6
TEORI PENDUKUNG Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara anaerobik dan aerobik. Pada pengolahan air secara anaerobik mikroorganisme pendekomposisi bahan organik dalam air limbah akan terganggu pertumbuhannya jika terdapat oksigen bebas dalam sistem pengolahannya. Dalam pengolahan air limbah secara aerobik, mikroorganisme mengoksidasi dan mendekomposisi bahan – bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi sehingga mirroorganisme baru dapat tumbuh. Contoh peralatan pengolahan air limbah yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi secara aerobik diantaranya yaitu lumpur aktif dan Laguna Teraerasi. Reaksi dekomposisi atau pendegradasi bahan organik secara aerobik dan reaksi pertumbuhan mikroorganisme yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah ditunjukkan sebagai berikut: Reaksi oksidasi dan sintesis sel adalah sebagai berikut CHONS + O2 + Nutrien CO2 + NH3 + C5H7NO2 + hasil akhir (Zat organik) (sel baru) (mikroba) + 5 H 2 O 5CO2 + 2H2O + NH 3 + energi Dengan demikian proses dekomposisi bahan organik terjadi bersamaan dengan pertumbuhan mikroorganisme. Proses degradasi bahan organik dan pertumbuhan mikroorganisme akan berlangsung baik, jika terdapat kondisi lingkungan yang mendukung. Proses pengolahan secra biologi yang paling sering digunakan adalah proses pengolahan dengan menggunakan metode lumpur aktif. Metode ini memanfaatkan mikroba aktif yang mendegradasi bahan – bahan organik secara aerobik. Karena mikroba ini wujud fisiknya menyerupai lumpur maka kemudian disebut dengan lumpur aktif. Terdapat empat komponen dalam metode lumpu aktif yakni tangki aerasi, tangki pengendap, sistem pengendalian lumpur dan sistem pembubuhan nutrisi. Gambar-1 Seperti pada gambar diatas, sesudah equalization tank di mana fluktuasi kwalitas/ kwantitas influen diratakan, limbah cair dimasukkan ke dalam tangki aerasi di mana terjadi pencampuran dengan mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif). Oksigen yang dibutuhkan untuk reaksi mikroorganisme tersebut diberikan dengan cara memasukkan udara ke dalam tangki aerasi dengan blower. Aerasi ini juga berfungsi untuk mencampur

TEORI PENDUKUNG_LA1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

k

Citation preview

Page 1: TEORI PENDUKUNG_LA1

TEORI PENDUKUNG

Proses pengolahan air limbah

secara biologi dapat dilakukan secara

anaerobik dan aerobik. Pada

pengolahan air secara anaerobik

mikroorganisme pendekomposisi bahan

organik dalam air limbah akan

terganggu pertumbuhannya jika

terdapat oksigen bebas dalam sistem

pengolahannya. Dalam pengolahan air

limbah secara aerobik, mikroorganisme

mengoksidasi dan mendekomposisi

bahan – bahan organik dalam air limbah

dengan menggunakan oksigen yang

disuplai oleh aerasi dengan bantuan

enzim dalam mikroorganisme. Pada

waktu yang sama mikroorganisme

mendapatkan energi sehingga

mirroorganisme baru dapat tumbuh.

Contoh peralatan pengolahan air

limbah yang menggunakan sistem

pertumbuhan mikroorganisme

tersuspensi secara aerobik diantaranya

yaitu lumpur aktif dan Laguna Teraerasi.

Reaksi dekomposisi atau

pendegradasi bahan organik secara

aerobik dan reaksi pertumbuhan

mikroorganisme yang terjadi dalam

sistem pengolahan air limbah

ditunjukkan sebagai berikut:

Reaksi oksidasi dan sintesis sel

adalah sebagai berikut

CHONS + O2 + Nutrien

CO2 + NH3 + C5H7NO2 + hasil akhir

(Zat organik)

(sel baru)

(mikroba) + 5 H2O

5CO2 + 2H2O + NH3 +

energi

Dengan demikian proses

dekomposisi bahan organik terjadi

bersamaan dengan pertumbuhan

mikroorganisme. Proses degradasi

bahan organik dan pertumbuhan

mikroorganisme akan berlangsung baik,

jika terdapat kondisi lingkungan yang

mendukung.

Proses pengolahan secra biologi

yang paling sering digunakan adalah

proses pengolahan dengan

menggunakan metode lumpur aktif.

