17
35 RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Riba oleh Mufassir Kontemporer) Syofrianisda, S.ThI, M.A Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yaptip Pasaman Barat Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh realitas fenomena yang terjadi dimasyarakat bahwa sistem riba sangat marak terjadi, yaitu ketika seseorang meminjam sejumlah uang untuk keperluan menyambung kehidupan kepada organisasi atau instansi-instansi terkait dengan hal ini, atau bahkan dalam lingkungan keluarganyapun ketika harus mengembalikan, harus diiringi oleh tambahan uang. Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana kreditor meminta tambahan dari modal asal kepada debitur. tidak dapat dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam takaran. Kata Kunci : Riba, Ayat-ayat Riba, Mufassir Kontemporer PENDAHULUAN Riba dikenal sebagai tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi 2 dilarang oleh al-Qur’an. al-Qur’an telah menjelaskan secara rinci tahapan pelarangan riba tersebut. Tahap pertama sekedar menggambarkan adanya unsur negatif dalam riba (QS. al-Rum /30: 39). Kemudian disusul dengan isyarat keharaman riba dengan disampaikannya kecaman terhadap orang-orang Yahudi yang melakukan praktik riba (QS. al-Nisa/4:161). Berikutnya, secara eksplisit al-Quran mengharamkan riba dengan batasan adh„āfan mudhā„afan (QS. Ali Imran/3: 130) yang diikuti dengan pengharaman riba secara total dalam berbagai bentuknya. Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas dalam syariat Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba.

RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

35

RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN

(Studi Kritis Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Riba

oleh Mufassir Kontemporer)

Syofrianisda, S.ThI, M.A

Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yaptip Pasaman Barat

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilatar belakangi oleh realitas fenomena yang terjadi

dimasyarakat bahwa sistem riba sangat marak terjadi, yaitu ketika seseorang

meminjam sejumlah uang untuk keperluan menyambung kehidupan kepada

organisasi atau instansi-instansi terkait dengan hal ini, atau bahkan dalam

lingkungan keluarganyapun ketika harus mengembalikan, harus diiringi

oleh tambahan uang. Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal

asal, biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang

piutang dimana kreditor meminta tambahan dari modal asal kepada debitur.

tidak dapat dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek

riba, seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau

mengurangkan timbangan atau dalam takaran.

Kata Kunci : Riba, Ayat-ayat Riba, Mufassir Kontemporer

PENDAHULUAN

Riba dikenal sebagai tambahan yang tidak disertai dengan adanya

pertukaran kompensasi2 dilarang oleh al-Qur’an. al-Qur’an telah menjelaskan

secara rinci tahapan pelarangan riba tersebut. Tahap pertama sekedar

menggambarkan adanya unsur negatif dalam riba (QS. al-Rum /30: 39).

Kemudian disusul dengan isyarat keharaman riba dengan disampaikannya

kecaman terhadap orang-orang Yahudi yang melakukan praktik riba (QS.

al-Nisa‟/4:161). Berikutnya, secara eksplisit al-Qur‟an mengharamkan riba

dengan batasan adh„āfan mudhā„afan (QS. Ali Imran/3: 130) yang diikuti

dengan pengharaman riba secara total dalam berbagai bentuknya.

Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh

manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau

moralitas dalam syariat Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk

dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan

bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba.

Page 2: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

36

Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam

perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba

merupakan permasalahan yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat, hal

ini disebabkan perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-

transaksi di bidang perekonomian (dalam Islam disebut kegiatan

muamalah) yang sering dilakukan oleh manusia dalam aktivitasnya sehari-

hari. Pada dasarnya, transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang,

namun bentuk dari sumber tersebut bisa berupa qardh1, buyu'

2 dan lain

sebagainya. Para ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan

riba, disebabkan riba mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya

merugikan orang lain, hal ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul

serta ijma' para ulama. Bahkan dapat dikatakan tentang pelarangannya sudah

menjadi aksioma dalam ajaran Islam.3 Beberapa pemikir Islam berpendapat

bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral

melainkan sesuatu yang menghambat aktifitas perekonomian masyarakat.

