TEORI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hiki

Citation preview

TINJAUAN PUSTAKAI HISTEREKTOMI DAN TATALAKSANA ANESTESIA

A. Definisi

Hysterectomy adalah tindakan operasi pengangkatan rahim. Terdapat beberapa jenis teknik hysterectomy, yaitu radikal, subtotal, vaginal, laparoscopic assisted vaginal hysterectomy ( LAVH ), dan total abdominal hysterectomy ( TAH ). Durasi tindakan hysterectomy diperkirakan berlangsung selama 190 menit. Untuk tindakan ini dapat dilakukan pembiusan dengan metode combine spinal epidural anesthesia pada L2 L3 dan blok sensori pada T6 T8.B. Demografi

Pengangkatan uterus merupakan tindakan bedah kedua yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat setelah tindakan Sectio Caesaria. Rata-rata dilakukannya histerektomi yaitu 6.1-8.6 per 1000 wanita, rata-rata umur wanita yang melaksanakan histerektomi adalah 42.7 dan 40.9 dengan jenjang umur antara 15 sampai 80 tahun.

C. Indikasi

Indikasi untuk dilakukannya histerektomi bervariasi dan sangat terpengaruh oleh usia pasien, patologi, diagnosis, dan status reproduktif. Dikarenakan luasnya indikasi, tatalaksana anestesi harus sebanding (seluas-luasnya) dengan diagnosis ginekologis dan komorbid seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Diabetes Mlitus (DM), Penyakit Jantung Koroner (PJK), Hipertensi (HTN), kanker, dan obesitas.D. Preoperatif

1. Psikososial

Pasien dapat mengekspresikan berbagai tanggapannya tentang anestesia, meliputi perasaan takut akan keadaan sekarat, ditusuk oleh jarum, terbekap oleh masker anestesi, bangun saat dilakukannya tindakan pembedahan, kejadian muntah setelah dilakukannya operasi, dan perasaan akan regional anestesia dapat menyebabkan kelumpuhan. Tangapan - tanggapan tersebut umumnya diperbesar oleh informasi - informasi yang salah di masyarakat dan meninggi saat periode preoperatif.

Selain hal tersebut, anestetis harus mengetahui kepercayaan psikososial dari pasien yang dapat memperburuk prediksi kecemasan preoperatif. Pada dekade dulu pengangakatan dari uterus dianggap sebagai tatalaksana kuratif penyembuhan histeria atau ketidakstabilan emosi yang menyertai gejala menopause. Saat itu histerektomi diyakini sebagai sebuah prosedur kastrasi bagi wanita secara fisik dan psikologis.Pengetahuan akan fungsi ginekologis dan terapi pergantian hormon telah banyak mengeliminasi histerektomi sebagai tatalaksana utama untuk gejala menopause yang mengganggu. Edukasi masyarakat juga membantu dalam menurunkan besarnya informasi yang salah tentang prosedur bedah histerektomi. Informasi-informasi seperti kehilangan feminimitas, disfungsi seksual pascaoperasi, depresi, perasaan kehilangan setelah terminasi kapabilitas reproduksi, dan kematian dapat mengakibatkan perasaan cemas pada pasien.

Dengan mengetahui keadaan yang ada, penatalaksanaan dapat mengarah dan mengacu kepada pasien dengan lebih holistik. Pembinaan rapport/hubungan yang baik saat penilaian pre-anestetik, diskusi terbuka tentang resiko anestetik, dan pemberian anxiolitik akan mengurangi perasaan takut dan menurunkan morbiditas anestetik.

2. Riwayat dan Keadaan Fisik

Keadaan neurologis diinvestigasi, yaitu, adanya keadaan atau ketiadaan gangguan kejang, depresi, penyakit cerebrovaskular, atau kejadian pingsan. Fungsi kognitif dan gangguan pendengaran juga dilakukan evaluasi.

Riwayat terhadap hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung, atau infark miokard ditanyakan kepada pasien. Keberadaan prolaps katup, gangguan irama jantung, angina, deep vein trombosis(DVT), atau pemakaian pacemaker ditelusuri. Anestesia dapat memperburuk morbiditas bila penilaian untuk melihat fungsi jantung pasien tidak dilakukan.Pertanyaan tentang traktus respiratorius meliputi riwayat merokok pasien, penyakit paru obstruktif kronis, asma, alergi, shortness of breath (SOB), dan toleransi aktivitas. Keadaan atau ketiadaan orthopnea, batuk atau mengi juga ditelusuri. Pengetahuan tentang keadaan abnormalitas repirasi menuntun kepada intervensi yang akan membantu oksigenasi intraoperatif.

