Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1378
SPOIL SYSTEM SEBAGAI TANTANGAN
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
DI ERA DIGITALISASI
Fauzi Hafizh Rahardi1, Andi Bayu Daffa Tandri Ajeng2, Maudi Yuningsih Partotaruno3
Universitas Muhammadiyah Malang
Alamat Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Reformasi birokarsi merupakan penataan ulang terhadap sistem terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan yang dijalankann aparatur negara baik pada level pemerintahan lokal maupun
nasioanal dalam penerapan reformasi dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas ASN. Dalam
birokrasi di Indonesia terdapat beberapa permasalahan yang terjadi salah satunya spoil system
yang merupakan sistem penetapan suatu jabatan ASN sesuai dengan kepentingan suatu individu
ataupun kelompok tertentu saja. Dalam era digitalisasi ini perlu adanya pengembangan ASN yang
mengutamakan E-government sehingga pemerintah perlu menggunakan sistem yang dapat
menopang hal tersebut yang dalam sistem ini juga terdapat solusi untuk mengatasi budaya spoil
system. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan
dengan menyelidiki fenomena secara menyuluruh melalui data yang diolah dan dianalisis. Hasil
penelitian ini menjelaskan bahwa di Indonesia masih menemukan permasalahan,tantangan dan
peluang munculya spoil system sehingga pemerintah perlu membuat suatu sistem yang dapat
bertahan di era digitalisasi ini . Secara garis besar peningkatan kualitas ASN di era digitalisasi
memerlukan perencanaan yang terstruktur dan efisien dalam rangka meminimalisisr peluang
intervensi dari luar sehingga pelaksanaan roda pemerintahan dapat dilakukan sesuai dengan UU
yang berlaku.
Kata Kunci : Reformasi Birokrasi, Spoil System, E-Government
ABSTRACT
Bureaucratic reform is a rearrangement of the system of government administration systems
carried out by the state apparatus at both the local and national levels of government in
implementing reforms carried out in order to improve the quality of ASN. In the bureaucracy in
Indonesia, there are several problems that occur, one of which is the spoil system, which is a
system of determining an ASN position in accordance with the interests of a particular individual
or group. In this era of digitalization, it is necessary to develop an ASN that prioritizes e-
government so that the government needs to use a system that can support this, and in this system
there is also a solution to overcome the spoil system culture. This study uses a qualitative method
with a literature study approach by investigating the whole phenomenon through data that is
processed and analyzed. The results of this study explain that in Indonesia there are still problems,
challenges and opportunities for spoil systems to emerge, so the government needs to create a
system that can survive in this digitalization era. Broadly speaking, improving the quality of ASN
in the digitalisation era requires structured and efficient planning in order to minimize
opportunities for outside intervention so that the implementation of the government can be carried
out in accordance with applicable laws
Keywords : Bureaucratic Reform, Spoil System, E-Government
PENDAHULUAN
Jika kita berbicara tentang birokrasi di Indonesia, tentunya kita akan
melihat bagaimana para birokrat atau aparatur sipil negara (ASN) menjalankan
roda pemerintahan dengan benar untuk memperoleh kesejahteraan bagi
masyarakat Indonesia. Jalan yang ditempuh birokrasi Indonesia demi tujuan untuk
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1379
mensejahterakan masyarakat Indonesia masih jauh dari kata sukses. Banyak sekali
kendala-kendala dalam birokrasi terutama permasalahan dalam kualitas aparatur
sipil negaranya, sehingga tujuan-tujuan mulia birokrasi masih belum
terealisasikan atau menjadi kenyataan.
Menurut mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Bapak Asman Abdur, beliau mengatakan bahwasannya kualitas dari
ASN masih belum optimal dalam mendukung kinerja pemerintah, kuantitas yang
ada pada pegawai negeri sipil (PNS) sekitar 4.5 juta orang dan dari kuantitas
tersebut mayoritas PNS adalah PNS golongan ke II ke bawah, sehingga dapat
dikatakan tidak mudah untuk dikatakan menjadi birokrasi yang berkualitas. Bapak
Asman Abdur juga mengatakan bahwa “Masih banyak ASN yang berpikir bukan
sebagai pelayan masyarakat, tetapi lebih mengedepankan kekuasaan,”1. Dari
penjabaran tersebut, bisa dikatakan bahwasannya birokrasi di Indonesia memiliki
kualitas yang tidak memuaskan untuk melaksanakan pelayanan publik. Dari total
PNS yang ada di Indonesia, 1,6 juta diantaranya bertugas di posisi administrasi,
maka dari itu ditahun 2019 ini tidak membuka rekrutmen CPNS. Menurut Kepala
Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bapak Bima Haria Wibisana, “Mulai tahun
ini tidak ada lagi formasi tenaga administrasi. Sebab di era revolusi industri 4.0,
semua sudah menggunakan teknologi,”2. Dari hal itu dapat dikatakan
bahwasannya PNS di Indonesia masih banyak yang tidak mempunyai keahlian,
sehingga mereka hanya berkutat pada urusan administrasi saja.
Pada era digitalisasi sekarang, tentunya jika PNS di Indonesia tidak
memiliki keahlian teknologi maka hal tersebut akan menghambat jalannya
birokrasi di Indonesia yang seharusnya dapat mengikuti perkembangan zaman.
Banyaknya PNS yang tidak sesuai dengan kebutuhan birokrasi di Indonesia terjadi
karena dalam perekrutan PNS itu sendiri calon yang diterima sebagai PNS adalah
orang yang memiliki kedekatan sendiri dengan orang-orang yang ada dalam
lingkup birokrasi atau pemerintahan sehingga terjadinya politisasi didalam
birokrasi atau bisa disebut spoil system. Seharusnya perekrutan PNS di Indonesia
1 Tribunnews (2018). “Asman Abnur: Penyakit Birokrasi di Indonesia Harus Segera Diobati”.
https://www.tribunnews.com/regional/2018/03/30/asman-abnur-penyakit-birokrasi-di-indonesia-
harus-segera-diobati?page=2 2 Jawapos (2019). “1,6 Juta PNS Tak Memiliki Keahlian Spesifik”.
https://www.jawapos.com/nasional/03/11/2019/16-juta-pns-tak-memiliki-keahlian-spesifik/
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1380
dilakukan secara merit system yang dimana calon PNS tersebut diterima
berdasarkan dari kemampuan atau kapasitasnya sebagai PNS. Jika sistem
perekrutan PNS yang ada di Indonesia dilakukan secara merit system, tentunya
para PNS yang bekerja pastinya sesuai dengan keahliannya masing-masing atau
mempunyai keahlian tersendiri sehingga birokrasi di Indonesia atau sistem
penyelenggaraan di Indonesia dapat menghadapi era digital seperti sekarang ini.
