Upload
elitarahmi
View
42
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cardiology, STEMI
Citation preview
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit
dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena
sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis.2
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit
dalam keluarga, dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, riwayat pengobatan,
kebiasaan, lingkungan).2
Dan dalam kasus kali ini pada penyakit angina pektoris, anamnesis yang berhasil didata
adalah:
IDENTITAS
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, alamat, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa, dan agama. Semakin lengkap semakin baik.
KELUHAN UTAMA (Chief Complaint)
Pasien datang dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada ulu hati yang menjalar ke
rahang dan lengan kiri.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Dari kasus dikatakan tidak dikatakan sudah berapa lama gejala berlangsung. Namun diketahui
bahwa gejala muncul pada saat pasien sedang tidur, dan dibawa ke UGD pada tengah malam.
2. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan
serangan.
Faktor pencetus serangan tidak diketahui, namun pasien yang memiliki riwayat merokok,
hipertensi, NIDDM, kolesterolemia.
3. Manifestasi penyakit
Rasa nyeri di ulu hati menjalar ke rahang dan lengan kiri.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri seperti ini sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang
lalu, biasa muncul pada saat kerja lembur di kantor dan menghilang beberapa menit kalau
beristirahat. Selain itu, pasien juga pernah menjalani operasi bypass femoral-poplitea kiri karena
adanya penyumbatan arteri perifer yang berat.
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam sehari-hari seperti masalah keuangan,
pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan pasien juga harus ditanyakan, seperti lingkungan tempat
tinggal pasien, riwayat merokok, riwayat alkohol, riwayat operasi, obat-obatan, alergi, dan
sebagainya.
RIWAYAT KELUARGA
Riwayat keluarga dikatakan bahwa ayah pasien meninggal mendadak pada usia 55 tahun.
1.2 Pemeriksaan Fisik & Penunjang
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan
dalam anamnesis. Karena dari pemeriksaan fisik dan anamnesis yang baik, dokter dapat
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan terbagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
PEMERIKSAAN FISIK
Secara garis besar, pemeriksaan fisik terbagi menjadi 6, yaitu Pengukuran Tekanan Darah
& Frekuensi Jantung, Pengukuran Tekanan Vena Jugularis, Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan
Auskultasi.3
Pengukuran Tekanan Darah & Frekuensi Jantung
Mengukur tekanan darah menggunakan sfigmomanometer, denyut pertama yang terdengar
adalah bunyi sistol dan bunyi terakhir yang didengar sebelum menghilang adalah diastol. Ukur
frekuensi denyut jantung pada arteri radialis yang sejajar dengan ibu jari. Normal tekanan darah
adalah 120/80 dan normal frekuensi denyut jantung adalah 70-80 kali/menit.
Pengukuran Tekanan Vena
Identifikasi pulsasi vena jugularis dan titik tertingginya di leher. Kepala dan tempat tidur
harus mulai ditinggikan dengan sudut 300, sesuaikan sudut tempat tidur dengan kebutuhan.
Pelajari gelombang denyut vena. Perhatikan adanya gelombang a pada kontraksi atrium dan
gelombang v pada pengisian vena. Ukur tekanan vena jugularis (jugularis venous pressure,JVP)-
jarak vertikal antara titik tertinggi dan sudut sternal, normalnya kurang dari 3-4 cm.
Inspeksi (LOOK
Inspeksi adalah mengamati daerah yang sakit yang menjadi keluhan utama dari pasien. Sama
dengan inspeksi toraks anterior dan posterior, inspeksi jantung pun harus dipastikan bahwa area
yang diperiksa bebas dari pakaian atau penutup. Secara umum hal yang harus diperhatikan
adalah :
- Kulit
Apakah pada kulitnya terdapat bekas luka, penonjolan, perubahan warna kulit, atau kelainan
lainnya.
- Bentuk toraks
Apakah simetris atau asimetri, apakah terdapat deformitas, pectus excavatum (funnel chest),
pectus carinatum (pigeon chest), barrel chest, kyphoscoliosis, dll.
