4
Gastrointestinal 2010/2011 / Pemicu 2 1 Tatalaksana dan Pencegahan Diare oleh Evan Regar, 0906508024 Pendahuluan Kasus diare yang ditandai dengan tinja berbentuk cair atau setengah padat dengan konsistensi cair dengan frekuensi berulang mengisyaratkan banyaknya kehilangan cairan tubuh yang dapat terjadi. Dengan demikian, tatalaksana utama dalam kasus diare, khususnya diare akut adalah dengan melakukan rehidrasi. Namun demikian, untuk diare akibat infeksi spesifik tertentu atau diare kronik membutuhkan tatalaksana khusus. Rehidrasi Rehidrasi pada umumnya sudah mencukupi pasien yang mengalami diare akut. Lebih lanjut lagi, kasus yang ringan bahkan hanya membutuhkan konsumsi air, sari buah, dengan biskuit asin (salted crackers) sebagai pencegahan terjadinya dehidrasi. 1 Untuk kasus yang lebih berat, dibutuhkan terapi rehidrasi oral khusus. Apabila kehilangan cairan semakin banyak, pilihan terapi rehidrasi menggunakan cairan intravena menjadi pilihan 2 Pilihan rehidrasi akan bergantung pada tingkat dehidrasi. Tingkat dehidrasi terbagi menjadi 3, yakni dehidrasi ringan, sedang, dan berat. 3 Simptom Derajat dehidrasi # Ringan (<3% m.t) Sedang (3% 9% m.t) Berat (>9% m.t) Status mental Kompos mentis Lelah, gelisah Apati, letargik, tidak sadar Rasa haus Minum banyak, dapat menolak minuman Haus, meninginkan minuman Minum sedikit, tidak dapat minum Denyut jantung Normal Normal atau bertambah Takikardi, kadang- kadang bradikardi Kekuatan denyut Normal Normal atau bekrurang Lemah, tidak teraba Pernapasan Normal Normal atau cepat Dalam Mata Normal Sedikit sayu Sayu Air mata Ada Berkurang Tidak ada Mulut dan lidah Lembab Kering Sangat kering Pengisian kapiler Normal Lebih lama Lebih lama dan tak sempurna Ekstremitas Hangat Kurang hangat Dingin, sianosis Pengeluaran urin Normal sampai berkurang Berkurang Sedikit, sangat sedikit Lipat kulit ketika dicubit Kembali secara cepat Kembali <2 detik Kembali >2 detik Tatalaksana umum Tidak membutuhkan rehidrasi, melanjutkan makanan seperti biasa Terapi rehidrasi oral Terapi rehidrasi intravena Tabel 1 Derajat dehidrasi Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Sumber lain menyatakan bahwa dehidrasi ringan terjadi apabila kekurangan cairan 2-5%, sedang apabila 5-8%, dan berat apabila 8- 10% 2 Menurut World Health Organization (WHO) 2 , terapi menggunakan rehidrasi oral meliputi air yang ke dalamnya ditambahkan 2,6 gram NaCl; 2,5 gram NaHCO 3 (atau 2,9 gram Na-sitrat); 1,5 gram KCl; dan 13,5 gram glukosa (atau 27 gram sukrosa).

Tatalaksana Dan Pencegahan Diare

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tatalaksana Dan Pencegahan Diare

Gastrointestinal 2010/2011 / Pemicu 2 1

Tatalaksana dan Pencegahan Diare

oleh Evan Regar, 0906508024

Pendahuluan

Kasus diare yang ditandai dengan tinja berbentuk cair atau setengah padat dengan konsistensi

cair dengan frekuensi berulang mengisyaratkan banyaknya kehilangan cairan tubuh yang dapat terjadi.

Dengan demikian, tatalaksana utama dalam kasus diare, khususnya diare akut adalah dengan

melakukan rehidrasi. Namun demikian, untuk diare akibat infeksi spesifik tertentu atau diare kronik

membutuhkan tatalaksana khusus.

Rehidrasi

Rehidrasi pada umumnya sudah mencukupi pasien yang mengalami diare akut. Lebih lanjut

lagi, kasus yang ringan bahkan hanya membutuhkan konsumsi air, sari buah, dengan biskuit asin

(salted crackers) sebagai pencegahan terjadinya dehidrasi.1 Untuk kasus yang lebih berat, dibutuhkan

terapi rehidrasi oral khusus. Apabila kehilangan cairan semakin banyak, pilihan terapi rehidrasi

menggunakan cairan intravena menjadi pilihan2 Pilihan rehidrasi akan bergantung pada tingkat

dehidrasi. Tingkat dehidrasi terbagi menjadi 3, yakni dehidrasi ringan, sedang, dan berat.3

Simptom Derajat dehidrasi#

Ringan (<3% m.t) Sedang (3% – 9%

m.t)

Berat (>9% m.t)

