55
TERAPI PENGOBATAN PADA TINGKAT MOLEKUL, GEN DAN HERBAL PADA KANKER Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakologi Oleh Wahyu Qur’ana (082310101007) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2010

Terapi Molekuler pada kanker

  • Upload
    ngeyeum

  • View
    1.684

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Terapi Molekuler pada kanker

TERAPI PENGOBATAN PADA TINGKAT MOLEKUL, GEN DAN HERBAL

PADA KANKER

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakologi

Oleh

Wahyu Qur’ana (082310101007)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2010

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Page 2: Terapi Molekuler pada kanker

Penyakit kanker bukanlah penyakit yang baru dikenal, tetapi masih tetap

menantang kita karena meskipun sudah banyak yang diketahui, namun masih

lebih banyak lagi seluk-beluknya yang belum kita ketahui. Sudah banyak sekali

biaya yang dikeluarkan dalam usaha manusia untuk menaklukkan penyakit ini,

terlebih-lebih di negara dimana penyakit kanker menduduki tempat utama dalam

urutan penyebab kematian. Perlu diingat bahwa penyakit kanker bukan penyakit

tunggal, tetapi penyakit yang banyak sekali macamnya. Dapat dikatakan bahwa

sedemikian banyak unsur/sel yang menyusun tubuh kita, sedemikian banyak pula

jenis kanker yang dapat timbul.

Orang awam yang terpelajar mungkin menganggap kanker sebagai

berikut: Penyakit mulai dengan tonjolan yang menyebar dengan menginfiltrasi

jaringan sekitarnya dan dibawa oleh darah dan getah bening ke tempat-tempat

yang jauh. Dirasakan nyeri dan menyebabkan penurunan berat badan banyak.

Umumnya tidak disadari bahwa kanker karena struktur dan asalnya tidaklah

secara intrinsik nyeri. Jaringan kanker tidak mengandung saraf atau ujungujung

saraf perasa. Tetapi memang kanker dapat menimbulkan rasa nyeri, secara tak

langsung, dengan jalan menginvasi atau menekan jaringan sekitar yang memiliki

persarafan, dengan menyebabkan pelebaran bagian saluran pencernaan atau

kandung kencing karena obstruksi yang ditimbulkan atau juga karena menekan

langsung pada sabut-sabut saraf. Maka ciri khas kanker ialah bahwa pada tingkat

dini tidak disertai rasa nyeri, dan nyeri biasanya bukan tanda pertama malahan

kadang-kadang rasa nyeri tidak timbul selama menderita kanker. Demikian juga

penurunan berat badan tidak harus menyertai kanker dan kebanyakan merupakan

gejala stadium lanjut, bukan stadium dini.

Manifestasi pertama kanker dapat berupa hemoragi, batuk-batuk yang

menetap, serangan mirip influensa, gangguan pencernaan, ikterus, kebiasaan

buang air besar/kecil yang abnormal dan banyak lagi gejala dan tanda lain.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana cara mendeteksi awal adanya suatu kanker?

Page 3: Terapi Molekuler pada kanker

2. Bagaimana terapi molekuler penderita kanker serviks?

3. Bagaimana terapi kanker pada tingkat RNA?

4. Bagaimana terapi kanker secara herbal dan menggunakan tanaman apa?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui lebih dini tentang deteksi awal kanker

2. Mengetahui lebih dini keganasan dari kanker

3. Mengetahui terapi kanker mulai dari tingkat gen sampai tingkat molekul

4. Mengetahui terapi herbal dalam terapi kanker

5. Menambah pengetahuan mahasiawa keperawatan dalam mengembangkan

Diagnosa Keperawatan

Page 4: Terapi Molekuler pada kanker

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian kanker serviks

Kanker adalah penyakit di mana ada pertumbuhan sel tubuh secara tidak

normal dan tidak terkontrol sehingga kemudian tampak menjadi “benjolan” yang

disebut ”tumor“. Pertumbuhan tidak normal tersebut dapat terjadi di hampir

semua bagian dan alat tubuh sehingga namanya disesuaikan, misalnya kanker

paru, kanker payudara, kanker usus besar dan sebagainya.

Kanker merupakan tumor ganas yang tumbuh akibat pembelahan sel yang

tidak normal dan tidak terkontrol. Pertumbuhan itu bisa menyebar ke bagian lain

dan tubuh melalui sistem limfe atau aliran darah, sehingga pembelahan sel

abnormal tersebut berpotensi menyebabkan kanker ganas yang berpengaruh besar

pada kesehatan.

a. Asal kanker

Sel kanker yang menimbulkan koloni sel-sel kanker dapat timbul di setiap

tempat di tubuh, pada setiap saat, dari sel yang dapat berproliferasi. Sel yang tidak

dapat berproliferasi tidak dapat menimbulkan kanker. Meskipun neoplasma dapat

timbul dalam daerah yang secara histologik tampak normal, biasanya ada tanda-

tanda yang menunjukkan kelainan tumbuh sebelumnya, misalnya hipoplasia,

Page 5: Terapi Molekuler pada kanker

hiperplasia, metaplasia atau displasia yang berarti perubahan pola, dan dalam hal

demikian perubahan neoplastiknya dapat secara tiba-tiba atau bertahapan. Diakui

bahwa belum banyak yang diketahui mengenai stadium terdini kanker, tetapi

beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebabnya antaranya ialah:

1. faktor kimia

a. eksogen

hydrokarbon polisiklik aromatik

senyawa azo

amine aromatik

nitrosamine

urethane

b. endogen

hormon (terutama estrogen)

cholesterol

2. faktor fisika

a. radiasi ion

b. radiasi U.V

c. terbakar (luka)

3. genetik

a. abnormalitas khromosom

b. defek genetik

4. virus

a. leukimia dan limfosarkoma pada mencit, unggas dan ternak

b. papillomatosis

c. tumor mamma pada mencit

d. tumor ginjal pada katak

e. fibroma pada kelinci

b. Penyebab kanker

Tumor terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak adalah

pertumbuhan sel abnormal yang tidak melewati batas jaringan. Sedang tumor

Page 6: Terapi Molekuler pada kanker

ganas yang umumnya merupakan penyebab kanker adalah pertumbuhan sel

abnormal yang meluas keluar jaringan asal - itulah yang disebut kanker. 

Gambar 1. Karsinogenesis atau proses terjadinya kanker. Tampak proses dimulai dengan perubahan sederhana yang seringkali berubah menjadi tumor jinak hingga akhirnya menjadi tumor ganas atau kanker.

Sel kanker dapat lepas dari sel kanker asal (primary cancer atau kanker

primer) melalui aliran darah atau saluran limfatik dan menyebar ke bagian tubuh

lain. Apabila sel tersebut mencapai bagian lain (menyebar) dari tubuh dan

berkembang membentuk tumor baru di bagian itu disebut tumor sekunder

(secondary tumor) atau metastasis.

Page 7: Terapi Molekuler pada kanker

 

Page 8: Terapi Molekuler pada kanker
Page 9: Terapi Molekuler pada kanker

Gambar 2. Cara kanker menyebar atau bermetastasis.tampaksel-sel kanker yang menembus batas jaringan menyebar secara lokal dan akhirnya melalui permebuluh darah atau limfatik menyebar ke bagian-bagian yang jauh dari tempat asalnya (“metastasis jauh”).

 

Kadang-kadang sel-sel induk darah di sumsum tulang juga dapat

memperbanyak diri secara tidak wajar, dan dikenal sebagai kanker darah

(leukemia), myeloma multipel  dan limfoma malignum.

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Deteksi dini kanker

Infeksi protozoa, jamur dan bakteri tidak potensial onkogenik sehingga

penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai penyebab yang

penting. Tidak semua virus dikatakan dapat menyebabkan kanker, tetapi paling

tidak, dikenal kurang lebih 150 juta jenis virus yang diduga memegang peranan

atas kejadian kanker pada binatang, dan sepertiga di antaranya adalah golongan

virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu

ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi

sel.