Sehingga orang kaya akan semakin kaya sedangkan orang miskin akan

semakin miskin dan tertindas.4

1 Qardh berasal dari kata Qaradha-Yaqrudhu-Qardhan yang berarti pinjaman. Lihat

kamus al- Munawir, kamus Arab-Indonesia, cet. 14. (Yogyakarta: PP. al-Munawwir, 1997),

hlm1108. menurut Abdurrahman al-Jaziri qardh adalah harta yang diambil oleh orang yang

meminjam karena orang yang meminjam tersebut memotong dari harta miliknya, dalam kitab

al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-Arba'ah, (Beirut: dar al-Fikr, 1972), II: 338. 2 Menurut Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi jual beli adalah dua kata yang

saling berlawanan artinya, namun masing-masing sering digunakan untuk arti kata yang lain

secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi disebut sebagai pembeli

dan penjual. Rasulullah SAW. Bersabda, "dua orang yang berjual beli memiliki hak untuk

menentukan pilihan, sebelum mereka berpindah dari lokasi jual beli." Akan tetapi bila disebutkan

secara umum, yang terbetik dalam hak adalah bahwa kata penjual diperuntukan kepada orang

yang mengeluarkan barang dagangan. Sementara pembeli adalah orang yang mengeluarkan

bayaran. Penjual adalah yang mengeluarkan barang miliknya. Sementara pembeli adalah orang

yang menjadikan Barang itu miliknya dengan kondisi kompensasi pembayaran. Lihat dalam

karyanya, Fikih Ekonomi Keuangan Islam. cet. I, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 89-90. menurut

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis: Kata Jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu jual

dan beli. Sebenarnya kata "jual" dan "beli" mempunyai arti satu sama lainnya bertolak belakang.

Lihat. Hukum Perjanjian Dalam Islam, hlm. 33. 3 Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, op. cit, hlm. 345.

4 Tim Pengembangan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan

Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2002), hlm. 35. menurut

Suhrawardi K. Lubis, Riba merupakan pemerasan yang dilakukan oleh orang kaya terhadap orang

miskin yang pada dasarnya membutuhkan pertolongan agar dapat melepaskan diri dari

kesulitan hidupnya, terutama dalam kebutuhan pokok. Lihat: Hukum Ekonomi Islam, hlm. 28

Page 3: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

37

Manusia merupakan makhluk yang "rakus", mempunyai hawa nafsu

yang bergejolak dan selalu merasa kekurangan sesuai dengan watak dan

karakteristiknya, tidak pernah merasa puas, sehingga transaksi-transaksi yang

halal susah didapatkan karena disebabkan keuntungannya yang sangat minim,

maka haram pun jadi (riba). Ironis memang, justru yang banyak melakukan

transaksi yang berbau riba adalah kalangan umat Muslim yang notabene

mengetahui aturan-aturan (the rules of syariah) syari'at Islam. Sarjana barat

pernah berkomentar, bahwa sarjana Barat tersebut menemukan banyak orang

Islam di Indonesia, tetapi perbuatan orang Islam di Indonesia sedikit yang

Islami, sebaliknya sarjana Barat sedikit menemukan orang Islam di negara

barat tetapi perbuatan atau pekerjaannya mencerminkan kebudayaan Muslim

(Islamic values).5 Kalau demikian kondisi umat Islam, maka celakalah

"mereka". Karena seorang muslim sejati hanya akan "melongok" dunia

perekonomian melalui kaca mata Islam yang selalu mengumandangkan "ini

halal dan ini haram, ini yang diridhoi Allah dan yang ini dimurkai oleh-Nya"

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bercorak kepustakaan (library research) yaitu serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca,

dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. (Mestika Zed, 2004: 3) Sumber

primer dalam pembahasan ini yaitu berupa kitab suci al-Qur’an. Sumber

sekunder berupa kitab-kitab tafsir seperti: tafsir karangan M. Quraish Shihab

yaitu Tafsir al-Misbah dan kitab-kitab tafsir serta buku-buku yang relevan

dengan topik penelitian.

PEMBAHASAN

KAJIAN TEORI

1. Pengertian Riba

Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti

tambahan (azziyadah),5 berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw)

6

5 Abu Sura'i Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, alih bahasa M. Thalib, (Surabaya:

al- Ikhlas, 1993), hlm. 125. menurutnya riba adalah tambahan yang berasal dari usaha haram yang

merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi.

