36
i SUATU TINJAUAN KRITIS TERHADAP KAMBIUM DARI PERSPEKTIF TEORI PENDIDIKAN ORANG DEWASA DI GKI SALATIGA Oleh, Lexiandri Umbu Kawawu Anagoga NIM: 712010052 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains Teologi Program studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015

Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

i

SUATU TINJAUAN KRITIS TERHADAP KAMBIUM DARI PERSPEKTIF

TEORI PENDIDIKAN ORANG DEWASA

DI GKI SALATIGA

Oleh,

Lexiandri Umbu Kawawu Anagoga

NIM: 712010052

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian Dari

Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains Teologi

Program studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2015

Page 2: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

ii

Page 3: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

iii

Page 4: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

iv

Page 5: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

v

Page 6: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

vi

Motto

Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari

manakah datang pertolongangku? Pertolonganku ialah

dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi.

(Mazmur 121: 1-2)

Page 7: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang sudah memberikan

kekuatan, kesehatan dan kesabaran didalam penulisan Tugas Akhir ini, sehingga dapat selesai

dengan baik. Begitu banyak hal yang penulis dapatkan dari penulisan Tugas Akhir ini, baik itu

proses yang penulis jalani, pengetahuan baru, waktu dan orang-orang yang Tuhan hadirkan dalam

kehidupan penulis. Tanpa campur tangan Tuhan, semuanya menjadi sia-sia dan penulisan ini tidak

mempunyai arti apa-apa bagi penulis maupun orang lain. Oleh karena itu, ucapan syukur ini penulis

ingin bagikan kepada setiap orang, agar dapat menjadi berkat bagi sesama dan terlebih Tuhan. Suka

maupun duka telah penulis lewati didalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, kadang senang, galau

bahkan marah. Namun penulis sadari bahwa semuanya itu merupakan tentangan yang harus penulis

jalani dan sudah menjadi tanggung jawab didalam menyelesaikannya. Untuk penulisan ini, penulis

ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing, mendukung,

mendoakan serta memberikan kesempatan kepada penulis menjalani aktivitas sebagai mahasiswa di

Fakultas Teologi UKSW.

1. Bapak dan mama. Terimakasih banyak untuk nasehat dan dukungan, baik itu melalui doa dan

materi yang selalu yang diberikan kepada penulis, sehingga selama penulis berkuliah dan

menjalani kehidupan sebagai mahasiswa di perantauan dapat berjalan dengan baik. Tuhan selalu

melindungi, memberikan kesehatan bagi bapa dan mama serta membalas segala jerih payah bapa

dan mama. Hanya doa dan tanggung jawab sebagai anak, yang bisa penulis berikan buat bapa

dan mama.

2. Pdt. Drs. Daniel Nuhamara, M.Th,. Ed.D, selaku pembimbing 1 penulis. Terimakasih banyak

bapa untuk segala bimbingan, perhatian dan doa yang bapak berikan buat penulis. Banyak hal

yang penulis belajar dari bapak. Kiranya Tuhan Yesus yang akan membalas segala kebaikan

bapa dan memberikan kesehatan bagi-sekeluarga, juga untuk pembimbing 2 penulis, Pdt.

Mariska Lauterboom, MATS, terimakasih banyak kak Ika untuk bimbingan, motivasi,

pengeditan yang kak berikan serta ajarkan buat penulis. Kiranya Tuhan menyertai kak Ika selalu

didalam menjalankan tugas-tugasnya.

3. Pdt. Jacop Daan Enggel dan Pdt. Irene Ludji, MAR, yang sudah mereview Tugas Akhir penulis.

Terimakasih banyak karena sudah meluangkan waktu untuk membaca, mengoreksi serta

memberikan masukan untuk perbaikan Tugas Akhir penulis agar menjadi lebih baik. Tuhan

Yesus selalu menyertai pak Yopi dan kak Iren didalam menjalankan tugas-tugasnya.

4. Semua Dosen/Staf pengajar Fakultas Teologi yakni Pak Jhon, Pak Yusak, Pak David, Pak

Tobias, Pak, Eben, Pak Totok, Pak Toni, Ibu Dien, Ibu Retno, Ibu Ira, Ibu Budi dan mas Eko.

Page 8: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

viii

Terima kasih atas pengabdian dalam jerih lelah yang telah Bapak/Ibu berikan, terutama

pendidikan dan wawasan yang telah penulis terima selama ini.

5. GKI Kebayoran Baru. Terimakasih banyak untuk bantuan beasiswanya yang diberikan bagi

penulis selama berkuliah di Fakultas Teologi. Tuhan menyertai setiap pelayanan yang diberikan.

6. Buat kak Ances dan kak Anto, terima kasih atas dukungan dan doanya yang selalu diberikan

bagi penulis didalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Kiranya Tuhan selalu memberkati kalian

didalam karier dan percintaan. Terlebih khusus buat kak Anto, tetap semangat untuk

menyelesaikan skripsinya, harapan sudah ada didepan mata, sekarang kak Anto yang harus

mencapai itu dengan kemauan dan kerja keras, jangan lupa berserah diri pada Tuhan.

7. Buat bapak Darmono, sebagai bapak kos penulis dan sekaligus sebagai orang tua ke 2, ucapan

terima kasih juga yang tulus, atas segala perhatian yang telah diberikan kepada penulis, selama

berkuliah di Salatiga. Kiranya Tuhan memberkati bapak dan keluarga selalu.

8. Buat pacar penulis: Ivonny Here, terima kasih atas dukungan, perhatian, kesabaran dan ketulusan

mau bersama-sama melalui hari-hari disaat susah maupun senang. Perjalanan masih panjang,

apapun yang telah terjadi kemarin, sekarang menjadikan nona semakin kuat dan tetap berproses

dalam mencapai cita-citanya. Tuhan selalu menyertaimu sayang, tetap semangat dan selalu

berpikiran positif. Loveu inatana... :*

9. Bapak Kako sebagai bapak kecil penulis, yang selama bekuliah selalu memberikan masukan-

masukan konkrit, terima kasih banyak bapa, Tuhan memberkati selalu bapak dan keluarga.

10. Tempat penelitian GKI Salatiga. Terima kasih banyak karena sudah menerima penulis menjadi

anggota KAMBIUM dan juga memberikan kesempatan dalam melakukan peneilitian serta

memberikan penulis berbagai masukan-masukan dalam mendukung Tugas Akhir penulis. Untuk

Pdt. Yefta Setiawan Krisgunadi, bapak Moris Natangku, ibu Yekhonia Djoeni Listijani, Henri

Kristanto, Ibu Yulianti, bapak Sismedi, ibu Triliana dan bapak Toni Harnanto, terimakasih

banyak karena sudah menjadi informan penulis didalam melakukan penelitian. Kiranya Tuhan

yang akan membalas segala kebaikan bapak ibu sekalian. Semoga KAMBIUM tetap jaya dan

berkembang lebih baik lagi.

11. Lembaga kemahasiswaan, baik aras Fakultas (Teologi) maupun Universitas. Terimakasih

karena sudah menjadi tempat penulis belajar berorganisasi dan mengenal berbagai karakter dari

masing-masing anggota LK. Bagi setiap kepengurusan baru, tetap semangat dan menjadikan LK

ini sebagai bagian dari hidup.

12. GKI Soka. Terimakasih banyak untuk kesempatannya yang diberikan bagi penulis didalam

melakukan praktek, menjadi panitia, diberikan kesempatan untuk melayani di Sekolah Minggu,

Persekutuan Doa, katekisasi hingga Pemahaman Alkitab dan menerima penulis sebagai anggota

jemaat Soka. Pdt. Sony Kristiantoro selaku pendeta GKI Soka, terimakasih banyak bapak untuk

Page 9: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

ix

bantuan bukunya serta doa yang diberikan didalam penulis menyelesaikan Tugas Akhir. Begitu

juga dengan Kak Rayn, K Wina, Kak Yohan, Kak Erwin, Inggrid, Andri, Desi, Mikael dan

teman-teman semuanya yang sudah mendukung dalam banyak hal, terimakasih banyak. Tuhan

akan selalu membalas kebaikan dari sodara-sodari semua dan tetap semangat didalam melayani.

13. Perwasus sebagai komunitas Sumba di Salatiga. Terimakasih banyak karena sudah menerima

penulis menjadi bagian didalamnya. Memberikan kesempatan menjadi panitia bahkan pelayan

firman didalam berbagi kegiatan yang dilaksanakan. Tuhan selalu menyertai organisasi ini.

14. Teman-teman teologi angkatan 2010 UKSW. Terimakasih banyak teman-teman, suka maupun

duka didalam menjalani hari-hari sebagai mahasiswa, sodara, sahabat dan keluarga. Harapan

penulis, agar kita jangan pernah melupakan kebersamaan selama 4 tahun lebih dan tetap saling

mendoakan satu dengan yang lainnya. Kita akan memasuki lembar kerja yang baru, dengan

berbagai tantangan yang baru. Oleh karena itu, dukungan dan doa begitu penting, mari kita

sama-sama pertahankan itu. Kiranya Tuhan memberkati teman-teman semua.

15. Kak Kris. Terimakasih banyak kak untuk masukannya, diskusinya serta perhatiannya yang kak

berikan buat penulis. Kiranya Tuhan yang akan membalas kebaikan kak selalu.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga turut berpartisipasi

menudukung penulis dalam menyelesaikan penuisan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan

terimakasih banyak dan Tuhan memberkati selalu.

