Snail Peserta Didik

Embed Size (px)

Citation preview

http://rezimmuzakki.blogspot.com/2011/04/implikasipertumbuhan-dan-perkembangan.html

Rabu, 13 April 2011IMPLIKASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN IMPLIKASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Dalam kehidupan manusia terdapat dua proses kejiwaan yang terjadi, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pada umumnya, istilah pertumbuhan dan perkembangan digunakan secara bergantian. Padahal, kedua proses ini berlangsung secara interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses itu tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan untuk memperjelas penggunaannya. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisik secara kuantitatif yang menyangkut ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil proses pematangan fungsi dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif berkesinambungan. Adapun istilah perkembangan adalah sebagai berikut. Menurut Warner (1957), perkembangan sesuai dengan prinsip arthogenetis, yaitu perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai pada keadaan diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi itu bersifat totalitas pada diri anak, bahwa bagianbagian penghayatan totalitas itu lambat laun semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan. Spiker (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungkkan dengan perkembangan.

1.

Ortogenetik Yaitu hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu baru sampai dewasa.

2.

Foligenetik Yaitu perkembangan dari asal-usul manusia sampai sekarang ini. Perkembangan perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan ini terjadi sejak permulaan adanya manusia. Jadi, perkembangan orthogenetik mengarah pada suatu tujuan khusus sejalan dengan proses perkembangan evolusi yang selalu mengarah pada kesempurnaan manusia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang kurang normal pada organisme adalah sebagai berikut. 1. Faktor sebelum lahir, seperti peristiwa kekurangan nutrisi pada ibu dan janin (janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi dalam kandungan), terkena infeksi oleh bakteri siphilis, TBC, kolera, tifus, gondok, sakit gula, dan lain-lain. 2. Faktor pada saat kelahiran, seperti pendarahan pada bagian kepala bayi yang disebabkan tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan dan efek susunan syaraf pusat karena proses kelahiran bayi dilakukan dengan bantuan tang (tangver-lossing). 3. Faktor yang dialami bayi sesudah lahir, seperti pengalaman traumatik pada kepala, kepala bagian dalam terluka karena kepala janin terpukul, atau mengalami serangan sinar matahari (zonnestiek). Infeksi pada otak atau selaput otak, misalnya penyakit cerebral meningitis, gabag, malaria tropika, dipteria, dan lain-lain. 4. Faktor fisiologis, misalnya bayi atau anak yang ditinggal ibu, ayah atau kedua orangtuanya cenderung akan mengalami gangguan fisiologis.

B. Pertumbuhan Fisik Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja) 1. Faktor-faktor Penyebab Perubahan Fisik

Perubahan fisik adalah perubahan yang berlangsung secara fisik dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciri-ciri kelamin primer dan sekunder. Penyebab perubahan fisik pada remaja adalah adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endoktrin. Kelenjar pituitari yang terletak di dasar otak mengeluarkan dua macam hormon yang erat hubungannya dengan perubahan masa remaja. Kedua hormon itu adalah hormon pertumbuhan yang menyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh dan hormon gonadotropik atau sering disebut hormon yang merangsang gonad agar mulai aktif bekerja. Tidak berapa lama sebelum saat remaja dimulai, kedua hormon ini sudah mulai diproduksi dan pada saat remaja semakin banyak dihasilkan. Seluruh proses ini dikendalikan oleh perubahan yang terjadi dalam kelenjar endokrin. Kelenjar ini diaktifkan oleh rangsangan yang dilakukan kelenjar hypothalamus, yaitu kelenjar yang dikenal sebagai kelenjar untuk merangsang pertumbuhan pada saat remaja dan terletak di otak.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik Selama masa remaja seluruh tubuh mengalami perubahan, baik dibagian luar maupun bagian dalam tubuh, baik dalam struktur tubuh maupun dalam fungsinya. Hampir semua perubahan mengikuti waktu yang dapat diperkirakan sebelumnya. Apabila sistem endokrin berfungsi normal, ukuran tubuh akan normal pula. Sebaliknya juga, kekurangan hormon pertumbuhan akan menyebabkan kerdil, sedangkan kelebihan hormon pertumbuhan akan menyebabkan ukuran tubuh terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan anak sebayanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik adalah sebagai berikut. a. Pengaruh keluarga.

b. Pengaruh gizi. c. d. e. f. g. Gangguan emosional. Jenis kelamin. Status sosial ekonomi. Kesehatan. Pengaruh bentuk tubuh.