Page 4: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

38

dan meningkat (al-irtifa'). Sehubungan dengan arti riba dari segi bahasa

tersebut, ada ungkapan orang Arab kuno menyatakan sebagai berikut;

arba fulan 'ala fulan idza azada 'alaihi (seorang melakukan riba terhadap

orang lain jika di dalamnya terdapat unsur tambahan atau disebut

liyarbu ma a'thaythum min syai'in lita'khuzu aktsara minhu (mengambil

dari sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih dari apa yang

diberikan).7

Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan

khusus yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya

imbalan tertentu. Riba sering juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris

sebagai "Usury" dengan arti tambahan uang atas modal yang diperoleh

dengan cara yang dilarang oleh syara', baik dengan jumlah

tambahan yang sedikit atau pun dengan jumlah tambahan banyak.

Berbicara riba identik dengan bunga bank atau rente, sering kita

dengar di tengah-tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan

riba. Pendapat itu disebabkan rente dan riba merupakan "bunga" uang,

karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama bunga, maka

hukumnya sama yaitu haram.

Dalam prakteknya, rente merupakan keuntungan yang diperoleh

pihak bank atas jasanya yang telah meminjamkan uang kepada debitur

dengan dalih untuk usaha produktif, sehingga dengan uang pinjaman

tersebut usahanya menjadi maju dan lancar, dan keuntungan yang

diperoleh semakin besar. Tetapi dalam akad kedua belah pihak baik

kreditur (bank) maupun debitur (nasabah) sama-sama sepakat atas

keuntungan yang akan diperoleh pihak bank. Timbullah pertanyaan, di

mana letak perbedaan antara riba dengan bunga? Untuk menjawab

pertanyaan ini, diperlukan definisi dari bunga. Secara leksikal, bunga

6 Menurut Syaikh Abul A'la al-Maududi An-Numuw adalah pertumbuhan dan Al-'Ulu

adalah tinggi, lihat, Bicara Tentang Bunga Bank dan Riba, h. 110 7 Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, Sebuah Studi atas Pemikiran

Muhammad Abduh, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Academia, 1996), h.

37.

Page 5: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

39

sebagai terjemahan dari kata interest yang berarti tanggungan pinjaman

uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang

dipinjamkan.8 Jadi, uraian di atas dapat disimpulkan bahwa riba

"usury" dan bunga "interest" pada hakikatnya sama, keduanya sama-

sama memiliki arti tambahan uang. Abu Zahrah dalam kitab Buhūsu fi al-

Ribā menjelaskan mengenai haramnya riba bahwa riba adalah tiap

tambahan sebagai imbalan dari masa tertentu, baik pinjaman itu untuk

konsumsi atau eksploitasi, artinya baik pinjaman itu untuk mendapatkan

sejumlah uang guna keperluan pribadinya, tanpa tujuan untuk

mempertimbangkannya dengan mengeksploitasinya atau pinjaman itu

untuk dikembangkan dengan mengeksploitasikan, karena nash itu bersifat

umum.9

Abd al-Rahman al-Jaziri mengatakan para ulama' sependapat bahwa

tambahan atas sejumlah pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam

tenggang waktu tertentu 'iwadh (imbalan) adalaha riba.10 Yang dimaksud

dengan tambahan adalah tambahan kuantitas dalam penjualan asset

yang tidak boleh dilakukan dengan perbedaan kuantitas (tafadhul), yaitu

penjualan barang-barang riba fadhal: emas, perak, gandum, serta segala

macam komoditi yang disetarakan dengan komoditi tersebut.

Riba (usury) erat kaitannya dengan dunia perbankan konvensional, di

mana dalam perbankan konvensional banyak ditemui transaksi-transaksi

yang memakai konsep bunga, berbeda dengan perbankan yang

berbasis syariah yang memakai prinsip bagi hasil (mudharabah) yang

8 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, edisi revisi, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan

Peretakan (UPP) AMP YKPN, 2002), h. 35. menurut Tim Pengembangan Syariah Institut Bankir

Indonesia, bahwa pengertian dari interest atau bunga adalah uang yang dikenakan atar dibayar

atas penggunaan uang, sedangkan konsep usury adalah pekerjaan meminjamkan uang dengan

mengenakan bunga yang tinggi. Lihat. Tim Pengembangan Syariah Institut Bankir Indonesia,

Konsep Produk dan Implementasi Operasional bank Syariah, h. 36. 9 Muhammad Abū Zahrah, Buhūsu fi al-Ribā, cet.1, (Bairut: Dār al-Buhus al-Ilmīyah, 1399

H/ 1980 M), h. 38-39. 10

Abd ar-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-arba'ah, (Beirut: Dar al-

Fikr, 1972), juz. II, h. 245.