Salatiga, 18 Februari 2015

Lexiandri Umbu Kawawu Anagoga

Page 10: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ............................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................... v

MOTTO .........................................................................................................................................vi

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. x

ABSTRAK ................................................................................................................................... xii

BAB. I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang Masalah ....................................................................................................... 1

I.II Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1

I.III Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 1

I.IV Signifikansi atau Manfaat Penelitian .................................................................................... 2

I.V Metode Penelitian ................................................................................................................. 2

BAB. II TEORI PENDIDIKAN ORANG DEWASA

II.I Teori Pendidikan Orang Dewasa secara umum menurut Malcom Knowless ...................... 3

II.II Teori Pendidikan Orang Dewasa dalam Gereja menurut Leon McKenzie .......................... 7

BAB. III KAMBIUM DAN PELAKSANAANNYA DI GKI SALATIGA .......................... 13

Page 11: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

xi

BAB. IV PELAKSANAAN KAMBIUM DI GKI SALATIGA DI TINJAUAN DARI

PERSPEKTIF PENDIDIKAN ORANG DEWASA MENURUT TEORI MALCOM

KNOWLESS DAN LEON MCKENZIE

IV.I Pelaksanaan KAMBIUM di GKI Salatiga ditinjau dari perspektif Pendidikan Orang Dewasa

menurut teori Malcom Knowless.................................................................................................... 17

IV.II Pelaksanaan KAMBIUM di GKI Salatiga ditinjau dari perspektif Pendidikan Orang Dewasa

menurut teori Leon McKenzie ....................................................................................................... 20

BAB. V PENUTUP ..................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 25

Page 12: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

xii

ABSTRAK

Pada umumnya, gereja memiliki jemaat dari segala kategori usia, baik anak-anak hingga

lansia. Gereja bertanggung jawab untuk memperhatikan kebutuhan jemaatnya melalui program

pendidikan/pembinaan. Khusus bagi warga dewasa di dalam gereja, dilaksanakannya berbagai

program Pendidikan Orang Dewasa. Namun sampai dengan saat ini, kegiatan formal Pendidikan

Orang Dewasa mengalami permasalahan mengenai partisipasi mereka di dalam gereja. Sehingga

ada yang mengupayakan Pendidikan Orang Dewasa dari organisasi-organisasi antar-gereja atau di

luar gereja, agar menjawab parmasalahan tersebut. Salah satu yang dilakukan melalui “Komunitas

Pertumbuhan Iman Untuk Menjadi Murid Kristus” yang disingkat KAMBIUM. KAMBIUM

disusun dari berbagai lembaga Kristen dan bersifat interdenominasional. Di Gereja Kristen

Indonesia (GKI) Salatiga, walaupun bagian-bagian KAMBIUM tidak dirancang oleh GKI tetapi

pada kenyataannya dipakai oleh GKI. Oleh karena itu, penulis tertarik menganalisa cara kerja

KAMBIUM dari perspektif teori Pendidikan Orang Dewasa di GKI Salatiga. Tujuan penelitian

yaitu untuk mendeskripsikan dasar pemikiran gereja melaksanakan KAMBIUM di GKI Salatiga

serta meninjau secara kritis pelaksanaan KAMBIUM di GKI Salatiga dari perspektif teori

Pendidikan Orang Dewasa secara umum menurut Malcom Knowless dan Pendidikan Orang

Dewasa dalam gereja menurut Leon McKenzie. Metode penelitian bersifat deskriptif-kualitatif serta

teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi kepustakaan dan observasi.

Hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa dasar pemikiran dibentuknya

KAMBIUM yaitu untuk menumbuhkembangkan iman warga dewasa serta ingin meningkatkan

partisipasi mereka di dalam kegiatan gereja. Namun kenyataannya, usaha tersebut belum terlaksana

dengan baik dikarenakan sebagian warga dewasa ada yang tidak menyetujui pelaksanaan

KAMBIUM. Salah satu faktornya, mengenai ajaran atau istilah-istilah baru di dalam KAMBIUM

yang jarang dipakai oleh GKI Salatiga. Selanjutnya, tinjauan kritis terhadap pelaksanaan

KAMBIUM oleh Malcom Knowless, pelaksanaan KAMBIUM di satu sisi, gereja berusaha untuk

membantu warga dewasa belajar, agar dapat mengarahkan diri sendiri untuk menjawab

kebutuhannya tetapi di lain pihak gereja kurang memperhatikan dengan baik pergumulan warga

dewasa sehingga segala persoalan yang terjadi kurang begitu nampak dan pada akhirnya hasil yang

dicapai oleh gereja belum maksimal. Kemudian tinjauan kritis terhadap pelaksanaan KAMBIUM

oleh Leon McKenzie, mengenai pengajarannya lebih nampak bersifat teologis dibandingkan dengan

sekuler/sehari-hari. Di lain hal, gereja juga tidak mengikutsertakan warga dewasa dalam penentuan

serta evaluasi program, akibatnya program yang dibuat tidak maksimal. Namun mengenai misi

gereja, mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Pelaksanaan KAMBIUM melalui pengajaran

serta aplikasinya dapat memungkinkan arti hidup tersedia bagi warga dewasa yang digambarkan

sebagai Allah sendiri, yaitu suatu dasar yang memberi arti kepada kehidupan manusia secara

menyeluruh. Saran: bahan-bahan pengajaran yang dibuat, harus berdasarkan survei mengenai

kebutuhan (teologis maupun sekuler) serta minat warga dewasa dalam gereja. Gereja dapat

merancang sendiri bahan pembelajaran untuk warga dewasa dengan tetap menggunakan bahan

KAMBIUM yang ada sebagai patokan, tidak serta merta mengambil utuh dari bahan KAMBIUM.

Selanjutnya dalam penentuan serta evaluasi program, perlunya pendeta, majelis dan pengurus

komisi dewasa, melibatkan warga dewasa didalamnya.

Kata kunci: Pendidikan Orang Dewasa, KAMBIUM.

Page 13: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

1

BAB. I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang Masalah

Pada umumnya, gereja memiliki jemaat dari segala kategori usia, baik anak-anak hingga

lansia. Gereja bertanggung jawab untuk memperhatikan kebutuhan jemaatnya melalui

penyusunan program. Khusus bagi warga dewasa di dalam gereja, dilaksanakannya berbagai

program Pendidikan Orang Dewasa, agar memampukan mereka untuk menjadi agen pelaksana

tugas dan panggilan gereja serta menjadi orang Kristen yang bertanggung jawab dalam bidang

pekerjaannya.1 Namun sampai dengan saat ini, kegiatan formal Pendidikan Orang Dewasa

mengalami permasalahan mengenai pertumbuhan iman maupun partisipasi mereka di dalam

gereja. Sehingga ada yang mengupayakan Pendidikan Orang Dewasa dari organisasi-organisasi

antar-gereja atau di luar gereja, agar menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Salah satu

yang dilakukan melalui “Komunitas Pertumbuhan Iman Untuk Menjadi Murid Kristus” yang

disingkat KAMBIUM. KAMBIUM disusun dari berbagai lembaga Kristen dan bersifat

interdenominasional.2 Di dalam Gereja Kristen Indonesia (GKI) Salatiga, walaupun bagian-

bagian3 KAMBIUM tidak dirancang oleh GKI tetapi pada kenyataannya dipakai oleh GKI. Oleh

karena itu, penulis tertarik menganalisa cara kerja KAMBIUM dari perspektif teori Pendidikan

Orang Dewasa di GKI Salatiga. Maka, dalam penelitian ini penulis secara sistematis

memberikan judul “Suatu Tinjauan Kritis Terhadap KAMBIUM dari Perspektif Teori

Pendidikan Orang Dewasa di GKI Salatiga.”

I.II Rumusan Masalah

1. Apa dasar pemikiran gereja melaksanakan KAMBIUM di GKI Salatiga?

2. Bagaimana pelaksanaan KAMBIUM di GKI Salatiga ditinjau secara kritis dari

perspektif teori Pendidikan Orang Dewasa secara umum menurut Malcom Knowless

serta Pendidikan Orang Dewasa dalam gereja menurut Leon McKenzie?

I.III Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan dasar pemikiran gereja melaksanakan KAMBIUM di GKI Salatiga

2. Meninjau secara kritis pelaksanaan KAMBIUM di GKI Salatiga dari perspektif teori

Pendidikan Orang Dewasa secara umum menurut Malcom Knowless dan Pendidikan

Orang Dewasa dalam gereja menurut Leon McKenzie.

1 Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Dewasa (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 10.

2 Diambil dari www.glorianet.org/kambium di unduh 3 oktober 2014, pukul 13.00.

3 Bagian-bagian yang dimaksud seperti kurikulum, metode pengajaran dan lain-lain.

Page 14: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

2

I.IV Signifikansi atau Manfaat Penelitian

Bidang akademik, dapat memberi pemahaman dan pengetahuan kepada GKI Salatiga,

terlebih khusus bagi pengurus warga dewasa mengenai program Pembinaan Warga Dewasa yang

dilaksanakan. Praktisnya, dapat menjadi salah satu bahan refleksi dan evaluasi bagi GKI Salatiga

mengenai KAMBIUM yang dilaksanakan, terlebih khusus bagi pengurus KAMBIUM.

I.V Metode Penelitian

Metode penelitian bersifat deskriptif-kualitatif, teknik pengumpulan data melalui

wawancara, studi kepustakaan dan observasi.

Page 15: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

3

BAB. II TEORI PENDIDIKAN ORANG DEWASA

II.I Teori Pendidikan Orang Dewasa secara umum menurut Malcom Knowless

Dalam Pendidikan Orang Dewasa, ada beberapa signifikansi yang sangat penting untuk

diperhatikan: Pertama, Pendidikan Orang Dewasa merupakan bidang pelayanan yang sangat

strategis karena warga dewasa adalah orang Kristen garis depan yang menghadapi dunia ini

dengan segala tantangannya. Kedua, bagaimanapun juga warga dewasa dalam gereja adalah agen

dari pelaksanaan tugas panggilan gereja. Sehingga mereka terus dididik agar semakin mampu

dan terdorong untuk terus mengemban misi sehingga dapat terlibat dalam pelayanan, kesaksian

dan persekutuan. Ketiga, orang Kristen yang ditempatkan di dunia penuh dengan berbagai

masalah, sehingga warga dewasa perlu diperlengkapi dengan pemahaman terhadap

permasalahan-permasalahan tersebut dan mencoba meninjaunya dari perspektif atau sudut

pandang Kristiani yang berdasarkan alkitab dan didorong untuk turut serta dalam

penanggulangannya. Keempat, warga dewasa terus bertumbuh dalam berbagai aspek kehidupan

termasuk dalam memenuhi kebutuhan manusia yang hierarki misalnya untuk aktualisasi diri

serta pencarian dan menjalani hidup secara bermakna.4

Menurut Gordon G. Dankenwald dan Sharon B. Merriam mencoba mendefinisikan

Pendidikan Orang Dewasa: “Sebagai suatu proses dimana orang-orang yang karena peranan

sosialnya serta statusnya sebagai warga dewasa, menjalani suatu aktivitas belajar yang

sistematik dan terus menerus dengan tujuan untuk membawa perubahan dalam pengetahuan,

sikap, nilai-nilai dan keterampilan.”5 Pendidikan Orang Dewasa, memiliki seni khusus tersendiri

karena berbeda dengan pendidikan untuk anak-anak dan remaja.6 Menurut Malcom Knowless,

pendidikan ini disebut dengan “andragogy.” Sebutan “andragogy” pada hakikatnya berasal dari

bahasa Yunani, “andros” dan “agogos.” Kata “andros” dalam bahasa Yunani diartikan sebagai

manusia dewasa. Kata ini memiliki sifat maskulin yang berarti manusia dewasa (laki-laki),

sedangkan kata “agogos”, diartikan dengan membimbing. Jadi, “andragogy” dapat diartikan

sebagai “seni dan ilmu untuk menolong/membimbing orang dewasa belajar.” Pendidikan Orang

Dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan

belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi warga dewasa berhubungan dengan

bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya. Istilah

4 Nuhamara, PAK Dewasa (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 9-11.

5 Nuhamara, PAK Dewasa (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 13,15.

6 Cara menolong anak-anak dan remaja belajar adalah “paedagogy.”

Page 16: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

4

“andragogy” bagi Pendidikan Orang Dewasa, berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri

untuk memecahkan masalah.7

Elemen-elemen kunci untuk memahami pendidikan gereja bagi warga dewasa: Pertama,

keseluruhan proses pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sengaja (sadar), sistematis

dan terus-menerus. Kedua, dilakukan oleh gereja baik sebagai persekutuan iman, maupun

organisasi pendidikan lainnya seperti organisasi para church (organisasi Kristen) maupun

lembaga pendidikan teologi. Ketiga, ditujukan kepada warga gereja atau orang Kristen yang

secara usia telah dewasa dan telah mempunyai peranan sosial. Keempat, bertujuan baik untuk

meningkatkan pengetahuan, pemahaman keterampilan, kepekaan, sikap dan nilai-nilai Kristiani,

serta lebih memampukan mereka untuk berperan dalam pelayanan gereja dan juga dalam bidang

kerja sekuler.8 Usaha Pendidikan Orang Dewasa lebih banyak ke arah melayani orang, supaya

dapat mewujudkan tugas dan panggilannya di tengah-tengah dunia dan masyarakat.9 Sebagai

mana dalam misi gereja yaitu panggilan untuk menyatakan Kristus kepada dunia dengan jalan

proklamasi, kesaksian dan pelayanan supaya dengan kuasa Roh Kudus, Allah dan firman-Nya,

manusia dibebaskan dari egoisme dan dosanya sehinga melalui tindakan Allah dilahirkan

kembali sebagai anak-anak-Nya dengan jalan percaya akan Dia melalui Yesus Kristus yang

diterimanya sebagai Juruselamat pribadinya yaitu gereja, untuk menyatakan dia kepada dunia.10

Warga dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap

menerima kedudukan dalam masyarakat dewasa lainnya.11

Ciri-ciri belajar mereka, sangat

penting untuk diperhatikan karena menyangkut pertumbuhan iman mereka kedepan. Oleh karena

itu ciri-cirinya adalah sebagai berikut: motivasi belajar berasal dari dirinya sendiri, belajar jika

bermanfaat bagi dirinya, mereka akan belajar jika pendapatnya dihormati, mengharapkan

suasana belajar yang menyenangkan dan menantang, mereka belajar supaya dapat mengetahui

kelebihan dan kekurangannya, orientasi belajar terpusat pada kehidupan nyata, belajar bagi

mereka adalah hasil mengalami sesuatu dan lain sebagainya.12

Usia dewasa merupakan suatu masa bagi seseorang untuk memantapkan kemampuan dan

keterampilan dasar yang telah diperolehnya pada masa kanak-kanak. Pada usia dewasa,

kemampuan dan keterampilan dasar juga dikembangkan agar makin banyak pengetahuan dan

7 H. Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa: dari Teori Hingga Aplikasi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007),

11. 8 Nuhamara, PAK Dewasa (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 16-17.

9 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 29.

10 David Samiyono, Yusak Setyawan, Retnowati, Gereja, Agama dan Masalah-Masalah Sosial (Salatiga:

Fakultas Teologi UKSW, 2013), 5. 11

Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan

(Jakarta: Erlangga, 1999), 246. 12

H. Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa: dari Teori Hingga Aplikasi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007),

45.

Page 17: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

5

keterampilan baru yang bisa diperoleh sehingga akan makin lebih mantap untuk belajar lebih

lanjut. Belajar dapat berarti sebagai suatu proses perubahan potensi penampilan sebagai hasil

interaksi seseorang dengan lingkungannya, baik interaksi dengan sesama di dalam masyarakat,

maupun dengan lingkungan alam dan budayanya.13

Belajar juga dapat didefinisikan sebagai

suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang,

mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan

sebagainya.14

Dalam institusi agamawi salah satunya gereja, kebanyakan warga dewasa Kristen

sekarang ini belajar tentang kekristenan tidak hanya melalui aktivitas pendidikan formal saja,

melainkan juga dengan jalan mengalami kenyataan menurut sistem nilai yang sudah diterimanya

dari persekutuan iman Kristen tertentu, melalui partisipasi dalam aktivitas ibadah (liturgi) serta

melalui proyek belajar yang direncanakan sendiri.15

Dalam kaitannya dengan “andragogy” yaitu seni menolong warga dewasa belajar,

Malcom Knowless akan membicarakan tentang defenisi belajar dan pembelajaran serta

perspektif teoretis belajar warga dewasa. Menurutnya, dalam pengertian psikologis tentang

belajar sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan dan perjuangan pencapaian tujuan dari warga

negara. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi

dengan lingkungannya. Sedangkan pengertian pembelajaran dalam defenisi konsensus Knowless

(1973) menyebutkan: “Pembelajaran merupakan suatu proses tempat perilaku diubah, dibentuk

atau dikendalikan.”16

Dilihat dari segi perkembangan kognitif, ada 4 asumsi utama/karakteristik

orang dewasa:17

A. Konsep diri (Self concept)

Warga dewasa membutuhkan kebebasan yang lebih bersifat mengarahkan diri.

Mereka pada umumnya melihat dirinya sebagai orang yang mandiri, mempunyai rasa

identitas individual. Ia lebih mengarahkan dirinya sendiri daripada diarahkan orang lain.

Andragogi mengasumsikan bahwa titik dimana seorang individu mencapai konsep diri

dari pengarahan diri sendiri dan juga secara psikologis orang tersebut menjadi dewasa.

Suatu hal yang sangat penting terjadi adalah ketika individu mengembangkan kebutuhan

13

Anisah Basleman & Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2011), 15-16. 14

Mochamad Nursalim, Psikologi Pendidikan (Surabaya: Unesa University Press, 2007), 92. 15

Nuhamara, PAK Dewasa (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 26. 16

Anisah Basleman & Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2011), 10-13. 17

Malcom Knowless, The Modern Practice of Adult Education (Chicago: Association Press Fallet

Publishing Co, 1980), 43-44.

Page 18: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

6

psikologis yang mendalam dan hal itu dirasakan oleh orang lain (mendorong orang agar

saling berinteraksi).18

B. Pengalaman

Warga dewasa mengumpulkan pengalaman yang makin luas dan menjadi sumber

daya yang kaya dalam kegiatan belajar. Mereka lebih banyak mempunyai pengalaman

daripada anak dan juga pengalaman mereka itu berbeda macam/kualitasnya dibandingkan

dengan pengalaman anak kecil, begitu juga dengan hakikat dan karakter dari pengalaman

orang dewasa berbeda dengan pengalaman anak. Dengan memperluas pengalaman yang

didapatkannya, maka orang tersebut akan banyak informasi dan semakin giat belajar.

Knowless misalnya, memberi contoh bahwa seorang anak belum mempunyai pengalaman

untuk menyewa rumah kontrakan atau apartemen, mencari nafkah, menikah, memelihara

keluarga dan lain sebagainya. Saat individu menjadi dewasa, ia dapat mendefinisikan

siapa dia melalui pengalamannya. Bagi anak, pengalaman adalah sesuatu yang terjadi

padanya sedangkan bagi warga dewasa, pengalamannya adalah siapa dia. Andragog19

menyampaikan rasa hormat mereka untuk orang-orang yang memanfaatkan

pengalamannya sebagai sumber daya untuk belajar.20

C. Kesiapan untuk belajar

Warga dewasa ingin mempelajari bidang masalah yang dihadapi dan dianggapnya

relevan. Knowless menekankan pada hasil kerja Robert Havighurst. Kesiapan belajar

mencapai puncaknya ketika saat yang dapat diajar itu tiba dan tibanya saat yang dapat

diajar itu, dikaitkan dengan pemenuhan dan penyelesaian “tugas perkembangan” yang

dibebankan oleh locus relative dalam periode motivasi. Seseorang dimotivasikan untuk

belajar tentang sesuatu karena didalam belajar, baik itu ide, sikap atau prosedur khusus, ia

dimungkinkan atau dimampukan untuk menyelesaikan suatu tugas yang dikaitkan dengan

suatu tingkat khusus dalam perkembangan manusia.

Sebagai individu dewasa, kesiapannya untuk belajar adalah mengurangi produk

dari perkembangan biologis, tekanan akademik dan dilain hal menghasilkan suatu produk

yang sangat penting dalam peranan sosialnya sebagai masyarakat. Dalam arti, paedagogi

mengasumsikan bahwa anak-anak siap untuk belajar hal-hal yang mereka "seharusnya"

karena perkembangan biologis dan akademik sedangkan andragogy mengasumsikan

bahwa warga dewasa siap untuk belajar hal-hal yang dianggap "perlu" untuk

18

Malcom Knowless, The Adult Learner: A Neglacted Spesies (Houston: Gulf Pub, 1973), 45. 19

Andragog: guru khusus/profesional orang dewasa. 20

Malcom Knowless, The Adult Learner: A Neglacted Spesies (Houston: Gulf Pub, 1973), 45-46.

Page 19: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

7

perkembangan mereka sebagai pekerja, pasangan, orang tua, anggota organisasi maupun

pemimpin.21

D. Orientasi terhadap belajar

Orientasi warga dewasa berpusat pada masalah dan kecil kemungkinannya

berpusat pada subjek. Warga dewasa dan anak mempunyai persepsi waktu yang berbeda.

