188
Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 1

Syarifudin, jurnalistik islami

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 1

Page 2: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 2

JURNALISTIK ISLAMI

(Pendekatan Dakwah dan Komunikasi)

Page 3: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 3

Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 Tentang hak Cipta Lingkup Hak Cipta.

Pasal 2; 1. Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta dan pemegang

hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis adalah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana.

Pasal 72; 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipinana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ataudenda paling sedikit 1000.000 (satujuta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5000.000. (limajuta rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengajamenyiarkan, memamerkan, dan mengedarkanatau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 (satu) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000. (limaratus juta rupiah)

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam terbitan

Page 4: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 4

Arman Man Arfa dan Syarifudin

JURNALISTIK DAN JURNALISTIK ISLAMI (Pendekatan Dakwah dan Komunikasi)

Vii + 133 hlm, 14 X 21

Pangantar; Dr. Hasbollah Toisuta, M.Ag Editor; Syarifudin, Iskar Bone. Arman Man Arfa. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All rights reserved Cetakan. I Desain Cover dan Layout Tim Kreatif Al-Mulk Publishing ISBN: ………………….. Isi di luar Tanggung Jawab percetakan

Page 5: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah S.W.T atas

berkat, rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan buku

yang berjudul: ‚desain grafis Jurnalistik dan Jurnalistik Islami‛

(Pendekatan Dakwah dan Komunikasi). Pertanyaan yang muncul

apa konten buku ini bagi pembaca? Buku ini ditujukan bagi

pencinta, pelajar, dan penggermar dunia desain grafis.

Buku ini berusaha untuk mendeskripsikan tentang Jurnalistik dan Jurnalistik Islami(Pendekatan Dakwah dan Komunikasi).

Dalam mempelajari desain grafis bagi mahasiswa dan praktisi

Jurnalistik dan Jurnalistik Islami yang akan mengeksplorasi, Ide

dan gagasan politik, ekonomi, budaya, dan pesan agama.

Mendesain koran, majalah, buku, dan foto adalah pekerjaan desain

grafis untuk meningkatkan pencitraan terhadap pesan yang akan

disampikan di tengah masyarakat.

Karena kekuarangan referensi tentang Jurnalistik dan Jurnalistik Islami (Pendekatan Dakwah dan Komunikasi) di

perguruan Tinggi buku ini hadir dihadapan anda untuk

memberikan tambahan referensi bagi mahasiswa, peneliti, dan

praktisi Jurnalistik dan Jurnalistik Islami. Buku Jurnalistik dan Jurnalistik Islami ini mengupas

tuntas mengenai tradisi akademik jurnalis dan jurnalis Islami.

Buku ini sebagai panduan buat mahasiswa dan praktisi Jurnalistik dan Jurnalistik Islami dalam melakukan penulisan berita. Buku

ini sebagai pembobotan mata kuliah Jurnalistik dan Jurnalistik Islami bagi mahasiswa fakultas Dakwah dan Ushuluddin serta

praktisi Jurnalistik dan Jurnalistik Islami.

Page 6: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 6

Kemampuan menulis ide dan gagasan yang baik dari data

dan fakta dari seorang narasumber yang kredibel dalam

mengabadikan, merekam moumen penting dalam bentuk narasi.

Mahasiswa dan masyarakat umum yang ingin menekuni dunia

Jurnalistik dan Jurnalistik Islami, buku ini juga dapat menuntun

untuk menjadi Jurnalis profesional.

Penulis

Syarifudin

Page 7: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................ii

BAGIAN PERTAMA

1. Latar Belakang ..................................................................... 1

2. Ruang lingkup kajian............................................................ 7

a. Histografi Jurnalistik ....................................................

b. Jurnalistik Islami ............................................................

c. Kelebihan dan Kekurangnya ...........................................

BAGIAN KEDUA

1. Pengertian Jurnalistik dan Jurnalistik Islami .................. 8

2. Paradigma Jurnalistik dan Jurnalistik Islami ................ 20

3. Teori-teori Jurnalistik dan Jurnalistik Islami ....................

4. Kode Etik jurnalistik dan Jurnalis Islami .........................

5. Jurnalis Islami.......................................................................

a. Visi dan Misi Jurnalistik Islami ...................................

b. Warmusi (Wartawan Muslim Indonesia) ..................

c. Anggaran dasar ..............................................................

d. Panduan Jurnalistik Islami ...............................................

Page 8: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 8

BAGIAN KETIGA

1. Jurnalistik dan Jurnalistik Islami ................................. 120

2. Outline Pembelajaran ....................................................... 126

3. Pustaka ............................................................................. 129

4. Dafatr Riyawat Hidup ............................................................

BAB I

JURNALITIK DAN JURNALITIK ISLAMI

A. Pendahuluan

Tradisi epistemology keilmuan antara jurnalistik dan

jurnalistik Islami sampai saat ini masih terjadi pedebatan

akademik baik secara ontologism, epistemologis, dan aksiologis.

Perdebatan ini terjadi dilatarbelakangi oleh prinsip Aqidah,

Syari’ah, dan Ahklak dalam menyebarkan informasi. Tradisi

Eropa dalam mendesain keilmuannya lebih menonjolkan

kecerdasan intelektual yang berasal dari kekuatan akal yang

rasional dalam memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan tradisi

Page 9: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 9

keilmuan Timur Tengah berasal dari prinsip-prinsip ajaran dari

Rasulullah saw sebagai panduan dalam menata paradigm

keilmuan.

Kedua tradisi keilmuan ini masih belum mendapatkan titik

temu yang integratif sehingga perlu ada kajian baru dalam untuk

mengadabtasikan kedua pemikiran tersebut sehingga lahirlah ilmu

jurnalistik yang dapat menintegrasikan kedua perspektif keilmuan

tersebut untuk mendapatkan buah ilmu yang lebih banyak

memberikan kemaslahatan umat manusia.

Jurnalistik adalah sebuah pekerjaan menggali, mengasah,

mengolah informasi dan menyebarkannya di tengah masyarakat.

Kaintannya dengan jurnalistik Islami melalui pendekatan dakwah

dan komuniaksi kemasan informasi itu lebih menekankan pada

pembentukan civil society yang berakhlaq sehingga mampu

melahirkan peradaban yang dapat memacu kreativitas manusia

untuk membuat peradaban dunia sebagai media untuk menajga

ketertiban lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan

sekolah. Ketiga lingkungan inilah yang perlu dirawat melalui

pesan-pesan dari seorang jurnalis untuk menciptakan kondisi

masyarakat dan bang yang lebih berperadaban. Masyarakat yang

berperadaban yang dimaksudkan adalah masyarakat yang memiliki

Page 10: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 10

tiga kecederungan yaitu keseimbangan pola penataan hidup

sejahterah di dunia dan di akhirat.

Kajian jurnalistik dakwah merupakan pengembangan dari

Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Jalaluddin Rahmad,

Jurnalistik itu adalah pengembangan dari ilmu dakwah dan

komuniaksi.1 Sebagai perbandingan, perlu dibahas terlebih dahulu

perkembangan kajian ilmu dakwah dan komunikasi. Sebagai

sebuah disiplin ilmu, ilmu dakwah dan komunikasi tidaklah

bersifat statis, bahkan terus mengalami perkembangan, baik

menyangkut metodologi, sistematika, teori, maupun praktik.

Menurut Sukriadi Sambas, ilmu dakwah telah berkembang

menjadi 5 cabang keilmuan, yaitu: Ilmu Dakwah, Bimbingan

Penyuluhan (BP), Pemberdayaan Masyarakat Islam (PMI),

Manajemen Dakwah, Jurnalistik Dakwah,2 dan Komunikasi

Penyiaran Islam.3 Selain itu pengembangan yang dilakukan oleh

1Sattu Alang, dosen tetap pada fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat sebagai

Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.

2Acep Arifuddin, Pengembangan Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1.

3Sukriadi Sambas, Dimensi Imu Dakwah: Tinjauan Dakwah dari Aspek

Ontologis, Epistemologis, Aksiologis dan Paradigma Pengembangan

Profesionalisme (Cet. I; Bandung: Widya Padjadjaran, 209), h. 132-133.

Page 11: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 11

Syarifudin dalam rumpun ilmu dakwah adalah ilmu teknologi

informasi dakwah.

Pekerja jurnalis melalui boradcasting membutuhkan

teknologi seperti komputer grafis untuk mengolah berita agar lebih

komunikatif. Praktisi jurnalis perlu menggunakan teknologi

informasi untuk memenuhi kebutuhan mad’u yang terus berubah

dan berkembang. Hal ini juga sesuai dengan teori use and

grafitication yang dikembangkan oleh Steven Windhal, yang

menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan rasional

(selektif) dalam menerima informasi.4 Karena manusia memiliki

kebutuhan secara personal tentang informasi dakwah peran

teknologi informasi dakwah untuk mengolah, mengemas sesuai

kebutuhan mad’u di tengah masyarakat.

Sementara itu, dalam bidang ilmu komunikasi, teori yang

paling banyak digunakan di berbagai perjurnalis Islamian tinggi

dunia adalah teori Robert T. Craig dan Muller, yang memetakan

kajian komunikasi ke dalam tujuh tradisi keilmuan, yaitu: retorika,

semiotika, fenomenologi, sibernetika, sosio-psikologis, sosio-

kultural, dan kritikal. Tiga puluh tahun sebelumnnya, Fisher

mengajukan empat perspektif dalam ilmu komunikasi, yaitu:

4Ibid

Page 12: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 12

mekanistik, psikologis, interaksional, dan pragmatis.5 Semua

perkembangan ini menunjukkan bahwa dinamika keilmuan

dakwah dan komunikasi terus bergerak maju sesuai dengan

perkembangan zaman dan inovasi teknologi. Untuk memastikan

bahwa pesan-pesan keagamaan dapat dicerna oleh mad’u,

dibutuhkan strategi dalam mendesain materi dakwah lewat

software dan hardware yang sesuai dengan daya nalar dan

psikologi mad’u.

Pandangan ini sesuai dengan riset yang dihasilkan oleh

Beighley. Beighley membandingkan efek dari pesan jurnalis yang

tersusun secara sistematis dan pesan yang secara sistematis

melalui rekayasa digital komputer grafis. Riset tersebut

menyimpulkan bahwa pesan yang didesain secara sistematis

dengan menggunakan teknologi komputer grafis akan lebih mudah

dicerna oleh komunikan dibanding pesan yang tidak disusun secara

sistematis.6 Dengan kata lain, riset ilmiah ini menekankan

pentingnya jurnalis memiliki kompetensi penggunaan teknologi

informasi dakwah dan pendekatan komunikasi empati,

5DeFleur dan Melvin, Theories of Mass Communication: 5th Edition

(New York: Logman, 1989), dalam Ibnu Ahmad, Komunikasi Sebagai Wacana

(Cet I; La Tofi Enterprise, 2010), h. 4.

6Ibid

Page 13: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 13

partisipatori, dan komunikasi persuasif sesuai model-model

komunikasi dan level dakwah.

Dari segi pengelolaan pesan dakwah, terdapat satu

pendekatan komunikasi yang dapat melengkapi empat perspektif

yang telah dikenal selama ini (transmisionis, display, generating of

meaning, dan komunikasi ritual), yaitu, sistem informasi dakwah.7

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rahmat mengistilahkannya

Komunikasi Transendental, yakni, model komunikasi yang

menjadikan wahyu sebagai sumber informasi. Dengan demikian,

kajian tentang sistem informasi dakwah merupakan

pengembangan dari Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan

Manajemen Dakwah. Melalui disiplin Komunikasi Penyiaran Islam

inilah lahir kajian dakwah yang lebih menekankan pada

kredibilitas jurnalis Islami, pendekatan komunikasi empati dan

partisipatoris dengan menggunakan teknologi informasi.

7Ibid.

Page 14: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 14

BAB II

PARADIGMA JURNALISTIK

A. Jurnalistik.

1. Histografi Bahasa Lisan ke tulisan

Perpanjangan kebutuhan manusia lewat komunikasi sebagai

wadah untuk membahasakan dan mengkomunikasikan

kebutuhannya sangtat bervariasi dalam proses penyebaran dalam

publikasi. Proses awalnya manusia menyampaikan kebutuhannya

lewat simbol, icon, indeks, dan pentongan yang digunakan sebagai

media transformasi pesan keapda sesama umat manusia untuk

Page 15: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 15

melakukan sebuah hajat sebagai makhluk sosial.8 Kemampuan

manusia ini terus berkembangan akibat karunia besar yang

diberikan Tuhan adalah akal sebagai dinamika dalam melakukan

interaksi sosial yang dilakukan secara verbal maupun non verbal

atau dalam bahasa komunikasi Islami bi al-Lisan, bi al-Qalam, dan

bi al-Hal.

Lompatan perubahan berikutnya terjadi saat manusia

mengenal bahasa tulisan sebagai tanda manusia telah masuk pada

zaman sejarah. Format bahasa tulis ini mulai diekspresikan melalui

batu, tanah, daun lontar, kulit hewan, kain sebagai wadah

menyampaikan aspirasi, dan inspirasi. Media ini digunakan

sebagai transformasi pesan kepada orang lain. Perkembangan ini

terus meningkat sehingga satelit menjadi pusat penyebaran

informasi yang diekamsa dalam berbagai macam cerita, gambar,

suara, dan penataan teks yang jah lebih baik dari sebelumnya.

Perubahan besar jurnalistik saat bangsa Cina menemukan kertas

pada abad ke II masehi sehingga aktifitas kegiatan jurnalistik yang

sifatnya informatif. Kesecerdsan manusia inilah yang membedakan

dia sebagai makhluk yang paripurna.

8Melvin L and Rokeach Fe Fleur, Theori Mass Communication (Ney

York: t. p. 1983), h. 37

Page 16: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 16

Kini, jurnalistik telah melewati sejarah yang panjang dan

temuan-temuan secara teknikpun terus berganti untuk

mendapatkan cara menyebarkan informasi melalui kegiatan

jurnalistik terus mengalami perubahan besar. Istilah jurnalistik ini

pertama kali digunakan oleh bangsa Romawi membentuk lembaga

jurnalistik bernama ‚acta diurna‛ sebagai produk jurnalistik

pertama ketika Kaisar Julius berkuasa. Semua kegiatan Kaisar

Julius ini dipubliaksikan melalui media kulit sebagai kertasnya dan

kayu sebagai tintanya.

Dalam perkembangan selanjutnya kegiatan jurnalistik

digunakan sebagai saran untuk menyampaikan pesan kepada

khalayak secara missal, sehingga timbullah istilah komunikasi

massa. Perubahan kegiatan jurnalistik terus berkembangan

sehingga bukan saja menginformasikan tetapi digunakan sebagai

media untuk mendidik, mempengaruhi, mengiformasikan, dan

membuat opini public. Pada abad ke 16 media jurnalistik mulai

bermunculan di Inggris bernama Courante Braden di Inggris terbit

jurnal Gazzettes dan di Jerman muncul Courantos. Disesebut di

Indonesia sebagai Koran atau dalam bahasa Arab sebagai Qur’an.

Dalam sejarah pers surat kabar terua adalah Notize Scritte di

Venesia yang terbit pada tahun 1566, dan majalah yang pertama

Page 17: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 17

diterbitkan adalah Gantlemen Megazine pada tahun 1731 di

London.

Histografi jurnalistik tersebut merupakan aktifitas

menyampaikan kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder

manusia dalam mempertahankan hidupnya dan melakukan

interaksi sosial khususnya seputar kegiatan penertbitan tulisan

dalam berbagai bentuk sebagai ekspresi yang dituangkan sesuai

tingkat intelektual yang ada pada masa itu. Tentunya kecepatan

perubahan jurnalistik sampai saat talah mengalami perkembangan

yang cukup pesa dengan ditemukannya teknologi informasi,

dakwah dan komuniaksi sebagai media penyampai informasi mulai

dari produk analog sampai produk teknologi canggih dalam

menyebarkan informasi di tengah masyarakat.

2. Pengertian Jurnalistik

Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan pers dan komunikasi

massa. Kadang istilah ini terjadi perbedaan pemaknaan sehingga

penting dijelaskan apa makan yang telah disepakti secara

akademik terhadap istilah tersebut. Jurnalistik berasal dari bahasa

perancis dari kata jounal, di urnal, atau du jour catatan atau berita

Page 18: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 18

harian.9 Dari berbagai literature telah banyak memberikan makna

tetapi jika disimpulkan secara umum jurnalistik memiliki

pengertian penggalian, pengolahan harian yang diporsesn dan

dikemas menjadi pesan bagi kebutuhan khalayak.

Acta Diurna sebuah bulletin yang ditulis tangan dan berisi

ulasan kejadian sehari-hari di masyarakat. Acta Diurna terbit di

Romawi Kuno, dan menjadi cikal bakal surat kabar. Istilah

munculnya kata jurnalisme bisa ditelusuri pada zaman

pemerintahan Julius Caesar (100-22 SM) di Romawi kuno. Pada

waktu pemerintahannya, ada beberapa perangkat negara seperti

tentara, polisi, aparat pemerintahan dan Dewan Perwakilan

Politik. Sebagai seorang pemimpin, Caesar menyadari bahwa

setiap keputusan yang diambilnya sebisa mungkin bisa diketahui

masyarakat. Maka, pengumuman-pengumuman yang berkaitan

dengan kebijakan kenegaraan juga harus sesegera mungkin

diketahui rakyatnya secara luas dalam waktu singkat.10

9Zaniurrofiq et. Al. Mengenal dunia Jurnalistik (Kairo, Tim Jurnalis

Mahasiswa Kairo, 1997). Dalam buku Suf Kasman, Jurnalisme Universal:

Menelusuri Prinsip-prinsip dakwah bi al-Qalam dalam Al-Quran (Cet. I.

Bandung: Teraju, 2004), h. 22

10Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Cet. RajaGrafindo Persada: Jakarta,

2009), h. 2

Page 19: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 19

Seperti yang telah diungkapkan dimuka, jurnalisme dari

kata jurnalistik berasal dari jurnal, artinya catatan harian. Dari

perkataan itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan

pekerjaan jurnalistik.

MacDougall menyebutkan bahwa jurnalisme adalah

kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan

peristiwa. Jurnalisme sangat penting dimanapun dan kapanpun.

Jurnalisme sangat diperlukan dalam suatu negara demokratis. Tak

dapat dibayangkan, akan pernah ada saatnya ketika tiada seorang

pun yang fungsinya mencari berita tentang peristiwa yang terjadi

dan menyampaikan berita tersebut kepada khalayak ramai untuk

diketahui, dibarengi dengan penjelasan tentang peristiwa itu.11

Dalam perkembangan jurnalistik selanjutnya, kegiatan

jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, menyiapkan,

menuliskan, dan menyebarkan informasi melalui media massa.

Berikut ini beberapa ahli memberikan definisi tentang pengertian

jurnalistik.

11Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori

dan Praktek, (Cet.II Remaja Rosdakarya: Bandung, 2006), h. 15

Page 20: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 20

1. Syekh Ali Mahfuz; Proses penyampaian berita untuk

membentuk watak masyarakat tahan terhadap gempa

perubahan sosial.

2. Berikut ini skema kerja Jurnalis.

A. Kompetensi Jurnalis

1. Kredibilitas Jurnalis

Tak dapat dipungkiri teknologi informasi sebagai media

untuk mendesain berita adalah faslitas primer dalam dunia

Jurnalistik. Pengertian source credibity dalam kamus besar

Bahasa Indonesia (KBBI), kredibilitas berarti perihal dapat

dipercaya, mempengaruhi di mata umum.12

Sebagai ilustrasi,

tingkat kredibilitas perbankan atau sebuah bank menentukan

apakah nasabah akan menabung di bank tersebut atau tidak.

Pengertian ini juga relevan dengan tradisi yang dikenal dalam ilmu

hadis, yang mengharuskan seorang perawi tsiqah, adil dan

dhabith.13

12Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa, 2009), h. 818.

13Abdul al-Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Ibrahim Abdul latif, Dawa>bit} al-

Ja>rh wa al-Ta'dil (Saudi Arabia, al-Madinah al-Munawwarah, 1381), h. 136.

Page 21: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 21

Salah satu makna dari kata s{iqah adalah dapat dipercaya.

Kesiqahan perawi yang dikenal dalam ilmu hadis tersebut sejalan

dengan konsep yang diperkenalkan oleh Jalaluddin Rahmat, bahwa

kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang sifat-sifat baik

dari seorang komunikator.14

Oleh karena itu, seorang jurnalis

Islami profesional harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Jika

jurnalis Islami memiliki kredibilitas (dapat dipercaya) di mata

mad'u, maka aplikasi ajaran-ajaran agama yang disampaikannya

bisa berjalan efektif.

Kredibilitas jurnalis Islami mempunyai peran strategis dalam

mentransformasikan pesan-pesan agama Islam melalui teknologi

informasi dakwah di tengah masyarakat.15

Menurut Thomas

Hobbes dan H.E. King, yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat,

seorang komunikator yang credible dapat berpengaruh pada dan

mengubah pola pikir, kejiwaan dan perilaku mad’u dengan

menggunakan bahasa.16

Menurut Sattu Alang, dari sudut pandang

14Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi (Cet. XXII;

PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 257.

15A. Zuad MZ dan Muhammad Sidiq, Mutiara Al-Quran: Sorotan Al-

Quran Terhadap Berbagai Teknologi Modern (Cet. I; Surabaya, Sarana Ilmiah

Press, 1998), h. 142.

16op. cit., Jalaluddin Rakhmat

Page 22: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 22

keilmuan, perlu ada pembedaan mendasar antara kompetensi

dalam bidang ilmu pendidikan Islam dan ilmu dakwah.17

Menurut

penulis, hal ini sangat mendasar mengingat perlunya membedakan

antara kompetensi seorang jurnalis Islami yang profesional.

Menurut Webster, Jurnalis profesionalisme adalah pekerjaan

yang dijalankan sesuai dengan keahlian. Profesionalisme menurut

Undang-Undang PERS RI Nomor: 11 tahun 2005 tentang

profesionalisme pers adalah: pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan yang

menekankan pada keahlian, kemahiran, kecakapan, dan memenuhi

standar mutu dan norma sebagai pendidik profesional. Menurut

Nana Sujana, profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan

jabatan yang mensyaratkan kompetensi khusus yang diperoleh

melalui pendidikan intensif.18

Baik jurnalis Islami maupun jurnalis

Islami profesional memiliki cara dan tujuan yang sama, meskipun

bergerak di bidang dan medan yang berbeda. Perbedaan inilah

yang menuntut kompetensi yang berbeda pula. Menurut Nasir

17H.M. Sattu Alang, Dosen Tetap Pada Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat

sebagai Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.

18Kunandar, Guru Profesionalisme: Implementasi Kurikulum Satuan

Tingkat Pelajaran (KTSP) dan Kesiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Cet. I;

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.

Page 23: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 23

Mahmud, kompetensi dalam bidang pendidikan Islam menekankan

pada perubahan dan pematangan fisik dan psikis manusia, karena

pematangan itu dapat mendewasakan seseorang.

Berdasarkan pendapat Natsir Mahmud tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan Islam dan dakwah bergerak di

medan yang berbeda dan karena itu membutuhkan ilmu bantu

yang berbeda pula. Dengan kata lain, kompetensi yang harus

dimiliki oleh seorang jurnalis Islami.

berbeda dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh

seorang da’i. Ilmu dakwah memberi penekanan pada perubahan

massal meskipun tidak mengabaikan perubahan individual. Oleh

karena itu, ilmu dakwah membutuhkan ilmu-ilmu bantu seperti

psikologi massa, sosiologi, ilmu budaya, dan ilmu komunikasi.

Sementara pendidikan Islam membutuhkan ilmu bantu seperti

ilmu psikologi perkembangan. Namun demikian, secara umum,

keduanya disatukan oleh sumber referensi yang sama, yaitu, al-

Qur’an dan Sunnah. Menurut Natsir Mahmud, ilmu dakwah

bersumber dari etika, moral, akhlaq (nilai normatif, termasuk nilai

keagamaan), heuristic.19

19Natsir Mahmud, Bunga Rampai Epistemologi dan Metode Studi Islam

(IAIN Ujung Pandang: 1998), h. 38-39

Page 24: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 24

Menurut penulis, kriteria kompetensi jurnalis Islami profesional di

atas hanya berdimensi dialektis-empiris, dan belum memasukkan

dimensi-dimensi lain seperti keyakinan, pengabdian, dan sosial.

Oleh karena itu, dapat asumsikan bahwa tidak setiap jurnalis

Islami bisa berperan sebagai jurnalis Islami, tapi setiap jurnalis

Islami sangat berpotensi menjadi seorang jurnalis Islami. Atas

dasar inilah sehingga perlu indikator sebagai jurnalis Islami

profesional. Kiteria jurnalis Islami profesional menurut Sattu

Alang antara lain:

1. Memahami bahasa Al-Quran untuk membahasakan dan

meningformasikan Al-Quran yang rahmamatalil’alami di

tengah masyarakat.

2. Mengetahui hukum dalam Agama Islam agar masyarakat

memahami kaidah-kaidah jurnalis Islami dalam perspektif

hokum Islam.

3. Memiliki prilaku dan citra baik di tengah masyarakat

sehingga semua berita-beritanya dapat dipercaya oleh

masyarakat.

4. Secara akademik alumni dari jurusan dakwah dan

komunikasi.

Page 25: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 25

5. Dapat menggunakan teknologi informasi, dakwah dan

komunikasi.20

Secara ontologis, para jurnalis Islami adalah waratsatul al-Anbiya.

Karena menyandang predikat tersebut, para jurnalis Islami

dituntut untuk memiliki kecerdasan sosial yang

memungkinkannya untuk berkomunikasi dengan baik. Mereka

juga dituntut untuk mampu menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi dalam menghadapi berbagai problematika sosial yang

ditimbulkan oleh perkembangan global.21

Menurut Yusuf Qardawi

bahwa seorang jurnalis Islami profesional harus memiliki karakter

dan sifat-sifat kenabian seperti amanah, siddiq, fat}a>nah, dan

tabli>g.22

Fat}a>nah meliputi kompetensi psikologis, psikomotorik,

dan afektif.

20H.M. Sattu Alang, Dosen Tetap Pada Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Negeri Alauddin Makassar wawancara oleh penulis di

LPM UIN Alauddin Makassar.

21Ahmat Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Islam (Cet. II; Bandung: Remaja

Rosda karya, 1994), h. 107.

22Yusuf Qardawi, Staqafatu Da’iyyata (Beirut - Lebanon: Rhesalah

Publishers,1999), h. 126-127.

Page 26: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 26

Persoalan kredibilitas bukanlah hal baru dalam peradaban

ilmu komunikasi. Ahli retorika dan komunikasi pada zaman klasik,

Aristoteles, telah mengamati dan meneliti faktor-faktor yang

mendorong pendengar rela meluangkan waktunya untuk

mendengarkan sebuah pidato. Kepercayan pada sumber yang

melakukan komunikasi merupakan unsur penting dalam

menjalankan dakwah yang efektif.23

Terkait dengan hal ini, Devito

mengemukakan tiga tipe kredibilitas, yaitu: a) Kredibilitas

berdasarkan titel; b) Kredibilitas yang didapat selama komunikasi

berlangsung; c) Kredibilitas yang didapat pada akhir komunikasi.24

Menurut Wilbur Schramn, seorang mendapat kredibilitas dari

audiens jika menyampaikan pesan berdasarkan kompetensinya.25

Perspektif ini menurut Hasan Al-Banna dan dikutip oleh Thomas

Arnold Walker, yang mengatakan bahwa menyampaikan pesan

23Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2007), h. 35.

24Joseph A Devito, The Interpersonal Comunication Book, (New York,

1976), h. 130-132.

25Wilbur Schramn, Men Message and Media, (Horper and Row, New

York, 1973), h. 115.

Page 27: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 27

berdasarkan pengetahuan seorang komunikator,26

guna

menghindari terjadinya distorsi informasi dakwah.

Sistem informasi dakwah dinamakan juga dengan

komunikasi Islam karena unsur komunikasi tersebut berlandaskan

pada nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.27

Salah satu unsur dari sistem informasi dakwah adalah sub-sistem

source credibility. Menurut Robert L. Mathis, seorang jurnalis

Islami yang kompeten mengerjakan pekerjaannya dengan mudah,

cepat, intuitif, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat

kesalahan.28

Menurut Boulter Level, berdasarkan perspektif source

credibility, unsur-unsur kompetensi itu terdiri dari kecerdasan

sosial, visible, dan dapat mengontrol perilaku dari luar.29

Adapun

26Thomas Arnold Walker, The Preaching of Islam (Delhi: Law Price

Publications, 1998), h. 95.

27Acep Arifuddin, Pengembangan Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1.

28Robert L. Mathis dan John Jakson, Human Resource

Management10thEdition diterjemahkan oleh Diana Angjelina dengan judul:

Manajemen Sumber Daya manusia (Cet. Jakarta: Salemba Raya, 2006), h. 376.

29Al-Qaht}ani, Sa’d ibn Wahf. Muqawwimat al-Daiyah al-Najih fi D{au

al-Kitab wa al-Sunnah: Mafhum wa Naz}har wa Tat}biq, diterjemahkan oleh:

Aidil Novia dengan Judul Menjadi Dai yang Sukses (Cet. I; Jakarta Timur:

Qisthi Press 2005). h. 9.

Page 28: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 28

trait dan motivasi, maka lebih terkait dengan kepribadian

seseorang.

Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif lebih mudah

dikembangkan, misalnya melalui program pelatihan

pengembangan sumber daya manusia. Sedangkan kompetensi yang

berkaitan dengan motivasi dan trait tergantung pada kepribadian

seseorang, yang membutuhkan proses pengalaman dan

pendalaman.30

Dalam kaitan ini, kompetensi-kompetensi yang

dimaksud meliputi kompetensi dalam berkomunikasi, penguasaan

diri, pengetahuan psikologi, kependidikan, pengetahuan umum,

Al-Quran dan Sunnah, dan wawasan keagamaan secara holistik.31

Oleh karena itu, source credibility mencakup sikap, persepsi,

emosi, dan kompetensi jurnalis Islami. Apabila kompetensi-

kompetensi ini dimiliki oleh seorang jurnalis Islami, maka

perannya dalam menyebarkan kebenaran akan jauh lebih efektif.

Sedangkan motif source credibility trait berkaitan dengan

kepribadian seseorang sehingga cukup sulit untuk dinilai dan

dikembangkan. Adapun konsep diri dan social role terletak di

30Fitzppatrick, Colletive Bargaining: Vulnerability Assessment, (Jakarta:

Nursing Manajement: 2001), h. 40-42.

31Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h.

82-83.

Page 29: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 29

antara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi.32

Kompetensi jurnalis Islami dalam mentransformasikan pesan

melalui sistem informasi dakwah mencakup skill mengolah data

(pesan) yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah, dan

mengemasnya dengan sistem komunikasi empatik, partisipatoris,

dan menggunakan teknologi komunikasi.33

Untuk meningkatkan

mutu sistem informasi dakwah, semua unsur-unsur kredibilitas ini

harus dimiliki oleh seorang jurnalis Islami.

Menurut Mulyati Amin, untuk meningkatkan mutu atau

kualitas sistem informasi dakwah, para jurnalis Islami harus

memiliki kredibilitas dalam melakukan dakwah jama’ah yang

bersifat partisipatoris, misalnya melakukan gerakan-gerakan

sosial, pendidikan, dan pemurnian aqidah bersama-sama dengan

masyarakat.34

Dengan ditunjang oleh fasilitas teknologi yang

memadai, publikasi informasi dakwah akan lebih cepat dan efektif.

Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam mendesain

32Tom E. Rolnickiet.al, Scholastic Journalism diterjemahkan oleh: Tri

Wibowo dengan judul, Pengantar Dasar Jurnalisme (Cet. I; Jakarta: Prenada

Kencana, 2008), h. 4.

33Muliaty Amin, Dakwah Jamaah: Suatu Model Dakwah Islam

Berwawasan Jender di Kabupaten Bulukumba. Disertasi dipertanggugjawabkan

pada tahun 2010 untuk meraih gelar doktor.

34 Usman Jasad, op. cit., 294.

Page 30: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 30

dan mengemas materi dakwah, khususnya dengan menggunakan

komputer grafis, akan meningkatkan daya serap mad’u.

Kemampuan untuk mendesain materi dakwah yang mudah diakses

oleh mad’u, juga akan meningkatkan kredibilitas jurnalis Islami di

tengah-tengah masyarakat.

Meningkatkan kredibilitas, dalam teori use and gratification

menurut W. Philips Davison, yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat,

mengatakan bahwa masyarakat bukan orang pasif yang bisa

dibentuk seenaknya oleh komunikator, tetapi masyarakat terdiri

dari kumpulan struktur nilai dan ukuran kebenaran tersendiri serta

kebutuhan informasi.35

Hal ini mengharuskan seorang jurnalis

Islami untuk mengemas dan menyampaikan materi dakwah yang

sesuai dengan budaya dan daya nalar mad’u.

Menurut Liliweri, kemampuan komunikasi antar budaya

sangat diperlukan di tengah keragaman etnis, suku, agama, bahasa,

dan tradisi. Dibutuhkan kemampuan komunikasi antar budaya

untuk menyamakan persepsi mengenai pesan-pesan keagamaan

yang akan dipublikasikan atau disampaikan di tengah masyarakat

35Op. cit., Jalaluddin Rahmat, h. 203.

Page 31: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 31

majemuk.36

Menurut hemat penulis, diperlukan informasi dakwah

khusus yang sesuai dengan kondisi sosial dan kebutuhan

masyarakat multikultural. Dengan kata lain, seorang jurnalis

Islami harus memiliki kemampuan komunikasi antar budaya untuk

mengkomunikasikan pesan-pesan al-Quran dan Sunnah di tengah-

tengah masyarakat multikultural.

Membahasakan Al-Quran dan Sunnah sesuai dengan

kebutuhan mad’u dapat meningkatkan sekaligus meminimalisasi

distorsi informasi di tengah masyarakat multikultural.37

Kemampuan jurnalis Islami mengkomunikasikan spirit pencerahan

yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah dapat meningkatkan

kesadaran masyarakat dan memperbaiki perilaku mereka. Untuk

melahirkan mindset yang lebih inovatif dan kreatif dalam menata

kehidupan, para jurnalis Islami harus mampu memberikan

pandangan hidup (worldview) dan wawasan yang lebih logis dan

rasionil.

36Alo Liliweri, Komunikasi Antarbudaya (Cet. II; Jakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), h. 19.

37Rupert Brown, Prejudice: Its Social Psychology diterjemahkan oleh:

Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Sutjipto dengan Judul: Menangani

Prasangka dari Perspektif Sosial (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 125.

Page 32: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 32

Cara berpikir mad’u hanya bisa diubah oleh seorang da’i

yang memiliki kredibilitas visi dan misi yang berlandaskan pada

sifat-sifat Kenabian.38

Dalam hal ini, sifat-sifat Kenabian yang

dimaksud adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi

kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.39

Dengan

memiliki ketiga unsur kompetensi tersebut, kredibilitas seorang

jurnalis Islami dapat terdongkrak di tengah-tengah masyarakat.

Kredibilitas jurnalis Islami tidak akan terlepas dari pengaruh

dimensi internal (kondisi psikologis), dan dimensi eksternal

(kondisi sosiologis).40

Menurut Leonard W. Doob dan Raymond V.

Kesikar, yang dikutip oleh Totok Jumantoro, dimensi komunikasi

eksternal dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terekam

dalam benak seseorang melalui pengalaman empiris.41

Menurut hemat penulis, hal ini sangat relevan dengan

padangan J. DeVito yang menyatakan bahwa semakin banyak

38Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Subuah kajian

Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Mizan2011), h.115.

39A. Machfud, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya (Cet. II;

Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.33.

40Ibid.

41Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan

yang Qur’ani (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2001), h. 35.

Page 33: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 33

input informasi positif semakin positiflah respons dan ekspresi

seseorang.

Teori J. DeVito ini diaktualisasikan dalam peradaban global

melalui konsep cultural imperialism theory yang dikembangkan

oleh Herbert Schiller (1973). Sebagaimana dikutip oleh Usman

Jasad, teori ini menekankan perlunya mengkonstruksi informasi

dengan baik karena audiens atau masyarakat cenderung meniru

hal-hal yang dilihat atau dicerna oleh panca indranya.42

Mengutip Ibnu Miskawaih, Jalaluddin Rahmat mengatakan

bahwa selain dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, manusia

juga dipengaruhi oleh potensi dasar yang terdapat dalam dirinya

(internal), yaitu: potensi nabati, hewani, dan insani.43

Ketiga

potensi dasar ini menentukan kecenderungan seseorang dalam

berkomunikasi dan menjalani kehidupan secara umum. Jika

potensi nabati mendominasi diri seseorang, maka ia akan

cenderung lebih individual atau mementingkan diri sendiri; jika

dikuasai oleh potensi hewani, maka ia akan cenderung mengambil

sesuatu yang bukan haknya; jika alam pikirannya dikuasai oleh

42Ibid.

43Jalaluddin Rahmat, op. cit., h. 90.

Page 34: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 34

potensi insani, maka pola pikir (mindset) dan perilakunya akan

tergantung pada jenis dan intensitas informasi yang diterimanya.

Peningkatan kredibilitas jurnalis Islami merupakan salah satu

unsur penting dalam upaya peningkatan efektivitas dakwah.

Dengan tingkat kredibilitas yang memadai, pesan-pesan

keselamatan yang disampaikan oleh jurnalis Islami akan lebih

mudah diserap dan diterima oleh mad’u.

Dalam hal ini, salah satu kecakapan yang harus dimiliki oleh

seorang jurnalis Islami adalah kemampuan menggunakan bahasa

yang indah. Menurut Ubay bin Ka’ab, bahasa atau kalimat-kalimat

yang indah (ahsan al-qaul) seperti yang digunakan dalam syair-

syair itu, dapat membangkitkan kecerdasan afektif, behavioral,

dan kecerdasan kognitif dalam diri mad’u.44 Kecerdasan kognitif

jurnalis Islami mencakup kemampuan memilih pesan-pesan

keagamaan yang dapat menggugah sisi emosional mad’u, misalnya

tentang pentingnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan

bermasyarakat.

Menurut Muhammad Sayyid Thanthawi, kredibilitas jurnalis

Islami mencakup: kejujuran, menjauhi kebohongan, memiliki

44Ahmad Ghulusy, ad-Da’watul Islamiyah, (Kairo: Darul Kijab, 1987), h.

9.

Page 35: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 35

argumentasi yang logis, dan merindukan kebenaran.45

Oleh karena

itu, seorang jurnalis Islami dituntut untuk memiliki kecerdasan

ma’ani (kecerdasan memahami bahasa), kecerdasan bayani

(kecerdasan argumentatif), dan kecerdasan badi’ (kecerdasan

menggunakan bahasa yang indah) dalam menyampaikan pesan-

pesan keagamaan agar dapat menyentuh sisi emosional mad’u.

Ilmu al-Baya>n dikembangkan oleh Abu ‘Ubaidah (w.211 H), salah

seorang murid Imam al-Khalil bin Ahmad. Karya fenomenal Abu

‘Ubaidah adalah Majaz Al-Quran (Metafora dalam Al-Quran) yang

berisikan wawasan tentang cara-cara mengomunisasikan pesan-

pesan al-Quran. Ilmu ini kemudian disempurnakan oleh al-Jurjani.

46 Menurut Manna’ al-Qattan, ultimate substance dari pesan-pesan

al-Quran yang dikemas dalam bentuk ams\a>l (perumpamaan) akan

lebih mudah dipahami dan diserap oleh umat manusia. Hal ini

dimungkinkan karena ams\a>l mensinergikan antara akal dan panca

indra.

Dengan menggunakan ams\a>l, sesuatu yang sulit dibayangkan

atau dicerna oleh akal-pikiran akan menjadi lebih konkret dan

45Muhammad Sayyi>d Tant}awi, Adab al-Hiwa>r fi> al-Islam (Mesir: Da>r

Anahdhah, 1984), h. 18. Lihat dalam Ace Arifudin, Metode Pengembangan

Dakwah, 2011. h . 11.

46 Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76.

Page 36: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 36

mudah dipahami. Dalam kaitan ini, Jalal al-Din al-Suyu>t}i

membagi ams\a>l ke dalam tiga bagian: ams\a>l ka>minah, musarraha,

dan ams\a>l mursalah.47

Ketiga model ams\a>l ini dapat dijadikan

acuan oleh para jurnalis Islami untuk meningkatkan kemampuan

dalam mengomunikasikan ajaran-ajaran agama di tengah umat.

Oleh karena itu, seorang jurnalis Islami harus memiliki kecerdasan

baya>ni agar informasi dakwah yang disampaikannya mencapai

tujuan yang maksimal. Ilmu al-Baya>n memiliki banyak kesamaan

dengan ilmu retorika. Berdasarkan ilmu al-Baya>n, secara garis

besar, ada tiga cara untuk mengembangkan sebuah kalimat: al-

tasybih (analogi), al-majaz (metafora), dan al-kina>yah

(metonim/kiasan).48

Semua model kebahasaan ini perlu dikuasai

oleh seorang jurnalis Islami agar materi dakwah yang

disampaikannya mudah dipahami oleh mad’u.

Seorang jurnalis Islami juga harus memiliki kecerdasan

badi’i. Ilmu badi’ mengajarkan kemampuan untuk menggunakan

bahasa yang indah. Dengan kemampuan menggunakan bahasa

yang indah, seorang jurnalis Islami diharapkan mampu mengemas

47Lala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>m fi Ulu>m al-Qura>n, jilid II (Kairo Mesir:

Da>r al-Fikr, 2003), h. 113. Lihat Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar

Memahami Al-Quran Secara Utuh, h. 173.

48Ibid., h. 77.

Page 37: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 37

materi dakwah dengan kalimat-kalimat yang indah dan menarik

sehingga enak dicerna, mencerahkan hati dan pikiran, membawa

solusi, dan bermanfaat bagi mad’u.49

Ilmu ini bertujuan untuk

memperindah kalimat dari segi kata-kata (al-lafziyyah) dan

maknanya (al-ma’nawiyah). Seorang orator yang andal tidak

hanya mampu menyampaikan pidato dengan kata-kata yang

mengesankan, tapi juga harus mengandung makna yang

mendalam. Peletak dasar ilmu badi’ adalah Abdullah bin Mu’taz

al-Abbasi (w. 270 H). Atas dasar kekagumannya pada Abdullah

bin Mu’taz, Qudama bin Ja’far kemudian turut mengembangkan

ilmu ini.50

Karena objek kajian dakwah adalah manusia, maka

ilmuwan dakwah perlu memahami psikologi mitranya untuk

mencapai sasaran dakwah.51

Mengutip Sayyidina Ali bin Abi

Thalib, Ahmad Ghulusy berpesan bahwa seorang jurnalis Islami

perlu dioptimalkan peran rasio, rasa, dan rahasia dalam

49Jalaluddin Rahmat, Etika Komunikasi Religi, Makalah Seminar,

(Jakarta: Perpustakaan Nasional, 18 Mei 1996.

50Ibid.

51Ishak Asep dan Hendri Tanjung, Management Sumber Daya Manusia

(Cet. I; Jakarta: Prenada Media group), h. 19 Bandingkan dengan Yunan Yusuf,

Manajemen dakwah, h. 104.

Page 38: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 38

berdakwah.52

Menurut hemat penulis, materi-materi dakwah ini

dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis Islami di tengah

masyarakat.

Materi dakwah harus mengandung unsur hikmah, nasehat,

dan pelajaran yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh mad’u.53

Sejalan dengan hal ini, Ali al-Qahtani berpendapat bahwa seorang

jurnalis Islami harus memiliki kecerdasan kognitif, kecerdasan

humanis, dan kecerdasan spiritual.54

Penguasaan materi dakwah

dan penyampaian lisan yang sempurna, dapat mengangkat

kredibilitas jurnalis Islami di tengah masyarakat.

Mengutip Jalaluddin Rumi, salah satu tokoh sufi dari Persia, Aziz

mengatakan bahwa dalam proses komunikasi, lidah dibayang-

bayangi oleh daya rohani. Kandungan perasaan dan pikiran yang

dituangkan dalam bentuk puisi, dapat disebarluaskan dan

ditangkap dengan baik oleh panca indra berkat kepiawaian dan

52Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76.

53Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi al-Bantuny, Nas}a>ihul

Iba>d (Beirut: Da>r) h. 162.

54Said bin Ali Al-Qaht}ani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak (Cet. I;

Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 362.

Page 39: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 39

ketajaman lidah.55

Setiap kata dan kalimat dapat berbekas dalam

benak mad’u apabila sesuai dengan daya nalar mereka.

Seorang jurnalis Islami harus memiliki kecerdasan bahasa

agar mampu mengomunikasikan pesan-pesan al-Quran dan Sunnah

dalam kemasan bahasa yang dapat dipahami oleh mad’u. Hal ini

sesuai dengan teori yang diperkenalkan oleh Larry A. Samover. Ia

mengatakan bahwa kecerdasan bahasa yang dimiliki manusia

memungkinkannya untuk memilih kata-kata yang dapat

memindahkan sesuatu yang abstrak ke dalam kalimat-kalimat

yang gampang dipahami.56

Menurut Peter Drucker, kredibilitas seorang komunikator,

antara lain, mencakup kemampuan untuk merancang anatomi

pesan, dan menetapkan target-target yang ingin dicapai. Ia juga

mencakup kemampuan merumuskan desain aplikasi komunikasi

yang membuat pesan mudah dipahami.57

Agar dakwah bisa efektif,

informasi atau materi dakwah harus sesuai dengan persoalan yang

55Ibid., h. 75.

56Larry A. Samover, Richhard E. Porter, and Nemi C. Jaim,

Understanding Intercultural Communication (Wodsworth Publishing Company,

Belmont California, t.t), h. 23.

57Peter Drucker, Structures of Communication (New York: Sage

Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 33.

Page 40: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 40

berkembang di tengah masyarakat. Oleh karena itu, seorang

jurnalis Islami harus melakukan pengamatan dan analisa

mendalam sebelum menentukan materi dakwah atau pesan-pesan

keagamaan yang akan disampaikan sesuai daya nalar mad’u.

Mendesain materi dakwah sesuai daya nalar mad’u

dibutuhkan teknologi informasi dakwah. Strategi ini dapat

dilakukan dalam berbagai metode dakwah. Menurut Ali

Mahfuzpenerapan teknologi informasi dakwah tersebut dapat

dilakukan melalui metode bi al-Lisan, bi al-Qalam, dan bi al-H{al.58

Berikut dijelaskan satu per satu:

a. Dakwah bi al-Lisan

Pada hakikatnya, dakwah adalah cerminan iman yang

dimanifestasikan dalam bentuk aktivitas yang bernama dakwah.

Untuk mentransformasikan ajaran-ajaran Allah Swt. yang

termaktub dalam al-Quran dan Sunnah, dibutuhkan metode,

strategi, dan teori yang berlandaskan pada kaidah-kaidah ilmu

58Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turu>q al-Wa’zhwa al-

Khita>bah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h. 93.

Page 41: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 41

pengetahuan, baik empiris maupun ‚non-empiris‛.59

Menurut

Aliyudin, ada tiga teori dakwah, yaitu teori citra da’i, teori

medan dakwah, dan teori proses, tahapan dakwah.60

Metode dakwah bi al-Lisan dapat diwujudkan dalam bentuk:

ceramah, diskusi, khutbah, nasihat, dan lain-lain.61

Proses

transmisi dakwah dapat dilakukan dengan cara pribadi (fardiyah),

keluarga (usrah), komunitas (jamaah), masyarakat (umat), dan

dalam semua segi kehidupan.62

Berikut proses sistem dakwah

menurut pandangan Ali Mahfuz}:63

59Aep Kusnawan dan Firdaus, Manajemen Pelatihan Dakwah (Cet. I;

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 117.

60Enjang As dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan

Filosofis dan Praktis (Cet. I; Bandung: Widya Padjadjaran, 2009) h. 120.

61Samsul Munir Amin, Tajdi>d al-Fikrah fi al-Dakwah al-Islamiyah,

Maqa>lah bi al-Lughah al-Arabi>yyah, Kuli>yah al-Dakwah, (Wonosobo: al-

Ja>mi>’ah li> Ulu>m Alquran Jawa al-Wust}a, 2003), h. 2-3.

62M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai

Persoalan umat (Cet. XVII; Bandung: Misan, 2006), h. 319.

63Syaikh Ali Mahfuz}, Hidaya al- Mursidin, Lihat Andul Kadir Sayid

Abdul Rauf, Dira>sat fi da’wah al-Islamiyyah, (Kairo: Da>r al-Tiba’ah al-

Mahmadiyah, 1987), h. 10.

Kebahagia

an Dunia

Akhirat

TUJUAN

MANUSIA

MAD’U

Amar

Ma’ruf

Nahy

Mungkar

METODE

Al-Khair

Al-Huda

Al-Ma’ruf

PESAN

Pemberian

Motivasi

DAI

Page 42: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 42

Bagan di atas menunjukkan bahwa aplikasi sistem informasi

dakwah harus mengintegrasikan berbagai unsur yang saling

menunjang agar bisa mencapai hasil yang maksimal. Dakwah bi al-

lisan adalah teknik komunikasi dakwah yang dilakukan dengan

menggunakan lisan (verbal), yang bisa berbentuk ceramah, pidato

manuskrip, pidato memoriter, dan pidato ekstemporan.64

Seorang

jurnalis Islami yang melakukan dakwah bi al-lisan harus

berbekalkan kecerdasan bayani, kecerdasan ma’ani, dan

kecerdasan badi’i.

Menurut Ali Mahfuz, dakwah harus menggabungkan antara

targhib (motivasi) dan tarhib (intimidasi/ancaman). Hal ini dapat

diwujudkan dalam bentuk-bentuk berikut ini: 1) memilih jurnalis

Islami yang mampu melakukan targhib dan tarhib; 2) memilih

materi dakwah yang relevan dengan persoalan kehidupan, dan

mengemasnya dengan bahasa yang mudah dicerna oleh mad’u; 3)

menyesuaikan materi dakwah dengan situasi dan kondisi

setempat.65

Sistem informasi dakwah dapat dijalankan secara

individual atau kolektif.

64op. cit., Moh. Ali Aziz, h. 359-360.

65Zaid Abdul Karim Az-Zaid, Dakwah bil-H{ikmah (Cet. I; Jawa Timur:

Pustaka Al-Kaustar 1993), h. 28.

Page 43: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 43

Baik dijalankan secara individual maupun kolektif, sistem

informasi dakwah harus berasaskan prinsip al-hikmah. Prinsip al-

hikmah termasuk dalam kategori al-manhaj al-at}ifi (metode

sentimentil). Menurut Muhammad Abduh, hikmah adalalh

mengetahui rahasia ilmu, faedah-faedahnya, dan menempatkan

sesuatu pada tempatnya.66

Konsep Muhammad Abduh ini sejalan

dengan konsep Muhammad Abu Al-Fatah Al-Bayanuni, yang

memaknai hikmah sebagai kemampuan jurnalis Islami untuk

menempatkan kalimat pada konteksnya.67

Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa al-hikmah adalah kompetensi jurnalis Islami

menggunakan teknologi informasi dakwah dalam

mentransformasikan pesan-pesan keagamaan.

Sistem informasi dakwah juga harus berlandaskan pada

prinsip al-mauiz}atu al- h{asanah. Prinsip ini termasuk dalam

kategori al-manhaj al-hissi (metode indrawi). Berdasarkan metode

ini, seorang jurnalis Islami diharuskan memiliki kompetensi untuk

memberikan bimbingan, nasihat, dan menawarkan pilihan-pilihan

66Abu Hayyan, al-Bah}rul Muhith, jilid I h. 392. Zaid Abdul karim al-

Da’wah al-H{ikmah, h. 26.

67Muhammad Abdul Fatah al-Bayanuni, Al-Madkhal Ila ‘ilmu al-Da’wah

(Beirut: Muasasa Ar-Risalah: 1991), h. 245.

Page 44: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 44

kebenaran yang dapat dijangkau oleh masyarakat.68

Sebagaimana

dikutip oleh Hamid, Ali Mahfuz berpendapat bahwa mauiz}a

h}asanah} meliputi: nasihat, petuah, bimbingan, kisah-kisah, kabar

gembira, dan ancaman.69

Semua metode dan teori dakwah ini

dapat dijalankan dengan berpedoman pada asas wa jadilhum billati

hiya ahsan atau asas al-mujadalah. Al-Muja>ddalah atau sistem

dakwah dialogis cocok untuk diterapkan di tengah masyarakat

multikultural, yang tingkat pengetahuan dan profesinya biasanya

berbeda-beda. Masyarakat multikultural umumnya terdiri dari

kalangan profesional, kalangan menengah, dan kalangan awam.70

Ketiga golongan masyarakat ini membutuhkan informasi dakwah

yang berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang jurnalis Islami harus

memperhatikan aspek teks (materi dakwah) dan konteks agar

pesan-pesan keagamaan yang disampaikannya dapat dicerna oleh

mad’u.

68Ramad}an Muhammad Khair. Dakwah al-H{aq Min Khasaishi al-Alam

al-Islami, Rabit}ah al-alam al-Islami, (Maktab al-Mukarramah 1990). h. 145.

69Abdul Hamid Al-Bilali, Fiqh al-Dakwah fi> Ingkar al-Mungkar (Kuwait:

Da>r al-Dakwah, 1989), h. 260.

70Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia:

Nur Niaga SDN. BHD 1996).h. 21.

Page 45: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 45

Memilih konten informasi dakwah merupakan salah satu

unsur penting yang harus diperhatikan oleh jurnalis Islami.

Seorang jurnalis Islami harus mendesain materi dakwah yang

mudah dipahami oleh masyarakat.71

Hanya informasi dakwah yang

berkualitas (qaula>n bali>gha>n) yang dapat memengaruhi jiwa dan

perilaku masyarakat. Ia juga dapat menstimulasi dan mendorong

penguatan civil society dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kata balli>g memiliki tiga dimensi, yaitu benar secara bahasa,

memiliki kejelasan makna, dan mengandung kebenaran

substansial.72

Sebuah informasi dakwah dianggap komunikatif jika

bisa dipahami oleh mad’u.

Menurut pakar komunikasi, Stephen W. Little John,

komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang melahirkan

kesepahaman antara komunikator dan komunikan.73

Sistem

informasi dakwah bisa dikatakan empatik jika pesan-pesan yang

disampaikan dapat menciptakan interaksi harmonis di kalangan

71H. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah (Cet. I;

Surabaya, Al-Ikhlas, 1993), h. 143. Bandingkan dalam Samsul Munir Amin,

Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amza, 2009), h. 88.

72Ahsin W. Al-hafiz} Kamus Ilmu Al-Quran (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika

Offset, 2005), h. 273.

73Stephen W. Littlejohn, Encyclopedia of Communication Theory (Los

Angles, SAGE Publications India Pvt. Ltd, 2009), h. 77.

Page 46: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 46

umat. Dalam al-Quran, penggunaan bahasa yang indah dalam

berdakwah diistilahkan dengan ah}sanu qaulan (ucapan yang baik)

(QS. Al-Fussilat/41: 33). Ayat tersebut menjadi inspirasi bagi para

jurnalis Islami agar memperhatikan kemasan materi dakwah yang

akan disampaikannya kepada mad’u, terutama aspek

kebahasaannya, karena bahasa turut menentukan efektivitas

komunikasi.

Menurut Jalaluddin Rahmat, etika dakwah bi al-lisan perlu

mengandung spirit qau>lan kari>ma>n (perkataan yang baik), qaula>n

layyina>n (perkataan yang lembut), qaula>n maisu>ra>n (perkataan

yang mudah dipahami), dan qaula>n sadi>da>n (perkataan yang

benar).74

Dalam konteks ini, Nurcholish Madjid mengatakan

bahwa kata ma’ruf itu tidak berlaku universal, tetapi hanya

mencakup hal-hal yang dianggap baik oleh masayarakat setempat.

Dalam al-Quran, kita bisa menemukan beberapa istilah penting

yang berhubungan dengan dakwah, misalnya: qawla>n ma’rufan,

qawla>n sadida>n, qawla>n balighan, qawla>n maisuran, qawla>n

layyina>n.75 Dalam kaitan ini, yang akan disorot adalah qawla>n

74Jalaluddin Rahmat, Islam dan Pluralisme: Akhlaq Al-Quran Menyikapi

Perbedaan (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 28.

75Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban (Cet. I; Jakarta:

Paramadina, 1992), h. 243.

Page 47: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 47

ma’rufan. Kata ma’ru>f berasal dari kata arafa (عرف), yang artinya

mengetahui; kebalikan dari kata mungkar yang berarti tidak

mengetahui. Kata arafa (عرف) dengan berbagai bentuknya,

terulang sebanyak 71 kali dalam al-Quran. Menurut Fachrudin HS,

qawlan ma’rufan bisa ditafsirkan sebagai perkataan yang patut.76

Dengan demikian, ungkapan qawla>n ma’rufan merupakan

kombinasi antara perkataaan yang manis dan makna yang baik.

Pesan-pesan keselamatan yang termaktub dalam al-Quran dan

Sunnah harus dikomunikasikan secara empatik dengan

menggunakan perkataan yang mulia.77

Dengan kata lain, pesan-

pesan kebaikan perlu disampaikan dengan cara-cara yang baik pula

(ma’ruf), termasuk dari sisi penggunaan bahasa. Dakwah tidak

boleh menyudutkan atau mendiskreditkan kelompok tertentu,

tetapi harus memotivasi semua lapisan umat tanpa memandang

golongan atau alirannya.

Dalam QS al-Isra’/17:23, Allah Swt. menekankan pentingnya

menggunakan perkataan yang mulia (qaula>n kari>man) dalam

76Zainuddin Hamidi Fachrudin HS, Tafsir Al-Quran al-Karim h. 86.

77Maulana Muhammad Ali, The Holy Al-Quran diterjemahkan oleh:

H.M. Bahrun dengan judul Qur’an Suci (Cet. IV; Jakarta: Da>r al-Kutub al-

Islamiyyah, 1986), h. 129.

Page 48: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 48

mengomunikasikan pesan-pesan mengenai budi pekerti yang luhur.

Allah berfirman:

Terjemahannya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada

ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di

antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut

dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu

mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah

kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka

perkataan yang mulia.78

Menurut Quraish Shihab, seorang jurnalis Islami harus

kompeten dalam menggunakan perkataan-perkataaan yang mulia,

berkomunikasi secara empatik, dan mengomunikasikan pesan-

pesan al-Quran dan Sunnah dengan lemah lembut dan penuh

78Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Perkata: Syamila Al-

Quran (Cet. Jakarta: Sigma, 2007), h. 284.

Page 49: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 49

penghormatan.79

Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surah

al-Isra,> kemasan informasi dakwah harus menggunakan ungkapan

atau bahasa yang mudah dimengerti (qaulan maysu>ran). Allah

berfirman ( Q.S. surah al-Isra’:28):

Terjemahannya:

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat

dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada

mereka ucapan yang pantas (memenuhi kriteria kepatutan yang

berlaku).80

Selain itu, informasi dakwah juga harus dikemas dengan

ungkapan atau bahasa yang dapat menyentuh dan berbekas di hati.

Dalam QS. Al-Nisa/4:63, Allah Swt. berfirman:

Terjemahannya:

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa

yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari

79M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan di Balik Setiap

Fenomena (Cet. VIII; Jakarta, Lentera Hati, 2004), h. 209-212.

80Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Perkata: Syamila Al-

Quran (Cet. Jakarta: Sigma, 2007), h. 285.

Page 50: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 50

mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada

mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.81

Menurut Quraish Shihab, ayat ini memberi petunjuk kepada

para jurnalis Islami mengenai tata cara berdakwah di tengah

masyarakat yang memiliki tradisi komunikasi dramaturgi (lain di

bibir lain di hati) dalam interaksi sosial. Strategi dakwah yang

tepat untuk kondisi semacam ini adalah dengan menggunakan

pendekatan komunikasi empatik.82

Menurut pakar bahasa,

.adalah sampainya sesuatu pada sesuatu yang lain (ba>ligh)بليغ

Informasi dakwah bisa dikatakan بليغ (ba>ligh) jika memenuhi

syarat-syarat, antara lain, menggunakan kalimat yang tidak

bertele-tele, menggunakan kosakata yang dapat dimengerti oleh

mad’u, dan mematuhi aturan tata bahasa.83

Oleh karena itu,

dakwah yang ba>ligh tidak boleh berbentuk kritikan, apalagi

kecaman, yang disampaikan di hadapan umum. Hal semacam ini

hanya akan melahirkan antipati dari mad’u, bahkan bisa-bisa

membuat mereka semakin keras kepala dan menjauh dari ajaran-

81Ibid., h. 88.

82M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume XII: Pesan-pesan dan

Keserasian Al-Quran (Cet. I; Lentera Hati, 2009), h. 596.

83 M. Quraish Shihab, Ibid, h. 596.

Page 51: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 51

ajaran agama. Dengan kata lain, kegiatan dakwah harus

dilandaskan pada komunikasi empatik.

Kata empati berasal dari bahasa Jerman Einfuhlung, yang

berarti turut merasakan penderitaan orang lain (feeling into).84

Pengertian yang serupa juga diungkapkan oleh Jalaluddin Rahmat.

Dia mengatakan bahwa empati adalah menempatkan diri kita pada

posisi orang lain.85

Informasi dakwah juga harus menggunakan perkataaan atau

ungkapan yang lemah lembut (qaulan layyinan). Hal ini ditegaskan

oleh Allah Swt. dalam QS al-T}a>ha>/20:44:

Terjemahannya:

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata

yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.86

84Subandy Ibrahim, Sinar Komunikasi Empatik: Krisis Budaya dalam

Masyarakat Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Pustaka bani Quraisy, 2004), h. xix.

85Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Cet. VIII; Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2005), h. 19.

86Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Perkata: Syamila Al-

Quran (Cet. Jakarta: Sigma, 2007), h. 314.

Page 52: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 52

Menurut Quraish Sihab, kata layyinan dalam ayat tersebut

bermakna menyampaikan pesan dakwah melalui kata-kata yang

sopan dan sesuai dengan kultur mad'u.87

Dalam pandangan

psikologi, perkataan yang lembut dapat melahirkan rasa cinta pada

hikmah.88

Sebagaimana dikutip oleh Arifin, Sigmund Freud

mengatakan bahwa komunikasi yang menggunakan perkataan

yang lembut dapat memengaruhi insting manusia.89

Selain itu, informasi dakwah juga mesti memperhatikan daya

nalar mad’u. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah Swt. dalam QS

al-Isra>/17: 84

Terjemahannya:

87M. Quraish Shihab, op. cit, h. 596.

88John R. Anderson, Cognitive Psychology and its Implication: Fifth

Edition (Cet. V; Word Publishers, 2000), h. 432.