Pemeriksaan dini a. Sitologi

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat

bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90%

bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-

sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus

genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel serviks

merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam

keadaan sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang

Page 10: Terapi Molekuler pada kanker

tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat

didiagnosis secara histologik. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan

yang representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik, serta tentu saja interpretasi

yang tepat. Enam puluh dua persen kesalahan disebabkan karena pengambilan

sampel yang tidak adekuat dan 23 % karena kesalahan interpretasi. Supaya ada

pengertian yang baik antara dokter dan laboratorium, maka informasi klinis

penting sekali. Dokter yang mengirim sediaan harus memberikan informasi klinis

yang lengkap, seperti usia, hari pertama haid terakhir, macam kontrasepsi (bila

ada), kehamilan, terapi hormon, pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sito-

logi sebelumnya, dan data klinis yang meliputi gejala dan hasil pemeriksaan

ginekologik. Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto- dan endoserviks.

NIS lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi

sangat penting dan harus tampak dalam sediaan. Bila komponen endoserviks saja

yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS kira-kira 5%. Untuk

mendapatkan informasi sitologi yang baik dianjur-kan melakukan beberapa

prosedur. Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam; spekulum yang

dipakai harus kering tanpa pelumas. Komponen endoserviks didapat dengan

menggunakan ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi, sedangkan

komponen ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang tumpul. Sediaan segera

difiksasi dalam alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim (bisa melalui pos) ke

laboratorium sitologi terdekat.

b. Kolposkopi

Peranan tes Pap tidak diragukan lagi sebagai metode yang paling praktis

dalam skrining kanker. Pemeriksaan tes Pap abnormal harus didukung oleh

pemeriksaan histopatologik sebelum melakukan terapi definitif. Biopsi yang

dilakukan secara buta sering memberikan hasil negatif palsu. Di lain pihak

prosedur konisasi yang hanya didasari oleh hasil peme-riksaan sitologi abnormal,

merupakan tindakan operasi yang sebenarnya tidak perlu. Dalam dekade terakhir

peranan kolposkopi untuk diagnosis dini kanker servisk meningkat dengan pesat.

Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang

Page 11: Terapi Molekuler pada kanker

dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber

cahaya di dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai

perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai

perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan

biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks. Hampir semua

NIS terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah yang terbentuk akibat proses

metaplasia. Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga

biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan kol-

poskopi bukan untuk membuat diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan

di mana biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi

ketepatan diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%.

c. Biopsi

Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika SSK terlihat seluruhnya dengan

kolposkopi. Jika SSK tidak terlihat seluruh-nya atau hanya terlihat sebagian

sehingga kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh

jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat

biopsi harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10 %.

d. Konisasi

Konisasi serviks merupakan salah satu pendeteksi pada tes kanker serviks.

Konisasi ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga

yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai

sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu

dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan

pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak

dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan

dengan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100 ml) dan eksisi

dilakukan di luar daerah dengan tes positif (daerah yang tidak berwarna oleh

larutan lugol). Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-keadaan

sebagai berikut :

Page 12: Terapi Molekuler pada kanker

1. Proses dicurigai berada di endoserviks

2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi

3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen

4. Biopsy

5. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.

e. Hybrid Capture II System

Protein E6 dan E7 merupakan vektor pembawa karsinogen dari HPV yang

dapat menyebabkan pertumbuhan sel tidak normal yang disebut displasia,

displasia inilah yang berkembang menjadi kanker. Kanker serviks 90% berasal

dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% berasal dari sel kelenjar

penghasil lender pada saluran servikal yang menuju uterus. Sel yang terinfeksi

HPV akan menyebabkan metabolisme sel menjadi tidak normal sehingga

mengakibatkan perubahan sel normal menjadi sel yang abnormal. Para dokter

menyebut sel abnormal tersebut sebagai pra-kanker sedangkan perubahan awal

pra-kanker pada permukaan sel disebut displasia atau lesi intra epithelial

squamosa. Pencegahan kanker, salah satunya kanker serviks, yaitu dengan

pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan Primer yaitu dengan mencegah

terjadinya infeksi HPV melalui vaksinasi. Pencegahan sekunder melalui deteksi

dini dengan metode Pap Smear, kolposkopi, pendeteksian DNA virus dengan

teknik PCR dan Hybrid Capture-II. Pap Smear merupakan teknik yang paling

mudah dilakukan dengan melihat perubahan sel-sel epitelium serviks. Infeksi

HPV dapat merusak atau mengubah susunan sel-sel epitelium serviks; perubahan

inilah yang dideteksi menggunakan Pap smear.

Teknik Pap smear kurang efektif karena bisa meragukan. Teknik deteksi

DNA virus dengan menggunakan perangkat HC-II. HC-II merupakan teknologi

terbaru di bidang biologi molekuler sehingga dapat melengkapi tes sitologi Pap

smear dan dapat membantu diagnosis dokter. sebagai pelengkap Pap smear untuk

Page 13: Terapi Molekuler pada kanker

mengetahui tingkat akurasi sel-sel epitelium tersebut; apakah benar-benar

terinfeksi HPV atau hanya terinfeksi bakteri.

Prinsip kerja HC-II adalah melakukan hibridisasi DNA, DNA virus akan

terikat oleh probe sehingga terbentuk ikatan DNA virus dengan probe yang

merupakan RNA. Ikatan yang terbentuk disebut hibrid DNA : RNA. Hibrid

DNA : RNA akan terikat oleh antibodi spesifik yang ada di dalam sumur

microplate. Ikatan antibodi dengan hibrid DNA : RNA akan bereaksi akan

menghasilkan sinyal amplifikasi dalam bentuk emisi cahaya. Emisi cahaya diukur

oleh luminometer menghasilkan nilai RLU (Relative Light Unit). Nilai RLU inilah

yang akan menentukan apakah pasien tersebut terinfeksi atau tidak oleh HPV. Tes

DNA HPV menggunakan perangkat HC-II memiliki keakuratan yang lebih tinggi

dibandingkan teknik lainnya, selain karena dilengkapi oleh teknik komputerisasi,

juga karena HC-II memiliki nilai sensitivitas 98%, nilai spesifisitas 98%, dan nilai

prediksi negatif 99% sehingga kemungkinan kesalahan diagnosis negatif palsu

sangat kecil.

Prinsip kerja HC-II hibridisasi antibodi adalah menggunakan pendeteksian

chemiluminescent. Hibridisasi antara DNA virus dengan probe RNA

menghasilkan DNA-RNA hybrid yang ditangkap oleh antibodi di dalam sumur

microplate yang kemudian akan bereaksi dengan antibodi ke dua yang

dikonjugasikan dengan alkaline phosphate. Antibodi ke dua ini bertindak sebagai

sinyal amplifikasi; makin banyak hibrid DNA-RNA yang tertangkap pada dinding

capture plate, makin banyak pula antibody kedua yang dapat mengenali hibrid

DNA-RNA. Kuantitas antibodi yang terikat pada hibrid DNA-RNA diukur

dengan menambahkan zat chemiluminescent atau 1,2-dioxetan. Intensitas cahaya

yang dipancarkan menandakan ada atau tidaknya DNA target dalam sampel.

Cahaya berasal dari dioxetan yang memiliki waktu paruh singkat dan memiliki

reaksi oksidasi intermediet yang tidak stabil. Alkaline phosphatase

mendefosforilasi substrat adamantil-1,2-dioxetan fosfat secara hidrolitik

membentuk anion yang metastabil. Sifat metastabil inilah yang membuat anion

akan terfragmentasi membentuk adamantanone dan anion metil-m-oksibenzoat.

Anion metil-m-oksibenzoat yang tereksitasi akan mengemisikan sinar dengan

Page 14: Terapi Molekuler pada kanker

panjang gelombang 447 nm. Cahaya yang dihasilkan dari reaksi pemutusan

substrat chemiluminescent oleh alkaline phosphatase kemudian dideteksi oleh

luminometer dan diinterpretasikan dalam satuan RLU oleh luminometer yang

sebanding dengan l pglmL kontrol positif DNA HPV tipe 16 dan 5000 genom

HPV. Penentuan nilai positif uji DNA HPV didasarkan pada perbandingan sampel

dengan rata-rata triplikasi RLU kontrol positif (RLU/PC). Jika perbandingan

RLU/PC (relative light unit/posirif kontrol) melebihi nilai ambang positif maka

spesimen dinyatakan positif terhadap tes DNA HPV. Nilai positif palsu artinya tes

DNA HPV positif tetapi setelah melalui pengujian lain seperti kolposkopi, IVA,

dan Pap smear ternyata tidak ditemukan kelainan yang mengacu pada kanker

serviks. Penentuan konsentrasi ambang DNA HPV yang akan berpeluang

terbentuknya kanker serviks adalah sangat penting. Digene menetapkan nilai

ambang positif sebesar 1.0 RLU/PC. Infeksi HPV ke dalam luka berlangsung

antara 8 sampai 12 minggu. Infeksi HPV dipengaruhi faktor usia dan kondisi

system imunitas pasien, kedua faktor ini juga mempengaruhi nilai positif palsu.

