4
TATA RUANG PERTANAHAN MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN REDAKSI: | Penanggung Jawab : Direktur Tata Ruang dan Pertanahan | | Tim Redaksi : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan | Editor : Astri Yulianti, Santi Yulianti, Gina Puspitasari | Desain Tata Letak : Indra Ade Saputra dan Astri Yulianti | Pentingnya Peran Tata Ruang dalam Mitigasi Bencana UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA halaman 3 SEMINAR SMART PLANNING APPROACH halaman 4 RESENSI BUKU: MATERI TEKNIS REVISI PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG halaman 4 EDISI 1/ JANUARI 2015 Desember 2014 merupakan bulan yang penuh dengan ujian bagi masyarakat Indonesia. Berbagai bencana seperti bencana longsor, bencana banjir, serta hilangnya pesawat Air Asia QZ8501 terjadi secara berurutan. Bencana longsor yang terjadi di Banjarnegara telah memakan korban tewas sebanyak 97 orang (Kompas.com, 25 Desember 2014) dan menyebabkan lebih dari 100 orang mengungsi. Sementara itu, bencana banjir melanda kabupaten Bandung, Aceh, dan Kampung Pulo, Jakarta. Menurut Menteri Pekerjaan Umum - Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, bencana tanah longsor di Banjarnegara antara lain terjadi karena pelanggaran tata ruang di wilayah perbukitan yang ada di sepanjang jalan. ”Wilayah perbukitan dengan kemiringan 30 derajat lebih semestinya ditanami jenis tanaman konservasi. Namun, yang terjadi di Banjarnegara, wilayah perbukitan justru ditanami tanaman produktif seperti kubis dan kentang,” ujar Basuki. Lebih lanjut, menurutnya, pemerintah harus bertindak cepat memberikan sosialisasi tentang potensi bencana dan tata ruang wilayah. ”Dengan memerhatikan rencana tata ruang dan menerapkan pola budidaya tanaman yang tepat, setidaknya dampak kerugian akibat bencana bisa diminimalkan,” ujarnya. Ke depan, penataan ruang di suatu wilayah wajib memerhatikan daya dukung serta aspek mitigasi bencana. Dalam suatu wilayah yang memiliki risiko bencana, dapat dilakukan pengaturan pemanfaatan ruang agar wilayah yang memiliki kerentanan bencana dalam berbagai aspek (fisik, sosial, budaya, ekonomi, kelembagaan dan lain sebagainya) dapat dihindarkan dari bencana atau setidaknya dikurangi risiko dari dampak bencana. Struktur dan pola ruang suatu wilayah tersebut juga harus ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kerentanan bencana dari wilayah tersebut. Misalnya, beberapa wilayah yang berpotensi terkena bencana dengan skala besar, tidak boleh dihuni secara permanen oleh masyarakat. 10 Tahun Tsunami Aceh Sepuluh tahun berlalu sejak tragedi tsunami yang menewaskan sekitar 126.741 warga Aceh dan 93.285 orang dinyatakan hilang pada 26 Desember 2004. Tragedi tsunami ini diperingati di berbagai belahan dunia. Selain di Banda Aceh, peringatan serupa dilakukan di daerah yang juga terkena tsunami di Peraliya, Sri Lanka, yang dipimpin Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapaksa. Abdul Muhari, peneliti tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan, bencana tsunami Aceh harus menjadi pelajaran penting bagi bangsa ini agar mitigasi bencana diintegrasikan dalam pembangunan nasional, apalagi pemerintah akan mengembangkan sektor maritim (Kompas, 27 Desember 2014). Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sistem peringatan dini tsunami di Indonesia masih bermasalah. Kesiapan infrastruktur proteksi juga belum kuat. Hingga saat ini, kota Banda Aceh dan kota-kota lain di Indonesia yang rentan dilanda tsunami belum terlindungi. Pasca tsunami, tata ruang Aceh sebenarnya mengutamakan kebencanaan. Wilayah rawan bencana dibatasi untuk pembangunan. Untuk tsunami, luas wilayah pesisir yang harus dikosongkan di setiap kabupaten/kota adalah 500 meter sampai 1 kilometer dari garis pantai. [berbagai sumber] NEWSLETTER KILAS BALIK: DINAMIKA ISU TATA RUANG DAN PERTANAHAN PASCA MUSRENBANGNAS RPJMN 2015 - 2019 .... HAL 2 Ilustrasi Penataan Ruang

