Upload
syarifudin-amq
View
78
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 0
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 1
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
PETUNJUK TEKNIS PEMBINAAN CERAMA AGAMA PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI MALUKU
A. PENDAHULUAN
ersaolan dunia saat ini adalah terjadinya benturan peradaban akibat
tingginya jumlah migrasi antar penduduk, Negara, dan suka bangsa
semakin tinggi dalam melakukan interaksi sehingga kerap kali terjadi benturan
budaya beragama. Kondisi tersebut juga terjadi di maluku, mobilitas masyarakat
ini meningkat akibat ditemukannya trans-portasi darat, laut, udara, dan
transportasi teknologi komunikasi sebagai medium untuk menyatukan semua
umat manusia yang berbeda latarbelakang pendidikan budaya, suku, agama, dan
perbedaan pemikiran dalam menterjemahkan pesan budaya, ekonomi, politik,
dan agama, dapat menajdi sumber konflik psikologis dan fisik.1 Selain itu peran
politik global bermigrasi dinegara-negara yang sedang berkembang membawa
arus pemikiran baru, budaya baru, cara hidup baru dan yang belum tentu sesuai
dengan tradisi budaya Maluku.
Kondisi ini menjadi penyebab utama terjadinya benturan pola pikir, pola
hidup, pola makan, pola berpakaian dan pola pendidikan yang berbeda.2
Perbedaan ini seakan-akan menajdi biangnya konflik sehingga membutuhakn
wawasan untuk mencermati kondisi ini sebagai rumus untuk meneyelsaikan
pertikaian secara psikologis, sosiologis, dan antropologis. Problematika ini juga
diperparah oleh munculnya aliran transnasioal yang bermigrasi ke berbagai
Negara sehingga dapat membuat krusial munculnya segregasi tradisi beragama
yang berdampak pada konflik kekeran antar agama dan sesama agama.
1Amin Abdullah, Cermah pendidikan Multikultural dan Interkoneksi Keilmuan di Auditorium
IAIN Ambon 17 Juli 2014 2Sisela Bok, Cultural Diversity, Coomon Value Colombiya and London (Cet. II; University
Missouri Press, 2005), h. 39.
P
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 2
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
Setengah abad yang lalu amat mudah mendapatkan kota atau negeri yang
homogen, dihuni oleh satu kelompok etnik, budaya atau agama tertentu. Tapi
sekarang tidak lagi. Mobilitas penduduk yang bergerak sangat dinamis,
didukung oleh perkembangan iptek yang luar biasa, telah menyebabkan struktur
dan komposisi penduduk di berbagai daerah berubah cepat sementara tidak
diimbangi dengan percepatan dakwah sehingga melahirkan ekses, problematika
yang muncul di tengah masyarakat Maluku. Provinsi maluku di serang oleh
berbagai macam tantangan dan hambatan dalam proses adabtasi dengan
perubahan sosial yang semakin tak terarah akibat rumusan-rumusan dakwah
selama ini kurang mampu menjelaskan apa kebutuhan umat dalam
menyelesaikan persoalan internal dan eksternal.
Kondisi ini muncul di tegah masyarakat Maluku yang multikultural(hidup
dalam keragaman budaya), masyarakat bhinneka dengan heterogenitas yang
semakin tinggi membutuhkan kreativitas dakwah yang persuasif, dalam
mencapai keharmonisan di tengah perbedaan budaya sebagai bagian dari satu
keniscayaan hidup. Untuk mencapai saling pengertian dan saling menghargai
dapat terwujud jika dakwah Islam dapat memeberikan kemasan agama yang
humanis, persuasif, dan komunikatif sesuai standar nalar masyarakat di Maluku
agar bisa hidup bersama dalam satu masyarakat yang utuh dan menajdikan
perbedaan sebagai kekuatan menuju Maluku emas.
Cita-cita besar mencapai Maluku emas dakwah menajdi garda terdepan
karena ia adalah gudang informasi agama yang bertujuan memperbaiki pola
pikir umat agar tidak terjadi benturan budaya dan peradaban di tengah
masyarakat multikultural. Dalam masyarakat multicultural membutuhkan
rumusan dakwah yang persuasif dengan tradisi budaya dan tradisi perubahan
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 3
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
sosial setiap kelompok berhak mengembangkan diri sesuai dengan “jalan” jati
diri atau karakteristik kelompoknya.3
Pancasila dan UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan Pancasila
adalah payung untuk mengembangan dakwah multikultural yang ada di Maluku
untuk menjaga perbedaan itu menjadi masyarakat yang saling menghargai
perbedaan menajdi satu kekuatan besar menggerakkan maluku menuju ciata-
cita besarnya yakni baldatun tayyibatun warabbu gafur. Cita-cita besar ini dapat
dicapai ketika pembiaan dakwah multikultural telah membahasakan dan
mengkomunikasikan bahasa Al-Quran, hadis, pandangan para Sahabta, Ulama,
dan para ilmuan dakwah saling merangkul untuk menjadikan warna-warni itu
menjadi indah dalam struktur bangunan masyarakat madani. Ciri umum
masyarakat madani adalah saling menghargai perbedaan dan suka berbagi
kebahagian yang didapatkan dari kerjasama yang harmoni dari keragaman itu
budaya, skill, dan faham keagaman menuju maluku emas yang sama-sama kita
akan capai dengan bakukele dengan semangat siwa lima.
B. PENTINGNYA DAKWAH MENCEGAH KEMUNGKARAN
Wawasan dakwah multikultural dalam mencegah tawuran remaja di
Ambon secara tidak sadar mubalig yang memiliki peran untuk membentuk
wawasan keislaman umat di Indonesia. Sebagai sebuah kenyataan sejarah,
begitu kata Kuntowijioyo, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi
karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama adalah simbol yang
melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung
nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan
sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi
keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi
3HAR Tilaar, Tatangan Pendidikan di Era Multikutural,(Cet. II. Jakarta: Prenada Media Group,
2012), h. 22.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 4
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
(parennial) dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan
bersifat partikular, relatif dan temporer. Agama tanpa kebudayaan memang
dapat bekembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama
sebagai kolektivitas tidak akan mendapat tempat.
