Upload
duonghanh
View
223
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU
OLEH : ISLAMUDDIN
SUBBAGIAN HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS/RSUP Dr.M.DJAMIL PADANG
2009
2
KATA PENGANTAR
Alhamdullillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya
kami telah dapat menyelesaikan tinjauan pustaka ini yang berjudul “TERAPI SISTEMIK
KARSINOMA PARU” .
Tinjauan kepustakaan ini merupakan tugas dan persyaratan peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas/RSUP.Dr.M.Djamil Padang dalam menjalani stase di Subbagian Hematologi Onkologi
Medik.
Kami menyadari bahwa tinjauan kepustakaan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan tinjauan
kepustakaan ini.
Akhirnya, izinkan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof.dr.H.Nusirwan
Acang,DTM&H SpPD-KHOM, dan dr.H Irza Wahid SpPD-KHOM, yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan selama menjalani stase di Subbagian Hematologi Onkologi Medik.
Semoga menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT, Amin
Padang, September 2009
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………..ii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………....iii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………….iv
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1
BAB II. PATOGENESIS DAN ETIOLOGI KARSINOMA PARU
2.1. Patogenesis……………………………………………………………...….. 4
2.2. Etiologi……………………………………………………………………… 5
BAB III. GEJALA KLINIS, DIAGNOSIS, STADIUM KARSINOMA
PARU, PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.1. Klasifikasi……………………………………………………………………
3.2. Gejala klinis……………………………………………………………….... 11
3.3. Diagnosis ……………………………………………………………….…. 13
3.4. Stadium Karsinoma Paru …………………………………………………...
BAB IV. TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU
4.1. Persyaratan Pasien Kemoterapi
4.2.Kemoterapi ajuvan …………………..……………………………………….
4.3. Kemoterapi neoajuvan………………………………………………………….
4.4. Kemoterapi untuk Karsinoma paru……………………………………………
4.5. Penilaian Hasil Terapi……….. …………………………………………... .. 28
4.5. Prognosis …………………………………………………………………… 28
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ….. …………………………………………………………. ….31
5.2. Saran……. ………………………………………………………………...…31
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
4
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
TABEL.
Tabel 1. Abnormalitas gen pada non-small sel dan small sel kanker paru……………4
Tabel 2. Frekwensi kanker paru berdasarkan jenis histologi………………………...16
Tabel 3. Tampilan umum berdasarkan skala Karnofsky dan WHO………………….23
Tabel 4. Ringkasan Guideline diagnostik dan terapi kanker paru…………………….31
GAMBAR.
Gambar.1. Peningkatan merokok pada populasi diikuti peningkatan kematian pada
kanker paru…………………………………………………………………....8
Gambar.2. Revisi system staging TNM 1997…………………………………………...1
Gambar.3. Pembagian regimen terapi secara random…………………………………..24
Gambar.4. Mekanisme kerja obat monoklonal antibodi anti-EFGR pada sel kanker….26
5
BAB I PENDAHULUAN
Kanker paru merupakan penyakit pertumbuhan sel jaringan paru yang tak
terkontrol. Pertumbuhan ini dapat bermetastase yang menyebar kejaringan sekitarnya
serta kejaringan paru yang bersebelahan. Sebahagian besar kanker paru berupa karsinoma
paru yang berasal dari sel epitel. Kanker paru merupakan penyebab kematian paling
banyak pada pria dan kedua pada wanita setelah kanker payudara(1)
Prevalensi Kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002
dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru ( merupakan 13% dari semua kanker baru yang
terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat
kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/ tahun, sedangkan di
Indonesia menduduki peringkat keempat kanker terbanyak, di RS kaker Dharmais Jakarta
tahun 1998 menduduki urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker leher rahim.
Angka kematiaan akibat kanker paru diseluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta
penduduk setiap tahunnya. Di Negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik
dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang
mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebahagian besar kanker paru mengenai pria dengan
perbandingan 1:13 dan pada wanita 1:20.(2)
Selama 20 tahun terakhir sejumlah percobaan telah dilakukan guna mengurangi
angka kematian pada penderita karsinoma paru, pengunaan terapi pembedahan, radio
terapi, kombinasi kemoterapi ataupun kombinasi seluruhnya, namun perbaikan
kelangsungan hidup masih kecil. Saat ini sebahagian kecil penderita memiliki angka
kelangsungan hidup lebih satu setelah didiagnosis dan 15% setelah lima tahun.(3)
Kanker paru merupakan kanker yang paling banyak dijumpai diseluruh dunia,
mengenai hampir satu juta orang setiap tahunnya, peyakit ini penyebab kematian nomor
satu. Angka keberhasilan hidup setelah lima tahun pada penyakit ini kurang dari 15%.