Fungsi endokrin juga dinilai apakah terdapat keadaan diabetes (tipe-1, tipe-2), dan disfungsi tiroid, adrenal, dan pituitari. Hal yang penting untuk diingat adalah haruskah pasien diabetes diinjeksi insulin sebelum datang untuk dilakukan pembedahan. Bila setuju untuk dilakukan, maka pemberian cairan intravena berisi dekstrosa dilaksanakan untuk mencegah hipoglikemia intraoperasi. Dilakukan juga pemantauan gula darah selama dilakukannya pembedahan.

Keadaan muskuloskeletal meliputi kram otot, osteoporosis, kontaktur, artritis, pemakaian barang implantasi metal (screws,plates,pins), dan masalah dengan nyeri punggung belakang atau gangguan pergerakan ekstremitas. Ketidakmampuan untuk melakukan abduksi atau eksternal rotasi dari panggul dalap menyebabkan cesera saat dilakukannya posisi litotomi. Terbatasnya pergerakkan tangan mungkin membutuhkan posisi tertentu untuk mencegah terjadinya trauma saraf dan ortopedik. Keadaan elektrolit yang abnormal juga dapat terjadi dengan gangguan otot atau densitas tulang.Riwayat gastrointestinal tentang hiatal hernia, ulkus peptikum, penyakit refluks gastro esofageal, atau heartburn memposisikan pasien memiliki resiko aspirasi isi lambung saat intraoperatif. Masalah tentang post-operative nausea and vomiting (PONV) dapat menyebabkan masuk perawatan yang tidak direncanakan dalam hari yang sama setelah dilakukannya operasi.

Agen anestetik dapat mempengaruhi fungsi hepar, terutama bila pasien telah terinfeksi oleh hepatitis. Penelusuran tentang keadaan pernah mengalami jaundice, atau kuning pada tubuh mengindikasikan obstruksi pengeluaran cairan empedu atau riwayat infeksi hepatitis. Kewaspadaan universal juga penting dalam hal kontak dengan cairan tubuh.

Pemeriksaan laboratorium penting untuk memeriksan hematokrit, elektrolit, atau gangguan koagulasi. Wanita dengan menorrhagia kronis atau perdarahan akut dapat terjadi anemia dan membutuhkan preoperatif bloodtyping dan cross-matching untuk transfusi. EKG, urinanalisis, pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan fungsi paru harus diperoleh ketika diindikasikan. Pemeriksaan rontgen thorax dan rontgen pelvis/abdomen dapat dilakukan untuk mendiagnosa dan mengoptimalkan keadaan pasien sebelum dilakukan tindak operasi.Riwayat pernah dilakukan tindakan operasi, tindakan anestesi, transfusi darah, atau masalah dengan penatalaksanaan jalan napas ditelusuri. Pasien juga ditanyakan tentang riwayat keluarga tentang anesthetic-related morbidity or mortality seperti malignan hipertermia, kematian dalam anestesia, atau miokard infark pascaoperasi. Indentifikasi masalah anestesi dalam riwayat keluarga atau masalah anestesi sebelumnya meningkatkan rencana perbaikan anestesia dan menurunkan kemungkinan terjadinya kerjadian serupa.Karena efisiensi dari pengobatan anestesi dapat dipengaruhi oleh zat-zat kimia tertentu, riwayat sosial pasien menjadi hal yang penting. Penggunaan rokok atau pernah menggunakan rokok, obat-obatan narkotik, alkohol, dan kafein perlu ditelusuri. Kebiasaan meminum alkohol dan pengunaan analgesik dapat meningkatkan kebutuhan penggunaan anestetik. Ingesti akut dari sedatif atau intoxicant mengurangi penggunaan tersebut.Konsumsi dari penggunaan obat medis harus di telusuri. Penggunaan obat diet membutuhkan 2 minggu penghentian konsumsi sebelum dilakukannya anestesi umum. Penggunaan obat-obatan jantung biasanya dikonsumsi pada pagi hari sebelum dijalankannya operasi, sama halnya dengan obat obat immunosupressan pada pasien yang menjalani transplantasi.

Alergi terhadapt obat, makanan (kerang, telur), pembersih kulit, plester perekat, lateks harus di telusuri. Tinggi badan, berat badan, tanda-tanda vital, dan penampakan umum harus dicatat. Data tersebut digunakan untuk menentukan penggunaan dosis yang tepat berdasarkan berat badan dan untuk menghasilkan norma intraoperatif. Hasil yang didapatkan dari auskultasi jantung dan suara nafas juga dicatat. Pemeriksaan dari jalan nafas untuk menilai kemudahan intubasi bila akan dilakukan anestesia umum juga dilakukan.Terakhir, pasien akan dinilai berdasarkan klasifikasi American Society of Anesthesiologist (ASA), yang terdiri dari 6 klasifikasi. Pembuatan klasifikasi ASA juga mempengaruhi keputusan untuk melakukan teknik anestesia dan kemungkinan untuk melakukan monitoring hemodinamik invasif.