Page 6: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

40

belakangan ini lagi marak dengan diterbitkannya undang-undang

perbankan syariah di Indonesia nomor 7 tahun 1992.11

Mengenai hal ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan dalam

firman-Nya:

عن تجارة

ون

ك

ت

ن

أ

باطل إل

م بال

ك

م بين

ك

موال

وا أ

لكأ ت

وا ل

ذين ءامن

ها ال ي

ياأ

مك

راض من

ت

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (Q.S. An-Nisa

[4]: 29).

Dalam kaitannya dengan pengertian Al-bathil dalam ayat tersebut,

Ibnu Al- Arabi al-Maliki dalam kitabnya Ahkam Al Qur’an menjelaskan:

والربا في اللغة هو الزيادة , والمراد به في الآية كل زيادة لم يقابلها عوضArtinya: “Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang

dimaksud riba dalam ayat ini quran ini yaitu setiap penambahan

yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau

penyeimbang yang dibenarkan syariah”.

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu

transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan

tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil

proyek.

Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena

adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis

suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah

dipakai maka nilai ekonomisnya pasti menurun jika dibandingkan

sebelumnya.

Dalam hal jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang

yang diterimanya. Demikian pula dalam proyek bagi hasil, para peserta

perkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan

11

Lihat Undang-undang Perbankan, Undang-undang No. 10 Th. 1998 tentang perubahan

Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 44-45.

pada pasal 13 huruf C disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan

usahanya berdasarkan prinsip syariah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan secara

konvensional. Sebaliknya Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usaha secara

konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.

Page 7: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

41

modal juga turut serta menanggung kemungkinan resiko kerugian yang bisa

saja muncul setiap saat.

Dalam transaksi simpan pinjam dana, secara konvensional, si pemberi

pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu

penyeimbang yang diterima si peminjam, kecuali kesempatan dan faktor

waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di

sini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus,

mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.

Demikian pula dana itu tidak akan berkembang dengan sendirinya

hanya dengan faktor waktu semata tanpa ada faktor orang yang menjalankan

dan mengusahakannya. Bahkan, ketika orang tersebut mengusahakan bisa

saja untung dan juga rugi.

Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah

Islam dari berbagai madzhab fiqhiyyah. Di antaranya sebagai berikut:

1. Badr ad-Din al Ayni, pengarang Umdatul Qari Syarah Shahih al Bukhari :

على أصل مال من غير عقد تبايع وهو في الشرع الزيادة–الأصل فيه )الربا( الزيادة ” Artinya: “Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut

Syariah, riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya

transaksi bisnis riil.

2. Imam Syarakhsi dari Madzhab Hanafi:

في البيع الربا هو الفضل الخالي عن العوض المشروط Artinya: “Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis

tanpa adanya ‘iwadh (atau padanan) yang dibenarkan syariah

atas penambahan tersebut”.

3. Raghib al-Ashfahani:

)هو الزيادة على رأس المال )المفردات في غريب القرآنArtinya: “Riba adalah penambahan atas harta pokok”.

4. Qatadah:

ان الربا الجاهلية أن يبيع الرجل البيع الى أجل مسمى فإذا حل “

الآجل ولم يكن عند صاحبه قضاء زاد وأخر عنه

Artinya: “Riba Jahiliyah adalah seseorangh yang menjual barangnya

secara tempo hingga waktu tertentu. Apabila telah datang saat

pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, ia

memberikan bayaran tambahan atas penangguhan”.

5. Zaid Bin Aslam

Page 8: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

42

في التضعيف وفي السن يكون للرجل فضل دين إنما كان ربا الجاهلية

فيأتيه إذا حل الأجل فيقول تقضينى أو تزيدنيArtinya: “Yang dimaksud dengan riba Jahiliyah yang berimplikasi

pelipatgandaan sejalan dengan waktu adalah seorang yang

memiliki piutang atas mitranya, pada saat jatuh tempo, ia

berkata, “Bayar sekarang atau tambah”.

