VIII.

Berdasarkan penelitian yang

sudah dipaparkan tersebut, penelitian

tentang analisis prinsip kesantunan

berbahasa dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia masih jarang dilakukan.

Penelitian-penelitian sebelumnya

hanya terfokus pada salah satu kajian

maupun objeknya. Oleh karena itu,

penelitian ini perlu dilakukan untuk

menambah wawasan ilmu

pengetahuan, khususnya bidang

pragmatik.

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif. Metode ini bertujuan untuk

mendeskripsikan fenomena-fenomena

yang diangkat dalam penelitian ini

berupa fenomena alamiah maupun

rekayasa yang diciptakan oleh

manusia. Kajian dalam penelitian

bersifat deskriptif kualitatif yang dapat

berupa bentuk, kegiatan, ciri khusus,

perubahan, kaitan, persamaan,

perbedaan, dan lainnya (Sukmadinata,

2012: 72). Kajian penelitian kualitatif

ini berupa pandangan orang yang

berperan dengan berbagai strategi.

Strategi-strategi yang digunakan

bersifat saling aktif, wawancara

mendalam, data-data, data pelengkap

(foto, video, dan rekaman audio), dan

Page 6: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

48

teknik lainnya untuk mendapatkan

data yang sebenar-benarnya

(Sukmadinata, 2012: 95).

Deskripsi secara kualitatif

penelitian ini berupa peristiwa tutur

pada saat proses pembelajaran bahasa

Indonesia (guru terhadap siswa, siswa

terhadap guru, dan siswa terhadap

siswa). Peristiwa tutur akan

dideskripsikan sesuai dengan jenis-

jenis prinsip kesantunan. Selain itu,

penelitian ini juga akan

mendeskripsikan faktor yang

mendukung terjadinya kesantunan

berbahasa.

Sumber data penelitian ini berupa

data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang didapatkan

lagsung dari sumber data yang

pertama di lokasi penelitian sebagai

objek penelitian, yaitu sumber data

pertama tempat sebuah data dihasilkan

(Bungin, 2005: 122). Data yang

diperoleh berupa teks dari transkripsi

rekaman tuturan yang mengandung

kesantunan berbahasa dan hasil

temuan-temuan saat proses

pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas

VIII MTs Negeri 4 Sragen.

Data sekunder adalah data yang

didapatkan melalui sumber kedua atau

sumber sekunder dari data yang

diperlukan. Sumber data sekunder ini

diharapkan dapat membantu

mengungkap data dalam penelitian ini.

Begitu pula pada keadaan semestinya,

yaitu sumber data primer dapat

berfungsi sebagaimana yang

diharapkan, sumber data sekunder

dapat membantu memberi keterangan

atau data pelengkap sebagai bahan

pembanding (Bungin, 2005: 122—

123). Data sekunder yang digunakan

sebagai penunjang berupa data yang

bersumber dari buku, jurnal, laporan

tahunan, literatur, dan dokumen

lainnya yang berhubungan dengan

masalah penelitian.

Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah teknik dokumentasi.

Penggunaan teknik dokumentasi untuk

mendapatkan data yang memiliki

kaitan dengan berbagai kegiatan yang

mendukung penelitian. Dokumentasi

adalah pengumpulan bukti atau

keterangan, seperti rekaman, gambar,

dan video, yang menyangkut

kepentingan pribadi serta

membutuhkan interpretasi yang

berkaitan dengan konteks rekaman

peristiwa tersebut (Bungin, 2012:

142).

Dokumentasi dalam penelitian ini

berupa rekaman tuturan yang

dihasilkan pada saat pembelajaran

Bahasa Indonesia Kelas VIII-G MTs

Negeri 4 Sragen. Selain itu, peneliti

juga mendokumentasikan berupa foto

dan video untuk menambah bukti

kevalidan pengambilan data. Langkah

awal yang dilakukan dalam

mengumpulkan data adalah merekam

tuturan dalam proses pembelajaran

kemudian mentranskripsi rekaman ke

dalam bentuk teks.

Analisis yang digunakan adalah

kajian pragmatik. Miles dan Michael

Huberman (1992: 12) menyatakan

bahwa analisis data kualitatif

merupakan kegiatan yang

berkelanjutan, berulang-ulang, dan

terus-menerus. Rangkaian kegiatan

teknik interaktif untuk menganalisis

data terdiri atas reduksi data,

penyajian data, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi. Ketiga alur

tersebut menjadi gambaran

keberhasilan dalam menganalisis data

yang sudah didapatkan di lapangan

yang susul menyusul antara alur satu

dengan alur yang lain. Analisis

dilakukan pada tiga alur yang terjadi

Page 7: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)

49

secara bersamaan, yaitu reduksi data,

penyajian data, penarikan kesimpulan/

verifikasi.

Langkah pertama adalah

merekam proses pembelajaran bahasa

Indonesia di Kelas VIII-G. Kemudian,

mentranskrip rekaman dalam bentuk

teks. Transkrip teks (data) kemudian

dipilah dengan diberi tanda bagi data

yang akan dianalisis dan data yang

tidak diperlukan untuk analisis.

Selanjutnya, data yang sudah dipilah

dianalisis. Setelah itu, dilakukan

penafsiran data tuturan (guru ke siswa,

siswa ke guru, dan siswa ke siswa).

Pada tahap penyajian, disajikan

data yang sudah dikelompokkan

berdasarkan jenisnya. Kemudian, pada

tahap akhir, ditarik kesimpulan dari

data yang sudah diklasifikasikan

sesuai dengan jenis-jenisnya. Setelah

itu, peneliti memeriksa kembali hasil

penafsiran dengan memeriksa

penyajian data untuk memastikan

tidak ada kesalahan dalam

menafsirkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisis

pembahasan diklasifikasi dalam dua

rumusan masalah, yaitu mengenai

prinsip kesantunan berbahasa dan

faktor yang mendukung terjadinya

kesantunan berbahasa dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas

VIII MTs Negeri 4 Sragen.

