Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    1/32

    PAPER

    TANATOLOGI

    Oleh:

    Trisna Dwi Lestari 110100134

    Kalvin Raveli 110100364

    Nichi Firani 110100065

    Valentina 110100062

    Gunawan Wijaya S. 110100246

    Pembimbing:

    Prof. Dr. Amri Amir, Sp.F (K), DFM, SH, Sp.Ak

    DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

    2016

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    2/32

    ii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

    berkat, rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper yang

    berjudul Tanatologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pembimbing,

    Prof. Dr. Amri Amir, SpF(K), DFM, SH, Sp.Ak atas bimbingannya.

    Ilmu kedokteran masih terus berkembang dan dalam waktu singkat sudah

    muncul teori dan pengetahuan pengetahuan baru. Untuk itu penulis menyadari

    bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis dengan

    besar hati menerima saran, kritikan, dan masukan yang sifatnya membangun demi

    kebaikan ilmu pengetahuan. Semogapaperini bermanfaat bagi yang membacanya

    dan bermanfaat sebagai sumber kepustakaan.

    Medan, 17 Maret 2016

    Penulis

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    3/32

    iii

    DAFTAR ISI

    JUDUL .................................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

    BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3

    2.1. Tanatologi ................................................................................................ 3

    2.1.1. Definisi Tanatologi ....................................................................... 3

    2.1.2. Aspek Medikolegal ....................................................................... 3

    2.2. Kematian ................................................................................................. 4

    2.2.1 Definisi ........................................................................................... 4

    2.2.2. Jenis kematian ............................................................................... 5

    2.2.3. Tanda kematian ............................................................................ 6

    2.2.4. Penentuan Lama kematian ........................................................ 18

    BAB 3 PENUTUP ............................................................................................... 25

    3.1. Kesimpulan ............................................................................................... 25

    3.2. Saran .......................................................................................................... 25

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    4/32

    iv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 . Perubahan-perubahanPost Mortem....................................................... 18

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    5/32

    v

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Kurva penurunan suhu tubuh pada lingkungan 10oC, kurva 1 pada

    mayat overweight, kurva 2 normoweightdan kurva 3 underweight..... 10

    Gambar 2 Livor Mortis ......................................................................................... 12

    Gambar 3 Rigor mortis.......................................................................................... 15

    Gambar 4 Dekomposisi ......................................................................................... 16

    Gambar 5 Adiposere ............................................................................................. 17

    Gambar 6 Mummifikasi ........................................................................................ 18

    Gambar 7 Kurva proses tanatologi ........................................................................ 19

    Gambar 8 Siklus hidup Calliphoridae spp............................................................ 21

    Gambar 9 Penilaian usia kerangka berdasarkan kondisi tulang ............................ 23

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    6/32

    1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang

    berkaitan dengan mati; meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan

    diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya.

    Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling penting dalam ilmu

    kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah (visum et

    repertum). 1

    Dalam ilmu tanatologi akan dipelajari mengenai penentuan kematian,

    perubahan-perubahan sesudah mati, saat kematian, dan kegunaan tanatologi.

    Penentuan kematian dilakukan berdasarkan konsep mati otak dan mati batang

    otak, yang ditandai dengan tidak berespon terhadap semua rangsangan, tidak

    sadarnya pasien, hilangnya reflex pupil, hilangnya reflex kornea, tidak ada reflex

    menelan, tidak ada reflex vestibulokoklearis dan tidak adanya pernafasan

    spontan.1

    Ada beberapa perubahan yang terjadi pada saat manusia mengalami

    kematian, yaitu perubahan pada kulit muka, relaksasi otot, perubahan pada mata,

    penurunan suhu tubuh, lebam jenazah, dan kaku jenazah. Perubahanperubahan

    yang terjadi setelah kematian dibedakan menjadi dua yaitu perubahan yang terjadi

    secara cepat (early) dan perubahan yang terjadi secara lambat (late). Perubahan

    yang terjadi secara cepat antara lain henti jantung, henti nafas, perubahan pada

    mata, suhu dan kulit. Sedangkan perubahan yang terjadi secara lanjut antara lain

    kaku mayat, pembusukan, penyabunan dan mummifikasi.1

    Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti

    penting khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Untuk dapat

    memperkirakan saat kematian perlu diketahui perubahan-perubahan yang terjadi

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    7/32

    2

    pada tubuh seseorang yang meninggal dunia, dan juga faktor-faktor apa saja yang

    berperan di dalam terjadinya perubahan-perubahan tersebut.1

    Kadang-kadang seorang dokter dihadapkan dengan suatu keputusan sulit

    untuk mendiagnosis suatu kematian apakah sudah terjadi atau belum. Dengan

    perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, maka definisi mati pun

    berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Secara tradisional

    mati dapat didefinisikan secara sederhana yaitu berhentinya ketiga sistem

    penunjang kehidupan sistem syaraf pusat, jantung dan paru secara permanen

    (permanent cessation of life) ini yang disebut sebagai mati klinis atau mati

    somatis. Tetapi dengan ditemukannya respirator maka disusunlah kriteria

    diagnostik baru yang berdasarkan pada konsep brain death is death. Kemudian

    konsep inipun diperbarui menjadi brain stem death is death.3

    Adanya perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian, yang menurut

    kenyataan mempunyai pola tertentu, memungkinkan untuk dapat memperkirakan

    saat kematian seseorang. Untuk dapat memperoleh hasil kiraan yang tidak terlalu

    menyimpang, penilaian dari perubahan-perubahan yang terjadi haruslah tidak

    berdiri secara tersendiri, melainkan ditafsir secara bersama-sama dengan

    memperhatikan pula berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perubahan-

