25
TATALAKSANA JENAZAH DENGAN FLU BURUNG PENDAHULUAN Flu burung (avian influenza, AI) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1. Virus ini biasanya mengenai unggas seperti burung, ayam, dan itik). Selain menginfeksi unggas, virus ini terkadang juga menyerang hewan mamalia seperti babi dan kuda. Sejak 1997 virus flu burung diketahui juga dapat menginfeksi manusia dan menimbulkan gejala yang berat yang berujung pada kematian. 1 Menurut WHO (sejak 2003 sampai dengan 30 April 2008), jumlah kasus flu burung pada manusia di Indonesia sebanyak 133 kasus dengan 108 orang di antaranya meninggal. Di Propinsi Bali sampai saat ini dilaporkan 2 kasus flu burung yang semuanya didapatkan pada tahun 2007, dimana ke-dua pasien flu burung tersebut akhirnya meninggal dunia. 2 Flu burung disebabkan oleh virus A (H5N1) yang termasuk keluarga orthomyxoviridae. Apabila terinfeksi oleh virus ini, pasien akan menunjukkan gejala-gejala sesuai dengan pneumonia yang cepat memburuk. 3 1

Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Please rated the document....thanks

Citation preview

Page 1: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

TATALAKSANA JENAZAH

DENGAN FLU BURUNG

PENDAHULUAN

Flu burung (avian influenza, AI) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

influenza tipe A subtipe H5N1. Virus ini biasanya mengenai unggas seperti burung,

ayam, dan itik). Selain menginfeksi unggas, virus ini terkadang juga menyerang hewan

mamalia seperti babi dan kuda. Sejak 1997 virus flu burung diketahui juga dapat

menginfeksi manusia dan menimbulkan gejala yang berat yang berujung pada kematian.1

Menurut WHO (sejak 2003 sampai dengan 30 April 2008), jumlah kasus flu

burung pada manusia di Indonesia sebanyak 133 kasus dengan 108 orang di antaranya

meninggal. Di Propinsi Bali sampai saat ini dilaporkan 2 kasus flu burung yang

semuanya didapatkan pada tahun 2007, dimana ke-dua pasien flu burung tersebut

akhirnya meninggal dunia.2

Flu burung disebabkan oleh virus A (H5N1) yang termasuk keluarga

orthomyxoviridae. Apabila terinfeksi oleh virus ini, pasien akan menunjukkan gejala-

gejala sesuai dengan pneumonia yang cepat memburuk.3

Untuk mendiagnosis seorang pasien dengan flu burung tidaklah mudah. Ada

beberapa langkah-langkah yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti flu burung.

Diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan radiologis

untuk menegakkan diagnosis. Definisi kasus flu burung dilakukan dengan bertahap, yaitu

dengan mendiagnosis pasien dengan suspek AI, probabel AI, dan kemudian kasus

konfirmasi AI.4

Tatalaksana pasien dengan dugaan flu burung sebenarnya hampir sama dengan

pasien influenza yang patogen pada manusia. Pilihan obatnya adalah Oseltamivir dengan

dosis sesuai usia maupun berat badan.1

Perawatan jenazah pasien flu burung sebenarnya hampir sama dengan perawatan

jenazah pasien dengan penyakit menular. Yang menarik untuk didiskusikan di sini adalah

1

Page 2: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

perbedaan antara rekomendasi Departemen Kesehatan RI (Depkes RI) dengan yang

dilakukan di bagian forensik RSUP Sanglah. Depkes RI mengatakan bahwa jenazah

pasien flu burung tidak boleh disuntikkan formalin, sedangkan dari bagian forensik

sendiri sangat merekomendasikan hal yang sebaliknya.5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

AI merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1

(H=hemagglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya menyerang unggas (burung

dan ayam) dan terkadang menyerang babi. Sejak 1997 virus flu burung diketahui juga

dapat menginfeksi manusia dan menimbulkan gejala berat dan angka mortalitas yang

cukup tinggi. 1

2.2 Epidemiologi

Flu burung pada hewan ternak pertama kali diketahui terjadi pada tahun 1878 di Itali

dimana penyakit ini amat cepat menular pada unggas dan menyebabkan kematian pada

hampir 100% hewan yang terinfeksi. Unggas dapat mati dalam 24 jam sejak awitan

gejala. Bentuk penyakit flu burung ini dikenal sebagai highly pathogenic avian influenza