Terapi utama ialah pembedahan dan kemoterapi ajuvan terhadap stadium dini,
kemoradioterapi pada penyakit yang telah lanjut namun belum bermetastase serta
6
kemoterapi terhadap penyakit yang telah bermetastase. Terapi target saat ini telah banyak
digunakan dan serta epidermal growth factor reseptor penghambat tirosin kinase seperti
erlotinib saat ini digunakan untuk terapi lini kedua ataupun lini ketiga pada kanker yang
telah bermetastase. Walaupun belum ditetapkan sebagai standar terapi, terdapat sejumlah
bukti yang menggembirakan terhadap terapi kanker paru ini. Terdapat beberapa jenis
terapi berdasarkan stadium perkembangan yaitu penghambat anti angiogenesis, epidermal
growth factor reseptor inhibitor, vaksin tumor, antibodi monoklonal serta antagonis
reseptor endotelial.(4)
Kanker jenis small sel dijumpai 20 sampai 25 % dari seluruh kasus kanker paru,
40% penderita belum bermetastase dimana masih terbatas ditorak. Dengan kemoterapi
plus radioterapi serta propilaksis irradiasi cranial, rerata angka harapan hidup 18 sampai
20 bulan, dan lebih dari 20 % dapat hidup lebih dari 2 tahun, tanpa terapi rerata harapan
hidup hanya 6 sampai 12 minggu.(5)
Penderita kanker paru yang telah menyebar ( merupakan 60 % dari seluruh kasus
kanker small sel) dimana telah bermetastase pada satu atau lebih organ seperti otak, hati,
tulang, atau sumsum tulang. Dengan kombinasi kemoterapi rerata angka harapan hidup 7
sampai 9 bulan, bahkan beberapa dapat hidup lebih dari dua tahun.(5)
Kemoterapi pada kanker paru yang lanjut telah mencapai puncaknya, ada beberapa
jenis kombinasi obat. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan agen biologik
dengan mekanisme kerja yang unik seperti reseptor epidermal growth factor telah banyak
menarik perhatian pada sebahagian besar kanker non small sel. Obat kedua yang makin
banyak diteliti adalah monoklonal antibodi yang berbeda dari reseptor ekstraselluler
(transtuzumab[herceptinR]) dan penghambat reseptor tyrosin kinase. Dua jenis
penghambat tyrosin kinase, ZD1839 dan OSI-774 mempunyai sifat kerja anti tumor
,bahkan pada penderita yang gagal dengan kemoterapi sebelumnya pada non small sel
lanjut.(5)
7
Sampai saat ini pengobatan kanker paru baik non small sel dan small sel dengan
kemoterapi masih non spesifik, non selektiv dan toksik. Kombinasi kemoterapi terbaru
belum menjadikan perbaikan harapan hidup bermakna, namun demikian pencegahan,
deteksi dini dan penggunaan target biologik spesifik memberikan harapan optimisme
penurunan mortalitas penyakit.(5)
Tujuan tinjauan kepustakaan ini ialah untuk membahas terapi sistemik yang lebih
baik terhadap kanker paru saat ini.
8
BAB II
PATOGENESIS DAN ETIOLOGI KARSINOMA PARU
2.1. PATOGENESIS.
Seperti penyakit kanker lainnya, kanker paru dimulai oleh aktivasi onkogen dan
inaktivasi gen supresor tumor. Onkogen merupakan suatu gen yang diyakini sebagai
penyebab seseorang cenderung terkena kanker. Proto-onkogen berubah menjadi onkogen
apabila terpapar karsinogen spesifik. Mutasi yang terjadi pada proto-onkogen K-ras
menyebabkan adenokarsinoma paru sampai 10-30%. Epidermal growth factor reseptor
(EFGR) mengatur prolifersi sel, apoptosis, angiogenesis, serta invasi tumor. Mutasi serta
berkembangnya EFGR sering dijumpai pada kanker paru non-small sel sehingga
menjadikan dasar terapi menggunakan penghambat EFGR. Kerusakan kromosom
menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot, menyebabkan inaktivasi gen
supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan 17p paling sering menyebabkan
karsinoma paru non-small sel. Gen p53 tumor supresor berada di kromosom 17p yang
didapatkan 60-75% dari kasus. Gen gen lainnya yang sering bermutasi dan berkembang
ialah c-Met, NKX2-1, LKB1, PIK3CA dan BRAF. (5)
Tabel.1.Abnormalitas gen pada non small sel dan small sel kanker paru.(kutip 10)
9
Sejumlah gen polimorfik berkaitan dengan kanker paru, termasuk gen polimorfik
yang mengkode interleukin-1, sitokrom P450, caspase-8 sebagai pencetus apoptosis serta
XRCC1 sebagai molekul DNA repair. Individu yang terdapat gen polimorfik seperti ini
lebih sering terkena kankaer paru apabila terpapar zat karsinogenik.(5)
2.2. ETIOLOGI.(5,6,7,8)
Zat karsinogen pada rokok tembakau memegang peranan penting terhadap
kejadian kanker paru. Kurang lebih 85-90% penderita kanker paru adalah perokok,
namun demikian kankaer paru dapat juga mengenai individu yang bukan perokok.
Dengan demikian pengaruh factor lingkungan perokok tembakau, polusi udara, paparan
gas radon dan beberap virus dapat juga menyebabkan kanker paru. Namun kurang dari
20% akan mengalami kanker paru,dengan demikian faktor keturunan memegang peranan
penting.
Pertumbuhan kanker paru diperantarai oleh interaksi antara beberapa zat
karsinogen. Rokok sigaret mengandung campuran senyawa dimana telah 4000 senyawa
teridentifikasi pada sebahagian besar rokok. Sejumlah penelitian telah mengidentifikasi
60-70 karsinogen; polisiklik aromatic hidrokarbon, (PAHs), heterosiklik hidrokarbon, N-
nitrosamin, aromatik amine, N-heterosiklik amine, aldehide, beberapa senyawa organic,
senyawa anorganik seperti hydrazine logam serta radikal bebas. Terdapat bukti uyang
menunjukkan bahwa gabungan zat karsinogenik PAH dan tobacco-spesifik carcinogen
NNK (4-(methylnirosoamino)-1-3(phyridyl)-1-(butanone) memegang peranan penting
dalam menginduksi kanker paru pada perokok. kedua-duanya merupakan karsinogen
yang sama kuatnya antara PAH dan N-Nitrosamin namun demikian walaupun butadin,
aldehid dan benzene suatu potensial karsinogenik yang rendah , tetapi jumlahnya sangat
banyak pada rokok tembakau.