Nilai positif palsu menurun sampai tiga kali lipat untuk pasien yang berusia di

atas 30 tahun jika dibandingkan dengan pasien yang berusia di bawah 30 tahun.

Wanita berusia dibawah 30 tahun cenderung memiliki sistem imunitas yang cukup

untuk mengurangi infeksi HPV, sedangkan wanita berusia di atas 30 tahun

cenderung mengalami infeksi HPV yang persisten atau menetap. Infeksi HPV

yang bersifat laten dapat berkembang menjadi dysplasia (kelainan) pada sel epitel

serviks. Peluang terjadinya dysplasia sel epitel serviks lebih besar apabila

penderita mengalami imunosupresi, misalnya orang yang terinfeksi HIV akan

lebih mudah terinfeksi HPV karena infeksi HIV dan HPV sama-sama ditularkan

melalui aktivitas seksual. Penurunan sistem imunitas akibat infeksi HIV akan

memudahkan infeksi virus HPV. Selain itu faktor lain misalnya kebiasaan

merokok, penggunaan kontrasepsi oral, dan terinfeksi penyakit menular seksual

lainnya akan meningkatkan peluang terjadinya kanker serviks yang bersifat

invasif .

Page 15: Terapi Molekuler pada kanker

3.2 Terapi molekuler pada kanker

Dalam terapi kanker pada tingkat molekular, dikenal tiga kategori gen

sebagai target. Kategori pertama adalah onkogen, yang menstimulasi

perkembangan sel melalui daur sel (cell cycle) yaitu serangkaian peristiwa

meliputi pembesaran sel, replikasi DNA dan pembelahan sel, serta pemindahan

set gen yang lengkap pada sel anak. Kategori lain adalah gen yang membatasi

perkembangan tersebut yang disebut sebagai gen penekan atau supresor tumor.

Kategori ketiga adalah kelompok gen yang mengatur replikasi dan repair dari

DNA. Kebanyakan tumor disebabkan oleh terjadinya mutasi pada satu atau lebih

dari ketiga kategori gen tersebut.

a. Onkogen: Mengaktifkan kanker

Onkogen adalah versi mutan dari gen normal, yang memicu pertumbuhan sel.

Gen pada sel normal yang dapat berubah menjadi onkogen aktif akibat mutasi,

disebut proto onkogen. Mutasi mampu mengubah proto onkogen menjadi

onkogen aktif. Perbedaan antara onkogen dan gen normal kadang kala tidak

terlihat. Protein mutan dari mana asal onkogen muncul dapat berbeda hanya

dengan satu asam amino tunggal dari versi yang sehat. Jadi hanya dengan satu

perubahan tunggal telah dapat mengubah fungsi protein. Kanker pada umumnya

terjadi apabila terdapat mutasi pada gen ras. Sekitar 20-30% dari kanker pada

manusia mengandung satu gen ras yang abnormal. Protein yang dikode oleh gen

ras (disebut sebagai protein ras) pada umumnya bertindak sebagai tombol

penyambung di dalam rangkaian isyarat atau pesan yang memerintahkan sel untuk

membelah, sebagai respon dari pengiriman stimulasi pada gen ras dari luar sel.

Aktivasi terjadi pada rangkaian isyarat yang non aktif. Dengan tidak adanya pesan

dari luar sel, protein ras akan tetap dalarn keadaan tidak aktif (dalam posisi off).

Protein ras yang termutasi bertindak seperti tombol penekan yang selalu dalam

posisi on, sehingga secara kontinu memberi informasi yang salah pada sel, yaitu

menginstruksikannya untuk membelah pada saat yang tidak seharusnya

membelah. Dari pengamatan ini dapat diperkirakan bahwa senyawa yang dapat

memblok aksi protein ras mutan mungkin efektif sebagai senyawa anti kanker

Page 16: Terapi Molekuler pada kanker

(senyawa pemblok semacam ini disebut antagonis). Masalahnya adalah

bagaimana protein ras mutan dapat diinaktivasi. Salah satu jawaban penting

adalah apabila kita dapat memahami bagaimana protein ras dibuat. Di awal

pembentukannya, molekul ras secara fungsional tidak aktif (immature). Prekursor

ini harus mengalami modifikasi secara biokimiawi untuk menjadi mature

sehingga menjadi aktif. Kemudian protein ras menyerang bagian permukaan sel

atau bagian luar membran yang selanjutnya akan berinteraksi dengan protein

selular untuk menstimulasi pertumbuhan sel. Perubahan terjadi pada salah satu

ujung dari prekursor ras, tempat enzim bekerja dalarn suatu daerah yang disebut

sebagai box CAAX. Modifikasi dapat terjadi dalam tiga tahap (Gambar 2).

Tahap yang paling kritis adalah tahap awal yang disebut sebagai

stepfarnesylation. Pada tahap ini 15 atom karbon ditambahkanpada prekursor.

Suatu enzim spesifik bernama farnesyltransferase mengkatalisis reaksi tersebut.

Gambar 2. Berawal dari protein ras yang tidak aktif (sebagai precursor yang tidak aktif).

Pematangan (maturation) terjadi dalam tiga tingkat. Sesaat setelah protein ras termodifikasi,

protein ras dapat berinteraksi dengan protein lain dan menstimulasi pertumbuhan sel. Obat

yang dapat menghambat reaksi farnesylation sehingga mencegah protein ras menjadi aktif

dapat menghentikan sel tumor membelah.

Salah satu strategi untuk memblok aktivitas protein ras adalah

menginhibisi enzim sehingga modifikasi dapat dicegah. Para peneliti telah

mencoba berbagai inhibitor. Pada kultur sel, inhibitor memblok maturasi dari

protein ras. Uji pada hewan percobaan juga memberikan hasil yang

Page 17: Terapi Molekuler pada kanker

menggembirakan, yang memperlihatkan bahwa inhibitor farnesyltransferase

mencegah pembentukan tumor baru oleh protein ras yang abnormal. Salah satu

hal yang menguntungkan adalah inhibitor farnesyltransferase bekerjanya sangat

spesifik. Obat ini tidak mempengaruhi baik sel yang normal maupun sel yang

ditransformasi oleh onkogen lain. Dengan spesifisitas yang tinggi; diharapkan

bahwa efek sampingnya akan sangat minimal. Beberapa dari inhibitor yang

diberikan dengan dosis tertentu telah dapat mengeliminasi preexisting atau bakal

tumor. Pada hewan percobaan terlihat bahwa inhibisi terjadi tanpa menyebabkan

toksisitas pada sel normal. Daerah lain dari onkogen yang siap dijadikan sasaran

zat anti kanker adalah yang mengkode enzim protein kinase. Beberapa jenis

kanker yang gen kinasenya mengalami mutasi ditemukan pada chronic

myelogenous leukemia, kankerpayudara dan kanker kandung kencing. Pada sel

yang normal,protein kinase membantu mengatur proses-proses penting. Salah satu

aktivitasnya adalah mengirim isyarat atau pesan dari membran sel ke inti sel;

mengawali perkembangan sel melalui siklus sel, dan mengontrol berbagai fungsi

metabolik dari sel. Protein kinase mengendalikan proses ini dengan cara

mengaktivasi protein lain dalam memberikan tanggapan pada stimulan tertentu.

Kinase dapat memicu kanker melalui beberapa cara sebagai berikut; terlalu

banyak diproduksi, yang disebabkan oleh mutasi pada daerah gen pengontrol,

sebagai satu kemungkinan.

Dibandingkan dengan sel normal, sel tumor sering kali memproduksi satu

atau lebih kinase dalam jumlah banyak. Jumlah yang terlalu banyak dapat memicu

sel membelah diri pada saat yang seharusnya stop. Bagian sel yang sering mem

produksi kinase dalam jumlah berlebih pada jaringan kanker adalah reseptor untuk

faktor pertumbuhan epidermal atau epidermal growth factor (EGF). Kinase dapat

memberi kontribusi untuk menjadi kanker apabila strukturnya abnormal.