- Apeks Jantung
Khusus pada pemeriksaan jantung, perhatikan letak apeks jantung di Intercosta IV atau V di galis
Mid Clavicula kiri.
Palpasi (FEEL)
Palpasi adalah dengan meraba dan menekan daerah toraks dan daerah disekitar jantung.
Palpasi apeks jantung dan periksa lokasi, amplitudo, dan lamanya. Raba impuls ventrikel
kanan pada garis parasternal kiri dan area epigastrium. Jika terdapat impuls yang kuat dicurigai
pembesaran ventrikel kanan. Palpasi intercostal kanan dan kiri dekat sternum, catat jika terdapat
thrill pada area ini. Kemungkinan temuan adalah perabaan pulsasi pembuluh darah, S2 yang
menonjol, thrill pada stenosis aorta atau pulmonal.3
Auskultasi
Lakukan auskultasi di area aorta yaitu interkostal II garis sternal kanan, di area pulmonal
yaitu interkostal II garis sternal kiri, di area ventrikel kanan yaitu interkostal IV/V garis sternal
kanan, di area ventrikel kiri yaitu interkostal IV/V garis midclavicula kiri, dan di regio
epigastrium garis midsternal. Gunakan diafragma steteskop pada area yang tadi untuk bunyi : 3
- Bunyi jantung nada tinggi : S1 dan S2
- Bising aorta regurgitasi dan mitral regurgitasi
- Pericardial friction rub
Gunakan steteskop pada sisi sungkup/bell untuk mendengarkan :
- Bunyi jantung rendah : S3 dan S4
- Murmur Mitral Stenosis
- Tidak ditekan terlalu keras
- Dengarkan di apeks kemudian pindah ke medial pada LSB
- Mid Sistolik Click, Ejection Sound, Opening Snap = OS dengan steteskop sungkup ditekan keras
pada dinding dada
- Dengarkan seluruh prekordium dengan posisi telentang
Dua posisi penting yang lain adalah Left Lateral Decubitus (dimana posisi ini LV dekat
dengan dinding dada, sehingga memperjelas bunyi S3 dan S4, bising mitral terutama MS). Posisi
duduk, membungkuk, tahan napas dalam keadaan ekspirasi (posisi ini dapat memperjelas Early
Diastolic Murmur dari AR).
Pada keadaan STEMI ditemukan disfungsi ventrikular S4 dan S3 Gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama, dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersibat sementara karena disfungsi aparatus
katup mitral dan pericardial friction rub.2
Perkusi
Perkusi pada jantung biasa dilakukan untuk menjadi batas paru-jantung. Agar mengetahui
ukuran jantung, batas pinggang jantung, sehingga bisa dicurigai terjadi pembesaran atau tidak.
.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai indikasi pasien. Berikut beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dari kasus pasien
kali ini.
1. Radiologi EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD. Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang
bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi
gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian
kecil tetap menetap menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak
total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau non
STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q
disebut infark non Q.
(gambar 1.1 ST Elevasi)
2. Pemeriksaan Biomarker (Petanda) Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac Spesific Troponin
(cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal
untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan
diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala IMA (Infark Miokard
Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada nekrosis jantung
(miokard infark).
- CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik
juga dapat meningkatkan CKMB
- cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-
14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
1.3 Diagnosis Banding & Diagnosis Kerja
DIAGNOSIS BANDING
Banyak penyakit yang menjadi diagnosis banding dari penyakit arteri koronaria. Karena gejala
klinis yang ditemukan adalah nyeri di dada, batuk, sesak napas, maka tidak menutup
kemungkinan penyakit yang berasal dari paru, gastrointestinal, psikososial dapat menyebabkan
gejala yang sama. Begitu banyak penyakit yang memiliki gejala seperti ini, dan yang penulis
tidak dapat membahasnya satu persatu. Karena itu penulis mengambil yang paling mirip untuk
dibahas disini.
