Upload
thanaletchumy-veranan
View
277
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
1/32
PAPER
TANATOLOGI
Oleh:
Trisna Dwi Lestari 110100134
Kalvin Raveli 110100364
Nichi Firani 110100065
Valentina 110100062
Gunawan Wijaya S. 110100246
Pembimbing:
Prof. Dr. Amri Amir, Sp.F (K), DFM, SH, Sp.Ak
DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
2016
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
2/32
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper yang
berjudul Tanatologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pembimbing,
Prof. Dr. Amri Amir, SpF(K), DFM, SH, Sp.Ak atas bimbingannya.
Ilmu kedokteran masih terus berkembang dan dalam waktu singkat sudah
muncul teori dan pengetahuan pengetahuan baru. Untuk itu penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis dengan
besar hati menerima saran, kritikan, dan masukan yang sifatnya membangun demi
kebaikan ilmu pengetahuan. Semogapaperini bermanfaat bagi yang membacanya
dan bermanfaat sebagai sumber kepustakaan.
Medan, 17 Maret 2016
Penulis
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
3/32
iii
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1. Tanatologi ................................................................................................ 3
2.1.1. Definisi Tanatologi ....................................................................... 3
2.1.2. Aspek Medikolegal ....................................................................... 3
2.2. Kematian ................................................................................................. 4
2.2.1 Definisi ........................................................................................... 4
2.2.2. Jenis kematian ............................................................................... 5
2.2.3. Tanda kematian ............................................................................ 6
2.2.4. Penentuan Lama kematian ........................................................ 18
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................... 25
3.1. Kesimpulan ............................................................................................... 25
3.2. Saran .......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
4/32
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 . Perubahan-perubahanPost Mortem....................................................... 18
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
5/32
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kurva penurunan suhu tubuh pada lingkungan 10oC, kurva 1 pada
mayat overweight, kurva 2 normoweightdan kurva 3 underweight..... 10
Gambar 2 Livor Mortis ......................................................................................... 12
Gambar 3 Rigor mortis.......................................................................................... 15
Gambar 4 Dekomposisi ......................................................................................... 16
Gambar 5 Adiposere ............................................................................................. 17
Gambar 6 Mummifikasi ........................................................................................ 18
Gambar 7 Kurva proses tanatologi ........................................................................ 19
Gambar 8 Siklus hidup Calliphoridae spp............................................................ 21
Gambar 9 Penilaian usia kerangka berdasarkan kondisi tulang ............................ 23
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
6/32
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang
berkaitan dengan mati; meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan
diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya.
Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling penting dalam ilmu
kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah (visum et
repertum). 1
Dalam ilmu tanatologi akan dipelajari mengenai penentuan kematian,
perubahan-perubahan sesudah mati, saat kematian, dan kegunaan tanatologi.
Penentuan kematian dilakukan berdasarkan konsep mati otak dan mati batang
otak, yang ditandai dengan tidak berespon terhadap semua rangsangan, tidak
sadarnya pasien, hilangnya reflex pupil, hilangnya reflex kornea, tidak ada reflex
menelan, tidak ada reflex vestibulokoklearis dan tidak adanya pernafasan
spontan.1
Ada beberapa perubahan yang terjadi pada saat manusia mengalami
kematian, yaitu perubahan pada kulit muka, relaksasi otot, perubahan pada mata,
penurunan suhu tubuh, lebam jenazah, dan kaku jenazah. Perubahanperubahan
yang terjadi setelah kematian dibedakan menjadi dua yaitu perubahan yang terjadi
secara cepat (early) dan perubahan yang terjadi secara lambat (late). Perubahan
yang terjadi secara cepat antara lain henti jantung, henti nafas, perubahan pada
mata, suhu dan kulit. Sedangkan perubahan yang terjadi secara lanjut antara lain
kaku mayat, pembusukan, penyabunan dan mummifikasi.1
Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti
penting khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Untuk dapat
memperkirakan saat kematian perlu diketahui perubahan-perubahan yang terjadi
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
7/32
2
pada tubuh seseorang yang meninggal dunia, dan juga faktor-faktor apa saja yang
berperan di dalam terjadinya perubahan-perubahan tersebut.1
Kadang-kadang seorang dokter dihadapkan dengan suatu keputusan sulit
untuk mendiagnosis suatu kematian apakah sudah terjadi atau belum. Dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, maka definisi mati pun
berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Secara tradisional
mati dapat didefinisikan secara sederhana yaitu berhentinya ketiga sistem
penunjang kehidupan sistem syaraf pusat, jantung dan paru secara permanen
(permanent cessation of life) ini yang disebut sebagai mati klinis atau mati
somatis. Tetapi dengan ditemukannya respirator maka disusunlah kriteria
diagnostik baru yang berdasarkan pada konsep brain death is death. Kemudian
konsep inipun diperbarui menjadi brain stem death is death.3
Adanya perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian, yang menurut
kenyataan mempunyai pola tertentu, memungkinkan untuk dapat memperkirakan
saat kematian seseorang. Untuk dapat memperoleh hasil kiraan yang tidak terlalu
menyimpang, penilaian dari perubahan-perubahan yang terjadi haruslah tidak
berdiri secara tersendiri, melainkan ditafsir secara bersama-sama dengan
memperhatikan pula berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perubahan-
perubahan tersebut.1
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
8/32
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanatologi
2.1.1. Definisi Tanatologi
Tanatologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata thanatos
yang berarti kematian dan logosyang berarti ilmu. Tanatologi merupakan bagian
dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
kematian yaitu dari definisi kematian, penetapan terjadi batasan mati dan
perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian.4
2.1.2. Aspek Medikolegal
Autopsi atau pembedahan mayat untuk pemeriksaan post-mortem (setelah
mati) dengan pemeriksaan penyebab utama kematian. Kepentingan untuk
dilakukan prosedur ini telah lama dilakukan. Dimana zaman Romawi dilakukan
pemeriksaan luka dari Gaius Julius Caesar oleh dokter Antistius pada 44 SM.5
Meskipun ketentuan hukum dari tiap negara berbeda, namun ditemukan duatipe dari otopsi:5
1.