Dalam Undang-undang tentang aparatur sipil negara sendiri sudah
mengalami perubahan-perubahan yang signifikan yang bisa di lihat dari pasal-
pasalnya dan tujuan pembentukan undang-undang tersebut yang di awali pada
pembentukan undang-undang No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegaiwan
yang dimana awal mula dari undang-undang No. 4 tahun 2014 tentang aparatur
sipil negara. Dalam undang-undang pokok –pokok kepegaiwan ini yang terdiri
dari 41 pasal menjelaskan tentang lebih mengarah pada hal-hal dasar menjadi
seorang pegawai negeri dalam arti berfokus pada pembentukan karakter namun
pembentukan undang-undang ini memiliki kelemahan seperti adanya intervensi
dari partai politik sehingga menyebabkan pegawai negeri tidak bersifat netral ,
kemudian menanggapi hal tersebut telah di terbitkan undang-undang baru atas
perubahan undang –undang No 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian
yaitu undang-undang No 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegaiwan dalam
undang-undang inilah baru dimunculkan peraturan mengenai netralitas aparatur
sipil negara yang berada pada pasal 3 ayat 2 dan 3.
Kemudian permasalahan yang timbul undang-undang terkait aparatur sipil
negara yaitu mengenai kenaikan pangkat maupun penetapan pegawai negeri
dalam suatu jabatan dalam kedua undang-undang sebelumnya selalu yang menjadi
keputusan akhir dalam hal ini diserahkan kepada kepala daerah begitupun dengan
undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara. Dalam undang-
undang aparatur sipil negara ini dijelaskan pada pasal 54 ayat 1,2,3 dan 4
menjelaskan tentang pelimpahan kewenangan dari presiden kepada kepala
pemerintahan dari tingkat provinsi hingga ke daerah dalam mengatur
manajemen ASN. Permasalahan akan muncul ketika manajemen ASN ini diatur
oleh kepala daerah yang merupakan jabatan politik sehingga memunculkan
adanya intervensi dari partai politik dalam proses pengangkatan maupun kenaikan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1381
jabatan yang akan menimbulkan spoil system yang dimana suatu jabatan bisa
ditempati oleh individu ataupun sekelompok orang sesuai dengan pilihan ataupun
rekomendasi dari kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun di tingkat daerah.
Dengan munculnya spoil system ini dapat merubah kinerja aparatur sipil negara
dikarenakan adanya perekrutan yang tidak sesuai standar kompetensi suatu
instansi sehingga merusak jalannya proses pelaksanaan tugas sesuai undang-
undang yang berlaku akibatnya kinerja aparatur sipil negara dalam melaksanakan
tugasnya sebagai abdi negara di era digitalisasi menjadi terhambat dikarenakan
adanya spoil system ini sehingga pemanfaatan digitalisasi di rana ASN udntuk
pelayanan publik menjadi terhambat diakarenakan tidak adanya kapasitas para
ASN untuk memanfaatkan era digitalisasi akibat penggunaan spoil system
tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi pustaka. Sugiyono (2013: 39) mengatakan bahwa penelitian
kualitatif digunakan untuk menemukan hipotesis atau teori, sedangkan penelitian
kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis. Sugiyono (2013: 21-22)
mengatakan karakteristik utama penelitian kualitatif adalah melakukan penelitian
dalam kondisi yang alamiah, langsung ke sumber daya, dan peneliti menjadi
instrumen kunci; menyajikan data-data dalam bentuk kata-kata atau gambar, dan
tidak menekankan pada angka-angka; mengutamakan proses dari pada produk;
melakukan analisis data secara induktif; dan lebih menekankan makna di balik
data yang diamati. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan studi
pustaka dengan mencari sumber-sumber kredibel untuk jadikan data-data yang
memiliki hubungan dengan pembahasan yang dibahas dalam penelitian ini.
Mardalis (1999) mengatakan bahwa studi pustaka adalah mengumpulkan
informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di
perpustakaan seperti dokumen, buku, catatan, majalah, kisah-kisah sejarah dsb.
Sarwono (2006) mengatakan bahwa studi pustaka mempelajari berbagai buku
referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk
mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1382
Data-data yang sudah didapat, nantinya akan dianalisis lebih dalam agar
data-data yang nantinya disampaikan dalam penelitian ini adalah data yang
kredibel. Proses analisis tersebut menggunakan teknik analisis data yang
dinamakan metode analisis isi. Sabarguna (2005) mengatakan bahwa proses
dalam analisis ini bisa berupa proses untuk memilih, membandingkan data,
menggabungkan temuan, memilah berbagai pengertian, hingga ditemukan data
yang relevan. Teknik analisis ini dipilih agar penulis dapat menganalisis data yang
didapat secara mendalam terkait dalam penelitian ini. Metode ini bertujuan untuk
peneliti dapat memilah dan memilih informasi serta mampu mengkaji lebih
mendalam agar nantinya tidak terjadi kesalahpahaman pemaparan informasi yang
akan dipaparkan dalam penelitian ini.
TINJAUAN PUSTAKA
a. Spoil Sytem
Spoil system adalah istilah yang aneg bagi beberapa orang terkecuali bagi
beberapa orang seperti pejabat publik, kandidat politik, ilmuwan dan cendekiawan
politik. Sistem ini dilakukan sebagai salah satu bentuk balas budi bagi sebagian
orang yang menduduki jabatan politik. Jika jabatan tersebut dimenangkan, bagi
para pendukung pemenang akan diberikan hadiah sebagai hasil bantuan yang telah
dilakukan. Spoils system (hubungan yang bersifat politik) adalah pengangkatan
atau penunjukan karyawan yang berdasarkan selera pribadi atau berdasarkan
kepentingan suatu golongan. Pada dasarnya spoil system diisi oleh kedekatan
politik sehingga menimbulkan politisasi birokrasi.
b. E-GOVERNMENT
E-government dapat didefinisikan sebagai seluruh tindakan dalam sektor
publik (baik pusat maupun daerah) yang melibatkan teknologi informasi
dan komunikasi dengan tujuan mengoptimalkan proses pelayanan publik yang
efisien, transparan, dan efektif telah menjadi bagian penting dalam usaha untuk
membangun tata pemerintahan yang baik (good govennance) di Indonesia3. E-
3 Rachman, Evinna Septiana, Beni Noviyanto (2017). “PEMANFAATAN E-GOVENMENT PADA
DESA WONOKARTO UNTUK MENINGKATKAN AKURASI DAN INFORMASI POTENSI
DESA”. Volume 08, Nomor 01, Juli 2017.
http://www.ojs.stmikpringsewu.ac.id/index.php/JurnalTam/article/view/86/80
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1383
government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan
hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi ini
kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti government to citizen
(G2C), government to business (G2B), government to government (G2G), dan
internal efficiency & effectiveness(IEE). Prasojo dalam Jurnal Ikhsan (2011)
mengatakan bahwa e-government setidaknya terdapat 3 faktor, yaitu: (1)
komunikasi elektronik antara sektor publik dan masyarakat menawarkan bagi
keduanya bentuk baru untuk partisipasi dan interaksi; (2) ruang cyber dalam
pelayanan publik memudahkan penghapusan struktur birokrasi dan proses klasik
dari pelayanan yang berbelit-belit; (3) e-governmet dapat menawarkan juga
informasi di tingkat lokal.
c. Reformasi Birokrasi
Dalam amandemen yang terdapat pada Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 reformasi birokrasi dimaknai sebagai penataan ulang terhadap sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan aparatur pemerintah baik pada
level pemerintahan lokal maupun nasional. Pendekatan reformasi birokrasi
berdasarkan amandemen UUD 1945 merupakan pendekatan sistematik yang
secara konseptual lebih mengutamakan kompregensi dibandingkan ekstensi4.