Kebanyakan sel tumor mengandung protein kinase yang karena mengalami

kerusakan secara struktural, maka mengalami perubahan secara permanen.

Karenanya dalam melangsungkan reaksi dapat menstimulasi sel untuk membelah

secara tidak normal. Beberapa contoh dari kinase yang bertindak secara abnormal

pada kanker tertentu adalah Abl, Src dan Siklin (cyclin dependent) kinase.

Page 18: Terapi Molekuler pada kanker

Terbukti bahwa satu inhibitor dari satu atau lebih kinase tersebut dapat berlaku

sebagai senyawa anti kanker yang efektif. Tujuannya adalah menemukan suatu

obat yang dapat membedakan satu kinase dengan yang lainnya. Beberapa dari

hampir 1000 protein kinase pada sel mamalia mempunyai struktur yang hampir

sama terutama dalam pusat aktif secara biokimia (biochemically active region).

Jadi, suatu inhibitor dari setiap protein kinase tunggal dapat mengganggu aktivitas

yang lainnya, padahal kinase yang tidak bersangkutan sangat penting untuk fungsi

sel normal. Sekalipun adanya anggapan tersebut, beberapa tahun terakhir ini para

peneliti di bidang farmasi telah mensintesis dan menguji berbagai inhibitor kinase.

Selain yang ditujukan pada kinasenya sendiri, juga yang dapat menyerang pada

tahap genetik (mencegah disintesisnya kinase). Sebagaimana kita ketahui,

molekul m-RNA adalah kopi yang mobil (bergerak) dari gen-gen dan secara fisik

adalah template/cetakan dari mana sel membentuk protein yang dikode oleh gen.

Sebagai contoh, adanya potongan atau snippets materi genetik antagonis akan

berinterfensi dengan m-RNA sel tumor dan selanjutnya menghalangi

pembentukan protein dalarn hal ini pembentukan kinase .

Inhibitor kinase bekerja sangat selektif. Temuan pada tabung reaksi secara

in vitro menunjukkan bahwa inhibisi padatarget yang diharapkan 1000 kali lebih

sering daripada pada kinase yang bukan pasangannya. Lebih penting lagi

penemuan pada seluruh kultur sel, yang memperlihatkan bahwa beberapa dari

senyawa ini menginhibisi pertumbuhan dari sel kanker yang mengandung gen

kinase protein yang termutasi. Terlihat pula bahwa beberapa diantaranya

menghambat pertumbuhan sel tomor pada hewan, suatu tanda bahwa senyawa

tersebut dapat bekerja pada tubuh manusia. Diharapkan bahwa beberapa antagonis

protein kinase dapat segera tersedia untuk pengobatan kanker pada manusia.

b. Gen Supresor Tumor

Kategori kedua dari gen yang turut berperan dalam perkembangan kanker

adalah gen-gen yang bila bekerja secara normal dapat menekan perkembangan

keganasan. Beberapa kanker timbul sebagai akibat dari hilangnya atau tidak

berfungsinya secara sempurna kunci protein pengatur di mana gen ini dikode. Dua

Page 19: Terapi Molekuler pada kanker

dari protein supresor adalah pRB dan p53. Protein pRB (RB diambil dari

retinoblastoma) suatu jenis tumor yang setiap gennya disebut RB yang pertama

kali diidentifikasi, membantu mengatur siklus sel. Bentuk aktif pRB dapat

bertindak sebagai penghambat replikasi DNA. Di dalam setiap 40% kanker pada

manusia, mutasi pada gen RB menyebabkan setiap proteinnya menjadi tidak aktif.

Sebagai akibatnya sel membelah secara nonstop. Molekul pengatur lain yang

sangat penting adalah protein p53. Sering juga disebut sebagai guardian atau

pelindung dari genome. Protein ini mencegah replikasi dari DNA yang rusak pada

sel normal dan mendorong penghancuran sendiri dari sel yang mengandung DNA

yang tidak normal. Molekul p53 yang tidak normal akan membiarkan sel yang

mengandung DNA yang rusak untuk tetap bertahan padahal seharusnya mati, atau

melakukan replikasi padahal seharusnya berhenti. Sel yang terganggu dan

mengalami mutasi diturunkan pada keturunannya dan selanjutnya mempunyai

kesempatan untuk akumulasi dan terjadi mutasi tambahan; yang membuka

peluang untuk membentuk tumor yang letal. Kebanyakan tumor pada manusia,

disebabkan oleh adanya cacat pada gen p53. Siklus sel serta berbagai komponen

yang dapat menyebabkan terjadinya kanker dapat dilihat pada Gambar 3.

Strategi terapi apa yang dapat mengatasi kesalahan fungsi dari gen RB dan

p53. Beberapa pendekatan umum telah dipertimbangkan. Secara konseptual yang

paling penting adalah mengganti gen yang rusak dengan yang normal (normal

counterpart). Mengacu kepada terapi gen, dilihat pada percobaan pada kultur sel,

hasilnya memberikan harapan. Gen-gen RB dan p53 yang normal diintroduksikan

pada sel tumor, dapat menghambat pertumbuhan dari sel tersebut. Sekarang para

peneliti sedang merancang protokol untuk uji klinis. Mereka berharap dapat

memasukkan gen p53 yang normal ke dalarn sel tumor manusia, serta secara giat

mencari berbagai metode untuk memasukkan atau mengirimkan gen tersebut pada

sel tumor. Diduga bahwa virus yang lemah dapat membawa gen yang normal dan

meneruskan hanya pada sel tumor.Pendekatan dengan vektor virus ini masih baru

dan dihadapkan pada berbagai kesulitan. Tidak satupun dari vector virus tersebut

yang dapat mendahului sistem imun, artinya sel imun telah lebih dahulu

Page 20: Terapi Molekuler pada kanker

membunuh virus, sebelum viruspembawa gen p53 mendapat kesempatan untuk

mencapai sel tumor.

Menghadapi rintangan pada terapi gen, para onkolog mempelajari supresor

tumor selain juga menggali pendekatan secara tradisional. Diperlukan pengkajian

tentang pengaturan produk gen termasuk serangkaian peristiwa berawal dari

Siklus Sel

(a)Reseptor faktorPertumbuhan

A A

B B

C

CD

E

E

F

Page 21: Terapi Molekuler pada kanker

Sel mamalia(b)

Gambar 3. Siklus sel serta berbagai komponen yang dapat menyebabkan terjadinya kanker antara lain adalah reseptor factor pertumbuhan, protein ras dan enzim-enzim kinase (b).Kekacauan/ketidak teraturan pada pRB dan p53 juga dapatmemicu pertumbuhan kanker. Perubahan-perubahan tersebut dapat menyebabkan siklus sel (a) menjadi tidakterkontrol.

Hubungan denganKanker

Pendekatan terapi

A. Meningkatkan 20% dari kanker payudara dihambat oleh antibodiatau menginhibisi fungsibiokimia dari reseptor

B. Diaktivasi oleh mutasi pada 20-30% kanker menginhibisipematangan dari ras

C. Diaktivasi oleh kromosom abnormal pada leukemia myelogenous kronik

inhibisi kinase ataumenghambat sintesisdengan anti sense

D. Diaktivasi oleh mutasi pada 2-5% kanker inhibisi enzim yang berperandalarn pathwayyang kritis

E. Mengalami mutasi atau deleted pada 40% kanker

perbaikan dengan terapigen atau menghambatprotein E 2F

F. Mutasi atau deleted pada 50% kanker perbaikan dengan terapigen atau membunuh seldengan adenovirus

kerusakan secara genetik di dalam sel dan kemudian mengembangkan obat yang

menghambat satu dari peristiwa tersebut. Sebagai contoh pada jaringan sehat

protein Prb memblok aktivitas dari protein lain (bernama E2F), yang apabila

bebas akan memacu sintesis DNA. Tidak adanya protein pRB karenanya dapat

menyebabkan aktivitas E2F menjadi tidak terkontrol dan menyebabkan

pembelahan sel menjadi tidak terkendali . Karenanya obat yang sanggup

menginhibisi E2F dapat menghentikan perkembangan tumor yang disebabkan

oleh peristiwa yang diawali oleh hilangnya protein pRB.