- Perikarditis
Perikarditis Akut adalah peradangan pada perikardium (kantung selaput jantung), yang dimulai
secara tiba-tiba dan sering menyebabkan nyeri.
Peradangan menyebabkan cairan dan produk darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih)
memenuhi rongga perikardium.
PENYEBAB
Perikarditis akut memiliki bermacam-macam penyebab, mulai dari infeksi virus sampai kanker.
Penyebab lainnya adalah:
AIDS
Serangan jantung (infark miokardial)
Pembedahan jantung
Lupus eritematosus sistemik
Penyakit rematik
Kegagalan ginjal
Cedera
Terapi penyinaran
Kebocoran darah dari suatu aneurisma aorta.
Perikarditis akut juga bisa merupakan akibat dari efek samping obat tertentu (misalnya
antikoagulan, penisilin, prokainamid, fenitoin dan fenilbutazon).
GEJALA
Biasanya perikarditis akut menyebabkan demam dan nyeri dada, yang menjalar ke bahu kiri dan
kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri
ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat
menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (mendengarkan bunyi
jantung dengan stetoskop). Perikarditis dapat menyebabkan bunyi berderak yang mirip dengan
bunyi keriat-keriut sepatu kulit. Foto rontgen dada dan ekokardiografi dapat memperlihatkan
banyaknya cairan di dalam perikardium. Ekokardiografi juga dapat menunjukkan penyebabnya
(misalnya tumor) dan menunjukkan tekanan cairan perikardium pada bilik jantung kanan.
Tekanan yang tinggi merupakan tanda kemungkinan terjadinya tamponade
jantung. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan beberapa keadaan yang menyebabkan
perikarditis, seperti leukemi, AIDS, infeksi, demam rematik dan kadar urea darah yang
meningkat yang disebabkan oleh gagal ginjal.
PENGOBATAN
Penderita biasanya dirawat di rumah sakit, diberikan obat untuk mengurangi peradangan
(misalnya aspirin atau ibuprofen) dan diawasi kemungkinan terjadinya komplikasi (terutama
tamponade jantung). Bila nyerinya hebat mungkin perlu diberikan opium (misalnya morfin) atau
corticosteroid.
Obat yang paling sering digunakan untuk nyeri yang hebat adalah prednisone. Pengobatan
lanjutan dari perikarditis akut bervariasi, tergantung kepada penyebabnya. Penderita kanker
mungkin memberikan respon terhadap kemoterapi (obat anti kanker) atau terapi penyinaran;
tetapi biasanya penderita menjalani pembedahan untuk mengangkat perikardium. Penderita gagal
ginjal mungkin akan memberikan respon terhadap perubahan program dialisa yang dijalaninya.
Infeksi bakteri diobati dengan antibiotik dan nanah dari perikardium dibuang melalui
pembedahan. Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka pemakaian obat tersebut segera
dihentikan. Aspirin, ibuprofen atau corticosteroid diberikan kepada penderita yang mengalami
perikarditis berulang yang disebabkan oleh virus. Pada beberapa kasus diberikan colchicine. Jika
penanganan dengan obat-obatan gagal, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat
perikardium.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung kepada penyebabnya. Jika disebabkan oleh virus atau jika penyebabnya
tidak jelas, penyembuhan biasanya memerlukan waktu 1-3 minggu. Komplikasi maupun
kekambuhan bisa memperlambat penyembuhan.
Penderita kanker yang telah menyebar ke perikardium bertahan hidup sampai 12-18 bulan.
- Gastritis
Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi mukosa (jaringan lunak)
lambung. Keadaan ini sering ditandai dengan gejala klinis yang sangat bervariasi yang sering
kali tidak korelasi dengan beratnya inflamasi pada mukosa lambung tsb.