Fenomena benturan psikis dapat terjadi jika perbedaan tranformasi
budaya seperti ini disebut Made dengan istilah komunikasi antar budaya yakni
cara mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan perbedaan-perbedaan budaya
dengan budaya lain.4 Corak keragaman ini perlu diatur mekanisme sistem
informasinya sesuai konteks budaya cara berekspresi untuk menghindari
terjadinya benturan psikologis, fisik akibat publikasi informasi positif dan
negatif kurang berimbang.5 Pesan informasi agama yang kurang didapatkan oleh
remaja dalam tiga lingkungan seperti rumah, lingkungan masyarakat, dan
lingkungan sekolah. Selain itu belum adanya kesadaran membudayakan
perbedaan sebagai kekuatan untuk menata pola hidup remaj yang menghargai
perbedaan. Untuk menjaga diri dari isu informasi yang menyesatkan peringatan
Allah dalam QS Al-Hujurat/49:6.
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
4Made Wena, Strategi Komunikasi pada Masyarakat Multikultural (Cet. IV; Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), h. 56-66.
5Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an inteletual Tradition (Cet. II;
London: The University of Chicago press, 1982), h. 20.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 5
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
Ayat ini memberikan protection bagi umat yang memiliki kesadaran, akan
bahaya informasi yang kurang baik terhadap kehidupan sosial keagamaan.
Budaya masyarakat di kota Ambon cenderung senang mereproduksi informasi
yang belum memiliki validitas kebenaran. Hal ini menjadi kultur sebagian besar
masyarakat kota Ambon sehingga rentan terjadi benturan pemahaman terhadap
cara berinteraksi. Selain itu konstruksi media cetak juga turut memprovokasi
materi-materi informasi politik yang memberikan propaganda dalam
masyarakat di kota Ambon.
Untuk mengetahui perbedaan tersebut, perlu penelitian untuk
menganalisis motivasi mendapatkan informasi dalam Al-Quran dan Sunnah, cara
memahami informasi, dan cara mempublikasikan informasi pada mad’u, sebagai
pemicu adanya perubahan sosial dan problematika sosial agama dan
keagamaan.
Perubahan sosial dalam sebuah organisasi keagamaan menurut Amin
dapat dipengaruhi oleh perbedaan faham, aliran, kredo, pedoman hidup, dan
idiologi. Menurut Amin multikultural dalam pemikiran seperti ini merupakan
warisan klasik tentang cara beragama yang murni, dari warisan integrasi
kultural, dan kepentingan tertentu.6 Untuk menelaah terjadinya tumpang tindih
antara agama dan budaya cara memahami ajaran agama yang murnih dan
akulturasi agama dan budaya. Inilah signifikansinya mengeksplorasi Al-Quran
dan Sunnah sehingga tidak terpenjarah oleh makna tekstual belaka.
Mengekplorasi makna Al-Quran menurut Nashr Hamid Abu Zayd bahwa
umat Islam harus keluar dari peradaban teks, jangan berhenti pada permukaan
teks saja.7 Gagasan ini relevan dengan kajian sistem informasi dakwah untuk
6op. cit., M. Amin Abdullah, … h. 5.
7Nashr Hamid Abu Zayd, Tesktualitas Al-Quran: Kritik terhadap ulumul Qur’an terjemahan
(Cet. III; Yogyakarta: LKiS, 2003), h. 1.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 6
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
mendapatkan kekayaan makna membahasakan dan mengkomunikasikan Al-
Quran yang akan ditransformasikan pada masyarakat multikultural.
Senada dengan pandangan Arkoun dalam mengkomunikasikan Al-Quran
menggunakan ilmu hermeneutika untuk menjembatani peristiwa masa lalu ke
masa moderen untuk mengungkap corak transformasi pesan-pesan agama pada
masa lalu dan era sekarang.8 Arkoun memberikan perhatian pentingnya sistem
informasi dakwah untuk mengkomunikasikan Al-Quran dan Sunnah sesuai
kondisi sosiologis masyarakat baik yang terjadi pada masa lalu maupun masa
yang akan datang, yang lebih relevan dengan konteks realitas masyarakat
multikultural.
Mengkomunikasikan pesan-pesan Tuhan dalam Al-Quran kepada
masyarakat multikultural menurut paradigma Bagir bahwa perlu argumentasi
ide rahmatanlli’alamin dan tidak berhenti pada fisik teks tetapi perlu
dieksplorasi sesuai setting sosial yang dihadapi masyarakat multikultural.9
Hemat penulis hal ini juga memberikan pijakan ilmiah pentingnya penelitian
sistem informasi dakwah yang dapat membahasakan Al-Quran dan Sunnah yang
diterima dengan baik oleh umat yang Islam fluralis, Islam fundamental, Islam
kultural, Islam modernitas, dan esoteris.
Mengkomunikasikan Al-Quran dan Sunnah di tengah masyarakat
multikultural dibutuhkan kajian sistem informasi dakwah untuk mengetahui
rumpun-rumpun dan peta keragaman pemikiran masyarakat multikultural
dalam pemahaman keislaman. Hal ini sesuai pandangan Rogers Everett bahwa
untuk mengetahui peta pemikiran seseorang perlu dianalisis intensitas
8M. Arkoun, Al-Fikr al-Islamy: Naqad wa Ittihat, Terjemahan Hashim Salih (London: Da>r al-
Saqi), h. 299.
9Haidar Bagir, Bahasa Agama: Bahasa Tuhan Bahasa Manusia, kata pengantar pada buku
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung:
Pustaka Mizan, 2011), h. 64.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 7
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
informasi yang paling dominan pada masyarakat baik secara individual,
kelompok, dan massa.10
Hal ini dapat difahami bahwa elemen sistem informasi memiliki daya
menggerakan suatu perubahan sosial dalam masyarakat kekuatan sistem
dakwah. Begitupula dalam menggerakkan organisasi peran konten Informasi
sebagai suatu sumber daya yang memiliki peran strategis memperbaiki pola
pikir masyarakat. Tak dapat dipungkiri menurut Al-Maududi bahwa dakwah
telah berbarengan dengan Islam, jasa praktisi dakwah memiliki peran penting
dalam memperbaiki masyarakat.11 Sistem informasi dakwah adalah kebutuhan
primer masyarakat, sebagai kebutuhan dasar dalam melakukan interaksi sosial.