Status mental Kompos mentis Lelah, gelisah Apati, letargik, tidak

sadar

Rasa haus Minum banyak, dapat

menolak minuman

Haus, meninginkan

minuman

Minum sedikit, tidak

dapat minum

Denyut jantung Normal Normal atau bertambah Takikardi, kadang-

kadang bradikardi

Kekuatan denyut Normal Normal atau bekrurang Lemah, tidak teraba

Pernapasan Normal Normal atau cepat Dalam

Mata Normal Sedikit sayu Sayu

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidah Lembab Kering Sangat kering

Pengisian kapiler Normal Lebih lama Lebih lama dan tak

sempurna

Ekstremitas Hangat Kurang hangat Dingin, sianosis

Pengeluaran urin Normal sampai berkurang Berkurang Sedikit, sangat sedikit

Lipat kulit ketika

dicubit

Kembali secara cepat Kembali <2 detik Kembali >2 detik

Tatalaksana umum Tidak membutuhkan

rehidrasi, melanjutkan

makanan seperti biasa

Terapi rehidrasi oral Terapi rehidrasi intravena

Tabel 1 – Derajat dehidrasi

Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC) – Sumber lain menyatakan bahwa

dehidrasi ringan terjadi apabila kekurangan cairan 2-5%, sedang apabila 5-8%, dan berat apabila 8-

10%2

Menurut World Health Organization (WHO)2, terapi menggunakan rehidrasi oral meliputi air

yang ke dalamnya ditambahkan 2,6 gram NaCl; 2,5 gram NaHCO3 (atau 2,9 gram Na-sitrat); 1,5 gram

KCl; dan 13,5 gram glukosa (atau 27 gram sukrosa).

Page 2: Tatalaksana Dan Pencegahan Diare

Gastrointestinal 2010/2011 / Pemicu 2 2

Pemilihan terapi rehidrasi dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi serta faktor lain, seperti

apakah ada rasa mual atau kecenderungan untuk muntah.. Dehidrasi ringan biasanya tidak

membutuhkan terapi rehidrasi. Meskipun demikian cairan rehidrasi oral kadang-kadang dapat

diberikan untuk menggantikan kehilangan cairan yang terjadi. Dehidrasi sedang membutuhkan terapi

rehidrasi oral, sedangkan dehidrasi berat biasanya membutuhkan terapi rehidrasi intravena. Rehidrasi

intravena juga merupakan indikasi apabila pasien mengalami rasa mual dan sering muntah. Setelah

mempertimbangkan derajat dehidrasi dan tatalaksana yang tepat, dibutuhkan jumlah cairan yang

dibutuhkan. Dalam hal menentukan jumlah cairan, ada beberapa rumus yang dapat digunakan, di

antaranya adalah:2

1. Menghitung berat jenis plasma

2. Metode Pierce berdasarkan status klinis derajat dehidrasi penderita. Metode ini menjabarkan

bahwa:

a. Dehidrasi ringan membutuhkan cairan rehidrasi sebanyak 5% dari berat badan;

b. Dehidrasi sedang membutuhkan cairan rehidrasi sebanyak 8% dari berat badna;

c. dan Dehidrasi berat membutuhkan cairan rehidrasi sebanyak 10% dari berat badan.

3. Metode Daldiyono, yang mana metode ini menggunakan skor penilaian klinis. Dari seluruh

definisi skor, nilai dijumlah untuk dikonversi ke dalam rumus kebutuhan cairan. Skor yang

kurang dari 3 mengindikasikan hanya dibutuhkan cairan oral, sementar skor yang lebih dari 3

membutuhkan pemberian cairan intravena.

Setelah menentukan jumlah cairan rehidrasi ynag dibutuhkan, pemberian cairan harus

dilakukan menggunakan beberapa tahap. Tahap awal merupakan tahap rehidrasi inisial, di mana

jumlah cairan rehidrasi ynag dibutuhkan langsung diberikan agar terapi rehidrasi optimal tercapai.

Satu jam berikutnya, pemberian cairan ditentukan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam

pemberian cairan rehidrasi tahap awal. Jam berikutnya pemberian cairan dilakukan berdasrkan

kehilangan cairan melalui tinja maupun insensible water loss.2

Medikasi

Selain pemberian cairan rehidrasi, tatalaksana diare lainnya adalah dengan menggunakan

obat-obat antidiare. Walaupun demikian, obat-obatan seperti ini sebaiknya dihindari untuk pasien

dengan diare berdarah, demam, serta toksisitas sistemik karena dapat menyebabkan eksaserbasi

penyakit.4 Selain daripada diare akut, diare kronik akibat irritable bowel syndrome (IBS) dan

inflammatory bowel disease (IBD) dapat juga efektif terhadap pengobatan ini.

Obat dengan golongan agonis opioid berefek terhadap konstipasi melalui inhibisi serabut

saraf presinaps kolinergik di pleksus submukosa dan mienterik sehingga meningkatkan waktu transit

di usus dan penyerapan air di kolon. Obat ini juga mengurangi pergerakan di kolon dan menghambat

refleks gastrokolik. Obat yang termasuk contoh dari golongan ini dalah loperamid dan difenoksilat.

Penggunaan atropin sebagai obat antikolinergik dapat pula memiliki efek antidiare.