GEJALA
Gejala dapat berupa rasa kembung ,mual sampai rasa nyeri pada daerah lambung dengan derajat
yang sangat variatif sampai pada yang terberat misalnya perdarahan lambung. Gastritis yang akut
biasanya jelas sebabnya ,misalnya yang bersangkutan habis meminum obat yang sangat iritatif
terhadap lambung semisal obat-obat penghilang rasa sakit dengan berbagai merek dagang atau
dapat pula sehabis minum alkohol pada seorang peminum yang kuat. Gastritis yang kronik
sebabnya kurang begitu jelas sering bersifat multifaktor dan pada akhir-akhir ini keadaan ini
sering dikaitkan dengan kuman H.Pylori sebagai penyebab dari gastritis yang kronik.
DIAGNOSIS
Dari gambaran klinis.
Pemeriksaan Endoskopi dan gambaran radiologis bila memang dibutuhkan.
ETIOLOGI
Asam lambung yang sangat berlebihan.
Pepsin yang tinggi.
Obat analgetik dan inflamasi.
Asam Empedu yang berlebihan.
Infesi virus.
Infeksi bakteri H.Pylori
Bahan korosif asam dan basa kuat.
PENATALAKSANAAN
Terutama ditujukan untuk melindungi lambung dari kerusakan yang berlebihan dan berlanjut
dengan cara menghilangkan penyebabnya ,merubah gaya hidup yang lebih bersahabat dengan
lambung dan obat-obatan diperlukan untuk mengatur asam lambung.
Antasida diperlukan juga untuk membuat lapisan pelindung pada lambung.
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation Myocardial
Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang
menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan
atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil
troponin T yang meningkat, maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk
memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat
dalam tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is
muscle.2
1.4 Epidemiologi
Prevalensi Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST merupakan salah satu diagnosis rawat
inap tersering di daerah maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada penyakit ini adalah 30%
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai RS. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang
tetap hidup pada perawatan awal, akhirnya meninggal dalam tahun pertama setelah mengalami
penyakit ini.2
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST yang disingkat menjadi STEMI ini merupakan
bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil,
Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST dan Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST.2
1.5 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab dari Infark Miokard Akut adalah pecahnya plak aterosklerosis yang merupakan
endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata.
Endapan lemak yang terbentuk sebagai aterosklerosis dicirikan dengan penumbuna
makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol oleat) pada daerah fokal tunika
intima (lapisan terdalam arteri). Endapan lemak ini biasanya dijumpai dalam aorta pada usia 10
tahun, dan dalam arteria koronaria pada usia 15 tahun.
Sebagian endapan lemak akan berkurang, tetapi yang lain akan berkembang menjadi plak
fibrosa (plak ateromatosa) yang merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan
dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis lanjut dan biasanya tidak timbul
hingga usia dekade ketiga. Biasanya plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak dang
mengilat dan menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Sejalan dengan
semakin matangnya lesi plak, terjadi pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi abluminal,
remodeling vaskular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi
berulang yang menyebabkan rentam timbulknya fenomena yang disebut ruptur plak dan
akhirnya trombosis vena.
Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami gangguan akibat
kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan Infark
Miokard Akut.
Fase ini berlangsung sekitar 20-40 tahun tanpa gejala. Gejala baru timbul apabila terjadi
penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak, perdarahan pada plak ateroma,
pembentukan trombus atau fragmen plak, atau spasme arteri koronaria. Dan yang paling sering
adalah akibat trombosis intralumen.
Faktor risikonya terbagi 2, yang sudah tidak dapat berubah, dan yang masih bisa diubah.
Yang tidak dapat berubah adalah usia, jenis kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga yang
memiliki penyakit Coronary Arterial Disease (CAD). Sedangkan yang masih dapat diubah
adalah hiperlipidemia (normal 130-159 mg/dl), HDL-C rendah (
suplai oksigen pada jaringan. Bisa disebabkan oleh suplai yang berkurang, atau kebutuhan yang
bertambah. Mekanisme bagaimana Iskemia bisa menyebabkan rasa nyeri, saat ini masih belum
jelas. Teori sementara yang bermunculan adalah reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit
yang tertimbun atau oleh stres mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium.4
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel
ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau
nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Infark miokardium biasanya menyerang
ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan. Infark
subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium.