PAH merupakan hasil pembakaran tak sempurna dari tembakau pada saat
merokok. PAH, terutama benzopyrin mencetuskanterjadinya tumor paru pada hewan
percobaan. Disamping itu dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa jaringan paru
manusia dapat memetabolisme PAH menjadi metabolit reaktif yang berinteraksi dengan
10
DNA membentuk gen DNA yang bermutasi. DNA ini diduga merupakan pencetus
terjadinya karsinogenesis dan mungkin juga prediksi risiko kanker paru. Pada beberapa
penelitian gabungan PAH-DNA telah ditemukan pada sample paru manusia dan
peningkatan kadar PAH-DNA pada jaringan paru perokok dan bekas perokok
dibandingkan dengan tidak perokok
Beberapa penelitian epidemiologi yang melakukan evaluasi tahun 2004
memdapatkan peningkatan risiko kanker paru pada orang non perokok yang terpapar oleh
lingkungan asap rokok, terutama pada orang yang mempunyai pasangan perokok
aktif,dimana risiko terjadinya kanker paru meningkat 20% sampai 30%. Individu yang
tidak merokok yang terpapar ditempat lingkungan kerja kemungkinan risiko kanker paru
12% sampai 19%.
Gambar 1. peningkatan merokok pada populasi diikuti dengan peningkatan kematian
akibat kanker paru.(kutip 5
Perbedaan insiden kanker paru pada orang non perokok di beberapa Negara
berbeda membuktikan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi risiko. Polusi udara
merupakan gabungan komplek gas dan komponen partikel yang berperan sebagai faktor
11
risiko sedang terhadap kanker paru. Polusi udara yang berasal dari lalu lintas padat,
pembakaran minyak serta pabrik industri bertanggung jawab terhadap insiden kanker
paru. Termasuk PAH, formaldehide, benzene, ethyleneoxide, uap minyak serta logam.
Hubungan antara kanker paru dengan polusi udara telah dilaporkan dalam berbagai
penelitian dari berbagai Negara. Penduduk kota yang mengalami paparan yang tinggi
mempunyai risiko kaker paru 1.5 leih tinggi dibandingkan dengan penduduk desa. Dalam
European perspective study didapatkan bahwa penduduk disekitar lalu-lintas yang padat
atau terpapar kadar NO2 lebih dari 30 ug/m3 akan meningkatkan risiko kanker paru. Pada
kasus NO2 risiko kanker paru berhubungan dengan respon paparan. Pada penelitian
lainnya suatu partikel-partikel kecil, SO2 dan rokok hitam semuanya berkaitan dengan
peningkatan risiko kanker paru. Oleh karena paru mempunyai vulome respirasi yang
besar (500-600 liter oksigen/jam), disertai dengan area yang luas (75-85 m2) dengan
perfusi yang banyak terpapar oleh udara beracun disekitarnya akn mencetuskan
keracunan paru dan pertumbuhan kanker paru walau dengan kadar yang rendah
sekalipun.
Gas radon merupakan bahan kimia yang terdapat dimana-mana, yang berupa gas
beracun yang berasal dari lingkungan dan material bangunan yang tercemar, seperti
batu,batu bata dan semen. Paparan gas radon yang tinggi berkaitan dengan pekerjaan
terutama tambang uranium. Peningkatan risiko kanker paru di pertambangan berkaitan
dengan akumulasi paparan gas radon. Didapat bukti yang kuat gas radon pada ruangan
tertutup mempunyai kontribusi terhadap risiko kanker paru. Diperkirakan radon
berkontribusi sampai 9% terhadap kejadian kanker paru, dan dari data yang dapat
dipercaya menyimpulkan risiko kanker paru akibat terpapar radon dan rokok akihir-akhir
ini meningkat.
Paparan dari tempat kerja memegang peranan penting sebagai penyebab kanker
paru. Kejadian kanker paru dicetuskan oleh paparan lingkungan tempat kerja oleh logam
seperti beryllium, kromium, nikel dan arsenik telah ditemukan. Paparan PAH yang tinggi
dapat ditemukan pada beberapa pekerja seperti produksi aluminium, batubara dan proses
gasifikasi batubara, besi, pekerja besi baja,supir bus (oleh karena menghirup gas buang
mesin disel), pembuat atap serta pekerja jalan aspal. Paru-paru merupakan target organ
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon pada pekerja yang terpapar. Kristal silica yang terhirup
12
juga diklasifikasikan sebagai zat karsinogen paru . perlu digaris bawahi ialah apabila
menilai etiologi kanker paru yang berhubungan dengan tempat kerja perlu
dipertimbangkan adanya riwayat merokok tembakau.
Virus Onkogen mungkin dapat dimasukkan kedalam etiologi kanker paru.
Sejumlah temuan membuktikan adanya keterlibatan sejumlah human papiloma virus,
akan tetapi temuan virus pada karsinoma bronchial sangat beragam. Virus Epstein-Barr,
cytomegalovirus, human herpes virus-8 dan simian virus 40 jarang ditemukan.
Kerentanan genetik berperan pada individu perokok tembakau. Sebagaimana fakta
yang ditemukan dimana hanya satu dari sepuluh perokok semasa hidupnya yang
berkembang menjadi kanker paru. Sejumlah penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya faktor genetik yang mempengaruhi risiko individu terkena kanker paru. Suatu
penelitian melaporkan adanya hubungan chromosom 6q pada kelompok kanker paru,
sehingga dapat diduga adanya pengaruh gen terhadap kanker paru. Kerentanan pada
kanker paru kemungkinan menyesuaikan dengan faktor spesifik penjamu termasuk
perbedaan metabolisme karsinogen dan detoksifikasi,DNA repair, kontrol siklus sel, sel
signaling, apoptosis serta jalur imflamasi. Prokarsinogen pada rokok tembakau
mengaktifkan sejumlah sitokrom P450 dan didetoksifikasi oleh gluthation S-
tranferase(GST), NADPH, Quinon oksireduktase(NQO), N-asetil-tranferase(NAT).
Eliminasi dan perbaikan DNA yang mengalami kerusakan berperan penting
dalam memproteksi serta keutuhan genom dari agen genotoksik seperti PAH dan NNK
yang berasal dari rokok tembakau. Penderita kanker paru dilaporkan mempunyai
kapasitas DNA repair yang rendah. Penelitian yang ada menemukan adanya hubungan
antara nukliotida polimorfik tunggal pada sejumlah gen DNA repair dengan risiko kanker
paru.