E. Pilihan Anestesia

Terdapat dua pilihan kategori untuk melakukan anestesia pada tindakan histerektomi. Kategori tersebut adalah anestesi umum dan regional. Dengan anestesi umum pasien berada dalam keadaan tidak sadar secara komplit. Dengan spinal atau epidural anestesia, pasien mengalami paralisis dalam waktu tertentu, dan mati rasa dari pinggang ke bawah (T6-8), dan mengalami sedasi sedang.Resiko pada anestesia umum adalah kematian, dental atau cedera jaringan lunak, aspirasi isi lambung, sore throat, mual dan munta pascaoperasi, dan kemungkinan menggunakan ventilator mekanik pascaoperasi. Keuntungan dari anestesia umum pasien tetap tidur dalam dilakukannya tindakan histerektomi dan bangun saat telah di ruang pulih sadar.Resiko yang menyertai anestesi regional adalah keadaan post-lumbar puncture headache, tekanan darah yang rendah, reaksi allergi terhadap anestesi lokal, cedera neurologis, hematoma, spotty block, dan infeksi. Keuntungan dari anestesi regional adalah pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran, refleks-refleks spontan, dan respon kognitif dipertahankan.

Pilihan anestesi yang digunakan berdasarkan tindakan pembedahan, kondisi pasien, lamanya prosedur operasi, dan kedaruratan operasi.

Pada pasien sehat yang menjalani histerektomi elektif, teknik anestesia regional ataupun anestesia umum dapat digunakan. Anestesi epidural menambahkan keuntungan dari adanya pemberian dosis analgesik secara terus-menerus melalui kateter epidural untuk tatalaksana nyeri pascaoperasi. Anestesi spinal menghasilkan relaksasi otot yang baik dan sangat baik untuk operasi yang dilakukan dalam waktu 1-3 jam. Disamping hal tersebut, pasien dengan koagulopati, traumatized, atau mengalami perdarahan, dan mem butuhkan histerektomi darurat merupakan kontaindikasi dilakukannya anestesi regional.F. Persetujuan AnestesiaAnalisis data yang di dapat dari hasil identifikasi riwayat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di kaji oleh anestetis dan diberitahukan kepada pasien tentang rencana anestesi yang akan di lakukan berikut resiko yang dapat ditimbulkan. Setelah semua pertanyaan pasien terjawab, anestetis dan pihak pasien melakukan persetujuan berupa dokumentasi persetuuan pada lembar preanetesia. Pada saat ini pemberian anxiolitik, analgetik, antibiotik, dan antimual dapat diberikan G. Persiapan Kamar OperasiPasien dapat mengalami hipovolemik dari lasatif usus, perdarahan vagina, muntah, dan non per-oral status yang terjadi sebelum operasi. Sebelum sampai di kamar operasi, kateter intravena ukuran 16-18 dipasang dan diberikan infus menggunakan normal saline atai ringer laktat. Jika pasien memiliki ketidakstabilan tekana darah atau membutuhkan pemeriksaan lab seperti hematokrit, pemeriksaan gas darah, atau serum glukosa, arterial radial line dilakukan.H. Tindakan di Kamar OperasiPasien yang telah mengalami sedasi di pindahkan ke meja operasi, masker oksigen, elektroda EKG, oksimeter, dan manset pengukuran tekanan darah di pasang. Tanda-tanda vital termasuk temperatur dilakukan monitoring tiap 5 menit.Penghangat juga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya hipotermia. Kateter urin juga dapat dipasang selain untuk melakukan dekompresi buli-buli juga untuk memantau urin output.I. Posisi Pasien