Kebanyakan apa yang dipelajari anak di sekolah tidak dapat diterapkan langsung dalam

kehidupan mereka. Ia memandang pendidikan terdiri dari mata pelajaran, membaca,

menulis, berhitung dan lain sebagainya. Sedangkan warga dewasa mengejar belajar,

supaya mereka dapat memecahkan masalah yang menghadang dalam perjalanan hidup

mereka. Hal ini khususnya benar dalam kaitan dengan Pendidikan Orang Dewasa yang

volunteer. Warga dewasa secara khas ingin belajar sesuatu agar dapat diterapkan

langsung dalam persoalan besar dan kecil yang dihadapinya. Mereka, mengikuti kegiatan

pendidikan terutama karena ia sedang mengalami beberapa kekurangan dalam mengatasi

masalah kehidupannya. Dia ingin menerapkan besok apa yang ia belajar hari ini, jadi

perspektif waktunya adalah salah satu kedekatan aplikasi. Oleh karena itu, ia masuk ke

dalam pendidikan dengan orientasi yang berpusat “masalah untuk belajar.”22

II.II Teori Pendidikan Orang Dewasa dalam Gereja menurut Leon McKenzie

Menurut Leon McKenzie (1982), suatu teori Pendidikan Orang Dewasa harus memahami

3 pengertian yang fundamental dan nyata, yakni hal warga dewasa, agama (teologi, gereja) dan

pendidikan. Ketiga hal tersebut adalah unsur-unsur yang terdapat dalam istilah teori yang dipakai

oleh McKenzie. Ia menyatakan bahwa pada umumnya pemikiran dan refleksi tentang Pendidikan

Orang Dewasa dalam gereja, telah dilakukan oleh para ahli teologi dan orang-orang yang

berorientasi pada ilmu-ilmu teologi. Dengan kata lain mereka telah memandang Pendidikan

Orang Dewasa berdasarkan perpektif agama atau tepatnya teologi. Perspektif yang dipakai oleh

McKenzie adalah “pendidikan.” Oleh karena itu ia menempatkan eleman “warga dewasa” dan

“agama” diatas panggung sedangkan perspektif atau sudut pandangnya adalah pendidikan. Jadi

yang dikembangkannya adalah suatu teori pendidikan dan bukan teologi pendidikan. Ia mencoba

menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan Pendidikan Orang Dewasa dalam gereja.

Pemahaman tentang Pendidikan Orang Dewasa ini berfungsi sebagai pembimbing dalam praktik

nanti. Warga dewasa merupakan elemen pertama yang perlu dipahami dari sudut pendidikan.

Maksudnya, bagaimana mereka dipahami berdasarkan perspektif pendidikan, apa

21

Malcom Knowles, The Adult Learner: A Neglacted Spesies (Houston: Gulf Pub, 1973), 46-47. 22

Malcom Knowles, The Adult Learner: A Neglacted Spesies (Houston: Gulf Pub, 1973), 47-49.

Page 20: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

8

karakteristiknya dalam kaitan dengan pendidikan dan cara apa yang paling efektif bagi mereka

agar dapat belajar. Dari sudut pendidikan, orang dapat disebut dewasa apabila telah

menyelesaikan tahun-tahun sekolahnya sebagaimana tuntutan masyarakatnya.23

Dalam misi gereja, Leon McKenzie (1982) mengemukakan observasinya terhadap

Pendidikan Orang Dewasa dalam konteks gereja dan jemaat. Menurutnya, kebanyakan program

Pendidikan Orang Dewasa dalam gereja dibangun tanpa acuan yang memadai terhadap

“audience target” warga dewasa yang mau dilayani dalam program ini bahkan kebanyakan

program Pendidikan Orang Dewasa dibangun dan dikembangkan tanpa memperhitungkan

sungguh-sungguh keseluruhan misi gereja atau misi gereja dipandang dari sudut yang agak

sempit. McKenzie mengklaim ada lima area masalah dalam pendidikan gereja. Pertama,

program jurnal dari Teologi Pendidikan Dewasa: konten pendidikan ditentukan secara eksklusif

oleh kasta imam tanpa saran dari peserta didik. Maksudnya program untuk kegiatan warga

dewasa, disusun oleh majelis gereja saja tanpa mengikutsertakan warga dewasa terlibat

didalamnya; kedua, program berfokus hampir semata-mata pada formasi daripada pendidikan

kritis;24

ketiga, mereka terpaku pada isi teologis dengan mengesampingkan semua kekhawatiran

dewasa lainnya. Artinya hanya kebutuhan teologis saja yang dipusatkan oleh gereja sedangkan

kebutuhan sekuler/sehari-hari tidak begitu diperhatikan; keempat, program dilakukan oleh

pendidik agama yang akademis dan kelima, program dikandung didalam vakum penelitian.25

McKenzie menyimpulkan bahwa tujuan dari program-program ini adalah propaganda dan

pengajaran pengetahuan teologis yang alkitabiah. Pendidikan Orang Dewasa dalam gereja berarti

tidak hanya mengajarkan hal-hal religius secara eksplisit kepada warga dewasa, justru

Pendidikan Orang Dewasa dalam gereja jauh lebih luas dari hal di atas. Apabila Pendidikan

Orang Dewasa dalam jemaat dipandang dalam arti sempit, maka ia akan gagal sebagai kekuatan

utama demi kebaikan. Ia akan tetap merupakan usaha dan kekuatan marginal saja. Misi gereja

dapat dirumuskan sebagai making meaning available (memungkinkan arti hidup ini tersedia).

Apa yang disebut oleh Heidegeer, ultimate meaning (arti yang mendasar dan mutlak) dari

kehidupan manusia. Ultimate meaning ini bagi orang lain digambarkan sebagai Allah, suatu

dasar yang memberi arti kepada kehidupan manusia secara menyeluruh. Dari perspektif Kristen

barangkali hal ini yang disebut iman Kristen sebagai respon totalitas kemanusiaan kita kepada

Allah yang menyatakan diri dan kehendak-Nya kepada manusia dan dunia.

23

Nuhamara, PAK Dewasa (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 56. 24

Pendidikan formasi bertujuan untuk menerima apa yang sudah di temukan/diajarkan dalam pendidikan.

Sedangkan pendidikan kritis ditujukan kepada pengujian dari apa yang sudah didapat dalam pendidikan. 25

Leon McKenzie and R. Michael Harton, Journal of Adult Theological Education (New York: Fordham

University, 2006), 1-2.

Page 21: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

9

Perkataan “iman” mempunyai hubungan dengan akar kata “aman.” Dalam istilah Alkitab

perkataan “iman” menyatakan hubungan manusia dengan Allah. Dengan iman, manusia dapat

menerima penyataan sejati Allah serta karunia yang berasal dari pada-Nya. Iman bukannya suatu

yang dapat diciptakan oleh kepandaian atau akal budi manusia, misalnya seperti ilmu yang

meliputi segala bidang kehidupan, akan tetapi merupakan sesuatu hal yang datang dari anugerah

Allah sendiri. Iman yang benar dapat berarti adanya pengetahuan yang pasti tentang Allah yang

dinyatakan dalam firman-Nya, sehingga dapat menimbulkan keyakinan dalam diri manusia serta

adanya kepercayaan teguh yang dapat memberi pegangan hidup bagi manusia.26

Menurut Leon McKenzie (1982), ada 3 istilah dalam Perjanjian Baru yang dapat

menolong orang-orang menjawab bagaimana gereja memungkinkan ultimate meaning itu

tersedia, yaitu kerygma, diakonia dan koinonia. Fungsi kerygmatis gereja adalah untuk

mewartakan (menyatakan) suatu berita, fungsi diakonis adalah untuk melayani mereka dalam

kebutuhannya, sedangkan fungsi koinonis adalah membentuk persekutuan.

Menurut McKenzie, adalah tugas gereja untuk menyatakan (memberitakan) bahwa

“meaning” telah datang kepada kita dalam diri Tuhan Yesus. Artinya bahwa Tuhan Yesus datang

untuk menunjukkan kehidupan yang bermakna atau sesuai dengan maksud Allah yakni hidup

dalam kasih. Berita dapat saja dirumuskan melalui berbagai cara dengan bahasa yang bermacam-

macam. Dengan cara sederhana, pada intinya kekristenan adalah tentang kasih: kasih Allah

kepada manusia dan respon manusia terhadap kasih Allah dengan mengasihi Allah melalui kasih

kepada sesama dan pemeliharaan kepada ciptaan Tuhan (lingkungan hidup). Dalam diakonia,

Tuhan Yesus menaruh perhatian kepada orang-orang yang kecil, kepada kebutuhan-kebutuhan

mereka termasuk kebutuhan yang sifatnya duniawi/bendawi. Ia menolong secara spiritual tetapi

tidak membatasi pekerjaan-Nya hanya kepada pekerjaan-pekerjaan yang spiritualitas saja, ini

juga yang harus dilakukan oleh gereja. Dalam persekutuan Kristen, gereja menyatakan diri

dalam perayaan perjamuan kudus. Orang Kristen berhimpun bersama dalam persekutuan untuk

merayakan upacara “mesianis” yang pada diri-Nya sendiri adalah tanda pengharapan. Tanpa

meremehkan pentingnya ekspresi liturgis persekutuan, harus ditekankan pula bahwa persekutuan

26

Soesilo Darmawigoto, Iman Kristen (Semarang: Deputat Klasis, 1972), 5-6.

COMMUNITY (Persekutuan)

MESSAGE (Berita/pemberitaan) MEANING (makna)

SERVICE (Pelayanan)

Page 22: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

10

menyatakan diri dalam keberadaan manusia setiap hari. Tanpa persekutuan pada tingkat

kehidupan sehari-hari maka persekutuan liturgis tidaklah autentik tetapi hanya bersifat ritual

saja. Dengan kata lain, persekutuan Kristen seharusnya merupakan suatu persekutuan profane (di

luar bait Allah) dan juga suatu persekutuan yang suci (sakral). Persekutuan seharusnya

didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan dan keprihatinan-keprihatinan sehari-hari umat.