Prinsip Kesantunan Berbahasa

Prinsip kesantunan berbahasa menurut

Leech (1983: 132) terdiri atas enam

maksim yang meliputi maksim

kearifan, kedermawanan, pujian,

kerendahhatian, kesepakatan, dan

kesimpatian. Temuan data yang sudah

dipaparkan dalam deskripsi data akan

diperjelas dalam pembahasan berikut.

Maksim Kearifan

Maksim ini dibagi ke dalam dua jenis

ilokusi, yaitu direktif dan komisif.

Terdapat enam data maksim kearifan

yang terdiri atas dua data direktif dan

empat data komisif yang akan

dipaparkan sebagai berikut. (1) Guru: Yang penting anak-anak bisa

mempraktikkan dan menjiwai

karakter masing-masing tokoh sesuai

yang diperankan.

(2) Guru: (disela-sela praktik drama

memberikan saran) Agak genit-

genit sedikit jika diperlukan. (3) Guru: Lha tidak ada yang

ditanyakan berarti kan paham

semua dan siap untuk ulangan

karena materinya sudah habis. Bu

guru kan selalu melakukan ulangan

kalau satu bab habis ulangan, satu

bab habis ulangan sebagai nilai

ulangan harian kalian.

(4) Guru: Lha maunya gimana? Apa

tidak usah ulangan biar nilai

kalian jelek, tidak ada tambahan

nilai ulangan harian. Jadi, murni dari

UTS dan UAS?

(5) Guru: Ya sudah kalau gitu,

pertemuan selanjutnya ulangan

ya?

Siswa: ―Nggak mau, Bu.‖

(6) Guru: Yang sudah selesai boleh

dipresentasikan di depan. Yang

maju pertama kali nilainya bu

guru kasih yang bagus.

Data di atas merupakan sajian

data maksim kearifan. Terdapat dua

data jenis direktif yang akan dibahas

pada penelitian ini. Data (1) termasuk

jenis direktif karena tuturan yang

disampaikan oleh guru merujuk pada

menyuruh untuk mempraktikkan dan

menjiwai karakter tokoh yang segera

diperankan oleh siswa. Menyuruh

Page 8: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

50

menggunakan kalimat berita lebih

sopan dibandingkan dengan kalimat

perintah agar lawan tutur tidak merasa

dirinya diperintah oleh penutur.

Data (2) penutur memberikan

saran agar lebih menjiwai drama yang

diperankan. Terlihat pada kata jika

diperlukan yang merujuk pada kalimat

saran, boleh dipakai, boleh tidak.

Data (3) pada kalimat Lha tidak

ada yang ditanyakan berarti kan

paham semua dan siap untuk ulangan

karena materinya sudah habis.

Penutur mengancam untuk

mengadakan ulangan harian karena

tidak ada yang bertanya. Tuturan yang

disampaikan bersifat memberikan

motivasi agar siswa aktif bertanya

ketika ada yang belum benar-benar

paham sehingga siswa mampu

memahami keseluruhan materi yang

sudah disampaikan oleh guru

(penutur).

Data (4) pada kalimat Apa tidak

usah ulangan biar nilai kalian jelek?

merujuk pada kalimat ancaman. Pada

kalimat yang disampaikan, guru

bermaksud agar siswa mau ulangan

sebagai tambahan nilai selain UAS

dan UTS.

Data (5) pada kalimat Ya sudah

kalau gitu, pertemuan selanjutnya

ulangan ya? tersebut termasuk ke

dalam kalimat mengancam karena

siswa tidak mau bertanya mengenai

materi yang sudah disampaikan oleh

guru. Oleh karena itu, guru

mengancam untuk mengadakan

ulangan agar siswa mau bertanya

sehingga tidak dianggap sudah paham

dan siap untuk mengadakan ulangan.

Data (6) pada kalimat Yang maju

pertama kali nilainya Bu Guru kasih

yang bagus, penutur akan memberikan

nilai yang bagus bagi yang akan maju

pertama kali. Kalimat tersebut

termasuk ke dalam kalimat yang

berjanji dan berfungsi untuk

memberikan keuntungan berupa nilai

yang bagus bagi mitra tutur (siswa).

Berdasarkan analisis tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa

terdapat dua jenis maksim kearifan

dalam penelitian ini, yaitu direktif dan

komisif. Data direktif berupa

menyuruh dengan menggunakan

kalimat berita dan kalimat

menyarankan. Data komisif berupa

kalimat berjanji dan mengancam.

Seperti telah diketahui bahwa maksim

kearifan memaksimalkan keuntungan

bagi lawan tuturnya.

Maksim Kedermawanan

Terdapat tujuh maksim kedermawanan

dalam penelitian ini. Data yang

ditemukan berupa tuturan guru ke

siswa dan siswa ke siswa. Maksim

kedermawanan menekan keuntungan

diri sendiri sekecil-kecilnya dan

memaksimalkan kerugian pada diri

sendiri. (7) Guru: Papan tulisnya kotor. Bu Guru

mau nulis di papan tulis.

Siswa: Tak hapuse wae, iki piketku.

‘Aku saja yang menghapus, ini

piketku.’

(8) Siswa 3: Penku gak ana i ‗penaku

tidak ada‘

Siswa 4: Iki jilihen, gak tak enggo.

‘Ini pinjamlah, tidak aku pakai.‘

(9) Siswa 3: (mencari-cari sesuatu).

Siswa 4: Nggoleki tipe-x ya? Iki

aku nduwe, jilihen. ‘Mencari tipe-x

ya? Ini aku punya, pinjamlah‘

(10) Siswa 1: Engko aku meh metu pas

istirahat, tak tukokne sisan. ‘Nanti

aku mau keluar pas istirahat, aku

belikan sekalian‘

(11) Siswa 1: Enek sing meh titip meneh

ora? ‘Ada yang akan titip sekalian

tidak‘

Page 9: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)

51

(12) Siswa 1, 2, 3, 4: (selesai memakan

jajanan waktu istirahat)

Siswa 2: Sampahe didadekne siji

tak guwake. ‘Sampahnya dijadikan

satu nanti aku buang‘

(13) Siswa 3: Tak ewangi ngguwak.