(HPAI). Selain bentuk yang ganas, flu burung juga memiliki bentuk yang menyebabkan

sakit ringan low pathogenic avian influenza (LPAI) seperti bulu rontok, ataupun

menurunnya produksi telur.3

Pada milenium ke-tiga ini, kasus flu burung pada unggas terjadi pada tahun 2003

di Korea, kemudian terjadi wabah flu burung pada unggas di China, Thailand, Vietnam,

dan Kamboja pada tahun 2004 sampai pertengahan tahun 2005. Di Indonesia sendiri,

Menteri Peternakan Indonesia mengatakan flu burung telah membunuh 9,5 juta ternak

(terutama unggas) baik karena penyakitnya langsung maupun akibat tindakan

pemusnahan sampai pertengahan tahun 2005. 3

Infeksi flu burung juga dapat menular dari unggas ke manusia. Kasus flu burung

pada manusia sebenarnya sudah dilaporkan sejak tahun 1997 yang pertama kali

dilaporkan terjadi di Hongkong. Saat itu dilaporkan 18 orang terinfeksi flu burung

2

Page 3: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

dengan 6 orang di antaranya meninggal dunia. Sejak saat itu, telah terjadi tiga kali wabah

(outbreak) oleh infeksi virus influenza tipe A subtipe H5N1. Hal ini kemudian terjadi

juga di Vietnam, Thailand, dan Kamboja sejak tahun 2003 hingga pertengahan tahun

2005. 3 Penyebaran kasus flu burung di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar

1 di bawah ini.6

Gambar 1. Penyebaran kasus flu burung yang terkonfirmasi di dunia sejak 2003 sampai dengan 30 April

2008. 6

Menurut WHO (sejak tahun 2003 sampai dengan 30 April 2008), jumlah kasus flu

burung pada manusia di Indonesia sebanyak 133 kasus dengan 108 orang di antaranya

meninggal dunia (case fatality rate, CFR = 81,2%). Di Propinsi Bali, sampai saat ini

telah dilaporkan 2 kasus flu burung yang semuanya didapatkan pada tahun 2007, dimana

ke-2 pasien flu burung tersebut akhirnya meninggal dunia (CFR = 100%). Penyebaran

kasus flu burung pada manusia di Indonesia telah mengenai 12 propinsi sebagaimana

yang dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini. 2

3

Page 4: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

Gambar 2. Provinsi di Indonesia dengan kasus flu burung yang terkonfirmasi.2

Kasus AI 50% terjadi sebelum usia 20 tahun dan hampir 90% kasus terjadi

sebelum umur 40 tahun. CFR secara keseluruhan adalah 56%, namun paling tinggi

didapatkan pada kelompok umur 10 tahun sampai 39 tahun. Hal ini berbeda dengan

influenza pada umumnya yang memiliki CFR paling tinggi pada kelompok usia tua.7

Penyebaran virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi melalui 3 cara: 1

1. Binatang : kontak langsung dengan unggas maupun produk unggas yang sakit.

Cara penularan pada unggas dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Secara Langsung

a. Unggas bersentuhan dengan cairan/lendir dari hidung, mulut, atau mata

unggas yang terjangkit virus H5N1.

b. Kotoran unggas yang terjangkit yang mencemari lingkungan sekitarnya.

2. Secara Tidak Langsung

Melalui perantara manusia, dimana virus terbawa oleh alas kaki, pakaian.

peralatan kandang, tempat telur, dan alat transportasi yang keluar masuk

area peternakan

2. Lingkungan : udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal

dari tinja ataupun sekret unggas yang terserang AI.