Metode ini memanfaatkan mikroba aktif

yang mendegradasi bahan – bahan

organik secara aerobik. Karena mikroba

ini wujud fisiknya menyerupai lumpur

maka kemudian disebut dengan lumpur

aktif. Terdapat empat komponen dalam

metode lumpu aktif yakni tangki aerasi,

tangki pengendap, sistem pengendalian

lumpur dan sistem pembubuhan nutrisi.

Gambar-1

Seperti pada gambar diatas,

sesudah equalization tank di mana

fluktuasi kwalitas/ kwantitas influen

diratakan, limbah cair dimasukkan ke

dalam tangki aerasi di mana terjadi

pencampuran dengan mikroorganisme

yang aktif (lumpur aktif). Oksigen yang

dibutuhkan untuk reaksi

mikroorganisme tersebut diberikan

dengan cara memasukkan udara ke

dalam tangki aerasi dengan blower.

Aerasi ini juga berfungsi untuk

mencampur limbah cair dengan lumpur

aktif, hingga terjadi kontak yang intensif.

Sesudah tangki aerasi, campuran limbah

cair yang sudah diolah dan lumpur aktif

dimasukkan ke tangki sedimentasi di

mana lumpur aktif diendapkan,

sedangkan supernatant dikeluarkan

sebagai effluen dari proses.

Sebagian besar lumpur aktif

yang diendapkan di tangki sedimentasi

tersebut dikembalikan ke tangki aerasi

sebagai return sludge supaya

konsentrasi mikroorganisme dalam

tangki aerasinya tetap sama dan sisanya

dikeluarkan sebagai excess sludge.

Prinsip pengolahan biologis

adalah memanfaatkan aktivitas

mokroorganisme pada fase

pertumbuhan. Nutrien yang berupa

bahan-bahan organik dapat tereduksi

dengan cepat untuk keperluan

pertumbuhan sel yang bersifat

ekponensial. Akibatnya nutrien (bahan

organik) akan cepat habis, dan

selanjutnya sel akan mengalami

kematian.

Agar dapat berlangsung

dengan sukses pada fase pertumbuhan

(dalam pengolahan air limbah), perlu

optimalisasi fase lag. Optimalisasi fase

lag adalah dengan menciptakan kondisi

luar yang mendukung kehidupan

mikroorganisme, misalnya:

1. Pengendalian pH

Sejumlah konstanta laju

reaksi bergantung pada

pH. Ada studi yang

menyatakan bahwa

hasil optimal

Page 2: TEORI PENDUKUNG_LA1

pengolahan terjadi

pada pH 6,5 - 8,0.

Perubahan pH dapat

terjadi akibat nitrifikasi

yang besarnya

bergantung pada

konsentrasi nitrogen

organik dan alkalinitas

di dalam sludge.

2. Temperatur

Seperti pada teknologi

pengolahan air limbah,

pengolahan lumpur

secara bioproses pun

sangat bergantung

pada temperatur

karena melibatkan

mikroba dalam

pengolahannya. Suhu

normal pengolahan

yaitu dalam rentang 25

– 35 oC.

3. Nutrisi

Nutrisi yang diberikan

bagi mikroorganisme

pendegradasi limbah

dalam lumpur aktif

konvensional diberikan

sesuai dengan

perbandingan BOD : N :

P = 100 : 5 : 1.

Parameter yang umum

digunakan dalam lumpur aktif (Davis

dan Cornwell, 1985; Verstraete dan van

Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai

berikut:

a. Mixed-liqour

suspended solids

(MLSS). Isi tangki

aerasi dalam sistem

lumpur aktif disebut

sebagai mixed liqour

yang diterjemahkan

sebagai lumpur

campuran. MLSS

adalah jumlah total

dari padatan

tersuspensi yang

berupa material

organik dan mineral,

termasuk didalamnya

adalah

mikroorganisma. MLSS

ditentukan dengan

cara menyaring lumpur

campuran dengan

kertas saring (filter),

kemudian filter

dikeringkan pada

temperatur 1050C, dan

berat padatan dalam

contoh ditimbang.

b. Mixed-liqour volatile

suspended solids

(MLVSS). Porsi

material organik pada

MLSS diwakili oleh

MLVSS, yang berisi

material organik bukan

mikroba, mikroba

hidup dan mati, dan

hancuran sel (Nelson

dan Lawrence, 1980).