Bila direncanakan histerektomi abdomen, pasien diposisikan dalam posisi supine. Lengan diregangkan 90 derajat ke arah samping dan di sanggah dengan papan lengan. Bila vaginal atau laparoskopic assisted vaginal hysterectomy (LAVH), maka pasien akan diposisikan dalam posisi litotomi dengan lengan sedikit abduksi diatas papan lengan.Pasien juga harus dilindungi dari cedera yang dapat terjadi akibat malposisi dari ekstremitas. Kompresi saraf peroneal dan ulnar dapat menyebabkan foot drop dan limp arm. Lumbosakral strain dan kerusakan saraf femoral dapat terjadi akibat terlalu hebatnya abduksi dan suspensi dari panggul dan kaki pada stirrups. Padding pada tonjolan dan area yang terkompresi terhadap stirrups atau meja operasi juga mengurangi insiden cedera dari saraf dan kerusakan kulit.J. Keadaan IntraoperatifTransfusi darah , elektrolit, larutan kristaloid dalam jumlah besar dapat dibutuhkan. Transfusi biasanya didahulukan dengan adanya perdarahan, atau kejadian seperti kegagalan kerja jantung, dan reaksi alergi. Saat keadaan menuju sadar, dapat dilakukan dekompresi lambung untuk menurunkan kejadian muntah dan menurunkan volume vomitus yang dapat mengakibatkan aspirasi pascar operasi. Hal tersebut juga dapat menurunkan keadaan Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)K. Ruang pulih sadarPada ruang pulih sadar, riwayat pasien, diagnosis, prosedur tindakan operasi, dan kejadian intraoperatif di periksa. Status ASA, obat-obatan yang diberikan, alergi, asupan cairan dan pengeluaran cairan, tanda-tanda vital di periksa juga. Setelah diperiksa anestetis menandatangai pelaksanaan operasi, dan dilanjutkan pemantauan tanda-tanda vital pasien, untuk selanjutnya dipindahkan dari ruang pulih sadar.L. PascaoperatifDalam waktu 24 jam akan dilakukan kunjungan pascaoperatif oleh anestetis. Saat dilakukannya kunjungan, akan ditanyakan bagaimana keadaan perbaikan setelah operasi, pemeriksaan gangguan pada jantung dan paru sama seperti pemeriksaan saat preoperatif, dan pemeriksaan labolatorium serta tanda-tanda vital juga diperiksa.

Kejadian yang tidak diharapkan berupa morbiditas dan mortalitas dapat terjadi dalam 24 jam setelah dilakukannya anestesi. Hal tersebut didokumentasi dan dilaporkan untuk di bahas dalam komite institusi.

M. Anestesi pada Histerektomi totalis

Teknik anestesi general maupun regional keduanya dapat digunakan dalam tindakan hysterectomy. Setiap teknik anesthesia memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing. Pada pemberian anesthesia umum, kerugian yang ditimbulkan dapat berupa cedera jaringan lunak atau gigi geligi, aspirasi isi lambung, mual dan muntah postoperative, dan kemungkinan membutuhkan bantuan ventilator post operasi. Sedangkan keuntungan dari teknik anestesi umum adalah pasien akan tertidur selama proses operasi dan terbangun di ruang pulih. Pada pemberian anestesi regional, keruguan yang dapat timbul adalah nyeri kepala, penurunan tekanan darah, reaksi alergi terhadap anestesi local. Keuntungannya pasien tidak sepenuhnya tidak sadar dan masih memiliki reflex spontan dan respon kogitif.

Pemilihan teknik anestesi harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kondisi pasien, durasi dan urgensi dari tindakan pembedahann.

Pada pasien dengan kondisi umum yang baik yang menjalani hysterectomy sebagai tindakan elektif, teknik anestesi regional maupun umum dapat diterapkan. Sedangkan pada pasien dengan kondisi penyulit seperti adanya koagulopati, trauma, atau perdarahan, teknik anestesi umum menjadi pilihannya.

.II KOMBINASI SPINAL EPIDURAL (Combined Spinal-Epidural Anesthesia)A. AnatomiMedula spinalis dan serabut sarafnya terdapat pada kanalis vertebralis/spinalis, sebuah struktur tulang yang memanjang dari foramen magnum sampai dengan hiatus sakralis. Dalam posisi lateral, kanalis vertebralis memperlihatkan 4 kurvatura, dimana konveksitas torakal dan konkafitas lumal merupakan hal yang penting dalam distribusi anestesi lokal dalam rongga subarachnoid. Dalam hal yang berbeda, kurvatura tersebut mempunyai efek yang kecil dalam penyebaran anestesi lokal dalam rongga epidural.

Dalam segi sturktural, kanalis vertebralis menyediakan perlindungan untuk struktur saraf. Disamping hal tersebut, kanal tulang ini juga menghasilkan pembatas/penghalang untuk memasukan jarum spinal dan epidural kedalam rongga spinal ataupun epidural.Tulang belakang/vertebra terdiri dari 24 vertebra asli dan 5 vertebra palsu/fixed vertebrae. Vertebra asli terdiri dari 7 vertebra cervikal, 12 vertebra torakal, dan 5 vertebra lumbal. Vertebra palsu/fixed vertebrae terdiri dari 5 vertebra sacrum dan os.koksigis.Orientasi prosesus spinosus dari vertebra lumbal dan torakal cukup berbedam hal tersebut berdampak pada sudut yang diperlukan untuk melakukan penusukan jarum menuju kanalis vertebralis. Orientasi prosesus spinosus pada vertebra lumbal lebih mendatar dibandingkan vertebra torakal.

Sakrum merupakan tulang berbentuk baji yang permukaan bagian belakangnya konveks. Pembukaan diantara lamina yang tidak berfusi pada vertebra sakralis 4 dan 5 disebut hiatus sakralis. Daerah tersebut merupakan lokasi dilakukannya caudal anestesia.