Sebagaimana dalam gereja juga memiliki berbagai fungsi, diantaranya: sebagai persekutuan yang

beribadah, persekutuan yang menebus, persekutuan belajar-mengajar, persekutuan yang peduli

akan kebutuhan orang lain, persekutuan yang ingin membagikan iman dan persekutuan yang

bekerjasama dengan kelompok lain.27

Jadi misi gereja adalah menjadikan meaning tersedia

dengan cara menyatakan (memberitakan) kabar baik dan pengajaran Tuhan Yesus sebagai jalan

melayani umat didalam kebutuhannya (sakral maupun sekuler) dan membentuk persekutuan

(profane maupun liturgis). Hal ini juga, gereja (jemaat lokal) dipahami sebagai persekutuan

orang-orang yang berjalan mengikuti Yesus Kristus.28

Menurut Tough, di dalam fenomena puncak gunung es atau “The Tip of Iceberg”

mengatakan bahwa puncak gunung es yang terlihat di atas air, digambarkan sebagai belajarnya

nara didik/warga dewasa yang terlihat oleh fasilitator,29

yang pembelajarannya terjadi di waktu

kelas. Dalam fenomena ini, pertumbuhan dan perkembangan kedewasaan warga dewasa serta

kebutuhan mereka lebih sedikit diketahui oleh fasilitator. Karena pembelajarannya dalam kelas,

maka fasilitator hanya mengetahui hal yang nampak saja dalam kelas tersebut, baik itu melalui

diskusi, ceramah dan lain sebagainya. Namun diluar kelas, fasilitator tidak mengetahui

bagaimana sesungguhnya yang terjadi dengan kehidupan mereka. Sedangkan bagian gunung es

yang ada di dalam air, digambarkan sebagai belajarnya nara didik/warga dewasa yang tidak

terlihat oleh fasilitator dan biasanya proses belajar terjadi di luar kelas. Dalam fenomena ini,

pertumbuhan dan perkembangan kedewasaan warga dewasa serta kebutuhan mereka sangat

banyak dan ini yang seringkali tidak diperhatikan oleh fasilitator. Kehidupan di luar kelas inilah

yang seharusnya diketahui oleh fasilitator. Tidak hanya di kelas tetapi juga fasilitator perlu

mengetahui kehidupan mereka di luar sana, sehingga dapat menyusun metode pengajaran,

kurikulum dan dapat lebih dekat mengenali mereka satu persatu atau memiliki hubungan yang

sangat akrab.30

27

Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik (Yogyakarta: Andi, 2009), 28-29. 28

Ebenhaizer I Nuban Timo, Gereja Lintas Agama: Pemikiran-Pemikiran Bagi Pembaharuan Kekristenan

di Asia (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2013), 4. 29

Fasilitator sama dengan guru atau orang yang mengarahkan nara didik. 30

R.E.Y. Wickett, Models Of Adult Religious Education Practice (Birmingham, Ala.: Religious Education

Press, 1991), 113.

Page 23: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

11

Sebuah adaptasi pendekatan untuk mengajar maupun mempelajari yang dikembangkan

dan digunakan oleh Virginia Griffin di programnya yang menyangkut fasilitasi pembelajaran

warga dewasa mengenai hubungan kelompok yang saling ketergantungan, menekankan

hubungan kerja dengan para anggota kelompok. Tiap peserta didik bergantung kepada peserta

didik yang lain untuk saling mendukung dalam proses pembelajarannya. Dukungan tersebut

disediakan untuk menjamin pencapaian tujuan dan berhasilnya menyelesaikan pembelajaran.

Tujuan individu lebih mudah dicapai dikeadaan tertentu melalui dukungan dari kelompok.

Griffin telah menggunakan pendekatan ini dengan sangat efektif untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik dalam “mengarahkan diri sendiri”. Seorang peserta didik yang

memiliki keraguan atau kekhawatiran tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan atau

sasaran yang dipilih dapat dibantu untuk melihat kemungkinan belajar dan dibuat lebih sadar

serta mampu melalui proses tersebut. Kehadiran fasilitator yang peka akan membuat ini terjadi.31

Warga dewasa sering memperoleh pengetahuan baru berdasarkan kombinasi kebutuhan,

minat, dan pengalaman mereka sebelumnya. Peserta didik mengambil apa yang mereka inginkan

dalam proses pembelajaran berdasarkan situasi mereka. Kebutuhan dan kepentingan dapat

memainkan peran utama dalam menentukan jenis sikap, keterampilan dan pengetahuan seperti

apa yang akan diperoleh. Pengetahuan atau keterampilan yang dipandang memiliki nilai untuk

peserta didik adalah dasar utama untuk kepuasan.32

Dalam metodologi yang dikembangkan Griffin, rangkaian langkah yang diikuti peserta

didik dalam kelas dapat dilihat sebagai berikut: Persiapan pra-kuliah, pembentukan kelompok

dan pengaturan iklim, identifikasi kebutuhan grup, pembentukan kemitraan, kegiatan belajar

(bertemu mitra dan sesi kelompok) dan berbagi pembelajaran (pleno)/evaluasi. Kelas ini

mengikuti pendekatan umum untuk menentukan kebutuhan individu dan kelompok dalam tahap

awal. Pengaturan iklim sangat penting dalam pendekatan ini dan perhatian khusus harus

diberikan pada hubungan yang berkembang antar anggota kelompok. Tahap tengah dalam

rangkaian pertemuan kelas dapat diadakan untuk memberikan dukungan bagi kegiatan belajar

sub-kelompok33

dalam jangka yang lebih panjang serta laporan pembelajaran jangka pendek dari

sub-kelompok atau individu. Hal ini sering berguna untuk membagi kelompok yang lebih besar

ke dalam sub-kelompok selama di kelas, untuk memungkinkan anggota melanjutkan kegiatan

mereka. Proses pembagian akan membantu anggota sub-kelompok dan tiap peserta didik untuk

31

R.E.Y. Wickett, Models Of Adult Religious Education Practice (Birmingham, Ala.: Religious Education

Press, 1991), 119-120. 32

R.E.Y. Wickett, Models Of Adult Religious Education Practice (Birmingham, Ala.: Religious Education

Press, 1991), 121. 33

Sub-kelompok maksudnya kelompok-kelompok yang sudah dibagi dalam beberapa bagian.

Page 24: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

12

berbagi hasil kegiatan mereka dengan peserta didik lain yang tertarik dibidang yang terkait.

Manfaat bagi kedua belah pihak cukup besar. Mereka yang memberikan informasi atau

keterampilan baru akan merasakan peningkatan prestasi melalui proses tersebut. Minat baru bisa

muncul ketika peserta didik lain memberikan perspektif baru kepada mereka yang telah

menggarap topik yang berbeda. Peserta didik yang telah mengerjakan aspek lain dari topik yang

sama akan merasakan pengetahuan atau keterampilan mereka diperluas melalui hasil

pembelajaran orang lain. Selanjuntya pada tahap terakhir, perkuliahan akan memberikan

kesempatan untuk melakukan kegiatan puncak yang membantu membawa penutupan untuk

kegiatan pembelajaran kelas dan anggotanya. Adalah penting untuk membawa sesi kelas ke

beberapa bentuk penutupan sambil terus mempertahankan pilihan untuk belajar di masa depan.34

Peran fasilitator dibagian awal kelas adalah untuk membawa tingkat kenyamanan dan

kesadaran ke titik yang sesuai. Peserta didik mungkin perlu keamanan yang menyediakan dasar

untuk proses transformasi. Juga benar untuk mengatakan bahwa keahlian fasilitator dalam

mengklarifikasi dan mengidentifikasi sumber daya amatlah penting. Sub-kelompok dapat

bertemu dalam format pertemuan kelompok yang total atau mereka mungkin ingin mengadakan

pertemuan secara terpisah. Pertemuan tambahan yang terpisah mungkin diperlukan beserta

dengan bentuk-bentuk kegiatan sub-kelompok di perpustakaan, wawancara atau situasi belajar

lainnya. Kuncinya adalah untuk fasilitator mendorong dan mendukung setiap kegiatan yang

relevan yang mungkin sub-kelompok ingin ikuti.35

34

R.E.Y. Wickett, Models Of Adult Religious Education Practice (Birmingham, Ala.: Religious Education

Press, 1991), 122. 35

R.E.Y. Wickett, Models Of Adult Religious Education Practice (Birmingham, Ala.: Religious Education

Press, 1991),123.

Page 25: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

13

BAB. III KAMBIUM DAN PELAKSANAANNYA DI GKI SALATIGA

KAMBIUM diterapkan di GKI Salatiga sejak bulan September 2010 dan sampai

sekarang ini (2014) sudah terdiri dari beberapa generasi/angkatan. Pertamakali dilaksanakan

KAMBIUM di GKI Salatiga, dimulai dari persekutuan Komisi Dewasa. Persekutuan yang

dilaksanakan oleh Komisi Dewasa tidak memiliki banyak anggota dan warga dewasa yang hadir

pada saat itu adalah orang yang sama tiap kali persekutuan dilaksanakan. Oleh karena melihat

persentasi kehadiran warga dewasa di gereja sedikit, pengurus Komisi Dewasa gereja setempat

mencoba berfikir bagaimana kalau persekutuan ini dikembangkan dengan memakai bahan-bahan

pemuridan yang dapat menarik warga dewasa untuk ikut berpartisipasi. Maka bahan

KAMBIUMlah yang dipakai, sehingga mencoba untuk meningkatkan partisipasi warga dewasa

karena sesuatu yang baru dan berbeda dari biasanya. Sebelum bahan tersebut digunakan dalam

gereja oleh Komisi Dewasa, pengurus sendiri mengkonsultasikan bahan ini kepada pendeta dan

majelis GKI Salatiga untuk mengetahui apakah bahan ini bisa dipraktekkan atau tidak di dalam

gereja. Setelah dilihat oleh pendeta dan majelis, maka diputuskanlah bahwa bahan ini bisa

digunakan walaupun ada beberapa catatan yang berbeda dengan ajaran GKI. Ajaran-ajaran yang

khususnya berbeda dengan GKI, diserahkan kepada pendeta GKI Salatiga sendiri untuk

memimpin kegiatan tersebut.36

Dasar pemikiran gereja melaksanakan KAMBIUM karena melihat selama ini, usaha yang

dilakukan untuk menumbuhkan iman jemaat belum maksimal. Mereka hanya datang dalam

berbagai ibadah di gereja tetapi dalam pengembangannya atau dalam memelihara iman belum

begitu kelihatan. Oleh karena itu, gereja perlu membuat perencanaan yang tepat untuk

menumbuhkembangkan keimanan jemaatnya. Di GKI Salatiga terkhususnya persekutuan Komisi

Dewasa, mereka mencari kira-kira kegiatan apa yang bisa dikembangkan, supaya dapat

menolong jemaat betul-betul menghayati akan maksud Tuhan dalam hidupnya, bagaimana

mereka dapat memahami tugas yang diberikan oleh Tuhan serta bagaimana jemaat dapat

merenungkan dirinya dengan sebuah pertanyaan “apakah kita hanya datang gereja saja atau

bagaimana?” Tahun 2010 gereja mendapat tawaran dari yayasan GLORIA Jogjakarta, sehingga

mereka diberi kesempatan untuk memperkenalkan tentang KAMBIUM di GKI Salatiga. Setelah

melalui proses yang ada, akhirnya kurikulum beserta buku-buku KAMBIUM yang dipakai

dalam proses pengajaran dapat dilaksanakan/digunakan dalam gereja. Pada umumnya semua

dipakai tetapi ada istilah-istilah baru atau pemahaman tertentu yang perlu disesuaikan dalam

GKI Sendiri. Misalnya “Pemuridan dan Amanat Agung”, dikalangan GKI istilah tersebut jarang

36

Wawancara dengan Pdt. Yefta Setiawan Krisgunadi, pada tanggal 2 november 2014, pukul 13.30.