Kaolin merupakan magnesium aluminium silikat yang terhidrasi (attapulgite) serta pektin

(serat tak tercerna yang banyak ditemukan di buah apel) bermanfaat sebagai penyerap cairan dan

racun bakteri sehingga mengurangi likuiditas dan jumlah tinja yang bermanfaat untuk diare akut

Page 3: Tatalaksana Dan Pencegahan Diare

Gastrointestinal 2010/2011 / Pemicu 2 3

(namun jarang digunakan utnuk diare kronik). Akibat efek absorpsinya, obat-obatan ini tidak

dianjurkan untuk diberikan 2 jam setelah pemberian obat-obat lain.

Diare akut yang sangat sering diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme tentunya

membutuhkan eradikasi mikroorganisme melalui pemberian antibiotik. Namun demikian perlu

dipertimbangkan tentang faktor virulensi dari bakteri yang terlibat. Banyak infeksi akibat bakteri

maupun virus yang non-invasif menimbulkan self limited disease dan tidak membutuhkan antibiotik.

Infeksi yang invasif seperti traveller’s diarrhea atau infeksi pada penderita yang imunosupresif cukup

efektif diberikan antibiotik golongan kuinolon (sebagai contoh: siprofloksasin). Golongan kuinolon

biasanya efektif terhadap patogen invasif seperti Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, serta

Aeromonas (banyak kuman gram-negatif)2 Antibiotik golongan ini menghambat kerja enzim DNA

girase (DNA girase berguna untuk menimbulkan negative supercoiling = mencegah puntiran

berlebihan saat memisahkan struktur DNA double-helix). Siprofloksasin dan ofloksasin juga efektif

untuk penangangan demam tifoid.6

Infeksi parasit seperti giardiasis efektif apabila ditangani dengan obat antiparasit seperti

metronidazol. Obat lain yang dapat digunakan adalah tinidazol. Infeksi akibat clostridium difficile

juga diterapi menggunakan metronidazol.

Walaupun antibiotik diberikan untuk pengobatan infeksi, namun demikian antibiotik dapat

pula diberikan sebagai profilaksis khususnya bagi orang-orang yang merencanakan untuk berpergian

ke negara-negara dengan tingkat infeksi yang tinggi.5 Profilaktik dapat menggunakan siprofloksasin

yang dapat memberikan perlindngan mencapai 90%.2

Pencegahan

Oleh karena diare (khususnya diare akut) hampir seluruhnya disebabkan oleh infeksi, prinsip

dasar dalam pencegahan diare adalah dengan menutup serapat mungkin kemungkinan infeksi dari

mikroorganisme.

1. Makanan sebagai salah satu sumber infeksi merupakan hal yang dapat dijaga. Masaklah

makanan dengan baik sampai suhu yang disarankan.

2. Sebelum mengonsumsi buah dan sayuran, cucilah buah dan sayur di air bersih agar

menanggalkan semua kemungkinan mikroorganisme.

3. Dalam hal mengonsumsi susu, proses pasteurisasi merupakan proses yang menjadikan susu

bebas dari bakteri. Oleh karena itu mengonsumsi susu takterpasteurisasi sebaiiknya dihindari.

4. Saat berpergian ke negara lain, terutama negara yang dilaporkan menjadi sumber infeksi,

pastikan untuk tidak mengonsumsi makanan dari tempat yang tidak terjamin kehigienisannya

(misal: penajaja di pinggir jalan). Janganlah meminum air keran secara langsung atau es batu

yang terbuat dari air yang tidak bersih.

Selain daripada diare akibat infeksi, diare osmotik akibat pencernaan makanan yang kurang sempurna

dapat pula dihindari. Sebagai contoh, apabila seseorang telah mengetahui bahwa dirinya mengalami

intoleransi laktosa, konsumsi susu merupakan hal yang dapat dihindari untuk mencegah terjadinya

diare.

Page 4: Tatalaksana Dan Pencegahan Diare

Gastrointestinal 2010/2011 / Pemicu 2 4

Kepustakaan

1. Greenberger N, Blumberg RS, Burafkoff R, editors. Current diagnosis & treatment

gastroenterology, hepatology, & endoscopy. New York: McGraw Hill; 2009

2. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,

Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing;

2009

3. Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for the management of acute diarrhea

after a disaster [Internet]. 2010 [cited 2010 Feb 15]. Available from:

http://www.bt.cdc.gov/disasters/disease/diarrheaguidelines.asp

4. McQuaid KR. Drugs used in the treatment of gastrointestinal diseases. In: Katzung BG,

Masters SB, Trevor AJ, editors. Basic & clinical pharmacology. 11th edition. New York:

McGraw Hill; 2009

5. Camilleri M, Murrah JA. Diarrhea and constipation. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,

Huaser SL, Longo DL, Jameson JL et.al, editors. Harisson’s principles of internal medicine.

17th edition. New York: McGraw Hill; 2008

6. Setiabudy R. Golongan kuinolon dan florokuinolon. In: Gan SG, Setiabudy R, Nafrialdi,

Elysabeth, editors. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan

Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007