‘Saya bantu membuang.‘

Data (7) pada kalimat Tak hapuse

wae, iki piketku ‘Aku saja yang

menghapus, ini piketku.‘ Penutur

(siswa) meminimalkan keuntungan

pada dirinya sendiri untuk menghapus

papan tulis yang akan digunakan oleh

mitra tutur (guru). Wujud tuturan yang

disampaikan oleh penutur bersifat

dermawan dalam arti yang luas.

Maksudnya, penutur tidak hanya

memberikan keuntungan pada mitra

tutur saja, tetapi juga bagi banyak

orang, yaitu teman satu kelasnya.

Data (8) pada kalimat Iki jilihen,

gak tak enggo. ‘Ini pinjamlah, tidak

aku pakai.‘ penutur meminimalkan

kerugian pada dirinya sendiri berupa

memberikan pena kepada temannya

yang tidak punya pena. Wujud tuturan

yang disampaikan oleh penutur

bersifat dermawan dalam arti sempit.

Maksudnya, penutur hanya

memberikan kedermawanannya untuk

satu orang saja.

Data (9) pada kalimat Nggoleki

tipe-x ya? Iki aku nduwe, jilihen

‗Mencari tipe-x ya? Ini aku punya,

pinjamlah‘ penutur memaksimalkan

kerugian pada dirinya sendiri berupa

meminjamkan tipe-x pada temannya

yang sedang membutuhkan.

Data (10) pada kalimat Engko aku

meh metu pas istirahat, tak tukokne

sisan. ‘Nanti aku akan keluar pas

istirahat, aku belikan sekalian‘ penutur

memaksimalkan kerugian pada dirinya

sendiri dengan memberikan tenaganya

untuk membelikan sesuatu bagi

temannya. Penutur memberikan

kedermawanannya sebagai tanda

perhatian bagi temannya yang sedang

memerlukan bantuan.

Data (11) pada kalimat Enek sing

meh titip meneh ora? ‘Ada yang mau

titip sekalian tidak‘ tuturan yang

disampaikan penutur bersifat luas.

yaitu tidak hanya memberikan

kedermawanannya bagi satu orang

saja, tetapi beberapa orang. Penutur

memaksimalkan keuntungan bagi

mitra tutur berupa memberikan

tenaganya untuk membelikan sesuatu

bagi yang titip.

Data (12) kalimat Sampahe

didadekne siji tak guwake. ‗Sampahnya

dijadikan satu nanti kubuang‘.

Konteks tuturan terjadi ketika siswa 1,

2, 3, dan 4 selesai memakan jajanan

waktu istirahat dan melihat sampah

bungkus jajanan. Kemudian, siswa 2

menyuruh siswa lainnya untuk

mengumpulkan sampah masing-

masing dan siswa 2 yang akan

membuangnya. Keuntungan didapatkan

oleh siswa 1 dan 4 karena pada data

(13) pada kalimat Tak ewangi guwak

‘Saya bantu membuang‘. Siswa 3

memberikan kedermawanannya untuk

membantu membuang sampah yang

sudah dijadikan satu. Konteks

tuturannya ketika siswa 3 melihat

sampah yang sudah dijadikan satu

tidak sedikit dan dirasa siswa 2 tidak

dapat membuangnya sendiri.

Berdasarkan analisis tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa

maksim kedermawanan dalam

penelitian ini adalah memaksimalkan

keuntungan bagi mitra tuturnya.

Maksim kedermawanan bisa dalam

arti luas dan sempit. Maksudnya,

kedermawanan dapat diberikan bagi

orang banyak dan bisa diberikan bagi

mitra tutur saja.

Page 10: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

52

Maksim Pujian

Terdapat delapan data maksim pujian

dalam penelitian ini yang memuji

orang lain sebanyak-banyaknya.

Tuturan yang dominan ditemukan

antara siswa ke siswa lain di luar

pembelajaran. (14) Siswa 1: Eh, kowe jago akting no.

‘Eh, kamu jago akting ya‘

Siswa 2: Mosok? Biasa wae. ‘Apa

iya? Biasa saja‘.

(15) Guru: Nah, kalau seperti ini kan

bagus dramanya. Walaupun

masih sedikit cengengesan, tapi

sudah bisa menjiwai peran yang

dibawakan. Butuh latihan lagi

kalian bisa menjadi artis.

(16) Guru: Kalau kalian mau berusaha

seperti tadi hasilnya akan bagus

kan. Ora gur cengengesan terus

isane ‘Tidak hanya bercanda terus

bisanya.‘ Tunjukkan kalau kalian itu

bisa, berani. Bu guru ki rapapa enek

cah nakal, tapi ya diseimbangi karo

kecerdasane. ;Bu Guru itu tidak apa-

apa jika ada anak nakal, tetapi ya

harus diimbangi dengan

kecerdasannya‘

(17) Guru: Bagus. Sangat lengkap hasil

diskusinya. Sangat teliti dalam

mencari unsur intrinsiknya. Tetapi, kalau bisa setiap unsur yang

ditemukan diberi kutipan dari cerita

tersebut sebagai bukti. Misalnya,

latar waktunya malam hari, disajikan

juga kutipan mana yang

menunjukkan waktunya di malam

hari. Bisa dimengerti?

(18) Guru: Berikan tepuk tangan

untuk teman kalian yang sudah

presentasi dengan bagus.

(19) Siswa 1: Uwis nggarap tugase Bu

Guru? Aku ndelok. ‗Sudah

mengerjakan tugas dari Bu Guru?

Saya lihat‘

Siswa 3: Uwis i. ‗Sudah tuh‘

Siswa 1: Jawabanmu kok okeh-

okeh men. ‘Jawaban kamu kok

banyak sekali’

Siswa 3: Jik okeh nggone si Zacky.

‗Masih banyak kepunyaan Zacky‘

(20) Siswa 3: Iya, nirunna. Mesakne aku

nek ora entuk nilai engko. ‘Iya

contek saja. Aku kasian kalau tidak

dapat nilai nanti.‘

Siswa 2: Kowe kan baik. ‘Kamu kan

baik‘

(21) Siswa 2: Tulisanmu apik.