Reformasi birokrasi sudah dicetuskan dari zaman kepemimpinan pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terdapat pada Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2007 tentnag Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang berisikan
bahwasannya pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi
untuk meningkatkan profesionalisme di dalam aparatur negara itu sendiri dan
untuk menwujudkan tata pemerintahan yang baik dalam level pusat maupun
daerah agar hal tersebut dapat mendorong aspek-aspek keberhasilan pembangunan
di bidang lainnya. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RI kemudian
mengintepresentasikannya ke dalam empat dimensi aspek yang seharusnya ditata
ulang melalui kebijakan-kebijakan, yaitu kebijakan restrukturisasi untuk
4 Harahap, Nurmalita Ayuningtyas (Desember 2016). “PENGUATAN KEDUDUKAN DAN
PERAN KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA DALAM MEWUJUDKAN REFORMASI
BIROKRASI”. Volume 01, Nomor 02.
http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/jph/article/view/1418/pdf_6
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1384
membenahi permasalahn kelembagaan/organisasi, kebijakan rasionalisasi dan
reloasi untuk mengatasi permasalahan SDM aparatur, kebijakan siplifikasi dan
otomatisasi untuk mengatasi permasalahan ketatalaksanaan/sistem prosedur,
kebijakan dekulturisasi budaya lama dengan menginkulturasi budaya baru untuk
mengatasi permasalahan budaya birokrasi.
Salah satu bentuk cara untuk memberhasilkan reformasi birokrasi tersebut,
dibentuklah sebuah lembaga yaitu Lembaga Nonstruktural yang bernama Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN). Pembentukan lembaga tersebut sudah
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara. Lembaga tersebut memiliki tujuan untuk melakukan pengawasan kode
etik aparatur sipil negara, mendukung dan menerapan sistem merit dalam
maajemen aparatur sipil negara (ASN), sehingga bebas daru korupsi, kolusi dan
nepotisme atau KKN. Manajemen pemerintahan di daerah-daerah yang masih
menerapkan lelang jabatan, lembaga KASN ini lah yang mengawasi hal tersebut.
Lembaga KASN masih menemukan hal tersebut di level daerah walaupun sudah
dilakukan seleksi terbuka diseluruh instansi pemerintahan didalam pemerintahan
daerah. Kejadian ini masih marak terjadi dikarenakan belum adanya Lembaga
KASN di level daerah, sehingga tidak ada yang mengawasi secara menyeluruh
tentang roda pemerintahan daerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Budaya Spoil System di Indonesia
Ada tiga sistem rekrutmen tenaga kerja (pegawai) yaitu5:
a. System patronage (kawan) yaitu sistem penarikan karyawan yang didasarkan
adanya hubungan subyektif yaitu: hubungan yang diperhitungkan antara
subyek-subyeknya. Dalam sistem ini, pada dasarnya terdapat beberapa
hubungan subyetif antara lain sebagai berikut :
1) Spoils system (hubungan yang bersifat politik) adalah pengangkatan atau
penunjukan karyawan yang berdasarkan selera pribadi atau berdasarkan
kepentingan suatu golongan.
5 Saksono, Slamet. (1995). Administrasi Kepegawaian, Yogyakarta: Kanisius,hlm.30.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1385
2) Nepotisme system (hubungan yang non politik) adalah sistem ini dalam
praktik pengangkatan pegawai didasarkan keluarga, kawan yang akrab atau
teman yang baik.
b. System meryt (kecakapan) yaitu penarikan karyawan yang didasarkan pada
kecakapan, bakat, pengalaman, kesehatan sesuai dengan kriteria yang telah
dibuat sebelumnya.
c. System carier (meningkat) yaitu memberikan kesempatan pada pegawai atau
karyawan untuk mengembangkan bakat serta kecakapan selama dia mampu
bekerja dengan harapan dapat naik jabatan sampai pada batas
kemampuannya.
Dalam ketiga sistem ini smenjadi dasar rekrutmen yang di lakukan oleh
Indonesia dan juga sudah berkembang bgeitu pun juga dengan dengan spoil
system menjadi salah satu budaya yang sudah ada di Indonesia dan juga menjadi
sebuah sistem birokrasi yang sudah cukup lama bertahan, hal ini terjadi
dikarenakan adanya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang bisa
dibilang sangat bisa di intervensi oleh kaum-kaum elit ataupun kaum penguasa di
negara Indonesia dalam arti untuk mempertahankan sebuah kekuasaan.
Dalam sistem birokrasi di Indonesia sendiri khususnya pada pembentukan
seorang ASN (Aparatur Sipil Negara) itu bermula pada dikeluarkannya undang-
undang yang mengatur tentang hal tersebut pertama kali yaitu Undang-Undang
No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian yang dimana dalam
undang-undang tersebut mengatur bagaimana menjadi seorang ASN yang baik
dan benar dan juga nengatur tentang prosedur atau tata cara penempatan seorang
ASN pada jabatannya. Dalam undang-undang dalam pengangkatan seorang ASN
sendiri di atur pada pasal 15 sampai dengan pasal 19 yang dimana fokus
pengangkatan dilihat dari daftar urut kepagkatan dan juga dilihat dari
pengharapan prestasi seorang ASN yang bersangkutan.
Namun dalam pelaksanaannya sendiri tidak berjalan sesuai dengan yang
sudah di atur oleh undang-undang dikarenakan adanya beberapa faktor seperti
adanya pemerintahan yang otoriter sehingga kebijakan pengangkatan seorang
ASN pada jabatan dapat terpengaruhi dalam artian adanya intervensi dari pihak
baik dari pemimpin negara sendiri maupun dari pihak partai penguasa sehingga
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1386
hal ini membuat penempatan seorang ASN akan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan kedua intervensi di atas. Politisasi birokrasi hakikatnya pemerintahan
berada di 2 (dua) sisi, (1) berasal dari sisi partai politik yang mengintervensi
birokrasi, (2) berasal dari eksekutif itu sendiri yang mempolitisir birokrasi untuk
kepentingannya (kekuasaan) sendiri, tetapi keduanya memiliki kepentingan yang
sama yaitu melanggengkan atau mempertahankan kekuasaan6.
Setelah mengalami pergeseran kepala negara pada tahun 1998 yang
mengakibatkan adanya perubahan secara besar-besaran dalam sistem demokrasi di
Indonesia hal ini tentu saja mempengaruhi kinerja ASN yang dimana telah terjadi
perubahan undang-undang termasuk perubahan undang-undang No. 8 tahun 1974
yang di ubah menjadi Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas
undang-undang No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Dalam
undang undang ini telah terjadi perubahan yang signifikan termasuk pada pasal-
pasal tentang pengangkatan para ASN.
Dalam undang-undang baru ini pemerintah selaku pembuat kebijakan
pertama kali memfokuskan aturan kepada ancaman spoil system yang mana bisa
dilihat dari pasal 3 poin ke (2) yang berbunyi dalam kedudukan dan tugas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh
semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat7. Meskipun sudah di cantumkan dalam undang-
undang No. 43 tahun 1999 ini namun tidak menutup kemungkinan spoil system
ini masih bisa dilakukan oleh para oknum-oknum, hal ini bisa dilihat bahwasanya
terdapat kelemahan -kelemahan yang dimiliki seperti pada pasal 16 A poin (1)
yaitu Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri
6 Martini, Rina. (2014). Politisasi Birokrasi Di Indonesia. https://ejournal.undip.c.id /index.
php/politika/article/view/4879/4425 (diakses 21/11/2019 Pukul 14.00).