STEMI umumnya terjadi jika aliran koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerotik. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebgaian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulcerasi dan jika kondisi lokal dan sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner.
(gambar 1.2 Patogenesis Sindrom Koroner Akut
Terdapat hubungan antara permukaan ventrikel yang nekrosis, dengan sadapan EKG juga
dengan arteri yang memperdarahi jaringan tersebut. Karena itu, dengan EKG kita bisa
mengetahui di bagian manakah ventrikel yang iskemia itu berada.
Permukaan Ventrikel Kiri Sadapan EKG Arteri Koronaria yang
biasanya terlibat
Dinding inferior II, III, aVF a. Koronaria kanan
Dinding lateral atas I, aVL a. Sirkumfleksa kiri
Dinding anterior V2 V4 a. Desendens anterior kiri
Septal V1 V2 a. Desendens anterior kiri
Dinding septalis/anterior V1 V4 a. Desendens anterior kiri
Dinding lateral bawah (apikal) V5 V6 a. Desendens anterior kiri
Dinding posterior V1 V2 (perubahan
resiprokal*)
a. Sirkumfleksa kiri
* Perubahan resiprokal menunjukkan penurunan segmen-ST dan gelombang R besar.
Tabel 1.3 Hubungan antara permukaan ventrikel, sadapan EKG, dan arteria koronaria
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar
dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul
edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung
dilepaskan oleh sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi
jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini, dinding nekrotik relatif tipis.
Sekitar minggu ketiga mulai muncul jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa
menggantikan otot yang nektosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu
keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas.4
1.7 Gejala Klinis
Angina pektoris yang merupakan manifestasi dari Iskemia Miokard yaitu keadaan dimana
terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Nyeri dada pada pasien
(angina) harus dipastikan secepatnya apakah merupakan gejala Infark Miokard Akut (IMA) atau
bukan. Sifat nyeri dada angina yang dapat dijelaskan adalah berikut :
- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih beban berat, seperti ditusuk, rasa
diperas, dan dipelintir.
- Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
- Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas.2
Jika ada seorang pasien datang dengan keluhan nyeri dada, harus dibedakan secara cermat
apakah nyerinya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai beasal dari jantung,
maka perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan.
Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri napas
tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari:
- Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial
- Penyakit paru : limitasu aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan keadaan hipoksia
pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna hipoksia.
- Penyakit deformitas dinding toraks
- Sakit otot pernapasan
- Obesitas
- Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang mendasari.
Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema pulmonal akut,
pneumonia, atau obstruksi jalan napas. Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator
dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma. Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat,
obat diuretik, dan digitalis diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat
gagal jantung kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :
- Dyspnea on Effort (DOE)
- Orthopnea
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
- Dyspnea at rest
- Udema pulmonal akut
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal jantung kiri adalah
derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan. Pada individu normal beban latihan berat
menyebabkan dispneu. Pada gagal jantung kiri yang makin berat, intensitas latihan yang
menyebabkan dispneu yang tidak terjadi sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan
akibat dari desaturasi arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.
Batuk merupakan keluhan yang sering pada kelainan jantung dan paru. Kelainan
kardiovaskuler yang menyebabkan batuk yaitu tekanan vena pulmonalis tinggi pada gagal
jantung kiri, Mitral Stenosis dan biasanya terjadi pada malam hari. Tekanan vena pulmonalis
tinggi juga dapat akibat aneurisma aorta yang menekan vena pulmonalis, sehingga karakter
sputum membantu memperkirakan diagnosis. Pada udema paru sputum berbuih dengan warna
pink (akibat perdarahan/kapiler pecah). Sputum yang mukoid akibat dari infeksi.
1.8 Komplikasi
Komplikasi utama pada Infark Miokard Akut adalah :
- Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan
listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark atau pada daerah perbatasan yang
mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit
yang terganggu.
Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada IMA. Takikardia ventrikel
(VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama kematian mendadak sebelum mencapai
coronary care unit. VES dapat merupakan pencetus timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan peringatan akan terjadinya VT atau VF adalah :
a. Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan VES
b. VES yang sering > 4/menit
c. Repetitif VES : couple, triple, quatriple
d. Bentuk multiple dari dari VES pada 1 sadapan.
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial : atrial takikardia, atrial
fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada menyebabkan gangguan/kemudian
hemodinamik. Bradiaritmia akibat kerusakan nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di
dinding inferior.
- Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Tempat
kongesti bergantung ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
menyebabkan kongesti pada vena pulmonalis. Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal
jantung kanan menyebabkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel disebut
kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang paling seding
terjadi setelah Infark Miokard.
- Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Selain pengobatan awal dan keberhasilan
revaskularisasi primer melalui PTCA di beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan
penyebab kematian utama pada pasien rawat inap yang menderita infark miokardium. Syok
kardiogenik merupakan lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel, dimana terjadi penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, dan
peningkatan kongesti paru. Bila terjadi hipotensi, asidosis metabolik dan hipoksemia selanjutnya
akan semakin menekan fungsi miokardium. Insidensi syok kardiogenik adalah 10-15% kasus
sedangkan kematiannya mencapai 68% jika tidak segera diobati. Terapinya menggunakan obat
trombolitik, pompa balon intra-aorta (IAPB) dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau
cangkok pintas arteria koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.
- Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam 10% kasus (terutama
dengan infark yang luas pada dinding anterior). EKG 2 dimennsi memperlihatkan sekitar
sepertiga penderita infark anterior memiliki trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada
penderita infark inferior dan posterior. Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting
yang berperan dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah dirawat inap.
Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat menyebabkan stroke bila
terdapat dalam sirkulasi serebral. Sebagian besar emboli paru terjadi di vena tungkai dan
terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan meningkatnya risiko.
- Ruptur Cordae (Disfungsi Otot Papilaris)
Penutupan katup mitralis selama sistolik ventrikel bergantung pada integritas fungsional otot
papilaris ventrikel kiri dan korda tendinea. Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris
akan menggangu fungsi katup mitralis, memungkinkan eversi daun katup kedalam atrium selama
sistol. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri
dengan dua akibat yaity pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri
dan vena pulmonalis. Volume aliran regurgitasi tergantung dari derajat gangguan otot papilari
yang bersangkutan, jika iskemia biasanya akan menyebabkan gagal jantung kongestif ringan
sampai sedang. Tetapi bila sudah nekrosis dan ruptur otot papilaris, maka merupakan suatu
peristiwa berbahaya dengan kemunduran fungsi yang sangat cepat kearah edema paru dan syok.
Meskipun jauh lebih jarang terjadi, ruptur otot papilaris juga dapat terjadi pada ventrike kanan.
Hal ini akan mengakibatkan regurgitasi trikuspidalis berat dan gagal ventrikel kanan.
- Defek Septum Ventrikel (VSD)
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding septum sehingga terjadi
defek septum ventrikel. Septum mendapatkan aliran darah ganda (yaitu dari arteria yang berjalan
turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum
menunjukkan adanya penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari satu
arteri. Pada hakekatnya, ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap
kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua, yaitu melalui aorta dan defek septum ventrikel.
Tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari jantung kanan sehingga darah dipirau melalui defek
dari kiri ke kanan (dari tekanan lebih besar ke tekanan lebih rendah). Darah yang dipindahkan ke
kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga darah yang menuju sistemik (curah jantung)
menjadi sangat berkurang, disertai dengan peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru-
paru.
1.9 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah : mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan
stemi.
- Tatalaksana Umum
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum
sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang
emergensi. Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker IV, selain nitrat
mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai
total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,
interval PR 90 menit
- (door-baloon) minus (door-
needle) lebih dari 1 jam.