‗Tulisanmu bagus‘.

Siswa 3: Nek lagi gelem nulis ya

ngono kui, biasane nek lagi wegah

nulis ya elek. Kalau sedang niat

menulis ya begitu, biasanya kalau

sedang malas ya jelek‘

Data (14) pada kalimat Eh, kowe

jago akting no. ‘Eh, kamu jago akting

ya.‘ siswa 1 memaksimalkan pujian

kepada siswa 2. Siswa 1 menganggap

siswa 2 mampu berakting dengan baik

sehingga siswa 1 memberikan pujian.

Walaupun aktingnya biasa saja,

sebagai rasa menghargai pujian

tersebut pantas dilakukan.

Data (15) pada kalimat Nah,

kalau seperti ini kan bagus dramanya,

penutur memuji mitra tutur, yaitu

sekelompok siswa yang bermain

drama. Walaupun di dalam tuturan

diikuti kritikan yang disampaikan

karena masih cengengesan, dengan

memuji yang sudah dilakukan

kemudian diikuti kritikan lebih sopan.

Mitra tutur tidak akan merasa dirinya

dikritik karena penutur lebih banyak

memuji dan hanya sedikit

menyisipkan kritikan.

Data (16) pada kalimat Kalau

kalian mau berusaha seperti tadi

hasilnya akan bagus kan, penutur

memberikan pujian atas usaha yang

sudah dilakukan dalam bermain drama

sekaligus memberikan motivasi bahwa

ketika orang mau berusaha akan

Page 11: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)

53

mendapatkan hasil yang bagus sesuai

dengan usahanya.

Data (17) pada kalimat Bagus.

sangat lengSkap hasil diskusinya.

Sangat teliti dalam mencari unsur

intrinsiknya, konteks tuturan tersebut

adalah siswa mempresentasikan hasil

diskusi dengan kelompoknya dengan

bagus dan lengkap. Guru

memaksimalkan pujian kepada siswa

yang sudah mempresentasikan dengan

bagus. Walaupun dengan memberikan

sedikit saran, penutur berusaha

memberikan pujian sebanyak-

banyaknya bagi siswa.

Data (18) pada kalimat Berikan

tepuk tangan untuk teman kalian yang

sudah presentasi dengan bagus

penutur memaksimalkan pujian bagi

kelompok yang sudah presentasi di

depan kelas. Tidak sekadar pujian

melalui mulut saja, guru berusaha

benar-benar memaksimalkan pujian

berupa mengajak siswa lain untuk

memberikan pujian berupa tepuk

tangan.

Data (19) pada kalimat

Jawabanmu kok okeh-okeh men.

‘Jawaban kamu kok banyak sekali.‘

konteks tuturannya adalah ketika

siswa 1 menanyakan tugas. Siswa 1

melihat bahwa tugas dari siswa 3

jawabannya panjang-panjang sehingga

siswa 3 memberikan pujian karena

dirasa rajin dalam mengerjakan

tugasnya.

Data (20) pada kalimat Kowe kan

baik. ‘Kamu kan baik‘. Konteks

tuturan adalah ketika siswa 3

memberikan izin untuk menyalin

jawabannya. Siswa 2 memaksimalkan

pujian kepada siswa 3 karena sudah

memberikan izin untuk menyalin

jawabannya.

Data (21) pada kalimat Tulisanmu

apik. ‘Tulisan kamu bagus‘. Konteks

tuturan ketika siswa menonton

jawaban tugas yang sudah dikerjakan

oleh siswa 3. Siswa 2 memaksimalkan

pujian kepada siswa 3 karena sudah

memberikan jawabannya.

Berdasarkan analisis data

tersebut, dapat disimpulkan bahwa

maksim pujian adalah memaksimalkan

pujian bagi mitra tuturnya. Pujian

banyak ditemukan pada tuturan

antarsiswa. Pujian yang diberikan guru

lebih pada menyisipkan kritikan agar

siswa menjadi lebih baik lagi sehingga

siswa tidak merasa di kritik oleh guru.

Maksim pujian memang

mengharuskan penutur menekan untuk

mengecam mitra tuturnya.

Maksim Kerendahhatian

Terdapat lima data maksim

kerendahhatian dalam penelitian ini.

Penutur mencela dirinya sendiri dan

menekan keunggulan dirinya sendiri. (22) Siswa 1: Eh, kowe jago akting no.

‘Eh, kamu jago akting ya‘.

Siswa 2: Mosok? Biasa wae. ‘Apa

iya? Biasa saja‘.

(23) Siswa: Iya bu. Itu yang berkisah

tentang sahabat yang selalu bersama-

sama.

Guru: Ya sudah. Arti seorang

sahabat. Siapa yang mau pentas?

Daripada ditunjuk bu guru nanti

tidak menjiwai.

(24) Siswa 1: Uwis nggarap tugase Bu

Guru? Aku ndelok. ‗Sudah

mengerjakan tugas dari Bu Guru?

Saya lihat‘

Siswa 3: Uwis i. ‗Sudah tuh.‘

Siswa 1: Jawabanmu kok okeh-okeh

men. ‗Jawaban kamu kok banyak

sekali‘

Siswa 3: Jik okeh nggone si Zacky. ‗Masih banyak kepunyaan Zacky‘.

(25) Siswa 2: Kowe kan baik. Kamu kan

baik‘

Page 12: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

54

Siswa 3: Halah, yo nek bener

jawabane. ‘Halah, ya kalau benar

jawabannya’

(26) Siswa 3: Nek lagi gelem nulis ya

ngono kuwi, biasane nek lagi wegah

nulis ya elek. Kalau sedang niat

menulis ya begitu, biasanya kalau

sedang malas ya jelek‘

Data (22) kalimat Mosok? Biasa

wae. ‘Apa iya? Biasa saja‘.. Siswa 2

menunjukkan sifat kerendahhatian

agar tidak dianggap sombong oleh

siswa 1. Penutur menganggap bahwa

aktingnya biasa saja dan tidak merasa

jago akting seperti yang dikatakan

oleh mitra tutur.