7 Pasal 3 poin 2 Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas undang-undang No. 8
tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1387
Sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan
Nasional8.
Dalam pasal ini merupakan salah satu kelemahan yang dimana Spoil
system bisa terjadi karena dalam pasal ini mengatakan akan mengangkat pergawai
negeri sipil secara langsung yang dimana untuk pengangkatan langsung seorang
pegawai itu dapat dilakukan atas kewenangan pejabat pembinaan kepegawaian
yang terdiri dari kepala daerah baik gubernur, walikota maupun bupati dan tentu
saja kepala daerah selaku pemimpin daerah yag diberikan langsung kewenangan
dari pusat dalam mengatur daerahnya dapat dengan muda mengatur
pengangkatan ataupun pemindahan jabatan seorang pegawai.
Hal ini tentu saja dapat terjadi dikarenakan kepala daerah baik tingkat
provinsi sampai dengan kabupaten/kota merupakan pejabat politik yang dimana
yang mengusungkan pihak partai politik sehingga biasanya terjadi feedback
ataupun balas budi yang dilakukan oleh kepala daerah dikarenakan partai politik
tersebut sudah mengusungkan dirinya menjadi calon kepala dari partai politik
tersebut, dikaitkan dengan spoil system sendiri tentu saja akan menbuat tatanan
pemerintah yang buruk dikarenakan adanya ketidakadilan dalam proses
penempatan jabatan terhadap suatu ASN di pemerintahan.
Tujuan penggunaan sistem kembali lagi kepada untuk memperbanyak
wilayah kekuasaan ataupun mempertahankan kekuasaan yang sudah ada baik
kekuasaan yang dipegang oleh kepala daerah selaku penguasa maupun partai
politik yang memiliki power dalam mengatur tatanan pemerintah melalui anggota
partainya yang menjabat sebagai kepala daerah. Dalam memberikan pengaruh
sendiri memang power partai politik sangat kuat dikarenakan memiliki peran yang
penting dalam proses pemilu (Pemilihan umum) baik dari DPRD maupun kepala
daerah seperti gubernur, walikota/ bupati, sehingga para calon sudah menjabat
menjadi seorang kepala daerah sudah pasti akan terikat dengan partai politiknya
yang dimana partai politik memiliki peran yang penting.
8 Pasal 16 A poin 1 Undang- Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas undang-undang
No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1388
Selain itu ada beberapa alasan-alasan lain, mengapa keputusan politisasi
diambil, diantaranya adalah politisi ingin dapat mengontrol apa yang dilakukan
birokrat dalam pemerintah. Selain itu, politisi juga membutuhkan pegawai negeri
sipil yang mensetujui sikap politisi (memiliki kesamaan sikap) dan pribadi loyal,
dan hal tersebut tidak selamanya berasal dari partisan9.
Seiring berjalannya waktu Dimana pemerintah sudah mengalami titik
dimana perlu adanya perubahan yang signifikan dalam menghilangkan spoil
system ini sehingga hal ini terjawab pada tahun 2014 telah di terbitkan Undang-
undang baru yaitu Undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur sipil
Negara. Dalam undang-undang ini dalam hal pengangkatan maupun pemindahan
suatu jabatan harus bersasarkan meryt system yang dimanaa telah diatur dalam
undang-undang ini dalam pasal 1 poin 22 , Sistem Merit adalah kebijakan dan
Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna
kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi
kecacatan10.
Dalam undang-undang ini juga pemerintah membuat suatu lembaga yang
dimana memiliki fungsi yang tercantum pada pasal 30 yaitu KASN berfungsi
mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta
penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi
Pemerintah11. Dengan terbentuknya lembaga ini nantinya akan dapat
menghilangkan spoil system yang terjadi di Indonesia.
Dalam undang-undang ini juga membahas tentang lembaga lain seperti
LAN dan BKN yang dimana akan membantu KASN dalam menghilankan spoil
system yang ada di Indonesia . Namun pada kenyataannya setelah
dilaksanakannya Undang-undang ini ternyata masih saja terdapat spoil system
yang terjadi salah satu contoh pada tahun 2018 tepatnya pada bulan oktober KPK
melakukan OTT ( Operasi Tangkap Tangan) terhadap Bupati Cirebon Sunjaya
Purwadisasatra yang antara lain terkait dengan kasus dugaan suap jual beli jabatan
9 Peters, B. Guy. Pierre, Jon. (2004). “Politicization of the Civil Service in Comparative
Perspective ( Perspective The Quest For Control)”. New York: Routledge, 2004, hlm. 6-7 10 Pasal 1 poin 22 Undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 11 Pasal 30 Undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur sipil negara
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1389
dalam mutasi jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN)12. Dengan adanya kasus ini
kita mengetahui bahwa dalam perubahan undang-undang tentang ASN ini
memiliki kelemahan pada pengawasan di sektor daerah ataupun daerah-daerah di
luar wilayah pemerintah pusat.
Dalam penulusurannya kita mengetahui bahwa terdapat pasal yang
memang cenderung dapat terjadi spoil system di dalamnya dan tentu saja dapat di
intervensi dari luar yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pejabat yang berwenang untuk menetapkan
mutasi disebut dengan pejabat pembina kepegawaian dalam pejabat pembina ini
diduduki oleh para kepala daerah sehingga para kepala daerah dapat dengan
mudah memilih sapa saja yang memang dia inginkan untuk di mutasi, sehingga
mereka dapat memanfaatkan kewenangan ini untuk kepentingan pribadi atau pun
untuk kepentingan golongan tertentu sehingga perlu adanya perubahan undang-
undang ASN ini ataupun perlu di tambahkan lembaga pengawasan yang berasal
dari jabaan karir sehingga tidak memungkinkan adanya intervensi dari pihak luar.
Dengan demikian jika dilihat dari kebijakannya sendiri bahwa memang
seakan kebijakan tersebut selalu dapat memberikan celah bagi para oknum yang
ingin melakukan spoil system jika dilihat dari kasus diatas kita bisa mengetahui
bahwa pasal yang bermasalah itu masih belum adanya dilakukan perubahan dari
undang-undang No. 43 tahun 1999 ke undang-undang No. 5 tahun 2014 mengenai
tentang penetapan mutasi selalu di percayakan kepada kepala daerah namun
dilihat dari implementasinya masih ada saja yang menyalagunakan kewenanganya
sehingga spoil system pun dapat bertahan dalam arti menjadi suatu kebudayaan
yang terus dilakukan sehingga kita perlu mengubah stigma ini agar mewujudkan
cita-cita bangsa.