    perubahan tersebut.1

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    8/32

    3

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tanatologi

    2.1.1. Definisi Tanatologi

    Tanatologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata thanatos

    yang berarti kematian dan logosyang berarti ilmu. Tanatologi merupakan bagian

    dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan

    kematian yaitu dari definisi kematian, penetapan terjadi batasan mati dan

    perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian.4

    2.1.2. Aspek Medikolegal

    Autopsi atau pembedahan mayat untuk pemeriksaan post-mortem (setelah

    mati) dengan pemeriksaan penyebab utama kematian. Kepentingan untuk

    dilakukan prosedur ini telah lama dilakukan. Dimana zaman Romawi dilakukan

    pemeriksaan luka dari Gaius Julius Caesar oleh dokter Antistius pada 44 SM.5

    Meskipun ketentuan hukum dari tiap negara berbeda, namun ditemukan duatipe dari otopsi:5

    1.

    Otopsi klinis/akademik : dimana dilakukan atas persetujuan dari keluarga

    untuk mencari diagnosis penyebab dimana diagnosis tidak dapat diperoleh

    sewaktu pengobatan atau untuk konfirmasi diagnosis dimana sebelumnya

    diragukan.

    2. Otopsi medikolegal/forensik : otopsi yang dilakukan atas intruksi dari otoritas

    hukum dalam menangani kasus yang dicurigai, tiba-tiba, jelas, tidak wajar,

    kriminal dan memperoleh informasi yang dapat diterapkan untuk tujuan

    hukum dalam membantu menjalani keadilan. Dalam otopsi medikolegal,

    tubuh mayat mendapat perlindungan Negara untuk kepentingan umum sampai

    waktu investigasi lengkap dan menyeluruh, serta dapat juga mengambil

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    9/32

    4

    bagian-bagian tubuh untuk diperiksa dan diawetkan untuk keperluan

    persidangan. Pentingnya tanatologi dalam medikolegal ini yaitu:

    1. Menentukan identitas mayat.

    2.

    Menentukan penyebab kematian.

    3. Menentukan modus dan waktu sewaktu kematian.

    4. Menunjukkan rincian dari kelainan tubuh luar maupun dalam, adanya

    malformasi, penyakit dan lain sebagainya.

    5. Menjelaskan secara rinci luka pada tubuh luar dan dalam.

    6. Untuk mendapatkan sampel jaringan/cairan tubuh untuk

    pemeriksaan/analisis yang diperlukan

    7. Memperoleh foto dan perekaman video jika diperlukan.

    8. Memperoleh informasi yang berharga dalam proses keadilan.

    2.2. Kematian

    2.2.1 Definisi

    Definisi kematian yang tercantum dalam Undang-Undang Republik

    Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 117 berbunyi sebagai

    berikut: Seseorang dikatakan mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi, dan

    sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila ada

    kematian batang otak telah dapat dibuktikan.6

    Pada Konferensi Nasional Komisioner Hukum Amerika pada tahun 1980

    memformulasikan pernyataan dengan bunyi sebagai berikut: Seseorang yang

    telah mengalami baik (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara

    ireversibel, ataupun (2) terhentinya seluruh fungsi otak, termasuk fungsi batang

    otak, disebut dengan mati. (National conference) Adapun definisi tersebut telah

    diterima olehAmerican Medical Associationpada tahun 1980.

    Sedangkan menurut International Guidelines for the Determination of

    Death3, kematian didefinisikan sebagai momen setelah selama proses sekarat

    terjadi seorang individu beralih dari keadaan hidup menjadi mati.

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    10/32

    5

    2.2.2. Jenis kematian

    Terdapat beberapa istilah mengenai kematian, yaitu mati somatis (mati

    klinis), mati suri, mati seluler (mati molekuler), dan mati otak (mati batang otak).

    Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu

    sebab terhentinya sistem sirkulasi, respirasi, dan inervasi. Ketiga sistem tersebut

    disebut sebagai 3 pilar atau tonggak kehidupan, dimana bila salah satu sitem

    tersebut berhenti maka sistem yang lain ikut berhenti.1

    Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks,

    elektroensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak

    terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat

    auskultasi.1

    Mati suri (apparent death/ suspended animation) ialah suatu keadaan yang

    mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga

    sistem bersifat sementara. Pada keadaan ini orang masih hidup, sirkulasi,

    respirasi, dan inervasi masih bekerja pada basal metabolik. Kasus seperti ini

    sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan

    tenggelam.1

    Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan

    tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup

    masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian

    seluler pada tiap organ tidak bersamaan tergantung pada jenis sel.7

    Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi

    kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak

    dan serebelum, sehingga otak sebagai pusat pengendali persyarafan telah berhenti.

    Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan

    seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat

    bantu dapat dihentikan.7

    Selain uraian klasifikasi kematian seperti yang disebutkan sebelumnya,

    terdapat juga beberapa klasifikasi kematian lainnya, antara lain8:

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    11/32

    6

    1. Berdasarkan tinjauan biologis

    - Alamiah

    - Tidak alamiah

    2. Berdasarkan tinjauan hukum

    - Kekerasan

    - Bukan kekerasan

    3. Berdasarkan cara kematian

    - Alamiah

    - Kecelakaan

    - Bunuh diri

    - Pembunuhan

    - Tidak dapat ditentukan.