Page 22: Terapi Molekuler pada kanker

Dewasa ini, para peneliti telah dapat mengetahui jalur biokimia yang

dikendalikan oleh gen RB, akan tetapi belum jelas apakah hal yang sama berlaku

untuk p53. Hingga sekarang belum diketahui secara persis rantai molekular pada

peristiwa yang mengawali hilangnya gen p53. Sebagai akibatnya kebanyakan obat

yang potensial ditujukan pada pemulihan p53 belum dapat diidentifikasi. Harapan

utama adalah inaktivasi protein dengan p53 menjadi kenyataan. Dari beberapa

penelitian secara in vitro terlihat bahwa fungsi normal dari p53. Dari beberapa

penelitian secara in vitro terlihat bahwa fungsi normal dari p53 dapat dipulihkan

dengan molekul kecil yang apabila ditempelkan pada mutan protein p53 yang

tidak aktif dapat mengaktifkannya kembali. Apabila hal yang sama dapat dicapai

pada sel tumor, maka dapatlah diharapkan bahwa sel-sel ganas dapat berhenti

tumbuh atau mati, karena salah satu fungsi dari p53 adalah untuk membuat sel

yang tidak normal melakukan penghancuran dirinya sendiri (Gambar 4).

Kelayakan teknis dari pendekatan ini cukup menjanjikan, akan tetapi

kegunaannya tidak spesifik, berlaku umum bagi berbagai jenis kanker yang

memiliki gen p53. Di beberapa laboratorium, berbagai usaha sedang diteliti untuk

menggali strategi ini.

c. Gen-gen Pengontrol Repair DNA

Kategori gen ke tiga adalah yang mengontrol dan menjaga integritas DNA,

yang sering kali mengalami kerusakan pada waktu replikasi. Tanpa mekanisme

ini, terjadinya perubahan pada sebuah gen yang seharusnya direparasi tidak

terlaksana, maka kerusakan akan diturunkan kepada keturunan berikutnya sebagai

mutasi yang permanen. Sesungguhnya sel tumor sering kali mengandung

kerusakan atau cacat pada proses repair DNA. Sebagai contoh, 10-20% dari

kanker kolon pada manusia mengalami mutasi pada gen-gen yang membantu

repair DNA (yaitu gen MLH, MSH2, PMS1 dan PMS2). Gen lain yang

berpartisipasi secara tidak langsung pada repair DNA, pada kenyataannya

mengalami mutasi pada gen ini, dan keadaan semacam ini sering terjadi. Salah

satu gen tersebut adalah gen yang mengkode protein check point yang memantau

perkembangan sel melalui daur sel dan mencegah tahapan berikutnya

Page 23: Terapi Molekuler pada kanker

berlangsung, apabila tahap sebelumnya tidak berjalan secara normal. Sebagai

contoh apabila DNA tidak dikopi secara akurat. Salah satu check point protein

yang penting adalah ATM dan sekali lagi p53 yang berfungsi. Sel-sel tumor yang

tidak mengandung baik gen ATM yang normal maupun gen p53 tidak mempunyai

mekanisme pengontrol semacam ini.

Gambar 4. Protein p53 menginstruksikan sel untuk memusnahkan diribila DNA mengalami kerusakan baik karena senyawapolutan maupun radiasi. Bila protein p53 tidak normal,tidak dapat menghentikan DNA pada proses replikasi. Cara lain adalah dengan menggunakan sel virus, dimana virus hanyaberkembang pada sel tumor atau p53 yang tidaknormal, sehingga terjadi kematian dari sel tumor.

Setiap DNA sibuk melakukan replikasi sehingga memperbesar kemungkinan

terjadinya mutasi secara random. Seperti halnya dengan gen-gen supresor mutan

tumor, terapi gen dapat digunakan dalam mengganti gen yang hilang atau gen

yang mengkode repair dari DNA atau protein terkait yang rusak. Pendekatan yang

lebih radikal adalah membiarkan beberapa tumor untuk mengalami mutasi sendiri

untuk mati. Sel tumor yang mengalami peningkatan kecepatan mutasi dapat

Page 24: Terapi Molekuler pada kanker

mengalami beberapa mutasi yang letal dan dapat menyebabkan kematian dari sel

anak. Tumor dapat menyebabkan hilangnya beberapa turunan selama beberapa

dari mutasi yang diperoleh memperbanyak sel yang survive dari turunan tumor.

Akan tetapi apabila terlalu banyak sel mutan yang bergenerasi, kemungkinan tidak

ada anakan sel tumor yang dapat hidup. Salah satu jalan yang mendorong sel-sel

kanker untuk memproduksi sel anak yang tidak survive adalah dengan jalan

menginhibisi beberapa mekanisme check point secara simultan. Nyatanya sel ragi

yang DNA-nya dirusak dengan cara iradiasi dengan sinar X, mengalami kematian

pada dosis yang relatif tinggi. Akan tetapi apabila satu dari gen checkpoint

mengalami mutasi, ragi tersebut menjadi lebih sensitifterhadap radiasi. Terbukti

bahwa apabila dua atau lebih gen check point mengalami mutasi pada waktu

bersamaan, selmenjadi hipersensitif terhadap radiasi; sekalipun dosisnyakecil,

telah dapat membunuh sel kanker.

Berdasarkan pengamatan tersebut, para onkolog merancang obat yang

dapat menginhibisi protein-protein check point. Obat ini ditujukan untuk dapat

bekerja pada sel tumor yang cacat pada suatu gen check point (misalnya suatu

mutan p53). Dengan beberapa cacat seperti itu, sel kanker dapat mati atau paling

tidak kolaps sehingga mati secara mudah pada perlakuan berikutnya. Beberapa

senyawa, pada pengamatan melalui kultur jaringan memperlihatkan harapan,

sekalipun untuk uji klinis masih perlu menunggu sampai abad mendatang.

Selain dengan cara yang melibatkan pertumbuhan sel, terapi molekular

juga dapat ditujukan pada molekul penting lainnya, beberapa dari cara terapi

tersebut diharapkan telah dapat digunakan dalam waktu empat tahun mendatang.

Sebagai contoh adalah beberapa protein yang menjaga agar sel tetap berada di

suatu tempat pada tubuh manusia. Dengan pengetahuan ini, para peneliti dapat

menemukan obat seperti inhibitor protease, yang dapat mencegah sel kanker

mengalami metastasis atau menyebar ke seluruh tubuh. Obat lain diusahakan

untuk mematikan telomerase, yaitu enzim yang dapatmembentuk kembali ujung

dari kromosom yang mengalami replikasi, sehingga dalam keadaan seperti ini sel

kanker tidak sanggup untuk tetap hidup. Senyawa seperti ini adalah TNP-470,

Page 25: Terapi Molekuler pada kanker

dapat menghambat pembentukan aliran darah baru (angiogenesis) yang memasok

makanan pada sel tumor.

Sekalipun target untuk berbagai obat yang dibicarakan tadi

menggambarkan kemajuan yang cukup meyakinkan dalam biologi molekular

tentang kanker, akan tetapi untuk sampai ke kenyataan terapi diperlukan waktu.

Terapi metode baru dengan konsep tersebut, dapat mengatasi berbagai kekurangan

dari kemoterapi. Obat tersebut selain harus terlokasi pada target kanker, juga

harus terpenetrasi pada sel ganas dalam jumlah yang memadai agar efektif. Tumor

yang solid atau kompak dan keras sulit ditembus oleh obat, dan tidak banyak

saluran darah yang mengalir jauh ke saluran tumor. Di pihak lain beberapa obat

tidak dapat secara mudah menuju sasaran tanpa harus melewati pembuluh darah

yang mensuplai makanan pada jaringan tumor untuk kemudian menemukan jalan

pada jaringan kanker. Jadi jelas adanya toksisitas, efek samping dan resistensi

terhadap obat pada sel tumor.