Otopsi klinis/akademik : dimana dilakukan atas persetujuan dari keluarga
untuk mencari diagnosis penyebab dimana diagnosis tidak dapat diperoleh
sewaktu pengobatan atau untuk konfirmasi diagnosis dimana sebelumnya
diragukan.
2. Otopsi medikolegal/forensik : otopsi yang dilakukan atas intruksi dari otoritas
hukum dalam menangani kasus yang dicurigai, tiba-tiba, jelas, tidak wajar,
kriminal dan memperoleh informasi yang dapat diterapkan untuk tujuan
hukum dalam membantu menjalani keadilan. Dalam otopsi medikolegal,
tubuh mayat mendapat perlindungan Negara untuk kepentingan umum sampai
waktu investigasi lengkap dan menyeluruh, serta dapat juga mengambil
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
9/32
4
bagian-bagian tubuh untuk diperiksa dan diawetkan untuk keperluan
persidangan. Pentingnya tanatologi dalam medikolegal ini yaitu:
1. Menentukan identitas mayat.
2.
Menentukan penyebab kematian.
3. Menentukan modus dan waktu sewaktu kematian.
4. Menunjukkan rincian dari kelainan tubuh luar maupun dalam, adanya
malformasi, penyakit dan lain sebagainya.
5. Menjelaskan secara rinci luka pada tubuh luar dan dalam.
6. Untuk mendapatkan sampel jaringan/cairan tubuh untuk
pemeriksaan/analisis yang diperlukan
7. Memperoleh foto dan perekaman video jika diperlukan.
8. Memperoleh informasi yang berharga dalam proses keadilan.
2.2. Kematian
2.2.1 Definisi
Definisi kematian yang tercantum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 117 berbunyi sebagai
berikut: Seseorang dikatakan mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi, dan
sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila ada
kematian batang otak telah dapat dibuktikan.6
Pada Konferensi Nasional Komisioner Hukum Amerika pada tahun 1980
memformulasikan pernyataan dengan bunyi sebagai berikut: Seseorang yang
telah mengalami baik (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara
ireversibel, ataupun (2) terhentinya seluruh fungsi otak, termasuk fungsi batang
otak, disebut dengan mati. (National conference) Adapun definisi tersebut telah
diterima olehAmerican Medical Associationpada tahun 1980.
Sedangkan menurut International Guidelines for the Determination of
Death3, kematian didefinisikan sebagai momen setelah selama proses sekarat
terjadi seorang individu beralih dari keadaan hidup menjadi mati.
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
10/32
5
2.2.2. Jenis kematian
Terdapat beberapa istilah mengenai kematian, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler (mati molekuler), dan mati otak (mati batang otak).
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu
sebab terhentinya sistem sirkulasi, respirasi, dan inervasi. Ketiga sistem tersebut
disebut sebagai 3 pilar atau tonggak kehidupan, dimana bila salah satu sitem
tersebut berhenti maka sistem yang lain ikut berhenti.1
Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks,
elektroensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak
terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat
auskultasi.1
Mati suri (apparent death/ suspended animation) ialah suatu keadaan yang
mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga
sistem bersifat sementara. Pada keadaan ini orang masih hidup, sirkulasi,
respirasi, dan inervasi masih bekerja pada basal metabolik. Kasus seperti ini
sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan
tenggelam.1
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan
tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup
masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian
seluler pada tiap organ tidak bersamaan tergantung pada jenis sel.7
Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi
kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak
dan serebelum, sehingga otak sebagai pusat pengendali persyarafan telah berhenti.
Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan
seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat
bantu dapat dihentikan.7
Selain uraian klasifikasi kematian seperti yang disebutkan sebelumnya,
terdapat juga beberapa klasifikasi kematian lainnya, antara lain8:
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
11/32
6
1. Berdasarkan tinjauan biologis
- Alamiah
- Tidak alamiah
2. Berdasarkan tinjauan hukum
- Kekerasan
- Bukan kekerasan
3. Berdasarkan cara kematian
- Alamiah
- Kecelakaan
- Bunuh diri
- Pembunuhan
- Tidak dapat ditentukan.