Islam yang hadir di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dengan tradisi
atau budaya Indonesia. Sama seperti Islam di Arab saudi, Arabisme dan
Islamisme bergumul sedemikian rupa di kawasan Timur Tengah sehingga
kadang-kadang orang sulit membedakan mana yang nilai Islam dan mana yang
simbol budaya Arab. Nabi Muhammad saw, tentu saja dengan bimbingan Allah
(mawa yanthiqu ‘anil hawa, in hua illa wahyu yuha), dengan cukup cerdik
(fathanah) mengetahui sosiologi masyarakat Arab pada saat itu. Sehingga beliau
dengan serta merta menggunakan tradisi-tradisi Arab untuk mengembangkan
Islam. Sebagai salah satu contoh misalnya, ketika Nabi Saw hijrah ke Madinah,
masyarakat Madinah di sana menyambut dengan iringan gendang dan tetabuhan
sambil menyanyikan thala’al-badru alaina dan seterusnya.
Interaksi Islam dengan budaya local, Berbeda dengan agama-agama lain,
Islam masuk Indonesia dengan cara begitu elastis. Baik itu yang berhubungan
10
Rogers, Everett. M and F. Floyd Shoemaker, Communication of Innovations, A Cross
Cultural Approach., (New York: The Free Press,1991), h. 331.
11Abu ‘Ala Al-Maududi, Mabadi Asyasiah li Fahm Al-Quran (Lahore: Da>r al-Arubah li al-
Dakwah al-Islamiyah, 1969.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 8
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
dengan pengenalan simbol-simbol Islami (misalnya bentuk bangunan
peribadatan) atau ritus-ritus keagamaan (untuk memahami nilai-nilai Islam).
Dapat kita lihat, masjid-masjid pertama yang dibangun di sini bentuknya
menyerupai arsitektur lokal-warisan dari Hindu. Sehingga jelas Islam lebih
toleran terhadap warna/corak budaya lokal. Tidak seperti, misalnya Budha yang
masuk “membawa stupa”, atau bangunan gereja Kristen yang arsitekturnya ala
Barat. Dengan demikian, Islam tidak memindahkan simbol-simbol budaya yang
ada di Timur Tengah (Arab), tempat lahirnya agama Islam.
Demikian pula untuk memahami nilai-nilai Islam. Para pendakwah Islam
kita dulu, memang lebih luwes dan halus dalam menyampaikan ajaran Islam
kepada masyarakat yang heterogen setting nilai budayanya. Mungkin kita masih
ingat para wali –yang di Jawa dikenal dengan sebutan Wali Songo. Mereka dapat
dengan mudah memasukkan Islam karena agama tersebut tidak dibawanya
dalam bungkus Arab, melainkan dalam racikan dan kemasan bercita rasa Jawa.
Artinya, masyarakat diberi “bingkisan” yang dibungkus budaya Jawa tetapi
isinya Islam.
Sunan Kalijaga misalnya, ia banyak menciptakan kidung-kidung Jawa
bernafaskan Islam, misalnya Ilir-ilir, tandure wis semilir. Perimbangannya jelas
menyangkut keefektifan memasukkan nilai-nilai Islam dengan harapan
mendapat ruang gerak dakwah yang lebih memadai. Meminjam pendapat
Mohammad Sobary (1994: 32) dakwah Islam di Jawa masa lalu memang lebih
banyak ditekankan pada aspek esoteriknya, karena orang Jawa punya
kecenderungan memasukkan hal-hal ke dalam hati. Apa-apa urusan hati. Dan
banyak hal dianggap sebagai upaya penghalusan rasa dan budi. Islam di masa
lalu cenderung sufistik sifatnya.
Akan tetapi Kaitannya dengan ketegangan kreatif antara dakwah Islam
dengan budaya lokal, Amin Abdullah dalam sebuah tulisan di Suara
Muhammadiyah mengingatkan para pelaku dakwah sekarang ini
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 9
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
(muballigh/da’i) untuk pandai memilah-milah mana yang substansi agama dan
mana yang hanya sekadar budaya lokal. Metode dakwah al-Qur’an yang sangat
menekankan “hik-mah dan mau’idzah hasanah” adalah tegas-tegas menekankan
pentingnya “dialog intelektual”, “dialog budaya”, “dialog sosial” yang sejuk dan
ramah terhadap kultur dan struktur budaya setempat. Hal demkian menuntut
‘kesabaran’ yang prima serta membutuhkan waktu yang cukup lama, karena
dakwah ujung-ujungnya adalah merubah kebiasaan cara berfikir (habits of
mind) masyarakat.
Lalu akhir-akhir ini kita melihat, misalnya, tawuran remaja akibat
kegagalan semua unsur menciptakan lingkungan masyarakat, sekolah, dan
rumah sebagai media untuk membangun karakter masyarakat yang mempunyai
orientasi keagamaan yang multikultural. Wujud dakwah untuk mencegah
kekeransan akibat perdebaan belum dijadikan oleh mubalig sebagai brand
dakwah yang humanis. Menurut Kuntowijoyo dalam magnum opusnya
Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, sebuah teori budaya akan
memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut: Pertama, apa
struktur dari budaya. Kedua, atas dasar apa struktur itu dibangun. Ketiga,
bagaimana struktur itu mengalami perubahan. Keempat, bagaimana
menerangkan variasi dalam budaya.
Persoalan pertama dan kedua, akan memberikan penjelasan mengenai
hubungan antar simbol dan mendasarinya. Paradigma positivisme –pandangan
Marx di antaranya– melihat hubungan keduanya sebagai hubungan atas bawah
yang ditentukan oleh kekuatan ekonomi, yakni modus produksi.
Berbeda dengan pandangan Weber yang dalam metodologinya
menggunakan verstehen atau menyatu rasa. Dari sini dapat dipahami makna
subyektif dari perbuatan-perbuatan berdasarkan sudut pandang pelakunya.