13
BAB III
KLASIFIKASI, GEJALA KLINIS, STADIUM KARSINOMA PARU, DIAGNOSIS,
3.1. KLASIFIKASI (1,8,10)
Sebahagian besar kanker paru berupa suatu karsinoma ganas yang berasal dari sel
epitel. Ada dua jenis utama karsinoma paru yang dikatagorikanberdasarkan ukuran serta
adanya sel ganas yang terlihat melalui histopatologi dengan mikroskop, non-small cell
lung carcinoma( NSCLC) 80% ,small cell lung carcinoma(SCLC) 16,8%. Klasifikasi ini
berdasarkan pada kriteria histologi yang sangat penting dalam penanganan klinis serta
prognosis penyakit.
Table.3.frekwensi kanker paru berdasarkan jenis histology.(kutip1)
Non-small cell lung carcinoma (NSCLC) dikelompokkan bersama berdasarkan pada
persamaan penatalaksanaan dan prognosisnya. Ada tiga katagori sub-tipe: squamous cell
lung carcinoma, adenocarcinoma serta large cell lung carcinoma, yang merupakan 31,2%
dari seluruh kanker paru. Squamous cell lung carcinoma umumya berasal dari sekitar
bronkus utama. kavitas yang berongga disertai nekrosis banyak dijumpai pada tumor
primer. Well differentiated squamous cell lung cancer pertumbuhannya lebih lambat
dibandingkan kanker jenis lain.
Adenocarcinoma kurang lebih 29,4 % dari kanker paru, umumnya kanker ini
berasal dari jaringan paru perifer. Kebanyakan kasus adenocarcinoma berhubungan
dengan perokok, akan tetapi diantara individu yang tidak perokok adenocarsinoma juga
14
banyak dijumpai. Bronkiolalveolar merupakan sub-tipe adenocarsinoma yang banyak
dijumpai pada wanita non-perokok yang memiliki respon terapi yang berbeda.
Small cell lung carcinoma (SCLC) juga disebut “oat cell carcinoma” merupakan
kanker paru yang sedikit ditemukan, jenis ini berasal dari saluran napas yang lebih besar
(bronkus primer dan sekunder) dan dapat berkembang dengan cepat menjadi lebih besar.
Sell oat mengandung neurosekret padat (vesikel mengandung hormon neuroendokrin)
yang berhubungan dengan sindrom paraneoplastik/endokrin, yang kurang sensitive
dengan kemoterapi sehingga prognosisnya menjadi jelek dan sering bermetastase. Kanker
Small sel dibagi dalam stage terbatas dan stage luas. Jenis kanker paru ini diduga kuat
berhubungan dengan riwayat perokok.
3.2. GEJALA KLINIS. (9,10,12)
Sekitar 25% kanker paru adalah asimptomatik dan ditemukan dengan tidak
sengaja melalui foto toraks. Tanda dan gejala yang timbul dapat berasal dari progresifitas
tumor local, penyebaran ke daerah regional atau metastase jauh. Sindrom paraneoplastik
dapat terjadi pada semua stage penyakit. Akan tetapi gejala ini tidak spesifik untuk
mengklasifikasi dan histologi kanker.
Tumor dapat mengakibatkan batuk dan terkadang sesak napas yang disertai
obstruksi jalan napas, post obstruksi atelektasis dan penyebaran kekelenjar limfe. Demam
dapat terjadi pada pneumonia post obstruktif, sebahagian penderita dilaporkan mengalami
nyeri dada yang tak jelas atau nyeri yang terlokalisir. Hemoptisis jarang ditemukan,
kehilangan darah hanya sedikit kecuali pada kasus yang dimana tumor mengiritasi
pembuluh arteri yang mengakibatkan perdarahan masif bahkan kematian .
Bekles dkk (2003) mendapati 65% -75% pasien kanker paru menderita batuk,
bahkan lebih dari 25% dengan batuk produktif. Hemoptisis didapati 6% -35% pasien,
kurang lebih 20%-30% pasien akan mengalami hemoptisis dan 3% akan mengalami
hemoptisis yang menyebabkan kematian.
15
Penyebaran regional tumor menyebabkan nyeri dada pleuritik ataupun sesak
napas akibat terjadinya efusi plura, suara serak yang disebabkan oleh tumor yang
mendesak nervus laringius, sesak dan hipoksia akibat paralysis diafragma karena
keterlibatan nervus phrenikus.
Knop dkk (2005) mendapati sesak napas sekitar 60% dari pasien, penyebab sesak
napas disebabkan akibat penyumbatan jalan napas pada bronkus atau parenkim
paru,pleural efusi, pneumonia dan komplikasi akibat kemoterapi atau radioterapi seperti
pneumonitis.
Sindroma vena cava superior diakibatkan oleh penekanan dan invasi ke vena cava
superior yang dapat menyebabkan sakit kepala dan perasaan penuh dikepala,
pembengkakan di wajah dan ekstremitas atas, sesak napas apabila berbaring dan flushing.
Tanda tanda fisik sindroma vena cava superior meliputi edema pada wajah dan
ekstremitas, pembengkakan leher dan vena subcutan pada wajah dan badan bagian atas.
Gift dkk (2004) mendapatkan kurang lebih 50% pasien mengalami rasa tak enak
didada ataupun nyeri pada dinding dada. Bekles dkk (2004) rasa tak enak dan nyeri dada
yang hilang timbul serta nyeri pleuritik akibat penyebaran tumor ke pleura dapat dialami
penderita kanker paru.