Penanda permukaan/surface landmarks digunakan untuk mengidentifikasi sela spinal. Penanda permukaan yang paling penting ada garis yang di buat dari penanda krista iliaka. Penanda ini saat di tarik garis lurus ke arah vertebra menunjukkan vertebra lumbal 4. Penanda untuk vertebra cervikalis 7 adalah penonjolan tulang pada batas bawah leher, yang terutama dapat terlihat jelas saat kepala difleksikan maksimal. Penanda sela vertebra torakal 7 dan 8 adalah garis lurus yang digambarkan dari batas bawah skapula. Bagian terminal dari costae 12 merupakan penanda untuk vertebral lumbal L2. Spinal iliaka posterior merupakan penanda untuk vertebra S2 yang merupakan batas caudal dari dural sac pada orang dewasa.

Kolumna vertebra di stabilisasi oleh beberapa ligamen. Antara lain anterior longitudinal ligamen, posterior longitudinal ligamen, ligamentum flavum, ligamentum interspinosum, ligamentum spura spinosum.

Medulla spinalis bermula pada batas rostral dari medull oblongata, dan pada fetus memanjang pada seluruh panjang kanalis vertebra. Dikarenakan ketidaksesuaian pertumbuhan dari jaringan saraf dan kanalis vertebra, medula spinalis berakhir pada vertebra L3 pada saat lahir, dan berakhir pada vertebra L1 pada orang dewasa. Dibawah conus, serabut saraf berjalan paralel mengikuti aksis dan berbentuk seperti buntut kuda, oleh karena itu dinamakan cauda equina. Serabut saraf dari cauda equina relatif berjalan secara bebas dalam cairan serebro spinal, hal tersebut mengakibatkan serabut saraf tersebut jarang tertusuk oleh jarum pada penusukkan jarum spinal.Medulla spinalis dibungkus dan di proteksi oleh lapisan jaringan penyambung yang di sebut meninges. Meninges terdiri dari duramater, arachnoidmater, piamater.

Pada bagian dorsolateral dan ventrolateral medulla spinalis, serabut saraf keluar dan bergabung menjadi serabut saraf spinal dorsal/afferent dan serabut saraf spinal ventral/efferent. Dikarenakan serat saraf sensori terdapat pada bagian posterior, maka serat sarat tersebut bergantung pada posisi pasien, yang membuat serat tersebut lebih di blok oleh anestesi lokal bersifat hiperbarik.

Saat saraf berjalan dalam foramina intervertebralis, saraf terebut terselubung oleh duramater, arachnoidmater, dan piamater yang menjadikan struktur epineurium, perineurium, dan endoneurium. Duramater menjadi tipis pada area ini dan menjadi mudah untuk lokal anestetik melakukan penetrasi saraf pada saat anestesi epidural. Onset dari blok epidural oleh lokal anestetik terjadi oleh karena bloking dari konduksi ion natrium. Seiring dengan berjalannya waktu, anestesi lokal epidural akan masuk ke dalam rongga sub arachnoid.Dermatom adalah area dari kulit yang diinervasi oleh setiap persarafan spinal. Karena serabut saraf yang keluar dari foramina intervertebralis menurun dari asal medulla spinalisnya, maka area inervasi dari persarafan spinal tidak segaris lurus dengan asalnya pada medulla spinalis.

Antara arachnoidmater dan piamater terdapat rongga subarachnoid yang mengandung cairan serebro spinal. Dikarenakan rongga arachnoid spinal dan kranial merupakan rongga yang berkelanjutan, blok saraf kranial dapat terjadi oleh anestesi lokal yang bermigrasi pada cairan subarachnoid diatas foramen magnum.

Rongga epidural terdapat diantara duramater dan dinding kanalis vertebralis, kolumna lemak yang irreguler, sistem limfe, dan pembuluh darah. Rongga ini terbatas untuk menuju pada daerah kranial oleh foramen magnum. Rongga epidural bukan merupakan rongga tertutup tetapi berhubungan dengan sela paravertebral oleh foramina intervertebralis. Kedalaman maksimal dari rongga epidural adalah 6 mm pada vertebra L2, dan 4-5 mm pada regio midtorakal.

Pendarahan pada medulla spinalis berupa pendarahan tunggal di sisi anterior dan pendarahan ganda pada bagian posterior. Pendarahan medulla spinalis anterior menerima darah dari arteri vertebralis, percabangan arteri interkostalis dan arteri iliaka. Pendarahan medulla spinalis posterior menerima darah dari arteri daerah kranial, percabangan arteri interkostalis, dan kolateral anastomosis dari arteri subklavia. Arteri adamkiewicz merupakan arteri yang masuk ke kanalis vertebralis melalui foramina intervertebralis L1. Arteri adamkiewicz merupakan arteri yang penting untuk suplai darah pada 2/3 bagian bawah medulla spinalis.

