sumber bab 2 (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lol

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar TB Paru

1. Pengertian

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer, 2000).Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru - paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).

2. Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dan tebal 0,3-0,6 m dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Adiatama, 2000).

89

Karakteristik kuman Mycobacterium tuberculosis : kuman ini disebut juga basil dari Koch. Mycobacterium tuberculosis biasanya terdapat pada manusia yang sakit tuberculosis.Penularan terjadi melalui pernafasan. Kuman tuberculosis ini mengalami pertumbuhan secara aerob obligat, energi kuman ini didapat dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana, pertumbuhannya lambat,waktu pembelahan sekitar 20 jam,pada pembenihan pertumbuhan tampak setelah 2-3 minggu. Daya tahan kuman tuberculosis lebih besar apabila dibandingkan dengan kuman lainnya karena sifat hidrofobik permukaan sel. Pada sputum kering yang melekat pada debu dapat tahan hidup 8-10 hari. Mycobacterium mengandung banyak lemak seperti lemak kompleks,asam lemak dan lilin. Dalam sel, lemak tergabung pada protein dan polisakarida. Komponen lemak ini dianggap yang bertanggung jawab terhadap reaksi sel jaringan terhadap kuman tuberculosis.Lemak ini berperan pada sifat tahan asam. Sedangkan protein itu sendiri Mycobacterium mengandung beberapa protein yang menimbulkan reaksi tuberculin, protein yang terikat pada fraksi lilin dapat membangkitkan sensitivitas tuberculin, juga dapat merangsang pembentukan bermacam-macam antibody (Mansjoer, 2000).

3. Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi10

dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Darmanto, 2007),

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositipan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007).Menurut Darmanto (2007), penularan TB Paru dapat terjadi jika seseorang penderita TB Paru berbicara, meludah, batuk, atau bersin, maka kuman-kuman TB Paru berbentuk batang (panjang 1-4 mikron, diameter 0,3-0,6 mikron) yang berada di dalam paru-parunya akan menyebar ke udara sebagai partikulat melayang (suspended particulate matter) dan menimbulkan droplet infection. Basil TB Paru tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang berada di sekitar penderita. Basil TB Paru dapat menular pada orang-orang yang secara tak sengaja menghirupnya. Dalam waktu satu tahun, 1 orang penderita TB Paru dapat menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang disekitarnya.

4. Tanda dan gejala

Gambaran klinis Tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif.11

Bila timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan (Corwin, 2009).Menurut Mansjoer, (2000).Gejala klinik Tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaituGejala respiratorik 1) Batuk 3 minggu 2) Batuk darah

3) Sesak napas

4) Nyeri dada

Gejala sistemik

Demam

Rasa kurang enak badan (malaise),

keringat malam, nafsu makan menurun (anoreksia),

Berat badan menurun.

5. Dampak TB Paru

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda ketika dihadapkan dengan suatu penyakit, reaksi perilaku dan emosi tersebut tergantung pada penyakit, sikap orang tersebut dalam menghadapi suatu penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupan hanya sedikit menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi orang12

tersebut dan keluarga, sedangkan penyakit berat, apalagi yang mengancam kehidupan dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri (Darwanto, 2007).TB paru merupakan contoh klasik penyakit yang tidak hanya menimbulkan dampak terhadap perubahan fisik, tetapi mental dan juga sosial ( Darwanto, 2007). Bagi penderita TB paru dampak secara fisik yang ditimbulkan diantarnya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi. Bagi keluarga pasien adanya risiko terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurangnya pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit TB Paru, pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan penyakit. Produktivitas juga menurun terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan (Isselbacher, 2009)

Tidak sedikit pasien yang ketika di diagnosis TB Paru timbul ketakutan dalam dirinya, ketakutan itu dapat berupa ketakutan akan pengobatan, kematian, efek samping obat, menularkan penyakit ke orang lain, kehilangan pekerjaan, ditolak dan didiskriminasikan, dan lain-lain (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007). Penderita TB Paru sering merasa rendah diri karena stigma buruk yang13

berkembang bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Banyak orang yang menghindari interaksi dengan penderita TB Paru karena takut tertular. Penularan TB butuh kontak yang lama dan sering. Selain itu klien mudah tersinggung, marah, putus asa dikarenakan batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari menjadi kurang menyenangkan dan karena adanya perasaan rendah diri, klien selalu mengisolasi diri karena malu dengan keadaan penyakitnya (Mansjoer, 2000)

Dampak masalah menurut (Mansjoer, 2000). a. Terhadap individu.Biologis.

Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi.2) Psikologis.

Biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan.3) Sosial.

Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.14

4) Spiritual.

Adanya distress spiritual yaitu menyalahkan tuhan karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap penyakitnya yang manakutkanProduktifitas menurun oleh karena kelemahan fisik.