Tumor apical, biasanya NSCLC menyerang pleksus brakhialis, pleura, tulang iga
sehingga mengakibatkan nyeri bahu dan ekstremitas bagian atas yang disertai kelemahan
atau atropi tangan ipsilateral (tumor pancoast ). Sindroma Horner (ptosis,miosis,
enopthalmos dan anhidrosis) dapat timbul apabila saraf simpatik paravertebra atau
ganglion stellata cervical terkena. Penyebaran tumor ke pericardium dapat terjadi tanpa
gejala atau menimbulkan kontriktif perikarditis bahkan tamponade jantung. Disfagia
dapat terjadi akibat penekanan namun sangat jarang.
Metastasis pada hati menyebabkan nyeri, gejala gastrointestinal yang akhirnya
menyebabkan kegagalan hati. Metastasis ke otak mengakibatkan perubahan tingkah laku,
16
kebingungan, afasia, kejang, paresis atau paralysis, mual dan muntah bahkan koma dan
kematian. Metastasis ke tulang menyebabkan nyeri hebat dan fraktur, jarang terjadi
insufisiensi kelenjar adarenal walaupun umumnya kanker paru bermetastasis ke kelenjar
adrenal.
Gejala Sindroma Paraneoplastik terjadi pada tempat yang jauh dari tumornya
ataupun metastasisnya. Sindroma paraneoplastik meliputi hiperkalsemia( pada penderita
dengan squamous sell karsinoma, disebabkan oleh karena tumor menghasilkan hormon
paratiroid), sindrom inappropriate antidiuretik hormon(SIADH), clubbing finger dengan
atau tanpa hipertropik osteoartropathy paru, myasthenia(sindrom Eaton-Lambert) serta
beberapa sindroma neurologist, termasuk neuropathi, encephalopathy,encephalitis,
mielophati serta penyakit serebral. Mekanisme ini melibatkan autoantigen tumor yang
menghasilkan autoantibody, namun demikian sebahagian besar penyebabnya tidak
diketahui.
Van Cleave dan Cooley (2004) juga mendapati Sindrome paraneoplastik yang
mungkin disertai dengan Sindrom Cushing, Hiperkalsemia, SIADH, Hipertropik
Osteoartropati paru, Sindrom nerologis.
3.3. STADIUM KARSINOMA PARU (8,9,10,11)
Staging untuk kanker paru berdasarkan tumor(T), penyebaran ke getah bening(N)
dan organ lain(M).
Stage kanker paru jenis karsinoma sel kecil terdiri dari stage terbatas(limited) jika hanya
melibatkan satu sisi paru (hemitoraks), stage luas(extensive) jika sudah meluas dari satu
hemitoraks atau menyebar keorgan lain.
Stadium kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil atau NSCLC dibagi atas stage
I,II,,IIIA, IIIB dan IV yang ditetapkan menurut International Staging System for Lung
Cancer 1997,
17
Gambar.2.revisi Sistem Staging TNM, 1997.(kutip 9) T1 ; tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan
paru atau pleura visceral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari
bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor sebarang ukuran dengan
komponen invasive terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal
bronkus utama.
T2 ; setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut; garis tengah terbesar
lebih dari 3 cm,mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina,
dapat mengenai pleura visceral.
T3 ; tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada( termasuk
tumor sulkus superior),diafragma. Pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus
utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang
berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4 ; tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esophagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai efusi pleura
ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor
primer.
N0 ; tak ada keterlibatan kelenjar getah bening.
N1 ; metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral,
termasuk perluasan, termasuk perluasan tumor secara langsung.
N2 ; metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dan/atau KGB
Subkarina.
18
N3 ; metastasisi pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral.
M0 ; tidak ditemukan metastasis jauh.
M1 ; ditemukan metastasis jauh.nodul ipsilateral diluar lobus tumor primer dianggap
sebagai M1.
3.4. DIAGNOSIS (8,9,10,)
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal selain pemeriksaan
klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto
toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura
dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura
masif sehingga tumor tidak terlihat. Sitologi sputum akan memberikan hasil positif jika
tumor ada dibagian sentral atau intrabronkus. Kemajuan dibidang teknologi endoskopi
autofloresensi telah terbukti dapat mendeteksi lesi prakanker maupun lesi kanker yang
lokasi sentral. Perubahan yang dapat ditemukan pada mukosa bronkus pada lesi
keganasan stadium dini sulit dilihat dengan bronkoskopi konvensional. Hal itu dapat
diatasi dengan bronkoskopi autofloresensi karena dapat mendeteksi karsinoma in situ
yang mungkin terlihat normal dengan bronkoskopi biasa.
Prosedur diagnosis untuk kanker paru dilakukan hingga didapat diagnosis pasti
(jenis histologi) dan dapat ditentukan stadium penyakit hingga dapat dipikirkan modalitas
terapi yang tepat. Selain itu harus dipertimbangkan keadaan umum pasien (performance
status) dan kemampuan keuangan.
Tindakan diagnostik untuk mendapatkan sel kanker dapat dilaksanakan dari cara
yang paling sederhana hingga tindakan invasif tergantung kondisi pasien. Pilihan terapi
antara lain biopsi jarum halus jika ada masa superfisial, pungsi dan biopsi pleura jika ada
efusi pleura, bronkoskopi disertai dengan bilasan, sikatan, kuretase, biopsi masa intra
bronkus sebagai usaha untuk mendapatkan jenis histologi.
Tindakan diagnostik untuk mendapatkan stadium penyakit antara lain, foto toraks,
CT-scan toraks sampai kelenjar suprarenal dan bronkoskopi. Pemeriksaan CT-scan
19
kepala dan bone scan dilakukan jika ada keluhan(atas indikasi) atau pasien yang akan
dibedah.
Tumor marker tidak dilakukan untuk diagnosis kanker paru tetapi hanya
bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi. Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat
ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur diagnosis, maka torakotomi
eksplorasi dapat dilakukan.