Realitas ialah realitas untuk pelakunya, bukan pengamat. Hubungan kausal –
fungsional dalam ilmu empiris-positif– digantikan hubungan makna dalam
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 10
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
memahami budaya. Sehingga dalam budaya tak akan ditemui usaha
merumuskan hukum-hukum (nomotetik), tapi hanya akan melukiskan gejala
(ideografik).
Peran pemikiran premis Weber di atas, dalam simbol-simbol budaya yang
seharusnya dipahami atau ditangkap esensinya adalah makna yang tersirat. Dari
sini lalu dapat dikatakan bahwa dalam satu makna (esensi), simbol boleh
berbeda otoritas asal makna masih sama. Demikian pula dengan ritus-ritus
semacam ruwahan, nyadran, sekaten maupun tahlilan. Semua pada level
penampakannya (appearence) adalah simbo-simbol pengungkapan atas nilai-
nilai yang diyakini sehingga dapat mengungkapkan makna ’subyektif’ (kata ini
mesti diartikan sejauhmana tingkat religiusitas pemeluknya) dari pelakunya.
Tindakan seperti ini ada yang menyebut sebagai syahadat yang tidak
diungkapkan, tetapi dijalankan dalam dimensi transeden dan imanen.
Dengan kata lain high tradition yang berupa nilai-nilai yang sifatnya
abstrak, jika ingin ditampakkan, perlu dikongkretkan dalam bentuk low
tradition yang niscaya merupakan hasil pergumulan dengan tradisi yang ada.
Dalam tradisi tahlilan misalnya, high tradition yang diusung adalah taqarrub
ilallah, dan itu diapresiasikan dalam sebuah bentuk dzikir kolektif yang dalam
tahlilan kentara sekali warna tradisi jawaismenya. Lalu muncul simbol
kebudayan bernama tahlilan yang didalamnya melekat nilai ajaran Islam. Dan
Kuntowijiyo merekomendasikan kepada umat Islam untuk berkreasi lebih
banyak dalam hal demikian, karena akan lebih mendorong gairah masyarakat
banyak menikmati agamanya.
Hanya saja yanag perlu dikoreksi adalah bahwa simbol-simbol
(pengungkapan) tadi pada dasarnya adalah kata benda. Sedangkan menurut
logika berpikir, kata benda atau simbol-simbol tadi yang sering diperdebatkan
untuk kemungkinan disalahkan atau dibenarkan. Perdebatan simbol itu akan
menggiring kita untuk kemudian memitoskan sesuatu.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 11
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
Materi, media, dan metode pembelajaran menjadi hal penting, karena sangat
menentukan hasil tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, dengan media
para peserta didik menjadi termotivasi untuk belajar, dan dapat mempercepat
serta mempermudah sistem penyampaian informasi dan komunikator dalam hal
ini pembelajar atau pendidik kepada komunikan dalam hal ini peserta didik.
Seorang pembelajar yang profesional selalu berusaha mencari cara yang terbaik
untuk mencapai sasaran pembelajaran. Ia akan menggunakan berbagai media
pembelajaran mulai dari yang berbasis manusia, cetak, audio visual sampai
kepada komputer-internet dalam rangka membantu peserta didik untuk
mencerna materi pelajaran lebih cepat dan efisien.
C. ILMU DAKWAH
Secara bahasa Ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari cara
memahami sumber informasi, cara menjelaskan informasi, dan cara
menyampaikan informasi. Dalam menyampai informasi menggunakan tiga
metode antara lain dakwah bi al-Lisan, dakwah bi la-Qalam, dan dakwah bi al-
Hal. Yang akan dijelaskan dalam juknis ini adalah dakwah bi al-Lisan.
Unsur-unsur Dakwah bi al-Lisan tediri dari Dai/Mubalig, pesan(maddah),
manhaj (strategi/metode), dan mad’u (publik). Dimensi ini sering digunakan
dalam menyampaikan pesan agama, pidato, ceramah, khutbah, sambutan, dan
sastra dakwah, dan syarhil Quran. Dalam juknis ini hanya dijelaskan tentang
pengertian cerama dan syarhil Quran dan teknik pembinaannya.
1. Pengertian Cerama
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian cerama adalah; pidato
oleh seseorang di hadapan banyak pendengar, yang membicarakan suatu hal,
pengetahuan. Jika diberi awalan “men” menjadi menceramahkan yang bermakna
membentangkan (memberi ulasan tentang) suatu hal. Sedangkan cerama diberi
awalan “pen” jadi kata penceramah bermakna orang yang memberi cerama atau
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 12
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
pembicara. Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa ceramah adalah;
menyamapaikan pesan agama kepada seseorang, kelompok, dan masyarakat
multikultural(kelompok masyarakat yang berbeda budaya).
Dalam menyampaikan pesan agama yang indah maka dibutuhkan retorika.
Pengertian retorika dalah seni menyampaikan ide, gagasan kepada masyarakat.
dalam ensiklopedia Americana,1995 memberikan penegrtian retorika adalah;
The art of using language effetivevely, whether in speaking or in writing(kesenian
untuk berbicara baik yang dipergunakan dalam proses komunikasi antar
manusia. Makna lain dari retorika adalah; gabungan yang serasi antara
pengetahuan, pikiran, kesenian, dan kesanggupan berbicara. Kesanggupan yang
dimaksudkan adalah kemampuan seseorang dalam menyampaikan pesan yang
jelas, sistematis, singkat, dan efektif. Maksud mudah dimengerti untuk
menghemat waktu dan memberikan pencerahan bagi pendenganrnya serta
sebagai tanda kecerdasan seorang mubalig dalam menyampaikan pesan agama
dalam bentuk dakwah bi al Lisan.