C. Perkembangan Intlek Peserta Didik Usia Sekolah Menangah (Remaja)

1. Pengertian Intelek dan Intelegensi Istilah intelek berarti kekuatan mental yang menyebabkan manusia dapat berpikir aktivitas yang berkenaan dengan proses berpikir atau kecakapan yang tinggi untuk berpikir. Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language, istilah intellect berarti: a. Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti, kecakapan untuk mengamati hubunganhubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya. b. Kecakapan mental yang besar, sangat intelligence. c. Pikiran atau intelegensi. Istilah intelegensi telah banyak digunakan, terutama dalam bidang psikologi dan pendidikan. Namun, secara definitif istilah itu tidak mudah dirumuskan. Banyak rumusan tentang intelegensi, seperti yang dikemukakan oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991), yang mengajukan beberapa rumus intelegensi sebagai berikut. a. Intelegensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkannya memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul. b. Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tindakan. c. Intelegensi meliputi pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif. d. William Stem mengemukakan bahwa intelegensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir. e. Binet berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu, lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi. f. Wechler (1958) merumuskan intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu dalam berpikir dan bertindak secara terarah sweerta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.

2. Karakteristik Perkembanagn Intelek Remaja Intelegensi pada masa remaja tidak mudah diukur karena perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut tidak mudah terlihat. Pada masa remaja, kemampuan untuk

mengatasi masalah yang majemuk terus bertambah. Pada awal remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut masa operasi formal (berpikir abstrak). Pada masa ini, ia telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang mungkin disamping hal yang nyata (Gleitmen, 1986: 475-476). Pada usia ini, ia sudah dapat berpikir hipotek. Berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat penting, yaitu sebagai berikut. a. Sifat deduktif hipotesis

Dalam menyelesaikan suatu masalah, remaja biasanya akan mengawalinya dengan pemikiran yang bersifat teoritis, ia menganalisa masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian masalah yang dapat dilakukan. Pengajuan hipotesis itu menggunakan caraberpikir induktif di samping deduktif. Oleh karena itu, dari sifat analisis yang dilakukan, ia dapat membuat suatu strategi penyelesaian masalah. Remaja mengajukan pendapat atau prediksi tertentu yang disebut proporsi, kemudian mencari hubungan antara proporsi yang berbeda-beda itu. Itulah sebabnya berpikir operasional juga disebut proporsional. b. Berpikir operasional juga berpikir kombinasoris Sifat ini merupakan kelengkapan dari sifat yang pertama dan menitik beratkan pada cara-cara melakukan analisis.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek Pandangan yang mengakui bahwa intelegensi adalah faktor bakat dikemukakan oleh aliran Nativisme. Sementara itu, pendapat bahwa intelegensi dipengaruhi oleh faktor pengalaman atau lingkungan dikemukakan oleh aliran Empirisme. a. Peran pengalaman dari sekolah terhadap intelegensi Penelitian tentang pengaruh pengalaman indra terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus hasil studinya. Rata-rata nilai IQ yang diteliti adalah diatas 110. Anak yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar menunjukkan perbedaan kemajuan atau nilai rata-rata IQ mereka lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah. b. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan intelegensi Pengaruh belajar dalam arti faktor lingkungan terhadap perkembangan intelegensi ternyata cukup besar. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang menggambarkan adanya pengaruh belajar terhadap perkembangan intelegensi (Rochman Natawijaya dan M Musa, 1992:45)

Jika dua anak kembar diasuh bersama dalam lingkungan yang sama, nilai IQ mereka akan hampir sama jika dibandingkan dengan bila mereka diasuh secara terpisah di lingkungan yang berbeda. Demikian pula bila anak-anak yang berbeda diasuh bersama pada lingkungan yang sama, terdapat korelasi yang cukup bermakna (+0,24) di antara mereka. Kesimpulannya adalah tidak terdapat hubungan genetik, tetapi menunjukkan bahwa kesamaan IQ adalah karena kesamaan pengalaman belajar di lingkungan yang sama. 4. Implikasi Perkembangan Intelek Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Piaget menyebutkan bahwa sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menurut Bruner, siswa usia remaja ini dapat menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang canggih. Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses (discover approach) dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep abstrak. Karena siswa pada usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, guru hendaknya tidak menganggap bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan guru. Untuk itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan diskusi secara baik serta memberikab tugas-tugas penulisan makalah. Dalam hal ini, guru hendaknya mengamati kecenderungan-kecenderungan remaja untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak tergali. Cara yang baik dalam mengatasi bentuk-bentuk pemikiran yang belum matang ialah membantu siswa menyadari bahwa mereka telah melupakan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Namun, bila permasalahan tersebut merupakan masalah kompleks dengan bobot emosi yang cukup dalam, hal itu bukan tugas yang mudah.

