29
BAB I PENDAHULUAN TB merupakan masalah kesehatan yang sangat tua. Gambaran TB terekam sejak zaman dahulu, bahkan dapat ditelusuri dari peninggalan Mesir kuno. Di dalam piramid mesir ditemukan gambar relief dinding yang menggambarkan manusia bongkok dengan gambbaran gibbus, yang kemungkinan besar karena spondilitis TB. Lalu terbukti ditemukan kuman Mycobecterium tuberculosis pada sebagian mummi Mesir. Pada penelitian artefak purba ditemukan jejak kuman TB, dan pada sebagian fossil Dinosaurus ternyata juga ditemukan kmuman TB . Dunia medis baru mengenal TB setelah Robert Koch berhasil mengidentifikasinya pada abad ke-19, yaitu pada tanggal 24 Maret 1882, yang kemudian diperingati sebagai hari TB Dunia. Hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan dan justru semakin berbahaya, sehingga disebut sebagai the re- emerging desease. Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20, jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, TB juga masih merupakan salah satu masalah yang utama. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai penyumbang kasus terbanyak di dunia. TB anak mempunyai masalah khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah 1

tbanak adek

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ppp

Citation preview

Page 1: tbanak adek

BAB I

PENDAHULUAN

TB merupakan masalah kesehatan yang sangat tua. Gambaran TB terekam sejak

zaman dahulu, bahkan dapat ditelusuri dari peninggalan Mesir kuno. Di dalam piramid mesir

ditemukan gambar relief dinding yang menggambarkan manusia bongkok dengan gambbaran

gibbus, yang kemungkinan besar karena spondilitis TB. Lalu terbukti ditemukan kuman

Mycobecterium tuberculosis pada sebagian mummi Mesir. Pada penelitian artefak purba

ditemukan jejak kuman TB, dan pada sebagian fossil Dinosaurus ternyata juga ditemukan

kmuman TB .

Dunia medis baru mengenal TB setelah Robert Koch berhasil mengidentifikasinya

pada abad ke-19, yaitu pada tanggal 24 Maret 1882, yang kemudian diperingati sebagai hari

TB Dunia. Hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan dan justru semakin

berbahaya, sehingga disebut sebagai the re-emerging desease.

Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20, jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh

dunia, 95% kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, TB juga masih merupakan

salah satu masalah yang utama. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-3

sebagai penyumbang kasus terbanyak di dunia.

TB anak mempunyai masalah khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB

anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta

TB pada HIV. Gejala TB anak sering tidak khas. Diagnosis pasti ditegakan dengan

menemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologi.

Pada anak, sulit untuk mendapatkan spesimen diagnostik yang representatif dan

berkualitas baik. Seringkali, sekalipun spesimen dapat diperoleh, M. Tuberculosis jarang

ditemukan dalam sediaan langsungmaupun biakan. Olehkarena itu uji tuberkulin memegang

peranan penting dalam mendiagnosis TB pada anak.

Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti

dengan overtreatment. Di lainpihak sering juga terjadi underdiagnosis dan undertreatment.

Untuk menanggulangi hal tersebut, diperlukan pengkajian menyeluruh untuk mendiagnosis.

1

Page 2: tbanak adek

Banyaknya jumlah anak yang sakit dan terinfeksi Tb menyebabkan tingginya biaya

pengobatan yang diperlukan, sehingga pencegahan penyakit TB merupakan salah satu upaya

yang harus dilakukan.dengan pengendalian berbagai faktor resiko infeksi TB.

2

Page 3: tbanak adek

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Sejak akhir tahun 1990an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang

kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju.

Salah satu diantaranya adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk

dunia telah terinfeksi oleh M. Tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia,

dan Amerika Latin.

Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya

di negara berkembang tatapi juga di negara maju. TB tetap merukan salah satu

penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang

maupun negara maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi Tb setelah tahun

1990, yaitu, perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi

yang cepat.

Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara

semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun

2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan

variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB

anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan

dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada

kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus

BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,

sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.

2.1.1 Faktor risiko

a) Risiko infeksi TB

Terpajan dengan orang dewasa TB aktif (kontak dengan TB

positif)

Daerah endemis

Kemiskinan

3

Page 4: tbanak adek

Lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik)

Tempat penampungan umum dimana banyak pasien TB dewasa

aktif.