Plexus vena vertebralis interna menyalurkan aliran darah vena dari kanalis vertebralis. Vena ini menonjol pada bagian lateral rongga epidural, dan menyalurkan isinya pada vena azygos, selanjutnya ke vena kava superior. Gambaran anatomis dari pleksus vena ini menjadi penting saat terjadinya oeningkatan tekanan intra abdominal, atau keadaan tumor dan keganasan abdomen yang mendesak vena kava. Pada keadaan tersebut, darah dialihkan dari vena kava yang mengakibatkan pembengkakan vena pada rongga epidural. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan kanulasi vaskular saat dilakukan anestesi epidural, dan pengurangan dari rongga epidural yang berdampak pada peningkatan penyebaran longitudinal dari anestesi lokal.B. Obat Anestesi Lokal dan Adjuvant AnestesiDalam keadaan normal atau dalam keadaan istirahat potensial aksi di dalam serat saraf relatih lebih negatif dibandingkan cairan ekstraseluler. Potensial aksi negatif dibuat oleh transport aktif ion natrium keluar dan transport masuk ion kalium, yang dikombinasikan dengan membran yang relatif dapat ditembus ion kalium dan tidak dapat ditembus ion natrium. Dengan eksitasi saraf, terjadi peningkatan permeabilitas membran terhadap ion natrium, aktivasi terbukanya ion sodium channel yang menyebabkan penurunan potensial transmembran. Jika potensial aksi terlampaui/terjangkau maka akan terjadi self-sustaining refluks dari ion narium yang menyebabkan depolarisasi. Obat anestesi lokal memblokir konduksi transmisi saraf dengan menurunkan kapasitas depolarisasi dalam respons terhadap eksitasi sehingga mencegah terjadinya potensial aksi. Obat anestesi lokal memblokir transmisi potensial aksi dengan cara inhibisi dari voltage-gated sodium ion channels. Efek tersebut dimediasi oleh interaksi reseptor spesifik yang berada pada inner vestibule dari ion sodium channel.

Barisitas dari obat anestesi lokal merupakan densitas substansi anestesi lokal tersebut dibandingkan dengan densitas cairan serebro spinal. Barisitas menggambarkan penyebaran obat anestesi lokal dalam rongga subarachnoid. Larutan yang mempunyai barisitas menuju 1.000 merupakan larutan yang isobarik, dimana barisitas dari cairan serebrospinal adalah 1.003 0.0003. Larutan dengan barisitas kurang dari 0.999 adalah larutan yang hipobarik, yang biasanya dibuat dengan melarutkan/mengencerkan anestesi lokal. Larutan hiperbarik dibuat dengan mencmpurkan dekstrosa 5-8% pada anestesi lokal. Larutan hiperbarik akan mengalir dengan arah sesuai gravitasi dan menetap pada area-area yang bergantung pada gravitasi di rongga subarachnoid.

Obat-obatan anestesi lokal yang digunakan dalam anestesi regional sebagai berikut:

Anestesi spinal

Anestesi Epidural

Obat-obatan yang digunakan sebagai adjuvant terhadap regional anestesia adalah Opioid (morfin, fentanil), NMDA (n-Methyl-D-Aspartat) antagonis (ketamine, magnesium), GABA agonist (midazolam), Adrenergik agonist (clonidine, adrenaline), Glukokortikoid (Dexamethasone), NSAID (ketorolac), Acetylcholine esterase inhibitor (neostigmine). OpiodAktivasi reseptor opioid spinal membantu melakukan supresi terhadap input nociceptif afferen dari tempat nyeri dengan memodulasi pain-pathway associated peptides. Opioid membuat analgesia dengan meniru aksi pada reseptor opioid endogen seperti metenkephalin, beta-endorphin, dan dynorphin yaitu pada reseptor mu, kappa, delta. Pemberian opioid intratekal secara selektif memodulasi serat saraf C dan A dengan dampak minimal pada akson saraf bagian dorsal.

NMDA AntagonisBlokir pada reseptor NMDA menurunkan stimulasi afferen dari medulla spinalis yang pada akhirnya memblokir transmisi nyeri. Penggunaan NMDA antagonis yang dibatasi oleh karena efek sampingnya yang berupa halusinasi. Ketamin menghasilkan antinosiseptif sentral dengan mekanisme yang sama tetapi meningkatkan analgesia dengan mekanisme interaksi dengan reseptor opioid, 2-adrenoreceptor, kolinergik dan serotonergik sistem. GABA AgonisPengikatan dengan reseptor benzodiazepine pada bagian dorsal medulla spinalis menghasilkan analgesia spinal. Menambahkan intratekal midazolam mempotensiasikan efek antinosiceptif dari morphine-like-agent dengan secara langsung berefek agonis terhadap reseptor kappa, dan delta di medulla spinalis. Adrenergik Agonis