Penemuan terakhir dalam berbagai bidang iptek dapat digunakan untuk

mempercepat penemuan berbagai obat baru. Metode tersebut termasuk gen

rekombinan untuk memproduksi senyawa baru antara lain menggunakan hewan

yang direkayasa secara genetik untuk digunakan sebagai sistem model, teknik

kimia dam simulasi komputer. Sekalipun teknik ini telah berkembang, masih

diperlukan waktu sekitar sepuluh tahun untuk realisasinya. Pada tahun pertama,

kedua dan ketiga diperlukan studi genetik dan biologi molekular untuk dapat

meyakinkan bahwa target benar-benar kritis pada perkembangan kanker pada

manusia. Setelah itu, penentuan screening biokimiawi untuk menemukan senyawa

penting, yang memerlukan waktu satu atau dua tahun. Kemudian pengoptimalan

potensi ditinjau dari spesifitas dan farmakokinetiknya. Usaha ini dapat memakan

waktu 3 – 5 tahun, karena harus melalui sintesis beberapa ratus bahkan beberapa

ribu senyawa (obat). Pendekatan terutama ditujukan pada tiga hal yaitu keamanan,

kemanjuran dan dosis yang optimal. Pendekatan molekular dalam terapi kanker

dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 26: Terapi Molekuler pada kanker

Tabel 1. Pendekatan Secara Molekular pada Terapi Kanker

Status Kanker Molekul Target Cara Terapi

Status Kanker Molekul Target Cara Terapi

Status Kanker Molekul Target Cara Terapi

Onkogen :Kelainan padaprotein, ras atauaktivitas kinase

Hilangnya gensupresor tumor

Mekanisme repairDNA yang tidaknormal

Tidak adanyapenuaan sel pada seltumor

Angiogenesis

Metastase

- Protein ras- Abl, reseptor EGF,kinase Erb-B2 dan Src- PKC-α, Raf dan siklindependen kinase

Gen-gen APC, AT,DCC, RB dan p53

Enzim mismatchrepair DNA: MSH2;MLH; PMSl; PMS2

- Telomerase

- Faktor pertumbuhanFGF, VEGF- Reseptor integrin

- Metaloprotease

744, 832; SCH 44342; BZA-5B- Inhibitor tirosin kinase tyrfostins (RG 13020) lavendustins (AG 957) quinazoline (PD153035)- Inhibitor antisense- Inhibitor serine/threonine kinase:olomousine: staulosporine:butirolaktone

- Terapi gen untuk memulihkansupresor gen ke fungsi normal- Pemblokkan sintesis E2F dengansenyawa antisen

- Terapi gen untuk perbaikanaktivitas enzim- Inhibitor check point untuk meningkatkan suseptibilitas terhadap senyawa perusakDNA

- Inhibitor telomerase

- TNP-470; suramin- Antagonis αv, β3; α vβ5

Page 27: Terapi Molekuler pada kanker

- Kolagenase - Inhibitor protease- Inhibitor kolagenase

4.3 Terapi di tingkat RNA pada kanker

Gen adalah suatu sekuens basa spesifik yang menyandikan

instruksi,mensintesis suatu protein. Walaupun,gen mendapatkan perhatian lebih

banyak untuk diteliti dan dibahas, namun sesungguhnya protein lah yang

mempunyai peran utama dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan dan

menyusun mayoritasmstruktur seluler. Jika suatu gen diganggu sehingga

menyebabkan proteinyang disandikannya menjadi tidak mampu untuk

melaksanakan fungsi normalnya, maka akan mengakibatkan suatu cacat genetis.

RNA adalah suatu asam ribonukleat yang terdapat dalam alur informasi genetik

organisme yang berupa dogma sentral dari DNA —> RNA —> Protein, yaitu

DNA ditranskripsi menjadi RNA, dan selanjutnya RNA ditranslasi menjadi

protein. Di dalam sel terdapat tiga jenis RNA yaitu mRNA, tRNA dan rRNA.

Diantara ketiga jenis RNA, mRNA dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut di

atas. RNA dalam keadaan normal merupakan untai tunggal, namun pada

kenyataannya untai tunggal ini dapat membentuk dupleks dengan membentuk

ikatan hidrogen, sebagaimana DNA, jika terdapat untai yang komplemen dalam

urutan basa nukleotidanya. Bentuk dupleks RNA akan mengakibatkan

terhalangnya proses translasi sehingga sintesis protein terganggu, atau

posttranscriptional gene silencing (PTGS), atau gene silencing . Gene silencing

adalah suatu proses membungkam ekspresi gen yang pada mulanya diketahui

melibatkan mekanisme pertahanan alami pada tanaman untuk melawan virus.

Alur informasi genetik di dalam sel dari DNA ke RNA dan ke protein disebut

sebagai proses ekspresi gen (Dale,1989).

Penghambatan proses ekspresi gen dapat dilakukan pada beberapa tahap,

diantaranya adalah tahap translasi, yaitu dengan mengganggu proses translasi

tersebut pada molekul mRNA. Molekul RNA yang akan ditranslasi mempunyai

sekuense di bagian hulu sebagai tempat pengenalan bagi ribosom dalam proses

Page 28: Terapi Molekuler pada kanker

sintesis protein. Ribosom, sebagai mesin pensitesis polipeptida yang kemudian

dimodifikasi lebih lanjut menjadi protein, memerlukan situs pengenalan yang

terdapat pada mRNA untuk dapat melaksanakan pekerjaannya. Manipulasi pada

tahap translasi mRNA yang bertujuan untuk mengatasi suatu penyakit genetis saat

ini dikenal dengan istilah antisense RNA, small interfering RNA (si RNA), atau

disebut pula RNAinterference (RNAi). Potongan pendek dari duplex RNA atau

DNA untaiganda (short interfering RNA atau siRNA) dilaporkan mengakibatakan

degradasi RNA-RNA lain di dalam sel yang memiliki sekuens berkesesuaian.

Yang lebih terkini lagi adalah ditemukannya lebih kurang empat tahun yang lalu

suatu micro RNA (miRNA) yang berperan membungkamekspresi gen. Banyak

teori terapetik RNA yang sangat ideal dan menjanjikan terapi yang ampuh.

Untuk menghantar molekul RNA diperlukan suatu wahana yang sesuai

untuk membawanya ke target sel tertentu. Wahana paling banyak digunakan

dalam terapi gen adalah virus yang telah dimodifikasi secara genetis sehingga

mampu membawa DNA manusia normal. Disamping itu, teknologi penghantaran

obat dengan bentuk liposome yang kini juga telah banyak mengalami modifikasi,

serta teknologi menggunakan pengenalan reseptor, telah mendukung

perkembangan terapetik RNA.

Kendala dalam Penggunaan Terapi

RNA secara klinik

Prospek dari penggunaan molekul RNA dalam aplikasi pengobatan

diharapkan dapat segera direalisasikan. Namun demikian, para ahli menyadari

masih adanya kendalakendala yang harus diantisipasi agar molekul RNA tersebut

dapat digunakan dengan hasil yang optimal. Faktor-faktor yang menjadi penyulit,

yaitu karena antisense RNA maupun siRNA harus dimasukan ke dalam sistem

biologis sel hidup, bukan pada media sel bebas sehingga

1. Molekul antisense RNA harus menghindari pemecahan oleh enzim nuklease

yang akan memotong asam nukleat menjadi basanya. Enzim iniada di mana-mana,

baik di dalamsirkulasi darah maupun di dalam sel. Untuk membuat asam nukleat

lebih resisten terhadap enzim ini telah dibuat beberapa strategi, salah satunya

Page 29: Terapi Molekuler pada kanker

adalah dengan cara mengganti oksigen pada jembatan basa dengan sulfur,

sehingga menghasilkan jembatan fosforotioat yang lebih resiten.

2. Terapi harus masuk ke dalam sel. Kendala ini merupakan masalah klasik dalam

penggunaan materi genetik dalam pengobatan. Para peneliti telah berusaha untuk

merekayasa sistem penghantaran untuk kultur sel. Sebagaimana system

penghantaran materi genetik yang lain, se cara teori penghantaran siRNA dapat

dilakukan dengan 2 cara, yaitu

a. introduksi langsung siRNA sinetik ;

b. introduksi suatu plasmid atau virus yang menyandi sekuens gen yang akan

memproduksi siRNA yang sesuai.

Cara kedua dianggap sebagai cara yang lebih baik karena memberikan efek

yang lebih lama. Asam nukleat bebas mempunyai muatan negatif yang kuat yang

berasal dari gugus fosfat dari tulang punggung struktur asam nukleat. Hal ini

membuat molekul tersebut mudah larut dalam air, tetapi tidak dapat larut dalam

lemak ganda struktur membran sel. Dengan menggabungkan asam nukleat dengan

suatu pembawa yang berfungsi meningkatkan transpor ke dalam sel; atau juga

dikemas dalam suatu kapsul lemak, misalnya liposom, yang telah digunakan

secara luas untuk transport amfoterisin dan beberapa obat kanker, diharapkan

dapat memenuhi keperluan penghantarannya. Dilaporkan pula suatu sistem

penghantar yang sangat menjanjikan, yaitu berupa ligan peptida dari suatu

reseptor kompleks enzim serpin yang dibuat membentuk kompleks dengan materi

genetik ini, yang mana dapat menghantar ke berbagai sel target.