TATA RUANG PERTANAHAN - LandSpatial Newsletter Edisi... · Bencana longsor yang terjadi di ... Ke depan, penataan ruang di suatu wilayah wajib memerhatikan daya ... Wilayah rawan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TATA RUANG PERTANAHAN - LandSpatial Newsletter Edisi... · Bencana longsor yang terjadi di ... Ke depan, penataan ruang di suatu wilayah wajib memerhatikan daya ... Wilayah rawan

TATA RUANG PERTANAHANMEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN

REDAKSI:| Penanggung Jawab : Direktur Tata Ruang dan Pertanahan |

| Tim Redaksi : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan | Editor : Astri Yulianti, Santi Yulianti, Gina Puspitasari | Desain Tata Letak : Indra Ade Saputra dan Astri Yulianti |

Pentingnya Peran Tata Ruang dalam Mitigasi Bencana

UNDANG-UNDANGAPARATUR SIPIL NEGARAhalaman 3

SEMINAR SMART PLANNING APPROACHhalaman 4

RESENSI BUKU: MATERI TEKNIS REVISI PEDOMAN

PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANGhalaman 4

EDISI 1/ JANUARI 2015

Desember 2014 merupakan bulan yang penuh dengan ujian bagi masyarakat Indonesia. Berbagai bencana seperti bencana longsor, bencana banjir, serta hilangnya pesawat Air Asia QZ8501 terjadi secara berurutan. Bencana longsor yang terjadi di Banjarnegara telah memakan korban tewas sebanyak 97 orang (Kompas.com, 25 Desember 2014) dan menyebabkan lebih dari 100 orang mengungsi. Sementara itu, bencana banjir melanda kabupaten Bandung, Aceh, dan Kampung Pulo, Jakarta.

Menurut Menteri Pekerjaan Umum - Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, bencana tanah longsor di Banjarnegara antara lain terjadi karena pelanggaran tata ruang di wilayah perbukitan yang ada di sepanjang jalan. ”Wilayah perbukitan dengan kemiringan 30 derajat lebih semestinya ditanami jenis tanaman konservasi. Namun, yang terjadi di Banjarnegara, wilayah perbukitan justru ditanami tanaman produktif seperti kubis

dan kentang,” ujar Basuki. Lebih lanjut, menurutnya, pemerintah harus bertindak cepat memberikan sosialisasi tentang potensi bencana dan tata ruang wilayah. ”Dengan memerhatikan rencana tata ruang dan menerapkan pola budidaya tanaman yang tepat, setidaknya dampak kerugian akibat bencana bisa diminimalkan,” ujarnya. Ke depan, penataan ruang di suatu wilayah wajib memerhatikan daya dukung serta aspek mitigasi bencana.

Dalam suatu wilayah yang memiliki risiko bencana, dapat dilakukan pengaturan pemanfaatan ruang agar wilayah yang memiliki kerentanan bencana dalam berbagai aspek (fisik, sosial, budaya, ekonomi, kelembagaan dan lain sebagainya) dapat dihindarkan dari bencana atau setidaknya dikurangi risiko dari dampak bencana. Struktur dan pola ruang suatu wilayah tersebut juga harus ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kerentanan bencana dari wilayah tersebut. Misalnya, beberapa wilayah yang berpotensi terkena bencana dengan skala besar, tidak boleh dihuni secara permanen oleh masyarakat.

10 Tahun Tsunami Aceh

Sepuluh tahun berlalu sejak tragedi tsunami yang menewaskan sekitar 126.741 warga Aceh dan 93.285 orang dinyatakan hilang pada 26 Desember 2004. Tragedi tsunami

ini diperingati di berbagai belahan dunia. Selain di Banda Aceh, peringatan serupa dilakukan di daerah yang juga terkena tsunami di Peraliya, Sri Lanka, yang dipimpin Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapaksa.