Risiko transmisi kuman lebih tinggi jika pasien dewasa

mempunyai BTA positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus

atas,

b) Risiko sakit TB

Anak usia ≤ 5 tahun

Virulensi M. Tuberculosis dan dosis infeksinya.

Keadaan imunokompromais

2.2 Patogenesis

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB

dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 µm), akan

terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat

dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak

terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak

seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan

seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar

dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan

akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis

makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang

dinamakan fokus primer Ghon.

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi

fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer

terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar

limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang

akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,

dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex).

4

Page 5: tbanak adek

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda

dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi

TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya berlangsung selama 4−8 minggu.

Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah 103

–104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular.

Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi.

Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang

dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji

tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian

besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular

berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB

dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB

baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular

spesifik (cellular mediated immunity, CMI).

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau

di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan

pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian

tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga

di jaringan paru (kavitas).

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada

awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga

bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal

menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve

mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang

5

Page 6: tbanak adek

mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi

dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.

Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga

menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi

segmental kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara

limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman

masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran

hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,

kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di

seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering

di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang

di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di

sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses

patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian

hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah

besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang

disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan

setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi

kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis

diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam

mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama di

bawah dua tahun.

6

Page 7: tbanak adek

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.

Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah

dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan

beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat

dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread

*Catatan:

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult

hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di

berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi

mengalami reaktivasi di kemudian hari.

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan

limfadenitis regional (3).

3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.

7

Page 8: tbanak adek

4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB

(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar

(eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB)

2.3 Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang

seperti uji tuberkulin, foto rontgent thoraks, dan pemeriksaan laboratorium.

2.3.1 Manifestasi klinis

1. Demem lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang

dapat disertai dengan keringant malam. Demam umumnya tidak tinggi.

2. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak naik

dengan adekuat.

3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1 bulan

dengan penanganan gizi yang adekuat.

4. Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.

5. Malaise

6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.

2.3.2 Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak

TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang

cukup tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular yang

lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium

tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan

pleura ataupun biopsi jaringan. Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan mikrobiologi yang terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan

mikroskopis apusan langsung atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan

pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering digunakan

tidak direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB

dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan

Februari 2013 tentang larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan

diagnosis TB. Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya

mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau

8

Page 9: tbanak adek

pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi

(PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang khas. Pemeriksaan

PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan di tengahnya

dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman TB.

Perkembangan Terkini Diagnosis TB

Saat ini beberapa teknologi baru telah didukung oleh WHO untuk meningkatkan

ketepatan diagnosis TB anak, diantaranya pemeriksaan biakan dengan metode cepat yaitu

penggunaan metode cair, molekular (LPA=Line Probe Assay) dan NAAT=Nucleic Acid

Amplification Test) (misalnya Xpert MTB/RIF). Metode ini masih terbatas digunakan di

semua negara karena membutuhkan biaya mahal dan persyaratan laboratorium tertentu.

WHO mendukung Xpert MTB/RIF pada tahun 2010 dan telah mengeluarkan

rekomendasi pada tahun 2011 untuk menggunakan Xpert MTB/RIF. Update

rekomendasi WHO tahun 2013 menyatakan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dapat

digunakan untuk mendiagnosis TB MDR pada anak, dan dapat digunakan untuk

mendiagnosis TB pada anak ada beberapa kondisi tertentu yaitu tersedianya teknologi

ini. Saat ini data tentang penggunaan Xpert MTB/RIF masih terbatas yaitu menunjukkan

hasil yang lebih baik dari pemeriksaan mikrokopis, tetapi sensitivitasnya masih lebih

rendah dari pemeriksaan biakan dan diagnosis klinis, selain itu hasil Xpert MTB/RIF

yang negatif tidak selalu menunjukkan anak tidak sakit TB.

Cara Mendapatkan sampel pada Anak

1. Berdahak Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, terutama bagi anak yang mampu

mengeluarkan dahak. Kemungkinan mendapatkan hasil positif lebih tinggi pada anak

>5 tahun.

2. Bilas lambung Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada

anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan selama

3 hari berturut-turut pada pagi hari.

3. Induksi Sputum Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak

semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila

menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat jalan,

9

Page 10: tbanak adek

tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk melaksanakan metode

ini.