Tidak terdapat kontraindikasi
Onset > 3 jam
Tersedia ahli PCI
- Kontak doctor-baloon atau door baloon<
90 menit.
- (Doorbaloon) minus (door-needle) < 1
jam
Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk
resiko perdarahan dan perdarahan
fibrinolisis
intraserebral.
STEMI resiko tinggi (CHF, Killip 3)
Diagnosis STEMI diragukan.
Tabel 1.4 Perbedaan Terapi Fibrinolisis dan Terapi Invasif (PCI)
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan atau stenting tanpa didahului fibrinolisis
disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan
dalam beberapa jam pertama Infark Miokard Akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis
dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih
jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien
Konsekuensi penyakit aterosklerosis menjadi infark miokard akut bahkan menjadi gagal jantung
dan kematian mendadak adalah mengerikan.
Penyakit ini mahal.
Karena itu, pencegahan sebaiknya dimulai dari sekarang. Dan hal-hal yang masih bisa diubah
adalah hiperlipidemia, hipertensi, merokok, obesitas, gaya hidup kurang aktif, diabetes melitus,
stress psikososial, dan hiperhomosisteinemia.
1.11 Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3 gallop, kongesti paru
dan syok kardiogenik
Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary
capillary wedge pressure (PCWP)
TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis
sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi
trombolitik.
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
Tabel 1.5 Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Klas Indeks Kardiak (L/min/m2) PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
I >2,2 2,2 >18 9
III
INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI ST
Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
dejarat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur
atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga menjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis
dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin
rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan STEMI memberikan respons terhadap terapi
trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis ( kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yanng larut
seperti faktor non Willebrand dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel ang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang
jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli
koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST
2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau 1 mm pada 2 sandapan
ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat.
Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah
nyeri dadanya bersal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang bersal
dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis
juga perlu dibedakan apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko
antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemis, merokok, stress serta riwayat sakit jantung
koroner pada keluarga.
Pemeriksaan fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infarks
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksial bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup
mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI.
Biomarker kerusakan jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan Cardiac spesific Troponin
(cTn)
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I . Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14
hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain : mioglobin, Creatinin Kinase dan Lactic dehydrogenase
(LDH).
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan
implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi
antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.
Oksigen, diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 100
mmHg, interval PR
2. Reperfusi farmakologis
Streptokinase, Tissue Plasminogen Activator (ateleptase, Tpa), reteleptase (retavase),
tenekteplase (TNKase)
Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Obat bekerja dengan
memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin.
KOMPLIKASI STEMI
Disfungsi ventrikular, Gangguan haemodinamik kongesti paru (ditandai dengan adanya
ronkhi basah diparu dan bunyi jantung S3 dan S4), Syok kardiogenik, Infark ventrikel kanan,
Aritmia pasca STEMI, Ekstrasistol ventrikel, Takikardi dan fibrilasi ventrikel, Takikardia
ventrikel, Fibrilasi ventrikel, Fibrilasi atrium, Aritmia supraventrikular, Asistol ventrikel,
Bradiaritmia dan blok.
KOMPLIKASI MEKANIK
Ruptur musculus papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
SINDROMA KORONER AKUT PART2
Terdiri atas angina pectoris tak stabil, infark miokard dengan ST elevasi dan infark miokard
tanpa ST elevasi.
INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI ST
Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
dejarat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur
atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga menjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis
dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin
rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan STEMI memberikan respons terhadap terapi
trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis ( kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yanng larut
seperti faktor non Willebrand dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel ang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang
jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli
koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST
2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau 1 mm pada 2 sandapan
ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat.
Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah
nyeri dadanya bersal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang bersal
dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis
juga perlu dibedakan apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko
antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemis, merokok, stress serta riwayat sakit jantung
koroner pada keluarga.
Pemeriksaan fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infarks
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksial bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup
mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI.