Abdul Muhari, peneliti tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan, bencana tsunami Aceh harus menjadi pelajaran penting bagi bangsa ini agar mitigasi bencana diintegrasikan dalam pembangunan nasional, apalagi pemerintah akan mengembangkan sektor maritim (Kompas, 27 Desember 2014).

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sistem peringatan dini tsunami di Indonesia masih bermasalah. Kesiapan infrastruktur proteksi juga belum kuat. Hingga saat ini, kota Banda Aceh dan kota-kota lain di Indonesia yang rentan dilanda tsunami belum terlindungi. Pasca tsunami, tata ruang Aceh sebenarnya mengutamakan kebencanaan. Wilayah rawan bencana dibatasi untuk pembangunan. Untuk tsunami, luas wilayah pesisir yang harus dikosongkan di setiap kabupaten/kota adalah 500 meter sampai 1 kilometer dari garis pantai. [berbagai sumber]

NEWSLETTER

KILAS BALIK: DINAMIKA ISU TATA RUANG DAN PERTANAHAN

PASCA MUSRENBANGNAS RPJMN 2015 - 2019 .... HAL 2

Ilustrasi Penataan Ruang

Page 2: TATA RUANG PERTANAHAN - LandSpatial Newsletter Edisi... · Bencana longsor yang terjadi di ... Ke depan, penataan ruang di suatu wilayah wajib memerhatikan daya ... Wilayah rawan

Penyediaan tanah menjadi faktor penting dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dengan kemunculan konflik lahan yang menghambat penyediaan tanah, membuat ide pembentukan Bank Tanah mencuat ke permukaan. Hal itulah yang kemudian dibahas dalam Focus Group Discussion Urban Land Policy, yang diadakan oleh Direktorat Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas, di Hotel

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, telah mengatur tentang perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, serta sanksi administratif.

Pada PP tersebut juga dibahas mengenai kriteria fungsi lindung ekosistem gambut yang terdiri atas: (a) 30 persen dari seluruh luas Kesatuan Hidrologis Gambut; (b) gambut dengan ketebalan 3 (tiga) meter atau lebih; (c) plasma nutfah spesifik dan/atau endemik; (d) spesies yang dilindungi sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau (e) ekosistem gambut yang berada di kawasan lindung sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi.

Hal tersebut mengemuka pada diskusi mengenai pembahasan perlindungan dan pengelolaan ekosistem Gambut dalam pengembangan dan pengelolaan lahan rawa

berkelanjutan yang dihadiri oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan di Hotel Sultan, Jakarta, (26/11). Diskusi tersebut diadakan dalam rangka menyambut Indonesia Water Learning Week (IWLW) yang fokus membahas perkembangan pengelolaan lahan gambut.

PP No. 71 Tahun 2014, memiliki amanat untuk menetapkan peta kesatuan hidrologis gambut serta menetapkan fungsi lindung dan fungsi budidaya Ekosistem Gambut berdasarkan hasil pemetaan lahan gambut tersebut. Penetapan tersebut ditargetkan tercapai pada tahun 2018. Kegiatan pemetaan tersebut sejalan dengan kegiatan PP No. 73 Tahun 2013 tentang Rawa yang mengatur mengenai penetapan rawa, pengelolaan rawa, sistem informasi rawa, perizinan dan pengawasan, serta pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, PP tersebut juga memiliki amanat untuk menetapkan peta kesatuan hidrologis rawa serta menetapkan fungsi lindung dan fungsi budidaya Ekosistem rawa berdasarkan hasil pemetaan lahan rawa tersebut, yang

ditargetkan untuk penetapan tahun 2018. Sebaiknya kegiatan pemetaan dilakukan secara paralel berdasarkan asas One Map Policy dan dikoordinasikan oleh BIG. Perlu menjadi perhatian bahwa tidak semua rawa memiliki kawasan gambut. Selain itu, sumber data berasal dari Kementerian Kehutanan – Lingkungan Hidup terkait penetapan fungsi kawasan lindung.

Lebih lanjut, perlu adanya penetapan SNI dan penyusunan NSPK terkait sebagai turunan dari PP 71 Tahun 2014. BMKG memiliki pemetaan potensi banjir yang diperbaharui setiap bulannya sebagai bahan untuk mengetahui lahan gambut yang berpotensi sebagai wilayah kawasan banjir.