2.2.3. Tanda kematian
Tanda-tanda Kematian Somatik
Adapun berdasarkan pengertiannya, maka tanda-tanda kematian somatik
(mati klinis) ditandai berdasarkan terhentinya ketiga sistem vital berikut:
1. Sirkulasi (Sistem Kardiovaskuler)9
Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan untuk menyatakan bahwa
sirkulasi darah telah berhenti secara absolut dapat dilakukan dengan:
a. Inspeksi
- Kulit dan kuku pucat.
b. Palpasi (dilakukan dengan teliti terus menerus selama 5 menit)
- Arteri radialis tidak teraba
- Arteri karotis tidak teraba
- Arteri dorsalis pedis tidak teraba
- Iktus kordis tidak teraba
c. Auskultasi
- Irama jantung tidak terdengar
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
12/32
7
Selain pemeriksaan klinis tersebut, pemeriksaan penunjang lainnya
yaitu dengan melakukan EKG, dan akan dijumpai irama yang
mendatar (asistol). Beberapa tes tambahan (subsidiary test) juga dapat
dilakkan walaupun dari segi medis kurang begitu berguna untuk
dilakukan, antara lain4:
a. Tes Magnus
Dengan mengikat salah satu ujung jari tangan atau kaki, yang akan
menjadi bengkak atau sianosis pada orang yang masih hidup.
b. Tes ujung jari
Dengan menekan ujung kuku sehingga timbul warna pucat dan
akan kembali menjadi warna semula apabila dilepaskan.
c. Tes diaphorus (transilumination), dengan menyenter telapak
tangan akan terlihat warna merah muda di pinggir telapak tangan.
d. Tes Icard, dengan menyuntikkan larutan campuran 1 gr zat
flouresein dan 1 gr Natrium Bikarbonat di dalam 8 ml air secara
subkutan, akan terjadi perubahan warna kuning kehijauan jika
masih terdapat sirkulasi darah.
e. Bila dipotong arteri (jika terpaksa), maka darah masih memancar
pada orang hidup, sementara pada orang mati mengalir pasif.
2. Respirasi4,9
Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan untuk menyatakan bahwa
fungsi respirasi telah berhenti dapat dilakukan dengan:
a.
Inspeksi
- Tidak ada gerakan dada
Tes tambahan untuk mengetahui berhentinya pernafasan antara lain
dengan inspeksi yaitu:
- Tes bulu ayam/ kapas, diletakkan di depan lubang hidung, maka
tidak tampak adanya gerakan bulu ayam/ kapas tersebut.
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
13/32
8
- Tes cermin, diletakkan di depan lubang hidung, maka tidak
tampak adanya uap air.
- Tes Winslow, dengan meletakkan baskom berisi air di atas dada
atau perut mayat, maka tidak akan ditemukan adanya getaran air
akibat gerakan dada.
b. Palpasi
- Tidak teraba ada gerakan dada
- Tidak terasa adanya gerakan udara masuk saat tangan diletakkan
di atas dada atau punggung.
c.
Auskultasi
- Tidak terdengar suara udara keluar masuk saluran pernafasan,
dilakukan selama 5 menit.
3. Inervasi4,9
Pada keadaan terhentinya fungsi inervasi, maka fungsi motorik dan
sensorik berhenti, ditandai dengan:
- Hilangnya semua refleks, baik fisiologis maupun patologis
- Tidak dijumpai rasa sakit
- Tidak dijumpai tonus otot
- Tidak dijumpai refleks cahaya pada pupil mata
- Pupil mata dilatasi maksimal (kecuali pada keracunan morfin
dimana pupil menjadi sangat kecil/pin point)
- Apabila dilakukan pemeriksaan EEG, akan dijumpai gelombang
yang mendatar.
Tanda-tanda kematian molekuler
1. Algor Mortis (Penurunan Suhu Tubuh)
Penurunan suhu tubuh merupakan tanda kematian yang paling awal.Penurunan
suhu tubuh juga memungkinkan seseorang untuk menentukan waktu
kematian.Penurunan suhu tubuh dapat terjadi secara radiasi dan konduksi,
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
14/32
9
sehingga suhu ekternal atau suhu lingkungan sangat berpengaruh1.Setelah
kematian, suhu tubuh akan turun dan mencapai keseimbangan dengan suhu
lingkungan. Normalnya akan terjadi penurunan suhu, namun pada beberapa kasus
juga akan terjadi peningkatan suhu setelah kematian, misalnya pada mayat yang
terpapar panas dalam waktu yang lama11
Beberapa penelitian telah mencoba untuk menentukan rumus untuk
menentukan lama kematian menggunakan suhu tubuh. Pada salah satu penelitian,
didapatkan bahwa terdapat penurunan suhu tubuh 1,5oF setiap jam setelah
kematian, dengan mengasumsikan bahwa suhu tubuh saat meninggal adalah
98,6oF dan suhu lingkungan antara 70oF sampai 75oF. Namun, penggunanan suhu
tubuh untuk menentukan lama kematian kurang tepat karena terdapat banyak
variabel yang dapat mempengaruhi suhu mayat11
Penurunan suhu pada mayat bervariasi tergantung tempat pengukuran suhu
mayat, misalnya pada otak, permukaan kulit, rongga hidung, axila, rektum dan
organ dalam.Terdapat penelitian yang menemukan bahwa perubahan suhu
menunjukkan kurva sigmoid.Pada awal kematian antara 30 menint hingga 3 jam,
tidak terjadi perubahan suhu tubuh mayat (plateau atau lag phase). Penyebab
terjadinya hal tersebut masih belum jelas, namun diduga karena terjadinya
produksi panas akibat metabolisme anaerob ataupun akibat pencegahan
kehilangan panas oleh jaringan, oleh karena faktor lain misalnya pakaian. Oleh
karena penurunan suhu mayat berdasarkan tempat pengukuran suhu berbeda-beda,
maka dibuat berbagai algoritma dan nomograms yang mewakili tiap lokasi
anatomi tempat pengukuran suhu, yang paling sering dipakai adalah nomogram
Henssge yang menggunakan temperatur rektal12
Penelitian di Medan, mendapatkan rata-rata penurunan suhu tubuh mayat
adalah 0,4oC sampai 0,5oC per jam.Selain itu, juga terdapat rumus sederhana
untuk menentukan waktu kematian, yaitu dengan rumus4:
Lama kematian (jam) = suhu tubuh (37oC)suhu rektal (saat diperiksa) + 3.