Dan juga selain atas dasar untuk kepentingan sendiri spoil system ini dapat
juga terjadi apabila adanya intervensi dari pihak luar biasanya dari pihak partai
politik. Intervensi partai politik dalam institusi birokrasi akan mengacaukan
12 Ayuningtyas harahap, Nurmailta (2018, November 18). Polemik mutasi aparatur sipil negara,
Sindonews. Retrieved from
https://www.google.co.id/amp/s/nasional.sindonews.com/newsread/1354445/18/polemik-mutasi-
aparatur-sipil-negara-1542151369.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1390
tatakerja birokrasi yang harusnya berdasar pada prinsip-prinsip manajemen
pemerintahan (public sector management) yang sehat, rasional, dan berdasarkan
hukum. Apabila intervensi dilakukan, maka sistem pembinaan pegawai akan
rusak, karena pengangkatan pejabat hanya didasari oleh prinsip suka- tidak (like
and dislike) dalam konteks kepentingan politik, tidak didasari oleh pertimbangan
kemampuan, kapasitas, dan pengalaman kerja13.
Kedua hal ini yang menjadi sebuah tantangan besar bagi pemerintah
Indonesia dalam meningkatkan kualitas kinerja ASN dikarenakan apabila kedua
hal ini yakni adanya keinginan untuk melaksanakan tugas buat kepentingan
sendiri dan juga adanya intervensi dari luar, pastinya akan mempengaruhi kualitas
kinerja para ASN dan juga dengan adanya kedua faktor tersebut di dalam rana
pemerintahan pasti budaya spoil system bisa bertahan itu bisa dibuktikan dengan
implementasi dari kebijakan yang dahulu sampai sekarang dan tentu saja politisasi
ikut dalam perkara ini. Politisasi birokrasi seringkali memiliki konotasi negatif.
Politisasi dianggap menghilangkan kepercayaan dalam keadilan lembaga
pemerintahan. Selain itu politisasi dianggap kurang efisien daripada kompetensi
netral terkait dengan merit system14.
Dalam pemikiran ketika berbicara dengan politisasi sebenarnya akan
berdampak positif apabila dapat dilakukan dengan tujuan kepentingan umum nain
pada kenyataannya lebih cenderung kepada kepentingan partai politik ataupun
cuman merujuk kepada kaum-kaum ataupun suatu golongan tertentu dengan
demikian kita bisa dapat menarik suatu pemahaman terhadap budaya spoil system
ini bisa dikatakan sebagai penilaian terhadap landasan hukum ataupun dasar
kebijakan suatu pemerintahan di suatu negara apabila terdapat spoil system pasti
terjadi adanya kelemahan hukum atau pun kebijakam sehingga spoil system
tersebut dapat dengan mudah masuk ke dalam tatanan roda pemerintahan dan juga
ajan mempengaruhinya baik dalam segi kualitas kinerja aparatur maupun dari segi
pemberian pelayanan publik.
13 Setiyono, Budi. (2012). “ Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi”, Bandung :
Nuansa hlm. 77. 14 Peters, B. Guy. Pierre, Jon. (2004). “Politicization of the Civil Service in Comparative
Perspective ( Perspective The Quest For Control)”. New York: Routledge, hlm. 4
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1391
Dampak yang diberikan oleh spoil system ini dapat merusak pola good
governance yang dimana memfokuskan efisiensi kenapa bisa bersangkutan
dikarenakan adanya ASN yang tidak berkompeten di jabatan tersebut sehingga
dapat menghambat suatu proses pelayanan publik dan dapat juga merusak citra
dari pemerintahan tersebut. Dengan demikian perlu adanya kebijakan yang kuat
yang dapat membuat kemungkinan spoil system itu tidak bisa masuk dan
mengintervensi dan perlu adanya pengawasan yang lebih ketat kepada daerah-
daerah yang jauh dari ibukota negara dikarenakan peluang terjadinya spoil system
itu kemungkinan besar akan terjadi di daerah-daerah yang minim pengawasan dari
pusat hal ini biasanya dimanfaatkan oleh kepala daerah agar dapat membuat suatu
tatanan pemerintah yag berdasarkan atas kemauan suatu individu bukan atas meryt
system yang menggunakan metode penilaian yang berdasarkan atas kinerja yang
dilakukan ASN sehingga dengan menggunakan meryt system kita dapat dengan
mudah mengetahui kualitas ASN yang akan melakukan promosi kenaikan jabatan
ataupun mutasi.
B. Pengaruh Spoil System Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan di Era
Digitalisasi
Seperti yang kita ketahui bahwasannya spoil system adalah sebuah
penyakit di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Spoil system sendiri memiliki
pengertian bahwasannya birokrasi bisa dipolitisasi yang dimana hal tersebut bisa
menyebabkan orang yang masuk atau yang diterima sebagai aparatur sipil negara
bukanlah orang yang kompeten atau orang orang yang mempunyai keahlian di
bidangnya. Kumorotomo (2005:157) mengatakan bahwasannya bahwa politik dan
administrasi harus dipisah karena keduanya memiliki tugas yang berbeda.
Pemisahan diantara politik dan juga administrasi agar birokrasi publik dapat
bekerja secara fokus dan profesional melayani kepentingan umum tanpa dibebani
isu-isu politik. Hal ini tentu saja bisa menghambat pergerakan laju roda
pemerintahan yang dimana pada zaman digitalisasi sekarang, para aparatur sipil
negara harus mempunyai setidaknya keahlian di bidang teknologi agar bisa
menjalankan pelayanan publik yang maksimal. Perlu diketahui bahwasannya kita
sedang ada di dalam era digitalisasi, yang dimana para pemerintahan atau aparatur
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1392
sipil negara di Negara Indonesia harus mengadakan yang namanya e-government,
hal ini bukanlah semata-mata keinginan negara untuk mengubah cara jalannya
roda pemerintahan akan tetapi hal ini adalah tuntutan dunia yang dimana kita
sudah memasuki yang namanya era digitalisasi sehingga pelayanan publik yang
diberikan oleh pemerintah juga haruslah memakai teknologi yang mempuni. E-
government sendiri bukanlah hal yang menyusahkan pemerintah karena harus
mengubah model mereka bekerja, akan tetapi e-government sendiri dapat
memudahkan pemerintah dalam bekerja karena sistem yang membantu mereka
dan juga bagi masyarakat sendiri hal ini adalah sebuah kemajuan dalam
mengawasi jalannya pemerintahan dikarenakan dengan adanya e-government kita
bisa dengan mudahnya untuk mengawasi atau memantau pekerjaan pemerintahan
di level nasional maupun di level daerah.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwasannya spoil system sendiri
dapat menghambat jalannya roda pemerintahan yang dimana roda pemerintahan
sekarang menggunakan model e-government, megapa demikian dikarenakan spoil
system sendiri dapat membuat orang-orang yang tidak kompeten dibidang
pemerintahan bisa masuk kedalam lingkup pemerintahan dikarenakan kedekatan
mereka terhadap pejabat-pejabat yang mempunyai kuasa yang tinggi sehingga jika
hal ini terjadi membuat terhambatnya roda pemerintahan yang sudah
menggunakan e-government karena mereka tidak mempunyai kompeten atau ilmu
yang mempuni untuk mengelola hal tersebut. Sehingga yang terjadi adalah
mereka hanya menghambat jalannya penyelenggaraan pemerintahan di era
revolusi 4.0 seperti sekarang, karena kita tidak hanya memberikan pelayanan yang
terbaik untuk masyarakat yang ada di Indonesia, akan tetapi kita juga berlomba
dengan negara lain untuk memberikan pelayanan-pelayanan yang terbaik untuk
masyarakat Indonesia.