2. Jenis-Jenis Riba

Secara garis besar, riba dikelompokan menjadi dua. Masing-masing

adalah riba utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi

menjadi riba qardh dan riba Jahiliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli,

terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.

a) Riba Qardh. Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang

disyaratkan terhadap yang berutang (Muqtaridh)

b) Riba Jahiliyyah. Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam

tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

c) Riba Fadhl. Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran

yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk

dalam jenis barang ribawi.

d) Riba Nasi’ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang

ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba

dalam Nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau

tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan

kemudian.

Mengenai pembagian dasn jenis-jenis riba, berkata Ibnu Hajar al

Haitsami, “Riba itu terdiri atas tiga jenis: riba fadhl, riba al-yaad, dan riba

an-nasi’ah. Al –Mutawally menambahkan jenis keempat, yaitu riba al-qardh.

Beliau juga menyatakan bahwa semuaa jenis ini diharamkan secara ijma

berdasarkan nash Al Qur’an dan hadits Nabi”.

3. Jenis-Jenis Barang Ribawi

Para ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang

ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan

Page 9: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

43

ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya

bahwa barang ribawi meliputi:

a) Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk

lainnya;

b) bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan

makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dalam kaitannya dengan perbankan syariah, implikasi ketentuan tukar-

menukar antara barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Jual beli antara barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan

kadar yang sama. Barang tersebut harus diserahkan saat transaksi jual

beli. Misalnya, rupiah dengan rupiah hendaklah Rp. 5.000,00 dengan

Rp. 5.000,00 dan diserahkan ketika tukar menukar.

2) Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis

diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat

barang yang diserahkan pada saat akad jual beli, misalnya Rp. 5.000,00

dengan 1 dollar Amerika.

3) Jual beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan

untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad.

Misalnya, mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.

4) Jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa

persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaian dengan

barang elektronik.

4. Larangan Riba dalam Al-Qur’an dan Hadits

Larangan riba muncul dalam Al-Qur’an dalam empat tahap:

Tahap Pertama

Page 10: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

44

ير

لاس ف موال الن

يتم من ربا ليربو في أ

يتموما آت

ه وما آت

اة بو عند الل

من زك

ضعفون ئك هم ال

ول

أه ف

ريدون وجه الل

(39)ت

Artinya :“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia

bertambah pada harta masnusia, maka riba itu tidak menambah

pada sisi Allah SWT. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat

yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka

(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat

gandakan (pahalanya). (QS. Ar-Rum : 39)

Ayat ini turun: Mekkah dan menjadi tamhid di haramkannya riba dan

urgensi untuk menjauhi riba.

Tahap Kedua

هم هم وبصدت ل

حل

بات أ ي

يهم ط

منا عل ذين هادوا حر

م من ال

لبظ

ه ف

سبيل الل

ثيرا ب (160)ك

اس بال موال الن

لهم أ

كد نهوا عنه وأ

با وق ذهم الر

خ

اس وأ اطل الن

ليماابا أ

افرين منهم عذ

ك

ا لل

عتدن

باطل وأ

(161) بال

Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami

haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik

(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka

banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah SWT. (QS. An-

Nisa: 160-161)

Ayat ini turun di Madinah dan meceritakan tentang perilaku Yahudi yang

memakan riba dan di hukum Allah SWT. Ayat ini merupakan peringatan bagi

pelaku riba.

Tahap Ketiga

نتم مؤمنبا إن ك روا ما بقي من الر

ه وذ

قوا الل ذين آمنوا ات

ها ال ي

إن (278) ينيا أ

ف

م لموالك

م رءوس أ

ك

لبتم ف

ه ورسوله وإن ت

وا بحرب من الل

نذ

أوا ف

فعل

م ت

ل

مونلظ

ت

لمون ول

ظ

(279) ت

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan

tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-

orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan

(meninggalkan sisa riba) maka ketauhilah bahwa Allah dan

Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari

pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak

menganiaya dan tidak dan tidak (pula) dianiaya (Al-Baqarah:

278-279).

Page 11: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

45

Pada tahap ini Al-Qur’an telah mengharamkan seluruh jenis riba dan

segala macamnya. Alif lam kata (ال) mempunya fungsi lil jins, maksudnya

diharamkan semua jenis dan macam riba dan bukan hanya pada riba jahiliyah saja

atau riba Nasi’ah. Hal yang sama pada alif lam kata (البيع) yang berarti semua jenis

jual beli.

