Upload
muhammad-riswan
View
37
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
k
Citation preview
TEORI PENDUKUNG
Proses pengolahan air limbah
secara biologi dapat dilakukan secara
anaerobik dan aerobik. Pada
pengolahan air secara anaerobik
mikroorganisme pendekomposisi bahan
organik dalam air limbah akan
terganggu pertumbuhannya jika
terdapat oksigen bebas dalam sistem
pengolahannya. Dalam pengolahan air
limbah secara aerobik, mikroorganisme
mengoksidasi dan mendekomposisi
bahan – bahan organik dalam air limbah
dengan menggunakan oksigen yang
disuplai oleh aerasi dengan bantuan
enzim dalam mikroorganisme. Pada
waktu yang sama mikroorganisme
mendapatkan energi sehingga
mirroorganisme baru dapat tumbuh.
Contoh peralatan pengolahan air
limbah yang menggunakan sistem
pertumbuhan mikroorganisme
tersuspensi secara aerobik diantaranya
yaitu lumpur aktif dan Laguna Teraerasi.
Reaksi dekomposisi atau
pendegradasi bahan organik secara
aerobik dan reaksi pertumbuhan
mikroorganisme yang terjadi dalam
sistem pengolahan air limbah
ditunjukkan sebagai berikut:
Reaksi oksidasi dan sintesis sel
adalah sebagai berikut
CHONS + O2 + Nutrien
CO2 + NH3 + C5H7NO2 + hasil akhir
(Zat organik)
(sel baru)
(mikroba) + 5 H2O
5CO2 + 2H2O + NH3 +
energi
Dengan demikian proses
dekomposisi bahan organik terjadi
bersamaan dengan pertumbuhan
mikroorganisme. Proses degradasi
bahan organik dan pertumbuhan
mikroorganisme akan berlangsung baik,
jika terdapat kondisi lingkungan yang
mendukung.
Proses pengolahan secra biologi
yang paling sering digunakan adalah
proses pengolahan dengan
menggunakan metode lumpur aktif.
Metode ini memanfaatkan mikroba aktif
yang mendegradasi bahan – bahan
organik secara aerobik. Karena mikroba
ini wujud fisiknya menyerupai lumpur
maka kemudian disebut dengan lumpur
aktif. Terdapat empat komponen dalam
metode lumpu aktif yakni tangki aerasi,
tangki pengendap, sistem pengendalian
lumpur dan sistem pembubuhan nutrisi.
Gambar-1
Seperti pada gambar diatas,
sesudah equalization tank di mana
fluktuasi kwalitas/ kwantitas influen
diratakan, limbah cair dimasukkan ke
dalam tangki aerasi di mana terjadi
pencampuran dengan mikroorganisme
yang aktif (lumpur aktif). Oksigen yang
dibutuhkan untuk reaksi
mikroorganisme tersebut diberikan
dengan cara memasukkan udara ke
dalam tangki aerasi dengan blower.
Aerasi ini juga berfungsi untuk
mencampur limbah cair dengan lumpur
aktif, hingga terjadi kontak yang intensif.
Sesudah tangki aerasi, campuran limbah
cair yang sudah diolah dan lumpur aktif
dimasukkan ke tangki sedimentasi di
mana lumpur aktif diendapkan,
sedangkan supernatant dikeluarkan
sebagai effluen dari proses.
Sebagian besar lumpur aktif
yang diendapkan di tangki sedimentasi
tersebut dikembalikan ke tangki aerasi
sebagai return sludge supaya
konsentrasi mikroorganisme dalam
tangki aerasinya tetap sama dan sisanya
dikeluarkan sebagai excess sludge.
Prinsip pengolahan biologis
adalah memanfaatkan aktivitas
mokroorganisme pada fase
pertumbuhan. Nutrien yang berupa
bahan-bahan organik dapat tereduksi
dengan cepat untuk keperluan
pertumbuhan sel yang bersifat
ekponensial. Akibatnya nutrien (bahan
organik) akan cepat habis, dan
selanjutnya sel akan mengalami
kematian.