89H.M. Arifin, Psikologi Dakwah (Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2004),

h. 48.

Page 53: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 53

Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya

masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang

lebih benar jalannya.90

Ayat ini menjelaskan tentang aspek-aspek yang harus

diperhatikan berkaitan dengan situasi dan kondisi mad’u. Di

antara aspek-aspek itu adalah tabiat, lingkungan, budaya, agama,

dan pendidikan mad’u. Berdasarkan ayat tersebut, seorang jurnalis

Islami perlu memiliki berbagai kecerdasan dan kompetensi yang

memungkinkannya untuk mentransformasikan pesan-pesan

keagamaan secara profesional. Berikut ini hadis yang berhubungan

dengan sistem informasi dakwah, baik dakwah lisan maupun

tulisan. Rasulullah SAW. bersabda: خاطبوا الناس على قدر عقولهم

(kha>t}ibu>nna>sa ‘ala> qadri ‘uqu>lihim).91

Artinya:

90Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Per kata: Syamila Al-

Quran (Cet. I; Jakarta: Sigma, 2007), h. 290.

91Jalal al-D>in al-Suyu>ti Juz VI, Jami>’ul al-Ha>di (Beirut Da>r al-Kutub,

t.th), h. 401.

Page 54: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 54

Berkomunikasilah dengan sesama manusia sesuai dengan

kemampuan dan tingkat kecerdasannya.92

Hadis tersebut menekankan pentingnya membuat sistem

informasi dakwah yang sesuai dengan tingkat kecerdasan dan nalar

mad’u. Dalam hal ini, jurnalis Islami harus mempersiapkan materi

dakwah yang sesuai dengan kebutuhan mad’u, mengemasnya

dalam bahasa yang mudah dimengerti, dan menggunakan

teknologi penunjang yang tepat.

b. Dakwah bi al-Qalam

Menurut Syeikh Ali al-Fadl bin al-Hasan al-Tabrasi, al-

Qalam adalah salah satu alat yang digunakan oleh manusia untuk

menyampaikan keinginannya baik kepada yang jauh maupun yang

dekat.93

Dalam beberapa hal, dakwah bi al-Qalam memiliki model

dan memainkan peran yang berbeda dengan dakwah bi al-Lisan.

Menurut hemat penulis, dakwah bi al-Qalam dapat melahirkan

92H.M. Arifin, op. cit., h. 46.

93Muhammad Abdul Aziz al-Khu>li, Is}la>h al-Wazh al-Di>n Juz II (Mesir:

al-Tijariyat, 1964), h. 5 Bandingkan dengan Abu Hasan Muhammad ibn Fariz

Zakariyyah, h. 279-281.

Page 55: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 55

transformasi budaya melalui tulisan-tulisan di media massa

elektronik.94

Kecanggihan teknologi informasi telah melahirkan

komunitas virtual yang biasa dikenal dengan istilah cyber

community.

Pandangan Ali Mahfuz ini relevan dengan pandangan

Syarifudin bahwa jurnalis Islami dalam Facebook adalah media

silaturrahmi untuk meningkatkan kecerdasan Spiritual, intelektual,

sosial, dan entrepreneurship. Ini sangat sesuai dengan teknologi

dakwah bi al-Qalam.

Dengan dakwah bi al-Qalam, informasi yang berkaitan

dengan ibadah, muamalah, ekonomi, dan sosial-budaya, dapat

dipublikasikan di media massa, baik cetak maupun elektronik.

Dakwah bi al-Qalam dapat dilakukan melalui surat kabar, majalah,

buku, dan internet. Salah satu keunggulan dakwah bi al-Qalam

adalah ia bisa dilakukan kapan dan di mana saja. Dengan kata lain,

dakwah bi al-Qalam tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.

Mengomunikasikan pesan-pesan agama melalui dakwah bil

qalam dan simbol relevan dengan gagasan Ferdinand De Saussure

sekitas tahun (1857-1913) yang di kutip Komaruddin bahwa

94Bandingkan Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya

(Cet. I; Jakarta: Universitas Indonesia, 2008), h.116.

Page 56: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 56

pembicaraan lebih primer menyentuh jiwa di banding bahasa lewat

tulisan.95

Gagasan ini sesuai pandangan Henry Sweet (1845-1912)

berpendapat bahwa meskipun bahasa bisa dicurahkan lewat tulisan

dan simbol-simbol, namun ada kecendrungan banyak perasaan

yang kurang terwakili oleh tulisan tersebut.96 Hal ini menunjukkan

bahwa kompetensi jurnalis Islami perlu memiliki analogi, dan

logika untuk dapat memilih bahasa yang ditunjang oleh teknologi

informasi dakwah untuk memudahkan daya nalar mad’u.

Bentuk dakwah bil al-Qalam: dua kosa kata ini substansi

maknanya kepada dua sistem informasi yakni suara dan kata-

kata.97

Dalam kajian Dakwah bi al-Qalam peran teknologi

informasi dakwah berorientasi pada tulisan (surat kabar, majalah,

buku, internet), puisi, artikel dan semua yang berhubungan dengan

tulisan yang dapat merubah umat menjadi lebih baik.98

Ketiga

model dakwah ini merupakan sub sistem informasi dakwah Islam

yang perlu di kelola secara profesional.

95Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian

Hermeneutika (Cet. I; Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2011), h. 186.

96Ibid.

97Tanta>wi> Jauha>ri, Al-Jauhar fi> Tafsir Al-Qura’n al-Karim (Beirut:

Mu’assasah> al-Alami, 1973), h. 75.

98M. Munir, Metode Dakwah: Edisi Revisi. op. cit., h. 216.

Page 57: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 57

Bentuk tulisan (dakwah bi al-Qalam) antara lain dapat

berbentuk artikel keislaman, tanya jawab hukum Islam, rubrik

dakwah, rubrik pendidikan agama, kolom keislaman, cerita

religius, cerpen religius, puisi keagamaan, publikasi khutbah,

pamflet keislaman, buku-buku dan lain-lain.99

Hal ini bisa

dikemas dalam software komputer grafis untuk memberi citra pada

pesan-pesan dakwah lewat lembaran elektronik maupun cetak

sesuai kebutuhan masyarakat cyber comunity.

Pada era informasi sekarang ini maraknya media massa

sebagai sarana komunikasi massa dan alat pembentuk opini publik,

para jurnalis Islami, aktivis dakwah, dan umat Islam pada

umumnya memang terkena kewajiban secara syar’i melakukan

dakwah, perlu memanfaatkan media massa untuk melakukan

dakwah bi al-Qalam, melalui rubrik kolom opini yang umumnya

terdapat di surat kabar harian, mingguan, tabloid, majalah-

majalah, atau buletin-buletin internal masjid.100

Tentu saja,

dakwah bi al-Qalam berjalan seiring perkembangan media cetak

dengan teknologi sistem informasi yang mutakhir.

99Awis Karni, Dakwah Islam di Perkotaan: Studi Kasus Yayasan Wakaf

Paramadina (Jakarta: Disertasi SPS UIN Jakarta, 2000, tidak diterbitkan h. 43.

100Blogger Gerakan Memakmurkan Masjid http://kopinet.info/dakwah-

bil-qolam/ diakses pada tanggal 18 Pebruari 2010.

Page 58: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 58

Melalui tulisan-tulisan di media massa, seorang Jurnalis

Islami, Ulama, Kyai, perlu pengembangan wawasan sistem

informasi dakwah dalam penyebaran informasi dengan cara

dakwah bi al-Qalam.101

Peran ini dapat melaksanakan tugas

jurnalis Muslim, sebagai muaddi>b (pendidik), musaddid (pelurus

informasi tentang ajaran dan umat Islam), mujaddi>d (pembaharu

pemahaman tentang Islam), muwahid (kesolidan sistem Informasi

Islam),102

dan mujahid (pejuang, pembela, dan penegak informasi

yang benar Islam).

Keunggulan dakwah bi al-Qalam jika dibandingkan dengan

bentuk dakwah yang lain adalah terdapat pada sifat dan objeknya

cakupannya yang luas. Dakwah bi al-Qalam dapat diterima oleh

ratusan, ribuan, ratusan ribu, bahkan jutaan orang pembaca dalam

waktu yang hampir bersamaan.103

Kompetensi jurnalis Islami

dalam bentuk dakwah bi al-Qalam juga merupakan senjata kita

dalam melawan serbuan pemikiran (Al-Gazwul Fikr) pihak-pihak

101M. Syafi’i Anwar, Dakwah bi al-Qalam dan Jurnalistik (Jakarta: 1989)

h. 166.

102M. Munir, Metode Dakwah: Edisi Revisi (Cet. III; Jakarta: Prenada

Group, 2009), h.123

103Suf Kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip

Dakwah dalam Alquran (Cet. I; Bandung: Teraju, 2004), h. 88.

Page 59: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 59

yang hendak merusak akidah, pemikiran, dan perilaku umat Islam

melalui media massa.104

Media massa memang alat efektif untuk

membentuk opini publik (public opinion), bahkan memengaruhi

orang melalui pendekatan komunikasi emapti. 105

Kelebihan

dakwah bi al-Qalam memiliki kekuatan tersendiri karena bisa

diverifikasi, telah berkembangan menjadi lembaran-lembaran

elektronik (seperti touch screen), lebih rapi sistematika alur

pikirnya, dan dibaca berulang-ulang.

Tanda-tanda lewat komunikasi bi al-Qalam hemat Danesi

adalah pikiran yang dipindahkan lewat media kertas, batu, dan

lain-lain. Bangsa Mesir kuno menjadikan komunikasi bi al-Qalam

sebagai hieroglif sebab melalui komunikasi bi al-Qalam menulis

pesan-pesan mistik, hymne, doa, dan gelar dewa.106

Tradisi literasi

ini juga berkembangan di dunia Islam sehingga kitab Al-Quran dan

Sunnah berbentuk komunikasi bi al-Qalam. Karena komunikasi bi

104Ibid., h.125.

105Subandy Ibrahim, Sinar Komunikasi Empatik: Krisis Budaya dalam

masyarakat Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Pustaka bani Quraisy, 2004), h. xx.

106Marcel Danesi, Massages, Sign, and Meanings: A Basic Textbook and

Semitics and Communication Theory Third Edition (Canadian Scholars' Press

Inc, 2004), diterjemahkan oleh: Evi Setriany dengan Judul: Pesan Tanda, dan

Makna: Buku Teks Dasar Semiotika dan Teori Komunikasi (Cet. I;

Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.155.

Page 60: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 60

al-Qalam memiliki kelebihan yang strategis maka jurnalis Islami

perlu memiliki kompetensi komunikasi bi al-Qalam dengan

menerapkan dalam teknologi dakwah.

c. Dakwah bi al-H{a>l

Dakwah bil al-H{a>l: kata al-H{a>l bermakna hal atau

keadaan.107

Lisan al-H{a>l berarti memanggil, menyeru dengan

menggunakan bahasa keadaan dengan ajakan perbuatan nyata dan

penuh hikmah.108

Jurnalis Islami perlu memberikan prilaku yang

dapat diteladani umat baik dalam ibadah maupun dalam hubungan

sosial kemasyarakatan. Dakwah al-H{a>l dengan perbuatan nyata

dimana aktifitas dakwah dilakukan dengan cara memberikan

keteladanan, dakwah sosial (membangun jembatan, rumah sakit

dan pendidikan). 109

Sistem Informasi dakwah bi al-H{a>l atau dikenal dengan

sistem informasi dakwah kerja nyata seperti peningkatan ilmu

107Ahmad Warson Munawwir, Kamus Bahasa Arab-Indonesia

(Yogyakarta: Unit Pengadaan buku-buku ilmiah, t.th.), h. 336.

108Abdul Karim, Az-Zaid Zaid. Da'wah bil-H{ikmah, (Cet. I; Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar 1993). h. 28.

109M. Munir, Metode Dakwah: Edisi Revisi (Cet. III; Jakarta: Prenada

Group, 2009), h. 215. lihat juga Ensiklopedi Islam (Cet. IV; Jakarta : PT.

Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 280.

Page 61: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 61

pengetahuan (SDM) diberbagai bidang umat Islam harus

meningkatkan kreatifitas semaksimal mungkin sebagai wujud dari

taqwa kepada Allah swt., Dakwah bi al-H{a>l juga membangun

fasilitas umum, yakni jembatan, masjid, gedung pertemuan, hotel,

tempat wisata, infrastruktur ekonomi dan fasilitas-fasilitas umum

lainnya yang dapat dirasakan secara langsung oleh panca indra

mad’u. Tingkatan sistem informasi dakwah model ini memiliki

peran penting dalam perubahan sosial sistem informasi dakwah bi

al-H{a>l.110 Dakwah bi al-H{a>l, (perbuatan nyata) merupakan

aktivitas keteladanan dan tindakan amal nyata di tengah

masyarakat.

Sistem informasi dakwah bi al-H{a>l tidak meningggalkan

maqal (ucapan lisan dan tulisan), melainkan lebih ditekankan pada

sikap, perilaku, dan kegiatan-kegiatan nyata yang secara interaktif

mendekatkan masyarakat pada kebutuhannya, langsung atau tidak

langsung dapat memengaruhi peningkatan keberagamaan.111

Sistem Informasi Dakwah bi al-H{a>l saat ini bisa dilakukan dengan

110Tuty Alawiyah, Paradigma dakwah baru Islam: Pemberdayaan Sosio-

Kultural Mad’u IAIN Syarif Hidayatullah (Jakarta: Jurnal Kajian Dakwah dan

Kemasyarakatan), h. 5.

111Ismai Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Menjelajah

Khazanah Peradaban Gemilang Islam: Edisi Indonesia (Bandung: Mizan,

1998),h. 220.

Page 62: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 62

karya nyata sebagai solusi kebutuhan masyarakat banyak,

misalnya membangun sekolah-sekolah, perjurnalis Islamian-

perjurnalis Islamian tinggi Islam, membangun pesantren,

membangun rumah-rumah sakit, membangun poliklinik, dan

kebutuhan hidup masyarakat lainnya untuk kebutuhan umat

manusia.112

Semua ini adalah bentuk dakwah bi al-H{al

Muhammadiyah sebagain bentuk dari spirit ajaran agama.

Sistem dakwah bi al-H{a>l hemat penulis lebih ditekankan

pada keteladanan serta menjadi panutan masyarakat. Untuk

mendesain sistem dakwah seperti ini lebih ditujukan pada kader-

kader dakwah perlu memberikan suri tauladan bagi mad’u dengan

pendekatan dakwah partisipatori yakni bersama-sama dengan

masyarakat melakukan dakwah pembebasan dari berbagai macam

keterpurukan. Baik keterpurukan ekonomi, kesehatan, politik,

budaya, cagar alam dan sosial kemasyarakatan. Tujuan dakwah

melalui pesan-pesan keselamatan, kesejahteraan, dan pembentukan

prilaku akhlak yang mulia.

Dari ketiga sistem dakwah bi al-Lisan, bi al-Qalam, an bi al-

H{a>l tersebut, memiliki cara dan sistem penyebaran informasi yang

berbeda-beda. Ketiga bentuk dakwah ini dapat terintegrasi dalam

112Munir, op.cit., h. 215.

Page 63: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 63

satu sistem informasi dakwah yang saling menunjang dan

mengokohkan antara sub sistem. Teknologi Informasi Dakwah

(TID) adalah ilmu yang mengajarkan strategi mendesain (ilmu

kemasan) pesan-pesan dakwah yang memberikan spirit

pencerahan kepada manusia untuk kompetensi merawat perbedaan

menjadi sebuah kekuatan berjama’ah untuk bertahan hidup sesuai

dengan tata tertib logika dan wahyu untuk meningkatkan

efektifitas dakwah.

2. Komunikasi Empati

Terminologi komunikasi empati dalam kamus besar bahasa

Indonesia adalah kemampuan komunikator membahasakan

perasaan dan pikiran orang lain.113

Idi Subandi memaknai

komunikasi empati sebagai kompetensi untuk meneliti dengan

baik kesulitan-kesulitan yang dialami orang lain.114

Hal ini sesuai

dengan pandangan Steven Jobs pemilik perusahan Apel dan

macintos bahwa empati itu peka terhadap perasaan orang lain dan

113Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa Republik Indonesia, 2009), h. 390.

114Idi Subandy Ibrahim, Sinarnya Komunikasi Empatik: Krisis Budaya

Komunikasi dalam Budaya Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Pustaka Bani Quraisy,

2004), h. iii.

Page 64: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 64

mengatahui informasi yang dibutuhkan orang lain.115

Dalam

implementasi dakwah peran komunikasi empati ini perlu ditunjang

dengan teknologi informasi dakwah.

Komunikasi empati dalam implementasi sistem informasi

dakwah sangat penting, karena selama ini kerapa kali dalam proses

dakwah setiap kata dan kalimat yang diucapkan jurnalis Islami

terasa hampa dengan nilai-nilai spirit pencerahan. Kehampaan

pesan melalui kata, kalimat menurut Jen Bauldrillard

mengungkapkan bahwa komunikasi tanpa didukung oleh

komunikasi empati laksana berada dalam alam semesta yang

begitu melimpah ide, gagasan, yang berbentuk informasi tetapi

hampa dengan makna.116

Isyarat tersebut kerap kali dapat

dirasakan banyak penceramah mulai jurnalis Islami, jurnalis

Islami, dan teman dekat yang memberikan informasi tetapi terasa

hampa dan kurang memiliki daya dan spirit pencerahan. Hal ini

menunjukkan bahwa ada yang keliru dalam proses dakwah dan

komunikasi. Hemat penulis keadaan ini membutuhkan pendekatan

komunikasi empati.

115Steven Jobs, Manusia Jenius (Cet. I; Jakarta: Gramedia, 2011), h. 23.

116Ibid.

Page 65: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 65

Jalaluddin Rumi memaknai komunikasi empati adalah

belajar berkomunikasi dengan merasakan setiap kalimat yang

dikeluarkan oleh lawan komunikasi. Hemat Jalaluddin Rumi setiap

manusia dalam melakukan komunikasi dibayang-bayangi oleh

daya rohani.117

Hal ini menunjukkan bahwa dalam melakukan

komunikasi khususnya menyampaikan pesan-pesan Al-Quran dan

Sunnah membutuhkan kompetensi dan kredibilitas yang tinggi

untuk sampai pada pesan-pesan yang mengadung power dan spirit

pencerahan di tengah masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori uses

and gratification Blumer yang dikuti oleh Jalaluddin Rakhmat

yang berpandangan bahwa setiap manusia memiliki

kecenderungan menerima informasi sesuai kebutuhannya.

Keadaan ini perlu menjadi perhatian setiap jurnalis Islami

untuk belajar memahami, memaknai, dan menjelaskan merasakan

perasaan orang lain. Kondisi hemat Deddy Mulayana bahwa

dewasa ini data, fakta, dan informasi berlimpa yang dikonstruksi

oleh peradaban dunia global. Hal ini sesuai imprealisme cultural

theory bahwa dominasi barat akan menguasai timur tengah.118

117Mohammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi, op. cit., h. 216.

118Deddy Mulyana, Komunikasi efektif: Suatu Pendekatan Lintas

Budaya (Cet. II; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 43.

Page 66: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 66

Tetapi teori ini dibantah oleh Sebandi bahwa pendekatan

komunikasi empaty, imprealisme komunikasi global hampa

dengan spirit pencerahan rohani.119

Hal ini menggambarkan bahwa

era informasi adalah era hampa makna dan nilai-nilai rohani. Jika

jurnalis Islami memiliki kepekaan rasa dalam menyebarkan

informasi melalui penataan kata, kalimat yang berat, dan berbekas

dalam suasana kebatinan mad’u.120

Untuk memengaruhi mad’u

jurnalis Islami memiliki peran penting dalam penataan konten

informasi dakwah melalui komunikasi empati dalam

membahasakan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah di tengah

masyarakat.

Komunikasi empati dalam konteks komunikasi interpersonal

menunjukkan bahwa kompetensi jurnalis Islami merubah

prilakunya mad’u dari perbuatan kriminal menjadi baik. Mengajak

orang ke arah yang baik dengan pendekatan komunikasi empati.

Pendekatan komunikasi empati menurut Jum’ah Amin ada dua

bentuk komunikasi empati antara lain adalah: da’wah bi ahsani al-

119Idi Subandy Ibrahim op. cit., h. 12

120Ibid

Page 67: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 67

qaul, dan da’wah bi ahsani al-Amal.121 Sejalan dengan sistem

informasi dakwah empati ini Sukri Sambas melakukan pendekatan

da’wah bi ah}sani al-Amal yang dirasakan baik oleh mad’u.122

Kenyamanan dalam sistem informasi dakwah dapat memberikan

penguatan dalam sub sistem dakwah dengan pendekatan

komunikasi yang empati.

Komunikasi empati dalam pandangan Yusuf Qardawi yang

dikutip dalam Al-Quran memberikan informasi bahwa dalam QS

Ibrahim/14: 4:

Terjemahnya:

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan

dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan

dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa

yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang

121Jum’ah Amin Abd al-Aziz, al-Da’wah al-Qawa>id wa Us}u>l

(Isakandariyyah Da>r al-Da’wah, 1997), h. 19.

122Sukriadi Sambas, Dasar-Dasar Bimbingan (al-Irsyad) Dalam Dakwah

Islam (Cet. I; Bandung: KP Hadidd, 1999), 27-48.

Page 68: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 68

Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi

Maha Bijaksana.123

Pandangan Yusuf Qardawi yang dikutip oleh Mustafa

bahwa dalam ayat tersebut di atas bahwa Al-Quran diturunkan

dalam bahasa Arab itu, bukan berarti Al-Quran ditujukan kepada

bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh umat manusia. Yang

dimaksud bi lisani al-qaum dalam ayat tersebut bahwa dalam

sebuah sistem informasi dakwah yang empati harus disesuaikan

dengan level budaya, metode, bahasa yang dapat dipahami oleh

perasaan, dan budaya mad’u, agar kemampuan kerja otak mereka

bisa diterima.124

Proses komunikasi ini dilakukan dalam bentuk

dialogis dengan memberikan pilihan-pilihan kebenaran dalam

proses komunikasi empati yang sesuai dengan daya nalar mad’u.

Komunikasi empati menurut DeVito dalam;

human communication: The basic Course is to the feel the same feelings is the same way as the other person does empathy.

123Yayasan Penyelenggara, penerjemah, penafsir Al-Quran Revisi

penerjemah Lajnah pentasih Mushaf Al-Quran Departemen Agama RI, (Cet.

XX; Bandung: Sigma, 2007), h. 255.

124Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Qadawi diterjemahkan

oleh: Samson Ramadhan (Jakarta: Pustaka Al-kausar, 1997), h. 21.

Page 69: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 69

You must use this empathy to achieve increased understanding and to ajust your communication appropriatly.125

Komunikasi sesama manusia: dasar komunikasi adalah

menyampaikan perasaan kepada orang lain. Sebagia seorang

komunikator harus berempati dan memahami perasaan orang

lain dan adanya saling kepercayaan dan kesamaan rasa.

Pendekatan komunikasi empati ini juga sesuai dengan

pandangan Everett Rogers

bahwa komunikasi empati adalah

sebuah cara untuk mendalami, merasakan budaya bahasa orang

lain.126

Model komunikasi empati tersebut adalah cara mendekati

perasaan budaya orang lain untuk menyamakan pemahaman

tentang suatu makna.

Komunikasi empati dalam pandangan Richard D. Lewis

bahwa adanya kompetensi tata krama dari ketulusan dalam

pemilihan kata dalam melakukan komunikasi dengan orang lain

sesuai kemampuan memaknai bahasa yang digunakan dalam

125Joseph A. De Vito, Human Communication: The basic Course, edisi

Ke-6 (New York: harper Collins, 1994), h.

126Everett Rogers, M and F. Floyd Shoemaker, Communication of

Innovations, A Cross Cultural Approach., (New York: The Free Press,1991), h.

331.

Page 70: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 70

berkomunikasi.127

Ketulusan komunikasi yang empati dapat

mengantar manusia pada jalan keselamatan. Hal ini juga sejalan

dengan padangan Usman Jasad dengan riset tentang komunikasi

persuasive bahwa komunikasi empati itu membantu seseorang

untuk sampai pada pemahaman yang luhur dalam membahasakan

Al-Quran dan sunnah sesuai perasaan seseorang.128

Dalam kajian

sistem informasi dakwah pendekatan ini termasuk etika

berdakwah.

Komunikasi empati dalam sistem informasi dakwah dapat

dilakukan dengan tiga model. Menurut pandangan J. Devito

komunikasi empati dalam bentuk interpersonal dapat dilakukan

dengan cara komunikasi linier, komunikasi dua arah, dan

komunikasi transaksional.129

Mengubah sikap komunikan dalam

proses sistem informasi dakwah dapat dilakukan dengan pemilihan

jurnalis Islami yang memiliki kredibilitas yang tinggi. Model

pendekatan komunikasi empati bertujuan untuk melahirkan sikap

127Richard D.Lewis, Komunikasi Bisnis Lintas Budaya diterjemahkan

oleh Deddy Mulyana (Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h.145.

128Usman Jasad, Mencegah Radikalisme Agama: Dakwah Komunikatif

Muhammadiyah di Sulawesi Selatan, (UNI Jakarta: 2010), h. 44-45.

129 Joseph DeVito, The Interpersonal Communication book (Ney York:

Page Press, 1987), h. 240.

Page 71: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 71

dan prilaku komunikasi persuasif pada mad’u. Jika menyebarkan

pesan dakwah melalui pencitraan di media maka respon positif

dari dampak komunikasi empati dapat terwujud.

Dampak komunikasi empati tersebut sesuai teori stimulus

respons (stimulus respons theory) yang erat dengan pesan-pesan

media dan respon audiens.130

Berangkat dari teori stimulus respons

theory DeFleur dan Ballrokeach mengembangkan teori

psikodinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa kunci dari

komunikasi empati terletak pada modifikasi psikologis internal

individu.131

Model komunikasi empati dapat tercapai jika jurnalis

Islami dapat merasakan kesusahan orang lain dan memiliki

kepekaan sosial serta kredibilitas yang tinggi.

Kredibilitas jurnalis Islami dapat memengaruhi sumber

kredibilitas pesan dalam melakukan sistem informasi dakwah yang

empati. Hal ini dijelaskan dalam teori kredibilitas sumber (source

130Denis McQuail, Mass Communication Theori (London: Sage

Publication 2002), h. 98.

131Anwar Arifin Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi, Strategi

Dan Komunikasi Politik Indonesia (Cet. I; PT. Balai Pustaka, 2003), h. 93.

Page 72: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 72

credibility theory)132

yang diadopsi ke dalam teori dakwah empati

yang dikenal dengan teori citra Dai. Teori citra Dai ini

diperkenalkan oleh Enjang bahwa citra jurnalis Islami melalui

komunikasi empati sangat menunjang keberhasilan dalam

implementasi sistem informasi dakwah.133

Hal ini sesuai

pandangan Mario teguh bahwa citra seseorang melalui pengalaman

batin dan kecerahan rohani.

Gambaran ini menunjukkan bahwa citra jurnalis Islami tidak

tumbuh secara instan, tetapi dicapai dengan proses yang panjang

yang dilakukan secara berkesinambungan akhlak al-Qari>mah.134

Alwi Sihab menyebutkan bahwa keteladanan sangat penting untuk

mencapai kredibilitas jurnalis Islami dalam sebuah sistem

informasi dakwah. Kesuksesan jurnalis Islami dalam menjaga citra

akan melahirkan empati mad’u dalam proses transformasi sistem

132Rogers, Everett. M and F. Floyd Shoemaker, 1971. Communication of

Innovations, A Cross Cultural Approach., (New York: The Free Press,1991), h.

331.

133Enjang, Dimensi ilmu Dakwah: Tinjauan Dakwah Dari Aspek

Ontology, Epistemology, dan Aksiologi Hingga Paradigma Pengembangan

Profesionalisme (Cet. I; Bandung: Widya Padjajaran, 2009), h.14.

134Said bin Ali Wakif Al-Qahthani, Al-Hikmah wa fi al-Dakwah Ilallah

Ta>ha di Terjemahkan oleh: Hasim Ibaidillah (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press,

1994), h. 21-33.

Page 73: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 73

informasi dakwah. Hal ini sesuai pandangan Gabriel Almond

dikutip A. Faisal Bhakti bahwa semua bentuk pencitraan

komunikator sangat memengaruhi masyarakat.135

Jika dipandang

dari segi sistem informasi dakwah, kredibilitas jurnalis Islami

(source credibility) dan daya tarik (source atractivess), kredibilitas

ditentukan oleh derajat keahlian, pengalaman, keterampilan,

kejujuran, dan jabatan.

Teori source credibility dapat tercapai jika seseorang

memiliki karisma, ketenaran dan reputasinya, karena jabatannya,

maka secara otomatis citra yang diberikan umat juga

meningkat.136

Proposisi ini sesuai teori source credibility

Jalaluddin Rahmat juga berpandangan bahwa ada dua kredibilitas

komunikator yakni gilt by association (cemerlang karena

hubungan) artinya seseorang merasa punya prestise jika sering

bergaul dengan orang yang memiliki prestise yang tinggi.137

135A. Faisal Bhakti, kata pengantar pada buku Suf Kasman Jurnalisme

Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah bi al-Qalam dalam Al-Quran

(Cet. I; Jakarta: Teraju, 2007), h. vii.

136Muhammad Soelhi, Komunikasi Internasional: Perspektif Jurnalistik

(Cet. I; Bandung: simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 65.

137Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Cet. VIII; Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2005), h. 14-15.

Page 74: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 74

Hal ini selaras dengan gagasan William McDougal seorang

psikolog pada tahun 1908 mengaskan bahwa kecerdasan personal

sangat meningkatkan kredibilitas, pandangan ini sesuai dengan

Edward Ross seseorang sosiolog yang bukunya diterbitkan di New

York bahwa faktor situasional sangat meningkatkan kredibilitas

seseorang komunikator. Begitupula perspektif Edward Sampson

(1976) menegaskan bahwa source credibility karena faktor

biologis dan faktor sosial psikologis.138

Dari pandangan para ahli

tersebut hemat penulis kredibilitas seseorang juga sangat

ditentukan oleh kekuatan ekonomi, turunan, karena keilmuannya,

dan akhlaknya.

Faktor lain yang dapat meningkatkan source credibility

adalah isi pesan yang disampaikan. Penjelasan tentang hal ini

dapat ditemukan dalam teori penguatan (reinforcement theory).

Bentuk penguatan itu seperti pemberian perhatian (attention),

pemahaman (comprehension), dan dukungan penerimaan

(acceptance). Teori ini dikembangkan oleh Hovland, Jenis, dan

Kelly pada tahun 1997.

Teori ini mengungkapkan bahwa teori reinforcement dapat

memberikan penguatan pada komunikan karena jurnalis Islami

138Ibid.., h. 34-35.

Page 75: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 75

memiliki kecerdasan menjelaskan ide dan gagasan dengan mudah,

menarik, serta sangat dibutuhkan oleh audiens. 139

Kekuatan teori

ini dapat menunjang sistem informasi dakwah dalam mengubah

pandangan komunikan (mad’u). Dalam hal ini seorang jurnalis

Islami perlu mendesain pesan yang dibutuhkan, serta

ditransformasikan dengan cara yang menarik dan mudah diserap

oleh mad’u. Proses tranformasi pesan teori medan dakwah juga

menjadi salah satu sub sistem penting dalam menunjang efektifitas

dakwah.140

Teori medan dakwah ini hemat Enjang bahwa perlu

adanya penyesuaian situasi teologis , cultural, dan struktural

mad’u pada saat permulaan dakwah Islam.141

Dalam sistem

informasi dakwah empati teori porses dan tahapan dakwah

menurut Enjang, hemat penulis jika sistem informasi dakwah

terdiri dari tahap pembentukan (takwin), tahap penataan (tand}im),

pembentukan pendelegasian maka implementasi sistem informasi

dakwah dapat berjalan efektif.