Page 26: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

14

sekali dipakai sedangkan dalam Amanat Agung, menurut GKI semua yang ada di Alkitab

merupakan Amanat Agung, bukan hanya di Matius saja yang dipakai dalam KAMBIUM.37

KAMBIUM merupakan suatu kelompok yang membentuk semacam komunitas, dimana

kelompok tersebut mendalami ajaran-ajaran pokok kekristenan melalui materi-materi yang

diajarkan dengan tema besarnya (BERAKAR, BERTUMBUH, BERBUAH).38

KAMBIUM

merupakan salah satu bentuk pelayanan dari beberapa pelayanan yang ada, untuk

mengembangkan dan menumbuhkan iman orang-orang di berbagai ladang pelayanan, salah

satunya di dalam Gereja.39

Komunitas ini bertolak dari Amanat Agung/penginjilan Tuhan Yesus,

supaya murid Tuhan Yesus pergi untuk menjangkau semua orang.40

Sebagai salah satu bentuk

pelayanan, KAMBIUM merupakan komunitas yang didalamnya terjadi satu pertemuan interaksi

yang sangat intensif. Melalui interaksi itu, peserta dapat membagikan pergumulan hidupnya

kepada orang lain, sehingga ia merasa diperhatikan dan di hargai didalam persekutuan tersebut.41

Dilain hal merupakan salah satu sarana dimana peserta dapat belajar dari orang lain. Artinya

orang yang mengajar, mempunyai sesuatu yang lebih dan dapat memberikan masukan kepada

peserta. Komunitas ini memperlengkapi seseorang terlebih dahulu agar dapat memahami

imannya lebih dalam, setelah itu dapat memperkenalkan Kritsus kepada orang lain dengan penuh

keyakinan.42

KAMBIUM dirancang untuk menolong warga dewasa menanggapi panggilan Kristus dan

membantu jemaat bertumbuh menjadi murid yang berbuah melalui sebuah pembinaan intensif

dengan pola pelayanan Amanat Agung.43

Tujuan KAMBIUM adalah meletakkan dasar-dasar

pertumbuhan iman Kristiani untuk menjadi murid Kristus dan menjadikan orang lain murid

Kristus di mana dia barada dan diutus di seluruh dunia. Visi KAMBIUM adalah agar setiap

orang di dalam gereja/persekutuan/lembaga memiliki kesempatan untuk bertumbuh menjadi

murid yang berbuah melalui pembinaan intensional berdasarkan pola pelayanan Amanat Agung

Tuhan Yesus Kristus. KAMBIUM merupakan sarana, sedangkan pertumbuhan seseorang

menjadi pekerja yang berbuah banyak bagi kemuliaan Tuhan merupakan jiwa dari visi ini.44

37

Wawancara dengan pengurus Komisi Dewasa, bapak Moris Natangku, pada tanggal 7 november 2014,

pukul 17.30. 38

Wawancara Pdt. Yefta Setiawan Krisgunadi, pada tanggal 2 november 2014, pukul 13.30. 39

Wawancara dengan pengurus Komisi Dewasa, bapak Moris Natangku, pada tanggal 7 november 2014,

pukul 17.30. 40

Wawancara dengan pengurus KAMBIUM, ibu Yekhonia Djoeni Listijani, pada tanggal 9 november

2014, pukul 19.00. 41

Wawancara dengan pengurus Komisi Dewasa, bapak Henri Kristanto, pada tanggal 9 november 2014,

pukul 11.00. 42

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, Ibu Yulianti, pada tanggal 5 november 2014, pukul 17.00. 43

KOMUNITAS KATALIS (sistem keanggotaan), Berakar Dalam Kristus: Pemuridan Melalui Waktu

Teduh (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2011), 7. 44

Diambil dari www.glorianet.org/kambiumdi unduh 20 november 2014, pukul 18.00.

Page 27: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

15

Tujuan KAMBIUM dilaksanakan di GKI Salatiga terkhususnya dalam Komisi Dewasa

berangkat juga dari tujuan KAMBIUM itu sendiri yaitu jemaat/peserta dapat memuridkan

kepada orang lain. Namun, sebagai jemaat tidak hanya mendengarkan firman Tuhan kemudian

pulang tetapi lewat firman itu, jemaat dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.45

Tujuan lain adalah untuk mengembangkan persekutuan yang lebih dalam diantara warga dewasa.

Melalui KAMBIUM, diharapakan dapat menghimpun lebih banyak orang untuk terlibat dalam

pelayanan gereja.46

Pelaksanaan KAMBIUM di GKI Salatiga dilaksanakan satu kali dalam seminggu, yaitu

pada hari Rabu, pukul 18.00-20.00, bertempat di aula 2 GKI Salatiga. Pengajarannya memakai

seluruh bahan dari KAMBIUM tetapi disesuaikan dengan ajaran GKI. Pengajaran tersebut

diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bagaimana peserta melakukan

pelayanan yang benar dalam lingkungan kerjannya, peserta dimotivasi untuk

menumbuhkembangkan spiritualitasnya melalui saat teduh, membaca firman, mengambil

keputusan dan lain sebagainya.47

Proses pembinaan KAMBIUM di dalam gereja sendiri melalui kelompok besar dan kecil.

Dalam kelompok besar dilaksanakannya pertemuan umum. Artinya semua peserta mengikuti

pengajaran yang dipimpin oleh seorang pengajar: baik itu dari pendeta GKI sendiri, jemaat yang

sudah menyelesaikan 3 tahap KAMBIUM maupun orang-orang diluar GKI yang merupakan

kenalan GKI sendiri.48

Di dalam kelompok besar, salah satu kelompok49

yang mendapat giliran

bertugas menjadi mc, membawa kantong persembahan dan petugas musik, untuk memandu

kegiatan sampai selesai. Pengajar tadi menjelaskan materi-materi KAMBIUM dan setelah itu

memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti.

Waktu untuk pertemuan kelompok besar, berlangsung pada hari Rabu pukul 18.00-20.00.

Sedangkan didalam kelompok kecil, waktu untuk pertemuan tidak didalam proses kelompok

besar berlangsung melainkan diluar waktu pertemuan tersebut, untuk berdiskusi, berbagi

pengalaman hidup dan lain sebagainya.50

Kelompok ini terdiri dari l orang pembimbing yaitu

mereka yang sudah menyelesaikan 3 tahap KAMBIUM terlebih dahulu dan anggotanya terdiri

dari 2-3 orang yang merupakan anggota baru dan sesama jenis. Kelompok kecil merupakan

45

Wawancara dengan pengurus KAMBIUM, ibu Yekhonia Djoeni Listijani, pada tanggal 9 november

2014, pukul 19.00. 46

Wawancara dengan Pdt. Yefta Setiawan Krisgunadi, pada tanggal 2 november 2014, pukul 13.30. 47

Wawancara dengan Pdt. Yefta Setiawan Krisgunadi, pada tanggal 2 november 2014, pukul 13.30. 48

Pengajar yang sudah dikenal GKI artinya mereka yang sudah dilihat oleh GKI sendiri dari kualifikasinya,

keyakinannya dan merupakan lulusan KAMBIUM yang sudah mengikuti pelatihan sebelumnya. 49

Kelompok yang dimaksud adalah kelompok-kelompok kecil yang sudah dibagi oleh pengurus

KAMBIUM pada awal dimulainya kelas KAMBIUM. 50

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, bapak Sismedi, pada tanggal 2 november 2014, pukul 13.00.

Page 28: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

16

pertemuan yang lebih penting karena pembimbing mengharapkan pertumbuhan pribadi dari

anggotanya, baik itu karakternya maupun keimanannya kepada Tuhan. Setiap peserta diberikan

tugas untuk menghafal berbagai ayat pada saat pertemuan kelompok kecil agar peserta dapat

memiliki pengetahuan alkitab yang luas dan dapat dipakai dalam kehidupan mereka masing-

masing.51

Proses pembinaan lain yang dilakukan adalah melalui “interaksi” antara pengajar,

pengurus KAMBIUM maupun peserta. Interaksi yang terjadi adalah melalui tanya jawab tentang

materi yang sudah dibahas, saling menguatkan melalui doa atau kata-kata penguatan yang

diberikan52

dan komunikasi yang dilakukan tidak hanya bertatap muka saja tetapi bisa juga

dilakukan melalui komunikasi jarak jauh dengan menggunakan handphone.53

Interaksi yang

terjadi juga dimana seseorang memberikan pergumulan hidupnya kepada orang lain, baik itu ke

pembimbingnya maupun sesama dalam satu kelompok. Dalam merekrut peserta KAMBIUM,

warga dewasa yang ikut pada awal dimulainya kelas KAMBIUM, akan didata oleh pengurus dan

menjadi anggota tetap untuk mengikuti kelas KAMBIUM selama beberapa bulan kedepan dan

mereka juga diberikan daftar hadir.54

Sedangkan bagi warga dewasa yang baru mengikuti dan

masuk dipertengahan kelas KAMBIUM, tidak bisa menjadi anggota tetap karena tidak

mendaftarkan diri pada pertemuan awal dimulainya kelas KAMBIUM.55

Dalam hal penentuan program KAMBIUM di GKI Salatiga, langsung ditentukan sendiri

oleh pengurus Komisi Dewasa GKI Salatiga56

sedangkan warga dewasa (jemaat) tidak dilibatkan

dalam penentuan tersebut.57

Warga dewasa hanya mengikuti sosialisasi awal, ketika KAMBIUM

pertama kali dipersentasikan di GKI Salatiga.58

Pengurus KAMBIUM selalu mengadakan rapat

untuk membahas berbagai kegiatan yang akan dilakukan ke depan serta evaluasi. Namun peserta

sendiri tidak dilibatkan dalam evaluasi tersebut.59

Mengenai keikutsertaan peserta (warga

dewasa) di dalam KAMBIUM ini, tidak mengalami pertambahan peserta warga dewasa sendiri

untuk terlibat didalamnya. Dari jumlah 90460

warga dewasa di GKI Salatiga, ternyata yang

51

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, ibu Triliana, pada tanggal 5 november 2014, pukul 19.00. 52

Wawancara dengan pengurus KAMBIUM, bapak Toni Harnanto, pada tanggal 2 november 2014, pukul

14.30. 53

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, bapak Sismedi, pada tanggal 2 november 2014, pukul 13.00. 54

Daftar hadir, khusus deiberikan pada anggota yang sudah sah menjadi anggota KAMBIUM. 55

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, Ibu Yulianti, pada tanggal 5 november 2014, pukul 17.00. 56

Wawancara dengan pengurus KAMBIUM, ibu Yekhonia Djoeni Listijani, pada tanggal 9 november

2014, pukul 19.00. 57

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, Ibu Yulianti, pada tanggal 5 november 2014, pukul 17.00. 58

Wawancara dengan pengurus Komisi Dewasa, bapak Henri Kristanto, pada tanggal 9 november 2014,

pukul 11.00. 59

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, Ibu Yulianti, pada tanggal 5 november 2014, pukul 17.00. 60

Laporan Kehidupan Jemaat 2012-2013 dan Program Kerja 2013-2014, 21.