Biomarker kerusakan jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan Cardiac spesific Troponin
(cTn)
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I . Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14
hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain : mioglobin, Creatinin Kinase dan Lactic dehydrogenase
(LDH).
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan
implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi
antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.
Oksigen, diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 100
mmHg, interval PR
kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat
fibrinolisis.
2. Reperfusi farmakologis
Streptokinase, Tissue Plasminogen Activator (ateleptase, Tpa), reteleptase (retavase),
tenekteplase (TNKase)
Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Obat bekerja dengan
memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin.
KOMPLIKASI STEMI
Disfungsi ventrikular, Gangguan haemodinamik kongesti paru (ditandai dengan adanya
ronkhi basah diparu dan bunyi jantung S3 dan S4), Syok kardiogenik, Infark ventrikel kanan,
Aritmia pasca STEMI, Ekstrasistol ventrikel, Takikardi dan fibrilasi ventrikel, Takikardia
ventrikel, Fibrilasi ventrikel, Fibrilasi atrium, Aritmia supraventrikular, Asistol ventrikel,
Bradiaritmia dan blok.
KOMPLIKASI MEKANIK
Ruptur musculus papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
Penatalaksanaan : operasi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor
dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.2,5
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:6
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I
dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan
inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi
di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.
A. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core).2
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium
sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark
transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel
dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami
injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non
infark mengalami dilatasi.7
B. Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa menjalar ke
dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti
tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya
dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya
dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. 7
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit
terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat,
namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga
sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga
sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh
diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.6
C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.8
D. Diagnosis
1. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,retrosternal dan
menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-
remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada
dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan akan mati.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa tinggi,normal
atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang
ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien
yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke
sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat
dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein
tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi
adanya infark miokard.6,7
E. Penatalaksanaan Medis
Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat tindakan maka
kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung kelak dapat dipertahankan. Terapi
STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada
2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi
dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat per infuse,
sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu
efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan
selang kateter langsung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa
pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent..
Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per infuse seperti
umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling
buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik,
walaupun tidak sebaik PCI. 5
F. Penatalaksanaan Fisioterapi
Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient, tahap out
patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase inpatient, tujuan intervensi
fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan
bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan
bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan program latihan dan
mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri.
Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan edukasi
dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang disertai dengan latihan di rumah,
atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien.
Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia. Banyak
pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung lainnya.
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal jantung
kongestif antara lain:
1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan pernafasan, pada
kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian breathing exercise dapat
memperlancar jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima
instruksi dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi
stress,dan ketegangan.
2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh
tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan
sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah,
relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah
perlengketan jaringan.
3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak yang
dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan
secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi
otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan pumping action
pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem
mengikuti aliran ke proximal.
4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas kesehariannya seperti
duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara mandiri dapat melakukan perawatan diri
sendiri.
5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus berusaha
mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah
diajarkan oleh terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan
mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang
kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk
keadaannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://sinau-biologi.blogspot.com/2009/04/anatomi-jantung-manusia.html
2. Haq, Nuzulul Zulkarnain. 2011. Askep IMA Stemi, (Online), (http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35460-Kep%20Kardiovaskuler-Askep%20IMA%20STEMI.html,
diakses 23 Mei 2012)
3. Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki Kebiasaan Minum
Alkohol, (Online),
(http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI%29+pada+L
aki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, diakses 23 Mei 2012)
4. http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/sistem-fungsi-anatomi-jantung-manusia.html
5. Paskah, Leonardo. 2008. Mahalnya Serangan Jantung, (Online),
(http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9897), diakses 23 Mei 2012.
6. Anonim. Infark Miokard, (Online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf), diakses 29 Mei 2012.
7. Sylvana, Fransisca dan Gabriela Da. 2005.Infark Miokard Akut. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
8. Anonim. (Online), (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-subagiog2a-5321-2-
bab2.pdf), diakses 23 Mei 2012.
9. Keisner, carolin. Cardiac rehabilitation.