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
15/32
10
Gambar 1 Kurva penurunan suhu tubuh pada lingkungan 10oC, kurva 1 pada
mayat overweight, kurva 2 normoweightdan kurva 3 underweight10
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi algor mortis, yaitu:
a. Suhu Lingkungan
Suhu lingkungan juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu rentang variasi
suhu lingkungan disekitar mayat, terdapatnya angin, presipitasi, postur
tubuh (menentukan luas permukaan tubuh yang terekspos). Suhu
lingkungan yang meningkat akan memperlambat penurunan suhu mayat,
dan sebaliknya.
b. Umur
Pada anak-anak dan orang tua akan lebih cepat mengalami penurunan suhu
tubuh.
c.
Jenis Kelamin
Penurunan suhu tubuh pada perempuan lebih lambat daripada laki-laki.
d. Gizi
BMI seseorang juga berpengaruh pada penurunan suhu tubuh. BMI yang
rendah akan lebih cepat mengalami penurunan suhu tubuh.
e. Pakaian
Terdapatnya pakaian akan memperlambat penurunan suhu tubuh.
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
16/32
11
f.
Penyakit
Suhu tubuh mayat yang meninggal akibat demam cenderung turun lebih
lambat.Penyakit lain yang berpengaruh, misalnya penyakit metabolik
(penyakit tiroid), penyakit vaskular perifer, dan penyakit kronis
lainnya.Suhu mayat yang meninggal akibat penyakit kronis menurun lebih
cepat. Pada orang yang meninggal akibat kejang (misalnya tetanis)
ataupun sepsis akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh setelah
kematian.
g. Lokasi Kematian atau lokasi mayat
Penurunan suhu pada mayat yang berada dalam air akan lebih cepat
dibandingkan dengan udara dan tanah. Perbandingan yang didapatkan
yaitu media air : udara : tanah = 4 : 2 : 1
2. Livor Mortis (Lebam Mayat)
Lebam mayat adalah bercak berwarna ungu kemerahan pada daerah tubuh
terendah yang disebabkan oleh akumulasi darah pada pembuluh darah kecil akibat
gaya gravitasi. Area yang tertekan pada permukaan keras akan tampak pucat
dibandingkan dengan livor mortis daerah sekitarnya, hal ini disebabkan oleh
kompresi pembuluh darah pada daerah ini, sehingga tidak ada akumulasi darah
pada daerah tersebut. Pakainan yang ketat, yang mengkompresi jaringan lunak
juga akan menyebabkan kompresi pembuluh darah sehingga pada daerah tersebut
juga akan berwarna pucat.11,14
Livor mortis biasanya muncul antara 30 menit hingga 2 jam setelah kematian.
Livor mortis biasanya muncul secara bertahap dan mencapai puncak pada jam ke-
8 hingga 12. Pada waktu tersebut, livor mortis biasanya menetap dan tidak hilang
pada penekanan.Sebelum 8-12 jam, livor mortis dapat berpindah tempat apabila
mayat dipindahkan.Livor mortis menetap apabila tidak lagi terjadi perpindahan
darah atau ketika darah keluar dari pembuluh darah ke jaringan lunak sekitar
akibat dari hemolisis dan ruptur pembuluh darah. Livor mortis dapat menetap
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
17/32
12
sebelum 8-12 jam apabila cepat terjadi dekomposisi dan akan lambat menetap 24
hingga 36 jam apabila pada temperatur yang dingin14
Sumber lain mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan agar livor mortis
menetap adalah 6 jam. Sehingga apabila posisi mayat diubah sebelum 6 jam,
maka akan didapati livor mortis pada posisi baru4
Livor mortis dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian, posisi
kematian dan apakah mayat dipindah setelah kematian, dan sebab kematian .
Warna dari livor mortis dapat menentukan sebab kematian, misalnya pada kasus
keracunan CO, keracunan sianida atau keadaan yang sangat dingin, maka bercak
livor mortis berwarna merah terang (cherry-red)4,14Contoh lainnya, pada kasus
keracunan yang memproduksi methemoglobin, maka warna livor mortis adalah
merah kecoklatan, pada kasus meninggal akibat kekurangan oksigen, maka
warnanya merah kebiruan yang ekstensif, atau pada kasus meninggal akibat
perdarahan, livor mortis akan tampak kecil dan berwarna pink10
Livor mortis akan tampak hingga mayat berubah warna akibat dekomposisi.
Warna yang muncul akibat dekomposisi bervariasi, merupakan kombinasi dari
warna merah, hijau, coklat dan hitam. Warna yang muncul akibat dekomposisi
akan menhalangi penilaian livor mortis11
Gambar 2 Livor Mortis14
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
18/32
13
3.