Agar dapat berlangsung
dengan sukses pada fase pertumbuhan
(dalam pengolahan air limbah), perlu
optimalisasi fase lag. Optimalisasi fase
lag adalah dengan menciptakan kondisi
luar yang mendukung kehidupan
mikroorganisme, misalnya:
1. Pengendalian pH
Sejumlah konstanta laju
reaksi bergantung pada
pH. Ada studi yang
menyatakan bahwa
hasil optimal
pengolahan terjadi
pada pH 6,5 - 8,0.
Perubahan pH dapat
terjadi akibat nitrifikasi
yang besarnya
bergantung pada
konsentrasi nitrogen
organik dan alkalinitas
di dalam sludge.
2. Temperatur
Seperti pada teknologi
pengolahan air limbah,
pengolahan lumpur
secara bioproses pun
sangat bergantung
pada temperatur
karena melibatkan
mikroba dalam
pengolahannya. Suhu
normal pengolahan
yaitu dalam rentang 25
– 35 oC.
3. Nutrisi
Nutrisi yang diberikan
bagi mikroorganisme
pendegradasi limbah
dalam lumpur aktif
konvensional diberikan
sesuai dengan
perbandingan BOD : N :
P = 100 : 5 : 1.
Parameter yang umum
digunakan dalam lumpur aktif (Davis
dan Cornwell, 1985; Verstraete dan van
Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai
berikut:
a. Mixed-liqour
suspended solids
(MLSS). Isi tangki
aerasi dalam sistem
lumpur aktif disebut
sebagai mixed liqour
yang diterjemahkan
sebagai lumpur
campuran. MLSS
adalah jumlah total
dari padatan
tersuspensi yang
berupa material
organik dan mineral,
termasuk didalamnya
adalah
mikroorganisma. MLSS
ditentukan dengan
cara menyaring lumpur
campuran dengan
kertas saring (filter),
kemudian filter
dikeringkan pada
temperatur 1050C, dan
berat padatan dalam
contoh ditimbang.
b. Mixed-liqour volatile
suspended solids
(MLVSS). Porsi
material organik pada
MLSS diwakili oleh
MLVSS, yang berisi
material organik bukan
mikroba, mikroba
hidup dan mati, dan
hancuran sel (Nelson
dan Lawrence, 1980).
MLVSS diukur dengan
memanaskan terus
sampel filter yang
telah kering pada 600 -
6500C, dan nilainya
mendekati 65-75% dari
MLSS.
c. Hidraulic retention
time (HRT). Waktu
tinggal hidraulik (HRT)
adalah waktu rata-rata
yang dibutuhkan oleh
larutan influent masuk
dalam tangki aerasi
untuk proses lumpur
aktif; nilainya
berbanding terbalik
dengan laju
pengenceran (D)
(Sterritt dan Lester,
1988).
d. Umur lumpur (Sludge
age). Umur lumpur
adalah waktu tinggal
rata-rata
mikroorganisme dalam
sistem. Jika HRT
memerlukan waktu
dalam jam, maka
waktu tinggal sel
mikroba dalam tangki
aerasi dapat dalam
hari lamanya.
Parameter ini
berbanding terbalik
dengan laju
pertumbuhan mikroba.
e. F/M Ratio, yaitu :
perbandingan antara
substrat (F : food )
terhadap
mikroorganisme (M).
Dalam proses lumpur
aktif convensional ,
dapat berjalan dengan
baik apabila F/M ratio
berkisar 0,2 – 0,6 kg
BOD/kg MLSS. F/M
ratio menunjukan
kecepatan oksidasi
biologis sebanding
dengan volume
biomassa yang
terbentuk. Jika ratio
F/M terlalu besar
maka akan terdapat
dominasi
pertumbuhan bakteri
yang menyebabkan
lumpur aktif sulit
mengendap. Jika F/M
terlalu kecil akan
terbentuk busa yang
yang berasal dari
pertumbuhan bakteri
pembentuk busa.