Penggunaan epinefrin dalam adjuvant anestesi adalah menurunkan bersihan obat anestetik dari rongga epidural dengan vasokonstriksi lokal. Dikarenakan efek epinefrin terhadap vasokonstriksi bergantung pada dosis, vasokonstriksi terjadi pada konsentrasi cukup tinggi. Epinefrin bersifat hydrofilik, maka epinefrin akan ada dalam konsentrasi yang relatif lebih rendah di lemak epidural yang menyebabkan vasodilatasi dengan 2-adrenoreceptor. Epinefrin juga sebagai analgesic pada medulla spinalis dengan aktivasi 2-adrenoreceptor.Agonis 2-adrenoreceptor clonidine menginhibisi impuls nociceptif dengan mengaktivasi postjunctional 2-adrenoreceptor pada bagian dorsal medulla spinalis. Clonidine meningkatkan dan memperpanjang blok sensorik dan motorik dari anestesi lokal yang digunakan pada epidural anestesi atau blok saraf perifer. Mekanisme terhadap hal tersebut adalah clonidine memblokir konduksi dari serat C dan A-delta, dan meningkatkan konduksi kalium sehingga meningkatkan blokir konduksi. Selanjutnya, clonidine membuat vasokonstriksi lokal dengan menurunkan ambilan anestesi lokal dari vaskular disekitar strutur saraf. Agonis 2-adrenoreceptor juga meningkatkan analgesia dari opioid intraspinal dengan interaksi pre- dan post- sinaps pada medulla spinalis. Clonidine juga menekan generasi dari potensial aksi pada bagian dorsal medulla spinalis yang berkontribusi juga dalam analgesia. Dalam sebuah studi didapatkan clonidine 1g/kg digunakan untuk adjuvant pada plain bupivacaine menghasilkan peningkatan blokir sensori selama 30 menit dan postoperatif analgesia selama 120 menit tanpa disertai efek samping yang gawat.

GlukokortikoidMekanisme anti-inflamasi oleh glukokortikoid menghasilkan analgesia dari nyeri yang diakibatkan inflamasi akut. Penggunaan dexamethasone untuk penatalaksanaan nyeri postoperatif menunjukkan hasil yang positif dalam analgesia terutama pada trauma jaringan yang besar. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamatory Drugs)NSAID menghambat produksi prostaglandin dari asam arakhidonat di membran fosfolipid. Hasil dari hambatan tersebut adalah penurunan signal afferen nociceptif dari tempat nyeri.

Acetylcholine esterase inhibitorPenggunaan acetylcholine esterase inhibitor secara intatekal menunjukkan terjadinya analgesia oleh karena peningkatan konsentrasi asetilkolin dan aksinya pada muscarinik dan nikotinik reseptor, stimulasi produksi dari nitric oxide, peningkatan pelepasan GABA. Efek samping dari pemberian acetylcholine esterase inhibitor adalah bradikardia, mual dan muntah, sakit kepala.C. Combine Spinal-Epidural Anestesia

Combine Spinal-Epidural(CSE) merupakan teknik anestesia regional yang menggabungkan blokade subarachnoid dan penempatan kateter epidural dalam saat bersamaan/dalam prosedur yang sama. CSE menghasilkan onset cepat dalam blokade neuroaksial yang dapat diperpanjang atau di modifikasi. Secara ideal, CSE mengkombinasikan keuntungan anestesi spinal (onset cepat, blokade adekuat/mendalam, penggunaan dosis yang sedikit), dan keuntungan anestesi epidural (tingkatan titrasi, dan kemampuan untuk memperpanjang anestesia), serta menghindari kerugian dari teknik spinal (single-shot nature, tingkat blokade yang tidak dapat diprediksi) dan kerugian dari teknik epidural (missed segments, blok motorik yang inkomplit, penyebaran sakral yang kurang, dan toksisitas anestesi lokal). CSE pertamakali digunakan pada jaman modern untuk bedah urologi, dewasa ini CSE digunakan untuk anestesia obstetrik, ortopedik, trauma, vaskular, dan ginekologikal. Teknik CSE merupakan pilihan yang baik untuk menggunakan dosis obat intratekal minimal dan untuk menilai interaksi antara obat intratekal dan epidural.Teknik CSE

Needle-Through-Needle Technique (NTN) : Penetrasi pada celah epidural dilakukakan dengan cara convesional, baik teknik dan jarum yang digunakan. Kemudian jarum spinal dimasukan melalui jarum epidural sampai CSF keluar, yang menandakan jarum telah memasuki celah subarachnoid. Obatpun dimasukan pada celah subarachnoid, kemuadian jarum spinal dikeluarkan, dan catheter epidural dimasukan dalam celah epidural. Dan dilakukan pengecekan apakah benar telah masuk ke celah epidural, dengan menggunakan test aspirasi, untuk mencegah masuknya kateter ke pembuluh darah (darah dalam catheter) atau intrathecal (munculnya CSF). Teknik NTN :