    2.2.3. Tanda kematian

    Tanda-tanda Kematian Somatik

    Adapun berdasarkan pengertiannya, maka tanda-tanda kematian somatik

    (mati klinis) ditandai berdasarkan terhentinya ketiga sistem vital berikut:

    1. Sirkulasi (Sistem Kardiovaskuler)9

    Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan untuk menyatakan bahwa

    sirkulasi darah telah berhenti secara absolut dapat dilakukan dengan:

    a. Inspeksi

    - Kulit dan kuku pucat.

    b. Palpasi (dilakukan dengan teliti terus menerus selama 5 menit)

    - Arteri radialis tidak teraba

    - Arteri karotis tidak teraba

    - Arteri dorsalis pedis tidak teraba

    - Iktus kordis tidak teraba

    c. Auskultasi

    - Irama jantung tidak terdengar

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    12/32

    7

    Selain pemeriksaan klinis tersebut, pemeriksaan penunjang lainnya

    yaitu dengan melakukan EKG, dan akan dijumpai irama yang

    mendatar (asistol). Beberapa tes tambahan (subsidiary test) juga dapat

    dilakkan walaupun dari segi medis kurang begitu berguna untuk

    dilakukan, antara lain4:

    a. Tes Magnus

    Dengan mengikat salah satu ujung jari tangan atau kaki, yang akan

    menjadi bengkak atau sianosis pada orang yang masih hidup.

    b. Tes ujung jari

    Dengan menekan ujung kuku sehingga timbul warna pucat dan

    akan kembali menjadi warna semula apabila dilepaskan.

    c. Tes diaphorus (transilumination), dengan menyenter telapak

    tangan akan terlihat warna merah muda di pinggir telapak tangan.

    d. Tes Icard, dengan menyuntikkan larutan campuran 1 gr zat

    flouresein dan 1 gr Natrium Bikarbonat di dalam 8 ml air secara

    subkutan, akan terjadi perubahan warna kuning kehijauan jika

    masih terdapat sirkulasi darah.

    e. Bila dipotong arteri (jika terpaksa), maka darah masih memancar

    pada orang hidup, sementara pada orang mati mengalir pasif.

    2. Respirasi4,9

    Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan untuk menyatakan bahwa

    fungsi respirasi telah berhenti dapat dilakukan dengan:

    a.

    Inspeksi

    - Tidak ada gerakan dada

    Tes tambahan untuk mengetahui berhentinya pernafasan antara lain

    dengan inspeksi yaitu:

    - Tes bulu ayam/ kapas, diletakkan di depan lubang hidung, maka

    tidak tampak adanya gerakan bulu ayam/ kapas tersebut.

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    13/32

    8

    - Tes cermin, diletakkan di depan lubang hidung, maka tidak

    tampak adanya uap air.

    - Tes Winslow, dengan meletakkan baskom berisi air di atas dada

    atau perut mayat, maka tidak akan ditemukan adanya getaran air

    akibat gerakan dada.

    b. Palpasi

    - Tidak teraba ada gerakan dada

    - Tidak terasa adanya gerakan udara masuk saat tangan diletakkan

    di atas dada atau punggung.

    c.

    Auskultasi

    - Tidak terdengar suara udara keluar masuk saluran pernafasan,

    dilakukan selama 5 menit.

    3. Inervasi4,9

    Pada keadaan terhentinya fungsi inervasi, maka fungsi motorik dan

    sensorik berhenti, ditandai dengan:

    - Hilangnya semua refleks, baik fisiologis maupun patologis

    - Tidak dijumpai rasa sakit

    - Tidak dijumpai tonus otot

    - Tidak dijumpai refleks cahaya pada pupil mata

    - Pupil mata dilatasi maksimal (kecuali pada keracunan morfin

    dimana pupil menjadi sangat kecil/pin point)

    - Apabila dilakukan pemeriksaan EEG, akan dijumpai gelombang

    yang mendatar.

    Tanda-tanda kematian molekuler

    1. Algor Mortis (Penurunan Suhu Tubuh)

    Penurunan suhu tubuh merupakan tanda kematian yang paling awal.Penurunan

    suhu tubuh juga memungkinkan seseorang untuk menentukan waktu

    kematian.Penurunan suhu tubuh dapat terjadi secara radiasi dan konduksi,

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    14/32

    9

    sehingga suhu ekternal atau suhu lingkungan sangat berpengaruh1.Setelah

    kematian, suhu tubuh akan turun dan mencapai keseimbangan dengan suhu

    lingkungan. Normalnya akan terjadi penurunan suhu, namun pada beberapa kasus

    juga akan terjadi peningkatan suhu setelah kematian, misalnya pada mayat yang

    terpapar panas dalam waktu yang lama11

    Beberapa penelitian telah mencoba untuk menentukan rumus untuk

    menentukan lama kematian menggunakan suhu tubuh. Pada salah satu penelitian,

    didapatkan bahwa terdapat penurunan suhu tubuh 1,5oF setiap jam setelah

    kematian, dengan mengasumsikan bahwa suhu tubuh saat meninggal adalah

    98,6oF dan suhu lingkungan antara 70oF sampai 75oF. Namun, penggunanan suhu

    tubuh untuk menentukan lama kematian kurang tepat karena terdapat banyak

    variabel yang dapat mempengaruhi suhu mayat11

    Penurunan suhu pada mayat bervariasi tergantung tempat pengukuran suhu

    mayat, misalnya pada otak, permukaan kulit, rongga hidung, axila, rektum dan

    organ dalam.Terdapat penelitian yang menemukan bahwa perubahan suhu

    menunjukkan kurva sigmoid.Pada awal kematian antara 30 menint hingga 3 jam,

    tidak terjadi perubahan suhu tubuh mayat (plateau atau lag phase). Penyebab

    terjadinya hal tersebut masih belum jelas, namun diduga karena terjadinya

    produksi panas akibat metabolisme anaerob ataupun akibat pencegahan

    kehilangan panas oleh jaringan, oleh karena faktor lain misalnya pakaian. Oleh

    karena penurunan suhu mayat berdasarkan tempat pengukuran suhu berbeda-beda,

    maka dibuat berbagai algoritma dan nomograms yang mewakili tiap lokasi

    anatomi tempat pengukuran suhu, yang paling sering dipakai adalah nomogram

    Henssge yang menggunakan temperatur rektal12

    Penelitian di Medan, mendapatkan rata-rata penurunan suhu tubuh mayat

    adalah 0,4oC sampai 0,5oC per jam.Selain itu, juga terdapat rumus sederhana

    untuk menentukan waktu kematian, yaitu dengan rumus4:

    Lama kematian (jam) = suhu tubuh (37oC)suhu rektal (saat diperiksa) + 3.

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    15/32

    10

    Gambar 1 Kurva penurunan suhu tubuh pada lingkungan 10oC, kurva 1 pada

    mayat overweight, kurva 2 normoweightdan kurva 3 underweight10

    Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi algor mortis, yaitu:

    a. Suhu Lingkungan

    Suhu lingkungan juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu rentang variasi

    suhu lingkungan disekitar mayat, terdapatnya angin, presipitasi, postur

    tubuh (menentukan luas permukaan tubuh yang terekspos). Suhu

    lingkungan yang meningkat akan memperlambat penurunan suhu mayat,

    dan sebaliknya.

    b. Umur

    Pada anak-anak dan orang tua akan lebih cepat mengalami penurunan suhu

    tubuh.

    c.

    Jenis Kelamin

    Penurunan suhu tubuh pada perempuan lebih lambat daripada laki-laki.

    d. Gizi

    BMI seseorang juga berpengaruh pada penurunan suhu tubuh. BMI yang

    rendah akan lebih cepat mengalami penurunan suhu tubuh.

    e. Pakaian

    Terdapatnya pakaian akan memperlambat penurunan suhu tubuh.

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    16/32

    11

    f.

    Penyakit

    Suhu tubuh mayat yang meninggal akibat demam cenderung turun lebih

    lambat.Penyakit lain yang berpengaruh, misalnya penyakit metabolik

    (penyakit tiroid), penyakit vaskular perifer, dan penyakit kronis

    lainnya.Suhu mayat yang meninggal akibat penyakit kronis menurun lebih

    cepat. Pada orang yang meninggal akibat kejang (misalnya tetanis)

    ataupun sepsis akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh setelah

    kematian.

    g. Lokasi Kematian atau lokasi mayat

    Penurunan suhu pada mayat yang berada dalam air akan lebih cepat

    dibandingkan dengan udara dan tanah. Perbandingan yang didapatkan

    yaitu media air : udara : tanah = 4 : 2 : 1

    2. Livor Mortis (Lebam Mayat)

    Lebam mayat adalah bercak berwarna ungu kemerahan pada daerah tubuh

    terendah yang disebabkan oleh akumulasi darah pada pembuluh darah kecil akibat

    gaya gravitasi. Area yang tertekan pada permukaan keras akan tampak pucat

    dibandingkan dengan livor mortis daerah sekitarnya, hal ini disebabkan oleh

    kompresi pembuluh darah pada daerah ini, sehingga tidak ada akumulasi darah

    pada daerah tersebut. Pakainan yang ketat, yang mengkompresi jaringan lunak

    juga akan menyebabkan kompresi pembuluh darah sehingga pada daerah tersebut

    juga akan berwarna pucat.11,14

    Livor mortis biasanya muncul antara 30 menit hingga 2 jam setelah kematian.

    Livor mortis biasanya muncul secara bertahap dan mencapai puncak pada jam ke-

    8 hingga 12. Pada waktu tersebut, livor mortis biasanya menetap dan tidak hilang

    pada penekanan.Sebelum 8-12 jam, livor mortis dapat berpindah tempat apabila

    mayat dipindahkan.Livor mortis menetap apabila tidak lagi terjadi perpindahan

    darah atau ketika darah keluar dari pembuluh darah ke jaringan lunak sekitar

    akibat dari hemolisis dan ruptur pembuluh darah. Livor mortis dapat menetap

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    17/32

    12

    sebelum 8-12 jam apabila cepat terjadi dekomposisi dan akan lambat menetap 24

    hingga 36 jam apabila pada temperatur yang dingin14

    Sumber lain mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan agar livor mortis

    menetap adalah 6 jam. Sehingga apabila posisi mayat diubah sebelum 6 jam,

    maka akan didapati livor mortis pada posisi baru4

    Livor mortis dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian, posisi

    kematian dan apakah mayat dipindah setelah kematian, dan sebab kematian .

    Warna dari livor mortis dapat menentukan sebab kematian, misalnya pada kasus

    keracunan CO, keracunan sianida atau keadaan yang sangat dingin, maka bercak

    livor mortis berwarna merah terang (cherry-red)4,14Contoh lainnya, pada kasus

    keracunan yang memproduksi methemoglobin, maka warna livor mortis adalah

    merah kecoklatan, pada kasus meninggal akibat kekurangan oksigen, maka

    warnanya merah kebiruan yang ekstensif, atau pada kasus meninggal akibat

    perdarahan, livor mortis akan tampak kecil dan berwarna pink10

    Livor mortis akan tampak hingga mayat berubah warna akibat dekomposisi.

    Warna yang muncul akibat dekomposisi bervariasi, merupakan kombinasi dari

    warna merah, hijau, coklat dan hitam. Warna yang muncul akibat dekomposisi

    akan menhalangi penilaian livor mortis11

    Gambar 2 Livor Mortis14

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    18/32

    13

    3.