Maka nilai F/M yang
ideal merupakan
parameter kunci yang
menjadi acuan
keberhasilan sistem
lumpur aktif.
Pembenihan Lumpur Aktif
Salah satu langkah penting dalam
proses pengolahan limbah cair adalah
penyiapan / penyusuaian bakteri agar
berkembang sesuai dengan kondisi yang
diinginkan. Bakteri yang berasal dari
biakan murni atau lingkungan sekitar
sumber limbah yang akan diolah
dikondisikan pada suatu tempat dengan
diberi umpan yang konsentrasinya
limbah yang akan diolah. Biasanya pada
tahap awal sebagai umpan digunakan
bahan-bahan kimia yang mudah
diperoleh dengan kompisisi yang jelas.
Untuk bakteri aerob maka perlu
ditambahkan aliran udara yang dapat
berasal dari kompresor, blower atau
pompa yang disemburkan (spray
aerator).
Cara pengerjaanya:
Bakteri yang berasal dari biakan murni
atau tempat lain, dikembangkan dalam
suatu tempat dan diberi umpan yang
konsentrasinya sedikit demi sedikit
mendekati limbah yang akan diolah.
Komposisi yang digunakan biasanya
dalam selang BOD:N:P = 60:3:1 ATAU
100:5:1
Sebagai sumber karbon biasa
digunakan glukosa, sedang nitrogen
atau posfor dapat digunakan kalium
nitrat dan kalium dihidrofosfat.
Pengaturan pH dapat digunakan kapur
atau asam sulfat. Untuk bakteri aerob
ditambahkan udara yang cukup agar
proses oksidanya dapat berjalan dengna
sempurna.
Jika konsentrasi BOD atau
COD dalam tempat pengembangan
telah relatif konstan, dengan fluktuasi
sekitar 5% maka konsentrasi umpan dan
volume pembibitan ditambah. Proses ini
terus dilakukan hingga volume
pembibitan mencapai sekitar 10% kolam
yang pengolahan yang dibuat dan VSS
sekitar 3000-4000 mg/l.
Lumpur aktif
Proses pengolahan air limbah
secara biologi dapat dilakukan secara
anaerobik dan secara aerobik. Pada
pengolahan air limbah secara anaerobik
mikroorganisme pendekomposisi
bahan-bahan organic dalam air limbah
akan terganggu pertumbuhannya atau
akan mati jika terdapat oksigen bebas
(O2) dalam sistem pengolahannya.
Dalam pengolahan air limbah secara
aerobic mikroorganisme mengoksidasi
dan mendekomposisi bahan-bahan
organik dalam air limbah dengan
menggunakan oksigen yang disuplai
oleh aerasi dengan bantuan enzim
dalam mikroorganisme. Pada waktu
yang sama mikroorganisme
mendapatkan energi sehingga
mikroorganisme baru dapat bertumbuh.
Berdasarkan pertumbuhan mikroba
dalam perlatan pengolah air limbah
terdapat dua macam pertumbuhan
mikroorganisme yakni pertumbuhan
secara tersuspensi dan pertumbuhan
secara terlekat. Pertumbuhan mikroba
secara tersuspensi adalah tipe
pertumbuhan mikroba dimana mikroba
pendegradasi bahan-bahan organik
bercampur secara merata dengan air
limbah salam peralatan pengolah air
limbah. Sedangkan pertumbuhan
mikroba secara terlekat adalah jenis
pertumbuhan mikroba yang melekat
pada bahan pengisi yang terdapat pada
peralatan pengolahan air limbah.