3. Di dalam sel, antisense dan siRNA harus ditransportasikan dengan benar. Mula-

mula RNA ditangkap dalam endosom, kemudia bertemu dengan lisosom untuk

degradasi intraseluler. Hanya sebagian kecil yang bisa lolos melewati pemecahan

endosomal. Setelah bebas di dalam sitoplasma, molekul ini masuk ke dalam

nukleus, kemudian berdifusi lewat pori-pori membran, dan di dalam nukleus ini

akan bertemu dengan target. Jika seluruh gen atau messenger di dalam nucleus

dalam keadaan tidak terlindungi atau berbentuk linier, pelaksanaan terapi akan

Page 30: Terapi Molekuler pada kanker

lebih mudah. Pada kenyataannya, baik DNA maupun RNA terlipat secara rapi dan

juga diselubungi oleh protein biasa. Pada RNA masalah menjadi sangat berat,

karena pengetahuan tentang struktur RNA yang terlipat di dalam sel hidup masih

sangat sedikit. Untuk mencapai sasaran terapi, masih digunakan cara trial and

error: satu seri percobaan dengan RNA dimulai pada target lokasi awal untuk

transkripsi atau translasi, dengan harapan bahwa lokasi tersebut relatif terbuka.

4. Masalah selanjutnya adalah bagaimana dapat terjadi interaksi antara terapi dan

target, sehinga dapat menghasilkan hibrida yang stabil. Antara basa guanin (G)

dengan sitosin (C) terdapat tiga ikatan hidrogen, sehingga merupakan ikatan yang

lebih stabil dibandingkan dengan dua ikatan hidrogen antara adenin (A) dengan

timin (T). Panjang minimum untuk rancangan suatu untai RNA ditentukan oleh

besarnya genom. Di dalam genom manusia, bagi molekul RNA yang terdiri dari

basa berjumlah kurang dari 12-15, tampaknya akan mengalami proses

penggandaan, dan mungkin akan merusak gen atau messenger yang tidak sesuai.

Oleh karena itu, agar terapi stabil dan dikenali, maka panjang basa

nukleotidanyaadalah antara 13-20 basa.

5. Setelah terbentuk hibrida, tugas selanjutnya adalah merusak target. Antisense

yang dirancang untuk mRNA akan berhasil jika didukung oleh enzim RNase H,

yaitu enzim yang bekerja memotong messenger. Jika antisense adalah untai

tunggal DNA, maka akan langsung berpartisipasi dalam destruksi messenger

selanjutnya. Destruksi messenger ini memang diinginkan. Akan tetapi hibrid ini

lambat laun akan menimbulkan instruksi genetik yang dapat menerjemahkannya

ke dalam protein yang berhubungan dengan penyakit, dan ini dilakukan oleh

ribosom yang mempunyai aktivitas instrinsik untuk menguraikan dan

memfasilitasi pembacaan pesan genetik tersebut. Untuk menghindari hal ini, harus

dibuat antisense yang ikatannya kuat. Dupleks DNA / RNA lebih lemah daripada

dupleks RNA / DNA, maka sedang pula dikembangkan usaha untuk membuat

DNA yang mirip RNA.

6. Dari sisi efikasi, RNAi telah diketahui menunjukkan spesifisitas yang cukup

tinggi. Akan tetapi, sebagaimana molekul-molekul kecil yang lain, kemungkinan

Page 31: Terapi Molekuler pada kanker

terjadinya masalah dalam aplikasi klinik tetaplah ada. Efek samping yang

mungkin saja terjadi berupa terhambatnya ekspresi gen-gen lain yang bukan

target, baik akibat degradasi mRNA, penghambatan translasi ataupun melalui

induksi penekanan gen secara global dengan jalan mengaktifkan respons

interferon, terlebih jika siRNA diekspresikan oleh vektor virus.

4.4 Terapi herbal dalam pengobatan kanker

Pemanfaatan Benalu Sebagai Agen Antikanker (Prenylated Flavonoid sebagai Senyawa Anti Kanker yang Berpotensi)

Pola hidup yang tidak seimbang menyebabkan tingginya angka

pertumbuhan kanker di dunia. Metode terapi kanker yang telah dilakukan, yaitu

radiasi dan kemoterapi, belum menghasilkan outcome yang diinginkan.

Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi mahalnya terapi dan besarnya efek

samping yang ditimbulkan oleh terapi kanker adalah penggunaan bahan alam

sebagai alternatif agen antikanker. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan

adalah benalu.

Senyawa yang terkandung dalam benalu dan kemungkinan beraktivitas

antikanker adalah flavonoid, tanin dan asam amino. Kuersetin merupakan

senyawa flavonoid utama yang terkandung dalam benalu tersebut.

Flavanoid adalah senyawa polifenol yang banyak terdapat pada sayuran

dan buah-buahan. Flavonoid telah menunjukan perannya sebagai antioksidan,

antimutagenik, antineoplastik dan aktifitas vasodilatator. Menurut Lamson, et al.

(2000) kuersetin (3,3’,4’,5,7-pentahydroxyflavone) termasuk molekul yang

banyak ditemukan di alam. Kuersetin merupakan suatu aglikon yang apabila

berikatan dengan glikonnya akan menjadi suatu glikosida. Senyawa ini dapat

beraksi sebagai antikanker pada regulasi siklus sel, berinteraksi dengan reseptor

estrogen (ER) tipe II dan menghambat enzim tirosin kinase. Kuersetin juga

memiliki aktivitas antioksidan yang dimungkinkan oleh komponen fenoliknya

Page 32: Terapi Molekuler pada kanker

yang sangat reaktif. Kuersetin akan mengikat spesies radikal bebas sehingga dapat

mengurangi reaktivitas radikal bebas tersebut.

Kuersetin merupakan kandungan utama dari flavonoid benalu. Kadar

kuersetin yang teridentifikasi dalam benalu yang didapat dari inang teh masing-

masing sebesar 2,7 mg/g dan 9,6 mg/g untuk Macroselon avenis dan Scurrula

oortiana. Sedangkan kadar kuersetin untuk Scurrula oortiana dari beunying

sebesar 6,1 mg/g; Scurrula parasitica dari jure 5,1 mg/g;

Page 33: Terapi Molekuler pada kanker

Scurrula Montana dari cantigi wungu 8,4 mg/g; Scurrula ferruginea dari kopi

sebesar 9,1 mg/g; Dendrophthoe pentandra dari puring sebesar 35,1 mg/g; dan

Dendrophthoe pentandra dari randu sebesar 39,8 mg/g .

Kuersetin merupakan molekul flavanol yang terdapat pada benalu mangga

(Dendrophthoe pentandra) (Han, et al., 2007). Molekul flavanol merupakan salah

satu jenis flavonoid yang aktif sebagai antioksidan (Partt, 1992). Sifat antioksidan

dari senyawa kuersetin mampu menginhibisi proses karsinogegesis. Senyawa

karsinogen merupakan senyawa yang mampu mengoksidasi DNA sehingga terjadi

mutasi (Kakizoe, 2003).

Kuersetin sebagai antioksidan dapat mencegah terjadinya oksidasi pada

fase inisiasi maupun propagasi. Pada tahap inisiasi kuersetin mampu menstabilkan

radikal bebas yang dibentuk oleh senyawa karsinogen seperti radikal oksigen,

peroksida dan superoksida (Gordon, 1990). Kuersetin menstabilkan senyawa-

senyawa tersebut melalui reaksi hidrogenasi maupun pembentukan kompleks

(Ren, et al., 2003). Melalui reaksi tersebut radikal bebas diubah menjadi bentuk

yang lebih stabil sehingga tidak mampu mengoksidasi DNA. Selain itu,

didapatkan turunan radikal antioksidan yang relatif memiliki keadaan yang lebih

stabil dibandingkan radikal bebas yang dibentuk senyawa karsinogen tadi

(Gordon, 1990). Meskipun demikian radikal kuersetin memiliki energi untuk

bereaksi dengan radikal antioksidan lain. Radikal-radikal antioksidan dari

kuersetin dapat saling bereaksi membentuk produk nonradikal (Hamilton, 1983).