D. Perkembangan Bakat Khusus Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja) 1. Pengertian Bakat Bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif bersifat umum (misalnya bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus). Bakat khusus disebut juga talenta. Guilford (Sumadi S., 1991: 169) mengemukakan bahwa bakat itu mencakup tiga dimensi psikologis, yaitu dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual.

Dimensi

perseptual

meliputi

kemampuan

persepsi

yang

mencakup

kepekaan

pengindraan, perhatian, orientasi terhadap waktu, luasnya daerah persepsi, kecepatan persepsi, dan sebagainya. Dimensi psikomotor mencakup enam faktor, yaitu: a. Kekuatan.

b. Impuls. c. d. Kecepatan gerak. Ketelitian, yang terdiri atas ketepatan statis yang menitikberatkan pada posisi dan ketepatan dinamis yang menitikberatkan pada gerakan. e. f. Koordinasi. Keluwesan (Flexibility). Dimensi intelektual meliputi lima faktor, yaitu: a. Faktor ingatan, yang mencakup: substansi relasi sistem

b. Faktor ingatan mengenai pengenalan terhadap: c. keseluruhan informasi golongan (kelas) hubungan-hubungan bentuk atau struktur kesimpulan Faktor evaluatif, yang meliputi: identitas relasi-relasi sistem problem yang dihadapi

d. Faktor berpikir konvergensi, yang meliputi: nama-nama hubungan-hubungan sistem-sistem

e. -

transformasi implikasi-implikasi yang unik Faktor berpikir divergen, yang meliputi: menghasilkan unit-unit, seperti: word fluency, ideational fluency pengalihan kelas-kelas secara spontan kelancaran dalammenghasilkan hubungan-hubungan menghasilkan sistem, seperti expressional fluency transformasi divergen susun bagian-bagian menjadi garis besar atau kerangka

2. Jenis-jenis Bakat Khusus Setiap individu memiliki bakat khusus yang berbeda-beda. Usaha pengenalan bakat khusus ini mula-mula terjadi pada bidang pekerjaan, tetapi kemudian dalam bidang pendidikan. Hampir semua ahli psikologi yang menyusun tes untuk mengungkap bakat khusus bertolak dari dasar pemikiran analisis faktor. Menurut Guilford, pada setiap aktivitas diperlukan berfungsinya faktor-faktor khusus. Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat khusus biasanya dilakukan berdasarkan bidang apa bakat tersebut berfungsi, seperti bakat matematika, olah raga, seni, musik, bahasa, teknik, dan sebagainya. Dengan demikian, bakat khusus ini sangat bergantung pada konteks kebudayaan tempat seorang individu hidup dan dibesarkan. Faktor pengalaman atau lingkungan sangat mempengaruhi pengembangan bakat khusus ini.

3. Hubungan antara Bakat dan Prestasi Dengan adanya bakat, seseorang dapat mencapai prestasi dalam bidang tertentu, tetapi diperlukan latihan, pengalaman, pengetahuan dan dorongan atau kesempatan untuk pengembangannya. Jika orangtuanya menyadari bahwa anaknya mempunyai bakat menggambar dan mengusahakan agar ia mendapat pengalaman yang sebaik-baiknya untuk mengembangkan bakatnya, dan anak itu juga menunjukkan minat yang besar untuk mengikuti pendidikan menggambar, anak itu akan dapat mencapai prestasi yang unggul bahkan dapat menjadi pelukis terkenal. Sebaliknya, seorang anak yang mendapat pendidikan menggambar yang baik, tetapi ia

tidak memiliki bakat menggambar, ia tidak akan pernah mencapai prestasi unggul untuk bidang tersebut. Dalam kehidupan di sekolah sering ditemukan bahwa seseorang yang berbakat dalam olah raga umumnya berprestasi di bidang itu. Keunggulan dalam salah satu bidang tertentu, misalnya sastra, matematika atau seni, merupakan hasil interaksi bakat yang dibawa sejak lahir dengan faktor lingkungan yang menunjang.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan. a. Anak itu sendiri Misalnya, anak itu kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia mengalami hambatan dalam mengembangkan bakatnya. b. Lingkungan anak Misalnya, orangtuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana pendidikan yang dibutuhkan anak, atau ekonominya cukup tinggi, tetapi kurang memberi perhatian terhadap pendidikan anaknya.