Data (23) kalimat Ya sudah. Arti

seorang sahabat. Konteks tuturan

kalimat itu adalah ketika siswa

mengusulkan sebuah judul drama

yang ingin dimainkan, selain yang

ditawarkan oleh guru. Guru

menunjukkan sifat kerendahhatiannya

dengan menerima usulan yang

disampaikan oleh siswa walaupun di

luar yang ditawarkannya.

Data (24) kalimat Jik okeh

nggone si Zacky. ‗Masih banyak

kepunyaan Zacky‘. Siswa 3

menunjukkan sikap rendah hati agar

tidak dianggap sombong atau

mengunggulkan dirinya sendiri. Ia

menganggap tugas yang dikerjakannya

sedikit, masih ada yang lebih banyak

daripada yang dikerjakannya.

Data (25) kalimat Halah, ya nek

bener jawabane. ‘Halah, ya kalau

benar jawabannya’. Siswa 3

menunjukkan sikap rendah hati

dengan menolak dikatakan baik hati

oleh siswa 2 menggunakan kalimat

yang tidak langsung merujuk pada

penolakan. Siswa 3 menganggap

bahwa jawaban yang dikerjakannya

belum tentu benar.

Data (26) kalimat Nek lagi gelem

nulis ya ngono kui, biasane nek lagi

wegah nulis ya elek. ‗Kalau sedang

niat menulis ya begitu, biasanya kalau

sedang malas ya jelek‘. Konteks

tuturan ketika siswa memuji tulisan

siswa 3 yang bagus. Siswa 3

menunjukkan sikap rendah hati

dengan menganggap bahwa tulisannya

seringkali berbeda, bergantung sedang

malas atau tidak.

Berdasarkan analisis tersebut

dapat disimpulkan bahwa maksim

kerendahhatian menekan keunggulan

pada diri sendiri. Rendah hati

menunjukkan sifat yang tidak

sombong. Penutur tidak mau dianggap

sombong karena sudah dipuji oleh

mitra tutur. Bentuk kerendahhatian

dalam penelitian ini berupa menolak

atau tidak mengiyakan pujian yang

diberikan oleh mitra tutur.

Maksim Kesepakatan

Terdapat dua puluh data maksim

kesepakatan yang ditemukan dalam

penelitian ini. Namun, hanya lima data

yang dianalisis karena terdapat

persamaan. Data maksim kesepakatan

ini merupakan temuan paling banyak.

Hal tersebut terjadi karena proses

pembelajaran bersifat formal sehingga

menyebabkan siswa dan guru

memiliki banyak kecocokan. (27) Guru: Yang terbaik untuk menjadi

tokoh-tokohnya apakah yang laki-

laki harus menjadi tokoh laki-laki

atau menyesuaikan?

Siswa: Menyesuaikan saja, Bu.

(28) Guru: Masalah drama, tadi apa yang

sulit ketika memainkan drama?

Siswa: Penghayatan.

Guru: Penghayatan. Masih

kurang ya karena kita baru

membaca dan belum menghayati.

(29) Siswa 1: Betah ya nek nang kene

enek guru ayu. ‗Betah ya kalau di

sini ada guru cantik‘

Page 13: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)

55

Siswa 2: Ya betah, gelem aku yoan

nek diwulang guru ayu terus. Dadi

semangat mangkat sekolah. ‘Ya

betah, aku mau kalau diajar oleh

guru yang cantik terus. Jadi

semangat berangkat sekolah‘

(30) Guru: Ya namanya Bu Guru sudah

sepuh. Tidak seperti kalian yang

ingatannya masih tajam. Ben ndang

diganti karo Mbak Rizki sing jik

enom, ayu. ‗Biar cepat diganti oleh

Mbak Rizki yang masih muda,

cantik‘

Siswa: Setuju, Bu. (tertawa).

(31) Guru: Ya sudah, pertemuan

berikutnya Bu Guru adakan ulangan

harian materinya drama. Semuanya

dipelajari, kan bu guru sudah

menjelaskan di pertemuan kemarin.

Di samping itu, kalian juga sudah

ada bukunya bisa dipelajari sendiri,

bisa dibaca-baca sendiri.

Siswa: Iya, Bu.

Data (27) kalimat Menyesuaikan

saja, Bu. Terjadi kesepakatan antara

siswa dan guru. Siswa menyepakati

untuk tokoh yang akan diperankan,

yaitu perempuan boleh memerankan

tokoh laki-laki dan sebaliknya. Pada

percakapan tersebut telah terjadi

kesepakatan antara kedua belah pihak.

Data (28) kalimat Penghayatan.

Masih kurang ya karena kita baru

membaca dan belum menghayati.

Kesepakatan terjadi antara guru dan

siswa. Guru merasa cocok dengan

kurangnya penghayatan ketika siswa

memerankan drama.

Data (29) kalimat Ya betah,

gelem aku yoan nek diwulang guru

ayu terus. Dadi semangat mangkat

sekolah. ‘Ya betah, aku mau kalau

diajar oleh guru yang cantik terus. Jadi

semangat berangkat sekolah‘. Jawaban

tersebut menunjukkan adanya

kecocokan maksud yang disampaikan

oleh siswa 1 dan menandakan adanya

kesamaan rasa senang jika diajar oleh

guru yang cantik sehingga

kesepakatan antara keduanya tampak

pada jawaban yang dituturkan oleh

siswa 2.

Data (30) kalimat Setuju, Bu.

(tertawa). Jawaban tersebut

menunjukkan adanya kecocokaan

maksud yang disampaikan oleh guru.

Hal itu menandakan adanya kesamaan

pikiran antara guru dan siswa.

Kesepakatan antara keduanya tampak

pada jawaban yang dituturkan oleh

siswa. Siswa menjawab setuju dengan

diiringi tawa yang bermaksud agar

menjadi hal yang lucu sehingga tidak

menyinggung hati gurunya.

Data (31) kalimat Iya, Bu.