Pada tahap propagasi kuersetin mencegah autooksidasi, yaitu mencegah

pembentukan radikal peroksida melalui pengikatan senyawa radikal secara cepat

agar tidak berikatan dengan oksigen. Dengan adanya kuersetin maka reaksi

oksigenasi yang berjalan secara cepat dapat di cegah sehingga pembentukan

radikal peroksida pun dapat dicegah. Kuersetin juga berikatan dengan radikal

peroksida yang telah terbentuk dan menstabilkannya sehingga reaksi autooksidasi

yang secara cepat dan berantai dapat dihambat.

Kuercetin juga berperan dalam menekan ekspresi mutan protein p53. Pada

kondisi wild type, protein ini merupakan protein yang penting dalam kontrol

siklus sel, yaitu dengan memacu sel untuk berhenti (arrested) atau apoptosis.

Page 34: Terapi Molekuler pada kanker

Namun apabila terjadi mutasi maka protein ini menjadi sebuah penanda

abnormalitas yaitu siklus memacu sel ke fase G2-M (penggandaan sel) dan

apabila sel terus menerus pada fase ini maka akan terjadi proliferasi (pembelahan

tak terkendali). Kuersetin dalam konsentrasi serum 248 μM dapat menekan

ekspresi dari mutan protein p53 yang dibentuk oleh sel kanker payudara sampai

tidak terdeteksi pada sel tersebut. Kuersetin merupakan senyawa pertama yang

mampu menghambat tirosin kinase pada uji preklinik tahap satu (Klohs, et al.,

1997). Dengan dihambatnya ekspresi tirosin kinase maka kemampuan sel untuk

onkogenesis melalui kemampuan mengatur pertumbuhan di luar normal dapat

dihambat. Disamping itu obat yang bekerja dengan target tirosin kinase apabila

dipandang pada kemoterapi konvensional memiliki kemungkinan sebagai agen

antitumor tanpa efek samping sitotoksik terhadap sel normal

Pada kultur sel melanoma manusia, kuersetin diketahui memiliki aktivitas

penghambatan pertumbuhan sel yang mirip dengan tamoxifen (Piantelli, 1995).

Selain itu kuersetin juga memiliki afinitas yang sama pula dengan tamoxifen dan

diethylstilbestrol dimana ketiganya ditemukan pada sisi ER II. Dibandingkan

dengan tamoxifen, kuersetin ternyata lebih poten yang ditunjukan oleh nilai IC50

yaitu 7 nM, lebih kecil daripada tamoxifen 9 nM (Piantelli,1995). Kuarsetin juga

mampu menaikkan efikasi terapetik dari cisplatin baik secara uji in vivo maupun

in vitro. Pada tikus yang diinduksi kanker, pemberian kuersetin 20 mg/kg dengan

cisplatin 3 mg/kg secara intraperitoneal mampu mengurangi pertumbuhan tumor

secara signifikan dibandingkan pemberian cisplatin tunggal (Hofmann, et

al.,1990). Kuersetin melindungi sel renal tubular yang normal dari toksisitas

cisplatin (Kuhlman, et al., 1998). Dalam uji in vitro, kuersetin bekerja secara

sinergi dengan busulphan dalam melawan sel leukemia manusia. Dengan

perbandingan antara quersetin dan busulphan 1 : 1 dan 3 : 1 dipastikan dapat

mengurangi sitotoksis dari pemberian busulphan ( Hofmann, et al., 1989).

Kuersetin juga dapat digunakan sebagai antiinflamasi dan anti alergi sehingga

dapat menaikkan imunitas. Kuersetin lebih selektif menghambat COX

(siklooksigenase) dari pada lipooksigenase, sehingga dapat dikembangkan sebagai

Page 35: Terapi Molekuler pada kanker

agen inhibitor COX yang merupakan agen kemoterapetik yang berpotensi

terutama pada kanker kolon (Taketo, 1998).

Kuersetin mampu menghambat produksi heat shock protein (HSP) pada

banyak sel kanker yang ganas, termasuk kanker payudara (Hansen, et al., 1997),

leukemia (Elia, 1996) dan kanker kolon (Koishi, et al., 1992) . Heat shock protein

sendiri terbentuk melalui ikatan kompleks dengan mutan p53. Penghambatan HSP

menginduksi sel tumor yang mulanya mampu melewati mekanisme normal dari

siklus sel istirahat (Go) menjadi tidak mampu melewatinya. Selain itu HSP yang

menyebabkan sel kanker mampu berkembang dan hidup pada kondisi berbeda

(sirkulasi rendah, demam) serta berasosiasi dengan penyakit lain untuk bertahan

hidup (Ciocca, 1993) mampu dihentikan. Heat shock protein pada kanker

payudara menyebabkan obat kemoterapi menjadi resisten (Oesterreich, 1993).

Dengan adanya kuersetin, maka resistensi sel kanker terhadap agen kemoterapi

dapat dihambat sehingga kuersetin cocok digunakan sebagai pendamping

kemoterapi dalam terapi kanker.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka kuersetin yang banyak terkandung

dalam benalu sangat berpotensi dikembangkan sebagai obat antikanker, baik

sebagai agen kemoprevensi maupun agen pendamping kemoterapi

(kokemoterapi).

Page 36: Terapi Molekuler pada kanker

BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pencegahan kanker, yaitu dengan pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan

Primer yaitu dengan mencegah terjadinya infeks melalui vaksinasi. Pencegahan

sekunder melalui deteksi dini dengan metode sitologi (paps smear), biopsi,

kolposkopi, konisasi, pendeteksian DNA virus dengan teknik PCR dan Hybrid

Capture-II. Pap Smear merupakan teknik yang paling mudah dilakukan dengan

melihat perubahan sel-sel epitelium. Infeksi HPV dapat merusak atau mengubah

susunan sel-sel epitelium; perubahan inilah yang dideteksi menggunakan Pap

smear.

Dalam terapi kanker pada tingkat molekular, dikenal tiga kategori gen

sebagai target. Kategori pertama adalah onkogen, yang menstimulasi

perkembangan sel melalui daur sel (cellcycle) yaitu serangkaian peristiwa meliputi

pembesaran sel, replikasi DNA dan pembelahan sel, serta pemindahan set gen

yang lengkap pada sel anak. Kategori lain adalah gen yang membatasi

perkembangan tersebut yang disebut sebagai gen penekan atau supresor tumor.

Kategori ketiga adalah kelompok gen yang mengatur replikasi dan repair dari

DNA. Kebanyakan tumor disebabkan oleh terjadinya mutasi pada satu atau lebih

dari ketiga kategori gen tersebut.

Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi mahalnya terapi dan besarnya

efek samping yang ditimbulkan oleh terapi kanker adalah penggunaan bahan alam

sebagai alternatif agen antikanker. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan

adalah benalu. Senyawa yang terkandung dalam benalu dan kemungkinan

beraktivitas antikanker adalah flavonoid, tanin dan asam amino. Kuersetin

merupakan senyawa flavonoid utama yang terkandung dalam benalu tersebut.

Pengobatan kanker sedini mungkin dapat mengurangi resiko kecacatan

atau kehilangan tubuh. Sehingga pemeriksaan rutin perlu dilakukan untuk

mengetahui keadaan dan kesehatan organ tubuh kita.

Page 37: Terapi Molekuler pada kanker

Daftar Pustaka

Enos Tangke Arung, Dani Britanto Wicaksono1, Ferry Sandra. 2009. Prenylated Flavonoid sebagai SenyawaAnti Kanker yang Berpotensi. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/.pdf/05s.html[ 15 April 2010]

Prastono, Eko.2008. PencegahandanDeteksiDini.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_.pdf/06_PencegahandanDeteksiDini.html [13 April 2009]

Price A. Sylvia. 2005. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 2. Jakarta:EGC.

Prawirohardjo, Sarwono.2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prihardjo.

Rochestry Sofyan.2006. Kanker dan Antioksidan http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_127.pdf [di download tanggal 13 April 2010]

Sudarto Pringgoutomo.2008. Kanker Tinjauan Beberapa Segi Masalahnya. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_133_obstetri_dan_ginekologi.pdf. [didownload tanggal 13 April 2010]

Sukardja, I Dewa Gede. 2000. Onkologi Klinik. Surabaya: aaAirlangga University

Press.

Shadine, Mahannad.2009. Penyakit Wanita. Jakarta: Keen Books.

Page 38: Terapi Molekuler pada kanker

Lampiran