Dari data yang didapat bahwasannya pada saat ini pegawai negeri sipil di
Indonesia ada 4,3 juta orang sedangkan 1,6 juta orang diantaranya bertugas di
posisi administrasi15. Penjelasan selanjutnya bahwasannya posisi administrasi
sendiri bisa dikatakan tugas-tugas mereka menjadi juru ketik, urus pembukuan,
dan pekerjaan umum lainnya. Mereka yang bekerja dibagian administrasi bisa
15 Jawapos (2019). “1,6 Juta PNS Tak Memiliki Keahlian Spesifik”.
https://www.jawapos.com/nasional/03/11/2019/16-juta-pns-tak-memiliki-keahlian-spesifik/
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1393
dikatakan tidak mempunyai kemampuan yang spesifik sehingga bisa dikatakan
mereka tida memiliki kemampuan yang spesifik atau bukan tenaga fungsional.
Agar terciptanya tenaga aparatur sipil negara yang berkualitas dunia, pemerintah
haruslah mencari orang-orang yang mempunyai kemampuan yang spesifik dan
fungsional. Dalam Undang-Undang nomor 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok
kepegawaian dijelaskan disini bahwasannya pegawai negeri adalah warga Negara
Indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Jikalau pegawai negeri sipil itu tidak memiliki
kompetensi yang mempuni maka hal tersebut akan sangat berdampak terhadap
pelayanan mereka kepada masyarakat. Mengapa demikian, dikarenakan jikalau
mereka pegawai negeri sipil tidak memiliki kompetensi yang mempuni maka
pekerjaan mereka akan menjadi lambat, tidak maksimal, tidak efisien, bahkan
cenderung asal-asalan dalam mengerjakannya, dan apa yang mereka kerjakan
belum tentu sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Pemerintah sendiri memiliki upaya yang dilakukan agar meningkatkan
kompetensi itu sendiri, hal tersebut ada pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang pokok-pokok kepegawaian, pada pasal 17 ayat 2 Undang-Undang
yang tertera diatas mengatur bahwasannya pengangkatan PNS dalam suatu
jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan
kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu
serya syarat objektif lainnya tanpa memberdakan jenis kelamin, suku, agama, ras,
atau golongan.
Terdapat beberapa tuntutan agar PNS memiliki kompetensi yang
mempuni, yaitu: (1) tugas, pokok, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab yang
harus dilaksanakan, yaitu memberikan pelayanan publik; (2) pelaksanaan
pemerintahan yang baik (Good Governance); (3) dalam upaya mengimbangi
perubahan lingkungan strategis yang cepat berubah, baik itu lingkungan internal
organisasi, maupun lingkungan eksternal organisasi; (4) perkembangan ilmu
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1394
pengetahuan, teknologi dan era globalisasi yang sedang berlangsung yang tidak
bisa di tolak dan dicegah lagi; (5) serta pelaksanaan otonomi daerah16.
Menurut Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi
mengatakan bahwasannya lebih dari 1,5 juta aparatur sipil negara di Indonesia
memiliki kompetensi yang rendah17. Menurut belia jumlah PNS di Indonesia per
Juni 2015 sebanyak 4,5 juta orang atau 1,9% dari jumlah penduduk, beliau juga
mengatakan bahwa kondisi tersebut dipicu oleh kebijakan Presiden ke-6 Republik
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004 mengangkat 1,1 juta
tenaga honorer menjadi PNS. Beliau juga mengatakan bahwa berdasarkan indeks
membangun aparatu negara, Negara Indonesia memiliki nilai 46 dari skala 0
sampai 100, nilai 46 itu sendiri posisinya masih dibawah Singapura, Malaysia,
Filipina, dan Vietnam. Hal ini atau kebijakan ini menurut penulis sendiri adalah
keputusan yang kurang tepat. Karena tentu saja orang yang menjadi aparatur sipil
negara haruslah orang yang mempunyai kompetensi yang mempuni untuk
menyelenggarakan roda pemerintahan dengan benar dan dengan sebagaimana
mestinya. Penaikan honorer menjadi PNS bukanlah hal yang menjanjikan bagi
penulis, karena hal tersebut diukur dari lamanya orang tersebut menjadi honorer
bukan dari kompetensi yang mereka miliki sehingga tolak ukur yang dipakai
sangatlah kurang menguntungkan untuk menjalankan roda pemerintahan.
Data yang penulis dapatkan, menurut Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mensyaratkan aparatur sipil
negara di masa mendatang harus dapat menguasai teknologi informasi atau IT.
Bagian Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, persyaratan
ini sejalan dengan visi Smart ASN 2024 yang terjadi Shifting kompetensi ke arah
digital. Menurut beliau, pemerintah saat ini juga sedang berupaya untuk
mengelola PNS dengan sistem berbasis IT. Hal ini tentunya sudah diterapkan atau
16 Bkpsdm (2019). “KOMPETENSI PNS, APA, MENGAPA DAN BAGAIMANA”.
https://bkpsdm.bulelengkab.go.id/artikel/kompetensi-pns-apa-mengapa-dan-bagaimana-18 17 Liputan6 (2017). “DUH, LEBIH DARI 1,5 JUTA PNS DI INDONESIA TAK KOMPETEN”.
https://www.liputan6.com/regional/read/2695086/duh-lebih-dari-15-juta-pns-di-indonesia-tak-
kompeten
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1395
dilakukan dalam proses perekrutan CPNS18. Menurut penulis sendiri pemerintah
haruslah bergerak secara maksimal untuk melakukan agar PNS yang ada
menguasai teknologi informasi.
Dalam hal perekrutan juga haruslah orang-orang yang direkrut adalah
orang yang kompeten dibidangnya bukan orang yang diterima karena dekat
dengan orang yang memiliki jabatan di dalam birokrasi. Penulis mendapatkan
data tentang problematika seleksi CPNS pada tahun 2018, dalam data yang
penulis dapatkan bahwa calon yang diterima haruslah sesuai degan kualitas dan
ketentuan yang sudah berlaku. Hal tersebut menyebabkan calon yang diterima
sangatalah sedikit sehingga menimbulkan masalah yaitu kekurangan orang.
Dalam seleksi CPNS 2018, ada 238.015 formasi yang dibutuhkan. Pusat
membutuhkan 51.271 sedangkan daerah membutuhkan 186.74419. Menurut
penulis sendiri memiliki pemandangan hal tersebut bukanlah hal yang buruk.
Karena memang seharusnya orang yang diterima untuk menjadi PNS adalah orang
yang berkompeten dalam menjalankan roda pemerintahan di Negara Indonesia
sendiri.
C. SMART ASN sebagai jawaban dari spoil system Indonesia di Era
Digitalisasi.
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU-
ASN) bertujuan untuk mewujudkan ASN yang professional, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik dan menjadi perekat serta pemersatu bangsa.
Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 telah ditegaskan bahwa Merit Sistem
adalah suatu kebijkan dengan tujuan agar ASN yang akan direkrut sesuai dengan
kebutuhan. Perekrutan yang dilakukan dimulai dari pengangkatan pegawai,
mutasi, promosi, penggajian, penghargaan dan pengembangan karier pegawai
yang dilakuakn melalui kualifkasi, kompetensi dan juga berdasrkan kinerja
18 Liputan6 (2019). “CATAT, PNS WAJIB KUASAI TEKNOLOGI INFORMASI”.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4087529/catat-pns-wajib-kuasai-teknologi-informasi 19 Affandi, Nurafni Kusumawardhani, Rima Lestari (2019). “PROBLEMATIKA SELEKSI CPNS
2018 DALAM PENGANGKATAN CPNS YANG TIDAK MEMENUHI PASSING GRADE”.
Volume 13, Nomor 01, Juni 2019. http://103.89.250.121/index.php/asn/article/view/214/189
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1396
pegawai yang dilakukan tanpa membedakan latar belakan politik, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, umur, bahkan kondisi kecacatan.
Sesuai dengan tujuan yang diatur menuru Pasal 1 Undang-Undnagn No.5
Tahun 2014, tujuan dari penerapan Merit Sistem dalam manajemen ASN adalah
sebagai berikut: (a) melakukan rekuitmen, seleksi, dan promosi berdasarkan
kompetensi yang terbuka dan adil dengan menyusun perencanaan SDM Aparatur
secara berkelanjutan; (b) memperlakukan pegawai ASN secara adil dan setara; (c)
mengelola pegawan ASN secara efektif dan efisien; (d) memberikan remunerasi
yang setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang setara dengan memperhatikan hasil
kinerja; (e) memberikan penghargaan atas kinerja pegawai yang tinggi; (f)
memberikan sanksi atas pelanggaran disiplin; (g) menjaga standar yang tinggi
untuk integritas, perilaku, dan kepedulian untuk kepentingan masyarakat; (h)
menerapkan pengisian jabatan dengan uji kompetensi sesuai standar kompetensi
jabatan yang dipersyarakat; (i) memberikan kesempatan untuk mengembangkan
kompetensi kepada pegawai ASN; (j) melaksanakan manajemen kinerja pegawai
untuk mencapai tujuan organisasi; (k) melindungi pegawai ASN dari intervensi
politik dan tindakan kesewnang-wenangan; (l) dan memberikan perlindungan
kepada pegawai. Dari tujuan diatas, Merit Sistem ini merupakan suatu dasar
pembentukan kebijakan untuk mengatur ASN berdasarkan nilai-nilai keadilan,
kepastian, komptensi, dan kinerja, bukan lagi sebuah kebijakan yang condong
terhadap kedekatan dan lebih mengutaman Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam
penyelenggaraannya.
Untuk menerapkan kebijakan yang telah disebutkan di atas, Peraturan
Pemerintah No. 11 Tahun 2017 metepkan prinsip Merit Sistem sebagai berikut: (a)
seluruh jabatan sudah memiliki standar kompetensi jabatan; (b) perencanaan
kebutuhan pegawai sesuai dengan beban kerja; (c) pelaksanaan seleksi dan
promosi dilakukan secara terbuka; (d) memiliki manajemen karier yang terdiri
dari perencanaan, pengembangan, pola karir, dan rencana suksesi yang diperoleh
dari manajemen talenta; (e) memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi
pada penilian kinerja yang objektif dan transparan; (f) menerapkan kode etik dank
ode perilaku pegawai ASN; (g) merencankan dan memberikan kesempatan
pengembangan kompetensi sesuai hasil penilaian kinerja; (h) memberikan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1397
perlindungan kepada pegawai ASN dari tindakan penyalahgunaan wewenang; dan
(i) memiliki sistem informasi berbasi kompetensi yang terintegrasi dan dapat
diakses oleh seluruh pegawai ASN.
Namun dalam praktiknya, didalam proses rekrutmen yang dilakukan
pemerintah adalah tidak pernah serius untuk mendapatkan kandidat ASN yang
sesuai dengan kapabilitas. Praktik-praktik nepotisme dan kolusi masih sering
terjadi pada saat proses rekruitmen dan seleksi terutama di pemerintahan daerah.
Beberapa faktor yang terjadi yaitu pertama, praktik yang dilakukan oleh kepala
daerah ini merupakan praktik balas jasa kepada tim suskes maupun
pendukungnya. Namun hal tersebut tidak saja dilakukan oleh kepala daerah tetapi
juga dilakukan oleh politisi lokan maupun nasional. Hal yang dilakukan adalah
dengan menitipkan kerabat ataupun keluarga kepada panitia seleksi dalam proses
rekruitmen. Faktor kedua adalah proses rekruitmen merupakan sebuah ajang
untuk meng-ilegalkan dana melalui suap, pemerasan, dan pungutan liar. Faktor
yang terakhir adalah pasar kerja yang sangat kompetitif. Ketersediaan lapang kerja
yang ada tidak sesuai dengan jumlah pelamar calon PNS sehingga situasi tersebut
dimanfaatkan oleh para pemburu rente untuk menjadikan proses rekruitmen
tersebut sebagai komiditas yang illegal.
Sejalan dengan pengembangan kompetensi ASN, perkembangan teknologi
dunia yang telah berkembang begitu cepat ternyata berpengaruh terhadap
perkembangan teknologi di Indonesia. Perkembangan teknologi yang telah terjadi
menuntut adanya perubahan tenaga kerja dengan meningkatkan kompetensi sesuai
dengan apa yang dibutuhkan. Tantangan yang yang di hadapi oleh ASN di
Indonesia untuk masa depan seperti globalisasi, kompetisi antar negara, teknologi
informasi dan digitalisasi. Untuk itu diperlukan peningkatan kemampuan dan
kompetensi ASN agar dapat bersaing ditingkat global, melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan jabatan yang diduduki. Perubahan zaman dan pengaruh
revolusi industry 4.0 (sistem teknologi digital) inilah yang menuntut agar ASN
memiliki daya saing dan memiliki kemampuan teknis (hard skill) agar
mendapatkan keterampilan dan dapat menggunakan teknologi informasi (TI).
Agar mampu bersaing dengan negara lain pada era digitalisasi saat ini
pemerintah telah meranang road map program SMART ASN yang ditargetkan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1398
akan terwujud pada tahun 2024. Manajemen ASN yang professional sesuai
dengan bidangnya adalah kunci dari keberhasilan ASN dalam menghadapi
revolusi industri 4.0. Dalam program pengembangan tersebut tujuan utamanya
adalah untuk menyiapkan SMART ASN dengan kriteria ASN yang perlu dibangun
adalah berintegritas, memiliki rasa nasionalisme tinggi, professional, berwawasan
global, memahami IT dan bahasa asing, hospitality, networking, serta jiwa
entrepreneuship.
Tiga sasaran utama untuk mewujudkan SMART ASN di tahun 2019, yaitu:
Pertama membuka kualifikasi ASN sesuai dengan arah pembangunan nasional
serta potensi daerah. Kembali lagi sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun
2014 Tentang Aparatur Sipil Negara telah mengamanatkan penyelenggaraan
kebijakan dan manajemen ASN harus dijalankan berdasarkan asas
profesionalisme, proposional, akuntabel, serta efektif dan efisien agar peningkatan
kinerja birokrasi dapat tercapai. Melalui UU ASN diharapkan akan lahir aparatur
negara yang berintegritas, professional, netral, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan pemetaan kualifikasi,
kompetensi dan kinerja PNS, sehingga akan melahirkan kandidat PNS yang baik.