Ke depan, Pilot Project pemetaan gambut dan rawa diusulkan akan dilakukan di beberapa wilayah, yakni: kabupaten Bengkalis, provinsi Riau dan kabupaten Kubu Raya di provinsi Kalimantan Barat. [RI/SY]

Indonesia Water Learning Week: Perkembangan Pengelolaan Lahan Gambut

Pasca Musrenbangnas RPJMN 2015 - 2019:

Jakarta, (19/12). Dalam rangka menyempurnakan rancangan RPJMN 2015 – 2019 dengan mengakomodasi masukan dalam pelaksanaan Musrenbang Regional dan Musrenbang Nasional, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyelenggarakan pertemuan Pasca Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), di Gedung Kementerian PPN/Bappenas, (19/12).

Kegiatan Pasca Musrenbangnas ini merupakan rangkaian kegiatan Musrenbang RPJMN 2015 – 2019, yang sebelumnya terdiri atas Rapat Konsultasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus); Musrenbang Regional; Musrenbang Nasional, hingga terakhir adalah Pasca Musrenbangnas.

Pertemuan yang dilaksanakan dalam bentuk pertemuan trilateral antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian/Lembaga terkait dan

Pemerintah Daerah (Bappeda Provinsi) ini membahas dan menyepakati kegiatan strategis dalam mendukung agenda prioritas pembangunan dalam lima tahun ke depan. Dalam kegiatan ini, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas bertindak sebagai panitia penyelenggara kegiatan.

Adapun Kementerian/Lembaga terkait yang hadir berjumlah 12 instansi, yakni: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), serta Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Kegiatan Pasca Musrenbangnas diawali dengan sambutan dari Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi daerah Bappenas, Imron Bulkin. Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi trilateral yang terbagi dalam beberapa sesi sesuai dengan pembagian jadwal untuk setiap pulau. Dalam sambutannya, Imron menyatakan bahwa kegiatan Pasca Musrenbang memang didesain agar pembahasan sinergi antara Pusat dan Daerah lebih difokuskan pada penjelasan kriteria penentuan prioritas atas substansi penting yang telah diusulkan oleh daerah, hingga pencapaian target, lokasi dan alokasi pendanaan.

Harapannya, kegiatan ini melengkapi proses rangkaian kegiatan Musrenbangnas RPJMN 2015 – 2019. Dengan demikian akan terbangun kesamaan pemahaman atas kegiatan pembangunan prioritas di masing-masing daerah, sehingga tercipta kesepakatan pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 yang lebih solid antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. [AY]

POTRET KEGIATAN:

Langkah Penyempurnaan Rancangan RPJMN 2015 - 2019

Suasana kegiatan Pasca Musrenbangnas RPJMN 2015 - 2019 di Ruang SG 1-4, Gedung Bappenas, Jakarta (19/12).Sumber: Dokumentasi TRP

2

Page 3: TATA RUANG PERTANAHAN - LandSpatial Newsletter Edisi... · Bencana longsor yang terjadi di ... Ke depan, penataan ruang di suatu wilayah wajib memerhatikan daya ... Wilayah rawan

Ilustrasi Pegawai ASN. Sumber: www.kominfo.go.id (kiri) dan www.kemdagri.go.id (kanan)

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN)

Sejak diberlakukannya reformasi birokrasi di lembaga pemerintah, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan dan mewujudkan tujuan negara untuk mencapai cita-cita bangsa. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur. Salah satu upaya dalam mendukung reformasi birokrasi yaitu disusunnya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, atau yang kita kenal dengan UU ASN.

Setelah disetujui oleh DPR-RI pada Rapat Paripurna, 19 Desember 2013, Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 15 Januari 2014 telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara merupakan UU yang bertujuan untuk mewujudkan aparatur sipil negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi. UU ASN menyebutkan perlunya dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selain itu, ditegaskan pula bahwa perlu ditetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya serta menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara.