139Usman Jasad, op. cit., h. 54.

140Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, Sistem

Informasi dalam Berbagai Perspektif: Manusia dan Sistem Informasi, Teknologi

dan Sistem Informasi, serta pendidikan dan sistem informasi (Bandung:

Informatika: 2006), h. 16.

141Enjang dan Aliuddin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan filosofis

dan Praktis (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), h. 124.

Page 76: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 76

PROCCES

Kompetensi

Jurnalis

Kredibilitas

Mubalig

Komunikasi

Empatik

Komunikasi

Partisifatif

I

N

P

U

T

Badi (keindahan

bahasa).

KREDIBILIT

AS

Ma’ani (Kecerdasa

n

memahami).

EMPATI

(Bayan)

Kecerdasan

menjelaskan

PARSIPATO

RI

OUTPUT

Adanya

kesadaran

menjaga

kredibilitas

informasi yang

menyebabkan

Benturan fisik dan

psikis di Batu

Merah (ISLAM

RAHMATALLI’ALAM

IN

MEDIA

COMPUT

ER

GRAFIS

Faktor

Internal;

Kognitif,

Afektif dan

Behavioral

Faktor

eksternal:

Wahyu,

Fenomena

Alam, ekonomi,

politik, idiologi

Jurnalis

Page 77: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 77

BAB III

JURNALISTIK DAN JURNALISTIK ISLAMI

B. Jurnalistik Islami.

Sejarah jurnalistik dimulai ketika tiga ribu tahun yang lalu,

Fir‘aun di Mesir, Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan

kepada para perwiranya di provinsi-provinsi untuk

memberitahukan apa yang terjadi di ibukota. Di Roma 2.000 tahun

yang lalu Acta Diurna (tindakan-tindakan harian) tindakan-

tindakan senat, peraturan-peraturan pemerintah, berita kelahiran

dan kematian; ditempelkan di tempat-tempat umum. Selama Abad

Pertengahan di Eropa, siaran berita yang ditulis tangan merupakan

media informasi yang penting bagi para usahawan.142

Keperluan untuk mengetahui apa yang terjadi merupakan

kunci lahirnya jurnalisme selama berabad-abad.143

Dalam

mengungkap suatu kejadian, maka diperlukan komunikasi melalui

142Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik:

Teori dan Praktik (Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 16.

143Ibid., h. 16.

Page 78: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 78

berbicara atau berpendapat.144

Berbicara atau berpendapat

merupakan sesuatu yang esensial dalam kehidupan manusia. Sebab

berbicara, selain merupakan kekayaan manusia, juga menjadi salah

satu ciri yang membedakannya dari makhluk Tuhan lainnya.

Berbicara juga merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia

berpikir.145

Sebagai suatu disiplin ilmu, jurnalistik telah melewati

perjalanan sejarah yang cukup panjang. Mulai dari kegiatan

pemasangan pamplet untuk keperluan penyampain berita secara

sederhana, sampai pada berdirinya satu lembaga pendidikan

jurnalistik. Untuk pertama kalinya, secara akademis, ia muncul di

Universitas Bazel, Swiss, pada tahun 1884 dengan nama

Zeitungskunde. Karl Bucher (1847-1930), seorang ahli ekonomi

bermazhab historis jerman, adalah di antara orang yang berjasa

dalam ikut membidani lahirnya disiplin ilmu tersebut pada masa

itu.146

144Ayyub, Dasar-Dasar Jurnalistik Islam: Rasul dan Sahabat. Diajukan

sebagai Tugas Akhir Matakuliah Etika Jurnalis Muslim semester II Program

Magister (S2) Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Tahun Akademik

2010/2011

145Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistk: Pendekatan Teori dan Praktik (Cet. I;

Jakarta: Logos, 1999), h. 13.

146Ibid., h. 15.

Page 79: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 79

Berangkat dari sejarah jurnalistik di atas, jurnalistik dalam

dunia Islam telah dimulai pada masa Rasulullah. Hal ini dapat

dilihat pada kegiatan para sahabat menyampaikan hadis dengan

cara menghafal, dan menuangkannya dalam bentuk tulisan,147

sehingga dari kegiatan para sahabat inilah dikategorikan dengan

kegiatan yang bersangkut-paut dengan tugas jurnalis pada pers

yang ditungganginya.

Oleh sebab itu, dakwah penting dibangun melalui kegiatan

jurnalistik. Karena jurnalistik merupakan salah satu metode

komunikasi yang bisa digunakan untuk berdakwah, baik oleh

lembaga kemasyarakatan yang khusus melakukan kegiatan

jurnalistik saja (pers) maupun yang tujuan utamanya adalah

berdakwah (lembaga dakwah).148

147Hadis berawal dengan masa hafalan dan pencatatan yang dilakukan

oleh Sahabat, penulisan dan pentadwinan yang dilakukan oleh Ta>bi’i> al-Ta>bi’i>n

dan para ulama, sedangkan pentashihan dan pentahkikan yang dilakukan para

ulama yang datang berikutnya sebagai pelanjut dan penyempurna perjuangan,

demikian juga ulama yang melakukan penyarahan terhadap hadis-hadis yang

sudah dinilai berkualitas s}ah}i>h}. Ambo Asse, Ilmu Hadis, Pengantar Memahami

Hadis Nabi saw. (Cet. I; Makassar: Da>r al-H}ikmah wa al-‘Ulu>m Alauddin Press,

2010), h. 37-38.

148Kustadi Suhandang, Manajemen Pers Dakwah: Dari Perencanaan

Hingga Pengawasan (Cet. I; Bandung: Penerbit Marja, 2007), h. 14.

Page 80: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 80

Untuk mengetahui kegiatan jurnalistik Islam, maka perlu

diketahui tentang dasar-dasarnya, sebagai landasan dalam

membangun pers yang bernuansa Islami. Oleh sebab alasan inilah,

maka penjabaran mengenai dasar-dasar jurnalistik Islam perlu

diketahui.

Pengetahuan dasar yang penulis sajikan dalam makalah ini,

berangkat dari ilmu ulumul hadis sebagai landasan awal bagi

penulis di dalam mengkolerasikan antara ilmu jurnaslistik dan

ilmu-ilmu ke-Islaman atau Islamic sains.

Mempertahankan nilai-nilai Islam dalam dunia pers

merupakan tuntutan terhadap setiap jurnalis muslim. Dalam

persaingan era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan

informasi dan komunikasi yang kompetitif dewasa ini, merupakan

Page 81: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 81

tantangan terhadap dunia Islam dalam mencapai peluang atau

kemunduran mewujudkan suatu harapan kemajuan Islam.

Pada hakekatnya ideologi jurnalis muslim senantiasa harus

disearahkan dengan dakwah Islam yang merupakan aktualisasi

iman (teologis), yang dimanifestasikan dalam suatu sistem.

Kegiatan jurnalis muslim merupakan wujud dari realisasi manusia

beriman dalam bidang kemasyarakatan, yang dilaksanakan secara

teratur dan terencana untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir,

bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual

dan sosial kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya

ajaran Islam dalam semua segi kehidupan yang menggunakan cara

tertentu,149

diantaranya melalui komunikasi massa yakni

komunikasi yang melalui media massa modern yang meliputi pers,

radio, televisi, film dan termasuk internet, yang kesemuanya itu

diharapkan menjadi peran aktif dari setiap jurnalis muslim.150

Arus informasi dalam segala bentuknya mengalir cepat

kemana-mana dan sukar dikendalikan. Salah satu pendorong

terjadinya ledakan informasi ini adalah kemajuan teknologi yang

149Amrullah Ahmad, Dakwah dan Perubahan Sosial (Jakarta. PLP2M

1985) h. 14

150SM. Siahaan. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya ( Cet, III :

PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta .2000), h. 103

1

Page 82: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 82

mengalami peningkatan yang luar biasa dalam hal kemampuan

menciptakan informasi baru. Informasi yang lebih penting, telah

ditunjukkan oleh media komunikasi di antaranya melalui jaringan

komputer yaitu internet. Jaringan ini merupakan jaringan

informasi terbesar dan terluas saat ini. Sarana tersebut

memungkinkan seseorang melakukan berbagai fungsi komunikasi

(mengirim pesan, gambar bergerak dan tidak bergerak, musik,

data, dan tukar pikiran, menawarkan informasi dan hiburan serta

berbagai kebutuhan lainnya) dengan siapapun diseluruh didunia

tanpa dapat dibatasi oleh siapapun dan dari negara manapun.151

Oleh karena itu para jurnalis muslim selaku ujung tombak

dalam keberhasilan dakwah melalui media informasi dan

komunikasi, dapat menguasai pengetahuan secara komperehensif,

dan para jurnalis muslim juga dituntut untuk menguasai ilmu-ilmu

sosial lainnya sebagai penunjang, seperti psikologi sosial,

antropologi sosial, bahasa dan ilmu yang relevan juga etika

sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang mutlak harus dikuasai

dan ada pada diri jurnalis muslim, baik etika secara lahiriah dalam

bentuk perbuatan maupun batiniah dalam bentuk akhlak yang

baik. Hal ini disebabkan karena etika yang difungsikan sebagai

151 A.S. Achmad, Tantangan Dakwah Abad XXI Tth. h. 1

Page 83: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 83

ideologi merupakan suatu hal yang menunjang simpati maupun

animo, selanjutnya jika dipadukan dengan tehknik, model-model

dan pendekatan-pendekatan yang baik untuk mewujudkan

efektifitas dalam melaksanakan prinsip-prinsip dan tujuan jurnalis

muslim sebagai penggerak dakwah, apalagi di era global.152

‚Siapa yang menguasai informasi akan memenangkan

pertempuran.‛ Demikian yang diugkapkan oleh salah seorang

mantan praktisi salah satu majalah islam di Indonesia. Sebuah

ungkapan yang singkat namun sangat sarat dengan makna.

Ungkapan yang seharusnya dapat menjadi motivator bagi diri kita

agar senantiasa mengasah pena kita dalam menghadapi

pertempuran kehidupan di abad komunikasi massa saat ini. Sebuah

abad dimana orang mampu berbicara dengan ratusan bahkan

jutaan manusia secara serempak meski ditempat yang terpisahkan

oleh jarak yang jauh membentang.

Efek komunikasi massa sat ini telah beralih drastis dari

ruang-ruang kuliah ke ruang pengadilan. Efek komunikasi massa

pun telah menyabet perhatian dari berbagai kalangan. Seperti yang

dapat kita saksikan saat ini, bagi politisi media massa dijadikan

152 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Dakwah, (Cet. I: Jakarta;

Logos Wacana Ilmu, 1997), h.35

Page 84: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 84

sebagai sarana menarik konstituennya, begitupula bagi para

selebriti, bisnisman, tokoh agama sampai pedagang kecil

sekalipun. Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki

peran yang cukup signifikan dalam kehidupan sosial masyarakat.

‚Satu mata pedang hanya akan membentuk satu orang,

sedangkan satu mata pena dapat membunuh ribuan orang.‛

Berbicara tentang media massa pasti tak lepas dari istilah

jurnalistik. Napoleon Bonaparte pernah menyatakan bahwa ia

lebih menyukai jika berhadapan dengan tiga ribu prajurit yang

menyerangnya dibandingkan jika harus menghadapi seorang

jurnalis. Mengapa demikian? Karena tiga ribu pasukan hanya

dapat mengendalikan pertempuran dengan pedangnya dari dalam

arena perang. Sedangkan seorang jurnalis mampu

membolakbalikkan kondisi peperangan yang sedang berkecamuk

dengan goresan penanya tanpa harus terjun langsung ke medan

perang. Begitulah ungkapan dari seorang yang telah malang-

melintang dalam dunia pertempuran dan sangat berpengalaman

dalam menghadapi muslihat musuh.

Pernyataan Napoleon tersebut semakin diperkuat dengan

fakta-fakta yang terjadi. Misalnya yang dilakukan oleh para

jurnalis dari kalangan Zionis Yahudi laknatullah yang secara

Page 85: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 85

bertubi-tubi mendiskreditkan umat islam dari berbagai sisi.

Bahkan saat ini musuh-musuh islam tak henti-hentinya berusaha

memojokkan umat islam melalui goresan penanya. Mereka dengan

terang-terangan menganggap islam sebagai agama yang identik

dengan kekerasan dan terorisme, mereka menyampaikan hal-hal

tersebut sesuai dengan misi yang mereka bawa pula.

Pertempuran. Ya, kata inilah yang memang sangat dentik

dengan kondisi saat ini. Pertempuran yang bagi orang-orang

muslim adalah dalam rangka amar makruf nahi munkar tentunya.

Pada setiap pertempuran tentu kita tidak sekadar menghadapi

lawan dengan tangan kosong malainkan juga membutuhkan

senjata. Dan pada pertempuran kita hari ini senjata yang kita

butuhkan bukanlah pedang dan senapan tetapi pena dan

kecerdasan kita. Jika orang-orang Yahudi secara terang-terangan

memerangi Islam dengan opini maka kita sebagai seorang pemuda

muslim juga harus melawannya dengan pertempuran yang

seimbang. Meski pertempuran yang kita hadapi saat ini terasa

lebih lembut sehingga tak sedikit orang muslim yang terlena.

Sungguh ironis melihat dunia informasi saat ini yang

dikuasai oleh orang-orang non-muslim. Padalah Allah Subhanahu

Wata’ala sudah menerangkan kepada kita tentang pentingnya

Page 86: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 86

jurnalistik dalam ayat-ayat Alqur’an. Seperti halnya yang tertera

dalam QS Al-Maidah ayat 19 berikut ini:

‚Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang kepada kamu Rasul kami, menjelaskan (syari'at kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: "Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya Telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.‛

Dalam sejarah Islam, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi

Wasallam juga telah memanfaatkan risalah sebagai media

komunikasi. Meski beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam adalah

seorang yang ummi namun surat-menyurat tetap berjalan dengan

bantuan para sahabat beliau Radhiallahu ‘anhum. Para sahabat

Radhiallahu ‘anhum sangat berperan dalam pemberitaan mengenai

pribadi beliau, memindahkan berita-berita itu kepada para sahabat

lain, kepada tabi’in, lalu kepada tabi’ut tabi’in. Hingga ribuan

hadis berhasil dicatat oleh para ahli hadis. Sehingga tak berlebihan

jika para sahabat Radhiallahu ‘anhum disebut sebagai jurnalis.

Jurnalistik yang diterapkan oleh Rasulullah Radhiallahu ‘anhum

saat itu selaras dengan kondisi dan kemajuan umat.

Page 87: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 87

Ketika kita menengok sejarah pers di Indonesia, maka negara

kita ini mempunyai banyak tokoh muslim yang terjun dalam dunia

pers dari masa-masa sebelum kemerdekaan sampai orde baru

begitu kuat. Para tokoh nasional rata-rata berlatarbelakang pers.

Misalnya Mohammad Natsir yang melahirkan koran ‚Abadi‛, A

Hasan dengan majalah ‚Pembawa Islam‛nya atau bahkan KH

Ahmad Dahlan dengan majalah ‚Suara Muhammadiyah‛nya yang

sampai saat ini masih mewarnai dunia penerbitan di negeri kita.

Tokoh pers lain yang turut mewarnai sejarah diantaranya yaitu

KH. Abdul Wahab Hasbullah seorang ulama besar yang hidup

pada masa penjajahan Jepang. Beliau selama 7 tahun menjadi

pimpinan majalah ‚Soeara NO‛ dan ‚Berita NU‛. Drh. Taufik

Ismail seorang jurnalis muslim yang tetap konsisten sampai saat

ini merupakan salah satu pendiri majalah sastra ‚Horison‛.

Jurnalistik dan pers selain berfungsi sebagai penyampai

berita juga berperan sebagai alat berperang melawan penjajah serta

berperan penting dalam mempengaruhi cara pandang masyarakat

dalam melihat sebuah realita sosial. Gambaran yang disajikan oleh

media massa seringkali menjadi sumber pengambilan sikap

terhadap realita sosial.153

Oleh kaena itu jika media salah dalam

153Penulis adalah Aktivis FLP Solo Raya Ranting IAIN Surakarta.

Page 88: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 88

memberikan informasi maka akan berdampak fatal dalam

memberikan gambaran kepada masyarakat. Oleh sebab itu

hendaknya informasi yang disajikan dalam media haruslah akurat,

sesuai fakta dan memiliki misi mendidik. Sehingga pembentukan

opini publik tidak negatif.

Maka, saat ini setiap muslim dituntut komitmennya

terhadap perbaikan. Media merupakan sarana yang sangat efektif

untuk menyampaikan pikiran kita dalam rangka melawan

rongrongan musuh-musuh Islam yang selalu berusaha untuk

menghancurkan kita dengan pena yang mereka goreskan.

Karenanya media Islam saat ini adalah sebuah keniscayaan.

Bersama kita mewarnai dunia ini dengan tinta-tinta kita, dengan

tulisan-tulisan kita.

Orang bijak mengatakan, ‚Sejarah tidak ditulis melainkan

dengan merah darah para syuhada’ dan hitam tinta para ulama’.‛

So, mari kita kuasai informasi. Karena dengannya kita akan

menggoreskan lembar sejarah dan menguasai dunia.

Eksistensi Jurnalis Dalam Perspektif Dakwah, Kemajuan

teknologi dibidang komunikasi telah mengantarkan alat

Page 89: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 89

komunikasi massa atau yang disebut massmedia dapat

menjalankan fungsinya secara baik setidaknya memiliki beberapa

fungsi yakni memberikan informasi, mendidik dan memberikan

hiburan dan ada juga yang menambahkan mempengaruhi,

membimbing dan fungsi mengeritik.154

Dalam menjalankan fungsinya tersebut media massa harus

selalu mengawal mana informasi yang patut di komunikasikan dan

mana pula yang tidak patut. Untuk mencapai kebenaran orang-

orang media massa termasuk wartawannya haruslah meyakinkan

bahwa informasi yang didapat telah akurat kebenarannya.

Meskipun pekerjaan pers mempunyai kebebasan, namun tidak

dapat melepaskan diri dari aspek tanggung jawab.155

Berbekal kesadaran bahwa etika jurnalistik berdasarkan

pada usaha mati-matian untuk menyajikan pengetahuan akurat

mengenai dunia, maka seseorang dapat mengenali suatu kebajikan

maupun dosa-dosa jurnalistik. Pada ujung yang paling baik dari

rentang itu adalah kejujuran. Kejujuran dalam menyampaikan

informasi pada media massa merupakan sifat paling mendasar

154 Onong Uchyana Effendi, Dinamika Komunikasi, (Cet.I; Bandung:

Rosdakarya 1986), h.172

155 William L.Rivers dan Cleve Mathews, Ethicfor for The Media, Terj.

Arwah Setiawan dan Danan Priyatmoko, Gramedia Jkarta, 1994, h. 35-36

Page 90: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 90

yang harus dimiliki termasuk seorang muslim yang bekerja

dibidang ini yang memiliki sifat kejujuran sesuai dengan nilai-nilai

keislaman yang diyakininya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist.156

Dakwah sebagai komitmen moral dari seorang hamba yang

cinta akan Rabb-Nya menjadi suatu condition sine quanon (sangat

penting) yang tak mungkin dihindarkan dalam kehidupan, karena

tegak dan suburnya nilai-nilai Islam di seluruh belahan bumi

tergantung dari usaha yang suci ini. Amanah dakwah bukanlah

tugas yang ringan, tapi ia merupakan ikhtiar yang agung yang

tidak semua orang dapat memikulnya.

Dinamika kehidupan global menuntut setiap manusia untuk

menyiapkan diri dalam kanca kehidupan modern yang ditandai

oleh kemajuan informasi, sains dan tehknologi. Ditengah

kemajuan sains yang dimanifestasikan lewat kemudahan-

kemudahan dan kenikmatan yang disodorkan, mendesak peran

serta fungsi dakwah mampu bersaing dengan ransangan tekhnologi

tersebut. Tidak bisa dihindari atas suatu perubahan yang begitu

cepat kecuali mengisolasikan diri dari pergaulan internasional dan

masyarakat modern.157

156 Ibid h. 53-54

157 Amar Ahmad, Dakwah di Era Komunikasi global, Tt. h. 27

Page 91: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 91

Oleh karena itu kehadiran media komunikasi ditengah

masyarakat tidak dapat dielakkan lagi karena telah menjadi

perekat dalam masyarakat (glue of society),158

hal ini tentu saja

dilandasi nilai etika seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

seperti yang dikatakan oleh Onong Ucahyana Effendi, Mohtar

Lubis yang mengartikan etika (etos) yang secara luas yang

dimaknai sebagai suatu sistem tata nilai moral, tanggung jawab

dan kewajiban. Jadi etika merupakan suatu prilaku yang

mencerminkan i’tikad baik untuk melakukan suatu kesadaran,

kebebasan yang dilandasi kemampuan.159

Dalam perspektif dakwah, jurnalis muslim sangat penting

mengorientasikan diri sebagai muballig yang bergerak dalam

pengembangan dunia Islam melalui media massa. Hal ini

membutuhkan sosok jurnalis yang professional, inisiator, dan

memiliki potensi sebagai analisator untuk mengajak kepada amar

ma’ruf dan nahi munkar, tentunya tidak terlepas dari idelisme

tuntutan ajaran agama. Berkaitan dengan kapasitas sebagai

158 Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar (Cet. II. Jakarta :

Rajawali Pers 1992), h. 61

159 Onong Uchayana Effendi, op, cit., h. 84

Page 92: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 92

jurnalis muslim, dipandang penting untuk meningkatkan misi

dakwah Islam, sebagaimana firman Allah Swt dalam al-Qur’an:

Terjemahnya:

‚Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…‚ (Q.S. An-Nahl 16: 125).

Dakwah adalah sebuah proses yang bertujuan untuk

melakukan suatu perubahan yaitu memindahkan satu umat dari

suatu situasi kepada situasi yang lain,160

atau dakwah adalah

usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat.161

Dalam

pelaksanaan dakwah menyangkut tiga hal yakni sumber daya,

sarana, dan prasarana dakwah. Untuk melakukan dakwah

diperlukan alat dan kualitas muballig yang memadai kedua faktor

penunjang ini harus bekerja secara dialektik-funsional (kerjasama

saling menguntungkan) sehingga pesan-pesan dakwah yang

disampaikan dapat diterima dihati dan diamalkan oleh sasaran

dakwah. Alat dakwah merupakan media apabila pesan-pesan

dakwah akan disosialisasikan.

160 Lihat Bahay Al-Khuly dalam Marlya Ahsan, Diktat Ilmu Dakwah

(Ujung Pandang Fakultas Ushuluddin 1985), h. 2

161 Salaehuddin Sanusi, Pembahasan siekitar prinsip-prinsip Dakwah

Islam ( Semarang Ramadhan , 1964), h. 1

Page 93: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 93

Mengingat tantangan zaman dewasa ini, maka usaha dakwah

perlu memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana kegiatan

dakwah. bahkan dalam penyelenggaraan misi Islam peranan

komunikasi dan informasi adalah sangat penting, lebih-lebih di era

informasi sekarang ini, sebab para pelaku dituntut untuk mampu

menggunakan dan menguasai teknologi informasi.162

Dalam hal ini untuk memahami lebih jauh perlu kita

menyinggung bentuk dan fungsi dari beberapa jenis media

komunikasi yang dapat diperankan oleh jurnalis muslim dalam

menunjang pelaksanaan dakwah, di antaranya:

1. Spoken words, yaitu media dakwah yang berbentuk ucapan

atau bunyi yang dapat ditangkap dengan indra telinga seperti

radio, telpon dan sebagainya.

2. Printed writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan,

gambar, lukisan dan sebagainya yang dapat ditangkap

dengan indra mata.

3. The audio visual, yaitu media dakwah yang berbentuk

gambar hidup yang dapat didengar sekaligus dapat dilihat

seperti televisi, film, video, dan sebagainya.

162 PP. Muhammadiyah, Keputusan Muktamar ke -43, yokyakarta : suara

Muhammadiyah, 1995, h. 220-221

Page 94: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 94

Disamping penggolongan wasilah di atas diapun mempunyai

sifat yang dapat dibagi menjadi dua golongan diantaranya :

1. Media tradisional, yaitu berbagai seni pertunjukan yang

secara tradisional dipentaskan di depan umum (khalayak)

terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat

komunikatif, seperti ludruk, wayang , drama, dan

sebagainya.

2. Media Modern, yang diistilakan juga dengan ‚media

elektronika‛ yaitu media yang dilahirkan dari teknologi dan

diantaranya adalah televisi, radio, media cetak, dan

sebagainya.163

Dalam abad informasi sekarang ini dakwah tidak bisa tidak

harus semaksimal mungkin menggunakan media massa modern

seperti radio, tv, film, pers, internet dan sebagainya dan tak ada

yang dapat membantah media massa ini dalam penyebaran suatu

agama. Media massa yang mutlak dipergunakan dan memiliki

efektivitas yang tinggi antara lain: Pers (surat kabar) besar

mamfaatnya sebab ia termasuk dari beberapa media massa

163 Muhammad Ali Azis, Ilmu Dakwah. (Jakarta : Interpratama Offset ,

2004), h. 150

Page 95: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 95

pembentuk opini masyarakat ia hampir disebut sebagai ‚makanan

pokok‛ masyarakat selalu mendambakan informasi dan selalu

dapat mengikuti perkembangan dunia. Dakwah melalui, wasilah

ini dapat berbentuk berita-berita Islam penulisan artikel-artikel

Islam dan sebagainya. Adapun kelebihan-kelebihan dari wasilah

ini yang dikemukakkan oleh Lazarfeld Doob dan Breslon :

a. The readherd control the exposer: Medium ini memberi

kesempatan untuk memilih materi-materi yang sesuai dengan

kemampuannya dan kepentingannya. Bahkan pembaca lebih

lanjut dapat membacanya setiap kali dan kapan ia ingin

barhenti membacanya. Juga dapat membuat resume jika ia

perlu.

b. Exposer may be an often be repeated: Selanjutnya medium

yang diwakili oleh pers ini tidaklah terikat oleh suatu waktu

dalam mencapai khalayaknya. Bahkan mereka secara bebas

dapat melihat kembali meterial yang telah dibacanya untuk

mengingatkanya, atau menguatkan ingatannya, atau dengan

kata lain pembaca tetap dapat menyegarkan ingatannya dan

dapat menikmati suatu kepuasan yang dapat dinikmati

sebelumnya. Maka ia dapat berganda yang bertumpuh pada

Page 96: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 96

akumulative effect. Hal ini dapat dijumpai pada medium-

medium yang lain.

c. Treatmen may be fuller: Medium yang berbentuk tulisan ini

juga dapat mengembangkan suatu topik yang diinginkan.

Maksudnya tidak diikat topik yang dikembangkan melalui

radio, film, dan tv.

d. Specialized appereance is possible: Media ini selanjutnya

hidup dan berkembang dalam keadaan yang tidak diikat oleh

standar tertentu dalam content keseluruhan dibanding pada

medium-medium yang lainnya. Ia memiliki wilayah lebih luas

dan kebebasan gaya yang lebih besar dibanding dalam

memenuhi selera pembaca. Demikian juga dengan materi yang

bagaimanapun juga keadaannya dapat lebih lancar disalurkan

pada pembaca melalui cetakan, dibandingkan melalui film.

e. Possibel Greated Prestige: Akhirnya medium yang dapat

ditangkap oleh mata ini, dapat memiliki prestise yang tinggi,

justru karena dalam pembentukan, prestise yang bersifat

khusus, berdasarkan kepada kebiasaan pembaca yang

didalamnya tercakup perhatian dan kesenangan untuk

membaca. Dan dasar ini pula maka seseorang akan sangat

mudah dipengaruhi oleh bacaannya.

Page 97: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 97

Jurnalis muslim dalam perspektif dakwah, apabila

mengorientasikan misi dakwah Islam, maka dengan sendirinya

ikut memberikan dampak positif yang bersifat produktif dan

konstributif terhadap penguatan kestabilan masyarakat Islam yang

beraqidah baik, serta memiliki daya saing yang lebih maju untuk

diandalkan dari generasi ke generasi melalui ekspansi informasi

dan komunikasi islami melalui media yang dilakoninya.

Dalam keberlangsungan dunia pers yang semakin pesat,

mengglobal dan kompetitif dewasa ini, dipandang penting adanya

idealisme yang kokoh terhadap setiap jurnalis muslim. Idealis atau

cita-cita membumikan kejayaan Islam melalui pers atau media

massa, senantiasa dapat tumbuh berkembang apabila misi dakwah

terpatri dalam jiwa jurnalis muslim. Dengan kata lainnya, jurnalis

muslim harus mampu menjadikan dirinya sebagai da’i atau

muballig dalam menjalankan tugas dan aktivitas sebagai wartawan

atau berkecimpung pada suatu lembaga media massa. Implikasi

yang timbul dari posisi jurnali164

s muslim seperti itu, maka dalam

164 Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer, (Cet. I; Pustaka Pelajar

Offset: Yoyakarta, 2006), h. 229

Page 98: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 98

komunikasi global tentunya Islam memiliki kekuatan untuk

berperan secara signifikan.

Seorang yang bergama Islam, tentunya mempunyai tugas

dan tanggung jawab yang sama dalam gerakan dakwah, tidak

terkecuali jurnalis. Seorang muslim, apabila secara simultan

dihadapkan dengan masalah kaum muslimin, maka masalah kaum

musliminlah yang harus terlebih dahulu diperhatikan. Sikap

mendahulukan kepentingan saudaranya (umat) daripada

kepentingan pribadinya adalah sesuatu yang mulia dan merupakan

pemikiran yang lebih tinggi nilai manfaatnya, sehingga Islam telah

meletakkan sikap seorang muslim seperti itu sebagai orang yang

betul-betul beriman.

Rasulullah Saw, bersabda:

فليس من هللا في شيئ ومن لم يهتم بامر المسلمين فليس منهم من اصبح وهمه الدنيا

Artinya:

Siapa saja yang bangun pagi hari dan ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia tidak akan termasuk golongan merekea. (HR. Ath-Thabrani dari Abu

Dzar Ghifari).

Hukum syara’ telah mewajibkan kaum muslimin untuk

mengemban Jurnalis Islami pada setiap situasi dan kondisi, pada

Page 99: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 99

setiap status kehidupan social dari setiap strata. Kewajiban itu

dipertanggungjawabkan atas orang yang ahli dalam hokum (faqih)

maupun yang tidak ahli (awam); juga diwajibkan bagi semua

orang, baik laki-laki atau perempuan, jamaah (masyarakat),

maupun individu.165

Jurnalis Islmai dalam rutinitas aktivitasnya, berhubungan

dengan tanggung jawab dakwah bagi dirinya sebagai seorang yang

mempunyai aqidah Islam, maka perlu menaruh perhatian terhadap

masalah komunikasi.