Rigor Mortis (Kaku Mayat)
Otot pada tubuh akan menjadi flasid setelah kematian. Dalam 1-3 jam setelah
kematian, kekakuan otot akan meningkat dan persendian akan membeku (tidak
dapat digerakkan) akibat proses rigor mortis. Proses kimia terjadinya rigor mortis
belum sepenuhnya dimengerti, namun mirip dengan kontraksi otot secara
fisiologis yang melibatkan kalsium dan ATP/ADP. Rigor mortis melibatkan
pembentukan jembatan kimia antara protein otot, yaitu aktin dan miosin namun
tidak terjadi pemendekan otot. Ketika tubuh mayat menjadi kaku, maka akan tetap
berada dalam posisi tersebut hingga rigor mortis berakhir ataupun digerakkan
secara paksa4,11,14
Pada awal kematian, otot tubuh akan mengalami relaksasi primer, kemudian
akan mengalami rigor mortis secara bertahap, hingga akhirnya rigor mortis
menghilang dan kembali memasuki masa relaksasi, yang disebut relaksasi
sekunder4.
Proses rigor mortis bersifat irreversibel sehingga rigor mortis tidak akan
muncul lagi setelah mencapai puncak ataupun setelah digerakkan dengan paksa
pada saat mecapai puncak. Namun, apabila rigor mortis belum mencapai puncak
saat digerakkan secara paksa, maka rigor mortis akan muncul kembali. Rigor
mortis terjadi secara bersamaan pada seluruh otot tubuh.Namun kekakuan lebih
cepat terlihat pada otot yang kecil dibandingkan otot yang besar.Kekakuan
biasanya terlebih dahulu muncul pada otot rahang, kemudian tangan dan kaki.
Tubuh mayat dikatakan telah mencapai rigor mortis penuh apabila rahang, siku
tangan, dan persendian lutut tidak dapat digerakkan dengan mudah4,11
Rigor mortis sepenuhnya terjadi sekitar 10 12 jam pada orang dewasa
dengan suhu lingkungan sekitar 7075 oF. Tubuh akan tetap kaku dalam 2436
jam sebelum dekomposisi menyebabkan otot melemas, dalam urutan yang mirip
dengan urutan mulainya kekakuan2. Namun, terdapat pengecualian pada otot
rahang, yang akan merupakan otot yang terakhir kehilangan rigor mortis4.
Kekakuan yang terjadi pada rigor mortis bergantung pada jumlah otot,
sehingga otot yang lebih besar akan lebih kaku, dan juga laki-laki akan memiliki
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
19/32
14
rigor mortis yang lebih kuat dari perempuan. Hal tersebut juga menyebabkan rigor
mortis pada orang yang memiliki sedikit otot dan bayi menjadi kurang kuat11
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi waktu berlangsungnya rigor
mortis, yaitu:
a. Suhu lingkungan
Suhu lingkungan yang meningkat dapat mempercepat timbul dan
hilangnya rigor mortis.
b. Suhu tubuh internal
Rigor mortis akan lebih cepat muncul dan cepat hilang pada suhu tubuh
yang tinggi sebelum meninggal dan keadaan yang memproduksi lebih
banyak asam laktat. Pada orang yang meninggal akibat hipertermia
walaupun suhu lingkungan normal, misalya kematian yang berhubungan
dengan kokain, PCP, atau methamphetamine juga akan mempercepat
timbul dan hilangnya rigor mortis.
c. Aktivitas sebelum meninggal
Onset rigor mortis akan lebih cepat apabila sebelum kematian, orang
tersebut sedang melakukan aktivitas yang lebih berat, misalnya pada orang
yang sedang melarikan diri.
d.
Umur
Rigor mortis terjadi dengan cepat dan hilang dengan cepat pada anak-anak
dan orang tua.
Kekakuan pada rigor mortis harus dibedakan dari pengerasan otot akibat cuaca
yang sangat dingin ataupun cuaca yang sangat panas. Selain itu, juga terdapat
kekakuan yang terjadi dalam beberapa menit kematian, yang disebut sebagai
cadaveric spasm (kejang mayat) yang biasanya berhubungan dengan aktivitas
fisik sebelum kematian4,11Kejang mayat biasanya melibatkan otot-otot volunter
dan biasanya terlihat jelas pada tangan mayat yang menggenggam benda sebelum
kematian4,14
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
20/32
15
Gambar 3 Rigor mortis11
4. Dekomposisi
Dekomposisi adalah pembusukan atau pemecahan dari tubuh setelah
kematian.Tanda utama dari dekomposisi adalah adanya bau. Pada suhu ruangan,
dekomposisi biasanya muncul setelah 24 jam, walaupun terdapat variasi pada
berbagai kasus15
Setelah livor mortis menetap dan rigor mortis menghilang, maka akan terjadipembusukan, dengan tanda: kulit menjadi hijau, terutama pada abdomen.