Secara teori cerama agama lebih banyak menyentuh qalbu(hati/jiwa/
naps). Metode komunikasi yang digunakan meruju pada pesan Al-Quran yakni
pola komunikasi qaulan tsakila, qaulan sadida, qaulan layyinan, dan qaulan
ma’rufa. Adapun komposisi materi cerama adalah; 60% mengutif pesan Al-
Quran, hadis, pandangan para sahabat, ulama, dan ilmuan science sesuai
tema/topik yang relevan dengan judul yang diangkat. Komposisi dalam teknik
cerama terdiri dari;
a. Komposisi Materi Cerama
No Komposisi Materi Cerama
Penjelasan
1 Mengucapkan Salam
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
2 Pembukaan Terdiri dari Hamdalah/ucapan syukur/ syahadat/shalawat/ dan baca qur’an sesuai topik yang akan dibahas serta pesan taqwa.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 13
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
Contoh: شرور الحمدهللا نحمده ونستغفره ونستعينه ونستهديه ونعوذ باهلل من
أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهد هللا فال مضل له ومن يضلل فال
دا هادي له وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك له وأشهد أن محم
وسالمه عبده ورسوله صلوات هللا
3 Judul/Topik Membumikan Ajaran Kejujuran Rasulullah Saw Sebagai Model Perbaikan Akhlaq.
4 Pembahasan Isi Materi
Secara umum para ulama dakwah memilih model piramida atau induktif dengan komposisi pembahasan sebagai berikut; a. Mengungkap fakta-fakta kesenjangan sosial,
seperti kriminal, dekadensi moral, akhlaq, pembunuhan, korupsi, dan pelanggaran agama sehingga terjadi destruksi sosial(kerusakan sistem masyarakat) dari buku, jurnal, koran, TV, dan media informasi lainnya yang menjadi problematika dan informasi yang dibutuhkan umat, atau isu-isu yang aktual, hangat yang terjadi di tengah masyarakat.
b. Untuk memberikan solusi dengan mengutif ayat dan asbabun nuzul ayat, hadis, pendapat ulama fiqhi dan ulama tafsir, serta hasil temuan para ilmuan science dari buku-buku dan hasil penelitian terbaru yang berkaitan dengan topik yang kita bahas/ceramakan.
c. Berikan pesan inti dari rumusan dari materi yang dibawakan sesuai kondisi masyarakat.
d. Lalu doakan semua jamah yang ikut dalam ceramah moga mereka diberi kekuatan oleh Allah untuk keluar dari masalah dan problematika yang dihadapi.
5 Penutup Demikian cerama saya lebih kurangnya mohon dimaafkan akhirul qalam wassalamu’alaikum
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 14
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
warahmatullahi wabarakatuh. (penutup anda bisa variasi lebih indah dan lebih bagus lagi).
Catatan: Hal-Hal yang belum ada perlu dibicarakan dengan tim dewan hakim untuk
menyamakan presepsi dewan hakim untuk mencegah penilaian yang keliru dari penampilan peserta.
Panuan dan juknis pembinaan ini hanya alat bantu masih dapat dikembangkan sesuai target pencapaian dan kesepakatan pembina dan dewan hakim penilai.
b. Format Penilaian Lomba Cerama
Petunjuk teknis penilaian loma cerama ini adalah bagian dari upaya
menjaga objektivitas dewan hakim dalam menilai penampilan peserta yang
mengikuti lomba cerama. Bidang keterampilan dewan hakim. Dalam lomba
cerama materi yang di nilai sesuai target yang ingin dicapai. Penampilan
seseorang pencerama memiliki banyak unsur jika ingin penilaian. Karena
banyaknya unsur dari penampilan tersebut sehingga perlu ada kesepakatan dari
dewan pembina dan dewan hakim untuk merumuskan dan menentukan standar
penilaian untuk mencapai target yang diinginkan dari penampilan peserta.
Sesuai juknis secara umum di nasional materi penilaian terdiri dari tiga
aspek antara lain adalah; Pertama; Keterampilan ( unsur yang di nilai terdiri
dari Sistematika, Penguasaan Materi, dan kefasihan pengucapan kata dan
kalimat. Kedua; Retorika. Ketika; Gaya dan Mimik. Dari tiga unsur tersebut
kemudian dirinci lagi untuk memudahkan dewan hakim dalam penilaian
penampilan peserta. Untuk lebih mudah difahami dijelaskan dalam tabel berikut
ini;
No Materi Penilaian Indikator Penilain Skor Nilai
A. Sistematika 1 Mengucapkan Jika peserta mengucapkan salam sebelum 10
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 15
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
Salam memulai cerama 2 Pembukaan Jika peserta mengucapkan:
a) Hamdalah dan ucapan syukur syahadat/ b) Shalawat/dan baca qur’an sesuai topik
yang akan dibahas serta pesan taqwa.
10
3 Tentukan Judul/Topik
a) Jika peserta menyampaikan Topik atau judul yang akan dibahas.
b) Jika topik atau judul yang akan dibahas relevan dengan kondisi masalah yang aktual, hangat (Ide Baru dan belum pernah dibahas orang lain).
10
B. Penguasaan Materi (Pembahasan).
Indikator Penilaian Skor Nilai
1 Jika peserta Mengungkap
fakta-fakta kesenjangan sosial yang bertentangan dengan agama.
5
2 Jika peserta Menyebutkan
Satu (1) solusi persoalan dengan mengutif: 5
3 Jika peserta Menjelaskan dan memberikan
2-5 solusi persoalan dengan mengutif: 10
4 Jika peserta Mengutip
Ayat dan asbabun nuzul ayat, 5
5 Jika peserta Mengutip hadis
Dan menjelaskan ayat tersebut 5
6 Jika peserta Mengutif
Ulama fiqhi dan ulama tafsir, Mengutif temuan para ilmuan science dari buku-buku dan hasil penelitian terbaru
15
7 Jika peserta Berikan kesimpulan inti
dari pembahasan yang dibawakan untuk memudahkan daya ingat audiens, Lalu kemudian berdo’a bersama jama’ah.
10
C. Kefasihan Aksentuasi
1 Jika peserta mengucapkan
Aksentuasi aksara Indonesia Jelas/bening/jernih.
10
2 Jika peserta mengucapkan
Aksentuasi aksara arab Jelas/bening/jernih. 10
3 Jika peserta mengucapkan
Aksentuasi aksara bahasa Inggris Jelas/bening/jernih.