Dalam proses kelancaran dakwah komunikasi, yakni suatu

proses yang digunakan oleh jurnalis dalam usaha untuk membagi

arti lewat transmisi pesan simbolis merupakan hal yang sangat

penting. Karena komunikasi yang efektif dalam pelaksanaan

dakwah dengan menggunakan media informasi, tentunya dapat di

desain oleh jurnalis yang sekiranya bermuatan misi dakwah Islam

untuk dipublikasikan kepada khalayak.166

A. Dasar-Dasar Jurnalistik Islam.

165 Samsul Munir Amin, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, (Cet. I;

Amzah: Jakarta, 2008), h. 102

166 Muhammad Munir & Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Cet. II;

Kencana Prenada Media Group: Jakarta, 2009), h. 159

Page 100: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 100

Tradisi akademik Islam dalam mendesain keilmuan

jurnalistik Islami berangkat dari peristilahan-peristilah hadis berita

tentang keteladan Rasulullah sebagai komunikator dalam

menyampaikan pesan kepada Sahabatnya, kepada Kiasar Romawi

dan kepada Raja-raja Persia untuk membangun watak kesadaran

Raja untuk menjadi teladan di tengah masyarakat dalam

menyapaikan berita yang dapat membentuk masyarakat yang cinta

pada kedaimaian dan keselamatan dunia dan akhirat.

Dari peristiwa dan tata cara inilah sebagai cikal-bakal dasar-

dasar jurnalistik Islam, yaitu terbagi 2 (dua): 1). Mencakup

penamaan berita yang dipakai ulama dalam menyebarkan berita.

2). Mencakup tingkatan kevalidan (kebenaran) sebuah berita yang

disampaikan. Untuk memahami kedua pembagian peristilahan ini,

berikut penjelasannya:

Peristilahan yang berkaitan tentang topik berita yang

disampaikan dari segi penyebutannya adalah sebagai berikut:

1. Hadis: Kata hadis sendiri secara etimologi (bahasa) bisa

diartikan sebagai Jadi>d yang berarti baru, merupakan

antonim dari kata qadi>m (lama). Qari>b yang berarti dekat,

diambil dari kalimat hadis| al-‘ahdi bi al-isla>m yang berarti

orang yang baru masuk Islam. Khabar yang berarti warta

Page 101: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 101

atau berita. Secara terminologi Ulama dalam memberikan

pengertian hadis terdapat perbedaan pendapat. Akan tetapi,

pendapat populer yaitu pendapat mayoritas ulama. Hadis

menurut Jumhu>r ‘Ulama>’ adalah sesuatu yang disandarkan

kepada Rasulullah saw., baik berupa perkataan, perbuatan,

ketetapan (taqri>r), sifat sebagai mahkluk dan sifat yang

mulia. Begitu pula sesuatu yang disandarkan dari Sahabat

dan Ta>bi’i>n berupa perkataan dan perbuatan.167

2. Sunnah: Adapun sunnah secara etimologi adalah jalan yang

dilalui baik itu tercela maupun terpuji.168

Sedangkan secara

terminologi sunnah mempunyai pengertian yang berbeda-

beda, karena ulama memberikan pengertian sesuai dengan

disiplin ilmunya masing-masing.169

a. Menurut ulama pakar hadis (muhaddis|u>n), adalah :

semua hal yang berasal dari Nabi, baik yang berupa

perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun hal-hal yang

lainya. Jadi, menurut pengertian ini sunnah bisa

meliputi fisik semisal tubuh, rambut, jenggot, maupun

167Al-Khasyu>’i> Muh}ammad al-Khasyu>i>, Mausu>’ah ‘Ulu>m al-H{adi>s\ al-

Syari>f (Kairo: al-Majlis al-A’la> li al-Syu’u>n al-Isla>miyyah, 2008), h. 257.

168Ini berdasarkan hadis nabi

:

169Fatchur Rahman, Ikhtisar Mus}t}alah}ah al-H}adi>s| (Cet. I; Bandung:

Alma’arif, 1974), h. 20.

Page 102: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 102

perilaku Nabi dalam kehidupan sehari-hari baik

sebelum ataupun sesudah beliau diangkat jadi rasul.170

Mayoritas dari ulama pakar hadis (muhaddis|u>n)

menetapkan bahwa sunnah dalam arti ini, menjadi

mura>dif (sinonim) bagi perkataan hadis.171

Dengan

demikian pengertian hadis dan sunnah adalah sama

menurut mereka.

b. Sedangkan menurut ulama usul fikih, adalah segala

sesuatu yang disandarkan kepada Nabi (selain al-

Qur’an) berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan,

namun mereka membatasinya hanya dengan yang bisa

dijadikan sebagai acuan pengambilan hukum.172

Hal ini

disebabkan mereka memandang nabi Muhammad

sebagai syari> (pembuat syariat) disamping Allah.

Hanya saja ketika ulama usul fikih mengucapakan hadis

secara mutlak maka yang dimaksud adalah sunnah

qau>liyyah. Karena sunnah menurut mereka mempunyai

arti yang lebih luas dari hadis, yaitu mencakup semua

hal yang bisa dijadikan petunjuk hukum tidak hanya

sebatas ucapan saja.173

c. Menurut ulama fikih lain lagi, mereka memberikan

pengertian bahwa sunnah adalah segala suatu hal dari

Nabi yang tingkatannya tidak sampai pada tingkatan

170Muhammad ‘Ujaj al-Khatib, ‘Us}ul al-H}adi>s| ‘Ulu>muh wa Mus}t}alah}ahu

(Bairut: Dar al- Fikri, 1989), h. 19.

171Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, et al., eds. Sejarah dan

Pengantar Ilmu Hadis (Cet.I, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 6.

172 Definisi ini juga sama dengan yang dikemukakan oleh : Muhammad

al-Zafza>f , Al-Ta’ri>f bi al-Qur’an wa al-Hadi>s|, (Cet.I, t.d), h. 194.

173Ibid., h. 27.

Page 103: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 103

wajib atau fardhu, artinya mendapatkan pahala bila

dikerjakan namun tidak sampai mendapatkan dosa bila

ditinggalkan.174

Mereka memandang nabi Muhammad

sebagai pribadi yang seluruh perkataan dan perbuatanya

mengandung hukum syara’.175

d. Khabar dan ats\ar

Hadis sering juga disamakan dengan khabar dan ats\ar. Akan

tetapi, sebagian ulama juga membedakannya. Oleh karena itu

untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penjelasan akan hal itu

sebagaimana berikut; Pengertian khabar dan ats\ar menurut ulama

hadis adalah sama dengan hadis. Namun sebagian ulama

berpendapat bahwasanya sesuatu yang berasal dari Nabi adalah

hadis sedangkan yang berasal dari selain Nabi adalah khabar. Lain

lagi para Ahli fikih Khurasan mereka menyebut hadis mau>qu>f

dengan khabar dan hadis marfu>’ dengan ats\ar.176

174Pengertian sunnah bahwa ‚bila dikerjakan diganjar pahala dan tidak

mengerjakannya tidak apa-apa‛. Dalam hal ini, sebaliknya penulis malah

memandang hal itu tidak baik, cenderung mendorong untuk tidak

melakukannya, bukannya ajaran Islam itu selalu memotivasi pengikutnya untuk

meraih pahala kebaikan sebanyak-banyaknya?

175Muhammad bin 'Alawi> al-Ma>liki> al-Hasani>, al-Manhal al-Lat}i>f fi>

‘Us}u>l al-Hadi>s| al-Syari>f (t.t, t.p, 1999), h. 10.

22Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieq, et al., eds, op. cit h. 28.

Tidak ada alasan yang kuat mengapa ats\ar hanya dikhususkan pada apa yang

Page 104: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 104

Menurut arti bahasa khabar ialah berita yang disampaikan.177

Berdasarkan arti bahasa, khabar memiliki arti yang hampir sama

dengan hadis, karena tahdi>s (pembicaraan) artinya tidak lain

adalah ikhba>r (pemberitaan). Hadis Rasulullah adalah berita-berita

yang disandarkan kepada Nabi saw. Menurut istilah, ada beberapa

versi definisi tentang khabar.

Di antaranya "hadis yang disandarkan pada sahabat", "segala

berita yang diterima selain dari Nabi" dan lain sebagainya. Dalam

permasalahan terminologi khabar, penulis lebih sepakat dengan

definisi yang pertama-sebagaimana juga dikemukakan oleh ulama

Khurasan yaitu khabar ialah hadis yang disandarkan pada sahabat

(mauquf). Hanya saja hal ini dimaksud untuk memudahkan

klasifikasi serta untuk membedakan antara khabar dengan hadis

atau sunah.178

Secara etimologi ats\ar berarti bekas atau sisa. Sedangkan

mengenai definisi terminologis ats\ar ada dua pendapat. Pertama,

disandarkan pada sahabat (mauquf) dan tabi’in (maqtu’) saja, tidak sampai

pada apa yang disandarakan pada Nabi (marfu’).

177Muhammad Ali Rowad, Ulum al-Qur’an wa al-Hadis (Oman : Dar al-

Basyiah, 1984), h. 169. Bandingkan dengan Muhammad bin 'Alawi> al-Ma>liki>

al-Hasani>, op.cit., h. 51.

178Muhammmad Jamaluddin al-Qasimi, Qawa>’id al-Tahdi>s| min Funu>n

Mus}t}alaha al-Hadi>s| (Bai>rut : Da>r al-Kutub al-Isla>mi>, t.th) h. 61. lihat juga

Teungku M Hasbi ash-Shiddieqy, op.cit., h. 21.

Page 105: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 105

sinonim dengan hadis. Kedua, atsar adalah perkataan, tindakan,

dan ketetapan sahabat Nabi.179

Pendapat yang kedua ini mungkin

berdasarkan arti etimologisnya yaitu penjelasan bahwa perkataan

sahabat merupakan sisa dari sabda Nabi. Sehingga perkataan

sahabat disebut dengan atsar merupakan sesuatu yang wajar.

Dari penjelasan tentang definisi hadis, sunah, khabar dan

atsar di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan terminologi yang

digunakan oleh para pakar hadis (muhaddis|u>n) terkait ruang

lingkup dan sumber keempat definisi tersebut. Hadis atau sunnah

memberikan pengertian bahwa perawi mengutip hadis yang

disandarkan kepada Rasulullah saw (marfu>’). Sedang khabar tidak

hanya mencakup hadis marfu’ saja, akan tetapi juga

mengakomodasi yang mauqu>f (perawi hanya bersumber dari

sahabat saja tidak sampai pada Rasulullah). Bahkan juga yang

hanya berhenti sampai tingkatan tabi’in (maqtu>’) saja. Sedangkan

atsar oleh para pakar hadis lebih diidentikkan hanya pada hadis

mau>qu>f atau maqtu>’ saja.180

179Muhammad bin 'Alawi> al-Ma>liki> al-Hasani>, op.cit., h. 52.

180'Umar Abd al-Mun'im al-Sali>m, Tai>si>r al 'Ulu>m al-Hadi>s| (Kairo :

Maktabah ibn Tai>miyah, 1997), h.12.

Page 106: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 106

Dari beberapa peristilahan di atas yang telah dikemukakan,

maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, peristilahan di atas

bertitik tolak pada sudut pandang penerimaan berita yang

sampaikan dari orang pertama (Rasulullah) ke sahabat-sahabatnya.

Istilah jurnalistik Islami bersumber dari tiga hal pokok,

yaitu: Hadis Sahih (Berita yang memiliki kevalidan yang

tertinggi), Hadis Hasan, Hadis Daif, dan Hadis Maudu>‘. Berikut

penjelasannya:

a. Hadis sahih: Secara etimologi kata shahīh adalah lawan kata

dari saqīm (sakit).181

Secara hakiki digunakan untuk anggota

tubuh atau jasmani, sedangkan dalam hadis dan makna-makna

yang lainnya digunakan secara majāzīy.182 Adapun secara

terminologi, hadis sahih menurut ulama mutaqaddimīn adalah

hadis yang sanadnya bersambung dan dikuatkan atau disahkan

(oleh para kritikus hadis) keadilan para perawinya.183

Sebagaimana oleh al-Imam al-Khattābīy dalam bukunya

181Jamaluddīn Muhammad bin Makram Ibn Manzhūr, Lisān al-‘Arab,

jilid VIII (Cet. I; Beirut: Dār al-Shādir, 2000), h. 201.

182Lihat Jalāl al-Dīn ‘Abd al-Rahmān bin Abī Bakr al-Suyūthīy,

selanjutnya disebut al-Suyūthīy, Tadrīb al-Rāwīy fī Syarh Taqrīb al-Nawawīy

(Cet. II; al-Madīnah al-Munawwarah: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, 1972), h. 63.

183Ratībah Ibrāhīm Khithāb Thāhūn, Al-Wajīz fī ‘Ilm Mushthalah al-

Hadīs (Cet. I; Kairo: al-Salām, 1993), h. 164.

Page 107: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 107

Ma’ālim al-Sunan mendefinisikan hadis sahih: ما اتصل سنده و

عدلت نقلته184

(Hadis yang bersambung sanadnya dan dikuatkan

keadilan para perawinya).

b. Sedangkan definisi ulama mutaakhhirīn hadis sahih adalah

hadis yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh rawi

yang adil dan dhābit (sempurna hapalannya) dari rawi lain yang

(juga) adil dan dhābith sampai akhir sanad, dan hadis itu

terhindar dari kejanggalan (syuzūz) dan cacat (‘illat).185

Jadi, tingkatan pemberitaan yang dianggap valid

dari segi perolehan berita yang diriwayatkan oleh sahabat

adalah tinggatan sahih ini. Karena syarat-syarat yang

terdapat pada sanad dalam hadis ini, memenuhi kriteria

diterimanya suatu hadis, seperti: adil, dhabit, bersambung

sanad, tidak ada syadz (kejanggalan), dan illat (cacat).

Dari kelima syarat di atas apabila terdapat pada

sebuah pemberitaan, maka tingkat kepercayaan dari segi

pemberitaan tidak diragukan.

a. Hadis hasan

184Al-Suyūthīy, op. cit., h. 64.

185Ratībah Ibrāhīm Khithāb Thāhūn, loc. cit.

Page 108: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 108

Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus.186

Sedangkan secara terminologi, ada perbedaan para ulama

dalam mendefinisikan hadis hasan. Akan tetapi penulis

mengambil satu dari berbagai pendapat ulama mengenai

pendefinisian hadis ini, yaitu: pendapat Ibn Hajar al-

Asqalani.

Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, hadis hasan adalah

hadis yang sanadnya bersambung, dari awal sampai akhir,

para periwayatnya bersifat adil namun kedhabitannya agak

kurang sedikit, serta terhindar dari kejanggalan (syuzūz)

dan cacat (‘illat).187 Dan inilah definisi hadis hasan yang

terpilih, karena merupakan pembeda antara hadis hasan dan

hadis dha’if, di samping juga merupakan pembeda hadis

hasan dari hadis sahih.

b. Hadis da‘if

186Al-Qatt}a>n, Manna’, Maba>his fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (t.t, t.p, 1973), h.

121; Lihat Jamaluddīn Muhammad bin Makram Ibn Manzhūr, Lisān al-‘Arab,

Jilid IV (Cet. I; Beirut: Dār al-Shādir, 2000), h. 123.

187Ahmad bin ‘Alīy bin Hajar al-‘Asqalānīy, Syarh Nukhbat al-Fikr

(Kairo: Maktabah Mushthafa al-Bābīy al-Halabīy,1934), h. 8-11. Lihat

Muhammad ‘Ajjāj al-Khathīb, Ushūl al-Hadīs; ‘Ulūmuh wa Mushthalahuh (Cet.

III; Beirut: Dār al-Fikr, 1975), h. 332.

Page 109: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 109

Adapun pengertian hadis d}a‘if secara etimologi

berasal dari kata ضعف yang berarti ‘ajiz (berita lemah) dan

merupakan lawan kata dari qawi> yang berarti kuat. Bentuk

jamaknya adalah d}u‘afaa, d{i‘af, d{a‘afah dan d{a‘fa>.188 Oleh

sebab itu, sebutan hadis d{a‘if secara bahasa berarti hadis

yang lemah atau hadis yang tidak kuat.189

Secara

terminologi, Hadis d}a‘if adalah hadis yang kehilangan satu

syarat atau lebih dari syarat-syarat hadis sahih atau hadis

hasan. Pada tingkatan ini hadis berita yang disampaikan

sudah mulai diragukan, dikarenakan syarat diterimanya

sebuah pemberitaan gugur. Akan tetapi, tidak berarti pada

tingkatan ini hadis, pemberitaan tidak dapat diterima.

Melainkan harus melalui perbandingan dengan informasi

yang diperoleh dari hadis yang berada pada tingkatan sahih

atau hasan.

c. Hadis maudu‘

Maud}u‘ secara etimologi adalah sesuatu yang

diletakkan. Sedangkan secara terminologi adalah sesuatu

188M. Hasbi al-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jilid. I

(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987), h. 220.

189

Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2002), h. 149.

Page 110: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 110

yang diciptakan dan dibuat-buat lalu dinisbahkan kepada

Rasulullah secara dusta. Hadis ini adalah yang paling

buruk dan jelek di antara hadis-hadis d}a‘if lainnya.190

Pemberitaan hadis pada tingkatan ini dari segi

kevalidannya tidak dapat diterima, dikarenakan hadis yang

terkandung di dalamnya bukan ucapan, perbuatan, dan

taqrir Rasulullah. Melainkan bersumber dari seorang

pendusta, yang menyandarkan ucapan, perbuatan, dan

taqrirnya itu kepada Rasulullah SAW.

B. Proses Pengelolaan Berita Jurnalis Islami. 1. Proses pengelolaan berita

Adapun metode Pengelolaan berita, hingga sampai kepada

umat Islam melalui 8 (delapan) cara, yaitu: a) al-Sima>’; (b) al-

qira>’ah; (c) al-ija>zah; (d) al-muna>walah; (e) al-muka>tabah; (f) al-

i’la>m; (g) al-wasiyyah; (h) al-wija>dah.191

a) Al-Sima>’ (mendengar/ السماع) , yaitu seorang jurnalis Islami

membaca hadis, sementara seorang murid sedang mendengar,

190Manna al-Qat}t}an, Fi Ulumil Hadis, terj. Mifd}ol Abdurrahman,

Pengantar Studi Ilmu Hadis (Cet. I; ttp: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 145.

191

Mahmud Hamdi}> Zaqzu>q, Mausu>ah Ulu>m al-Hadi}>s al-Syari}>f,

(Kairo:Waza>rah al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> li al-Su’u>n al-Isla>miyyah, 2007). h.

208. Lihat dan bandingkan; Musta>fa al-Adawi}>, Taisi}>r Musthalah al-Hadi}>s fi

Su’a>l wa Jawa>b (Cet. II; Mekah: Maktabah al-Haramain li al-Ulu>m al-Na>fiah).

h.53.

Page 111: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 111

baik hapalan dari kitabnya, baik majelis itu untuk imla>’

ataupun untuk yang lainnya.192

Lambang yang digunakan

adalah:

حدثنا ,

حدثني ,

أخبرني ,

قال لنا ,

ذكرلنا ,

سمعت

b) Al-Qira>’ah (membaca di hadapan jurnalis Islami); yakni

seseorang membaca hadis di hadapan jurnalis Islami baik dari

dari hapalan ataupun dari kitabnya yang telah di teliti, sedang

jurnalis Islami memperhatikan atau menyimak dengan baik

hapalannya atau dari kitab aslinya ataupun dari naskah yang

digunakan untuk mengecek dan meneliti. Lambang yang

digunakan adalah:

قرأت علي فالن

Lambang di atas disepakati pemakaiannya, sedang lambang

yang tidak di sepakati adalah:

أخبرنا,حدثنا

192

Abdul al-Rahma>n ibn Ibra>hi}>m al-Kha>misi}>, Mu’jam Ulu>m al-Hadi}>s

al-Nabawi, (Jeddah: Da>r al-Andalu>s al-Hadra>’. t. th.). h. 127.

Page 112: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 112

c) Al-Ija>zah (sertifikat atau rekomendasi). Yakni, jurnalis Islami

hadis memberikan izin kepada seseorang untuk meriwayatkan

hadis yang ada padanya.193

Namun masih berada dalam batas

pemberian kewenangan seorang jurnalis Islami untuk

meriwayatkannya. Sebagian riwayatnya yang sudah

ditentukan kepada seseorang atau beberapa orang yang telah

di tentukan pula, tanpa membacakan semua hadis yang di

ijazahkannya. Mayoritas ulama menggunakan lambing-

lambang yang digunakan untuk al-ija>zah, seperti‛

حدثنا اجازةatau أجازلي

d) Al-Muna>walah; maksudnya, seorang ahli hadis memberikan

sebuah kitab kepada muridnya agar seorang murid

meriwayatkan darinya entah itu bersamaan dengan ijazah atau

tidak.194

Lambang yang digunakan adalah: ناولني dan , ناولنا

al-muna>walah, ada dua bagian, yakni al-muna>walah bersama

dengan ijazah dan al-muna>walah yang tidak bersama dengan

ijazah.

193

Mahmu>d al-Tahha>n, Taisi}>r Musthalah al-Hadi}>s, (Cet. IX; Riyad:

Maktabah al-Ma’a>rif li al-Nasr wa al-Tauzi}>’, 1997). h. 160.

194

M. Syuhudi Ismail. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis

dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Cet. I; Jakarta: PT. Bulan

Bintang, 1988), h. 58.

Page 113: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 113

e) Al-Muka>tabah; yaitu seorang jurnalis Islami hadis menuliskan

hadis yang diriwayatkannya untuk diberikan kepada orang

tertentu. Sedang orang yang diberi hadis itu ditulis dapat saja

berada dihadapan jurnalis Islami tersebut atau berada

ditempat lain. Al-Muka>tabah juga ada dua bagian; pertama,

disertai ijazah; kedua, tidak disertai ijazah. Lambang yang

digunakan adalah:

كتب الي فالن , أخبرني به مكاتبة

f) Al-I’la>m; maksudnya, seorang Syekh memberitahukan kepada

muridnya bahwa hadis tertentu atau kitab tertentu merupakan

bagian dari riwayat-riwayat miliknya dan telah didengarnya

atau diambilnya dari seseorang. Atau perkataan lain yang

senada, tanpa menyatakan darinya.195

Lambang yang

digunakan adalah: أخبرنا اعالما

g) Al-Wasiyyah, yakni seorang periwayat hadis mewasiatkan

kitab hadis yang diriwayatkannya kepada orang lain. sebelum

bepergian jauh atau sebelum meninggal, agar kitab riwayatnya

195

Muhammad Diya’u al-Rahman al-A’dzami, op.cit., h. 44.

Page 114: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 114

diberikan kepada seseorang untuk meriwayatkan darinya.196

Lambang yang digunakan: أوصي الي

h) Al-Wija>dah, yakni seseorang dengan tidak melalui al-sama

atau ijazah, mendapati hadis yang ditulis oleh periwayatnya.

Orang yang mendapati tulisan itu dapat saja semasa atau tidak

semasa dengan penulis hadis tersebut.197

Dari beberapa jurnalis terkenal di dalam mencari,

menghimpun, dan menyampaikan berita dari berbagai sumber

adalah imam Bukhari.198

Hal ini dimungkinkan karena imam

Bukhari terkenal kecerdasan dan kemampuan daya hafalnya yang

kuat,199

sehingga ia berhasil mengumpulkan, dan memilah-milah

berita yang dianggap sahih, da‘if, dan maudu‘.

Strategi Jurnalistik Rasulullah.

Strategi Jurnalistik Rasulullah saw kepada para penguasa

Ahli tarikh Muhammad bin Sa‘ad (w. 230 H) dalam kitabnya

196Ibid. h. 525.

197M. Syuhudi Ismail, op. cit., h. 60.

198Lihat al-Suyut}i, Tadri>b al-Rawi> fi Syarh Taqrib al-Nawawi (Beirut:

Da>r al-Fikr, 1993), h. 49.

199Lihat Muhammad Muhammad Abi> Zahwu, al-Hadis wa al-Muhaddisin

aw al-Inayat al-Ummat al-Islamiyah bi al-Sunnah al- Nabawiyyah (Mesir:

Syirkah Musahamat, Tt), h. 353.

Page 115: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 115

al0Tabraqat al-kubra menulis satu-persatu surat Nabi SAW

lengkap dengan sanadnya. Surat-surat itu berjumlah tidak kurang

dari 105 buah.200

Hanya saja, teks surat-surat tidak semuanya

disalin secara lengkap. Di samping itu ada dua buah surat yang

dapat dipastikan tidak otentik dari Nabi saw karena di dalam

sanadnya terdapat nama Muhammad bi al-Saib al-Kalbi di mana ia

adalah seorang pendusta. Sementara dilihat dari segi sisinya, surat-

surat Nabi SAW itu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok

sebagai berikut:

a. Berita-berita yang berisi seruan untuk masuk dalam pola

hidup yang tertib beradab dan memiliki budipekerti yang

luhur dalam melakukan hubungan interaksi sesame umat

manusia. Jenis kemasa jurnalis dalam bentuk surat, artikel

yang ditujukan kepada orang-orang non-muslim baik Yahudi,

Nashrani, maupun Majusi; dan orang-orang musyrikin baik dia

raja, kepala dareah, maupun perorangan.

b. Surat-surat yang berisi aturan-aturan dalam Islam, misalnya

tentang zakat, sedekah, dan sebagainya. Surat-surat ini

200Muhammad ibn Sa‘ad, al-Tabaqat al-Kubra (Beirut: Dar Beirut, 1400

H/ 1980 M), h.258-291.

Page 116: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 116

menunjukkan kepada orang-orang Muslim yang masih

memerlukan penjelasan-penjelasan.

c. Surat-surat yang berisi hal-hal yang wajib dikerjakan oleh

orang-orang non-mulsim terhadap pemerintah Islam, seperti

masalah jizyah (iuran keamanan). Surat-surat ini ditujuakn

kepada orang-orang non-muslim (Yahudi, Nashrani, dan

Majusi) yang telah membuat perjanjian damai dengan Nabi

SAW.201

Inti dari strategi jurnalis Rasulullah saw diteladani oleh

sahabat adalah untuk mengajak para penguasa tersebut memeluk

agama Islam. Semua surat surat Nabi saw yang dikirim kepada

raja dan penguasa dunia disambut dengan baik dan sangat dihargai

sekali oleh mereka kecuali surat beliau yang dikirim kepada Kisra

atau Khosrau II (Penguasa Persia). setibanya surat beliau dan

sehabis dibaca surat beliau dirobek-robek oleh Khosrau.

Rasulullah berdoa: ‚Ya Allah robek robeklah kerajaannya‛.

Kalau membaca isi surat surat Nabi saw yang dikirim

untuk penguasa penguasa dunia, bisa lihat dengan jelas bahwa

201Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Cet. I;

Jakarta: PT. Pustaka Firdaus), h. 181.

Page 117: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 117

Rasulallah saw adalah seseorang yang ahli berdiplomasi dan

sangat pintar bersiasat. Kita bisa lihat bahwa beliau sangat

menghargai dan memuliakan kedudukan mereka sebagai penguasa

dunia.

Adapun isi surat Nabi saw kepada para penguasa, di luar

kekuasaan Islam adalah sebagai berikut:

a. Surat Nabi saw untuk Raja Negus (Penguasa Ethiopia) Adapun

isi suratnya Surat Nabi saw untuk Raja Negus (Penguasa

Ethiopia):

. فانى احمد هللا اليك. اسلم انت. من محمد رسول هللا الى النجاشى ملك الحبسةو أشهد أن عيسى . هللا الذى ال اله اال هو الملك القدوس السالم المإمن المهيمن

بن مريم روح هللا و كلمته القاها الى مريم البتول الطيبة الحصينة فحملت و إنى أدعوك الي هللا و حده . بعيسى فخلقه من روحه و نفخه كما خلق آدم بيده

ال شريك له و المواالة على طاعته، و ان تتبعني و تإمن بالذى جآءنى فإنى و إنى أدعوك و جنودك الى هللا عز و جل و قد بلغت و تصحت، . رسول هللا

. و السالم على من اتبع الهدى. فؤقبلوا نصيحتي

Artinya:

Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi,

penguasa Abyssinia (Ethiopia). Salam bagimu,

sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada

Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha

Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha

Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam

adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat

Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih,

baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan

Page 118: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 118

Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan

Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya aku

mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan

menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi

yang mengikuti petunjuk.

b. Surat Nabi saw untuk Raja Heraclius (Kaisar Romawi)

Adapun isi surat Nabi saw kepada Raja Heraclius (Kaisar

Romawi), adalah sebagai berikut:

. إلى هرقل عظيم الروم. من محمد عبد هللا و رسوله. بسم هللا الرحمن الحيمأما بعد، فإني أدعوك بدعاية اإلسالم اسلم تسلم . سالم على من اتبع الهدى

و يا أهل الكتاب . فإن توليت فإن عليك إثم االريسيين. يإتك هللا اجرك مرتينتعلوا إلى كلمة سواء بيننا و بينكم ان ال نعبد اال هللا و ال نشرك به شيئا و ال

. فإن تولوا فقولوا الشهدوا بؤنا مسلمون. يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون هللا

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi

Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk

Heraclius Kaisar Romawi yang agung. Salam bagi siapa

yang mengikuti petunjuk. Salain dari pada itu,

sesungguhnya aku mengajak kamu untuk memeluk Islam.

Masuklah kamu ke agama Islam maka kamu akan selamat

dan peluklah agama Islam maka Allah memberikan pahalah

bagimu dua kali dan jika kamu berpaling maka kamu akan

menanggung dosa orang-orang Romawi. ‚Katakanlah: Hai

Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat

(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan

kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak

kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula)

sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan

selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah

kepada mereka: ‚Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-

Page 119: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 119

orang yang berserah diri (kepada Allah)‛ (Q.S. Al-Imran/3:

64).

c. Surat Nabi saw untuk Raja Khosrau II (Penguasa Persia)

Adapun isi surat Nabi saw kepada Raja Khosrau II

(Penguasa Persia), adalah sebagai berikut:

سالم على من اتبع الهدى و . الى كسرى عظيم فارس. من محمد رسول هللاآمن باهلل و رسوله و شهد ان ال إله اال هللا و حده ال شريك له و أن محمدا

أدعوك بدعاية هللا، فإنى انا رسول هللا الى الناس كآفة ،، . عبده و رسولهفان ابيت فعليك . اسلم تسلم. لينذرمن كان حيا و يحق الحق على الكافرين،،

. اثم المجوسDengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi

Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk

Khosrau, penguasa Persia yang agung. Salam bagi orang

yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan

RasulNya, dan bagi orang yang bersaksi bahwa tidak ada

Tuhan kecuali Allah, Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan

bagi yang bersaksi bawha Muhammad itu hamba Nya dan

utusan Nya. Aku mengajakmu kepada panggilan Allah

sesungguhnya aku adalah utusan Allah bagi seluruh

manusia supaya aku memberi peringatan kepada orang-

orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan

azab) terhadap orang-orang kafir. Peluklah agama Islam

maka kamu akan selamat. Jika kamu menolak maka kamu

akan menanggung dosa orang orang Majusi.

d. Surat Nabi saw untuk Al-Muqawqis (Penguasa Mesir)

Adapun isi surat Nabi saw kepada Al-Muqawqis (Penguasa

Mesir), adalah sebagai berikut:

Page 120: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 120

سالم على من اتبع . الى الموقس عظيم القبط. من محمد عبد هللا و رسولهاسلم تسلم يإتك هللا اجرك ، فإنى أدعوك بدعاية االسالم. الهدى، اما بعد

يا أهل الكتاب تعلوا إلى كلمة .فإن توليت فإن عليك اثم اهل القبط. مرتينسواء بيننا و بينكم ان ال نعبد اال هللا و ال نشرك به شيئا و ال يتخذ بعضنا

. فإن تولوا فقولوا الشهدوا بؤنا مسلمون. بعضا أربابا من دون هللاArtinya:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi

Maha Penyayang. Dari Muhammad bin Abdullah utusan

Allah, untuk al-Muqawqis penguasa Mesir yang agung.

Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Selain dari

pada itu, aku mengajakmu kepada panggilan Allah.

Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat dan Allah

akan memberikan bagimu pahala dua kali. Jika kamu

berpaling maka kamu akan menanggung dosa penduduk

Mesir.

Setelah al-Muqawqis membaca surat Rasulullah

saw, ia membalas surat beliau dan memberikam kepada

utusan beliau dua hadiah. Hadiah pertama berupa dua

budak belian bernama Maria binti Syamu’n al-Qibthiyyah

yang dimerdekakan Nabi saw dan menjadi istri beliau,

darinya Rasulullah saw mendapatkan seorang anak yang

diberi nama Ibrahim (wafat semasih kecil), nama ini

diambil dari nama kakek beliau Nabi Ibrahim as. Dan

budak kedua adiknya sendiri Sirin binti Syamu’n Al-

Qibthiyyah yang dikawini Hassan bin stabit ra, sastrawan

Page 121: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 121

unggul pada zaman Nabi saw. Hadiah kedua berupa kuda

untuk tunggangan beliau.202

e. Teks surat Nabi SAW untuk al-Harits.

الى الحارث بن ابي شرم . من محمد رسول هلل. بسم هللا الرحمن الرحيمسالم على من اتبع الهدى و آمن به و صدق و اني ادعوك الى ان . الساني

. تإمن باهلل و حده ال شريك له يبقي لك ملككDengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Dari Muhammad Utusan Allah kepada al-

Harits bi Abu Syamr. Salam sejahtera semoga dilompahkan

kepada orang mengikut petunjuk Allah, beriman kepada-

Nya dan membenarkan ajaran-Nya. Sesungguhnya saya

mengajak Anda untuk beriman kepada Allah Yang Esa dan

tidak ada sekutu bagi-Nya. Apabila Anda mau menerima

ajakan ini, maka kekuasaan Anda akan tetap lestari.203

f. Teks Surat Nabi SAW untuk Haudzah al-Hanafi.

سالم على من اتبع . الى هوذة بن على. من محمد رسول هللا. بسم هللا الرحمن الحيم

و اعلم ان دينى سيظهر الى منتهى الخوف و الحافر فاسلم تسلم، و اجعل لك ما . الهدى

. تحت يديك

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Dari utusan Allah kepada Haudzah bin Ali. Salam

untuk orang yang mengikuti petunjuk Allah. Ketahuilah

bawah agamaku akan berjaya sampai akhir pijakan onta dan

202(http://abizakii.wordpress.com/2010/05/20/surat-rasulullah-saw-untuk-

raja2/diakses tanggal 06 oktober 2011, pukul 12.00 wita).

203Ibn Qayyim al-Jauziyah, Zad al-Ma‘ad (Ttp: Dar Ihya al-Turats al-

‘Arabi, tth), h.75.

Page 122: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 122

kuda. Oleh karenanya, masuklah kamu ke dalam agama Islam,

maka kamu akan selamat, dan apa yang kamu akan tetap

kujadikan milik kamu.204

Ada satu hal yang menari, yaitu bahwa dalam surat-surat

Nabi SAW selalau diawali dengan tulisan basmalah

(bismillahirrahmanirrahim). Padahal surat-surat itu akan

dikirimkan kepada orang-orang kafir. Bahkan sebagian juga

mencantumkan ayat-ayat al-Qur’an.205

Al-Sya‘bi menuturkan bahwa pada awalnya nabi SAW

hanya menulis kalimat باسم هللا اللهم (dengan menyebut asmamu

wahai Allah). Kemudian setelah turun ayat: اركبوا فيها باسم هللا مجراها

Naikah kamu ke dalam bahtera dengan menyebut nama) و مرسها

Allah pada waktu ia belayar dan berlabuh)206

. Nama Nabi SAW

menulis: باسم هللا (dengan menyebut nama Allah), kemudian turun

ayat: قل دعوا هللا او ادعوا الرحمن (katakanlah, berdoalah kepada Allah,

atau berdoalah kepada al-Rahman).207

Nabi SAW menulis: بسم هللا

.(dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah) الرحمن

204Ibid. h. 74.

205Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Cet. I;

Jakarta: PT. Pustaka Firdaus), h. 202.

206Q.S. Hud/11: 41.

207Q.S. al-Isra/17: 110.

Page 123: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 123

Kemudian turun ayat: انه من سليمان و انه بسم هللا الرحمن الرحيم

(sesungguhnya surat itu dari Sulaiman, dan sesungguhnya: Dengan

menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha

Pengasih)208

. Nabi Menulis: بسم هللا الرحمن الرحيم (dengan menyebut

nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih).

Kegiatan meliput, menulis, dan menyampaikan berita berupa

surat kepada raja-raja di luar wilayah Islam, menunjukkan bahwa

usaha tersebut dikategorikan sebagai kegiatan jurnalis. Di mana

para sahabat yang menjadi peliput atau wartawan, Nabi sebagai

narasumber, dan para penguasa atau raja sebagai pembaca atau

pemirsanya.

Selain itu, dari setiap isi surat yang dikirimkan kepada para

penguasa atau raja tersebut dicantumkan: nama Allah (basmalah),

syahadat, dan pesan dakwah. Ini menunjukkan bahwa Nabi sebagai

suri tauladan, secara tidak langsung mengajarkan kepada

sahabatnya menulis konsep berita yang baik dan memegang asas

etika jurnalis muslim; sehingga dari isi surat tersebut kalimatnya

begitu ringkas, padat dan jelas.

Oleh karena itu sebagai jurnalis muslim yang memegang

dasar-dasar etika muslim dalam menulis berita, hendaknya tidak

208Q.S. al-Naml/27: 30.

Page 124: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 124

mencantumkan unsur-unsur yang berbau SARA, apalagi

menyebarkan berita kebohongan.

B. Kompetensi Jurnalis Islami

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kredibilitas

berarti perihal dapat dipercaya, mempengaruhi di mata umum.209

Sebagai ilustrasi, tingkat kredibilitas perbankan atau sebuah bank

menentukan apakah nasabah akan menabung di bank tersebut atau

tidak. Pengertian ini juga relevan dengan tradisi yang dikenal

dalam ilmu hadis, yang mengharuskan seorang perawi tsiqah, adil

dan dhabith.210 Salah satu makna dari kata s{iqah adalah dapat

dipercaya. Kesiqahan perawi yang dikenal dalam ilmu hadis

tersebut sejalan dengan konsep yang diperkenalkan oleh Jalaluddin

Rahmat, bahwa kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang

sifat-sifat baik dari seorang komunikator.211

Oleh karena itu,

seorang jurnalis Islami profesional harus memiliki kredibilitas

209Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa, 2009), h. 818.

210Abdul al-Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Ibrahim Abdul latif, Dawa>bit} al-

Ja>rh wa al-Ta'dil (Saudi Arabia, al-Madinah al-Munawwarah, 1381), h. 136.

211Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi (Cet. XXII;

PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 257.

Page 125: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 125

yang tinggi. Jika jurnalis Islami memiliki kredibilitas (dapat

dipercaya) di mata mad'u, maka aplikasi ajaran-ajaran agama yang

disampaikannya bisa berjalan efektif.

Kredibilitas jurnalis Islami mempunyai peran strategis dalam

mentransformasikan pesan-pesan agama Islam melalui teknologi

informasi dakwah di tengah masyarakat.212

Menurut Thomas

Hobbes dan H.E. King, yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat,

seorang komunikator yang credible dapat berpengaruh pada dan

mengubah pola pikir, kejiwaan dan perilaku mad’u dengan

menggunakan bahasa.213

Menurut Sattu Alang, dari sudut pandang

keilmuan, perlu ada pembedaan mendasar antara kompetensi

dalam bidang ilmu pendidikan Islam dan ilmu dakwah.214

Menurut

penulis, hal ini sangat mendasar mengingat perlunya membedakan

antara kompetensi seorang jurnalis Islami yang profesional.

Menurut Webster, profesionalisme adalah pekerjaan yang

dijalankan sesuai dengan keahlian. Profesionalisme menurut

212A. Zuad MZ dan Muhammad Sidiq, Mutiara Al-Quran: Sorotan Al-

Quran Terhadap Berbagai Teknologi Modern (Cet. I; Surabaya, Sarana Ilmiah

Press, 1998), h. 142.

213op. cit., Jalaluddin Rakhmat

214H.M. Sattu Alang, Dosen Tetap Pada Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat

sebagai Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.

Page 126: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 126

Undang-Undang RI Nomor: 14 tahun 2005 tentang Jurnalis Islami

dan Dosen adalah: pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan yang menekankan pada

keahlian, kemahiran, kecakapan, dan memenuhi standar mutu dan

norma sebagai pendidik profesional. Menurut Nana Sujana, profesi

adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan jabatan yang

mensyaratkan kompetensi khusus yang diperoleh melalui

pendidikan intensif.215

Baik jurnalis Islami maupun jurnalis Islami

profesional memiliki cara dan tujuan yang sama, meskipun

bergerak di bidang dan medan yang berbeda. Perbedaan inilah

yang menuntut kompetensi yang berbeda pula. Menurut Nasir

Mahmud, kompetensi dalam bidang pendidikan Islam menekankan

pada perubahan dan pematangan fisik dan psikis manusia, karena

pematangan itu dapat mendewasakan seseorang.

Berdasarkan pendapat Natsir Mahmud tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan Islam dan dakwah bergerak di

medan yang berbeda dan karena itu membutuhkan ilmu bantu

yang berbeda pula. Dengan kata lain, kompetensi yang harus

dimiliki oleh seorang jurnalis Islami berbeda dengan kompetensi

215Kunandar, Guru Profesionalisme: Implementasi Kurikulum Satuan

Tingkat Pelajaran (KTSP) dan Kesiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Cet. I;

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.

Page 127: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 127

yang harus dimiliki oleh seorang da’i. Ilmu dakwah memberi

penekanan pada perubahan massal meskipun tidak mengabaikan

perubahan individual. Oleh karena itu, ilmu dakwah membutuhkan

ilmu-ilmu bantu seperti psikologi massa, sosiologi, ilmu budaya,

dan ilmu komunikasi. Sementara pendidikan Islam membutuhkan

ilmu bantu seperti ilmu psikologi perkembangan. Namun

demikian, secara umum, keduanya disatukan oleh sumber referensi

yang sama, yaitu, al-Qur’an dan Sunnah. Menurut Natsir Mahmud,

ilmu dakwah bersumber dari etika, moral, akhlaq (nilai normatif,

termasuk nilai keagamaan), heuristic.216

Dalam meningkatkan budipekerti, Aqidah, Syariah setiap

jurnalis Islami berpotensi menjadi Jurnalis Islami dan Jurnalis

Islami cenderung kurang berpotensi menjadi jurnalis Islami.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki jurnalis

Islami profesional jauh lebih kompleks dibanding kompetensi yang

harus dikuasai oleh seorang jurnalis Islami profesional. Aspek

kompetensi jurnalis Islami dan jurnalis Islami profesional memiliki

banyak kesamaan dan juga perbedaan. Menurut Crunkilton, yang

dikutip oleh E. Mulyasa (2003), kompetensi adalah pengetahuan

216Natsir Mahmud, Bunga Rampai Epistemologi dan Metode Studi Islam

(IAIN Ujung Pandang: 1998), h. 38-39

Page 128: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 128

atau keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam

kebiasaan berfikir dan bertindak. Sementara itu, Direktorat

Kemendiknas (2003) mengartikan kompetensi sebagai seperangkat

tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dilakukan seseorang

dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Dalam kaitan ini,

Kemendiknas menekankan bahwa kompetensi jurnalis Islami

mencakup: pengenalan pembelajaran, pengembangan potensi,

penguasaan akademik, sikap kepribadian, dan penguasaan

akademik.217

Di Amerika Serikat, yang dikutip oleh Kunandar,

kompetensi jurnalis Islami profesional meliputi:

1. Berusaha menjadikan masyarakat dan lembaga pendidikan

sebagai tempat yang paling baik untuk anak-anak muda.

2. Sadar akan akan nilai-nilai dan manfaat pekerjaannya.

3. Tidak mudah tersinggung oleh larangan-larangan yang

berhubungan dengan kebebasan pribadinya sebagai seorang

Jurnalis.

4. Memiliki kecerdasan sosial dan kesadaran biologis,

sosiologis, antropologis, dan kultural, dalam menjalankan

tugas jurnalis.

5. Memiliki komitmen untuk terus berubah dan menyadari

tanggung jawab yang diembannya sangat dibutuhkan

masyarakat sebagai pirit pencerahan. Dengan kata lain,

217Kunandar, Guru Profesionalisme: Implementasi Kurikulum Satuan

Tingkat Pelajaran (KTSP) dan Kesiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Cet. I;

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.

Page 129: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 129

tingkat kecerdasan masyarakat sangat dipengaruhi oleh

kemampuan seorang jurnalis.218

Menurut penulis, kriteria kompetensi jurnalis profesional di

atas hanya berdimensi dialektis-empiris, dan belum memasukkan

dimensi-dimensi lain seperti keyakinan, pengabdian, dan sosial.

Oleh karena itu, dapat asumsikan bahwa tidak setiap jurnalis

Islami bisa berperan sebagai jurnalis Islami, tapi setiap jurnalis

Islami sangat berpotensi menjadi seorang jurnalis Islami.

Pandangan ini sesuai asumsi Sattu Alang bahwa jurnalis Islami

berpotensi menjadi jurnalis Islami tetapi jurnalis Islami belum

tentu berpotensi menjadi jurnalis Islami.219

Pandangan ini menurut

Sattu Alang bahwa setiap jurnalis Islami bisa menjadi jurnalis

Islami dan jurnalis Islami belum tentu memiliki kompetensi

menjadi jurnalis Islami. Atas dasar inilah sehingga perlu indikator

jurnalis Islami:

1. Memahami bahasa Al-Quran

2. Mengetahui hukum dalam Agama Islam

3. Memiliki prilaku dan citra baik ditengah masyarakat

218Ibid., h. 65.

219Sattu Alang, dosen tetap pada fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat sebagai

Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.

Page 130: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 130

4. Secara akademik alumni dari jurusan dakwah dan

komunikasi.

5. Dapat menggunakan teknologi informasi, dakwah dan

komunikasi.

Secara ontologis, para jurnalis Islami adalah waratsatul al-

Anbiya. Karena menyandang predikat tersebut, para jurnalis Islami

dituntut untuk memiliki kecerdasan sosial yang

memungkinkannya untuk berkomunikasi dengan baik. Mereka

juga dituntut untuk mampu menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi dalam menghadapi berbagai problematika sosial yang

ditimbulkan oleh perkembangan global.220

Menurut Yusuf

Qardawi bahwa seorang jurnalis Islami profesional harus memiliki

karakter dan sifat-sifat kenabian seperti amanah, siddiq, fat}a>nah,

dan tabli>g.221

Fat}a>nah meliputi kompetensi psikologis,

psikomotorik, dan afektif.

220Ahmat Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Islam (Cet. II; Bandung: Remaja

Rosda karya, 1994), h. 107.

221Yusuf Qardawi, Staqafatu Da’iyyata (Beirut - Lebanon: Rhesalah

Publishers,1999), h. 126-127.

Page 131: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 131

Secara praktis kompetensi jurnalis Islami ada kemiripan

dengan profesionalisme jurnalis Islami menurut Undang-Undang

RI Nomor: 14 tahun 2005 tentang Jurnalis Islami dan Dosen

adalah; Pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan

menjadi sumber penghasilan pada kehidupan yang menekankan

pada keahlian, kemahiran, kecakapan, memenuhi standar mutu

norma serta pendidik profesi. Menurut Nana Sujana profesi adalah:

suatu keahlian (skill) dan kewenangan suatu jabatan yang

mensyaratkan kompetensi secara khusus diperoleh untuk

pendidikan secara intensif.222

Standar ini berbeda dengan jurnalis

Islami. Kompetensi jurnalis Islami lain dari padangan

kemendiknas antara lain pengenalan pembelajaran, pengembangan

potensi, penguasaan akademik, sikap kepribadian, penguasaan

akademik.223

Profesionalisme jurnalis Islami diukur berdasarkan

kemampuannya dalam bidang aqidah, syari’ah, dan akhlaq, serta

kecakapannya dalam menjelaskan ajaran-ajaran al-Qur’an dan

222Kunandar, Guru Profesionalisme Implementasi Kurikulum Satuan

Tingkat Pelajaran (KTSP) dan kesiapan menghadapi sertifikasi Guru (Cet. I;

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.

223Kunandar, Guru Profesionalisme Implementasi Kurikulum Satuan

Tingkat Pelajaran (KTSP) dan kesiapan menghadapi sertifikasi Guru (Cet. I;

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.

Page 132: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 132

Sunnah melalui bantuan teknologi informasi dan komunikasi.

Menurut Yusuf Qardhawi, yang dikutip oleh Engjang, kriteria

jurnalis Islami profesional meliputi aspek-aspek berikut ini:

1. Jurnalis harus kredibel/tsiqah (dapat dipercaya dan

bertanggung jawab) dan memiliki sifat siddiq, amanah, fathanah dan tablig.

2. Pesan-pesannya bersumber dari data yang akurat dan tidak

bertentangan dengan akal, agama, budaya, moralitas, dan

tradisi setempat.

3. Menggunakan metode yang sistematis dan sesuai dengan

tata tertib logika dalam menggali kandungan Al-Qura’an

dan Sunnah, dan menyampaikan pesan-pesan keagamaan

sesuai dengan kebutuhan mad’u.

4. Menggunakan nalar/akal dalam menggali ajaran-ajaran Al-

Quran dan Sunnah sehingga bisa dipahami sesuai daya

nalar mad’u.

5. Balig (dewasa dan mampu membedakan antara baik dan

buruk), dan tidak gila (memiliki kesadaran yang tinggi dan

sehat jasmani).224

Dari kriteria ini penulis tambahkan bahwa sebagai jurnalis

Islami yang berkompeten jika mampu mendesain pesan dakwah

melalui teknologi informasi sebagai media perpanjangan panca

indra jurnalis Islami. Kriteria tersebut dalam teori komunikasi,

224Enjang, Desain Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Media Group,

2009), h. 33.

Page 133: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 133

perubahan psikologis dapat menghasilkan perubahan sikap dan

perilaku melalui kekuatan bahasa.

Kekuatan teknik transformasi pesan dengan cara ini terletak

pada kekuatan bahasa yang digunakannya.225

Pendekatan yang

mengandalkan kekuatan bahasa ini dapat digunakan oleh para

jurnalis Islami dalam menyampaikan ajaran-ajaran al-Qur’an dan

Sunnah sehingga bisa mengubah pola pikir dan keyakinan mad’u.

Seorang jurnalis Islami dapat menyampaikan pesan-pesan

keagamaan melalui syair-syair yang indah, atau melalui kemasan-

kemasan bahasa indah lainnya, dengan memanfaatkan perangkat

teknologi informasi dan komunikasi modern. Pendekatan semacam

ini bisa dinamakan pendekatan linguistik.

Komponen teknologi informasi dakwah yang perlu dimiliki

oleh jurnalis Islami adalah kredibilitas (source credibility) dan

daya tarik (source attractiveness). Kredibilitas ditentukan oleh

keahlian, pengalaman, keterampilan, kesehatan, dan kejujuran.226

Kredibilitas jurnalis Islami juga ditentukan oleh kecerdasan

komunikasi empati, persuasif, komunikatif, dialogis, dan

225Jalaluddin Rakhmat, Ibid., h. 268.

226Muhammad Syafii Antonio, Teladan Sukses Dalam Hidup dan Bisnis:

Muhammad the Super Leader Super Manager (Cet. XVI; Jakarta: Tazkiah

Publishing, 2009), h. 3.

Page 134: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 134

kemampuan komunikasi partisipatif.227

Seorang jurnalis Islami

perlu membekali diri dengan kemampuan dan kecerdasan-

kecerdasan tersebut dalam mengkomunikasikan pesan-pesan Al-

Quran dan Sunnah di tengah-tengah realitas sosial keagamaan.

Semakin tinggi kompetensi seorang da’i dalam

mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah semakin

efektif daya serap mad’u. Hal ini sesuai dengan pandangan George

A. Miller yang menyatakan bahwa source credibility meliputi

kredibilitas jurnalis Islami dalam bidang fonologi (bunyi bahasa),

sintaksis (cara pembentukan kalimat), dan semantik (arti kata).

Kesemua ini dapat menunjang efektivitas sistem informasi

dakwah.

Kredibilitas seorang jurnalis Islami melalui kompetensi

penguasaan kandungan Al-Quran dan Sunnah, kompetensi analogi,

tafsir, ta’wil, tamsil, dan penggunaan teknologi informasi sebagai

unsur penunjang dalam menjelaskan, mengkomunikasikan

kandungan Al-Quran dan Sunnah di tengah-tengah problematika

sosial masyarakat modern.

227Usman Jasad, Mencegah Radikalisme Agama: Dakwah Komunikatif

Muhammadiyah di Sulawesi Selatan, (UNI Jakarta: 2010), h. 294.

Page 135: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 135

Pandangan semacam ini sesuai dengan paradigma

kredibilitas yang diusung oleh Umar Tilmizani. Pada tahun 1952,

pengagum Hasan al-Banna tersebut mengungkapkan bahwa

dakwah akan berhasil jika para jurnalis Islami yang memiliki

kredibilitas (akhlak dan budi pekerti yang luhur) bersama-sama

melawan imperialisme Barat.228

Menurut hemat penulis, sistem

informasi dakwah yang dikembangkan oleh Umar Tilmizani

tersebut, mengandalkan kredibilitas jurnalis Islami untuk

meningkatkan efektivitas dakwah.

Pandangan Umar Tilmizani tersebut sejalan dengan

paradigma Hovlan dan Weiss (1974) yang mengemukakan bahwa

subjek itu cenderung lebih tertarik untuk berkomunikasi dengan

komunikator yang memiliki predikat tinggi.229

Berdasarkan

pandangan-pandangan di atas, ada dua unsur yang harus

diperhatikan oleh seorang jurnalis Islami, yaitu: keahlian dan

kepercayaan. Keahlian adalah kemampuan yang meliputi

penguasaan materi dakwah dan kecakapan dalam

menyampaikannya sehingga mudah diserap oleh mad’u.

228Umar Tilmizani, Am Ketiga Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Rabbani

press, 1998), h. 99

229Op.cit., Jalaluddin Rakhmat

Page 136: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 136

Sedangkan kepercayaan adalah citra atau reputasi seorang jurnalis

Islami yang terbentuk melalui perilaku sehari-hari di tengah-

tengah masyarakat. Kedua unsur ini dapat meningkatkan

efektivitas dakwah dan daya serap mad’u.

Bisa dikatakan bahwa komponen-komponen kredibilitas di

atas dapat berperan dalam meningkatkan efektivitas sistem

informasi dakwah dan melestarikan penyelenggaraannya. Jika

profesional jurnalis Islami maka peningkatan daya serap mad’u

juga bisa meningkat, yang berimplikasi kecerdasan sosial sehingga

melahirkan kondisi perubahan sosial yang interaktif menuju

peningkatan masyarakat madani.

Melalui peningkatan kompetensi dan kredibilitas jurnalis

Islami, terutama dalam melakukan komunikasi empatik di tengah-

tengah masyarakat, diharapkan dapat berkontribusi dalam menjaga

stabilitas sosial. Hal ini bisa dicapai jika seorang jurnalis Islami

mampu menyampaikan pesan-pesan keagamaan dalam kemasan

bahasa dan logika yang sesuai dengan daya nalar mad’u.

Pandangan ini relevan dengan teori Talcott Parson yang

mengemukakan bahwa menjaga kredibilitas informasi termasuk

sub sistem penting dalam struktur masyarakat. Hal ini bertujuan

Page 137: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 137

untuk menghindari benturan budaya dalam proses adaptasi, cara

mencapai tujuan, interaksi antar lembaga, dan cara beragama.230

Menurut hemat penulis, semua sub sistem ini bisa dijaga dan

dirawat melalui seorang jurnalis Islami yang mampu

mentransformasikan pesan-pesan dakwah di tengah-tengah

masyarakat.

Salah satu kebutuhan penting dalam masyarakat yang harus

direspons oleh para praktisi dakwah adalah kebutuhan akan

informasi dakwah yang sehat dan menarik. Informasi dakwah yang

akan dipublikasikan di tengah-tengah masyarakat harus memiliki

kredibilitas. Sebagai contoh, informasi dan pengetahuan

keagamaan yang dituangkan oleh Sayyid Qutub dalam kitab fi

Zilalil Qur’an pada tahun 1970.

Muhammad Ali Aziz mengungkapkan bahwa materi dakwah

yang menekankan pada aspek teologis untuk meningkatkan

semangat keberagamaan umat.231

M. Natsir, salah seorang tokoh

230Talcott Parson, Multiculturalism: Society Interaction (New Yok:

Publiset Press, 2001), h. 55 lihat juga terjemahan oleh: Deddi Mulyana Pola

Interaksi Masyarakat Multikultural (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara 1991), h. 23.

231Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta: Prenada

Group, 2009), h.158.

Page 138: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 138

Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), juga mengungkapkan

bahwa kredibilitas dakwah tidak terlepas dari kecerdasan

fleksibilitas jurnalis Islami dalam beradaptasi dengan kondisi

sosiologis masyarakat dalam menerapkan rambu-rambu, melalui

pendekatan yang empatik, untuk menciptakan suasana dakwah

yang komunikatif.232

Hal ini juga relevan dengan pandangan Ali

Yafie yang dikutip oleh Muhammad Azis, bahwa kredibilitas

seorang jurnalis Islami dapat diterima jika memenuhi tiga hal,

yakni: kebijaksanaannya, sifatnya (kredibilitasnya) dan

akhlaknya.233

Semua pandangan tersebut berkaitan dengan unsur-

unsur kredibilitas yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis Islami

agar sistem informasi dakwah bisa berjalan dengan efektif.

Persoalan kredibilitas bukanlah hal baru dalam peradaban

ilmu komunikasi. Ahli retorika dan komunikasi pada zaman klasik,

Aristoteles, telah mengamati dan meneliti faktor-faktor yang

mendorong pendengar rela meluangkan waktunya untuk

mendengarkan sebuah pidato. Kepercayan pada sumber yang

melakukan komunikasi merupakan unsur penting dalam

232Ibid.

233Ibid.

Page 139: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 139

menjalankan dakwah yang efektif.234

Terkait dengan hal ini,

Devito mengemukakan tiga tipe kredibilitas, yaitu: a) Kredibilitas

berdasarkan titel; b) Kredibilitas yang didapat selama komunikasi

berlangsung; c) Kredibilitas yang didapat pada akhir

komunikasi.235

Menurut Wilbur Schramn, seorang mendapat

kredibilitas dari audiens jika menyampaikan pesan berdasarkan

kompetensinya.236

Perspektif ini menurut Hasan Al-Banna dan

dikutip oleh Thomas Arnold Walker, yang mengatakan bahwa

menyampaikan pesan berdasarkan pengetahuan seorang

komunikator,237

guna menghindari terjadinya distorsi informasi

dakwah.

Sistem informasi dakwah dinamakan juga dengan

komunikasi Islam karena unsur komunikasi tersebut berlandaskan

pada nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Quran dan

234Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2007), h. 35.

235Joseph A Devito, The Interpersonal Comunication Book, (New York,

1976), h. 130-132.

236Wilbur Schramn, Men Message and Media, (Horper and Row, New

York, 1973), h. 115.

237Thomas Arnold Walker, The Preaching of Islam (Delhi: Law Price

Publications, 1998), h. 95.

Page 140: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 140

Sunnah.238

Salah satu unsur dari sistem informasi dakwah adalah

sub-sistem source credibility. Menurut Robert L. Mathis, seorang

jurnalis Islami yang kompeten mengerjakan pekerjaannya dengan

mudah, cepat, intuitif, dan sangat jarang atau tidak pernah

membuat kesalahan.239

Menurut Boulter Level, berdasarkan

perspektif source credibility, unsur-unsur kompetensi itu terdiri

dari kecerdasan sosial, visible, dan dapat mengontrol perilaku dari

luar.240

Adapun trait dan motivasi, maka lebih terkait dengan

kepribadian seseorang.

Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif lebih mudah

dikembangkan, misalnya melalui program pelatihan

pengembangan sumber daya manusia. Sedangkan kompetensi yang

berkaitan dengan motivasi dan trait tergantung pada kepribadian

seseorang, yang membutuhkan proses pengalaman dan

238Acep Arifuddin, Pengembangan Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1.

239Robert L. Mathis dan John Jakson, Human Resource

Management10thEdition diterjemahkan oleh Diana Angjelina dengan judul:

Manajemen Sumber Daya manusia (Cet. Jakarta: Salemba Raya, 2006), h. 376.

240Al-Qaht}ani, Sa’d ibn Wahf. Muqawwimat al-Daiyah al-Najih fi D{au

al-Kitab wa al-Sunnah: Mafhum wa Naz}har wa Tat}biq, diterjemahkan oleh:

Aidil Novia dengan Judul Menjadi Dai yang Sukses (Cet. I; Jakarta Timur:

Qisthi Press 2005). h. 9.

Page 141: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 141

pendalaman.241

Dalam kaitan ini, kompetensi-kompetensi yang

dimaksud meliputi kompetensi dalam berkomunikasi, penguasaan

diri, pengetahuan psikologi, kependidikan, pengetahuan umum,

Al-Quran dan Sunnah, dan wawasan keagamaan secara holistik.242

Oleh karena itu, source credibility mencakup sikap, persepsi,

emosi, dan kompetensi jurnalis Islami. Apabila kompetensi-

kompetensi ini dimiliki oleh seorang jurnalis Islami, maka

perannya dalam menyebarkan kebenaran akan jauh lebih efektif.

Sedangkan motif source credibility trait berkaitan dengan

kepribadian seseorang sehingga cukup sulit untuk dinilai dan

dikembangkan. Adapun konsep diri dan social role terletak di

antara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan,

psikoterapi.243

Kompetensi jurnalis Islami dalam

mentransformasikan pesan melalui sistem informasi dakwah

mencakup skill mengolah data (pesan) yang bersumber dari Al-

241Fitzppatrick, Colletive Bargaining: Vulnerability Assessment,

(Jakarta: Nursing Manajement: 2001), h. 40-42.

242Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h.

82-83.

243Tom E. Rolnickiet.al, Scholastic Journalism diterjemahkan oleh: Tri

Wibowo dengan judul, Pengantar Dasar Jurnalisme (Cet. I; Jakarta: Prenada

Kencana, 2008), h. 4.

Page 142: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 142

Quran dan Sunnah, dan mengemasnya dengan sistem komunikasi

empatik, partisipatoris, dan menggunakan teknologi

komunikasi.244

Untuk meningkatkan mutu sistem informasi

dakwah, semua unsur-unsur kredibilitas ini harus dimiliki oleh

seorang jurnalis Islami.

Menurut Mulyati Amin, untuk meningkatkan mutu atau

kualitas sistem informasi dakwah, para jurnalis Islami harus

memiliki kredibilitas dalam melakukan dakwah jama’ah yang

bersifat partisipatoris, misalnya melakukan gerakan-gerakan

sosial, pendidikan, dan pemurnian aqidah bersama-sama dengan

masyarakat.245

Dengan ditunjang oleh fasilitas teknologi yang

memadai, publikasi informasi dakwah akan lebih cepat dan efektif.

Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam mendesain

dan mengemas materi dakwah, khususnya dengan menggunakan

komputer grafis, akan meningkatkan daya serap mad’u.