Adapun larangan dalam hadits :

a) بااجتن نها أكل الر بع الموب يقات وم بوا الس

Artinya: “Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan diantaranya

memakan riba”. (HR. Bukhori)

b) ديه وقال هم سواء له وكات به وشاه با ومؤك ل الر صلى الل عليه وسلم آك

عن جاب ر قال لعن رسول الل

Artinya: “Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang

yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan

orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian

beliau bersabda, “Mereka itusemuanya sama.” (H.R. Muslim)

5. Hukum Riba

Islam memperbolehkan mengembangkan harta dengan jalan berdagang.

Allah berfirman:

عن تجارة

ون

ك

ت

ن

أ

باطل إل

م بال

ك

م بين

ك

موال

وا أ

لكأ ت

وا ل

ذين ءامن

ها ال ي

ياأ

مك

راض من

ت

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di

antara kamu. (Q.S. An-Nisa [4]: 29).

Akan tetapi Islam membendung jalan bagi semua orang untuk

mengembangkan hartanya dengan jalan riba. Islam mengharamkan riba yang

sedikit dan yang banyak, Islam mencela orang-orang yahudi yang memungut riba

padahal mereka dilarang.

Di antara ayat–ayat Al Quran yang diturunkan belakangan ialah firman

Allah dalam surat Al Baqarah:

Page 12: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

46

م تن

ك

با إن

روا ما بقي من الر ه وذ

وا الل

ق

وا ات

ذين ءامن

ها ال ي

ياأ

(منين

م 872مؤ

ك

لم ف

بت

ت

ه ورسوله وإن

وا بحرب من الل

نذ

أوا ف

عل

ف

م ت

ل

إن

مو)رءوس أ

مون

لظ

ت

ول

لمون

ظ

ت

م ل

)872الك

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka

jika kamu tidak mengerjakan, maka ketahuilah, bahwa Allah dan

Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka

bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak

dianiaya.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 278-279).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan perang kepada riba

dan orang-orang yang memungut riba, di samping menjelaskan bahaya riba bagi

masyarakat. Sabdanya, “Apabila riba dan zina sudah merajalela di suatu negri,

maka mereka telah menghalalkan dirinya untuk menerima adzab Allah.” (H.R.

Al-Hakim).

Larangan riba ini bukan hal baru di antara agama-agama samawi, dalam

agam Yahudi, tepatnya dalam perjanjian lama terdapat ayat: ”Jikalau kamu

memberi pinjaman uang kepada umat-Ku, yaitu kepada orang-orang miskin yang

di antara kamu, maka jangan kamu menjadi baginya seperti penagih utang yang

keras, dan jangan ambil bunga darinya”. (Kitab keluaran,Pasal 22, ayat 25).

Di kalangan agama kristen juga demikian, misalnya dalam kitab Injil

Lukas disebutkan: “Tetapi hendaklah kamu mengasihi seterumu, dan berbuat

baik, dan memberi pinjam dengan tiada berharap akan menerima balik, maka

berpahala besarlah kamu kelak.” (Lukas 6: 35)

Tetapi sayang tangan-tangan usil telah sampai kepada perjanjian lama,

sehingga mereka menjadikan kata “Saudaramu” di atas dikhususkan buat orang-

orang Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Ulangan: “Maka daripada

orang lain bangsa boleh kamu mengambil bunga, tetapi daripada saudaramu tak

boleh kamu mengambil dia.” (Pasal 23, ayat 20).

6. Pandangan para pakar tentang riba

Para ulama sepakat bahwa riba adalah haram dan termasuk dosa besar.

Keadaan seperti yang di gambarkan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullahu sebagai

Page 13: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

47

berikut: “Tidak ada suatu ancaman hukuman atas dosa besar selain syirik yang

disebut dalam Al Qur’an yang lebih dasyat selain riba”. Kesepakatan ini dinukil

oleh Al-Muwardi rahimahullahu. Mohammad Ali Al-Saayis di dalam Tafsiir Ayat

Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba.