5. Implikasi Pengembangan Bakat Khusus Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Sampai sekarang belum ditemukan tes bakat khusus yang cukup luas daerah pemakaiannya (seperti tes intelegensi). Berbagai tes bakat yang sudah ada, seperti FACT (Flanegen Aptitude Clasification Test) yang disusun oleh Flanegen, DAT (Differential Aptitude Test) yang disusun oleh Binnet, M-T test (Mathematical and Technical Test) yang disusun oleh Luningprak masih sangat terbatas jangkauan dan daerah berlakunya. Hal ini disebabkan karena tes bakat sangat terikat oleh konteks kebudayaan tempat tes itu disusun dan dilaksanakan. Selain itu, macam-macam bakat khusus juga terikat oleh konteks pola kebudayaan tempat seseorang dibesarkan. Alat ukur atau tes apa yang dipakai tentu saja bergantung pada macam bakat yang ingin dikenali. Bakat anka dapat dikenali dengan melakukan observasi terhadap apa yang selalu dikerjakan dan digemari anak. Pengenalan terhadap bakat anak sangat bermanfaat bagi orangtua

dan guru agar memahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Dengan mengenal ciriciri anak berbakat, orangtua dapat menyediakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan bakat anak tersebut. Selain itu, dapat membantu anak-anak dalam memahami potensi dirinya, serta tidak melihatnya sebagai suatu beban, tetapi sebagai anugerah yang harus dihargai dan dikembangkan. Manfaat lain dari kemampuan orangtua untuk mengenal bakat anak ialah orangtua dapat membantu sekolah dalm menyusun program dan prosedur pemanduan anak-anak berbakat, dengan memberikan informasi yang dibutuhkan tentang ciri-ciri dan keadaan mereka. Sebagai contoh, orangtua memberi keterangan tentang butir-butir berikut ini: a. hobi dan minat anak yang khusus,

b. jenis buku yang disenangi, c. masalah dan kebutuhan pokok,

d. prestasi yang pernah dicapai, e. f. pengalaman-pengalaman khusus, kegiatan kelompok yang disenangi,

g. kegiatan mandiri yang disenangi, h. sikap anak terhadap sekolah dan guru, i. cita-cita masa depan.

Anak akan merasa aman secara psikologis apabila: a. guru sebagai pendidik dapat menerima sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta memberi kepercayaan bahwa pada dasarnya semua siswa baik dan mampu. b. Guru sebagai pendidik mengusahakan suasana yang mengondisikan anak tidak merasa dinilai. Sebab, memberi penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri. c. Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang atau pola pikir anak. Dalam suasana seperti ini, anak-anak akan merasa aman untuk mengungkapkan atau mengekspresikan bakatnya.

Dengan demikian, anak akan merasa kebebasan psikologis apabila mendapat kesempatan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain itu, pendidikan hendaknya berfungsi sebagai media pengembangan dan pembinaan bakat anak, sehingga tidak hanya semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat abstrak dan skolastik. Pengenalan bakat dan upaya pengembangannya membantu remaja untuk menentukan piilihan yang tepat dan menyiapkan dirinya utnuk mencapai tujuan dan karier kehidupannya.

E. Perkembangan Hubungan Sosial Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (remaja) 1. Pengertian Hubungan Sosial Teori psikologi telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah, tahapan dan jenjang. Kehidupan anak pada dasarnya merupakan kemampuan berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan sosial budayanya. Pada proses interaksi sosial ini, faktor intelektual dan emosional mengambil peran yang sangat penting. Proses sosial tersebut merupakan proses sosialisasi yang menempatkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi, internalisasi, dan enkulturisasi. Sebab, manusia tumbuh dan berkembang di dalam konteks lingkungan sosial budaya. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan sosial memberi banyak pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiopsikologis. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial, yaitu bagaimana seseorang hidup dalam kelompoknya, baik dalam kelompok primer (keluarga) maupun dalam lingkungan sekunder (masyarakat). Hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas sampai pada tingkat yang luas dan kompleks. Semakin bertambah dewasa dan bertambah umur, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat luas dan kompleks. Pada jenajng perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi untuk berpartisipasi dan berkontribusi memajukan kehidupan masyarakatnya.

2. Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja

Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan, remaja mulai memperhatikan berbagai nilai dan norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku di keluarganya. Ia mulai memahami nilai dan norma pergaulan dalam kelompok remaja, kelompok anak-anak, kolompok orang dewasa, dan kelompok orangtua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi tidak mudah untuk dilakukan. Kehidupan sosial pada jenjang usia remaja ditandai oleh menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Mereka dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup ataupun terbuka seiring masalah pribadi yang dialaminya. Keadaan ini oleh Erik Erickson (dalam Lefton, 1982:281) dinyatakan sebagai krisis identitas diri. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Konsep diri ini tidak hanya terbentuk dari bagaimana remaja percaya tentang keberadaan dirinya, tetapi juga dari bagaimana orang lain menilai tentang keberadaan dirinya. Erickson mengemukakan bahwa perkembangan remaja sampai jenjang usia dewasa melalui 8 tahapan. Perkembangan remaja berada pada tahap keenam dan ketujuh, yaitu menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan situasi kehidupan yang mereka alami. Banyak diantara mereka yang amat percaya pada kelompoknya dalam menemukan jati dirinya. Dalam hal ini Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosiokultural. Berbda dengan pandangan Sigmud Freud bahwa kehidupan sosial remaja (pergaulan dengan sesama remaja terutama dengan lawan jenis) didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksualnya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Perkembangan sosial dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keluarga, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental, terutama emosi dan intelegensi. a. Faktor keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang memberikan banyak pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan sosial anak. Keluarga merupakan media sosialisasi yang paling efektif bagi anak. Dalam keluarga berlaku nilai dan norma kehidupan yang harus diikuti dan dipatuhi oleh anak. Sikap orangtua yang terlalu mengekang dan membatasi pergaulan akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial bagi anak-anaknya. Sebaliknya, sikap orangtua yang