Jawaban tersebut menunjukkan

adanya kecocokan maksud yang

disampaikan oleh guru berupa ulangan

harian yang akan diadakan pada

pertemuan selanjutnya dan

kesepakatan keduanya tampak pada

jawaban yang dituturkan oleh siswa.

Berdasarkan analisis tersebut

dapat disimpulkan bahwa maksim

kesepakatan terjadi ketika kedua belah

pihak, yaitu penutur dan mitra tutur,

merasa cocok atau terjadi persetujuan

mengenai apa yang di bicarakan.

Dalam penelitian ini, terjadi banyak

kecocokan antara siswa dan guru

karena pembelajaran bersifat formal

sehingga banyak terjadi kesepakatan

antara keduanya.

Maksim Kesimpatian

Terdapat tujuh data maksim

kesimpatian yang ditemukan dalam

penelitian ini. Maksim kesimpatian

banyak muncul pada tuturan siswa ke

siswa daripada guru ke siswa atau

sebaliknya. Hal tersebut terjadi

karenan pembelajaran yang dilakukan

terlalu fomal.

Page 14: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

56

(32) Siswa: Sudah membaik, Bu, katanya.

Guru: Alhamdulillah kalau sudah

membaik.

(33) Siswa: Sakit tipes katanya, Bu.

Guru: Astagfirullah, kalau sudah

tiga hari tidak masuk harus

ditengok sebagai temannya.

Baik anak-anak. Masih mau ramai?

(34) Siswa 2: Nirun wae Mencontek saja‘

Siswa 3: Iya, niruna. Mesakne aku

nek ora entuk nilai engko. ‗Ya

menconteklah. Saya kasihan kalau

nanti tidak mendapat nilai‘.

(35) Siswa 2: Tenggorokanku lara banget

‗Tenggorokanku sakit sekali‘.

Siswa 1: Lha gene? ‗Kenapa‘?

(36) Siswa 2: Gak ngerti yoan. ‘Tidak

tahu juga‘

Siswa 1: Paling sih pancingen,

ngombe Lasegar. ‘Mungkin hanya

panas dalam, minum lasegar‘

(37) Siswa 1: Paling sih pancingen,

ngombe lasegar. ‘Mungkin hanya

panas dalam, minum Lasegar‘.

Siswa 3: Iki emang lagi usum sih

masuk angin. ‘Ini memang sedang

musim masuk angin‘

(38) Siswa 2: Gek-gek aku yo meh masuk

angin. ‗Jangan-jangan aku juga akan

masuk angin‘

Siswa 3: Ora, ora, engko ndang

diombeni Lasegar mari. ‘Tidak,

tidak, nanti minum Lasegar cepat

sembuh.‘

Data (32) kalimat Alhamdulillah

kalau sudah membaik. Konteks

tuturan terjadi ketika guru mengabsen

salah satu siswa yang tidak masuk

karena sakit demam berdarah.

Kemudian, guru menanyakan

bagaimana keadaannya dan siswa

menjawab bahwa temannya sudah

membaik. Guru mengucapkan rasa

syukur sebagai tanda kepeduliannya

kepada anak didiknya yang sedang

sakit. Kepedulian tersebut

menandakan adanya maksim

kesimpatian dalam percakapan

tersebut.

Data (33) kalimat Astagfirullah,

kalau sudah tiga hari tidak masuk

harus ditengok sebagai temannya.

Konteks tuturan terjadi ketika guru

mengabsen siswa dan ada yang tidak

masuk karena sakit tipes. Guru ikut

merasa bersedih karena salah satu

anak didiknya sedang sakit dengan

menuturkan astagfirullah. Guru juga

menganjurkan siswa-siswa untuk

menengoknya jika temannya sudah

tiga hari tidak masuk sekolah sebagai

tanda kepeduliannya terhadap anak

didiknya yang sedang sakit. Maksim

kesimpatian tampak pada tuturan yang

disampaikan oleh guru tersebut.

Data (34) kalimat Iya, niruna.

Mesakne aku nek ora entuk nilai

engko. ‗Ya, menconteklah‘. Saya

kasihan kalau nanti tidak mendapat

nilai.‘ Konteks tuturan terjadi ketika

siswa 2 hendak mencontek pekerjaan

rumah temannya. Kemudian, siswa 3

memberikannya karena merasa

kasihan jika nanti tidak mengerjakan

dan tidak mendapatkan nilai.

Kepedulian tersebut menandakan

adanya maksim kesimpatian yang

tampak pada tuturan yang

disampaikan oleh siswa 3.

Data (35) kalimat Lha gene?

‘Kenapa‘. Konteks tuturan ketika

siswa 2 mengeluh tenggorokannya

sakit karena panas dalam. Maksim

kesimpatian tampak pada tuturan yang

disampaikan siswa 1, yakni

menanyakan sebab tenggorokan

temannya sakit. Kepedulian berupa

pertanyaan tersebut menandakan

adanya maksim kesimpatian.

Data (36) kalimat Paling sih

pancingen, ngombe Lasegar.

‘Mungkin hanya panas dalam, minum

Lasegar‘. Konteks tuturan ketika siswa

2 mengeluh tenggorokannya sakit

karena panas dalam. Siswa 1

Page 15: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)

57

menganjurkan agar siswa 2 meminum

Lasegar agar tenggorokannya tidak

terasa sakit lagi. Perhatian yang

diberikan siswa 1 menandakan

kepedulian terhadap keadaan siswa 2

yang merasa sakit tenggorokan.

Kepedulian tersebut menandakan

adanya maksim kesimpatian.

Data (37) kalimat Iki emang lagi

usum sih masuk angin. ‗Ini memang

sedang musim masuk angin‘. Selain

siswa 1 yang peduli dengan keadaan

siswa 2, Siswa 3 juga mempedulikan

keadaan siswa 2 dengan memberikan

pernyataan bahwa sedang musim

masuk angin. Secara tidak langsung

siswa 2 memberi tahu bahwa keadaan

tersebut gejala masuk angin. Kepedulian

berupa kalimat berita tersebut

menandakan adanya maksim kesimpatian.