3. Manusia : sangat terbatas dan tidak efisien.

4

Page 5: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

Kelompok yang berisiko tinggi untuk terkena infeksi virus flu burung adalah: 1,4,9

Pekerja di peternakan atau pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan maupun

insinyur peternakan).

Pekerja laboratorium yang memprosesan sampel darah atau sekret pasien ataupun

unggas yang terjangkit.

Pengunjung peternakan atau pemrosesan unggas dalam satu minggu terakhir.

Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit atau mati mendadak yang

belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam waktu

7 hari terakhir.

Pernah kontak dengan pasien flu burung konfirmasi dalam 7 hari terakhir.

Manusia akan mudah sekali tertular jika terjadi kontak langsung atau bersentuhan

tanpa pelindung dengan unggas yang sakit, menghirup udara yang tercemar oleh cairan

atau lendir, muntahan, atau tinja unggas yang mengidap virus avian influenza ini.

Manusia pun dapat pula tertular melalui air ataupun peralatan yang terkontaminasi virus

ini. 9

2.3 Etiologi

Flu burung pada manusia merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

influenza tipe A yang biasa menyerang unggas. Virus influenza sendiri secara umum

terdiri dari tiga kelompok, yaitu: virus influenza tipe A, B, dan C. Virus influenza tipe B

dan C merupakan virus yang menyebabkan influenza yang biasa mengenai manusia

dengan gejala ringan dan tidak fatal, sehingga tidak menjadi masalah. Sedangkan virus

influenza tipe A menimbulkan manifestasi yang berat pada unggas dan manusia.4

Virus influenza tipe A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan penanda

berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein penanda virus influenza

tipe A, yaitu: 4

Protein hemaglutinin (simbol H)

Ada 15 macam protein H, yaitu dari H1 hingga H15.

Protein neuraminidase (simbol N)

Protein neuraminidase terdiri dari 9 macam, yaitu N1 sampai N9.

5

Page 6: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

Kedua protein ini membentuk kombinasi sehingga menghasilkan banyak subtipe virus

influenza tipe A. Contoh dari kombinasi kedua protein ini adalah virus influenza tipe A

H1N1 yang dikatakan menjadi penyebab pandemi influenza pada tahun 1918, H9N2 yang

menyebabkan wabah pada tahun 1999, H7N2 pada tahun 2002, dan H7N7 tahun 2003. 4

Semua subtipe virus influenza tipe A ini dapat menginfeksi unggas yang

merupakan penjamu (host) alamiahnya, sehingga virus influenza tipe A ini dikenal

sebagai virus flu burung. Di lain pihak, tidak semua virus influenza tipe A dapat

menginfeksi manusia. Subtipe virus influenza tipe A yang dapat menginfeksi manusia

adalah subtipe H1, H2, H3, serta N1 dan N2, sehingga disebut sebagai human influenza.

Saat ini yang menjadi pembicaraan para ahli karena menimbulkan wabah yang

mengkhawatirkan adalah virus influenza tipe A subtipe H5N1 yang secara singkat

disebut virus A (H5N1). Virus ini digolongkan sebagai HPAI. Virus influenza tipe A ini

termasuk keluarga orthomyxoviridae. 1

Virus ini pada unggas memiliki sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari

pada suhu 22oC dan lebih dari 30 hari pada suhu 0oC. Di dalam kotoran unggas yang

basah virus ini mampu bertahan 32 hari dan dalam tubuh unggas yang sakit, virus ini

dapat bertahan dalam waktu yang lebih lama. Virus influenza tetap infeksius setelah 24

sampai 48 jam di lingkungan nonporous dan dapat bertahan sekitar 12 jam pada

lingkungan porous. Virus influenza A dapat bertahan dalam waktu yang lama dalam air.