terlalu memberikan kebebasan bergaul pada anak-anaknya menyebabkan perkembangan sosial anak-anaknya cenderung tidak terkendali. b. Kematangan Proses sosialisasi tentu saja memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk memberi dan menerima pandangan atau pendapat orang lain diperlukan kematangan intelektual dan emosional. Selain itu, kematangan mental dan kemampuan berbahasa ikut pula menentukan keberhasilan seseorang dalam berhubungan sosial. c. Status sosial ekonomi Kehidupan sosial dipengaruhi pula oleh kondisi atau status sosial ekonomi keluarga. Masyarakat akan memandang seorang anak dalam konteksnya yang utuh dengan keluarga anak itu. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan memperlihatkan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Ia akan menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya. Hal itu mengakibatkan anak akan menempatkan dirinya dalampergaulan sosial yang tidak tepat. Kondisi demikian bisa berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya. Akibat lain yang mungkin terjadi, anak-anak dari keluarga kaya akan membentuk kelompok elit dengan nilai dan norma sendiri. d. Pendidikan Pendidikan merupakan media sosialisasi yang terarah bagi anak. Sebagai proses pengoperan ilmu yang normatif, pendidikan akan memberi warna terhadap kehidupan sosial anak dimasa yang akan datang. Pendidikan moral diajarkan secara terpogram dengan tujuan untuk membentuk kepribadian anak agar mereka memiliki tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, siswa bukan saja dikenalkan dan ditanamkan nilai dan norma keluarga dan masyarakat, tetapi ditanamkan juga nilai dan norma kehidupan bangsa dan negara. e. Kapasitas mental: emosi dan intelegensi Kapasitas emosi dan kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, berbahasa, dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan kehidupan di masyarakat. Perkembangan emosi dan intelegensi berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi dan memiliki emosi yang stabil akan mampu memecahkan berbagai permasalahan hidupnya di masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan intelektual yang tinggi, pengendalian emosional secara seimbang sangat

menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan ini akan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.

4. Mengembangkan Keterampilan Sosial pada Remaja Sebagai makhluk sosial, remaja dituntut untuk dapat mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampumenampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu, ia dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Keterampilan-keterampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Keterampilan sosial seharusnya mulai dikembangkan sejak anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup bagi anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan temanteman sebayanya, memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai perkembangan anak, dan sebagainya. Dengan mengembangkan keterampilan tersebut sejak dini, anak akan mudah memenuhi tugas-tugas perkembangan sosial berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat. Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (1984), dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menuntut keterampilan sosial (social skills), yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan/sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok, dan lapangan kerja.

a.

Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home sehingga tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari:

-

kurang adanya saling pengertian kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orangtua dan saudaranya kurang mampu berkomunikasi secara sehat kurang mampu mandiri kurang mampu memberi dan menerima sesama saudara kurang mampu bekerja sama kurang mampu mengadakan hubungan yang baik Dengan memperhatikan hal-hal tersebut amatlah penting bagi orangtua untuk menjaga keharmonisan keluarganya.

b. Lingkungan Sejak dini, anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi: lingkungan fisik lingkungan sosial lingkungan keluarga lingkungan sekolah lingkungan masyarakat luas Dengan pengenalan lingkungan sejak dini, anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari orangtua, saudara, atau kakek dan nenek saja.

c.

Kepribadian Secara umum, penampilan sering diidentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, padahal sebenarnya tidak demikian karena sebenarnya apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya. Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga mengucilkan orang yang penampilannya tidak menarik. Di sinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik atau hal-hal yang terlihat, seperti materi atau penampilan.

d. Rekreasi Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi, seseorang akan merasa mendapat kesegaran fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capek, bosan, monoton, serta mendapatkan semangat baru. e. Pergaulan dengan lawan jenis Untuk menjalankan peran menurut jenis kelamin, anak dan remaja seyogianya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat penting dalam persiapan berkeluarga nantinya. f. Pendidikan Pada dasarnya, sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran orangtua adalah menjaga agar keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak dan dikembangkan terus-menerus sesuai dengan tahap perkembangan anak selanjutnya.

g. Persahabatan dan solidaritas kelompok Pada masa remaja, peran kelompok dan teman-teman amatlah besar. Sering remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan dengan urusan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain.