Secara garis besar pandangan tentang hukum riba ada dua kelompok,

yaitu:

1. Kelompok pertama mengharamkan riba yang berlipat

ganda/ ad’âfanmudhâ’afa, karena yang di haramkan Al-Qur’an adalah riba

yang berlipat ganda saja, yaitu riba nas’ah, terbukti juga dengan hadist

tidak ada riba kecuali nasi’ah. Karenanya selain riba nasi’ah maka

diperbolehkan.

2. Kelompok kedua mengharamkan riba, baik yang besar maupun kecil. Riba

dilarang dalam Islam baik besar maupun kecil berlipat ganda ataupun

tidak. Riba yang berlipat ganda haram hukumnya karena zatnya, sedang

riba kecil tetap haram karena untuk menutup pintu ke riba yang lebih besar

(harâmunlisyadudzari’ah).

7. Hikmah Diharamkannya Riba

Jika Islam memperketat urusan riba dan memperkeras keharamannya,

sesungguhnya ia bermaksud memelihara kemashlahatan manusia baik

mengenai akhlak, hubungan sosial, maupun ekonominya. Para ulama

Islam menyebutkan beberapa alasan rasional mengenai hikmah

diharamkannya riba. Penjelasan ini kemudian diperkuat oleh kajian-

kajian kontemporer. Tetapi kami rasa cukup apa yang dikemukakan oleh

Imam ar Razi dalam tafsirnya, sebagai berikut:

Pertama: bahwa riba adalah mengambil harta orang lain tanpa imbalan,

karena orang yang menjual satu dirham dengan dua dirham berarti dia

mendapatkan tambahan satu dirham tanpa imbalan apa-apa. Sedang harta

seseorang merupakan standar hidupnya yang memiliki kehormatan besar,

sebagaimana disebutkan dalam hadits:

Page 14: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

48

“Kehormatan harta seseorang seperti kehormatan darahnya.” (HR. Abu

Nua’im). Oleh karena itu mengambil harta orang lain tanpa imbalan sudah

pasti haram.

Kedua: bahwa bergantung kepada riba akan menghalangi orang dari

melakukan usaha, karena apabila pemilik uang sudah dapat menambah

hartanya dengan melakukan transaksi riba, baik tambahan itu diperoleh

secara kontan atau berjangka, maka dia akan meremehkan persoalan

mencari penghidupan, sehingga nyaris dia tidak mau menanggung resika

berusaha, berdagang, dan pekerjaan-pekerjaan yang berat.

Hal ini akan mengakibatkan terputusnya kemanfaatan bagi masyarakat.

Dan sudah dimaklumi bahwa kemaslahatan dunia tidaka akan dapat

diwujudkan kecuali dengan adanya perdagangan , ketrampilan,

perusahaan, dan pembangunan. (Tidak diragukan lagi bahwa hikmah ini

pasti dapat diterima dari pandangan pereokonomian).

Ketiga: bahwa riba akan menyebabkan terputusnya kebaikan antar

masyakat dalam bidang pinjam-meminjam. Karena apabila riba

diharamkan maka hati akan merasa rela meminjamkan uang satu dirham

dan kembalinya juga satu dirham. Sedangkan jika riba dihalalkan, maka

kebutuhan orang yang terdesak akan mendorongnya untuk mendapatkan

uang satu dirham dengan pengembalian dua dirham. Hal demikian ini

sudah barang tentu akan menyebabkan terputusnya perasaan belas

kasihan, kebaikan dan kebajikan. (alasan ini tentu dapat diterima dari

segi akhlak).

Keempat: pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah

orang kaya, sedang yang meminjam adalah orang miskin. Pendapat yang

memperbolehkan riba berarti memberikan jalan bagi orang kaya untuk

memungut tambahan harta dari orang miskin yang lemah. Padahal

tindakan demikian itu tidak diperbolehkan menurut asas kasih saying

yang Maha penyayang. (Ini ditinjau dari segi social).

Ini semua dapat diartikan bahwa di dalam riba terdapat unsur

pemerasan terhadap orang yang lemah untuk kepentingan orang yang

Page 15: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

49

kuat. Akibatnya yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah

miskin. Hal ini akan mengarah kepada tindakan membesarkan satu kelas

masyarakat atas pembiayaan kelas lain yang pada gilirannya akan

menciptakan kedengkian dan sakit hati, akan menyulut api permusuhan

antara sebagian masyarakat terhadap sebagian yang lain, bahkan dapat

menimbulkan pembrontakan dari kelompok ekstrem dan fundamentalis.