Page 29: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

17

terlibat dalam kegiatan tersebut hanya 20-30 warga dewasa saja yang ikut.61

Salah satu alasan

mengapa jumlah peserta tidak mengalami pertambahan, disebabkan karena sebagian jemaat

warga dewasa ada yang tidak menyutujui program ini dibentuk di GKI Salatiga.62

61

Diambil dari Arsip KAMBIUM, tahun 2014. 62

Wawancara dengan pengurus Komisi Dewasa, bapak Henri Kristanto, pada tanggal 9 november 2014,

pukul 11.00.

Page 30: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

18

BAB. IV PELAKSANAAN KAMBIUM DI GKI SALATIGA DITINJAU DARI

PERSPEKTIF PENDIDIKAN ORANG DEWASA MENURUT TEORI MALCOM

KNOWLESS DAN LEON MCKENZIE

IV.I Pelaksanaan KAMBIUM di GKI Salatiga ditinjau dari perspektif Pendidikan

Orang Dewasa menurut teori Malcom Knowless

Karakteristik warga dewasa mengenai “konsep diri” menurut Knowless, warga dewasa

belajar untuk dapat mengarahkan diri sendiri serta dapat mengembangkan kebutuhan psikologis

yang mendalam sehingga dapat dirasakan oleh orang lain. Di dalam komunitas KAMBIUM,

peserta (warga dewasa) belajar untuk membantu dan menolong dirinya sendiri dapat berelasi

dengan sesama peserta serta dapat membagikan pergumulannya kepada orang lain. Ketika

seseorang mau untuk membagikan permasalahannya kepada orang lain, maka orang tersebut

sudah dapat meyakini dirinya sendiri terlebih dahulu dan ia merasa bahwa orang lain di dalam

komunitas tersebut akan meluangkan waktu untuk mendengarkan dan memberikan berbagai

saran kepadanya. Hal ini yang dilakukan oleh peserta KAMBIUM di dalam berinteraksi dengan

peserta yang lain. Namun dilain hal, warga dewasa berhak untuk memutuskan apakah dia

mengikuti suatu kegiatan atau tidak karena mereka merasa dirinya adalah orang yang mandiri

dan mempunyai rasa identitas individual (Knowless 1980). Hal ini juga yang dapat dijelaskan,

bahwa masalah ketidakhadiran warga dewasa dalam KAMBIUM, disebabkan karena warga

dewasa menetapkan keputusannya untuk tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut. Mereka

memiliki pemahaman tersendiri, mengapa tidak ikut dalam KAMBIUM.

Karakteristik warga dewasa mengenai “pengalaman” menurut Knowless, warga dewasa

memanfaatkan pengalaman-pengalamannya dan pengalaman tersebut menjadi sumber daya yang

kaya baginya dalam kegiatan belajar. Saat individu menjadi dewasa, ia dapat mendefinisikan

siapa dia melalui pengalamannya. Melalui komunitas KAMBIUM, peserta menemukan berbagai

pengalaman dari pengajaran serta persekutuan didalamnya. Peserta lebih dalam mengenali

dirinya sendiri sebagai orang Kristen, bertanggung jawab terhadap keyakinannya serta

menyadari akan tanggung jawab sebagai orang Kristen baik itu di dalam gereja maupun di

lingkungan masyarakat. Dilain hal, warga dewasa tentu saja memiliki berbagai banyak

pengalaman yang didapatkannya ketika masih kecil hingga usianya sekarang. Terkhususnya,

pengalaman warga dewasa mendapatkan pengajaran-pengajaran agama selama ini di dalam

gereja atau di luar, dapat mempengaruhinya serta membentuk bagaimana ia belajar tentang

agama. Hal ini yang dapat dijelaskan, bahwa ketidakikutsertaan warga dewasa di dalam

KAMBIUM, disebabkan karena warga dewasa sendiri sudah memiliki pengalaman mengenai

Page 31: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

19

ajaran agamanya terlebih dahulu, sehingga tidak mudah baginya untuk mengikuti suatu kegiatan

yang baru dalam kehidupannya. Apalagi KAMBIUM dibentuk oleh lembaga Kristen di luar

GKI, yang dapat mempengaruhi pemikirannya.

Karakteristik warga dewasa selanjutnya dalam hal “kesiapan untuk belajar” menurut

Knowless, warga dewasa ingin mempelajari bidang masalah yang dihadapi dan dianggapnya

relevan sehingga dapat menyelesaikan suatu tugas yang sedang terjadi dalam hidupnya. Peserta

(warga dewasa) yang mengikuti KAMBIUM berangkat dari kebutuhan yang berbeda-beda satu

dengan yang lainnya. Kebutuhan yang nampak adalah mengenai rohani mereka seperti

bagaimana memahami maksud Tuhan dalam hidupnya, membaca firman Tuhan, rindu dalam

persekutuan sehingga dapat membagikan pengalaman hidupnya kepada orang lain dan lain

sebagainya. Dilain hal, sebenarnya kebutuhan warga dewasa tidak hanya rohani saja tetapi juga

kebutuhan duniawi, seperti; ekonomi, kesehatan, hubungan yang baik dengan sesama dan lain

sebagainya. Kedua kebutuhan mendasar ini harus berjalan seimbang. Oleh karena itu, warga

dewasa mengharapkan sesuatu dengan mengikuti berbagai kegiatan agar dapat menjawab kedua

kebutuhan mendasarnya. Tetapi kenyataannya karena di KAMBIUM lebih memfokuskan pada

kebutuhan rohani, maka hal ini mempengaruhi warga dewasa untuk berpikir dua kali dalam

mengikuti KAMBIUM. Akibatnya banyak warga dewasa yang tidak terlibat didalamnya.

Dalam “orientasi terhadap belajar”, warga dewasa mengejar belajar supaya mereka dapat

memecahkan masalah yang menghadang dalam perjalanan hidup mereka. Peserta yang

mengikuti komunitas KAMBIUM, berangkat dari berbagai kebutuhan dan mereka

mengharapkan sesuatu dari komunitas ini untuk menjawab kebutuhan mereka. Ada yang

mengatakan bahwa lewat KAMBIUM “saya dapat bertanggung jawab dengan keyakinan saya,

ketika orang lain menanyakan keimanan saya”; 63

“saya sudah siap untuk memasuki kehidupan

selanjutnya (dipanggil oleh Tuhan)”;64

saya dapat mengenali potensi/bakat selama ini yang saya

cari. 65

Dilain hal, mengapa ketidakhadiran warga dewasa tidak bertambah? Disebabkan karena

dalam penentuan serta evaluasi program terkhususnya KAMBIUM, warga dewasa/peserta dalam

gereja tidak dilibatkan. Sehingga gereja tidak mengetahui dengan pasti kebutuhan-kebutuhan

mendasar warga dewasa yang sedang mereka alami saat itu.

Dari data di atas, dapat diketahui bahwa teori Knowless dan data lapangan memiliki

persamaan dan perbedaan. Ini menandakan bahwa program KAMBIUM yang dilaksanakan oleh

gereja, memiliki kelebihan dan kekurangan. Di satu sisi, gereja berusaha untuk membantu warga

63

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, Ibu Yulianti, pada tanggal 5 november 2014, pukul 17.00. 64

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, ibu Triliana, pada tanggal 5 november 2014, pukul 19.00. 65

Wawancara dengan peserta KAMBIUM, Ibu Yulianti, pada tanggal 5 november 2014, pukul 17.00.

Page 32: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

20

dewasa belajar, agar mereka dapat mengarahkan diri sendiri untuk menjawab kebutuhannya.

Tetapi dilain pihak gereja kurang memperhatikan dengan baik pergumulan warga dewasa

sehingga segala persoalan yang terjadi kurang begitu nampak dan pada akhirnya hasil yang

dicapai oleh gereja belum maksimal. Warga dewasa belajar untuk menyelesaikan berbagai

persoalan dalam hidupnya. Mereka tidak sekedar mendengar lalu melakukan tetapi mereka ingin

belajar agar dapat dengan sendirinya menyelesaikan persoalan tersebut. Oleh karena itu mereka

berusaha mencari berbagai kegiatan yang sesuai untuk membantu mereka menemukan cara

didalam menyelesaikan masalah/pergumulan yang sedang terjadi. Walaupun KAMBIUM lebih

banyak kearah teologis tetapi juga ada beberapa bagian yang dapat menjawab kebutuhannya.

IV.II Pelaksanaan KAMBIUM di GKI Salatiga ditinjau dari perspektif Pendidikan

Orang Dewasa menurut teori Leon McKenzie

Di dalam GKI Salatiga sendiri, pada awalnya gereja sudah meneliti dan melihat

kebutuhan serta minat warga dewasa di dalam gereja, sehingga dari kebutuhan itu gereja melalui

Komisi Dewasanya merencanakan berbagai program untuk menjawab kebutuhan mereka, yaitu

salah satunya melalui komunitas KAMBIUM. Namun dari situasi yang ada, pengajaran-

pengajaran yang diberikan oleh pengajar melalui bahan-bahan KAMBIUM, lebih banyak ke arah

yang sifatnya teologis sedangkan yang sifatnya sekuler kurang begitu nampak. Hal ini terlihat

dari data-data di atas yang didapatkan oleh penulis, salah satu diantaranya: tujuan yang

direncanakan oleh gereja bagi warga dewasa, yaitu jemaat/peserta dapat memuridkan kepada

orang lain dan mengembangkan persekutuan yang lebih dalam diantara warga dewasa. Warga

dewasa diarahkan untuk memahami ajaran-ajaran pokok kekristenan, menumbuhkan iman,

mengembangkan spiritualitas, diajarkan bagaimana memperkenalkan Kristus kepada orang lain,

mengembangkan persekutuan sesama anggota jemaat dan lain sebagainya. Di hal lain, gereja

tidak mengikutsertakan warga dewasa dalam penentuan serta evaluasi program. Hal ini yang

disampaikan oleh pengurus (Komisi Dewasa dan KAMBIUM) maupun peserta. Ini juga yang

disampaikan oleh Mckenzie mengenai observasinya terhadap Pendidikan Orang Dewasa dalam

konteks gereja. McKenzie mengatakan bahwa program untuk kegiatan warga dewasa, disusun

oleh majelis gereja/pengurus warga dewasa saja tanpa mengikutsertakan orang dewasa terlibat

didalamnya, begitu juga dengan program-program yang dibuat, gereja masih terpaku pada isi

teologis dengan mengesampingkan semua kekhawatiran dewasa lainnya. Dengan kata lain,

kebutuhan teologis saja yang dipusatkan oleh gereja sedangkan kebutuhan sekuler tidak begitu

diperhatikan.