MLVSS diukur dengan

memanaskan terus

sampel filter yang

telah kering pada 600 -

6500C, dan nilainya

mendekati 65-75% dari

MLSS.

c. Hidraulic retention

time (HRT). Waktu

tinggal hidraulik (HRT)

adalah waktu rata-rata

yang dibutuhkan oleh

larutan influent masuk

dalam tangki aerasi

untuk proses lumpur

aktif; nilainya

berbanding terbalik

dengan laju

pengenceran (D)

(Sterritt dan Lester,

1988).

d. Umur lumpur (Sludge

age). Umur lumpur

adalah waktu tinggal

rata-rata

mikroorganisme dalam

sistem. Jika HRT

memerlukan waktu

dalam jam, maka

waktu tinggal sel

mikroba dalam tangki

aerasi dapat dalam

hari lamanya.

Parameter ini

berbanding terbalik

dengan laju

pertumbuhan mikroba.

e. F/M Ratio, yaitu :

perbandingan antara

substrat (F : food )

terhadap

mikroorganisme (M).

Dalam proses lumpur

aktif convensional ,

dapat berjalan dengan

baik apabila F/M ratio

berkisar 0,2 – 0,6 kg

BOD/kg MLSS. F/M

ratio menunjukan

kecepatan oksidasi

biologis sebanding

dengan volume

Page 3: TEORI PENDUKUNG_LA1

biomassa yang

terbentuk. Jika ratio

F/M terlalu besar

maka akan terdapat

dominasi

pertumbuhan bakteri

yang menyebabkan

lumpur aktif sulit

mengendap. Jika F/M

terlalu kecil akan

terbentuk busa yang

yang berasal dari

pertumbuhan bakteri

pembentuk busa.

Maka nilai F/M yang

ideal merupakan

parameter kunci yang

menjadi acuan

keberhasilan sistem

lumpur aktif.

Pembenihan Lumpur Aktif

Salah satu langkah penting dalam

proses pengolahan limbah cair adalah

penyiapan / penyusuaian bakteri agar

berkembang sesuai dengan kondisi yang

diinginkan. Bakteri yang berasal dari

biakan murni atau lingkungan sekitar

sumber limbah yang akan diolah

dikondisikan pada suatu tempat dengan

diberi umpan yang konsentrasinya

limbah yang akan diolah. Biasanya pada

tahap awal sebagai umpan digunakan

bahan-bahan kimia yang mudah

diperoleh dengan kompisisi yang jelas.

Untuk bakteri aerob maka perlu

ditambahkan aliran udara yang dapat

berasal dari kompresor, blower atau

pompa yang disemburkan (spray

aerator).

Cara pengerjaanya:

Bakteri yang berasal dari biakan murni

atau tempat lain, dikembangkan dalam

suatu tempat dan diberi umpan yang

konsentrasinya sedikit demi sedikit

mendekati limbah yang akan diolah.

Komposisi yang digunakan biasanya

dalam selang BOD:N:P = 60:3:1 ATAU

100:5:1

Sebagai sumber karbon biasa

digunakan glukosa, sedang nitrogen

atau posfor dapat digunakan kalium

nitrat dan kalium dihidrofosfat.

Pengaturan pH dapat digunakan kapur

atau asam sulfat. Untuk bakteri aerob

ditambahkan udara yang cukup agar

proses oksidanya dapat berjalan dengna

sempurna.

Jika konsentrasi BOD atau

COD dalam tempat pengembangan

telah relatif konstan, dengan fluktuasi

sekitar 5% maka konsentrasi umpan dan

volume pembibitan ditambah. Proses ini

terus dilakukan hingga volume

pembibitan mencapai sekitar 10% kolam

yang pengolahan yang dibuat dan VSS

sekitar 3000-4000 mg/l.

Lumpur aktif

Proses pengolahan air limbah

secara biologi dapat dilakukan secara

anaerobik dan secara aerobik. Pada

pengolahan air limbah secara anaerobik

mikroorganisme pendekomposisi

bahan-bahan organic dalam air limbah

akan terganggu pertumbuhannya atau

akan mati jika terdapat oksigen bebas

(O2) dalam sistem pengolahannya.

Dalam pengolahan air limbah secara

aerobic mikroorganisme mengoksidasi

dan mendekomposisi bahan-bahan

organik dalam air limbah dengan

menggunakan oksigen yang disuplai

oleh aerasi dengan bantuan enzim

dalam mikroorganisme. Pada waktu

yang sama mikroorganisme

mendapatkan energi sehingga

mikroorganisme baru dapat bertumbuh.

Berdasarkan pertumbuhan mikroba

dalam perlatan pengolah air limbah

terdapat dua macam pertumbuhan

mikroorganisme yakni pertumbuhan

secara tersuspensi dan pertumbuhan

secara terlekat. Pertumbuhan mikroba

secara tersuspensi adalah tipe

pertumbuhan mikroba dimana mikroba

pendegradasi bahan-bahan organik

bercampur secara merata dengan air

limbah salam peralatan pengolah air

limbah. Sedangkan pertumbuhan

mikroba secara terlekat adalah jenis

pertumbuhan mikroba yang melekat

pada bahan pengisi yang terdapat pada

peralatan pengolahan air limbah.