1. Jarum epidural dimasukan dalam celah epidural seperti teknik epidural pada umumnya.

2. Masuknya jarum pada celah epidural ditandai dengan hilangnya tahanan udara pada injeksi udara oleh jarum suntik.

3. Jarum spinal dengan ukuran kecil kemudian dimasukan kedalam jarum epidural sampai CSF muncul dari pangkal jarum, yang mengindikasikan masuknya jarum pad celah subarachnoid. Secara jelas, loss of resistance akan dirasakan ketika jarum keluar melewati ujung curvature jarum epidural, dan ketika jarum spinal menembus lapisan dura dan menembus celah subarachnoid.

4. Memasukan obat local anestesi yang diinginkan.

5. Catheter epidural dimasukan melalui jarum epidural kira-kira sedalam 5 cm.

6. Dilakukan pengecekan terhadap inadvertent intravascular dan intrathecal placement.

Separate Needle Technique(STN) : Teknik ini didasarkan pada penggunaan jarum yang terpisah untuk kedua blok spinal dan epidural, baik pada penempatan di celah yang sama, atau pada celah yang berbeda. Jika catheter epidural diletakan pertama, akan banyak keuntungan yang diperoleh. Pengecekan akan adanya inadvertent intravascular dan migrasi catheter intrathecal yang dilakuakan secara layak yang dilakuka nsebelum melakukan blok spinal. Hal ini dapat mengurangi risiko dari kerusakann neural, yang dapat muncul jika penempatan catheter dilakukan setelah blok subarachnoid, karena timbulnya parestesia dan hilangnya tanda-tanda peringatan lain oleh karena obat-obat spinal. Akan tetapi ada juga risiko jika jarum spinal akan secara tidak disengaja merusak catheter epidural yang telah terpasang sebelumnya (secara hipotetik, kemungkinan sangat lecil terjadi pada prakteknya). Pada praktek, dapat juga dilakuakan pemasangan jarum spinal terlebih dahulu, yang kemudian disumbat dengan stylet dan tidak diberikan obat terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pemasangan cateter epidural, dan kemudian baru obat dimasukan obat kedalam celah surarachnoid. Cara ini, walaupun lebih menyita waktu, akan tetapi mengurangi efek komplikasi. Dan disamping teknik mana yang dilakukan terlebih dahulu, cara ini mempunyai kerugian terbesar yaitu segi waktu yang lebih lama, dan pasien akan merasakan dua kali penusukan dalam prosesnya.

Perbandingan Teknik

Teknik NTN dan SNT CSE Secara teoritis teknik SNT lebih memiliki kelebihan dibandingan dengan teknik NTN. Hal ini dikarenakan peletakan catheter epidural sebelum dilakukannya blok spinal. SNT secara teoritis dapat mengurangi risiko dari cedera neurologic, karena tidak adanya masking dari paresthesia dan symptom lain. Arena peletakan catheter epidural yang lebih awal, masalah penempatan catheter yang terlambat (masalah teknis) setelah injeksi hyperbaric spinal solution (misalnya, blok unilateral, sacral, atau blok regional neuroaxial) dapat dihindari. Beberapa hasil penelitian melaporakan bahwa SNT memberikan angka kesuksesan lebih tinggi, dan memeberikan kegagalan yang lebih kecil dibandingkan dengan teknik NTN.Dosis Pada CSE

CSE terkadang menimbukan blok yang lebih hebat dari yang diharapkan, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, yang dijabarkan berikut ini :

1. Kebocoran dari anastesi local epidural ke celah subarachnoid, melalui lubang pada lapisan dura

2. Penyebaran yang berlebih dari blok subarachnoid (tidak berhubungan dengan blok epidural)

3. Perubahan pada tekanan epidural. Tekanan epidural berubah mendekati tekanan atmosfir, yang menyebabkan obat menjadi lebih tersebar lebih luas.

4. Epidural Volume Extension (EVE) : Kehadiran dari catheter epidural dan obat dari anastesi local di epidural, menyebabkan penekanan pada celah subarachnoid, yang menimbulkan efek pemerasan dari celah, dan menyebabkan obat tersebar lebih luas dari yang seharusnya.Komplikasi

Kematian

Cardiac arrest

Infeksi (meningitis : angka kejadian rendah, abses epidural, aseptic meningitis)

Kerusakana Neurogikal :

1. Spinal needle parasthesia and neurological damage2. Haematoma3. Unexplained neurological damage Metal Toxicity dalam CSE