Hasil dari pemetaan kualifkasi tersebut dapat dijadikan dasar untuk
mengambil langkah kebijakan lebih dalam percepatan penataan PNS seperti
pengembengan kompetensi dan karier, mutasi/rotasi dan melakukan evaluasi bagi
ASN yang kualifikasi dan kompetensi serta kinerjanya kurang baik. Kedua,
pengadaan ASN perlu dilakukan secara transparan, objektif, dan fairness. Hal ini
perlu dilakukan agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat sekaligus
dapat menjaring putra-putri terbaik bangsa. Ketiga, meningkatkan profesionalisme
dengan cara meningkatkan kompetensi, kualifikasi dan kinerja sesuai dengan
amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam manajemen ASN juga perlu dilakukan penataan Aparatur Sipil
Negara yang bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu; analisis profil pegawai
terkait dengan analisis struktur organisasi; analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi pegawai yang perlu ditingkatkan; distribusi pegawai melalui job
enrichment. Dengan demikian diharapkan penataan ini dapat mengisi gap untuk
menuju profil ideal ASN serta dapat mengoptimalkan kapasitas dari setiap ASN.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1399
KESIMPULAN
Dengan melihat Undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara kita sudah mengetahui bahwa dengan menggunakan meryt system maka
penrapan penataan ASN bisa berjalan sesuai dengan undang-undang. Dengan
meryt system juga menopang penataan ASN yang diharapkan dapat membawa
sebuah optimisme sebagai langkah strategis dalam mempercepat proses
pembentukan aparatur negara dalam mencapai tingkat profesionalisme yang
seusai dengan undang-undang pula. Dalam meryt system ini akan digunakan
sebagai dasar pondasi pembentukan aparatur negara melalui smart asn yang
dimana memiliki sasaran : Perencanaan ASN, yang dimana dapat membuka
formasi/kualifikasi ASN yang sesuai dengan arah pembangunan nasional serta
potensi daerah, Pengadaan ASN yang transparan, dalam fungsi agar tdiak tejadi
hal-hal yang tidak diinginkan terutama dalam menghilangkan budaya spoil
system, objektif dan fairness untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat
sekaligus menjaring putra-putri terbaik bangsa, Meningkatkan profesionalisme,
yakni untuk menjalankan fungsi sebagai pelayan publik dan abdi negara dan
meningkatkan kompetensi, kualifikasi dan kinerja sebagaimana yang diamanatkan
UU ASN.
Dalam penerapan smart ASN nantinya akan menutup peluang spoil system
untuk masuk ke dalam roda pemerintahan yang akan mempengaruhi peningkatan
kualitas pelayanan publik dan juga peningkatan kualitas ASN itu sendiri
dikarenakan melalui penerapannya juga memakai meryt system yang tentu saja
berlawanan dengan spoil system. Dengan adanya smart asn ini nantinya akan
meningkatkan ASN yang profesional yang dapat bertahan di era Rvolusi industri
4.0 sampai dengan target 20 tahun kedepan yang tentu saja proses pelaksanaannya
dilakukan pengawasan yang ketat dan berkesinambungan. Smart asn dilakukan
secara bertahap dan terstruktur agar terwujud SMART ASN yang memiliki
karakteristik berwawasan global, menguasai TIK dan bahasa, memiliki
kemampuan networking tinggi dengan kemampuan skill multitasking yang
proporsiona, penrapan ini fokuskan dikarenakan adanya perubahan era yang
dimana di era 4.0 ini sangat diperlukannya ASN yang seperti di jelaskan di atas
sehingga kualitas kinerja ASN dapat sesuai dengan UU ASN.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1400
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Nurafni Kusumawardhani, Rima Lestari (2019). “Problematika Seleksi
Cpns 2018 Dalam Pengangkatan Cpns Yang Tidak Memenuhi Passing
Grade”. Volume 13, Nomor 01, Juni 2019.
Ayuningtyas harahap, Nurmailta (2018, November 18). Polemik mutasi aparatur
sipil negara, Sindonews. Retrieved from
https://www.google.co.id/amp/s/nasional.sindonews.com/newsread/1354
445/18/polemik-mutasi-aparatur-sipil-negara-1542151369
Bkpsdm (2019). “Kompetensi Pns, Apa, Mengapa Dan Bagaimana”.
https://bkpsdm.bulelengkab.go.id/artikel/kompetensi-pns-apa-mengapa-
dan-bagaimana-18
Harahap, Nurmalita Ayuningtyas (Desember 2016). “Penguatan Kedudukan Dan
Peran Komisi Aparatur Sipil Negara Dalam Mewujudkan Reformasi
Birokrasi”. Volume 01, Nomor 02.
http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/jph/article/view/1418/pdf_6
Jawapos (2019). “1,6 Juta PNS Tak Memiliki Keahlian Spesifik”.
https://www.jawapos.com/nasional/03/11/2019/16-juta-pns-tak-
memiliki-keahlian-spesifik/
Jawapos (2019). “1,6 Juta PNS Tak Memiliki Keahlian Spesifik”.
https://www.jawapos.com/nasional/03/11/2019/16-juta-pns-tak-
memiliki-keahlian-spesifik/
Liputan6 (2017). “Duh, Lebih Dari 1,5 Juta Pns Di Indonesia Tak Kompeten”.
https://www.liputan6.com/regional/read/2695086/duh-lebih-dari-15-juta-
pns-di-indonesia-tak-kompeten
Liputan6 (2019). “Catat, Pns Wajib Kuasai Teknologi Informasi”.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4087529/catat-pns-wajib-kuasai-
teknologi-informasi
Martini, Rina. (2014). Politisasi Birokrasi Di Indonesia.
https://ejournal.undip.c.id /index. php/politika/article/view/4879/4425
(diakses 21/11/2019 Pukul 14.00).
Pasal 1 poin 22 Undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1401
Pasal 3 poin 2 Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas
undang-undang No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.
Pasal 16 A poin 1 Undang- Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
undang-undang No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.
Pasal 30 Undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur sipil negara
Peters, B. Guy. Pierre, Jon. (2004). “Politicization of the Civil Service in
Comparative Perspective ( Perspective The Quest For Control)”. New
York: Routledge, 2004, hlm. 6-7
Rachman, Evinna Septiana, Beni Noviyanto (2017). “Pemanfaatan E-Govenment
Pada Desa Wonokarto Untuk Meningkatkan Akurasi Dan Informasi
Potensi Desa”. Volume 08, Nomor 01, Juli 2017.
http://www.ojs.stmikpringsewu.ac.id/index.php/JurnalTam/article/view/8
6/80.
Ristyandi, Riski.(2020). Bureaucratic Disruption and Threats of Unemployment
in the Industrial Revolution 4.0 Era. Journal of Local Government Issues, 3(1),
86-97, DOI: https://doi.org/10.22219/logos.v3i1.10923.
Saksono, Slamet. (1995). Administrasi Kepegawaian, Yogyakarta:
Kanisius,hlm.30.
Setiyono, Budi. (2012). “ Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi”,
Bandung: Nuansa hlm. 77.