Sebuah studi oleh Webster pada tahun1978 melaporkan bahwa virus influenza subtipe

H3N6 dapat bertahan dalam air Sungai Mississipi selama 32 hari pada suhu 4oC, namun

virus tersebut sudah tidak terdeteksi setelah 4 hari berada pada air Sungai Mississipi pada

suhu 22oC. Studi oleh Stallknecht tahun 1990 mendapatkan data bahwa beberapa jenis

virus flu burung dapat bertahan dalam 207 hari dalam air suling pada suhu 17oC dan 102

hari pada suhu 28oC.8 Sedangkan studi terbaru dari WHO mendapatkan data bahwa virus

influenza subtipe H5N1 yang menginfeksi bebek lokal dapat bertahan hidup pada

lingkugan bersuhu 37oC selama 6 hari.2

Virus ini mati pada pemanasan 60oC selama 30 menit, 56oC selama 3 jam, dan

pemanasan 80oC selama 1 menit. Virus juga akan mati bila terpapar deterjen, disinfektan

(formalin, iodin, maupun alkohol 70%), lingkungan yang asam (pH rendah), adanya agen

pengoksidasi seperti pelarut lemak, B-propiolactone, dan sodium dodecyl sulfate. 8,9

6

Page 7: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

2.4 Gejala Klinis

Masa inkubasi dari virus ini adalah 1 sampai 7 hari. Pada orang dewasa rata-rata 3 hari,

dan pada anak-anak dapat mencapai 21 hari. Selama masa tersebut akan terlihat gejala-

gejala klinis, seperti: 1

Demam tinggi dengan suhu ≥ 38oC

Batuk

Pilek

Nyeri tenggorokan

Sakit kepala

Nyeri otot

Infeksi selaput mata

Sesak

Diare ataupun gangguan saluran cerna

Lemas

Selain keluhan yang disampaikan pasien, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda -

tanda pneumonia berat berupa: 1

Frekuensi napas > 30 kali per menit.

Pa O2 / Fi < 300.

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral.

Foto toraks paru melibatkan lebih dari 2 lobus.

Tekanan sistolik < 90 mmHg.

Tekanan diastolik < 60 mmHg.

Pasien membutuhkan ventilasi mekanik.

Infiltrat bertambah > 50%.

Membutuhkan vasopresor > 4 jam (syok septik).

Serum kreatinin ≥ 2 mg/dl.

2.5 Diagnosis

Selain gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan gejala pneumonia

berat, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis pasien suspek flu

7

Page 8: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

burung. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan radiologis.1

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk membantu menegakkan

diagnosis pasien suspek flu burung adalah:1

1. Pemeriksaan diagnostik

- Uji konfirmasi, terdiri dari:

a. Biakan dan identifikasi virus influenza A subtipe H5N1.

b. Uji Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) untuk H5.

c. Uji serologi :

- Uji Immunoflourescence Assay (IFA) : ditemukan antigen (positif) dengan

menggunakan antibodi monoklonal Influenza A subtipe H5N1.

- Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik Influenza A

subtipe H5N1 sebanyak 4 kali.

- Uji Penapisan, terdiri dari :

a. Uji Haemaglutinin Inhibition (HI) dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1.

b. Enzyme Immuno Assay (EIA) untuk mendeteksi virus Influenza A subtipe

H5N1.

2. Pemeriksaan lain, terdiri dari:

- Hematologi : pemeriksaan darah lengkap (DL). Umumnya didapatkan leukopeni,

limfositopeni atau limfositosis relatif, dan trombositopeni.

- Kimia : Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, kreatinin kinase, dan

analisa gas darah. Pada pasien flu burung didapatkan penurunan kadar albumin,

peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase, sedangkan pada

analisa gas darah, hasilnya dapat normal maupun abnormal.

- Pemeriksaan lain untuk menyingkirkan diagnosis banding, antara lain:

a. biakan Salmonella dan WIDAL untuk menyingkirkan diagnosis demam tifoid.

b. serologi Dengue (IgM dan IgG anti dengue) untuk menyingkirkan diagnosis

infeksi dengue (demam dengue dan demam berdarah dengue).

c. biakan sputum dahak, darah, dan urin.

d. pemeriksaan mikroskopik basil taha asam (BTA) dan biakan mikrobakterium

dahak, untuk menyingkirkan tuberkulosis (TB) paru.