Berbagai penelitian menunjukkan organ yang paling sering berperan sebagai

tempat masuknya kuman TB adalah paru karena penularan TB sebagai akibat terhirupnya

kuman M.tuberculosis melalui saluran nafas (inhalasi). Atas dasar hal tersebut maka baku

emas cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB adalah dengan cara menemukan

kuman dalam sputum. Namun upaya untuk menemukan kuman penyebab TB pada anak

melalui pemeriksaan sputum sulit dilakukan oleh karena sedikitnya jumlah kuman dan

sulitnya pengambilan spesimen sputum.

Guna mengatasi kesulitan menemukan kuman penyebab TB anak dapat dilakukan

penegakan diagnosis TB anak dengan memadukan gejala klinis dan pemeriksaan

penunjang lain yang sesuai. Adanya riwayat kontak erat dengan pasien TB menular

merupakan salah satu informasi penting untuk mengetahui adanya sumber penularan.

Selanjutnya, perlu dibuktikan apakah anak telah tertular oleh kuman TB dengan

melakukan uji tuberkulin. Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi

hipersensitifitas terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan. Hal ini secara tidak

langsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang masuk ke dalam tubuh anak atau

anak sudah tertular. Anak yang tertular (hasil uji tuberkulin positif) belum tentu

menderita TB oleh karena tubuh pasien memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang

cukup untuk melawan kuman TB. Bila daya tahan tubuh anak cukup baik maka pasien

tersebut secara klinis akan tampak sehat dan keadaan ini yang disebut sebagai infeksi TB

laten. Namun apabila daya tahan tubuh anak lemah dan tidak mampu mengendalikan

kuman, maka anak akan menjadi menderita TB serta menunjukkan gejala klinis maupun

radiologis. Gejala klinis dan radiologis TB anak sangat tidak spesifik, karena

gambarannya dapat menyerupai gejala akibat penyakit lain. Oleh karena itulah diperlukan

ketelitian dalam menilai gejala klinis pada pasien maupun hasil foto toraks.

Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada

anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji tuberkulin/mantoux

test. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2 TU dari Staten

Serum Institute Denmark produksi dari Biofarma. Namun uji tuberkulin belum tersedia di

semua fasilitas pelayanan kesehatan.

10

Page 11: tbanak adek

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks. Namun

gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain.

Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis

TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB

adalah sebagai berikut:

a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya

selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)

b. Konsolidasi segmental/lobar

c. Efusi pleura

d. Milier

e. Atelektasis

f. Kavitas

g. Kalsifikasi dengan infiltrat

h. Tuberkuloma

2.3.3 Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat dikerjakan,

namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan

suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem skoring tersebut

dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes

dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk mempermudah

penegakan diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem skoring

ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun

pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya

underdiagnosis maupun overdiagnosis TB.

Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:

• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai

tertinggi yaitu 3.

11

Page 12: tbanak adek

• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis TB

pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

• Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat

OAT.

Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat Anti

Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon

klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat dilanjutkan

sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk

ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

12

Page 13: tbanak adek

Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan

kesehatan rujukan:

1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau kavitas

2. Gibbus, koksitis

3. Tanda bahaya +

4. Kejang, kaku kuduk +

5. Penurunan kesadaran +

6. Kegawatan lain, misalnya sesak napas

Catatan:

Parameter Sistem Skoring:

Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil

laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasil

laboratorium.

Penentuan status gizi:

Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment opname).

Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk anak

usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk anak usia >5

tahun merujuk pada kurva CDC 2000.

Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.

13

Page 14: tbanak adek

Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan

pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas

Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa: pembesaran

kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi

segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

Penegakan Diagnosis

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas pelayanan

kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan wewenang terbatas dapat

diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi DOTS untuk menegakkan diagnosis dan

tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman Nasional.

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)

Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji

tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH

profilaksis tergantung dari umur anak tersebutFoto toraks bukan merupakan alat

diagnostik utama pada TB anak

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka

pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut

Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada

fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau

sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat

perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.

Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai telah terinfeksi

TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak

Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB

Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji tuberkulin dan

atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem skoring tetap dilakukan, dan

dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13.

14

Page 15: tbanak adek

Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya

diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan

diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan

kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke

RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan

pada anak tersebut pada saat diagnosis.