10
4 Penutup Jika peserta dengan wassalam maka diberi nilai
10
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 16
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
2. Dewan Hakim Retorika
Kata retorika berasal dari bahasa Yunani dari kata “rhetor” artinya; teknik
membujuk rayu secara persuasi melalui karakter pembicaraan, emosional, dan
argumen. Pengertian Retorika menurut Aristoteles adalah seni rekaya kata dan
kalimat kepada pendengar. Pengertian retorika menurut para ahli dakwah dan
komunikasi adalah estetika menyampaikan pandangan, ide, dan gagasan kepada
orang lain. Dari pengertian para ahli ini dapat fahami bahwa retorika adalah seni
mengkomunikasikan dan membahasakan ide,gagasan, dan pandangan kepada
audiens dengan keterampilan memilih, memilah, dan fasih dalam aksara atau
kode bahasa tertentu yang disepakati dalam penilaian.
Kenapa retorika menjadi penting dan urget untuk dipelajari oleh setiap
pencerama secara individual dan lembaga/institusi organisasi khususnya
kementiran agama. Untuk mengkomunikasikan pesan agama baik secara
individu, organisasi,kelompok yang beda budaya Bergama. Cerama yang baik jika
memenuhi standar sebagai berikut: Unsur Vokal: Komponennya terdiri dari
Bobot vokal, Artikulasi, Phonetik, Pressering(Aksentuasi), Teknik Penggunaan
mic, Harmonisasi (gerak tubuh dengan pesan sesuai). Unsur Penghayatan:
Komponennya: Inprovisasi, ekspresi wajah dengan pesan sesuai(harmoni).
Unsur Penampilan: Komponennya Busana, Koreografi sesuai dengan pesan yang
disampikan, Konfigurasi pesan sistematis dan sesuai daya nalar audiens.
Harmonisasi pesan yang disampaikan sesuai dengan isu yang hangat oleh publik.
Bahwa banyak pembicara yang memiliki kemampuan konsep dan
kecerdasan berpikir tetapi sedikit orang yang memiliki kecerdasan retorika.
Kadang ide-ide yang cemerlang itu sulit diterima oleh orang lain akibat
kelemahan retorika, sehingga melahirkan mis communication (salah faham),
akibat ketidak-mampuan pembicara menata ide dan gagasannya kepada orang
lain. Pembicara tampil sekedar untuk menyampaikan tetapi tidak ada yang
tersimpan dalam memori audiens. Setelah diperhatikan secara cermat, orang
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 17
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
yang tampil dengan retorika yang baik materinya biasa saja tetapi mampu
memanjakan mata dan telinga audiens lebih diterima ketimbang orang yang
memiliki bobot materi yang berkualitas.
Seorang pencerama perlu menyampaikan artikulasinya secara jelas dan
cara penyampaiannya, dan kebeningan suara maka sulit terjadinya proses
komunikasi yang efektif. Penilaian retorika sangat subjektif karena banyak unsur
yang saling terkait dengan retorika sehingga tim dewan hakim yang diberi
amanah perlu bermusyawarah untuk menentukan standar penilaian retorika
dan batasan pengertian retorika yang disepakati dalam lomba cerama. Hal ini
bertujuan untuk menghindari subjektivitas yang berlebihan pada penampilan
peserta. Berikut ini contoh format penilaian bidang retorika sebagai bahan
pertimbangan dalam menetukan teknik penilaian bidang retorika yang
digambarkan dalam tabel berikut.
No Materi Penilaian Indikator Penilaian Skor Nilai
1 Jika peserta Cakap dan cerdas
memilih pemakaian kata dan kalimat secara efekif
10
2 Jika peserta Cakap dan cerdas
Jika peserta Cakap dan cerdas memilah, pemakaian kata dan kalimat secara efekif
10
3 Jika peserta Cakap dan cerdas
Mengucapkan restorasi dalam menggunakan kata dan kalimat yang sesuai dengan daya nalar pendengar secara efekif.
10
3. Dewan Hakim Penampilan Mimik dan Gaya.
Pengertian mimik dan gaya termasuk komunikasi non verbal, dalam
ensiklopedia bahasa Indonesia mimik dan gaya adalah bentuk ekspresi wajah
dari satu atau lebih gerakan atau posisi, otot wajah atau ekspresi (body
language) dari pesan/informasi melalui gerakan tubuh yang terarah dan
seiramah dengan kata dan kalimat yang disampikan secara bersamaan kepada
audiens.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 18
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
Setiap pencerama sulit menyembunyikan perasaannya jika
mengkomunikasikan dan membahasakan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah di
tengah masyarakat. Jika terlatih dan professional. Secara umumnya ekspresi
yang alami lahir dari penjiwaan materi yang disampikan sehingga tampak
ekspresi wajah sebagai gaya dan mimik yang muncul pada wajah dan gerakan
tangan. Tubuh adalah media komunikasi non verbal sehinga dai profesional
pandai menggunakan ekpresi senyum, emosi, marah yang tampak pada seorang
Dai di tubuhnya dan panca indranya. Mimik dan gaya ini penting sebagai fasilitas
pembantu dalam menyampaikan pesan dalam mengkomunikasikan dan
membahasakan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah dalam bentuk mimik dan
gaya sesuai pesan yang disampikan.
No Materi penilaian Indikator Penilaian Skor Nilai
1 Jika peserta Cakap dan cerdas
Mengekspresikan wajah sesuai pesan kata dan kalimat
10
2 Jika peserta Cakap dan cerdas
Mengekspresikan gaya bahasa sesuai pesan kata dan kalimat
10
3 Jika peserta Cakap dan cerdas
Mengekspresikan wajah sesuai bunyi aksentuasi kata
10
2. Pengertian Syarhil Quran
Menurut panduan MTQ tahun 2010 bahwa sistem penilaian lomba
musabaqah cabang syarhil Al-Quran adalah jenis lomba penyampaian
pesan/informasi isi dan kandungan Al-Quran baik secara tekstual, kontekstual
dan antar tekstual. Metode dalam penyampaian dengan menampilkan bacaan Al-
Quran secara tilawah, dan terjemahnya dibaca secara puitisasi dan diuraikan
oleh pensyarah dengan mengekplorasi isi kandungan Al-Quran. Peserta yang
ikut lomba pada cabang ini golongan tsanawiyah-Aliyah dan golongan
Mahasiswa S1. Secara teori pensyarah perlu menampilkan data-data baru dari
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 19
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
penjelasan dari sarahan Al-Quran dengan menampilkan fakta-fakta sosial sesuai
tema yang diangkat. Dari terminologi syarhil Al-Quran tersebut dapat difahami
bahwa penjelasan pensyarah perlu memenuhi tiga syarat yakni cara memaknai
Al-Quran dalam bentuk terjemahan, memaknai dengan memaparkan pandangan
para ulama tafsir, dan kajian ilmiah lainnya yang erat dengan tema yang dibahas.