    Rigor Mortis (Kaku Mayat)

    Otot pada tubuh akan menjadi flasid setelah kematian. Dalam 1-3 jam setelah

    kematian, kekakuan otot akan meningkat dan persendian akan membeku (tidak

    dapat digerakkan) akibat proses rigor mortis. Proses kimia terjadinya rigor mortis

    belum sepenuhnya dimengerti, namun mirip dengan kontraksi otot secara

    fisiologis yang melibatkan kalsium dan ATP/ADP. Rigor mortis melibatkan

    pembentukan jembatan kimia antara protein otot, yaitu aktin dan miosin namun

    tidak terjadi pemendekan otot. Ketika tubuh mayat menjadi kaku, maka akan tetap

    berada dalam posisi tersebut hingga rigor mortis berakhir ataupun digerakkan

    secara paksa4,11,14

    Pada awal kematian, otot tubuh akan mengalami relaksasi primer, kemudian

    akan mengalami rigor mortis secara bertahap, hingga akhirnya rigor mortis

    menghilang dan kembali memasuki masa relaksasi, yang disebut relaksasi

    sekunder4.

    Proses rigor mortis bersifat irreversibel sehingga rigor mortis tidak akan

    muncul lagi setelah mencapai puncak ataupun setelah digerakkan dengan paksa

    pada saat mecapai puncak. Namun, apabila rigor mortis belum mencapai puncak

    saat digerakkan secara paksa, maka rigor mortis akan muncul kembali. Rigor

    mortis terjadi secara bersamaan pada seluruh otot tubuh.Namun kekakuan lebih

    cepat terlihat pada otot yang kecil dibandingkan otot yang besar.Kekakuan

    biasanya terlebih dahulu muncul pada otot rahang, kemudian tangan dan kaki.

    Tubuh mayat dikatakan telah mencapai rigor mortis penuh apabila rahang, siku

    tangan, dan persendian lutut tidak dapat digerakkan dengan mudah4,11

    Rigor mortis sepenuhnya terjadi sekitar 10 12 jam pada orang dewasa

    dengan suhu lingkungan sekitar 7075 oF. Tubuh akan tetap kaku dalam 2436

    jam sebelum dekomposisi menyebabkan otot melemas, dalam urutan yang mirip

    dengan urutan mulainya kekakuan2. Namun, terdapat pengecualian pada otot

    rahang, yang akan merupakan otot yang terakhir kehilangan rigor mortis4.

    Kekakuan yang terjadi pada rigor mortis bergantung pada jumlah otot,

    sehingga otot yang lebih besar akan lebih kaku, dan juga laki-laki akan memiliki

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    19/32

    14

    rigor mortis yang lebih kuat dari perempuan. Hal tersebut juga menyebabkan rigor

    mortis pada orang yang memiliki sedikit otot dan bayi menjadi kurang kuat11

    Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi waktu berlangsungnya rigor

    mortis, yaitu:

    a. Suhu lingkungan

    Suhu lingkungan yang meningkat dapat mempercepat timbul dan

    hilangnya rigor mortis.

    b. Suhu tubuh internal

    Rigor mortis akan lebih cepat muncul dan cepat hilang pada suhu tubuh

    yang tinggi sebelum meninggal dan keadaan yang memproduksi lebih

    banyak asam laktat. Pada orang yang meninggal akibat hipertermia

    walaupun suhu lingkungan normal, misalya kematian yang berhubungan

    dengan kokain, PCP, atau methamphetamine juga akan mempercepat

    timbul dan hilangnya rigor mortis.

    c. Aktivitas sebelum meninggal

    Onset rigor mortis akan lebih cepat apabila sebelum kematian, orang

    tersebut sedang melakukan aktivitas yang lebih berat, misalnya pada orang

    yang sedang melarikan diri.

    d.

    Umur

    Rigor mortis terjadi dengan cepat dan hilang dengan cepat pada anak-anak

    dan orang tua.

    Kekakuan pada rigor mortis harus dibedakan dari pengerasan otot akibat cuaca

    yang sangat dingin ataupun cuaca yang sangat panas. Selain itu, juga terdapat

    kekakuan yang terjadi dalam beberapa menit kematian, yang disebut sebagai

    cadaveric spasm (kejang mayat) yang biasanya berhubungan dengan aktivitas

    fisik sebelum kematian4,11Kejang mayat biasanya melibatkan otot-otot volunter

    dan biasanya terlihat jelas pada tangan mayat yang menggenggam benda sebelum

    kematian4,14

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    20/32

    15

    Gambar 3 Rigor mortis11

    4. Dekomposisi

    Dekomposisi adalah pembusukan atau pemecahan dari tubuh setelah

    kematian.Tanda utama dari dekomposisi adalah adanya bau. Pada suhu ruangan,

    dekomposisi biasanya muncul setelah 24 jam, walaupun terdapat variasi pada

    berbagai kasus15

    Setelah livor mortis menetap dan rigor mortis menghilang, maka akan terjadipembusukan, dengan tanda: kulit menjadi hijau, terutama pada abdomen.