20
BAB.IV
TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU KARSINOMA PARU
4.1. Persyaratan pasien Kemoterapi. .(12)
Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan-kelemahan yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side efek, sebelum memberikan
kemoterapi harus dipertimbangkan :
1. Menggunakan kriteria Eastren Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status
penampilan < 2.
2. jumlah lekosit lebih dari 3000/ml.
3. jumlah trombosit lebih dari 120.000/ul.
4. cadangan sumsum tulang masih adekuat misalnya Hb lebih dari 10 gr%.
5. kliren kreatinin diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam).
6. bilirubin kurang dari 2 ml/dl, SGOT dan SGPT dalam batas normal.
7. elektrolit dalam batasnormal.
8. mengingat toksisitas obat sebaiknya tidak diberikan diatas umur 70 tahun.
Status penampilan penderita ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana
penyakit kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga
menjadi faktor prognostik dan faktor yang menetukan pilihan terapi yang tepat pada
pasien sesuia dengan status penampilannya.
Skala status penampilan menurut ECOG ialah :
Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas dan
pekerjaan sehari-hari.
Grade 1 : hambatan pada pekerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor ataupun
pekerjaan rumah yang ringan.
Grade 2 : hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran dan
hanya bisa mengurus perawata dirinya sendiri, tidak dapat melakukanpekerjaan
lain.
Grade 3 : hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50 % waktunya
untuk tiduran.
Grade 4 : sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, hanya dikursi atau tiduran
terus.
21
kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain keadaan umum baik,
skala Karnofsky diatas > 70, fungsi hati, ginjal dan homeostatik (darah) baik dan masalah
finansial dapat diatasi. Syarat homeostatik yang memenuhi syarat ialah : HB >10 gr%,
leukosit > 4000/dl, trombosit > 100000/dl.(10)
Tabel.4.Tampilan umum berdasarkan skala Karnofsky dan WHO.(kutip.10)
4.2. Kemoterapi Ajuvan
Kemoterapi ialah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan
kanker dan bahkan membunuh sel kanker.
Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single
agent), tetapi sebahagian besar berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan
potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu
obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatik dapat dikurangi
sehingga efek samping menurun.(11)
4.3. Kemoterapi Neoajuvan.
4.4. KEMOTERAPI UNTUK KARSINOMA PARU.
4.4.1. PLATINUM BASED
Kemoterapi merupakan pilihan terapi lini pertama pada hampir 70 sampai 80%
pasien Non-small cell Lung Carcinoma (NSCLC) yang luas (stadium III) atau yang sudah
bermetastase (stadium IV), yang merupakan 80 %-85% dari kasus kanker paru. Standar
lini pertama kemoterapi pada pasien dengan performance status baik (0/1) ialah platinum-
22
based (Cisplatin atau Carboplatin) yang dikombinasikan dengan generasi ketiga
sitotoksik agen (gemcitabine, vinorelbine, paclitaxel, atau docetaxel). (16)
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa regimen yang terdiri dari lebih
satu obat anti kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap siklusnya.
Kemoterapi untuk SCLC (small cell lung cancer) diberikan sampai enam siklus dengan
Cisplatin based regimen, yang diberikan ialah Cisplatin dengan Etoposide, Cisplatin
dengan Irinotecan dimana pada keadaan tertentu Cisplatin dapat digantikan dengan
Karboplatin dan Irinotecan digantikan dengan Docetaxel.(10,13)
Kemoterapi untuk NSCLC (non-small cell lung cancer) dapat diberikan enam
siklus ( pada kasus tertentu dapat diberikan lebih dari 6 siklus) dengan platinum based
regimen yang diberikan sebagai terapi lini pertama adalah ; Karboplatin/Cisplatin dengan
Etoposide, Karboplatin/Cisplatin dengan Gemcitabin, Karboplatin/ Cisplatin dengan
Paklitaksel, Karboplatin/Cisplatin dengan Doksetaksel.(10,13)
Joan H.Schiller,M.D. dkk (2002) melakukan penelitian klinis secara random
terhadap NSCLC dengan membandingkan empat regimen kemoterapi yaitu Cisplatin plus
Paclitaxel, Cisplatin plus Gemcitabine, Cisplatin plus docetaxel dan Carboplatin plus
paclitaxel. Penelitian dilakukan terhadap 1207 pasien antara oktober 1996sampai mai
1999. pada pasien yang mendapat Cisplatin plus Paclitaxel rata-rata angka harapan hidup
satu tahun dan dua tahun 31% dan 10%. pasien dengan Cisplatin plus Gemcitabin 36%,
dan 13%, Cisplatin plus Docetaxel 31% dan 11% dan Carboplatin plus paclitaxel 34%
dan 11% . penelitian ini hanya dilakukan pada pasien dengan performance status 0 atau 1.
23
Gambar.4. Pembagian regimen terapi secara random.(kutip 16) Kazumasa Noda, M.D. dkk (1999) melakukan penelitian terhadap 230 pasien
Small Cell Lung Cancer dengan membandingkan Irinotecan plus Cisplatin dan Cisplatin
plus Etoposide. Irinotecan dan Cisplatin diberikan dengan dosis 60 mg/m2 pada hari
1,8,15 dan Cisplatin 60 mg/m2 pada hari 1. regimen Etoposide plus Cisplatin, Etoposide
100mg/m2 pada hari 1,2 dan 3, sedangkan Cisplatin 80mg/m2 pada hari 1. didapatkan
hasil angka harapan hidup setelah dua tahun pada Irinotecan plus Cisplatin 19,5%, dan
Irinotecan plus Cisplatin 5,2%.(17)
Noda, dkk (2002) melaporkan penggunaan kombinasi Irinotecan dan cisplatin
pada Small Cell Lung Cancer luas mendapat hasil angka harapan hidup yang lebih baik
dibandingkan dengan kombinasi Etoposide dan Cisplatin yaitu 12,8 bulan dan 9,4
bulan.(5)
Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) melakukan penelitian secara
random pada 1207 pasien NSCLC dengan kombinasi empat regimen kemoterapi :
paclitxel plus cisplatin,docetaxel plus cisplatin, gemcitabine plus cisplatin dan paxlitaxel
plus carboplatin. Didapat angka harapan hidup 1-2 tahun bervariasi dari 31 %-36% dan
10,5 %-15,7%.