8

Page 9: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah pemriksaan radiologis yang

terdiri dari foto toraks proyeksi posterior anterior (PA) dan toraks proyeksi lateral. Pada

foto tersebut biasanya didapatkan gambaran infiltrat di paru, sesuai dengan gambaran

pneumonia.

Diagnosis AI pada pasien dengan gejala-gejala seperti tersebut di atas harus

dilakukan secara hati-hati. Kasus dengan gejala tersebut tidak serta merta didiagnosis

pasti AI. Definisi kasus AI sendiri dilakukan secara bertahap, mulai dari kasus suspek AI,

probabel AI, dan kasus konfirmasi AI. Pada kasus suspek AI didapatkan gejala-gejala

sebagai berikut, yaitu: 1

i. seseorang yang menderita demam dengan suhu ≥ 38oC disertai satu atau lebih gejala

di bawah ini:

- batuk

- sakit tenggorokan

- pilek

- sesak napas

dan diikuti satu atau lebih gejala di bawah ini:

a. pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit atau mati mendadak yang

belum belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya (daging, telur,

kotoran unggas, dll) dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas.

b. Tinggal atau pernah berkunjung di daerah yang terdapat kematian unggas yang

tidak biasa (dalam jumlah banyak dan dala waktu singkat), dalam 7 hari terakhir

sebelum timbul gejala di atas.

c. Pernah kontak dengan pasien kasus AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum

timbul gejala di atas.

d. Pernah kontak dengan spesimen AI dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di

atas (bekerja di laboratorium).

e. Ditemukan leukopeni (di bawah nilai normal).

f. Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI

menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa subtipe.

g. Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto.

ATAU

9

Page 10: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

ii. Adanya acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang tidak ditemukan penyebab

lain dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

a. Leukopeni atau limfositopeni relatif yang didapat dari hitung jenis, dengan atau

tanpa trombositopeni.

b. Foto toraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru

yang makin meluas pada foto serial.

Pasien suspek AI dapat berubah statusnya menjadi kasus probabel AI apabila

ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

a. ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali, dengan

pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.

b. Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (terdeteksinya antibodi spesifik

H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (sampel dikirim

ke laboratorium rujukan).

Kasus suspek ataupun probabel AI dapat menjadi kasus konfirmasi Influenza A /

H5N1 apabila didapatkan satu atau lebih keadaan berikut:

a. biakan virus Influenza A / H5N1 positif.

b. PCR Influenza A / H5N1 positif.

c. Pada uji Immunofluorescencassay (IFA) ditemukan antigen (positif) dengan

menggunakan antibodi monoklonal Influenza A / H5N1.

d. Kenaikan titer antibodi spesifik Influenza A / H5N1 fase konvalesen (paired sera)

dengan uji netralisasi sebanyak 4 kali nilai awal (fase akut).

2.6 Tatalaksana

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien flu burung sama dengan penatalaksanaan

influenza yang disebabkan oleh virus yang patogen pada manusia. Apabila sarana

kesehatan non rujukan AI menerima pasien suspek flu burung, maka pasien langsung

diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg dan kemudian pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan

AI.1

Apabila rumah sakit rujukan AI menerima pasien suspek, probabel, maupun

pasien konfirmasi flu burung, maka pasien tersebut harus dirawat di ruang isolasi.

Petugas kesehatan yang melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

10

Page 11: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

penunjang (pengambil sampel darah, melakukan foto toraks) harus memakai alat

perlindungan perorangan (APP). Seperti pasien lain, harus diperhatikan keadaan umum

pasien, kesadaran, tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu tubuh), dan

dipantau saturasi oksigennya. Terapi suportif yang diberikan adalah terapi oksigen dan

terapi cairan. Pengobatan dengan antiviral dilakukan secepat mungkin (48 jam pertama),

yaitu: 1

Dewasa atau anak ≥ 13 tahun: Oseltamivir 2 x 75 mg per hari selama 5 hari.

Anak ≥1 tahun : Oseltamivir 2 mg/kg BB, 2 kali sehari selama 5 hari.