Data (38) kalimat Ora, ora, engko

ndang diombeni Lasegar mari. ‘Tidak,

tidak, nanti minum lasegar cepat

sembuh‘. Konteks tuturan ketika siswa

2 berpikiran jika hal tersebut gejala

masuk angin. Siswa 3 memberikan

penolakan jika hal tersebut tidak akan

terjadi jika siswa 2 mau meminum

Lasegar agar keadaannya tidak

semakin parah. Kepedulian tersebut

menandakan adanya maksim kesimpatian.

Berdasarkan analisis tersebut

dapat disimpulkan bahwa maksim

kesimpatian memiliki fungsi unntuk

memberikan rasa hormat kepada mitra

tutur, baik dalam keadaan senang

maupun sedih, sebagai bentuk

kepedulian kepada mitra tuturnya.

Kesimpatian banyak ditemukan pada

tuturan antarsiswa karena pada saat

pembelajaran terlalu formal.

Kesimpatian diberikan sebagai rasa

kepedulian guru ke siswa maupun

siswa ke siswa.

Faktor yang Memengaruhi

Kesantunan Berbahasa

Bentuk kesantunan berbahasa yang

dituturkan oleh siswa terhadap guru

maupun terhadap siswa yang lain tentu

tidak terlepas dari adanya faktor yang

memengaruhinya.. Faktor yang

memengaruhi tersebut terdiri atas

tempat dan situasi tutur, peserta tutur,

tujuan tutur, serta sarana tutur.

Tempat dan Suasana Tutur

Tempat dan suasana tutur

memengaruhi kesantunan berbahasa

siswa dalam berinteraksi di

lingkungan madrasah. Hal tersebut

tampak pada percakapan berikut ini. Siswa : Sudah membaik, Bu, katanya.

Guru : Alhamdulillah kalau sudah

membaik.

Pada peristiwa tutur tersebut

tampak siswa menggunakan bahasa

baku untuk berkomunikasi dengan

guru karena berada di kelas dan pada

situasi yang formal. Berbeda dengan

peristiwa tutur berikut ini. Siswa 1: Uwis nggarap tugase Bu Guru?

Aku ndelok. ‗Sudah

mengerjakan tugas dari Bu

Guru? Saya (mau) melihat‘

Siswa 3: Uwis i. ‗Sudah tuh‘

Siswa 1: Jawabanmu kok okeh-okeh men.

‗Jawaban kamu kok banyak

sekali‘

Siswa 3: Jik okeh nggone si Zacky ‗Masih

banyak kepunyaam Zacky‘

Pada peristiwa tutur tersebut

tampak siswa 1 dan siswa 3 sebagai

mitra tutur. keduanya merupakan

teman sebaya dan keduanya memiliki

keakraban. Terlihat pada peristiwa

tutur itu partisipan tutur menggunakan

bahasa Jawa dalam berkomunikasi.

Hal tersebut dikarenakan tuturan

terjadi di kelas dan sedang dalam

Page 16: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

58

keadaan santai serta keduanya

merupakan teman sebaya. Dapat

disimpulkan bahwa tempat dan

suasana tutur memengaruhi

kesantunan berbahasa siswa MTs

Negeri 4 Sragen dalam berinteraksi

dengan mitra tuturnya.

Peserta Tutur

Peserta tutur memengaruhi kesantunan

berbahasa siswa dalam berinteraksi di

lingkungan madrasah. Hal tersebut

tampak pada percakapan berikut. Siswa : Iya, Bu. Itu yang berkisah tentang

sahabat yang selalu bersama-

sama.

Guru : Ya sudah. Arti seorang sahabat.

Siapa yang mau pentas? Daripada

ditunjuk Bu Guru nanti tidak

menjiwai.

Pada peristiwa tutur tersebut

tampak pengaruh dari faktor peserta

tutur berupa bahasa yang digunakan

penutur bersifat formal. Siswa

menggunakan bahasa formal untuk

berbicara kepada guru, begitu juga

sebaliknya. Hal tersebut dipengaruhi

oleh mitra tutur yang merupakan

seorang guru. Berbeda dengan

penggalan peristiwa tutur berikut ini. Siswa 2 : Tulisanmu apik. ‗Tulisanmu

bagus‘

Siswa 3 : Nek lagi gelem nulis yo ngono

kui, biasane nek lagi wegah

nulis yo elek. ‗Kalau sedang

niat menulis ya begitu, biasanya

kalau sedang malas ya jelek‘

Pada peristiwa tutur tersebut

terlihat bahwa bahasa yang digunakan

bersifat nonformal. Hal itu

dipengaruhi oleh mitra tutur yang

merupakan teman sebaya dan sudah

sewajarnya menggunakan bahasa yang

tidak baku.

Tujuan Tutur

Tujuan tutur memengaruhi kesantunan

berbahasa siswa dalam berinteraksi di

lingkungan madrasah. Hal tersebut

tampak pada percakapan berikut ini. Siswa 1 : Kowe dha nggarapa.

‗Silakan kalian mengerjakan‘

Siswa 2 : Rawurung gak tau

dicocokke, marai males.

‘Lagi pula tidak pernah

dicocokkan, menyebabkan

malas‘

Siswa 3 : Lha engko nek ujug-ujug

dicocokke piye? ‘Nanti kalau

tiba-tiba dicocokkan

bagaimana‘

Pada peristiwa tutur tersebut

terlihat bahwa tujuan tutur yang

disampaikan siswa 2 menunjukkan

bahwa bahasa yang digunakan

langsung tanpa basa-basi. Tujuan

tuturan tersebut adalah siswa 2 merasa

malas mengerjakan tugas karena

sering tidak dicocokkan. Menghadapi

kondisi yang demikian, siswa 3

memberikan respons kepada siswa 1

kalau tiba-tiba dicocokkan bagaimana

yang berarti siswa 3 menyarankan

untuk mengerjakan untuk berjaga-

jaga.

Sarana Tutur

Sarana tutur, memengaruhi

kesantunan berbahasa siswa dalam

berinteraksi di lingkungan madrasah.