    Kemudian warna hijau akan menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah

    dan jaringan sekitar. Selanjutnya tubuh akan bengkak akibat pembentukan gas

    metana oleh bakteri yang merupakan flora normal dalam tubuh. Saat tubuh

    bengkak akibat gas, epidermis menjadi mudah terlepas dan terjadi degradasi dari

    hemoglobin. Peningkatan tekanan dalam tubuh, akan menyebabkan darah dan

    cairan tubuh keluar melalui orifisium tubuh14

    Dekomposisi memiliki 2 komponen utama, yaitu autolisis dan

    putrefaksi.Autolisis melibatkan enzim tubuh untuk menghancurkan jaringan dan

    sel sendiri.Putrefaksi melibatkan pertumbuhan mikroorganisme (terutama bakteri

    dan jamur) yang memakan dan menghancurkan jaringan mati15

    Beberapa faktor yang mempengaruhi dekomposisi yaitu:

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    21/32

    16

    a.

    Suhu lingkungan, dimana kondisi yang panas mempercepat proses

    dekomposisi, sedangkan kondisi yang dingin menghambat proses

    dekomposisi. Bakteri pembusukan juga lebih berproliferasi dalam kondisi

    hangat dibandingkan dingin.

    b. Binatang dan seranggaakan mempercepat proses penghancuran tubuh dan

    mempercepat proses dekomposisi.

    c. Kelembaban, akan mempercepat proses dekomposisi.

    d. Luka, dimana pada tempat terjadinya luka akan lebih cepat mengalami

    proses dekomposisi.

    e.

    Lokasi mayat, dimana perbandingan proses pembusukan mayat pada air :

    udara : tanah adalah 1 : 2 : 8

    Gambar 4 Dekomposisi11

    5. Adiposere (Adipocere = corpse wax = grave wax = mortuary wax)

    Adiposere berasal dari kata adipo dan cere yang berarti afinitas dengan

    lemak dan lilin. Tubuh yang terekspos dengan kondisi yang hangat dan lembab,

    tanpa aliran udara akan menyebabkan pembentukan adiposere. Pada orang yang

    mengalami obesitas, bayi yang gizi baik, dan perempuan yang memiliki lemak

    subkutan yang banyak, adiposere akan cepat muncul. Hal ini disebabkan oleh

    perubahan lemak bebas, misalnya olein menjadi lemak jenuh melalui proses

    hidrolisis dan hidrogenasi dengan ion kalsium dan ammonium yang membentuk

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    22/32

    17

    lilin yang tidak larut, yang bersifat asam dan menghambat bakteri putrefaksi.

    Lipase endogen dan enzim bakteri akan menghidrolisis lemak menjadi asam

    lemak bebas. Enzim bakteri akan mengubah asam lemak bebas menjadi asam

    lemak hidroksil yang menyebabkan pembentukan substansi lilin. Air merupakan

    komponen yang penting karena air mengikat gliserin yang terjadi akibat hidrolisis

    lemak16

    Adiposere dapat bertahan lama sehingga mayat yang membentuk adiposere

    dapat dikenali. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan adiposere pada daerah

    tropis dimulai 1-3 minggu sesudah kematian, untuk perubahan seluruhnya

    memerlukan waktu 3-6 bulan bahkan sampai 12 bulan tergantung tempat, suhu

    dan kelembaban4

    Gambar 5 Adiposere13

    6. Mummifikasi

    Perubahan pada mayat akan berbeda dari biasanya tergantung kondisi

    lingkungan. Apabila suhu panas, udara kering dan ventilasi cukup, maka tanda

    pembusukan dari jaringan basah akan berkurang dan jaringan lunak akan menjadi

    kering sehingga menyebabkan terjadinya proses mummifikasi. Jaringan lunak dari

    tubuh akan menjadi kering, keras dan coklat, dan berat tubuh akan berkurang

    secara signifikan. Mummifikasi terjadi akibat jaringan tubuh kehilangan banyak

    air, dapat juga terjadi pada kondisi suhu antara -20 oC dan 40oC. Pada temperatur

    tesebut, mayat yang membeku akan kehilangan banyak air (walaupun lambat) dan

    pada kondisi tersebut, aktivitas bakteri akan menjadi lambat atau berhenti

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    23/32

    18

    sehingga mayat akan mengalami mummifikasi1.(buris) Waktu yang diperlukan

    untuk terjadinya mummifikasi biasanya lama, namun setelah mummifikasi, mayat

    tersebut akan bertahan lama4.

    Jaringan yang kering akan mempertahankan luka dengan baik dan perubahan

    pada organ dalam akan jelas terlihat sehingga mudah untuk menentukan sebab

    kematiannya10

    Gambar 6 Mummifikasi13

    2.2.4. Lama kematian

    Salah satu kegunaan tanatologi adalah untuk memperkirakan waktu

    kematian atau post mortem interval (PMI). Estimasi tersebut dibuat berdasarkan

    berbagai perubahan yang terjadi pada tubuh mayat, yang kemudian dibedakan

    menjadi perubahanpost mortemsegera, cepat dan lambat.12,20

    Tabel 1 . Perubahan-perubahanPost Mortem12,20

    Perubahan Segera Perubahan Cepat Perubahan Lambat

    Insensibilitas

    Henti napas

    Henti jantung

    Perubahan suhu

    Lebam mayat

    Kaku mayat

    Perubahan

    oftalmologi

    Perubahan biokimia

    dan hematologi

    Pembusukan

    Pembentukan

    adipocere

    Mummifikasi

    Entomologi forensik

    Skeletonisation

    (perubahan tulang)

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    24/32

    19

    Pada periode earlypost-mortem, PMI dapat dikalkulasi berdasarkan

    perubahan-perubahanpost mortem segera dan cepat, seperti dari penurunan suhu,

    kaku mayat, dan lebam mayat17. Hubungan tanda-tanda kematian tersebut dapat

    diperjelas melalui gambar berikut.

    Gambar 7. Kurva proses tanatologi20

    Dari kurva tersebut, dapat dijumpai PMI sebagai berikut4,20

    1.