Kurangnya gereja memperhatikan kebutuhan sekuler dari warga dewasa karena selama

ini, para pengurus dan pengajar lebih banyaknya melakukan interaksi dengan peserta orang

Page 33: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

21

dewasa di dalam kelas KAMBIUM saja66

, sedangkan di luar kelas jarang sekali karena

kesibukan kerja, tempat tinggal yang berbeda dan lain sebagainya, sehingga intensitas pertemuan

di antara mereka sangat minim. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan warga dewasa

serta kebutuhan mereka yang lebih banyak di luar kelas tersebut, tidak dapat diketahui oleh

pengurus maupun pengajar secara mendalam. Hal ini juga yang dikatakan oleh Tough mengenai

fenomena “gunung es”. Tough mengtakan bahwa puncak gunung es yang terlihat di atas air,

digambarkan sebagai belajarnya nara didik/warga dewasa yang terlihat oleh fasilitator, yang

pembelajarannya terjadi diwaktu kelas. Dalam fenomena ini, pertumbuhan dan perkembangan

kedewasaan warga dewasa serta kebutuhan mereka lebih sedikit diketahui oleh fasilitator.

Sedangkan bagian gunung es yang ada di dalam air, digambarkan sebagai belajarnya nara

didik/warga dewasa yang tidak terlihat oleh fasilitator dan biasanya proses belajar terjadi di luar

kelas. Dalam fenomena ini, pertumbuhan dan perkembangan kedewasaan warga dewasa serta

kebutuhan mereka sangat banyak dan ini yang seringkali tidak diperhatikan oleh fasilitator.

Padahal kalau pengurus KAMBIUM dapat melihat, mengetahui serta memfasilitasi kebutuhan

peserta/warga dewasa, baik secara individu maupun kelompok didalam kehidupan mereka, maka

akan sangat membantu sekali dalam proses pembelajaran yang dilakukan dalam kelas. Hal ini

yang dijelaskan oleh Griffin, bahwa Fasilitator bertanggungjawab memberikan kenyamanan bagi

peserta didik, mengklarifikasi dan mengidentifikasi sumber daya yang ada serta mendorong dan

mendukung setiap kegiatan yang relevan dan memungkinkan dapat diikuti oleh peserta

KAMBIUM. Bagi peserta didik dapat mengikuti pembelajaran di kelas dengan sangat baik.

Mereka mengambil apa yang mereka inginkan dalam proses pembelajaran berdasarkan situasi

mereka. Kebutuhan dan kepentingan warga dewasa dapat memainkan peran utama dalam

menentukan jenis sikap, keterampilan dan pengetahuan seperti apa yang akan diperoleh.

Pengetahuan atau keterampilan yang dipandang, memiliki nilai untuk peserta didik dan hal itu

merupakan dasar utama untuk kepuasan.

Namun, mengenai program yang berkaitan dengan misi gereja, menurut penulis ada

perbedaan di dalamnya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh McKenzie bahwa “program

Pendidikan Orang Dewasa dibangun dan dikembangkan tanpa memperhitungkan sungguh-

sungguh keseluruhan misi gereja”, mengalami beberapa perubahan ke arah yang lebih baik.

Memang pada dasarnya benar tetapi kesimpulannya program-program yang dibuat tidak

seterusnya tetap sampai dengan saat ini melainkan sedang mengalami perubahan terus-menerus.

Sebagaimana gereja terus mengikuti perubahan zaman, maka program-program yang dibuat juga

66

Kelas KAMBIUM yang dimaksud adalah melalui kelompok besar atau pertemuan umum dan kelompok kecil, yang sudah di bagi beberapa orang dalam kelompok tersebut.

Page 34: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

22

tentu mengalami perubahan. Hal ini yang dilakukan oleh GKI Salatiga. Gereja berusaha dan

bekerja keras untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan visi-misi gereja. Lewat KAMBIUM,

gereja berusaha untuk menumbuhkan spritualitas jemaatnya, menumbuhkan rasa persaudaraan

lewat persekutuan, memberikan kesempatan kepada jemaat untuk terlibat dalam pelayanan

gereja, melayani sesama yang membutuhkan dan membagikan kabar sukacitanya kepada semua

orang. Dari situasi di atas, dapat diketahui bahwa KAMBIUM dapat memungkinkan arti hidup

tersedia bagi warga dewasa yang digambarkan sebagai Allah sendiri, yaitu suatu dasar yang

memberi arti kepada kehidupan manusia secara menyeluruh. Disini bisa dilihat bahwa

KAMBIUM berusaha menumbuhkan iman seseorang untuk lebih memahami akan kehidupan

kekristenan dan meneladani kehidupan Tuhan yaitu dengan perbuatan “KASIH.”

Page 35: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

23

BAB. V Penutup

Amanat yang Tuhan berikan kepada gereja untuk menjalankan tugas dan

tanggungjawabnya dalam menyampaikan kabar baik serta menghimpun anggota jemaat agar

dapat berkembang dengan baik, perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh gereja. Tugas

Pendidikan Agama Kristen menjadi sangat penting dilakukan oleh gereja, agar dapat mendidik,

mengajarkan serta mengarahkan kepada warga jemaatnya mengenai nilai-nilai kekristenan.

Terkshusunya bagi warga dewasa dalam gereja, mereka adalah orang Kristen garis depan yang

menghadapi dunia ini dengan segala tantangannya, terutama dalam pekerjaannya masing-

masing. Mereka membutuhkan pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar mereka dapat hidup

sebagai orang Kristen yang bertanggung jawab dalam dunia kerjanya. Oleh karena itu, perlunya

gereja memperhatikan dengan serius berbagai kebutuhan serta minat warga dewasa itu sendiri

baik itu kehidupan mereka di dalam gereja serta di luar gereja itu sendiri, agar program yang

dibuat dapat berjalan dengan maksimal.

Setelah dibahas dan dianalisa oleh penulis terhadap pelaksanaan KAMBIUM sebagai

salah satu usaha gereja dalam mengembangkan Pendidikan Agama Kristen warga dewasa, maka

ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh gereja, diantaranya: didalam menyusun

program Pendidikan Agama Kristen bagi warga dewasa, perlunya gereja bersama pengurus

melakukan survei terlebih dahulu mengenai kebutuhan (teologis dan sekuler) serta minat warga

dewasanya secara mendalam sebelum program dibentuk dan dilaksanakan, agar dapat menjawab

kebutuhan serta minat orang dewasa baik itu di dalam maupun di luar gereja. Ketika kebutuhan

serta minat mereka terjawab, maka dengan sendirinya warga dewasa akan sangat antusias

mengikuti kegiatan KAMBIUM yang dilaksanakan dan secara tidak langsung dapat

meningkatkan pertumbuhan iman mereka kepada Tuhan. Kebutuhan teologis dan sekuler sama-

sama penting. Oleh karena itu dua-duanya harus berjalan seimbang.

Setelah mengetahui kebutuhan serta minat warga dewasa, gereja dapat merancang sendiri

bahan pembelajaran untuk warga dewasa dengan tetap menggunakan bahan KAMBIUM yang

ada sebagai patokan, namun tidak serta merta mengambil utuh dari bahan KAMBIUM. Artinya,

setiap bahan yang dipakai dapat disesuaikan dengan konteks gereja serta kondisi warga jemaat

dewasa itu sendiri, agar dapat terlaksana dengan baik.

Hasil survei yang ditemukan, perlu disosialisasi kembali oleh gereja kepada warga

dewasa, sehingga mereka merasa diperhatikan. Namun yang paling penting adalah dalam setiap

penentuan serta evaluasi program/kegiatan, perlunya pendeta, majelis dan pengurus komisi

dewasa, melibatkan warga dewasa didalamnya, agar dapat memutuskan dan mengembangkan

program yang telah terbentuk secara sepihak.

Page 36: Suatu Tinjauan Kritis Terhadap Kambium Dari Perspektif

24

DAFTAR PUSTAKA

Basleman, A. & Mappa, S. 2011. Teori Belajar Orang Dewasa. PT Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Darmawigoto, S. 1972. Iman Kristen. Deputat Klasis, Semarang.

Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Erlangga, Jakarta.

Ismail, A. 2003. Ajarlah Mereka Melakukan. BPK Gunung Mulia, Jakarta.

I Nuban Timo, E. 2013. Gereja Lintas Agama: Pemikiran-Pemikiran Bagi Pembaharuan

Kekristenan di Asia. Satya Wacana University Press, Salatiga.

Komunitas Katalis (sistem keanggotaan) 2011. Berakar Dalam Kristus: Pemuridan Melalui

Waktu Teduh. Yayasan Gloria: Yogyakarta.

Knowless, M. S. 1973. The Adult Learner: A Neglacted Spesies. Gulf Publishing Co, Houston.

, 1980. The Modern Practice of Adult Education. Association Press Fallet Publishing

Co, Chicago.

Laporan Kehidupan Jemaat 2012-2013 dan Program Kerja 2013-2014 GKI Salatiga.

McKenzie, L. 1982. The Religious Education of Adults. Birmingham: REP.

McKenzie, L & R. Michael Harton, 2006. Journal of Adult Theological Education. Fordham

University, New York.

Nuhamara, D. 2008. PAK Dewasa. Jurnal Info Media, Bandung.

Nursalim, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Unesa University Press, Surabaya.

Samiyono, D. Setyawan, Y. Retnowati. 2013. Gereja, Agama dan Masalah-Masalah Sosial.

Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Suprijanto, H. 2007. Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi.PT Bumi Aksara,

Jakarta.

Sumiyatiningsih, D. 2006. Mengajar dengan Kreatif dan Menarik: Buku Pegangan untuk

Mengajar Pendidikan Agama Kristen. ANDI, Yogyakarta.

Wickett, R.E.Y, 1991. Models Of adult Religious Education Practice. Religious Education Press,

Birmingham, Ala.

Arsip KAMBIUM

Sumber yang diambil dari Internet:

www.glorianet.org/kambium