UU ASN secara garis besar mengatur beberapa hal pokok pegawai aparatur sipil negara, yakni: (a) Jenis, Status, dan Kedudukan; (b) Fungsi, Tugas, dan Peran; (c) Jabatan ASN; (d) Hak dan Kewajiban; (e) Kelembagaan; (f) Manajemen ASN; (g) Mutasi, Penggajian, dan Pemberhentian; (h) Manajemen PPPK; (i) Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi; (j) Jadi Pejabat Negara; (k) Organisasi dan Penyelesaian Sengketa; serta (l) Ketentuan Peralihan.

Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pegawai ASN terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Jabatan ASN terdiri atas Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional, dan Jabatan Pimpinan Tinggi. Jabatan Administrasi terdiri atas, jabatan administrator, jabatan pengawas, dan jabatan pelaksana. Sementara untuk Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Untuk jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: (a) Jabatan pimpinan tinggi utama; (b) Jabatan pimpinan tinggi madya; dan (c) Jabatan pimpinan tinggi pratama.

Hak dan Kewajiban ASN

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menegaskan, PNS berhak memperoleh: (a) Gaji, tunjangan, dan fasilitas; (b) Cuti; (c) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua; (d) Perlindungan; dan (e) Pengembangan kompetensi. Adapun PPPK berhak memperoleh: (a) Gaji dan tunjangan; (b) Cuti; (c) Perlindungan; dan (d) Pengembangan kompetensi.

Adapun kewajiban ASN adalah sebagai berikut: (a) Setia dan taat kepada

Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah; (b) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; (c) Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; (d) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; (e) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; (f) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan; (g) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan (h) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.

Kelembagaan

Dari sisi kelembagaan, ada empat lembaga yang mendapat delegasi dari Presiden untuk mengelola ASN, yaitu: (1) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrrasi (PAN-RB); (2) Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN); (3) Lembaga Administrasi Negara (LAN); dan (4) Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Sistem Informasi ASN

Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN, menurut UU No. 5/2014 ini, diperlukan Sistem Informasi ASN, yang diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar-Instansi Pemerintah. Sistem Informasi ASN memuat seluruh informasi dan data pegawai ASN, yang meliputi: (a) Data riwayat hidup; (b) Riwayat pendidikan formal dan non formal; (c) Riwajat jabatan dan kepangkatan; (d) Riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan; (e) Riwayat pengalaman berorganisasi; (f) Riwayat gaji; (g) Riwayat pendidikan dan latihan; (h) Daftar penilaian prestasi kerja; (i) Surat Keputusan; dan (j) Kompetensi.

Sumber: UU ASN No. 5 Tahun 2014

WAWASAN

LINK TERKAITDirektorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas Portal Tata Ruang dan PertanahanSekretariat BKPRN

Potret Kegiatan TRPPasca Musrenbangnas RPJMN 2015 - 2019Indonesia Water Learning WeekSeminar Smart Planning Approach

3

Page 4: TATA RUANG PERTANAHAN - LandSpatial Newsletter Edisi... · Bencana longsor yang terjadi di ... Ke depan, penataan ruang di suatu wilayah wajib memerhatikan daya ... Wilayah rawan

The Awesome and Advanced Indonesia

Revisi Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang berdasarkan Perspektif Pengurangan Risiko BencanaUndang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Aman dapat diartikan sebagai aman dari bencana alam, bencana sosial, dan bencana kegagalan teknologi. Sebagai negara rawan bencana, sangat penting bagi Indonesia memiliki kesiapsiagaan dalam mengantisipasi

bencana untuk dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut. Dalam upaya pengurangan risiko bencana, rencana tata ruang saat ini perlu memasukkan kajian risiko bencana untuk mengidentifikasikan kerawanan, tingkat ancaman, tingkat kerentanan, dan tingkat kapasitas di suatu wilayah. Memasukkan upaya pengurangan risiko bencana ke dalam penataan ruang, yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, harus menjadi prioritas Pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan rentan, serta berpihak pada upaya pelestarian lingkungan hidup.