15

Page 16: tbanak adek

2.4 Klasifikasi dan Definisi Kasus TB anak

Beberapa istilah dalam definisi kasus TB anak:

Terduga pasien TB anak: setiap anak dengan gejala atau tanda mengarah ke TB Anak

Pasien TB anak berdasarkan hasil konfirmasi bakteriologis: adalah pasien TB anak yang hasil pemeriksaan sediaan biologinya positif dengan pemeriksaan mikroskopis langsung atau biakan atau diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI. Pasien TB paru BTA positif masuk dalam kelompok ini.

Pasien TB anak berdasarkan diagnosis klinis: pasien TB anak yang TB yang tidak memenuhi kriteria bakteriologis dan mendapat pengobatan TB berdasarkan kelainan radiologi dan histopatologi sesuai gambaran TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah Pasien TB Paru BTA negatif, Pasien TB dengan BTA tidak diperiksa dan Pasien TB Ekstra Paru.

Penentuan klasifikasi dan tipe kasus TB pada anak tergantung dari hal berikut:

1. Lokasi atau organ tubuh yang terkena:

a. Tuberkulosis Paru.

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak

termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

b. Tuberkulosis Ekstra Paru.

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput

otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,

saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Anak dengan gejala hanya pembesaran

kelenjar tidak selalu menderita TB Ekstra Paru. Pasien TB paru dengan atau tanpa TB

ekstra paru diklasifikasikan sebagai TB paru

16

Page 17: tbanak adek

2. Riwayat pengobatan sebelumnya:

a. Baru

Kasus TB anak yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi penyakit bisa paru atau ekstra paru.

b. Pengobatan ulang

Kasus TB Anak yang pernah mendapat pengobatan dengan OAT lebih dari 1 bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi penyakit bisa paru atau ekstra paru. Berdasarkan hasil pengobatan sebelumnya, anak dapat diklasifikasikan sebagai kambuh, gagal atau pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).

3. Berat dan ringannya penyakit

a. TB ringan: tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian, misalnya TB primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB kelenjar dll

b. TB berat: TB pada anak yang berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian, misalnya TB meningitis, TB milier, TB tulang dan sendi, TB abdomen, termasuk TB hepar, TB usus, TB paru BTA positif, TB resisten obat, TB HIV.

4. Status HIV

Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada semua anak suspek TB pada daerah endemis HIV atau risiko tinggi terinfeksi HIV. Berdasarkan pemeriksaan HIV, TB pada anak diklasifikasikan sebagai:

a. HIV positif

b. HIV negatif

c. HIV tidak diketahui

d. HIV expose/ curiga HIV. Anak dengan orang tua penderita HIV diklasifikasikan

sebagai HIV expose, sampai terbukti HIV negatif. Apabila hasil pemeriksaan HIV

menunjukkan hasil negatif pada anak usia < 18 bulan, maka status HIV perlu diperiksa

ulang setelah usia > 18 bulan.

5. Resistensi Obat

Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT terdiri dari:

17

Page 18: tbanak adek

a. Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap salah satu jenis OAT

lini pertama.

b. Polydrug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.

c. Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya.

d. Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan yaitu Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.

e. Rifampicin Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistansi terhadap OAT lain yang dideteksi menggunakan metode pemeriksaan yang sesuai, pemeriksaan konvensional atau pemeriksaan cepat. Termasuk dalam kelompok ini adalah setiap resistansi terhadap rifampisin dalam bentuk Monoresistance, Polydrug Resistance, MDR dan XDR.

2.5 Tata Laksana

2.5.1 Medika mentosa

Obat TB yang digunakanFirst line saat ini adalah Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, ethambutol dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah Para-Amino Salicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR.

18

Page 19: tbanak adek

19

Page 20: tbanak adek

2.5.2 Pemantauan pengobatan pasien TB Anak

Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.

Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.

Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB BTA positif

20

Page 21: tbanak adek

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi dan ditularkan kepada anak. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosa. Rentan terjadi pada anak dengan status gizi buruk dan anak yang berkontak dengan pasien TB dewasa aktif.

Banyaknya jumlah anak yang sakit dan terinfeksi Tb menyebabkan tingginya biaya pengobatan yang diperlukan, sehingga pencegahan penyakit TB merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan.dengan pengendalian berbagai faktor resiko infeksi TB.

21