Kemudian warna hijau akan menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah
dan jaringan sekitar. Selanjutnya tubuh akan bengkak akibat pembentukan gas
metana oleh bakteri yang merupakan flora normal dalam tubuh. Saat tubuh
bengkak akibat gas, epidermis menjadi mudah terlepas dan terjadi degradasi dari
hemoglobin. Peningkatan tekanan dalam tubuh, akan menyebabkan darah dan
cairan tubuh keluar melalui orifisium tubuh14
Dekomposisi memiliki 2 komponen utama, yaitu autolisis dan
putrefaksi.Autolisis melibatkan enzim tubuh untuk menghancurkan jaringan dan
sel sendiri.Putrefaksi melibatkan pertumbuhan mikroorganisme (terutama bakteri
dan jamur) yang memakan dan menghancurkan jaringan mati15
Beberapa faktor yang mempengaruhi dekomposisi yaitu:
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
21/32
16
a.
Suhu lingkungan, dimana kondisi yang panas mempercepat proses
dekomposisi, sedangkan kondisi yang dingin menghambat proses
dekomposisi. Bakteri pembusukan juga lebih berproliferasi dalam kondisi
hangat dibandingkan dingin.
b. Binatang dan seranggaakan mempercepat proses penghancuran tubuh dan
mempercepat proses dekomposisi.
c. Kelembaban, akan mempercepat proses dekomposisi.
d. Luka, dimana pada tempat terjadinya luka akan lebih cepat mengalami
proses dekomposisi.
e.
Lokasi mayat, dimana perbandingan proses pembusukan mayat pada air :
udara : tanah adalah 1 : 2 : 8
Gambar 4 Dekomposisi11
5. Adiposere (Adipocere = corpse wax = grave wax = mortuary wax)
Adiposere berasal dari kata adipo dan cere yang berarti afinitas dengan
lemak dan lilin. Tubuh yang terekspos dengan kondisi yang hangat dan lembab,
tanpa aliran udara akan menyebabkan pembentukan adiposere. Pada orang yang
mengalami obesitas, bayi yang gizi baik, dan perempuan yang memiliki lemak
subkutan yang banyak, adiposere akan cepat muncul. Hal ini disebabkan oleh
perubahan lemak bebas, misalnya olein menjadi lemak jenuh melalui proses
hidrolisis dan hidrogenasi dengan ion kalsium dan ammonium yang membentuk
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
22/32
17
lilin yang tidak larut, yang bersifat asam dan menghambat bakteri putrefaksi.
Lipase endogen dan enzim bakteri akan menghidrolisis lemak menjadi asam
lemak bebas. Enzim bakteri akan mengubah asam lemak bebas menjadi asam
lemak hidroksil yang menyebabkan pembentukan substansi lilin. Air merupakan
komponen yang penting karena air mengikat gliserin yang terjadi akibat hidrolisis
lemak16
Adiposere dapat bertahan lama sehingga mayat yang membentuk adiposere
dapat dikenali. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan adiposere pada daerah
tropis dimulai 1-3 minggu sesudah kematian, untuk perubahan seluruhnya
memerlukan waktu 3-6 bulan bahkan sampai 12 bulan tergantung tempat, suhu
dan kelembaban4
Gambar 5 Adiposere13
6. Mummifikasi
Perubahan pada mayat akan berbeda dari biasanya tergantung kondisi
lingkungan. Apabila suhu panas, udara kering dan ventilasi cukup, maka tanda
pembusukan dari jaringan basah akan berkurang dan jaringan lunak akan menjadi
kering sehingga menyebabkan terjadinya proses mummifikasi. Jaringan lunak dari
tubuh akan menjadi kering, keras dan coklat, dan berat tubuh akan berkurang
secara signifikan. Mummifikasi terjadi akibat jaringan tubuh kehilangan banyak
air, dapat juga terjadi pada kondisi suhu antara -20 oC dan 40oC. Pada temperatur
tesebut, mayat yang membeku akan kehilangan banyak air (walaupun lambat) dan
pada kondisi tersebut, aktivitas bakteri akan menjadi lambat atau berhenti
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
23/32
18
sehingga mayat akan mengalami mummifikasi1.(buris) Waktu yang diperlukan
untuk terjadinya mummifikasi biasanya lama, namun setelah mummifikasi, mayat
tersebut akan bertahan lama4.
Jaringan yang kering akan mempertahankan luka dengan baik dan perubahan
pada organ dalam akan jelas terlihat sehingga mudah untuk menentukan sebab
kematiannya10
Gambar 6 Mummifikasi13
2.2.4. Lama kematian
Salah satu kegunaan tanatologi adalah untuk memperkirakan waktu
kematian atau post mortem interval (PMI). Estimasi tersebut dibuat berdasarkan
berbagai perubahan yang terjadi pada tubuh mayat, yang kemudian dibedakan
menjadi perubahanpost mortemsegera, cepat dan lambat.12,20
Tabel 1 . Perubahan-perubahanPost Mortem12,20
Perubahan Segera Perubahan Cepat Perubahan Lambat
Insensibilitas
Henti napas
Henti jantung
Perubahan suhu
Lebam mayat
Kaku mayat
Perubahan
oftalmologi
Perubahan biokimia
dan hematologi
Pembusukan
Pembentukan
adipocere
Mummifikasi
Entomologi forensik
Skeletonisation
(perubahan tulang)
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
24/32
19
Pada periode earlypost-mortem, PMI dapat dikalkulasi berdasarkan
perubahan-perubahanpost mortem segera dan cepat, seperti dari penurunan suhu,
kaku mayat, dan lebam mayat17. Hubungan tanda-tanda kematian tersebut dapat
diperjelas melalui gambar berikut.
Gambar 7. Kurva proses tanatologi20
Dari kurva tersebut, dapat dijumpai PMI sebagai berikut4,20
1.