Kemampuan untuk mendesain materi dakwah yang mudah diakses

244Muliaty Amin, Dakwah Jamaah: Suatu Model Dakwah Islam

Berwawasan Jender di Kabupaten Bulukumba. Disertasi dipertanggugjawabkan

pada tahun 2010 untuk meraih gelar doktor.

245 Usman Jasad, op. cit., 294.

Page 143: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 143

oleh mad’u, juga akan meningkatkan kredibilitas jurnalis Islami di

tengah-tengah masyarakat.

Meningkatkan kredibilitas, dalam teori use and gratification

menurut W. Philips Davison, yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat,

mengatakan bahwa masyarakat bukan orang pasif yang bisa

dibentuk seenaknya oleh komunikator, tetapi masyarakat terdiri

dari kumpulan struktur nilai dan ukuran kebenaran tersendiri serta

kebutuhan informasi.246

Hal ini mengharuskan seorang jurnalis

Islami untuk mengemas dan menyampaikan materi dakwah yang

sesuai dengan budaya dan daya nalar mad’u.

Menurut Liliweri, kemampuan komunikasi antar budaya

sangat diperlukan di tengah keragaman etnis, suku, agama, bahasa,

dan tradisi. Dibutuhkan kemampuan komunikasi antar budaya

untuk menyamakan persepsi mengenai pesan-pesan keagamaan

yang akan dipublikasikan atau disampaikan di tengah masyarakat

majemuk.247

Menurut hemat penulis, diperlukan informasi dakwah

khusus yang sesuai dengan kondisi sosial dan kebutuhan

masyarakat multikultural. Dengan kata lain, seorang jurnalis

246Op. cit., Jalaluddin Rahmat, h. 203.

247Alo Liliweri, Komunikasi Antarbudaya (Cet. II; Jakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), h. 19.

Page 144: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 144

Islami harus memiliki kemampuan komunikasi antar budaya untuk

mengkomunikasikan pesan-pesan al-Quran dan Sunnah di tengah-

tengah masyarakat multikultural.

Membahasakan Al-Quran dan Sunnah sesuai dengan

kebutuhan mad’u dapat meningkatkan sekaligus meminimalisasi

distorsi informasi di tengah masyarakat multikultural.248

Kemampuan jurnalis Islami mengkomunikasikan spirit pencerahan

yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah dapat meningkatkan

kesadaran masyarakat dan memperbaiki perilaku mereka. Untuk

melahirkan mindset yang lebih inovatif dan kreatif dalam menata

kehidupan, para jurnalis Islami harus mampu memberikan

pandangan hidup (worldview) dan wawasan yang lebih logis dan

rasionil.

Cara berpikir mad’u hanya bisa diubah oleh seorang da’i

yang memiliki kredibilitas visi dan misi yang berlandaskan pada

sifat-sifat Kenabian.249

Dalam hal ini, sifat-sifat Kenabian yang

248Rupert Brown, Prejudice: Its Social Psychology diterjemahkan oleh:

Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Sutjipto dengan Judul: Menangani

Prasangka dari Perspektif Sosial (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 125.

249Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Subuah kajian

Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Mizan2011), h.115.

Page 145: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 145

dimaksud adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi

kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.250

Dengan

memiliki ketiga unsur kompetensi tersebut, kredibilitas seorang

jurnalis Islami dapat terdongkrak di tengah-tengah masyarakat.

Kredibilitas jurnalis Islami tidak akan terlepas dari pengaruh

dimensi internal (kondisi psikologis), dan dimensi eksternal

(kondisi sosiologis).251

Menurut Leonard W. Doob dan Raymond

V. Kesikar, yang dikutip oleh Totok Jumantoro, dimensi

komunikasi eksternal dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang

terekam dalam benak seseorang melalui pengalaman empiris.252

Menurut hemat penulis, hal ini sangat relevan dengan padangan J.

DeVito yang menyatakan bahwa semakin banyak input informasi

positif semakin positiflah respons dan ekspresi seseorang.

Teori J. DeVito ini diaktualisasikan dalam peradaban global

melalui konsep cultural imperialism theory yang dikembangkan

oleh Herbert Schiller (1973). Sebagaimana dikutip oleh Usman

250A. Machfud, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya (Cet.

II; Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.33.

251Ibid.

252Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan

yang Qur’ani (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2001), h. 35.

Page 146: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 146

Jasad, teori ini menekankan perlunya mengkonstruksi informasi

dengan baik karena audiens atau masyarakat cenderung meniru

hal-hal yang dilihat atau dicerna oleh panca indranya.253

Mengutip

Ibnu Miskawaih, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa selain

dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, manusia juga dipengaruhi

oleh potensi dasar yang terdapat dalam dirinya (internal), yaitu:

potensi nabati, hewani, dan insani.254

Ketiga potensi dasar ini

menentukan kecenderungan seseorang dalam berkomunikasi dan

menjalani kehidupan secara umum. Jika potensi nabati

mendominasi diri seseorang, maka ia akan cenderung lebih

individual atau mementingkan diri sendiri; jika dikuasai oleh

potensi hewani, maka ia akan cenderung mengambil sesuatu yang

bukan haknya; jika alam pikirannya dikuasai oleh potensi insani,

maka pola pikir (mindset) dan perilakunya akan tergantung pada

jenis dan intensitas informasi yang diterimanya.

Peningkatan kredibilitas jurnalis Islami merupakan salah

satu unsur penting dalam upaya peningkatan efektivitas dakwah.

Dengan tingkat kredibilitas yang memadai, pesan-pesan

keselamatan yang disampaikan oleh jurnalis Islami akan lebih

253Ibid.

254Jalaluddin Rahmat, op. cit., h. 90.

Page 147: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 147

mudah diserap dan diterima oleh mad’u. Dalam hal ini, salah satu

kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis Islami adalah

kemampuan menggunakan bahasa yang indah. Menurut Ubay bin

Ka’ab, bahasa atau kalimat-kalimat yang indah (ahsan al-qaul)

seperti yang digunakan dalam syair-syair itu, dapat

membangkitkan kecerdasan afektif, behavioral, dan kecerdasan

kognitif dalam diri mad’u.255 Kecerdasan kognitif jurnalis Islami

mencakup kemampuan memilih pesan-pesan keagamaan yang

dapat menggugah sisi emosional mad’u, misalnya tentang

pentingnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Muhammad Sayyid Thanthawi, kredibilitas jurnalis

Islami mencakup: kejujuran, menjauhi kebohongan, memiliki

argumentasi yang logis, dan merindukan kebenaran.256

Oleh karena

itu, seorang jurnalis Islami dituntut untuk memiliki kecerdasan

ma’ani (kecerdasan memahami bahasa), kecerdasan bayani

(kecerdasan argumentatif), dan kecerdasan badi’ (kecerdasan

255Ahmad Ghulusy, ad-Da’watul Islamiyah, (Kairo: Darul Kijab, 1987),

h. 9.

256Muhammad Sayyi>d Tant}awi, Adab al-Hiwa>r fi> al-Islam (Mesir: Da>r

Anahdhah, 1984), h. 18. Lihat dalam Ace Arifudin, Metode Pengembangan

Dakwah, 2011. h . 11.

Page 148: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 148

menggunakan bahasa yang indah) dalam menyampaikan pesan-

pesan keagamaan agar dapat menyentuh sisi emosional mad’u.

Ilmu al-Baya>n dikembangkan oleh Abu ‘Ubaidah (w.211 H),

salah seorang murid Imam al-Khalil bin Ahmad. Karya fenomenal

Abu ‘Ubaidah adalah Majaz Al-Quran (Metafora dalam Al-Quran)

yang berisikan wawasan tentang cara-cara mengomunisasikan

pesan-pesan al-Quran. Ilmu ini kemudian disempurnakan oleh al-

Jurjani. 257

Menurut Manna’ al-Qattan, ultimate substance dari

pesan-pesan al-Quran yang dikemas dalam bentuk ams\a>l

(perumpamaan) akan lebih mudah dipahami dan diserap oleh umat

manusia. Hal ini dimungkinkan karena ams\a>l mensinergikan antara

akal dan panca indra. Dengan menggunakan ams\a>l, sesuatu yang

sulit dibayangkan atau dicerna oleh akal-pikiran akan menjadi

lebih konkret dan mudah dipahami. Dalam kaitan ini, Jalal al-Din

al-Suyu>t}i membagi ams\a>l ke dalam tiga bagian: ams\a>l ka>minah,

musarraha, dan ams\a>l mursalah.258

Ketiga model ams\a>l ini dapat

dijadikan acuan oleh para jurnalis Islami untuk meningkatkan

257 Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76.

258Lala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>m fi Ulu>m al-Qura>n, jilid II (Kairo

Mesir: Da>r al-Fikr, 2003), h. 113. Lihat Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar

Memahami Al-Quran Secara Utuh, h. 173.

Page 149: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 149

kemampuan dalam mengomunikasikan ajaran-ajaran agama di

tengah umat.

Oleh karena itu, seorang jurnalis Islami harus memiliki

kecerdasan baya>ni agar informasi dakwah yang disampaikannya

mencapai tujuan yang maksimal. Ilmu al-Baya>n memiliki banyak

kesamaan dengan ilmu retorika. Berdasarkan ilmu al-Baya>n, secara

garis besar, ada tiga cara untuk mengembangkan sebuah kalimat:

al-tasybih (analogi), al-majaz (metafora), dan al-kina>yah

(metonim/kiasan).259

Semua model kebahasaan ini perlu dikuasai

oleh seorang jurnalis Islami agar materi dakwah yang

disampaikannya mudah dipahami oleh mad’u.

Seorang jurnalis Islami juga harus memiliki kecerdasan

badi’i. Ilmu badi’ mengajarkan kemampuan untuk menggunakan

bahasa yang indah. Dengan kemampuan menggunakan bahasa

yang indah, seorang jurnalis Islami diharapkan mampu mengemas

materi dakwah dengan kalimat-kalimat yang indah dan menarik

sehingga enak dicerna, mencerahkan hati dan pikiran, membawa

259Ibid., h. 77.

Page 150: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 150

solusi, dan bermanfaat bagi mad’u.260

Ilmu ini bertujuan untuk

memperindah kalimat dari segi kata-kata (al-lafziyyah) dan

maknanya (al-ma’nawiyah). Seorang orator yang andal tidak

hanya mampu menyampaikan pidato dengan kata-kata yang

mengesankan, tapi juga harus mengandung makna yang

mendalam. Peletak dasar ilmu badi’ adalah Abdullah bin Mu’taz

al-Abbasi (w. 270 H). Atas dasar kekagumannya pada Abdullah

bin Mu’taz, Qudama bin Ja’far kemudian turut mengembangkan

ilmu ini.261

Karena objek kajian dakwah adalah manusia, maka

ilmuwan dakwah perlu memahami psikologi mitranya untuk

mencapai sasaran dakwah.262

Mengutip Sayyidina Ali bin Abi

Thalib, Ahmad Ghulusy berpesan bahwa seorang jurnalis Islami

perlu dioptimalkan peran rasio, rasa, dan rahasia dalam

berdakwah.263

Menurut hemat penulis, materi-materi dakwah ini

dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis Islami di tengah

masyarakat.

260Jalaluddin Rahmat, Etika Komunikasi Religi, Makalah Seminar,

(Jakarta: Perpustakaan Nasional, 18 Mei 1996.

261Ibid.

262Ishak Asep dan Hendri Tanjung, Management Sumber Daya Manusia

(Cet. I; Jakarta: Prenada Media group), h. 19 Bandingkan dengan Yunan Yusuf,

Manajemen dakwah, h. 104.

263Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76.

Page 151: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 151

Materi dakwah harus mengandung unsur hikmah, nasehat,

dan pelajaran yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh mad’u.264

Sejalan dengan hal ini, Ali al-Qahtani berpendapat bahwa seorang

jurnalis Islami harus memiliki kecerdasan kognitif, kecerdasan

humanis, dan kecerdasan spiritual.265

Penguasaan materi dakwah

dan penyampaian lisan yang sempurna, dapat mengangkat

kredibilitas jurnalis Islami di tengah masyarakat.

Mengutip Jalaluddin Rumi, salah satu tokoh sufi dari Persia,

Aziz mengatakan bahwa dalam proses komunikasi, lidah

dibayang-bayangi oleh daya rohani. Kandungan perasaan dan

pikiran yang dituangkan dalam bentuk puisi, dapat disebarluaskan

dan ditangkap dengan baik oleh panca indra berkat kepiawaian dan

ketajaman lidah.266

Setiap kata dan kalimat dapat berbekas dalam

benak mad’u apabila sesuai dengan daya nalar mereka.

Seorang jurnalis Islami harus memiliki kecerdasan bahasa

agar mampu mengomunikasikan pesan-pesan al-Quran dan Sunnah

264Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi al-Bantuny, Nas}a>ihul

Iba>d (Beirut: Da>r) h. 162.

265Said bin Ali Al-Qaht}ani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak (Cet. I;

Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 362.

266Ibid., h. 75.

Page 152: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 152

dalam kemasan bahasa yang dapat dipahami oleh mad’u. Hal ini

sesuai dengan teori yang diperkenalkan oleh Larry A. Samover. Ia

mengatakan bahwa kecerdasan bahasa yang dimiliki manusia

memungkinkannya untuk memilih kata-kata yang dapat

memindahkan sesuatu yang abstrak ke dalam kalimat-kalimat

yang gampang dipahami.267

Menurut Peter Drucker, kredibilitas seorang komunikator,

antara lain, mencakup kemampuan untuk merancang anatomi

pesan, dan menetapkan target-target yang ingin dicapai. Ia juga

mencakup kemampuan merumuskan desain aplikasi komunikasi

yang membuat pesan mudah dipahami.268

Agar dakwah bisa

efektif, informasi atau materi dakwah harus sesuai dengan

persoalan yang berkembang di tengah masyarakat. Oleh karena itu,

seorang jurnalis Islami harus melakukan pengamatan dan analisa

mendalam sebelum menentukan materi dakwah atau pesan-pesan

keagamaan yang akan disampaikan sesuai daya nalar mad’u.

267Larry A. Samover, Richhard E. Porter, and Nemi C. Jaim,

Understanding Intercultural Communication (Wodsworth Publishing Company,

Belmont California, t.t), h. 23.

268Peter Drucker, Structures of Communication (New York: Sage

Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 33.

Page 153: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 153

Mendesain materi dakwah sesuai daya nalar mad’u

dibutuhkan teknologi informasi dakwah. Strategi ini dapat

dilakukan dalam berbagai metode dakwah. Menurut Ali

Mahfuzpenerapan teknologi informasi dakwah tersebut dapat

dilakukan melalui metode bi al-Lisan, bi al-Qalam, dan bi al-

H{al.269 Berikut dijelaskan satu per satu:

b. Dakwah bi al-Lisan

Pada hakikatnya, dakwah adalah cerminan iman yang

dimanifestasikan dalam bentuk aktivitas yang bernama dakwah.

Untuk mentransformasikan ajaran-ajaran Allah Swt. yang

termaktub dalam al-Quran dan Sunnah, dibutuhkan metode,

strategi, dan teori yang berlandaskan pada kaidah-kaidah ilmu

pengetahuan, baik empiris maupun ‚non-empiris‛.270

Menurut

Aliyudin, ada tiga teori dakwah, yaitu teori citra da’i, teori

medan dakwah, dan teori proses, tahapan dakwah.271

269Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turu>q al-Wa’zhwa al-

Khita>bah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h. 93.

270Aep Kusnawan dan Firdaus, Manajemen Pelatihan Dakwah (Cet. I;

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 117.

271Enjang As dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan

Filosofis dan Praktis (Cet. I; Bandung: Widya Padjadjaran, 2009) h. 120.

Page 154: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 154

Metode dakwah bi al-Lisan dapat diwujudkan dalam bentuk:

ceramah, diskusi, khutbah, nasihat, dan lain-lain.272

Proses

transmisi dakwah dapat dilakukan dengan cara pribadi (fardiyah),

keluarga (usrah), komunitas (jamaah), masyarakat (umat), dan

dalam semua segi kehidupan.273

Berikut proses sistem dakwah

menurut pandangan Ali Mahfuz}:274

Bagan di atas menunjukkan bahwa aplikasi sistem informasi

dakwah harus mengintegrasikan berbagai unsur yang saling

menunjang agar bisa mencapai hasil yang maksimal. Dakwah bi al-

272Samsul Munir Amin, Tajdi>d al-Fikrah fi al-Dakwah al-Islamiyah,

Maqa>lah bi al-Lughah al-Arabi>yyah, Kuli>yah al-Dakwah, (Wonosobo: al-

Ja>mi>’ah li> Ulu>m Alquran Jawa al-Wust}a, 2003), h. 2-3.

273M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas

Pelbagai Persoalan umat (Cet. XVII; Bandung: Misan, 2006), h. 319.

274Syaikh Ali Mahfuz}, Hidaya al- Mursidin, Lihat Andul Kadir Sayid

Abdul Rauf, Dira>sat fi da’wah al-Islamiyyah, (Kairo: Da>r al-Tiba’ah al-

Mahmadiyah, 1987), h. 10.

Kebahagiaan

Dunia Akhirat

TUJUAN

MANUSIA

MAD’U

Amar Ma’ruf

Nahy Mungkar

METODE

Al-Khair

Al-Huda Al-Ma’ruf

PESAN

Pemberian

Motivasi

DAI

Page 155: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 155

lisan adalah teknik komunikasi dakwah yang dilakukan dengan

menggunakan lisan (verbal), yang bisa berbentuk ceramah, pidato

manuskrip, pidato memoriter, dan pidato ekstemporan.275

Seorang

jurnalis Islami yang melakukan dakwah bi al-lisan harus

berbekalkan kecerdasan bayani, kecerdasan ma’ani, dan

kecerdasan badi’i.

Menurut Ali Mahfuz, dakwah harus menggabungkan antara

targhib (motivasi) dan tarhib (intimidasi/ancaman). Hal ini dapat

diwujudkan dalam bentuk-bentuk berikut ini: 1) memilih jurnalis

Islami yang mampu melakukan targhib dan tarhib; 2) memilih

materi dakwah yang relevan dengan persoalan kehidupan, dan

mengemasnya dengan bahasa yang mudah dicerna oleh mad’u; 3)

menyesuaikan materi dakwah dengan situasi dan kondisi

setempat.276

Sistem informasi dakwah dapat dijalankan secara

individual atau kolektif.

275op. cit., Moh. Ali Aziz, h. 359-360.

276Zaid Abdul Karim Az-Zaid, Dakwah bil-H{ikmah (Cet. I; Jawa Timur:

Pustaka Al-Kaustar 1993), h. 28.

Page 156: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 156

Baik dijalankan secara individual maupun kolektif, sistem

informasi dakwah harus berasaskan prinsip al-hikmah. Prinsip al-

hikmah termasuk dalam kategori al-manhaj al-at}ifi (metode

sentimentil). Menurut Muhammad Abduh, hikmah adalalh

mengetahui rahasia ilmu, faedah-faedahnya, dan menempatkan

sesuatu pada tempatnya.277

Konsep Muhammad Abduh ini sejalan

dengan konsep Muhammad Abu Al-Fatah Al-Bayanuni, yang

memaknai hikmah sebagai kemampuan jurnalis Islami untuk

menempatkan kalimat pada konteksnya.278

Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa al-hikmah adalah kompetensi jurnalis

Islami menggunakan teknologi informasi dakwah dalam

mentransformasikan pesan-pesan keagamaan.

Sistem informasi dakwah juga harus berlandaskan pada

prinsip al-mauiz}atu al- h{asanah. Prinsip ini termasuk dalam

kategori al-manhaj al-hissi (metode indrawi). Berdasarkan metode

ini, seorang jurnalis Islami diharuskan memiliki kompetensi untuk

277Abu Hayyan, al-Bah}rul Muhith, jilid I h. 392. Zaid Abdul karim al-

Da’wah al-H{ikmah, h. 26.

278Muhammad Abdul Fatah al-Bayanuni, Al-Madkhal Ila ‘ilmu al-

Da’wah (Beirut: Muasasa Ar-Risalah: 1991), h. 245.

Page 157: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 157

memberikan bimbingan, nasihat, dan menawarkan pilihan-pilihan

kebenaran yang dapat dijangkau oleh masyarakat.279

Sebagaimana

dikutip oleh Hamid, Ali Mahfuz berpendapat bahwa mauiz}a

h}asanah} meliputi: nasihat, petuah, bimbingan, kisah-kisah, kabar

gembira, dan ancaman.280

Semua metode dan teori dakwah ini

dapat dijalankan dengan berpedoman pada asas wa jadilhum billati

hiya ahsan atau asas al-mujadalah. Al-Muja>ddalah atau sistem

dakwah dialogis cocok untuk diterapkan di tengah masyarakat

multikultural, yang tingkat pengetahuan dan profesinya biasanya

berbeda-beda. Masyarakat multikultural umumnya terdiri dari

kalangan profesional, kalangan menengah, dan kalangan awam.281

Ketiga golongan masyarakat ini membutuhkan informasi dakwah

yang berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang jurnalis Islami harus

memperhatikan aspek teks (materi dakwah) dan konteks agar

279Ramad}an Muhammad Khair. Dakwah al-H{aq Min Khasaishi al-Alam

al-Islami, Rabit}ah al-alam al-Islami, (Maktab al-Mukarramah 1990). h. 145.

280Abdul Hamid Al-Bilali, Fiqh al-Dakwah fi> Ingkar al-Mungkar

(Kuwait: Da>r al-Dakwah, 1989), h. 260.

281Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia:

Nur Niaga SDN. BHD 1996).h. 21.

Page 158: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 158

pesan-pesan keagamaan yang disampaikannya dapat dicerna oleh

mad’u. Memilih konten informasi dakwah merupakan salah satu

unsur penting yang harus diperhatikan oleh jurnalis Islami. Seorang jurnalis Islami harus mendesain materi dakwah yang mudah dipahami oleh masyarakat.

282 Hanya informasi yang

berkualitas (qaula>n bali>gha>n) yang dapat memengaruhi jiwa dan perilaku masyarakat. Ia juga dapat menstimulasi dan mendorong penguatan civil society dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kata balli>g memiliki tiga dimensi, yaitu benar secara bahasa, memiliki kejelasan makna, dan mengandung kebenaran substansial.

283 Sebuah informasi dakwah dianggap komunikatif

jika bisa dipahami oleh mad’u. Menurut pakar komunikasi, Stephen W. Little John,

komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang melahirkan kesepahaman antara komunikator dan komunikan.

284 Sistem

informasi dakwah bisa dikatakan empatik jika pesan-pesan yang disampaikan dapat menciptakan interaksi harmonis di kalangan umat. Dalam al-Quran, penggunaan bahasa yang indah dalam berdakwah diistilahkan dengan ah}sanu qaulan (ucapan yang baik) (QS. Al-Fussilat/41: 33). Ayat tersebut menjadi inspirasi bagi para jurnalis Islami agar memperhatikan kemasan materi dakwah yang akan disampaikannya kepada mad’u, terutama aspek kebahasaannya, karena bahasa turut menentukan efektivitas komunikasi.

282H. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah (Cet. I;

Surabaya, Al-Ikhlas, 1993), h. 143. Bandingkan dalam Samsul Munir Amin,

Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amza, 2009), h. 88.

283Ahsin W. Al-hafiz} Kamus Ilmu Al-Quran (Cet. I; Jakarta: Sinar

Grafika Offset, 2005), h. 273.

284Stephen W. Littlejohn, Encyclopedia of Communication Theory (Los

Angles, SAGE Publications India Pvt. Ltd, 2009), h. 77.

Page 159: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 159

Menurut Jalaluddin Rahmat, etika dakwah bi al-lisan perlu mengandung spirit qau>lan kari>ma>n (perkataan yang baik), qaula>n layyina>n (perkataan yang lembut), qaula>n maisu>ra>n (perkataan yang mudah dipahami), dan qaula>n sadi>da>n (perkataan yang benar).

285 Dalam konteks ini, Nurcholish Madjid mengatakan

bahwa kata ma’ruf itu tidak berlaku universal, tetapi hanya mencakup hal-hal yang dianggap baik oleh masayarakat setempat. Dalam al-Quran, kita bisa menemukan beberapa istilah penting yang berhubungan dengan dakwah, misalnya: qawla>n ma’rufan, qawla>n sadida>n, qawla>n balighan, qawla>n maisuran, qawla>n layyina>n.286

Dalam kaitan ini, yang akan disorot adalah qawla>n ma’rufan. Kata ma’ru>f berasal dari kata arafa (عرف), yang artinya mengetahui; kebalikan dari kata mungkar yang berarti tidak mengetahui. Kata arafa (عرف) dengan berbagai bentuknya, terulang sebanyak 71 kali dalam al-Quran. Menurut Fachrudin HS, qawlan ma’rufan bisa ditafsirkan sebagai perkataan yang patut.

287

Dengan demikian, ungkapan qawla>n ma’rufan merupakan kombinasi antara perkataaan yang manis dan makna yang baik. Pesan-pesan keselamatan yang termaktub dalam al-Quran dan Sunnah harus dikomunikasikan secara empatik dengan menggunakan perkataan yang mulia.

288 Dengan kata lain, pesan-

pesan kebaikan perlu disampaikan dengan cara-cara yang baik pula (ma’ruf), termasuk dari sisi penggunaan bahasa. Dakwah tidak boleh menyudutkan atau mendiskreditkan kelompok tertentu, tetapi harus memotivasi semua lapisan umat tanpa memandang golongan atau alirannya.

285Jalaluddin Rahmat, Islam dan Pluralisme: Akhlaq Al-Quran Menyikapi

Perbedaan (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 28.

286Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban (Cet. I; Jakarta:

Paramadina, 1992), h. 243.

287Zainuddin Hamidi Fachrudin HS, Tafsir Al-Quran al-Karim h. 86.

288Maulana Muhammad Ali, The Holy Al-Quran diterjemahkan oleh:

H.M. Bahrun dengan judul Qur’an Suci (Cet. IV; Jakarta: Da>r al-Kutub al-

Islamiyyah, 1986), h. 129.

Page 160: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 160

Dalam QS al-Isra’/17:23, Allah Swt. menekankan pentingnya menggunakan perkataan yang mulia (qaula>n kari>man) dalam mengomunikasikan pesan-pesan mengenai budi pekerti yang luhur. Allah berfirman:

Terjemahannya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada

ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di

antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut

dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu

mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah

kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka

perkataan yang mulia.289

Menurut Quraish Shihab, seorang jurnalis Islami harus

kompeten dalam menggunakan perkataan-perkataaan yang mulia,

berkomunikasi secara empatik, dan mengomunikasikan pesan-

pesan al-Quran dan Sunnah dengan lemah lembut dan penuh

289Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Perkata: Syamila Al-

Quran (Cet. Jakarta: Sigma, 2007), h. 284.

Page 161: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 161

penghormatan.290

Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam

surah al-Isra,> kemasan informasi dakwah harus menggunakan

ungkapan atau bahasa yang mudah dimengerti (qaulan maysu>ran).

Allah berfirman ( Q.S. surah al-Isra’:28):

Terjemahannya:

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh

rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah

kepada mereka ucapan yang pantas (memenuhi kriteria

kepatutan yang berlaku).291

Selain itu, informasi dakwah juga harus dikemas dengan

ungkapan atau bahasa yang dapat menyentuh dan berbekas di hati.

Dalam QS. Al-Nisa/4:63, Allah Swt. berfirman:

290M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan di Balik Setiap

Fenomena (Cet. VIII; Jakarta, Lentera Hati, 2004), h. 209-212.

291Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Perkata: Syamila Al-

Quran (Cet. Jakarta: Sigma, 2007), h. 285.

Page 162: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 162

Terjemahannya: Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa

yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari

mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada

mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.292

Menurut Quraish Shihab, ayat ini memberi petunjuk kepada

para jurnalis Islami mengenai tata cara berdakwah di tengah

masyarakat yang memiliki tradisi komunikasi dramaturgi (lain di

bibir lain di hati) dalam interaksi sosial. Strategi dakwah yang

tepat untuk kondisi semacam ini adalah dengan menggunakan

pendekatan komunikasi empatik.293

Menurut pakar bahasa,

.adalah sampainya sesuatu pada sesuatu yang lain (ba>ligh)بليغ

Informasi dakwah bisa dikatakan بليغ (ba>ligh) jika memenuhi

syarat-syarat, antara lain, menggunakan kalimat yang tidak

bertele-tele, menggunakan kosakata yang dapat dimengerti oleh

292Ibid., h. 88.

293M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume XII: Pesan-pesan dan

Keserasian Al-Quran (Cet. I; Lentera Hati, 2009), h. 596.

Page 163: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 163

mad’u, dan mematuhi aturan tata bahasa.294

Oleh karena itu,

dakwah yang ba>ligh tidak boleh berbentuk kritikan, apalagi

kecaman, yang disampaikan di hadapan umum. Hal semacam ini

hanya akan melahirkan antipati dari mad’u, bahkan bisa-bisa

membuat mereka semakin keras kepala dan menjauh dari ajaran-

ajaran agama. Dengan kata lain, kegiatan dakwah harus

dilandaskan pada komunikasi empatik.

Kata empati berasal dari bahasa Jerman Einfuhlung, yang

berarti turut merasakan penderitaan orang lain (feeling into).295

Pengertian yang serupa juga diungkapkan oleh Jalaluddin Rahmat.

Dia mengatakan bahwa empati adalah menempatkan diri kita pada

posisi orang lain.296

Informasi dakwah juga harus menggunakan perkataaan atau

ungkapan yang lemah lembut (qaulan layyinan). Hal ini ditegaskan

oleh Allah Swt. dalam QS al-T}a>ha>/20:44:

294 M. Quraish Shihab, Ibid, h. 596.

295Subandy Ibrahim, Sinar Komunikasi Empatik: Krisis Budaya dalam

Masyarakat Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Pustaka bani Quraisy, 2004), h. xix.

296Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Cet. VIII; Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2005), h. 19.

Page 164: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 164

Terjemahannya:

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata

yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.297

Menurut Quraish Sihab, kata layyinan dalam ayat tersebut

bermakna menyampaikan pesan dakwah melalui kata-kata yang

sopan dan sesuai dengan kultur mad'u.298

Dalam pandangan

psikologi, perkataan yang lembut dapat melahirkan rasa cinta pada

hikmah.299

Sebagaimana dikutip oleh Arifin, Sigmund Freud

mengatakan bahwa komunikasi yang menggunakan perkataan

yang lembut dapat memengaruhi insting manusia.300

Selain itu, informasi dakwah juga mesti memperhatikan

daya nalar mad’u. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah Swt. dalam

QS al-Isra>/17: 84

Terjemahannya:

297Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Perkata: Syamila Al-

Quran (Cet. Jakarta: Sigma, 2007), h. 314.

298M. Quraish Shihab, op. cit, h. 596.

299John R. Anderson, Cognitive Psychology and its Implication: Fifth

Edition (Cet. V; Word Publishers, 2000), h. 432.

300H.M. Arifin, Psikologi Dakwah (Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2004),

h. 48.

Page 165: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 165

Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya

masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih

benar jalannya.301

Ayat ini menjelaskan tentang aspek-aspek yang harus

diperhatikan berkaitan dengan situasi dan kondisi mad’u. Di

antara aspek-aspek itu adalah tabiat, lingkungan, budaya, agama,

dan pendidikan mad’u. Berdasarkan ayat tersebut, seorang jurnalis

Islami perlu memiliki berbagai kecerdasan dan kompetensi yang

memungkinkannya untuk mentransformasikan pesan-pesan

keagamaan secara profesional.