Proses degradasi bahan-bahan

organic dan proses pertumbuhan

mikroba dapat berlangsung dengan baik

jika terdapat kondisi lingkungan yang

mendukung. Derajat keasaman (pH)

yang relative netral, yaitu 6,5 – 8,0; suhu

normal, yaitu dalam rentang 25 -350C;

dan tidak terdapat senyawa toksik yang

merugikan. Kondisi lingkungan di atas

dan tersedianya peralatan pengolah air

limbah merupakan persyaratan yang

harus dipenuhi untuk berlangsungnya

proses pengolahan secara efektif.

Sistem Lumpur Aktif Konvensional

sudah dikenal masyarakat industry sejak

lama. Dalam aplikasinya di

lapangan/industry alur pengoperasian

proses lumpur aktif konvensional dapat

dilihat pada Gambar 1. Tangki aerasi

umumnya terbuat dari beton atau pelat

besi berbentuk persegi panjang atau

bulat.

Page 4: TEORI PENDUKUNG_LA1

Gamba

r 2. Aliran proses

lumpur aktif

konvensional

Penyuntikan udara ke dalam tangki

aerasi dilakukan secara difusi

(penyemprotan) atau secara mekanis

atau gabungan keduanya. Di depan

Tangki Aerasi terdapat Tangki

Pengendap/Sedimentasi Primer dan

dibelakang Tangki Aerasi terdapat

Tangki Sedimentasi Akhir. Sedimentasi

Primer diperuntukkan bagi

pengendapan partikel-partikel padatan

terendapkan (settleable solid) yang

berukuran > 1,2 µm. sedangkan Tangki

Sedimentasi Akhir yang biasa disebut

Clarifier berfungsi untuk

mengembalikan sebagian lumpur aktif

yang terbawa oleh aliran efluen. Sekitar

2 – 30% lumpur yang masuk ke dalam

Clarifier dikirim kembali ke Tangki Aerasi

sedangkan lumpur yang lainnya

dibiarkan selama 2 – 3 jam dalam Tangki

Sedimentasi Akhir untuk diendapkan.

Setelah diendapkan sedimen lumpur

dalam Clarifier dikerok dan dibuang

dalam pengumpul lumpur. Lumpur

dalam pengumpul lumpur dibuang

secara pengentalan (thickening) dan

dehidrasi.

Nutrisi/makanan yang

diberikan bagi mikroorganisme

pendegradasi limbah dalam Lumpur

Aktif Konvensional diberikan sesuai

dengan perbandingan BOD : N : P = 100 :

5 : 1. Glukosa digunakan sebagai sumber

karbon, KNO3 digunakan sebagai sumber

nitrogen, dan KH2PO4 sebagai sumber

pospor. Dalam percobaan ini nutrisi

yang diberikan bagi mikroba berupa air

limbah sintetis. Hal ini dimaksudkan

agar penentuan efisiensi pengolahan

limbah dalam Lumpur Aktif

Konvensional dapat dihitung dengan

lebih akurat.

Air limbah beserta mikroba

tersuspensi dalam air limbah tersebut

biasa disebut dengan metode mixed

liquor. Untuk mengetahui kuantitas

mikroba pendekomposisi atau

pendegradasi air limbah maka

ditentukan dengan mengukur

kandungan padatan tersuspensi yang

mudah menguap (mixed liquor volatile

suspended solids/MLVSS) dalam reactor.

Rasio kuantitas nutrisi yang

ditambahkan ke dalam mixed liquor

terhadap kuantitas mikroba tersuspensi

digunakan sebagai ukuran sehat

tidaknya pertumbuhan mikroba

tersebut. Rasio food to microorganism

(F/M) yang ideal untuk sistem Lumpur

Aktif Konvensional berkisar antara 0,2 –

0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS. Jika rasio

F/M terlalu besar maka akan terdapat

dominasi pertumbuhan bakteri filamen

yang menyebabkan lumpur aktif sulit

mengendap. Jika F/M terlalu kecil maka

akan terbentuk busa yang berasal dari

pertumbuhan bakteri pembentuk busa.

Maka nilai F/M yang ideal merupakan

parameter kunci yang menjadi acuan

keberhasilan pengoperasian sistem

Lumpur Aktif.