Secara teori syarhil Quran lebih banyak menyentuh hati dengan
menggunakan pola komunikasi qaulan tsakila, qaulan sadida, qaulan layyinan,
dan qaulan ma’rufa. Aspek penilaian bidang syarhil qur’an terdiri dari
pembinaan bidang tilawah, pembinaan bidang terjemah dan materi sarahan, dan
pembinaan bidang penghayatan dan retorika. Adapun struktur atau komposisi
materi syarhil Al-Quran adalah; Unsur-unsur dalam konsep syarhil Qur’an 60%
penjelasan Al-Quran dan data 40% data penunjang dari kajian ilmiah:
1) Menjelaskan konsep utama dari ayat tersebut dengan mengungkap
asbabun nuzul ayat, dan penjelasan hadistentang ayat yang diangkat.
2) Relevansi ayat dengan isi
3) Mengemukakan makna ayat secara global dan munasabah ayat
4) Menampilkan bahasa asing untuk menarik perhatian dewan juri dan
penonton
5) Menyebutkan rujukan bacaan dari para ahli tafsir yang mu’tabar dan
kajian para ahli dan referensi hasil penelitian terbaru.
6) Menggunakan bahasa metafora/pribahasa dan sya’ir serta syarahnya.
7) Menampilkan ayat dengan problem yang dihadapi manusian saat ini
dengan contoh-contoh dari hasil penelitian terbaru yang dapat dikuti
melalui jurnal-jurnal ilmiah.
8) Menyampaikan tidak monoton perlu ara ritme turun naik dan harus
menggunakan pola komunikasi persuasive dengan audiens untuk
meyakinkan konsep yang dikemukakan.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 20
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
2. BIDANG SYARHIL QURAN
Menurut panduan MTQ tahun 2010 bahwa sistem penilaian lomba
musabaqah cabang syarhil Al-Quran adalah jenis lomba penyampaian
pesan/informasi isi dan kandungan Al-Quran baik secara tekstual, kontekstual
dan antar tekstual. Metode dalam penyampaian dengan menampilkan bacaan Al-
Quran secara tilawah, dan terjemahnya dibaca secara puitisasi dan diuraikan
oleh pensyarah dengan mengekplorasi isi kandungan Al-Quran. Peserta yang
ikut lomba pada cabang ini golongan tsanawiyah-Aliyah dan golongan
Mahasiswa S1. Secara teori pensyarah perlu menampilkan data-data baru dari
penjelasan dari sarahan Al-Quran dengan menampilkan fakta-fakta sosial sesuai
tema yang diangkat. Dari terminologi syarhil Al-Quran tersebut dapat difahami
bahwa penjelasan pensyarah perlu memenuhi tiga syarat yakni cara memaknai
Al-Quran dalam bentuk terjemahan, memaknai dengan memaparkan pandangan
para ulama tafsir, dan kajian ilmiah lainnya yang erat dengan tema yang dibahas.
Secara teori syarhil Quran lebih banyak menyentuh hati dengan menggunakan
pola komunikasi qaulan tsakila, qaulan sadida, qaulan layyinan, dan qaulan
ma’rufa. Adapun struktur atau komposisi materi syarhil Al-Quran adalah;
Unsur-unsur dalam konsep syarhil Qur’an 60% penjelasan Al-Quran dan data
40% data penunjang dari kajian ilmiah:
9) Menjelaskan konsep utama dari ayat tersebut dengan mengungkap
asbabun nuzul ayat, dan penjelasan hadistentang ayat yang diangkat.
10) Relevansi ayat dengan isi
11) Mengemukakan makna ayat secara global dan munasabah ayat
12) Menampilkan bahasa asing untuk menarik perhatian dewan juri dan
penonton
13) Menyebutkan rujukan bacaan dari para ahli tafsir yang mu’tabar dan
kajian para ahli dan referensi hasil penelitian terbaru.
14) Menggunakan bahasa metafora/pribahasa dan sya’ir serta syarahnya.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 21
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
15) Menampilkan ayat dengan problem yang dihadapi manusian saat ini
dengan contoh-contoh dari hasil penelitian terbaru yang dapat dikuti
melalui jurnal-jurnal ilmiah.
16) Menyampaikan tidak monoton perlu ara ritme turun naik dan harus
menggunakan pola komunikasi persuasive dengan audiens untuk
meyakinkan konsep yang dikemukakan.
1. BAGIAN MUQADIMMAH(PEMBUKA);
a) Kefasihan bacaan salam, kefasihan bacaan muqaddimah,
b) Hamdalah,
c) Shalawat(salam terhadap Rasulullah yang suci,
d) Membaca ayat dan hadis
e) Sapaan pada audiens.
2. ISI PEMBAHASAN:
a) Menampilkan ayat, Mengemukakan asbabun nuzul ayat,
Menampilkan hadis yang menjelaskan ayat, Mengemukakan
pandangan para Ulama, Mengemukakan pendapat para ilmuan dan
data penunjang lainnya para referensi yang terbaru.
b) Kemukakan data-data baru terjadinya kesenjangan akibat manusia
jauh dari Al-Quran sesuai tema yang diangkat.
c) Berikan konsep yang mudah diimplementasikan dengan bahasa
yang lugas, mudah di ingat oleh audiens.