Dalam hal ini orangtua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya. h. Lapangan Kerja Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerja. Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran di sekolah, merekka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SLTA, mereka mendapat bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan. Dengan memahami lapangan kerja dan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan, remaja yang terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi akan siap untuk bekerja. i. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri Untuk menumbuhkan kemampuan penyesuaian diri, sejak anak awal diajari untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif. Untuk itu, tugas orangtua/pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dan sebagainya. Dengan cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari orang lain/kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain/kelompok.

5. Implikasi Pengembangan Hubungan Sosial Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Masa remaja merupakan masa mencari jati diri sehingga ia memiliki sikap yang terlalu tinggi dalam menilai dirinya atau sebaliknya. Remaja umumnya belum memahami benar tentang nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya. Hal itu menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi dengan kondisi yang terjadi dalam masyarakat. Pola kehidupan remaja yang berbeda dengan kelompok dewasa dan kelompok anak-anak dapat menimbulkan konflik sosial. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan ruang kepada mereka ke arah perilaku yang bermanfaat dan dapat diterima oleh masyarakat umum. Di sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti sosial, kelompok belajar, dan kegiatan-kegiatan lainnya di bawah asuhan guru pembimbing.

F. Perkembangan Bahasa Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja) 1. Pengertian Perkembangan Bahasa Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau berhubungan dengan orang lain. Bahasa merupakan alat pergaulan. Penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu berkomunikasi dengan orang lain. Perkembangan bahasa seorang individu dimulai sejak ia masih bayi dengan meniru suara atau bunyi tanpa arti dan diikuti ucapan satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan seterusnya. Dengan menggunakan bahasa inilah, ia berhubungan sosial sesuai denagn tingkat perilaku sosialnya. Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelegensi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan bahasa. Tingkat intelektual bayi belum berkembang dan masih sangat sederhana. Semakin besar bayi itu tumbuh dan berkembang, kemampuan bahasanya mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju yang kompleks. 2. Karakteristik Perkembangan Bahasa Remaja Pola bahasa yang dimiliki dan dikuasai anak adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga, yang disebut bahasa ibu. Perkembangan bahasa ibu dilengkapi dan diperkaya oleh bahasa masyarakat tempat mereka tinggal. Hal ini berarti proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya menyebabkan bahasa remaja lebih diwarnai oleh pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman di kalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem juga tercipta secara khusus di kalangan remaja untuk kepentingan khusus remaja pula.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Perkembangan bahasa seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.

a.

Faktor umur

b. Faktor kondisi lingkungan c. Faktor kecerdasan

d. Status sosial ekonomi keluarga e. Faktor kondisi fisik

4. Pengaruh Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat kemampuan berpikir sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa. Demikian pula sebaliknya. Orang yang kemampuan berpikirnya rendah akan mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata atau kalimat yang baik, logis, dan sistematis. Hal ini tentu saja akan menyulitkan mereka dalam berkomunikasi. Orang menyampaikan ide atau gagasannya menggunakan bahasa. Demikian pula menangkap ide atau gagasan orang lain dilakukan melalui bahasa. Menyampaikan dan menangkap makna ide dan gagasan merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat kekaburan persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berpikir menjadi tidak tepat. Ketidaktepatan ini diakibatkan oleh kekurangan dalam berbahasa.

5.

Implikasi Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang memiliki variasi bahasa yang berbedabeda, baik kemampuan maupun polanya. Sehubungan dengan itu, dalam mengembangkan strategi belajar mengajar di bidang bahasa, guru perlu memfokuskan pada kemampuan dan keragaman bahasa anak. Anak diminta untuk melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang telah diberikan dengan kata-kata yang disusun sendiri. Dengan cara ini, guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa mereka. Kalimat atau cerita anak tentang isi pelajaran perlu diperkaya dan diperluas oleh guru agar mereka mampu menyusun cerita yang lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajarinya dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri. Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan

kemampuan dan membentuk pola bahasa anak. Dalam penggunaan model ini, guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Oleh karena itu, sarana pengembangan berbahasa, seperti buku bacaan, surat kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya disediakan di sekolah.