Atau, dosis Oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan:

- BB > 40 kg : 75 mg 2 kali per hari

- BB > 23 – 40 kg : 60 mg 2 kali per hari

- BB > 15 – 23 kg : 45 mg 2 kali per hari

- BB ≤ 15 kg : 30 mg 2 kali per hari

Selanjutnya pasien dapat diberikan antibiotik spektrum luas untuk kuman tipikal dan

atipikal. Pasien dapat diberikan Metilprednisolon 1-2 mg/ kg BB IV bila mengalami

pneumonia berat dan syok sepsis yang tidak mempan diberikan vasopresor. Selama

pengobatan pasien tetap diberikan vitamin dan makanan bergizi.1

2.7 Pencegahan

Berikut ini adalah cara-cara yang digunakan untuk mencegah penularan virus AI dari

unggas ke manusia:10

Untuk meminimalisasi kemungkinan tertular, hindari kontak dengan unggas

(seperti ayam, bebek, angsa, burung merpati, burung puyuh) atau burung liar

lainnya, dan hindari daerah yang kemungkinan terdapat unggas terinfeksi H5N1,

seperti peternakan, daerah yang banyak memelihara unggas di pekarangan rumah

dan pasar unggas hidup.

Hindari mengkonsumsi daging unggas dan produknya (termasuk darah) yang

tidak dimasak atau dimasak setengah matang.

Sama seperti halnya penyakit infeksi lainnya, satu hal yang sangat penting untuk

pencegahan adalah dengan mencuci tangan sesering mungkin. Tangan

dibersihkan dengan mengunakan air dan sabun (atau bila tangan tidak terlihat

11

Page 12: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

kotor, dapat menggunakan pencuci tangan tanpa air dengan bahan dasar alkohol).

Singkirkan semua material yang dapat menularkan dari kulit.

Pisahkan daging mentah dari makanan yang telah dimasak atau makanan siap

santap. Hindari penggunaan papan talenan atau pisau yang sama untuk memotong

daging mentah dan makanan siap santap.

Cucilah tangan selalu pada saat setelah memegang bahan mentah dan sebelum

menyiapkan makanan yang telah dimasak.

Hindari meletakan makanan/daging yang telah dimasak pada piring atau tempat

yang sama sebelum makanan/daging tersebut dimasak.

Semua makanan yang berasal dari unggas, termasuk telur dan darah, harus

dimasak sampai matang. Rebuslah telur sampai matang sekali, termasuk kuning

telurnya. Virus-virus influenza dapat dimatikan dengan pemanasan, oleh sebab itu

untuk memasak daging unggas paling tidak suhu harus mencapai 70o C (158o F).

Cucilah kulit telur dengan air bersabun sebelum diolah dan dimasak, dan sesudah

itu cucilah tangan.

Hindari menggunakan telur mentah atau setengah matang pada makanan yang

tidak akan dimasak kembali.

Setelah memegang daging unggas mentah atau telur, cucilah tangan dan semua

permukaan dan peralatan masak dengan segera dan menyeluruh dengan

menggunakan air dan sabun.

Jika merasa terpapar virus Avian Influenza, lakukan langkah-langkah pencegahan sebagai

berikut:10

Monitor kondisi kesehatan selama 10 hari.

Bila kemudian jatuh sakit dengan gejala demam, sulit bernafas, batuk dan gejala

lainnya selama periode ini, berkonsultasilah pada tenaga medis atau ke layanan

kesehatan setempat.

Hindari melakukan perjalanan pada saat sakit, dan sebisanya kurangi kontak

dengan orang lain untuk mencegah penyebaran penyakit.

12

Page 13: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

2.8 Tatalaksana Jenazah

Jenazah tidak akan menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani secara benar.

Sebaliknya, jenazah bisa menimbulkan penyakit jika penanganannya tidak memadai.5

Menurut Departemen Kesehatan RI, urutan perlakuan yang diberikan pada jenazah pasien

flu burung adalah berikut: 1

1. Luruskan tubuh pasien.

2. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang pada tubuh pasien.