24
Hellenic Cooperative Oncology Group Study (1998) membandingkan regimen
gemcitabine/paclitaxel dan carboplatin/paclitaxel, pada NSCLC stadium IIIA,IIIB,IV.
Didapat harapan hidup satu tahun 51,3 % dan 41,3%.
4.4.2. TERAPI TARGET.
Beberapa tahun terakhir dengan berkembang pemahaman biologi kanker
melahirkan beberapa terapi target yang menghambat proses biologi perkembangan
NSCLC, yaitu antibodi monoklonal dan molekul kecil penghambat tyrosin kinase
(TKI)(16)
Monoklonal antibodi anti EGFR seperti Cetuximab berikatan dengan ektraselluler
domain yang menginaktifkan konfigurasi EGFR yang berkompetisi dengan ikatan
reseptor dengan demikian menghambat aktifasi ligand tyrosin kinase EGFR. Molekul
kecil penghambat tyrosin kinase EGFR seperti Erlotinib dan Gefitinib secara timbal balik
dengan ATP mengikat domain intraselluler katalis EGFR tyrosin kinase sehingga
menghambat autophosphorylation dan signaling. Antibody monoclonal anti EGFR hanya
mengenal EGFR semata oleh karena itu sangat selektif terhadap reseptor tersebut,
beberapa macam molekul kecil penghambat tyrosin kinase EGFR menghambat growth
factor reseptor tyrosin kinase termasuk beberapa anggota family EGFR, ataupun reseptor
vascular endothel growth factor (VEGF).(19)
Uji klinis terapi dengan anti bodi monoklonal kini mengalami kemajuan pada
hampir semua jenis kanker. FDA sejauh ini telah menyetujui beberapa terapi target untuk
kanker tertentu antara lain seperti rituximab (rituxan),trantuzumab (Hercepin),Cetuzimab
(erbitux) dan Bevacizumab (Avastin).(18)
25
Gambar.5. Mekanisme kerja obat antibodi monoklonal anti-EGFR pada sel kanker.(kutip19)
EGFR TKIs saat ini merupakan suatu terobosan dalam penanganan selektif kasus-
kasus kanker paru. Gefinitib (Iressa) merupakan obat EGFRTKIs yang pertama
direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika serikat dan
Jepang. Erlotinib (Tarceva) merupakan obat kedua yang masih dalam evaluasi. The
National Institute Canada Group melakukan penelitian secara random erlotinib banding
placebo pada pasien NSCLC stadium IIIB atau IV. Didapat rata-rata respon 8,7 % pada
kelompok erlotinib dan median survivalnya 6,7 bulan banding 4,7 bulan. Berdasarkan
pada penelitian ini FDA merekomendasikan erlotinib (Tarceva) sebagai terapi lini kedua
pada NSCLC.(21)
Frances A.Sheperd,M.D. dkk (2005) melakukan penelitian double-blind, placebo-
control random pada 731 pasien NSCLC stadium IIIB atau IV dimana 47 % pasien
26
pernah mendapat dua regimen kemoterapi, 93% pernah mendapat platinum-based. Pasien
diberikan erlotinib 150 mg oral perhari selama 14 bulan dan placebo dengan
perbandingan 2 ;1. pada kelompok erlotinib didapat hasil rerata respon 8,9% dan placebo
<1 %. Angka harapan hidup pada erlotinib 7,9 bulan banding 3,7 bulan.(22)
Robert Pirker,M.D (2009) melakukan penelitian terhadap 1125 pasien NSCLC
dengan menambahkan cetuximab (erbitux) pada kemoterapi standar dibandingkan dengan
kemoterapi standar tanpa cetuximab, dengan memberikan cisplatin intravena 80
mg/m2,pada hari 1 dan vinorelbine 25mg/m2 hari 1 dan 8 setiap tiga minggu sampai enam
siklus dan cetuximab 400 mg/m2 hari 1 selama 2 jam dan 250 mg/m2 pada hari ke 8
selama 1 jam perminggu, respon komplit pada kelompok cetuximab 2% dan 1% pada
kemoterapi standar. Respon parsial 35% pada kelompok cetuximab dan 28% pada
kelompok standar.(23)
Penelitian klinis lainnya yang dilakukan pada 99 pasien NSCLC yang dilakukan
secara random dengan memberikan Karboplatin plus paclitaxel (200 mg/m2) dengan atau
kelompok tanpa bevacizumab (7,5 mg atau 15 mg/kg) diberikan setiap tiga minggu.
Didapat hasil rerata respon 31% pada kelompok dengan bevacizumab dan 18,8% pada
kelompok tanpa becizumab.(16)
4.5. PENILAIAN HASIL TERAPI.
Respon kemoterapi dapat dinilai dari dua sisi, dari pasien disebut dengan respon
subjektif dan dari penyakitnya atau tuornya disebut respon objektif. Penilaian respon
subjektif dilakukan setiap akan memberikan siklus kemoterapinya selanjutnya. Respon
yang dinilai adalah apakah terjadi pertambahan berat badan dan/atau penurunan keluhan
akibat tumornya.
Respon objektif kemoterapi dilakukan minimal setelah pemberian 2 siklus (H-1
siklus ke 3) dengan foto toraks. CT-scan dilakukan untuk menilai respon objektif setelah
3 siklus(H-1 siklus ke 4). Respon objektif menggunakan kriteria; respon komplit
27
(CR=complete response) jika tumor hilang 100% dan menetap dalam tiga minggu, respon
sebagian (PR=partial response) jika tumor mengecil <90 % tetapi >50 % dan menetap
dalam tiga minggu, menetap (stable disease) jika tumor mengecil<50 % atau membesar
<25 % dan menetap dalam tiga minggu, Progresif jika tumor membesar >25 % atau
timbul tumor atau metastase baru.