Jam pertama: tubuh masih hangat (37C), otot-otot relaksasi (periode
relaksasi primer), kornea mata bening, dan lebam mayat belum terlihat jelas.
2. 4-6 jam: suhu mayat turun (34-35C), kaku mayat muncul pada kelopak mata,
rahang, dan wajah, lebam mayat masih hilang dengan penekanan.
3. 10-12 jam: mayat mulai dingin (29-30C), kaku mayat lengkap di seluruh
tubuh dan sulit dilawan, lebam mayat sangat jelas dan tidak hilang dengan
penekanan.
4. 16-18 jam: suhu mayat sama dengan suhu ruang (27-28C), kaku mayat di
beberapa persendian mulai hilang (mulai periode relaksasi sekunder), lebam
mayat luas, mulai muncul tanda pembusukan greenish discolorization pada
fossa iliaka kanan (lokasi caecum).
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
25/32
20
5.
20-24 jam: suhu mayat dingin, kaku mayat menghilang seluruhnya, tanda
pembusukan makin jelas, perut menegang (berisi gas-gas pembusukan), bau,
dan darah keluar dari hidung dan mulut.
6.
30-36 jam: mayat menggembung, muka bengkak, mata tertutup, bibir
menebal, keluar gas dan air pembusukan dari mulut dan hidung, muncul
marble appearance(pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit).
7. 40-48 jam: gelembung pembusukan di seluruh tubuh, skrotum membengkak,
lidah bengkak dan menonjol keluar, bila sebagian gelembung pecah, kulit
menjadi mudah terkelupas.
8.
3 hari: pembusukan lanjut, uterus dan anus dapat prolaps, muka bengkak
kehitaman, rambut dan kuku mudah dicabut.
9. 4-5 hari: perut mengempes karena gas keluar dari celah jaringan yang rusak,
sutura menegang, destruksi/perlunakan otak.
10.6-10 hari: jaringan lunak tubuh melembek dan hancur, beberapa otot telah
hancur dan proses ini terus berlanjut hingga hanya tersisa tulang.
Selain tanda-tanda kematian di atas, terdapat perubahan post mortem lain
yang penting, yaitu entolomogi forensik dan penulangan. Kedua hal ini amat
penting, terutama pada mayat yang ditemukan pada periode late post mortem17
Entomologi Forensik
Tzao Sung pertama kali mendeskripsikan aplikasi entomologi dalam ilmu
forensik pada abad ke-13. Studi mengenai siklus hidup insekta dapat
menjembatani transisi periode early dan late post mortem12. Dengan panduan
gambar siklus hidup Calliphoridae spp. di bawah ini, PMI dapat ditentukan
berdasarkan fase hidup insekta yang ditemukan pada mayat.
Banyak faktor mempengaruhi perkembangan serangga, termasuk suhu
lingkungan, kelembapan, angin, musim, paparan terhadap zat kimia sekitar,
maupun variasi individual serangga tersebut. Oleh karena siklus hidup serangga
ini sangat dipengaruhi oleh fluktuasi kondisi lingkungan, maka entomologi
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
26/32
21
forensik tidak dapat menentukan dengan tepat, waktu kematian seseorang,
melainkan berupa estimasi. Untuk menilai PMI berdasarkan entomologi, dapat
dilakukan pemeriksaan lanjutan, berupa pemeriksaan DNA atau pemeriksaan
laboratorium kriminal.18
Di negara-negara berkembang pemeriksaan laboratorium kriminal lebih
sering digunakan. Caranya ialah dengan mengambil telur serangga dari TKP atau
tubuh mayat, kemudian serangga tersebut dibiakkan di laboratorium kriminal
dengan kondisi lingkungan yang dibuat semirip mungkin dengan lingkungan
mayat ditemukan. Waktu perkembangannya kemudian dicatat sebagai
accumulated degree hours (ADH) dan dibandingkan dengan temuan di TKP.
Bandingkan juga spesies serangga hasil biakan, apakah sama dengan yang
ditemukan pada tubuh mayat.17,18
Gambar 8 Siklus hidup Calliphoridae spp.18
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
27/32
22
Perubahan Tulang
Dalam ilmu forensik, proses skeletonisation merujuk pada proses
dekomposisi sempurna dari semua jaringan tubuh selain tulang, hingga hanya
menyisakan kerangka tulang. Pada daerah tropis, dibutuhkan kurang lebih 3 bulan
hingga beberapa tahun agar mayat dapat terdekomposisi menjadi kerangka, hal ini
tentunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa cuaca, serangga, dan lokasi
mayat (air, tanah, udara).20
Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang
seperti19
1. Bau Tulang
Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang
dari 5 bulan. Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari 5
bulan.
2. Warna Tulang
Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakankematian kurang dari 7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak
keputihan diperkirakan kematian lebih dari 7 bulan.
3. Kekompakan Kepadatan Tulang
Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin
masih dapat dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan kepadatan
dan keadaan permukaan tulang. Bila tulang telah tampak mulai berpori-pori,
diperkirakan kematian kurang dari 1 tahun. Bila tulang telah mempunyai pori-
pori yang merata dan rapuh diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
28/32
23
Gambar 9 Penilaian usia kerangka berdasarkan kondisi tulang12
Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah.
Kondisi penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka
waktu tertentu misalnya tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapatahun bahkan sampai puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan.
Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang
lebih tua. Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya
tulang- tulang panjang seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen
yang hilang akan memudahkan tulang tersebut untuk dipotong. Korteks
sebelah luar seperti pada daerah sekitar rongga sumsum tulang, pertama sekali
akan kehilangan stroma, maka gambaran efek sandwichakan kelihatan pada
sentral lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan
terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad, kecuali jika
tulang terpapar cahaya matahari dan elemen lain. Merapuhnya tulang-tulang
yang tua, biasanya kelihatan pertama sekali pada ujung tulang-tulang panjang,
tulang yang berdekatan dengan sendi, seperti tibia atau trochanter mayordari
tulang paha. Hal ini sering karena lapisan luar dari tulang pipih lebih tipis
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
29/32
24
pada bagian ujung tulang dibandingkan dengan di bagian batang, sehingga
lebih mudah mendapat paparan dari luar. Kejadian ini terjadi dalam beberapa
puluh tahun jika tulang tidak terlindung, tetapi jika tulang tersebut terlindungi,
kerapuhan tulang akan terjadi setelah satu abad. Korteks tulang yang sudah
berumur, akan terasa kasar dan keropos, yang benar-benar sudah tua mudah
diremukkan ataupun dapat dilobangi dengan kuku jari.
Jadi banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan membusuknya
tulang, disamping jenis tulang itu sendiri mempengaruhi. Tulang-tulang yang
tebal dan padat seperti tulang paha dan lengan dapat bertahan sampai berabad-
abad, sementara itu tulang-tulang yang kecil dan tipis akan hancur lebih cepat.
Lempengan tulang tengkorak, tulang-tulang kaki dan tulang-tulang tangan,
jari-jari dan tulang tipis dari wajah akan membusuk lebih cepat, seperti juga
yang dialami tulang-tulang kecil dari janin dan bayi.19,20
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
30/32
25
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tanatologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata thanatos
yang berarti kematian dan logosyang berarti ilmu. Tanatologi merupakan bagian
dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
kematian yaitu dari definisi kematian, penetapan terjadi batasan mati dan
perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian.
Penentuan kematian dilakukan berdasarkan konsep mati otak dan mati
batang otak, yang ditandai dengan tanda kematian somatik maupun molekuler.
Berdasarkan tanda-tanda kematian itu, dokter dapat menentukan pasti suatu
kematian, perubahan-perubahan sesudah mati, saat kematian, cara dan mekanisme
kematian, penyebab kematian, hingga perkiraan lama kematian. Hasil yang
didapat dari analisis inilah yang nantinya dapat menjembatani temuan medikdengan penegakan hukum.
3.2. Saran
Tanatologi merupakan hal yang penting bagi kedokteran forensik karena
untuk membantu menentukan cara kematian, sebab kematian, saat kematian, dan
diagnosis kematian. Oleh sebab itu perlu pelajaran lebih dalam lagi tentang ilmu
ini dan saling melengkapi terhadap ilmu-ilmu yang telah ada.
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
31/32
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1997
2. Sphepherd, R. 2003. Changes after death in simpsonsforensik medicine. 12
th edition. Arnold
3.
Klemerk KZ, Kersnik J, Grmec S, The Effect Of Carbon Dioxide On Near-
Death Experiences In Out Of Hospital Cardiac Arrest Survivors: A
Prospective Observational Study, Critical Care. 2010
4.
Amir A. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK USU, Medan, 2005.
5. Vij K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. 5th ed. India: Elsevier;
2011.
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
7. Budiyanto A. Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Indonesia,
Jakarta, 1997.8. Sarpe V. Forensic Thanatology. Department of Forensic Medicine of State
University of Medicine and Pharmacy Nicolae Testemitanu, 2013.
9.
Wujoso H. Thanatologi. Surakarta: UNS Press, 2009
10.Buris L. Forensic Medicine. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg;
1993.
11.
Dix J, Graham M. Time of death, decomposition, and identification. Boca
Raton: CRC Press; 2000.
12.
Swift B. Timing of death. In: Rutty G. Essensials of autopsy practice. 1st ed.
London: Springer; 2006. p. 190-192.
13.Cupero A. Postmortem changes and time of death. Presentation presented at;
University of New Orleans.
14.Swanson C, Chamelin N, Territo L. Criminal investigation. 10thed. 2008.
15.Prahlow J, Byard R. Atlas of forensic pathology. New York: Springer; 2012.
7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)
32/32
27
16.
Gupta M, Jain G. Case report: Importance of adipocere in determining the
cause of death. J Indian Acad Forensic Med. 2011; 33(3).
17.Kumar P, An Entomological Study to Determine the Time since Death in
Cases of Decomposed Bodies.. 2012. 1, 2012, J Indian Acad Forensic Med,
Vol. 34, hal. 10-12.
18.Bass, William. 2012. Death: Meaning, Manner, Mechanism, Cause, and Time.
Forensic Science: Fundamentals and Investigations. New York : South-
Western Educational Pub, 2012, hal. 308-337.
19.Ritonga,M.Penentuan Lama Kematian dilihat dari Keadaan Tulang.. 2004. 1,
2004, Repository USU, Vol. 3, hal. 1-6.
20.Rao, Nageshkumar G. 2010. Thanatology. Textbook of Forensic Medicine and
Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2010,
hal. 133-161.