G. Perkembangan Emosi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja) 1. Pengertian Emosi Perilaku kita sehari-hari pada umumnya diwarnai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, atau sedih dan gembira. Perasaan yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut sebagai warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas. Apabila warna afektif tersebut kuat, proses seperti itu dinamakan emosi (Sarlito, 1982:59). Beberapa contoh emosi yang lainnya adalah gembira, cinta, marah, takut, cemas, malu, kecewa, benci. Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan pada fisik seseorang, seperti: a. reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona

b. peredaran darah bertambah cepat bila marah c. denyut jantung bertambah cepat bila terkejut

d. bernapas panjang bila kecewa e. f. pupil mata membesar bila marah air liur mengering bila takut atau tegang

g. bulu roma berdiri bila takut h. pencernaan menjadi sakit kalau tegang i. j. otot menjadi tegang atau bergetar komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktif

2. Karakteristik Perkembangan emosi Masa remaja sering dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa saat ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi disebabkan remaja berada di bawah tekanan sosial, dan selama masa kanak-kanak, ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai

dan tekanan. Sebagian dari mereka memang mengalami ketidakstabilan emosi sebagai dampak dari penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266). Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi remaja. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain sebagai berikut. a. Belajar dengan coba-coba

b. Belajar dengan cara meniru c. Belajar dengan cara mempersamakan diri

d. Belajar melalui pengondisian e. Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan

4. Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku Perasaan takut atau marah dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan emosi dan menjadi gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, jantung berdetak cepat, dan lainlain. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab seseorang kesulitan berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Seorang yang gagap sering dapat berbicara secara normal jika dalam keadaan rileks atau senang. Namun, jika dia dihadapkan pada situasi-situasi yang menyebabkan kebingungan Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan oleh ketegangan emosi atau frustasi. Karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa bisa saja tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena sesuatu yang terjadi pada situasi belajar di kelas. Jika ia merasa malu karena gagal dalam menjawab soal tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi takut ketika menghadapi tes tertulis. Akibatnya, ia memutuskan untuk membolos, atau mungkin melakukan kegiatan yang lebih buruk lagi, yaitu melarikan diri dari orangtua, guru, atau otoritas lain.

5. Mengenal Kecerdasan Emosi Remaja

Masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam upayanya untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendairi dan orang lain dan menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari: a. kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri)

b. kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) c. keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain) Goleman (1995) mengungkapkan lima wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari. a. Mengenali emosi diri

b. Mengelola emosi c. Memotivasi diri

d. Mengenali emosi orang lain e. Membina hubungan dengan orang lain

6. Implikasi Pengembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Sehubungan dengan emosi remaja yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat guru lakukan adalah memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh dengan rasa tanggung jawab moral. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.

Perlu disadari bahwa remaja berada dalam keadaan yang membingungkan dan sulit diterka perilakunya. Dalam banyak hal, ia bergantung pada orangtua tentang keperluankeperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban kepada pengasuhan yang mereka berikan saat dia tidak mampu memelihara dirinya sendiri. Namun, ia juga merasa ingin bebas dari otorita orangtuanya agar menjadi orang dewasa yang mandiri. Hal itu memicu terjadinya konflik dengan orangtua. Apabila terjadi friksi semacam ini, para remaja mungkin merasa bersalah, yang selanjutnya dapat memperbesar jurang pemisah antara dia dan orangtuanya. Seorang siswa yang merasa bingung terhadap kondisi tersebut mungkin merasa perlu menceritakan penderitaannya, termasuk rahasia-rahasia pribadinya kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang guru pembimbing hendaknya tampil berfungsi dan bersikap seperti pendengar yang bersimpatik.POINT 3

http://chatroks.blogspot.com/2010/11/karakteristikperkembangan-emosi-nilai.html whong chatroks Rabu, 03 November 2010KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN EMOSI, NILAI, MORAL DAN SIKAP REMAJA DIHUBUNGKN DENGAN PROSES BELAJAR

A. PERKEMBANGAN EMOSI PESERTA DIDIK/REMAJA 1. Pengertian Emosi Emosi adalah setiap kegiatan aatau pergolakan pikiran,perasaan,nafsu,setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Emosi juga menujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas,suatu keadaan biologis dan psikologis,dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Adapun perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaaan jasmaniah.

2. Hubungan antara Emosi dan Tingkah laku

a.

b.

c.

d.