Sarana tutur yang memengaruhi

kesantunan berbahasa siswa dalam

berinteraksi di kelas berupa

komunikasi lisan, tulis, dan isyarat.

Hal tersebut tampak pada percakapan

berikut ini. Siswa 2 : Ndang cepet leh nggarap,

dhilit engkas bel istirahat.

‗Yang cepat mengerjakannya,

sebentar lagi bel istirahat‘

Page 17: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Tindak Tutur Kesantunan Siswa … (Rizki Novianti & Elen Inderasari)

59

Siswa 3 : Engko nek ra dadi ya

nggarap nang ngomah wae.

‗Nanti kalau tidak selesai ya

dikerjakan di rumah saja‘

Siswa 2 : Iya wis karepmu sing penting

digarap, sapa ngerti dicocokke.

‘Iya sudah terserah kamu

yang penting dikerjakan,

siapa tahu dicocokkan‘

Pada peristiwa tutur tersebut

sarana tutur yang digunakan oleh

siswa 2 dan siswa 3 termasuk ke

dalam komunikasi lisan. Sarana tutur

memengaruhi kesantunan berbahasa

siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis data mengenai

kesantunan berbahasa dalam proses

pembelajaran Bahasa Indonesia kelas

VIII-G di MTs Negeri 4 Sragen, dapat

disimpulkan bahwa kesantunan

berbahasa yang muncul dalam proses

pembelajaran Bahasa Indonesia adalah

maksim kearifan, kedermawanan,

pujian, kerendahhatian, kesepakatan,

dan kesimpatian. Kesantunan

berbahasa yang sering digunakan

dalam proses pembelajaran adalah

maksim kesepakatan, dengan fungsi

ketika kedua belah pihak yaitu penutur

dan mitra tutur merasa cocok atau

terjadi persetujuan mengenai apa yang

dibicarakan. Terjadi banyak

kecocokan antara siswa dan guru

karena pembelajaran bersifat formal

sehingga terjadi kesepakatan

antarkeduanya.

Faktor yang memengaruhi

terjadinya kesantunan berbahasa

dalam proses pembelajaran bahasa

Indonesia kelas VIII-G MTs Negeri 4

Sragen adalah tempat dan suasana,

peserta tutur, tujuan tutur, serta sarana

tutur.

DAFTAR PUSTAKA

Achsani, Ferdian. 2019. ―Tindak Tutur

Direktif dan Implikatur

Konvensional dalam Wacana

Meme Dilan‖. Imajeri, 1(2), 1–

10.

Brown, P. and Levinson. 1978.

―Universals in Language Usage:

Politeness Phenomen‖. Dalam E.

Goody (ed.), Questionsand

Politeness: Strategies in Social

Interaction, pp. 56—311.

Cambridge Papers in Social

Anthropology 8.

CambridgeUniversity Press

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi

Penelitian Kuantitatif. Jakarta:

Kencana.

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan

Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Cleopatra, Aisyah R.S. 2016.

Kesantunan Berbahasa dalam

Interaksi Jual Beli di Pasar Pekan

Sunggal Kecamatan Medan

Sunggal Kabupaten Deli Serdang

(Kajian Pragmatik). Skripsi pada

Universitas Negeri Medan.

Grice. 1975. ―Logic and Conversation‖ ,

dalam P. Cole and J. J.Morgan, eds.,

Syntax and Semantics III: Speech

Acts. NewYork: Academic Press.

Gunawan, Fahmi. 2013. ―Wujud

Kesantunan Berbahasa

Mahasiswa Terhadap Dosen Di

STAIN Kendari: Kajian

Sosiopragmatik‖. Jurnal Arbitrer.

Vol. 1, No. 1. P. 11.

Inderasari, E., Ferdian, A., dan Bini,

L. (2019). "Bahasa Sarkasme

Netizen dalam Komentar Akun

Instragram Lambe Turah‖.

Page 18: TINDAK TUTUR KESANTUNAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN …

Jalabahasa, Vol. 16, No. 1, Mei 2020, hlm. 43—60

60

Semantik, 8(1), 38–49. https:

//doi.org/10.22460/semantik.vXi

X.XXX.

Inderasari, Elen dan Ferdian Achsani.

2018. ―Strategi Komunikasi

dalam Kesantunan Berbahasa

Komunitas Antarsantri Pondok

Pesantren Al-Hikmah

Sukoharjo‖. Semiotika: Jurnal

Ilmu Sastra dan Linguistik (SL),

Vol. 19, No. 1, 57—66.

Kurniawan, Hendi. S. 2018. Analisis

Kesantunan Berbahasa dalam

Naskah Drama Ar Fakhruddin

Diimplementasikan dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia

di SMA. Skripsi. Program Studi

Pendidikan Bahasa Indonesia

Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-

Prinsip Pragmatik. Jakarta:

Universitas Indonesia Press.

Miles, Matthew B. dan A. Michael

Huberman. 1992. Analisis Data

Kualitatif. Jakarta: Universitas

Indonesia Press.

Mislikhah, St. 2014 ―Kesantunan

Berbahasa‖. Jurnal Ar-Raniry.

Vol. 1, No. 2, 288.

Putri, Febriana Riska, dkk. 2015.

―Kesantunan Berbahasa dalam

Tindak Tutur Direktif Guru pada

Pembelajaran Bahasa Indonesia

di SMA Negeri 15 Padang‖.

Jurnal Bhasa, Sastra dan

Pembelajaran. Vol. 2, No. 1. 87.

Sukmadinata. 2012. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Tarigan, 1986. Menyimak Sebagai

Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Wahidah, Yeni dan Hendriana Wijaya.

2017. ―Analisis Kesantunan

Berbahasa Menurut Leech pada

Tuturan Berbahasa Arab Guru

Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim

Putra Yogyakarta Tahun Ajaran

2016/2017 (Kajian Prgamatik)‖.

Al-Bayan, Vol. 9 (1), 1—2.

Wijana, I Dewa Putu, Muhammad

Rohmadi. 2011. Analisis Wacana

Pragmatik: Kajian Teori dan

Analisis. Surakarta: Yuma

Pustaka.

Yule, George. 2015. Pragmatik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.