Sejarah juga telah mencatat bagaimana bahaya riba dan pemakan

riba terhadap politik, hukum, keamanan nasional dan internasional.

8. Pemberi Riba dan Penulisnya

Pemberi riba adalah pemilik harta yang memberikan pinjaman

kepada orang yang meminjamnya, dengan meminta pengembalian lebih

dari pinjaman pokoknya. Orang yang demikian ini tidak diragukan lagi

dikutuk Allah dan semua manusia. Akan tetapi Islam sesuai sunnahnya

dalam mengharamkan sesuatu-tidak hanya membatasi dosa itu pada

orang yang memakan riba saja, melainkan sama pula dosanya bagi orang

yang memberi makan riba, yakni peminjam yang memberikan bunga,

penulis dan dua orang saksinya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda dalam haditsnya:

ه كل

با ومؤ

م آكل الر يه وسل

ه عل

ى الل

ه صل

عن رسول الل

ال ل

عن ابن مسعود ق

اتبهاهديه وك

وش

Artinya: “Allah melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, dua

orang saksinya dan penulisnya”. (H.R. At-Tirmidzi).

Dari uraian makalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa riba

merupakan kegiatan eksploitasi dan tidak memakai konsep etika atau

moralitas. Allah mengharamkan transaksi yang mengandung unsur

ribawi, hal ini disebabkan mendhalimi orang lain dan adanya unsur

ketidakadilan (unjustice). Para ulama sepakat dan menyatakan dengan

tegas tentang pelarangan riba, dalam hal ini mengacu pada Kitabullah

dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama'.

Page 16: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

50

Transaksi riba biasanya sering terjadi dan ditemui dalam transaksi

hutang piutang dan jual beli. Hutang piutang merupakan transaksi yang

rentan akan riba, di mana kreditor meminta tambahan kepada debitur atas

modal awal yang telah dipinjamkan sebelumnya.

Riba disamaartikan dengan rente yaitu pengambilan tambahan dari

harta pokok atau modal secara batil, karena sama-sama mengandung

bunga (interest) uang, maka hukumnya sama pula.

Secara garis besar riba riba ada dua yaitu: riba akibat hutang

piutang dan riba akibat jual beli. Kaum modernis memandang riba lebih

menekankan kepada aspek moralitas, bukan pada aspek legal formalnya,

tetapi mereka (kaum modernis) tidak membolehkan kegiatan

pengambilan riba.

Islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam

al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir

tentang pengharaman riba, juga mengandung unsur eksploitasi. Dalam

surat al-baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya dan tidak (pula)

dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipatgandakan (ad'afan

mudhaafan) uang yang telah dihutangkan, juga karena dalam kegiatannya

cenderung merugikan orang lain.

A. Daftar Rujukan

Abū Zahrah, Muhammad. Buhūsu fi al-Ribā, cet.1, (Bairut: Dār al-Buhus al-

Ilmīyah, 1399 H/ 1980 M

Abdul Hadi, Abu Sura'i. Bunga Bank Dalam Islam, alih bahasa M. Thalib,

Surabaya: al- Ikhlas, 1993

Al-Munawwir, kamus al- Munawir, kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta:

PP. al-Munawwir, 1997

al-Jaziri, Abdurrahman. kitab al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-Arba'ah, Beirut: dar

al-Fikr, 1972

al-Mushlih, Abdullah. dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan

Islam. Jakarta: Darul Haq, 2004

Page 17: RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap

51

al-Maududi, Syaikh Abul A'la. Bicara Tentang Bunga Bank dan Riba,

TTp:Tp, Tth

K. Lubis, Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam, TTp:Tp, Tth

Muhammad, Manajemen Bank Syariah, edisi revisi, Yogyakarta: Unit

Penerbit dan Peretakan (UPP) AMP YKPN, 2002

Nasution, Khoiruddin . Riba dan Poligami, Sebuah Studi atas

Pemikiran Muhammad Abduh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

bekerjasama dengan Academia, 1996

Pasaribu, Chairuman. dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam

Islam,TTp:Tp, Tth

Tim Pengembangan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan

Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta: Djambatan, 2002

Undang-undang Perbankan, Undang-undang No. 10 Th. 1998 tentang

perubahan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan,

Jakarta: Sinar Grafika, 2005