Proses degradasi bahan-bahan
organic dan proses pertumbuhan
mikroba dapat berlangsung dengan baik
jika terdapat kondisi lingkungan yang
mendukung. Derajat keasaman (pH)
yang relative netral, yaitu 6,5 – 8,0; suhu
normal, yaitu dalam rentang 25 -350C;
dan tidak terdapat senyawa toksik yang
merugikan. Kondisi lingkungan di atas
dan tersedianya peralatan pengolah air
limbah merupakan persyaratan yang
harus dipenuhi untuk berlangsungnya
proses pengolahan secara efektif.
Sistem Lumpur Aktif Konvensional
sudah dikenal masyarakat industry sejak
lama. Dalam aplikasinya di
lapangan/industry alur pengoperasian
proses lumpur aktif konvensional dapat
dilihat pada Gambar 1. Tangki aerasi
umumnya terbuat dari beton atau pelat
besi berbentuk persegi panjang atau
bulat.
Gamba
r 2. Aliran proses
lumpur aktif
konvensional
Penyuntikan udara ke dalam tangki
aerasi dilakukan secara difusi
(penyemprotan) atau secara mekanis
atau gabungan keduanya. Di depan
Tangki Aerasi terdapat Tangki
Pengendap/Sedimentasi Primer dan
dibelakang Tangki Aerasi terdapat
Tangki Sedimentasi Akhir. Sedimentasi
Primer diperuntukkan bagi
pengendapan partikel-partikel padatan
terendapkan (settleable solid) yang
berukuran > 1,2 µm. sedangkan Tangki
Sedimentasi Akhir yang biasa disebut
Clarifier berfungsi untuk
mengembalikan sebagian lumpur aktif
yang terbawa oleh aliran efluen. Sekitar
2 – 30% lumpur yang masuk ke dalam
Clarifier dikirim kembali ke Tangki Aerasi
sedangkan lumpur yang lainnya
dibiarkan selama 2 – 3 jam dalam Tangki
Sedimentasi Akhir untuk diendapkan.
Setelah diendapkan sedimen lumpur
dalam Clarifier dikerok dan dibuang
dalam pengumpul lumpur. Lumpur
dalam pengumpul lumpur dibuang
secara pengentalan (thickening) dan
dehidrasi.
Nutrisi/makanan yang
diberikan bagi mikroorganisme
pendegradasi limbah dalam Lumpur
Aktif Konvensional diberikan sesuai
dengan perbandingan BOD : N : P = 100 :
5 : 1. Glukosa digunakan sebagai sumber
karbon, KNO3 digunakan sebagai sumber
nitrogen, dan KH2PO4 sebagai sumber
pospor. Dalam percobaan ini nutrisi
yang diberikan bagi mikroba berupa air
limbah sintetis. Hal ini dimaksudkan
agar penentuan efisiensi pengolahan
limbah dalam Lumpur Aktif
Konvensional dapat dihitung dengan
lebih akurat.
Air limbah beserta mikroba
tersuspensi dalam air limbah tersebut
biasa disebut dengan metode mixed
liquor. Untuk mengetahui kuantitas
mikroba pendekomposisi atau
pendegradasi air limbah maka
ditentukan dengan mengukur
kandungan padatan tersuspensi yang
mudah menguap (mixed liquor volatile
suspended solids/MLVSS) dalam reactor.
Rasio kuantitas nutrisi yang
ditambahkan ke dalam mixed liquor
terhadap kuantitas mikroba tersuspensi
digunakan sebagai ukuran sehat
tidaknya pertumbuhan mikroba
tersebut. Rasio food to microorganism
(F/M) yang ideal untuk sistem Lumpur
Aktif Konvensional berkisar antara 0,2 –
0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS. Jika rasio
F/M terlalu besar maka akan terdapat
dominasi pertumbuhan bakteri filamen
yang menyebabkan lumpur aktif sulit
mengendap. Jika F/M terlalu kecil maka
akan terbentuk busa yang berasal dari
pertumbuhan bakteri pembentuk busa.
Maka nilai F/M yang ideal merupakan
parameter kunci yang menjadi acuan
keberhasilan pengoperasian sistem
Lumpur Aktif.