Berikut ini hadis yang berhubungan dengan sistem informasi

dakwah, baik dakwah lisan maupun tulisan. Rasulullah SAW.

bersabda: خاطبوا الناس على قدر عقولهم (kha>t}ibu>nna>sa ‘ala> qadri

‘uqu>lihim).302

Artinya:

301Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Per kata: Syamila Al-

Quran (Cet. I; Jakarta: Sigma, 2007), h. 290.

302Jalal al-D>in al-Suyu>ti Juz VI, Jami>’ul al-Ha>di (Beirut Da>r al-Kutub,

t.th), h. 401.

Page 166: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 166

Berkomunikasilah dengan sesama manusia sesuai dengan

kemampuan dan tingkat kecerdasannya.303

Hadis tersebut menekankan pentingnya membuat sistem

informasi dakwah yang sesuai dengan tingkat kecerdasan dan nalar

mad’u. Dalam hal ini, jurnalis Islami harus mempersiapkan materi

dakwah yang sesuai dengan kebutuhan mad’u, mengemasnya

dalam bahasa yang mudah dimengerti, dan menggunakan

teknologi penunjang yang tepat.

c. Dakwah bi al-Qalam

Menurut Syeikh Ali al-Fadl bin al-Hasan al-Tabrasi, al-

Qalam adalah salah satu alat yang digunakan oleh manusia untuk

menyampaikan keinginannya baik kepada yang jauh maupun yang

dekat.304

Dalam beberapa hal, dakwah bi al-Qalam memiliki model

dan memainkan peran yang berbeda dengan dakwah bi al-Lisan.

303H.M. Arifin, op. cit., h. 46.

304Muhammad Abdul Aziz al-Khu>li, Is}la>h al-Wazh al-Di>n Juz II (Mesir:

al-Tijariyat, 1964), h. 5 Bandingkan dengan Abu Hasan Muhammad ibn Fariz

Zakariyyah, h. 279-281.

Page 167: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 167

Menurut hemat penulis, dakwah bi al-Qalam dapat melahirkan

transformasi budaya melalui tulisan-tulisan di media massa

elektronik.305

Kecanggihan teknologi informasi telah melahirkan

komunitas virtual yang biasa dikenal dengan istilah cyber

community.

Dengan dakwah bi al-Qalam, informasi yang berkaitan

dengan ibadah, muamalah, ekonomi, dan sosial-budaya, dapat

dipublikasikan di media massa, baik cetak maupun elektronik.

Dakwah bi al-Qalam dapat dilakukan melalui surat kabar, majalah,

buku, dan internet. Salah satu keunggulan dakwah bi al-Qalam

adalah ia bisa dilakukan kapan dan di mana saja. Dengan kata lain,

dakwah bi al-Qalam tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.

Mengomunikasikan pesan-pesan agama melalui dakwah bil

qalam dan simbol relevan dengan gagasan Ferdinand De Saussure

sekitas tahun (1857-1913) yang di kutip Komaruddin bahwa

pembicaraan lebih primer menyentuh jiwa di banding bahasa lewat

tulisan.306

Gagasan ini sesuai pandangan Henry Sweet (1845-1912)

berpendapat bahwa meskipun bahasa bisa dicurahkan lewat tulisan

305Bandingkan Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya

(Cet. I; Jakarta: Universitas Indonesia, 2008), h.116.

306Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian

Hermeneutika (Cet. I; Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2011), h. 186.

Page 168: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 168

dan simbol-simbol, namun ada kecendrungan banyak perasaan

yang kurang terwakili oleh tulisan tersebut.307 Hal ini

menunjukkan bahwa kompetensi jurnalis Islami perlu memiliki

analogi, dan logika untuk dapat memilih bahasa yang ditunjang

oleh teknologi informasi dakwah untuk memudahkan daya nalar

mad’u.

Bentuk dakwah bil al-Qalam: dua kosa kata ini substansi

maknanya kepada dua sistem informasi yakni suara dan kata-

kata.308

Dalam kajian Dakwah bi al-Qalam peran teknologi

informasi dakwah berorientasi pada tulisan (surat kabar, majalah,

buku, internet), puisi, artikel dan semua yang berhubungan dengan

tulisan yang dapat merubah umat menjadi lebih baik.309

Ketiga

model dakwah ini merupakan sub sistem informasi dakwah Islam

yang perlu di kelola secara profesional.

Bentuk tulisan (dakwah bi al-Qalam) antara lain dapat

berbentuk artikel keislaman, tanya jawab hukum Islam, rubrik

dakwah, rubrik pendidikan agama, kolom keislaman, cerita

religius, cerpen religius, puisi keagamaan, publikasi khutbah,

307Ibid.

308Tanta>wi> Jauha>ri, Al-Jauhar fi> Tafsir Al-Qura’n al-Karim (Beirut:

Mu’assasah> al-Alami, 1973), h. 75.

309M. Munir, Metode Dakwah: Edisi Revisi. op. cit., h. 216.

Page 169: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 169

pamflet keislaman, buku-buku dan lain-lain.310

Hal ini bisa

dikemas dalam software komputer grafis untuk memberi citra pada

pesan-pesan dakwah lewat lembaran elektronik maupun cetak

sesuai kebutuhan masyarakat cyber comunity.

Pada era informasi sekarang ini maraknya media massa

sebagai sarana komunikasi massa dan alat pembentuk opini publik,

para jurnalis Islami, aktivis dakwah, dan umat Islam pada

umumnya memang terkena kewajiban secara syar’i melakukan

dakwah, perlu memanfaatkan media massa untuk melakukan

dakwah bi al-Qalam, melalui rubrik kolom opini yang umumnya

terdapat di surat kabar harian, mingguan, tabloid, majalah-

majalah, atau buletin-buletin internal masjid.311

Tentu saja,

dakwah bi al-Qalam berjalan seiring perkembangan media cetak

dengan teknologi sistem informasi yang mutakhir.

Melalui tulisan-tulisan di media massa, seorang Jurnalis

Islami, Ulama, Kyai, perlu pengembangan wawasan sistem

informasi dakwah dalam penyebaran informasi dengan cara

310Awis Karni, Dakwah Islam di Perkotaan: Studi Kasus Yayasan Wakaf

Paramadina (Jakarta: Disertasi SPS UIN Jakarta, 2000, tidak diterbitkan h. 43.

311Blogger Gerakan Memakmurkan Masjid http://kopinet.info/dakwah-

bil-qolam/ diakses pada tanggal 18 Pebruari 2010.

Page 170: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 170

dakwah bi al-Qalam.312

Peran ini dapat melaksanakan tugas

jurnalis Muslim, sebagai muaddi>b (pendidik), musaddid (pelurus

informasi tentang ajaran dan umat Islam), mujaddi>d (pembaharu

pemahaman tentang Islam), muwahid (kesolidan sistem Informasi

Islam),313

dan mujahid (pejuang, pembela, dan penegak informasi

yang benar Islam).

Keunggulan dakwah bi al-Qalam jika dibandingkan dengan

bentuk dakwah yang lain adalah terdapat pada sifat dan objeknya

cakupannya yang luas. Dakwah bi al-Qalam dapat diterima oleh

ratusan, ribuan, ratusan ribu, bahkan jutaan orang pembaca dalam

waktu yang hampir bersamaan.314

Kompetensi jurnalis Islami

dalam bentuk dakwah bi al-Qalam juga merupakan senjata kita

dalam melawan serbuan pemikiran (Al-Gazwul Fikr) pihak-pihak

yang hendak merusak akidah, pemikiran, dan perilaku umat Islam

melalui media massa.315

Media massa memang alat efektif untuk

membentuk opini publik (public opinion), bahkan memengaruhi

312M. Syafi’i Anwar, Dakwah bi al-Qalam dan Jurnalistik (Jakarta: 1989)

h. 166.

313M. Munir, Metode Dakwah: Edisi Revisi (Cet. III; Jakarta: Prenada

Group, 2009), h.123

314Suf Kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip

Dakwah dalam Alquran (Cet. I; Bandung: Teraju, 2004), h. 88.

315Ibid., h.125.

Page 171: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 171

orang melalui pendekatan komunikasi emapti. 316

Kelebihan

dakwah bi al-Qalam memiliki kekuatan tersendiri karena bisa

diverifikasi, telah berkembangan menjadi lembaran-lembaran

elektronik (seperti touch screen), lebih rapi sistematika alur

pikirnya, dan dibaca berulang-ulang.

Tanda-tanda lewat komunikasi bi al-Qalam hemat Danesi

adalah pikiran yang dipindahkan lewat media kertas, batu, dan

lain-lain. Bangsa Mesir kuno menjadikan komunikasi bi al-Qalam

sebagai hieroglif sebab melalui komunikasi bi al-Qalam menulis

pesan-pesan mistik, hymne, doa, dan gelar dewa.317

Tradisi literasi

ini juga berkembangan di dunia Islam sehingga kitab Al-Quran dan

Sunnah berbentuk komunikasi bi al-Qalam. Karena komunikasi bi

al-Qalam memiliki kelebihan yang strategis maka jurnalis Islami

perlu memiliki kompetensi komunikasi bi al-Qalam dengan

menerapkan dalam teknologi dakwah.

316Subandy Ibrahim, Sinar Komunikasi Empatik: Krisis Budaya dalam

masyarakat Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Pustaka bani Quraisy, 2004), h. xx.

317Marcel Danesi, Massages, Sign, and Meanings: A Basic Textbook and

Semitics and Communication Theory Third Edition (Canadian Scholars' Press

Inc, 2004), diterjemahkan oleh: Evi Setriany dengan Judul: Pesan Tanda, dan

Makna: Buku Teks Dasar Semiotika dan Teori Komunikasi (Cet. I;

Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.155.

Page 172: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 172

c. Dakwah bi al-H{a>l

Dakwah bil al-H{a>l: kata al-H{a>l bermakna hal atau

keadaan.318

Lisan al-H{a>l berarti memanggil, menyeru dengan

menggunakan bahasa keadaan dengan ajakan perbuatan nyata dan

penuh hikmah.319

Jurnalis Islami perlu memberikan prilaku yang

dapat diteladani umat baik dalam ibadah maupun dalam hubungan

sosial kemasyarakatan. Dakwah al-H{a>l dengan perbuatan nyata

dimana aktifitas dakwah dilakukan dengan cara memberikan

keteladanan, dakwah sosial (membangun jembatan, rumah sakit

dan pendidikan). 320

Sistem Informasi dakwah bi al-H{a>l atau dikenal dengan

sistem informasi dakwah kerja nyata seperti peningkatan ilmu

pengetahuan (SDM) diberbagai bidang umat Islam harus

meningkatkan kreatifitas semaksimal mungkin sebagai wujud dari

taqwa kepada Allah swt., Dakwah bi al-H{a>l juga membangun

fasilitas umum, yakni jembatan, masjid, gedung pertemuan, hotel,

318Ahmad Warson Munawwir, Kamus Bahasa Arab-Indonesia

(Yogyakarta: Unit Pengadaan buku-buku ilmiah, t.th.), h. 336.

319Abdul Karim, Az-Zaid Zaid. Da'wah bil-H{ikmah, (Cet. I; Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar 1993). h. 28.

320M. Munir, Metode Dakwah: Edisi Revisi (Cet. III; Jakarta: Prenada

Group, 2009), h. 215. lihat juga Ensiklopedi Islam (Cet. IV; Jakarta : PT.

Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 280.

Page 173: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 173

tempat wisata, infrastruktur ekonomi dan fasilitas-fasilitas umum

lainnya yang dapat dirasakan secara langsung oleh panca indra

mad’u. Tingkatan sistem informasi dakwah model ini memiliki

peran penting dalam perubahan sosial sistem informasi dakwah bi

al-H{a>l.321 Dakwah bi al-H{a>l, (perbuatan nyata) merupakan

aktivitas keteladanan dan tindakan amal nyata di tengah

masyarakat.

Sistem informasi dakwah bi al-H{a>l tidak meningggalkan

maqal (ucapan lisan dan tulisan), melainkan lebih ditekankan pada

sikap, perilaku, dan kegiatan-kegiatan nyata yang secara interaktif

mendekatkan masyarakat pada kebutuhannya, langsung atau tidak

langsung dapat memengaruhi peningkatan keberagamaan.322

Sistem Informasi Dakwah bi al-H{a>l saat ini bisa dilakukan dengan

karya nyata sebagai solusi kebutuhan masyarakat banyak,

misalnya membangun sekolah-sekolah, perjurnalis Islamian-

perjurnalis Islamian tinggi Islam, membangun pesantren,

membangun rumah-rumah sakit, membangun poliklinik, dan

321Tuty Alawiyah, Paradigma dakwah baru Islam: Pemberdayaan Sosio-

Kultural Mad’u IAIN Syarif Hidayatullah (Jakarta: Jurnal Kajian Dakwah dan

Kemasyarakatan), h. 5.

322Ismai Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Menjelajah

Khazanah Peradaban Gemilang Islam: Edisi Indonesia (Bandung: Mizan,

1998),h. 220.

Page 174: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 174

kebutuhan hidup masyarakat lainnya untuk kebutuhan umat

manusia.323

Semua ini adalah bentuk dakwah bi al-H{al

Muhammadiyah sebagain bentuk dari spirit ajaran agama.

Sistem dakwah bi al-H{a>l hemat penulis lebih ditekankan

pada keteladanan serta menjadi panutan masyarakat. Untuk

mendesain sistem dakwah seperti ini lebih ditujukan pada kader-

kader dakwah perlu memberikan suri tauladan bagi mad’u dengan

pendekatan dakwah partisipatori yakni bersama-sama dengan

masyarakat melakukan dakwah pembebasan dari berbagai macam

keterpurukan. Baik keterpurukan ekonomi, kesehatan, politik,

budaya, cagar alam dan sosial kemasyarakatan. Tujuan dakwah

melalui pesan-pesan keselamatan, kesejahteraan, dan pembentukan

prilaku akhlak yang mulia.

Dari ketiga sistem dakwah bi al-Lisan, bi al-Qalam, an bi al-

H{a>l tersebut, memiliki cara dan sistem penyebaran informasi yang

berbeda-beda. Ketiga bentuk dakwah ini dapat terintegrasi dalam

satu sistem informasi dakwah yang saling menunjang dan

mengokohkan antara sub sistem. Teknologi Informasi Dakwah

(TID) adalah ilmu yang mengajarkan strategi mendesain (ilmu

kemasan) pesan-pesan dakwah yang memberikan spirit

323Munir, op.cit., h. 215.

Page 175: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 175

pencerahan kepada manusia untuk kompetensi merawat perbedaan

menjadi sebuah kekuatan berjama’ah untuk bertahan hidup sesuai

dengan tata tertib logika dan wahyu untuk meningkatkan

efektifitas dakwah.

3. Komunikasi Empati Jurnalis

Terminologi komunikasi empati dalam kamus besar bahasa

Indonesia adalah kemampuan jurnalis membahasakan perasaan dan

pikiran orang lain.324

Idi Subandi memaknai komunikasi empati

sebagai kompetensi untuk meneliti dengan baik kesulitan-

kesulitan yang dialami orang lain.325

Hal ini sesuai dengan

pandangan Steven Jobs pemilik perusahan Apel dan macintos

bahwa empati itu peka terhadap perasaan orang lain dan

mengatahui informasi yang dibutuhkan orang lain.326

Senada

dengan ini Goleman mendefinisikan komunikasi empati adalah

324Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa Republik Indonesia, 2009), h. 390.

325Idi Subandy Ibrahim, Sinarnya Komunikasi Empatik: Krisis Budaya

Komunikasi dalam Budaya Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Pustaka Bani Quraisy,

2004), h. iii.

326Steven Jobs, Manusia Jenius (Cet. I; Jakarta: Gramedia, 2011), h. 23.

Page 176: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 176

kecerdasan menata perasaan, pikiran, dan emosional dalam

menulis berita.

Seorang jurnalis Islami perlu menggunakan komunikasi

empati dalam implementasi perasaan emosional dalam setiap kata

dan kalimat yang diucapkan maupun yang ditulis. Jurnalis Islami

terasa hampa dengan nilai-nilai spirit pencerahan. Kehampaan

pesan melalui kata, kalimat menurut Jen Bauldrillard

mengungkapkan bahwa komunikasi jurnalis tanpa didukung oleh

rasa empati laksana berada dalam alam semesta yang begitu

melimpah ide, gagasan, yang berbentuk informasi tetapi hampa

dengan makna.327

Isyarat tersebut kerap kali dapat dirasakan

banyak jurnalis Islami dalam menulis berita kurang mampu

memikat pembaca. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang keliru

dalam proses mencurahkan berita yang dapat memanjakan

pembaca.

Jalaluddin Rumi memaknai komunikasi empati adalah

belajar berkomunikasi dengan merasakan setiap kalimat yang

dikeluarkan oleh lawan komunikasi. Hemat Jalaluddin Rumi setiap

manusia dalam melakukan komunikasi dibayang-bayangi oleh

327Ibid.

Page 177: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 177

daya rohani.328

Hal ini menunjukkan bahwa dalam melakukan

aktifitas jurnalis membutuhkan kompetensi dan kredibilitas yang

tinggi untuk sampai pada pesan-pesan yang mengadung power

dan spirit pencerahan di tengah masyarakat.

Spirit pekerjaan jurnalis ini sesuai dengan teori uses and

gratification dari Blumer yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat

yang berpandangan bahwa setiap manusia memiliki

kecenderungan menerima informasi sesuai kebutuhannya dan daya

nalarnya. Keadaan ini perlu menjadi perhatian setiap jurnalis

Islami untuk belajar memahami, memaknai, dan menjelaskan

merasakan perasaan orang lain melalui berita yang ditulis baik di

media cetak maupun media elektronik.

Berita yang dikemas dalam teknologi informasi menurut

Deddy Mulayana bahwa dewasa ini data, fakta, dan informasi

berlimpa yang dikonstruksi oleh peradaban dunia global. Hal ini

sesuai imprealisme cultural theory bahwa dominasi Barat akan

menguasai timur tengah melalui media massa.329

Tetapi teori ini

dibantah oleh Sebandi bahwa pendekatan komunikasi empati,

328Mohammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi, op. cit., h. 216.

329Deddy Mulyana, Komunikasi efektif: Suatu Pendekatan Lintas

Budaya (Cet. II; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 43.

Page 178: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 178

imprealisme komunikasi global hampa dengan spirit pencerahan

rohani sehingga tidak semua dapat dipengaruhi oleh media

Barat.330

Hal ini menggambarkan bahwa era informasi adalah era

hampa makna dan nilai-nilai rohani. Jika jurnalis Islami memiliki

kepekaan rasa dalam menyebarkan informasi melalui penataan

kata, kalimat yang berat, dan berbekas dalam suasana kebatinan

mad’u.331

Untuk memengaruhi mad’u jurnalis Islami memiliki

peran penting dalam penataan konten informasi dakwah melalui

komunikasi empati dalam membahasakan pesan-pesan Al-Quran

dan Sunnah di tengah masyarakat.

Komunikasi empati dalam konteks komunikasi interpersonal

menunjukkan bahwa kompetensi jurnalis Islami merubah

prilakunya mad’u dari perbuatan kriminal menjadi baik. Mengajak

orang ke arah yang baik dengan pendekatan komunikasi empati.

Pendekatan komunikasi empati menurut Jum’ah Amin ada dua

bentuk komunikasi empati antara lain adalah: da’wah bi ahsani al-

330Idi Subandy Ibrahim op. cit., h. 12

331Ibid

Page 179: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 179

qaul, dan da’wah bi ahsani al-Amal.332 Sejalan dengan sistem

informasi dakwah empati ini Sukri Sambas melakukan pendekatan

da’wah bi ah}sani al-Amal yang dirasakan baik oleh mad’u.333

Kenyamanan dalam sistem informasi dakwah dapat memberikan

penguatan dalam sub sistem dakwah dengan pendekatan

komunikasi yang empati.

Komunikasi empati dalam pandangan Yusuf Qardawi yang

dikutip dalam Al-Quran memberikan informasi bahwa dalam QS

Ibrahim/14: 4:

Terjemahnya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang

332Jum’ah Amin Abd al-Aziz, al-Da’wah al-Qawa>id wa Us}u>l

(Isakandariyyah Da>r al-Da’wah, 1997), h. 19.

333Sukriadi Sambas, Dasar-Dasar Bimbingan (al-Irsyad) Dalam Dakwah

Islam (Cet. I; Bandung: KP Hadidd, 1999), 27-48.

Page 180: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 180

Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

334

Pandangan Yusuf Qardawi yang dikutip oleh Mustafa

bahwa dalam ayat tersebut di atas bahwa Al-Quran diturunkan

dalam bahasa Arab itu, bukan berarti Al-Quran ditujukan kepada

bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh umat manusia. Yang

dimaksud bi lisani al-qaum dalam ayat tersebut bahwa dalam

sebuah sistem informasi dakwah yang empati harus disesuaikan

dengan level budaya, metode, bahasa yang dapat dipahami oleh

perasaan, dan budaya mad’u, agar kemampuan kerja otak mereka

bisa diterima.335

Proses komunikasi ini dilakukan dalam bentuk

dialogis dengan memberikan pilihan-pilihan kebenaran dalam

proses komunikasi empati yang sesuai dengan daya nalar mad’u.

Komunikasi empati menurut DeVito dalam;

human communication: The basic Course is to the feel the same feelings is the same way as the other person does empathy. You must use this empathy to achieve increased

334Yayasan Penyelenggara, penerjemah, penafsir Al-Quran Revisi

penerjemah Lajnah pentasih Mushaf Al-Quran Departemen Agama RI, (Cet.

XX; Bandung: Sigma, 2007), h. 255.

335Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Qadawi diterjemahkan

oleh: Samson Ramadhan (Jakarta: Pustaka Al-kausar, 1997), h. 21.

Page 181: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 181

understanding and to ajust your communication appropriatly.336

Komunikasi sesama manusia: dasar komunikasi adalah

menyampaikan perasaan kepada orang lain. Sebagia seorang

komunikator harus berempati dan memahami perasaan orang

lain dan adanya saling kepercayaan dan kesamaan rasa.

Pendekatan komunikasi empati ini juga sesuai dengan

pandangan Everett Rogers

bahwa komunikasi empati adalah

sebuah cara untuk mendalami, merasakan budaya bahasa orang

lain.337

Model komunikasi empati tersebut adalah cara mendekati

perasaan budaya orang lain untuk menyamakan pemahaman

tentang suatu makna.

Komunikasi empati dalam pandangan Richard D. Lewis

bahwa adanya kompetensi tata krama dari ketulusan dalam

pemilihan kata dalam melakukan komunikasi dengan orang lain

sesuai kemampuan memaknai bahasa yang digunakan dalam

berkomunikasi.338

Ketulusan komunikasi yang empati dapat

336Joseph A. De Vito, Human Communication: The basic Course, edisi

Ke-6 (New York: harper Collins, 1994), h.

337Everett Rogers, M and F. Floyd Shoemaker, Communication of

Innovations, A Cross Cultural Approach., (New York: The Free Press,1991), h.

331.

338Richard D.Lewis, Komunikasi Bisnis Lintas Budaya diterjemahkan

oleh Deddy Mulyana (Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h.145.

Page 182: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 182

mengantar manusia pada jalan keselamatan. Hal ini juga sejalan

dengan padangan Usman Jasad dengan riset tentang komunikasi

persuasive bahwa komunikasi empati itu membantu seseorang

untuk sampai pada pemahaman yang luhur dalam membahasakan

Al-Quran dan sunnah sesuai perasaan seseorang.339

Dalam kajian

sistem informasi dakwah pendekatan ini termasuk etika

berdakwah.

Komunikasi empati dalam sistem informasi dakwah dapat

dilakukan dengan tiga model. Menurut pandangan J. Devito

komunikasi empati dalam bentuk interpersonal dapat dilakukan

dengan cara komunikasi linier, komunikasi dua arah, dan

komunikasi transaksional.340

Mengubah sikap komunikan dalam

proses sistem informasi dakwah dapat dilakukan dengan pemilihan

jurnalis Islami yang memiliki kredibilitas yang tinggi. Model

pendekatan komunikasi empati bertujuan untuk melahirkan sikap

dan prilaku komunikasi persuasif pada mad’u. Jika menyebarkan

pesan dakwah melalui pencitraan di media maka respon positif

dari dampak komunikasi empati dapat terwujud.

339Usman Jasad, Mencegah Radikalisme Agama: Dakwah Komunikatif

Muhammadiyah di Sulawesi Selatan, (UNI Jakarta: 2010), h. 44-45.

340 Joseph DeVito, The Interpersonal Communication book (Ney York:

Page Press, 1987), h. 240.

Page 183: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 183

Dampak komunikasi empati tersebut sesuai teori stimulus

respons (stimulus respons theory) yang erat dengan pesan-pesan

media dan respon audiens.341

Berangkat dari teori stimulus respons

theory DeFleur dan Ballrokeach mengembangkan teori

psikodinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa kunci dari

komunikasi empati terletak pada modifikasi psikologis internal

individu.342

Model komunikasi empati dapat tercapai jika jurnalis

Islami dapat merasakan kesusahan orang lain dan memiliki

kepekaan sosial serta kredibilitas yang tinggi.

Kredibilitas jurnalis Islami dapat memengaruhi sumber

kredibilitas pesan dalam melakukan sistem informasi dakwah yang

empati. Hal ini dijelaskan dalam teori kredibilitas sumber (source

credibility theory)343

yang diadopsi ke dalam teori dakwah empati

yang dikenal dengan teori citra Dai. Teori citra Dai ini

diperkenalkan oleh Enjang bahwa citra jurnalis Islami melalui

komunikasi empati sangat menunjang keberhasilan dalam

341Denis McQuail, Mass Communication Theori (London: Sage

Publication 2002), h. 98.

342Anwar Arifin Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi, Strategi

Dan Komunikasi Politik Indonesia (Cet. I; PT. Balai Pustaka, 2003), h. 93.

343Rogers, Everett. M and F. Floyd Shoemaker, 1971. Communication of

Innovations, A Cross Cultural Approach., (New York: The Free Press,1991), h.

331.

Page 184: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 184

implementasi sistem informasi dakwah.344

Hal ini sesuai

pandangan Mario teguh bahwa citra seseorang melalui pengalaman

batin dan kecerahan rohani.

Gambaran ini menunjukkan bahwa citra jurnalis Islami tidak

tumbuh secara instan, tetapi dicapai dengan proses yang panjang

yang dilakukan secara berkesinambungan akhlak al-Qari>mah.345

Alwi Sihab menyebutkan bahwa keteladanan sangat penting untuk

mencapai kredibilitas jurnalis Islami dalam sebuah sistem

informasi dakwah. Kesuksesan jurnalis Islami dalam menjaga citra

akan melahirkan empati mad’u dalam proses transformasi sistem

informasi dakwah. Hal ini sesuai pandangan Gabriel Almond

dikutip A. Faisal Bhakti bahwa semua bentuk pencitraan

komunikator sangat memengaruhi masyarakat.346

Jika dipandang

dari segi sistem informasi dakwah, kredibilitas jurnalis Islami

(source credibility) dan daya tarik (source atractivess), kredibilitas

344Enjang, Dimensi ilmu Dakwah: Tinjauan Dakwah Dari Aspek

Ontology, Epistemology, dan Aksiologi Hingga Paradigma Pengembangan

Profesionalisme (Cet. I; Bandung: Widya Padjajaran, 2009), h.14.

345Said bin Ali Wakif Al-Qahthani, Al-Hikmah wa fi al-Dakwah Ilallah

Ta>ha di Terjemahkan oleh: Hasim Ibaidillah (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press,

1994), h. 21-33.

346A. Faisal Bhakti, kata pengantar pada buku Suf Kasman Jurnalisme

Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah bi al-Qalam dalam Al-Quran

(Cet. I; Jakarta: Teraju, 2007), h. vii.

Page 185: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 185

ditentukan oleh derajat keahlian, pengalaman, keterampilan,

kejujuran, dan jabatan.

Teori source credibility dapat tercapai seseorang Jurnalis

adalah karisma, ketenaran dan reputasinya, karena jabatannya,

maka secara otomatis citra yang diberikan umat juga

meningkat.347

Proposisi ini sesuai teori source credibility

Jalaluddin Rahmat juga berpandangan bahwa ada dua kredibilitas

komunikator yakni gilt by association (cemerlang karena

hubungan) artinya seseorang merasa punya prestise jika sering

bergaul dengan orang yang memiliki prestise yang tinggi.348

Hal ini selaras dengan gagasan William McDougal seorang

psikolog pada tahun 1908 mengaskan bahwa kecerdasan personal

sangat meningkatkan kredibilitas, pandangan ini sesuai dengan

Edward Ross seseorang sosiolog yang bukunya diterbitkan di New

York bahwa faktor situasional sangat meningkatkan kredibilitas

seseorang komunikator. Begitupula perspektif Edward Sampson

347Muhammad Soelhi, Komunikasi Internasional: Perspektif Jurnalistik

(Cet. I; Bandung: simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 65.

348Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Cet. VIII; Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2005), h. 14-15.

Page 186: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 186

(1976) menegaskan bahwa source credibility karena faktor

biologis dan faktor sosial psikologis.349

Dari pandangan para ahli tersebut hemat penulis kredibilitas

seseorang juga sangat ditentukan oleh kekuatan ekonomi, turunan,

karena keilmuannya, dan akhlaknya. Faktor lain yang dapat

meningkatkan source credibility Jurnalis adalah isi pesan yang

disampaikan. Penjelasan tentang hal ini dapat ditemukan dalam

teori penguatan (reinforcement theory). Bentuk penguatan itu

seperti pemberian perhatian (attention), pemahaman

(comprehension), dan dukungan penerimaan (acceptance). Teori

ini dikembangkan oleh Hovland, Jenis, dan Kelly pada tahun 1997.

Teori ini mengungkapkan bahwa teori reinforcement dapat

memberikan penguatan pada komunikan karena jurnalis Islami

memiliki kecerdasan menjelaskan ide dan gagasan dengan mudah,

menarik, serta sangat dibutuhkan oleh audiens. 350

Kekuatan teori

ini dapat menunjang sistem informasi dakwah dalam mengubah

pandangan komunikan (mad’u). Dalam hal ini seorang jurnalis

Islami perlu mendesain pesan yang dibutuhkan, serta

349Ibid.., h. 34-35.

350Usman Jasad, op. cit., h. 54.

Page 187: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 187

ditransformasikan dengan cara yang menarik dan mudah diserap

oleh mad’u.

Proses tranformasi pesan teori medan dakwah juga menjadi

salah satu sub sistem penting dalam menunjang efektifitas

dakwah.351

Teori medan dakwah ini hemat Enjang bahwa perlu

adanya penyesuaian situasi teologis , cultural, dan struktural

mad’u pada saat permulaan dakwah Islam.352

Dalam sistem

informasi dakwah empati teori porses dan tahapan dakwah

menurut Enjang, hemat penulis jika sistem informasi dakwah

terdiri dari tahap pembentukan (takwin), tahap penataan (tand}im),

pembentukan pendelegasian maka implementasi sistem informasi

dakwah dapat berjalan efektif.

351Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, Sistem

Informasi dalam Berbagai Perspektif: Manusia dan Sistem Informasi, Teknologi

dan Sistem Informasi, serta pendidikan dan sistem informasi (Bandung:

Informatika: 2006), h. 16.

352Enjang dan Aliuddin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan filosofis

dan Praktis (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), h. 124.

Page 188: Syarifudin, jurnalistik islami

Perbandingan Jurnalistik dan Jurnalistik Islami 188