    Jam pertama: tubuh masih hangat (37C), otot-otot relaksasi (periode

    relaksasi primer), kornea mata bening, dan lebam mayat belum terlihat jelas.

    2. 4-6 jam: suhu mayat turun (34-35C), kaku mayat muncul pada kelopak mata,

    rahang, dan wajah, lebam mayat masih hilang dengan penekanan.

    3. 10-12 jam: mayat mulai dingin (29-30C), kaku mayat lengkap di seluruh

    tubuh dan sulit dilawan, lebam mayat sangat jelas dan tidak hilang dengan

    penekanan.

    4. 16-18 jam: suhu mayat sama dengan suhu ruang (27-28C), kaku mayat di

    beberapa persendian mulai hilang (mulai periode relaksasi sekunder), lebam

    mayat luas, mulai muncul tanda pembusukan greenish discolorization pada

    fossa iliaka kanan (lokasi caecum).

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    25/32

    20

    5.

    20-24 jam: suhu mayat dingin, kaku mayat menghilang seluruhnya, tanda

    pembusukan makin jelas, perut menegang (berisi gas-gas pembusukan), bau,

    dan darah keluar dari hidung dan mulut.

    6.

    30-36 jam: mayat menggembung, muka bengkak, mata tertutup, bibir

    menebal, keluar gas dan air pembusukan dari mulut dan hidung, muncul

    marble appearance(pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit).

    7. 40-48 jam: gelembung pembusukan di seluruh tubuh, skrotum membengkak,

    lidah bengkak dan menonjol keluar, bila sebagian gelembung pecah, kulit

    menjadi mudah terkelupas.

    8.

    3 hari: pembusukan lanjut, uterus dan anus dapat prolaps, muka bengkak

    kehitaman, rambut dan kuku mudah dicabut.

    9. 4-5 hari: perut mengempes karena gas keluar dari celah jaringan yang rusak,

    sutura menegang, destruksi/perlunakan otak.

    10.6-10 hari: jaringan lunak tubuh melembek dan hancur, beberapa otot telah

    hancur dan proses ini terus berlanjut hingga hanya tersisa tulang.

    Selain tanda-tanda kematian di atas, terdapat perubahan post mortem lain

    yang penting, yaitu entolomogi forensik dan penulangan. Kedua hal ini amat

    penting, terutama pada mayat yang ditemukan pada periode late post mortem17

    Entomologi Forensik

    Tzao Sung pertama kali mendeskripsikan aplikasi entomologi dalam ilmu

    forensik pada abad ke-13. Studi mengenai siklus hidup insekta dapat

    menjembatani transisi periode early dan late post mortem12. Dengan panduan

    gambar siklus hidup Calliphoridae spp. di bawah ini, PMI dapat ditentukan

    berdasarkan fase hidup insekta yang ditemukan pada mayat.

    Banyak faktor mempengaruhi perkembangan serangga, termasuk suhu

    lingkungan, kelembapan, angin, musim, paparan terhadap zat kimia sekitar,

    maupun variasi individual serangga tersebut. Oleh karena siklus hidup serangga

    ini sangat dipengaruhi oleh fluktuasi kondisi lingkungan, maka entomologi

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    26/32

    21

    forensik tidak dapat menentukan dengan tepat, waktu kematian seseorang,

    melainkan berupa estimasi. Untuk menilai PMI berdasarkan entomologi, dapat

    dilakukan pemeriksaan lanjutan, berupa pemeriksaan DNA atau pemeriksaan

    laboratorium kriminal.18

    Di negara-negara berkembang pemeriksaan laboratorium kriminal lebih

    sering digunakan. Caranya ialah dengan mengambil telur serangga dari TKP atau

    tubuh mayat, kemudian serangga tersebut dibiakkan di laboratorium kriminal

    dengan kondisi lingkungan yang dibuat semirip mungkin dengan lingkungan

    mayat ditemukan. Waktu perkembangannya kemudian dicatat sebagai

    accumulated degree hours (ADH) dan dibandingkan dengan temuan di TKP.

    Bandingkan juga spesies serangga hasil biakan, apakah sama dengan yang

    ditemukan pada tubuh mayat.17,18

    Gambar 8 Siklus hidup Calliphoridae spp.18

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    27/32

    22

    Perubahan Tulang

    Dalam ilmu forensik, proses skeletonisation merujuk pada proses

    dekomposisi sempurna dari semua jaringan tubuh selain tulang, hingga hanya

    menyisakan kerangka tulang. Pada daerah tropis, dibutuhkan kurang lebih 3 bulan

    hingga beberapa tahun agar mayat dapat terdekomposisi menjadi kerangka, hal ini

    tentunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa cuaca, serangga, dan lokasi

    mayat (air, tanah, udara).20

    Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang

    seperti19

    1. Bau Tulang

    Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang

    dari 5 bulan. Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari 5

    bulan.

    2. Warna Tulang

    Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakankematian kurang dari 7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak

    keputihan diperkirakan kematian lebih dari 7 bulan.

    3. Kekompakan Kepadatan Tulang

    Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin

    masih dapat dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan kepadatan

    dan keadaan permukaan tulang. Bila tulang telah tampak mulai berpori-pori,

    diperkirakan kematian kurang dari 1 tahun. Bila tulang telah mempunyai pori-

    pori yang merata dan rapuh diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    28/32

    23

    Gambar 9 Penilaian usia kerangka berdasarkan kondisi tulang12

    Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah.

    Kondisi penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka

    waktu tertentu misalnya tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapatahun bahkan sampai puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan.

    Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang

    lebih tua. Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya

    tulang- tulang panjang seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen

    yang hilang akan memudahkan tulang tersebut untuk dipotong. Korteks

    sebelah luar seperti pada daerah sekitar rongga sumsum tulang, pertama sekali

    akan kehilangan stroma, maka gambaran efek sandwichakan kelihatan pada

    sentral lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan

    terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad, kecuali jika

    tulang terpapar cahaya matahari dan elemen lain. Merapuhnya tulang-tulang

    yang tua, biasanya kelihatan pertama sekali pada ujung tulang-tulang panjang,

    tulang yang berdekatan dengan sendi, seperti tibia atau trochanter mayordari

    tulang paha. Hal ini sering karena lapisan luar dari tulang pipih lebih tipis

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    29/32

    24

    pada bagian ujung tulang dibandingkan dengan di bagian batang, sehingga

    lebih mudah mendapat paparan dari luar. Kejadian ini terjadi dalam beberapa

    puluh tahun jika tulang tidak terlindung, tetapi jika tulang tersebut terlindungi,

    kerapuhan tulang akan terjadi setelah satu abad. Korteks tulang yang sudah

    berumur, akan terasa kasar dan keropos, yang benar-benar sudah tua mudah

    diremukkan ataupun dapat dilobangi dengan kuku jari.

    Jadi banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan membusuknya

    tulang, disamping jenis tulang itu sendiri mempengaruhi. Tulang-tulang yang

    tebal dan padat seperti tulang paha dan lengan dapat bertahan sampai berabad-

    abad, sementara itu tulang-tulang yang kecil dan tipis akan hancur lebih cepat.

    Lempengan tulang tengkorak, tulang-tulang kaki dan tulang-tulang tangan,

    jari-jari dan tulang tipis dari wajah akan membusuk lebih cepat, seperti juga

    yang dialami tulang-tulang kecil dari janin dan bayi.19,20

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    30/32

    25

    BAB 3

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Tanatologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata thanatos

    yang berarti kematian dan logosyang berarti ilmu. Tanatologi merupakan bagian

    dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan

    kematian yaitu dari definisi kematian, penetapan terjadi batasan mati dan

    perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian.

    Penentuan kematian dilakukan berdasarkan konsep mati otak dan mati

    batang otak, yang ditandai dengan tanda kematian somatik maupun molekuler.

    Berdasarkan tanda-tanda kematian itu, dokter dapat menentukan pasti suatu

    kematian, perubahan-perubahan sesudah mati, saat kematian, cara dan mekanisme

    kematian, penyebab kematian, hingga perkiraan lama kematian. Hasil yang

    didapat dari analisis inilah yang nantinya dapat menjembatani temuan medikdengan penegakan hukum.

    3.2. Saran

    Tanatologi merupakan hal yang penting bagi kedokteran forensik karena

    untuk membantu menentukan cara kematian, sebab kematian, saat kematian, dan

    diagnosis kematian. Oleh sebab itu perlu pelajaran lebih dalam lagi tentang ilmu

    ini dan saling melengkapi terhadap ilmu-ilmu yang telah ada.

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    31/32

    26

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa

    Aksara, 1997

    2. Sphepherd, R. 2003. Changes after death in simpsonsforensik medicine. 12

    th edition. Arnold

    3.

    Klemerk KZ, Kersnik J, Grmec S, The Effect Of Carbon Dioxide On Near-

    Death Experiences In Out Of Hospital Cardiac Arrest Survivors: A

    Prospective Observational Study, Critical Care. 2010

    4.

    Amir A. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Ilmu Kedokteran

    Forensik dan Medikolegal FK USU, Medan, 2005.

    5. Vij K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. 5th ed. India: Elsevier;

    2011.

    6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

    7. Budiyanto A. Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Indonesia,

    Jakarta, 1997.8. Sarpe V. Forensic Thanatology. Department of Forensic Medicine of State

    University of Medicine and Pharmacy Nicolae Testemitanu, 2013.

    9.

    Wujoso H. Thanatologi. Surakarta: UNS Press, 2009

    10.Buris L. Forensic Medicine. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg;

    1993.

    11.

    Dix J, Graham M. Time of death, decomposition, and identification. Boca

    Raton: CRC Press; 2000.

    12.

    Swift B. Timing of death. In: Rutty G. Essensials of autopsy practice. 1st ed.

    London: Springer; 2006. p. 190-192.

    13.Cupero A. Postmortem changes and time of death. Presentation presented at;

    University of New Orleans.

    14.Swanson C, Chamelin N, Territo L. Criminal investigation. 10thed. 2008.

    15.Prahlow J, Byard R. Atlas of forensic pathology. New York: Springer; 2012.

  • 7/25/2019 Tanatologi Finish Nichi Edit (2)

    32/32

    27

    16.

    Gupta M, Jain G. Case report: Importance of adipocere in determining the

    cause of death. J Indian Acad Forensic Med. 2011; 33(3).

    17.Kumar P, An Entomological Study to Determine the Time since Death in

    Cases of Decomposed Bodies.. 2012. 1, 2012, J Indian Acad Forensic Med,

    Vol. 34, hal. 10-12.

    18.Bass, William. 2012. Death: Meaning, Manner, Mechanism, Cause, and Time.

    Forensic Science: Fundamentals and Investigations. New York : South-

    Western Educational Pub, 2012, hal. 308-337.

    19.Ritonga,M.Penentuan Lama Kematian dilihat dari Keadaan Tulang.. 2004. 1,

    2004, Repository USU, Vol. 3, hal. 1-6.

    20.Rao, Nageshkumar G. 2010. Thanatology. Textbook of Forensic Medicine and

    Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2010,

    hal. 133-161.