3. Tutup mata, telinga, dan mulut dengan kapas maupun plester kedap air.

4. Setiap luka harus diplester dengan rapat.

5. Jenazah ditutup dengan kain kafan atau bahan atau bahan dari plastik (bahan tidak

tembus air). Dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang

tidak mudah tercemar.

6. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.

7. Jenazah tidak boleh dibalsem ataupun disuntik pengawet (formalin atau

formaldehida).

8. Jika jenazah akan diautopsi, maka akan dilakukan oleh petugas khusus dan

autopsi dapat dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan direktur

rumah sakit.

9. Jenazah hanya boleh diangkut oleh mobil jenazah.

10. Jenazah tidak boleh disemayamkan lebih dari 4 jam di dalam pemulasaran

jenazah.

11. Jenazah dapat dikubur dalam tempat pemakaman umum dan dapat disaksikan

oleh seluruh anggota keluarga setelah semua prosedur di atas telah dilalui.

Commonwealth of Australia Interim Pandemic Influenza Infection Control Guidelines

tidak merekomendasikan untuk membalsem jenazah pasien korban flu burung apabila

terjadi pandemi flu burung. Namun jika ini harus dilakukan untuk alasan budaya dan

sosial, maka pembalseman dapat dilakukan dengan syarat:11

Petugas yang melakukan pembalseman harus memiliki sertifikat dari

institusi yang disetujui oleh direktur umum dari Departemen Kesehatan New

South Wales (NSW).

13

Page 14: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

Petugas yang melakukan pembalseman harus mengenakan alat

perlindungan diri yang lengkap (masker N95, baju panjang, sarung tangan,

penutup kepala, dan kaca mata khusus).

Sebenarnya pelarangan Departemen Kesehatan RI terhadap penggunaan formalin

terhadap jenazah pasien flu burung sudah tidak tepat, karena akan ini membuat risiko

petugas yang mengurus jenazah untuk tertular flu burung menjadi lebih besar. Jika

jenazah pasien flu burung bisa diformalin, maka akan menurunkan risiko menularnya

virus flu burung karena virus ini mudah mati dalam formalin.1,8,9

Perawatan jenazah pasien flu burung di Laboratorium/SMF Forensik Universitas

Udayana RSUP Sanglah sendiri sedikit berbeda dengan yang direkomendasikan oleh

Departemen Kesehatan RI. Berikut ini adalah tata cara perawatan jenazah pasien dengan

infeksi menular seperti: HIV/AIDS, hepatitis, flu burung, anthrax, kholera, dan pes di

RSUP Sanglah:12

1. Jenazah diberi label merah.

2. Jenazah dibiarkan dalam suhu ruangan selama minimal 4 jam sebelum jenazah di

bawa pulang atau dimasukkan dalam cooling unit.

3. Mandikan jenazah dengan larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10.

4. Apabila ada luka di tubuh jenazah, harus ditutup dengan plester kedap air.

5. Setiap lubang alamiah tubuh ditutup dengan kapas yang dibasahi dengan larutan

pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10.

6. Jenazah harus segera diawetkan dengan larutan formalin.

7. Setelah dikafani, jenazah dimasukkan dalam kantung jenazah yang kedap air.

8. Jenazah dimasukkan ke dalam peti dan disegel.

Menurut WHO, apabila jenazah akan diautopsi maka jenazah dapat disimpan

dalam lemari pendingin. Apabila anggota keluarga ingin menyentuh tubuh jenazah, hal

itu dapat diizinkan dengan memakai apron dan sarung tangan setelah sebelumnya

keluarga mencuci tangan dengan sabun dan tubuh jenazah yang disentuh sebelumnya

dibersihkan dengan antiseptik standar (alkohol 70%).4

Petugas di pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur universal

precaution, yaitu dengan memakai alat perlindungan seperti: 12

1. Apron lengan panjang dari bahan plastik.

14

Page 15: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

2. Tutup kepala.

3. Kaca mata google.

4. Masker.

5. Sarung tangan.

6. Sepatu boot.

Apabila alat-alat ini setelah dipakai harus direndam dalam larutan pemutih pakaian

dengan perbandingan 1:10 selama 10 menit. Setelah merawat jenazah pasien tersebut,

petugas wajib mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah membuka sarung

tangan.12

KESIMPULAN

Perawatan jenazah pasien dengan AI sebenarnya hampir sama dengan perawatan pasien

dengan infeksi meular lainnya, seperti HIV/AIDS, anthrax, kholera, hepatitis, dan pes.