4.6. PROGNOSIS.(8)
Secara keseluruhan prognosis kanker paru buruk. Angka harapan hidup sampai 5
tahun pasien SCLC dengan limited-stage sekitar 20%, sedangkan yang extensive stage
sangat buruk < 1%.
Angka harapan hidup sampai 5 tahun pasien NSCLC bervariasi berdasarkan
stadium, 60 %-70 % pasien dengan stadium I, dan < 1% pada pasien dengan stadium IV.
Rata-rata pasien NSCLC yang telah bermetastase jika tidak diterapi angka harapan
hidupnya 6 bulan. Saat ini harapan hidup pasien NSCLC stadium dini maupun lanjut
meningkat, dari yang didapat harapan hidup pasien dengan stadium dini apabila diberikan
regimen platinum-based setelah dilakukan reseksi. Terapi target juga meningkatkan
harapan hidup pasien dengan stadium IV. Namun pada penyakit yang telah bermetastase
hasilnya masih mengecewakan.(8)
28
Tabel.5. Ringkasan guideline diagnostik dan terapi kanker paru.(kutip,24)
29
30
BAB.V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN.
1...Kanker paru merupakan salah satu penyebab kematian didunia selain kanker
payudara, kanker prostate dan kanker kolorektal.
2. saat ini terdapat beberapa cara pemberian kemoterapi, kemoterapi diberikan
sebagai terapi bertujuan untuk memperpanjang harapan hidup dan
menghilangkan gejala.
3. obat kemoterapi terdiri dari alkylating agen, anti metabolit, anthracycline,
topoisomerase inhibitor, vinca alkaloid.
4. Terapi target telah memberikan harapan dan era baru terhadap pengobatan
kanker dimasa depan.
SARAN.
1. Dari berbagai uji klinis regimen monoclonal anti bodi cukup efektif sehingga
perlu digunakan sebagai terapi standar atau sebagai terapi tambahan dengan
terapi standar.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. From Wikipedia ; Lung cancer, http;/en.wikipedia.org.2009.
2. Zulkifli Amin.Kanker Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit, Edisi (2006),Hal 1005-
1011.
3. Desmond.N.Carney,M.D,Ph.D.; Lung Cancer-Time to move on from
Chemotherapi. N Engl J Med, Vol.346,No.,2002
4. Kishan J.Pandya; Lung Cancer, Tranlational and Emerging Therapies;Informa
Health Care,2007.
5. Jhon D. Minna : Neoplasms of The Lung.in Ed Principles of Internal
Medicine.16th.McGraw-Hill Med Pub Div.2005.p 506-516.
6. Anthony J.Alberg,Phd,MPh: and Jonathan M,Samet, MD,MS: Epidemiology of
Lung Cancer , Chest, 2003.
7. Aage Haugen, Steen Mollerup: Etiology of Lung Cancer; in ed Text Book of Lung
Cancer,2th. Informa Health Care.(2008).p 2-9
8. Waun Ki Hong,M.D: in Lung Carcinoma,www.merc.com.2008
9. York E, Miller: Pathogenesis of Lung Cancer: Centennial Review. Am J Respir
Mol Biol. 2005. Vol 33. p 216-223.
10. Jusuf A.dkk : Kanker Paru bukan sel kecil; Pedoman nasional untuk diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. PDPI .2005.
11. Roy S.Herbst, M.D. et al : Lung Cancer. N Engl J Med.(2008) p1367-1380.
12. Linda H.Yoder : An Overview of Lung Cancer Symptoms, Pathophysiology, and
Treament. Medsurg Nursing. 2006, Vol,15.
13. Rennete Timbrel ,RT,M.Rad. Lung Cancer : A Review of Current Treatment
Modalities with a on New Strategies. Eradimaging-Com.2009.
14. F.Macdonald, C.H.J.Ford and A.G.Casson:The cell cycle. Moleculer Biology of
Cancer. 2th BIOS Scientific Publisher, 2004.
15. K.Osterlind : Chemotherapy in Small Cell Lung Cancer. Eur Respir J
(2001).Vol.18. p 1026-1043.
16. Giuseppe Giaccone : The Potensial of Antiangiogenic Therapy in Non-Small Cell
32
Lung Cancer, Clin Can Resp.(2007).
17. Joan H.Schiller, MD. Et al: Comparison of Four Chemotherapy Regimen For
Advanced Non-Small Cell Lung Cancer. N Engl J Med. (2002). Vol 346. p92-97.
18. Kazumasa Noda, M.D. et al: Irinotecan plus Cisplatin Compare With Etoposide
Plus Cisplatin for Extensive Small-Cell Lung Cancer. N Engl J Med. (2002).Vol
346. p 85-91.
19. Fortunato Ciardiello,M.D: EFGR Antagonist in Cancer Treatment, N Engl J Med.
(2008).
20. David S.Ettinger : Is There Preferred Combination Chemotherapy Regimen for
Metastase Non-Small Cell Lung Cancer, www.The Oncologist.com 2002.
21. James R. Jett and York E. Miller : Update in Lung Cancer 2005. Am J Respir Crit
Care Med.2006, Vol173. p 695-697.
22. Franches A.Shepperd,M.D. et al : Erlotinib in Previously Treated Non-Small-Cell
Lung Cancer. N Engl J Med.2005, Vol 353.
23. Dori F.Saleznik.M.D : Cetuximab Prolong Survival in Non-Small-Cell Lung
Cancer. The Lancet 2009.
24. David G.Pfister. et al : American Society of Clinical Oncology Treament of
Unresectable Non-Small-Cell Lung Cancer Guideline; Update 2003. J of Clin
Onc.2004, Vol 22.