3. PENUTUP
a) Menampilkan ayat, Mengemukakan asbabun nuzul ayat,
Menampilkan hadis yang menjelaskan ayat, Mengemukakan
pandangan para Ulama, Mengemukakan pendapat para ilmuan dan
data penunjang lainnya para referensi yang terbaru.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 22
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
b) Kemukakan data-data baru terjadinya kesenjangan akibat manusia
jauh dari Al-Quran sesuai tema yang diangkat.
c) Berikan konsep yang mudah diimplementasikan dengan bahasa
yang lugas, mudah di ingat oleh audiens.
1. Pembinaan Bidang Tilawah
Pertemuan
Materi Pembinaan
Penanggung Jawab
Keterangan (hasil latihan)
Sebelum Latihan
Sesudah Latihan
1 Tajwid Aziz Rumaloak, S.Pd.I
2 Tajwid Aziz Rumaloak, S.Pd.I
3 Tajwid Aziz Rumaloak, S.Pd.I
4 Tajwid Aziz Rumaloak, S.Pd.I
5 Tajwid Aziz Rumaloak, S.Pd.I
6 Lagu Ibnu Jarir, S.Ag 7 Lagu Ibnu Jarir, S.Ag 8 Lagu Ibnu Jarir, S.Ag 9 Lagu Ibnu Jarir, S.Ag
10 Suara Ibnu Jarir, S.Ag 11 Suara Ibnu Jarir, S.Ag 12 Suara Ibnu Jarir, S.Ag 13 Suara Ibnu Jarir, S.Ag 14 Fashaha Ibnu Jarir, S.Ag 15 Fashaha Saleh Saatminggu,
S.Ag
16 Fashaha Saleh Saatminggu, S.Ag
17 Fashaha Saleh Saatminggu, S.Ag
18 Fashaha Saleh Saatminggu, S.Ag
19 Fashaha Saleh Saatminggu, S.Ag
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 23
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
2. Pembinaan Bidang Terjemah dan Materi Sarahan
Pertemuan
Materi Pembinaan
Penanggung Jawab
Keterangan (hasil latihan) Sebelum Latihan
Sesudah Latihan
1 Ketepatan Terjemah
2 Ketepatan Terjemah
3 Ketepatan Terjemah
4 Ketepatan Terjemah
5 Sistematika dan Isi
6 Sistematika dan Isi
7 Sistematika dan Isi
8 Sistematika dan Isi
9 Sistematika dan Isi
10 Sistematika dan Isi
11 Sistematika dan Isi
12 Sistematika dan Isi
13 Kaidah dan gaya bahasa
14 Kaidah dan gaya bahasa
15 Kaidah dan gaya bahasa
16 Kaidah dan gaya bahasa
17 Kaidah dan gaya bahasa
18 Kaidah dan
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 24
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
gaya bahasa 19 Kaidah dan
gaya bahasa
3. Pembinaan Bidang Penghayatan dan Retorika
Perte
muan
Materi
Pembinaan
Penanggung
Jawab
Keterangan (hasil latihan)
Sebelum
Latihan
Sesudah
Latihan
1 Vokal dan
artikulasi
2 Vokal dan
artikulasi
3 Vokal dan
artikulasi
4 Vokal dan
artikulasi
5 Intonasi dan
aksentuasi
6 Intonasi dan
aksentuasi
7 Intonasi dan
aksentuasi
8 Intonasi dan
aksentuasi
9 Intonasi dan
aksentuasi
10 Gaya dan Mimik
11 Gaya dan Mimik
12 Gaya dan Mimik
13 Gaya dan Mimik
14 Gaya dan Mimik
15 Keseopanan dan
keserasian
16 Keseopanan dan
keserasian
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 25
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
17 Keseopanan dan
keserasian
18 Keseopanan dan
keserasian
19 Keseopanan dan
keserasian
Catatan:
1. Sebelum melatih anak binaan di suruh cerama terlebih dahulu kemudian dicatata kelemahan dari aspek keterampila, retorika, gaya, sistematika dan organisasi pesan serta logika menyampaikan pesan. Dari hasil itu kemudian di masukkan dalam tabel outline untuk dijadikan dasar dalam pembinaan.
2. Sesudah latihan kemudian diuji kembali anak binaan tersebut sampai kesalahannya semakin sedikit dan lama kelaman semakin baik penampilannya.
3. Teori menang dalam lomba cerama adalah latihan, semakin tinggi volume latihan semakin berotensi menjadi pemenang.
Contoh;
Hasil penilaian awal sebelum latihan
Sesudah Latihan Skor Nilai pembinaan
Kekurangan pada BAGIAN MUQADIMMAH(PEMBUKA);
a) Kefasihan bacaan salam, kefasihan bacaan muqaddimah,
b) Hamdalah, c) Shalawat(salam terhadap Rasulullah
yang suci, d) Membaca ayat dan hadis e) Sapaan pada audiens.
4. Kelemahan ISI PEMBAHASAN:
a) Menampilkan ayat, Mengemukakan asbabun nuzul ayat, Menampilkan hadis yang menjelaskan ayat, Mengemukakan pandangan para Ulama, Mengemukakan pendapat para ilmuan dan data penunjang lainnya para referensi yang terbaru.
b) Kemukakan data-data baru terjadinya kesenjangan akibat manusia jauh dari Al-Quran sesuai tema yang diangkat.
Syarifudin, Juknis pembinaan Cermah dan Syarhil Al-Qur’an 26
Untuk mendapatan data cerama kunjungi wesite; syarifudin.com
c) Berikan konsep yang mudah diimplementasikan dengan bahasa yang lugas, mudah di ingat oleh audiens.
5. Kelemahan PENUTUPan a) Menampilkan ayat, Mengemukakan
asbabun nuzul ayat, Menampilkan hadis yang menjelaskan ayat, Mengemukakan pandangan para Ulama, Mengemukakan pendapat para ilmuan dan data penunjang lainnya para referensi yang terbaru.
b) Kemukakan data-data baru terjadinya kesenjangan akibat manusia jauh dari Al-Quran sesuai tema yang diangkat.
c) Berikan konsep yang mudah diimplementasikan dengan bahasa yang lugas, mudah di ingat oleh audiens.