Faktor penyebab TB Paru

Menurut Tambayong (2000) faktor penyebab TB Paru ini meliputi : Adapun faktor yang memengaruhi kejadian tuberkulosis diantaranya :

a. Faktor intrinsik

Umur.

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. ( Elizabeth, 2009).

2) Jenis Kelamin.

Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu15

42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru. ( Corwin, 2009)

3) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.

4) Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru. ( Corwin, 2009)Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola16

hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah Upah Minimum Rata-rata (UMR) akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status nutrisi dan gizi yang kurang yang akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru. (Adiatama, 2000)

5) Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru. (Darmanto, 2007)17

6) Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit. Status gizi, ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit tuberculosis ( Isselbacher,2009).

Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2002). Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2002).Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2002).

Pengetahuan seseorang akan TB Paru akan berakibat pada sikap orang tersebut untuk bagaimana manjaga dirinya tidak terkena TB Paru. Dari sikap tersebut akan mempengaruhi perilaku seseorang untuk dapat terhindar dari TB Paru.18

1.Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo (2002), dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :

Tahu ( know )

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Tahu ini merupakan tingkat pengertian yang paling rendah.

Memahami (Comprehension)

Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya.

Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.19

Evaluasi (Evaluation)

Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

2.Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2002). Pengukuran pengetahuan ini berkaitan dengan pengetahuan seks pra nikah beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya. Berdasarkan Waridjan kategori pengetahuan dapat digolongkan menjadi pengetahuan baik jika kategori jawaban benar antara 80%-100%, pengetahuan sedang jika jawaban benar antara 56%-79% dan katgeori pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 56%.

3.Sumber-sumber pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2002) sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya.20

Perilaku

Lawrence Green dalam (Notoatmodjo, 2002) menjelaskan perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh 3 faktor pokok yaitu :Faktor Predisposisi (Predisposing factor)

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang. Yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, dan ekonomi.

Faktor Pemungkin (Enabling factor)

Adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Faktor Penguat (Reinforcing factor)

Adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Dalam hal ini pengaruh dari lingkungan luar seperti sikap

dan perilaku petugas kesehatan, pengawasan keluarga yang lemah dan kehidupan beragama yang lemah.b.Faktor Extrinsik

1) Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan21

kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB Paru (Somantri, 2007).Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum ( Corwin, 2009).

Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22-30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60% (Tambayong, 2000).

2) Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya22

ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. (Somantri, 2007)

3) Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru. Faktor ekonomi, keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman dan lingkungan sehat, jelas semua ini akan mudah menumbuhkan penyakit tuberkulosis (Darmanto, 2007).

4) Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TB Paru. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan23

sebagaimedia yang baik bagi berkembangbiaknya kuman

Mycrobacterium tuberculosis (Tambayong, 2000). 5) Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Tambayong, 2000).

Kepadatan hunian

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang (Corwin, 2009).7. Pencegahan

Menurut (Adiatama, 2000) cara pencegahan terhadap penularan pasien TB Paru adalah ;24

Bagi penderita, tutup mulut bila batuk

Jangan buang dahak sembarangan, cara membuang dahak yang benar yaitu: Menimbun dahak dengan pasir

Tampung dahak dalam kaleng berisi lysol, air sabun, spiritus, dan buang di lubang wc atau lubag tanah Memeriksakan anggota keluarga yang lain

Makan-makanan bergizi (cukup karbohidrat, protein, dan vitamin )

Istirahat yang cukup.

Memisahkan alat makan dan minum bekas pasien

Memperhatikan keadaan rumah, ventilasi & pencahayaan baik.Hindari rokok Berikan Imunisasi BCG pada bayi

25

B. Kerangka teori

Faktor Intrinsik

Jenis Kelamin

Pendidikan Umur

Pekerjaan

Kebiasaan Merokok Status Gizi

Pengetahuan

Perilaku

Faktor ExtrinsikKEJADIAN TB PARU

Pencahayaan Ventilasi

Keadaan Sosial Ekonomi

Kondisi rumah Kelembaban udara

Kepadatan hunian

Skema 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Darmanto, (2007), Tambayong, (2000), Isselbacher,(2009) dan Corwin, (2009)

C. Kerangka konsep

Variable bebasVariable terikat

Jenis kelamin

Pendidikan

Umur

Kejadian TB Paru

Pekerjaan

Pengetahuan

Kepadatan hunian

Skema 2.2 Kerangka Konsep26

D. Hipotesis penelitian

Berdasarkan dari kerangka konsep penelitian diatas, maka hipotesa yang dapat disimpulkan adalah :Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II Kabupaten Grobogan Ada hubungan pendidikan dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II Kabupaten Grobogan

Ada hubungan umur dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II Kabupaten Grobogan Ada hubungan pekerjaan dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II Kabupaten Grobogan

Ada hubungan pengetahuan tentang TB Paru dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II Kabupaten Grobogan Ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II Kabupaten Grobogan.