Sebenarnya jenazah tidak akan menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani secara

benar. Sebaliknya, jenazah bisa menimbulkan penyakit jika penanganannya tidak

memadai dan ditangani bukan oleh petugas yang terlatih.

Terdapat perbedaan pendapat tentang perawatan jenazah pasien AI antara yang

direkomendasikan oleh Depkes RI dengan yang dilakukan di Laboratorium/SMF

Forensik Universitas Udayana RSUP Sanglah. Depkes RI mengatakan bahwa jenazah

pasien AI tidak boleh dibalsem ataupun disuntik pengawet (formalin atau formaldehida),

sedangkan hal yang sebaliknya dilakukan di Laboratorium/SMF Forensik Universitas

Udayana RSUP Sanglah dengan tujuan mematikan virus H5N1 yang berada dalam tubuh

jenazah, karena virus flu burung cepat mati apabila terpapar oleh formalin.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat, kedua hal tersebut tetap bertujuan sama,

yaitu berusaha mencegah penularan virus flu burung dari jenazah ke petugas kesehatan

dan keluarga dari jenazah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

1. Aditama TY, Soepandi P, Giriputro S, Pohan HT, Amin Z, Setyanto DB, et al. Pedoman

Penatalaksanaan Flu Burung Di Sarana Pelayanan Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan

Medik Departemen Kesehatan RI; 2006.

2. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia. Avian Influenza Situation in

Indonesia; 30 April 2008. Diunduh dari: http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/

situation_in_indonesia/ en/index.html. 20 Mei 2008.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Flu Burung Gambaran Umum, Deteksi, dan Penanganan Awal.

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.

4. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia. Avian Influenza Situation in

Indonesia; 30 April 2008. Diunduh dari: http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/guidelines/

case_definition2006_08_29/en/index.html. 20 Mei 2008.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanganan Jenazah di Daerah Bencana; 18 Mei 2008.

Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&amp;task =viewarticle&amp;

sid=3025. 18 Mei 2008.

6. World Health Organization. Area with Confirmed Human Cases of H5N1 Avian Influenza since 2003;

30 April 2008. Diunduh dari: http://www.who.int/csr/resources/ Global_H5N1inHuman

CUMULATIVE _FIMS_ 20080430.html . 20 Mei 2008.

7. World Health Organization. Avian Influenza-Epidemiology of Human H5N1Cases Reported to WHO;

30 Juni 2006. Diunduh dari: http://www.who.int/csr/resources/emerging/AI_WASH_

working_group.html. 18 Mei 2008.

8. CIDRAP. Avian Influenza (Bird Flu): Agricultural and Wildlife Considerations; 28 April 2008.

Diunduh dari: http://www.cidrap.umn.edu/cidrap/content/influenza/ avianflu/biofacts/avflu.html.

18 Mei 2008.

9. Sipayung SJP. Waspada Flu Burung (Avian Influenza). 18 Mei 2008. Diunduh dari:

http://www.gkps.or.id/index.php?go=tampilkan&amp;kat=3.html. 18 Mei 2008.

10. Caesari A. Flu Burung. 21 Juli 2005. Diunduh dari: http://bricolage.blogspot.com/2005/07/

fluburung.html. 18 Mei 2008.

11. New South Wales Goverment, Departement of Health. Handling Bodies by Funeral Director During an

Influenza Pandemic. 1 Oktober 2003. Diunduh dari: http://www.health.nsw.gov.au/factsheets/

general/handling_flu_bodies.html. 18 Mei 2008.

12. Prosedur Penanganan Jenazah dengan Penyakit Menular di Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Forensik

FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah.

16