Buku ini merupakan kelanjutan dari hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [Bappenas) tentang Tinjauan Kebencanaan KSN Jabodetabekpunjur, dengan memasukkan lebih luas aspek mitigasi bencana dan merumuskan penerapannya secara teknis agar terintegrasi ke dalam rencana tata ruang. Kajian ini diharapkan dapat menyempurnakan pedoman penyusunan rencana tata ruang yang ada dan dapat berkontribusi dalam penyempurnaan proses perencanaan tata ruang sebagai instrumen mitigasi bencana maupun proses penyusunan kajian pengurangan risiko bencana.

Judul Buku: Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan Rencana Tata RuangPenyusun: Bappenas - SCDRR Phase IIPenerbit : Bappenas - SCDRR Phase IIJumlah halaman: 178

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN,BAPPENASJalan Taman Suropati No. 2AGedung Madiun Lt. 3

T : 021 392 7412F : 021 392 6601E : [email protected]: www.trp.or.idPortal : www.tataruangpertanahan.com

Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami:

RESENSI BUKU:

Seminar Smart Planning ApproachPengenalan Smart Planning Approach dan Keterkaitannya dengan Penataan Ruang

Para peserta beserta narasumber berfoto bersama setelah mengikuti seminar Smart Planning Approach. Sumber: Dokumentasi TRP

MATERI TEKNIS:

Jakarta, (27/11). Sekretariat Badan Koordinasi Penatanaan Ruang Nasional (BKPRN), Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan Tim Dana Mitra Lingkungan mengadakan seminar mengenai Pengenalan Smart Planning Approach dan Keterkaitannya dengan Penataan Ruang.

Pada kegiatan yang dibuka dan dipimpin oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian PPN/Bappenas, Ir. Oswar Mungkasa, MURP ini menghadirkan tiga narasumber, yakni: (i) Prof. Budi Priyatno,

UGM; (ii) Tim Dana Mitra Lingkungan yang diwakilkan oleh Wied W. Winaktoe; serta (iii) Ir. Steef Buijes, PUM Senior Expert. Turut hadir pula beberapa perwakilan dari K/L dan Pemda Provinsi Jawa Tengah.

Pada pemaparannya, Prof. Budi Priyatno mengungkapkan bahwa isu perkotaan merupakan isu sentral yang memiliki keterkaitan erat dengan tata ruang, sehingga tata ruang menjadi panglima pembangunan. Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan bahwa Smart Planning Approach merupakan konsep masa depan yang fokus pada keterbukaan informasi. Penerapan konsep ini perlu didukung oleh kerjasama yang solid dan bersinergi antara semua pemangku kepentingan (akademisi, pelaku bisnis, pemerintah pusat dan daerah serta komuniti). Selain itu, leadership yang kuat menjadi suatu keniscayaan.

Pada kesempatan tersebut, Wied mengungkapkan bahwa penerapan Smart Planning Approach ini dapat diaplikasikan pada pengelolaan DAS Ciliwung yang saat ini tengah dalam proses revitalisasi. Wied juga menambahkan, Smart Planning Process yang menginternalisasi environmental, social, smart growth merupakan arah yang penting didukung sebagai terobosan cara membangun ruang (perencanaan,

pemanfaatan, pengendalian, pemantauan) multisektor.

Lebih lanjut, Steef menegaskan bahwa ada dua hal yang menjadi penentu faktor pembangunan, yaitu aktivitas ekonomi dan demografi. Demografi perlu menjadi pertimbangan khusus jika hendak melakukan pembangunan ke depan. Selain itu, pelestarian kota-kota lama, seperti Kota Lama Semarang, menjadi salah satu hal penting yang harus dilakukan ke depan. Pembangunan dan pelestarian Kota Lama (Urban Heritage) dapat menopang perkembangan ekonomi dan pariwisata untuk mewujudkan Smart City. Tentunya, seluruh pihak harus turut serta dan konsisten dalam pelaksanaannya.

Penerapan konsep Smart Planning Approach dilakukan guna mewujudkan Smart City yang memang tidak mudah. Namun Indonesia perlu yakin bisa melakukannya karena tools-nya yaitu ICT telah tersedia sebagai contoh kota Surabaya. Selain itu, kecenderungan perkembangan Smart City adalah di kota yang perkembangan industri kreatifnya maju. Untuk itu, perlu dicermati dukungan pemerintah dalam pengembangan industri kreatif di Indonesia. [CR]

4