Ada empat teori yang menjelaskan hubungan antara emosi dengan tingkah laku,yaitu: Teori Sentral Menurut teori ini,gejala kejasmanian termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu. Teori ini dikemukakan oleh Walter B Canon(Mafhudh Salahudin,1986:264) Teori Peripheral Menurut teori ini,bahwa gejala-gejala kejasmanian atau tingkah laku seseorang merupakan akibat dari emosi,yang dialami oleh individu itu,sebagai akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Teori ini dikemukakan oleh James dan Lange(CP Chaplin.1989:264) Teori Kpribadian Menurut teori ini,emosi merupakan suatu aktifitas pribadi,dimana pribadi ini tidak dapat dipisahpisahkan. Maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan jasmani. Teori kedaruratan Emosi (Emergeney Theoryof The Emotion) Reori ini mengemukakan bahwa reaksi yang mendalam(visceral) dari kecepatan jantung yang semakin bertambah akan menambah cepatnya aliran darah menuju ke urat-urat, hambatanhambatan pada pencernaan,pengembangan atau pemuaian pada kantung-kantung didalam paruparu dan proses lainnya yang mencirikan secara khas keadaan emosional seseorang,kemudian menyiapkan organisme untuk melarikan diri atau untuk berkelahi,sesuai dengan penilaian terhadap situasi yang ada oleh kulit otak. Teori ini dikemukakan oleh Cannon (CP Ehaplin,1989:162)

3. Karekteristik Perkembangan Emosi Remaja Karakteristik perkembangan remaja sejalan dengan perkembangan masa remaja itu sendiri,yaitu sebagai berikut: Perubahan fisik tahap awal pada periode pra-remaja disertai sikap kepekaan terhadap rangsangrangsang dari luar menyebabkan responnya biasanya berlebihan sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng,tetapi juga cepat merasa senang bahkan meledak-ledak. Perubahan fisik yang semakin tampak jelas pada periode remaja awal menyebabkan mereka cendrung menyendiri sehingga tidak jarang pula merasa terasing,kurang perhatian dari orang lain,atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau memperdulikannya. Periode remaja tengah sudah semakin menyadari pentingnya nilai-nilai yang dapat dipegang teguh sehingga jika melihat fenomena yang terjadi di masyarakat yang menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui menyebabkan remaja sering kali secara emosional ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar,baik dan pantas untuk dikembangkan dikalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau orang dewasa disekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya. Periode remaja akhir mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai menunjukkan pemikiran,sikap,perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu,orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orang tua juga semakin lebih bagus dan lancar karena mereka sudah semakin bebas penus serta emosinya pun mulai stabil. Perasaan yang sering muncul : a. Cinta / kasih sayang

a.

b.

c.

d.

Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Tampaknya tidak ada manusia, termasuk remaja, yang hidup bahagiadan sehat tanpa mendapatkan cinta dari orang lain. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal dan mempunyai sikap permusuhan besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari. b. Gembira Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai sahabat, atau bila jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan (diterima)oleh yang cintai. kemarahan dan permusuhan c. Rasa marah Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri. Sikap-sikap permusuhan mungkin berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau kecenderungan untuk merasa tersiksa. d. Ketakutan dan Kecemasan Ketakutan muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa tidak berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri. Biasanya para remaja merasa takut hanya pada kejadian-kejadian bila mereka merasa bahaya. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah pada rasa takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa yang Semarang atau masa depan yang tidak menentu.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja Ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja,yaitu: Perubahan Jasmani Perubahan pola interaksi dengan orang tua Perubahan interaksi dengan teman sebaya Perubahan pandangan luar Perubahan interaksi dengan lingkungan sekolah Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar(Hurlock, 1960:266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa kanak-kanak kemasa remaja. Peralihan pernyataan emosi yang bersifat umum ke emosinya sendiri yang bersifat individual ini dan memperhalus perasaan merupakan bukti/petunjuk adanya pengaruh yang bertahap dan latihan serta pengendalian terhadap perilaku emosional. Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional.

a. b. c. d. e.

Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa/keseluruhan latar belakang Pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.

5. Upaya mengembangkan emosi remaja dan implikasinya dalam penyelenggara pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan emosi remaja agar berkembang kearah kecerdasan antara lain dengan belajar mengembangkan: a. Keterampilan emosional b. Keterampilan kognitif c. Keterampilan prilaku

B. Perkembangan Nilai,Moral dan Sikap

1. Pengertian nilai moral dan sikap Nilai, yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya. Istilah moral berasal dari kata "mores" (latin) yang artinya tata cara dalam kehidupan,adat istiadat atau kebiasaan(Gunarsa 1988:36). Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi(Shaffer 1979:408). Sikap adalah prodisposisi emosional yang dipelajari untuk berespons secara konsisten terhadap suatu objek (fishbein 1975:6). Sikap merupakan variabel latent yang mendasari,mengarahkan dan mempengaruhi prilaku. 2. Hubungan antara nilai,moral dan sikap Nilai merupakan dasar pertimbangan dari individu untuk melakukan sesuatu,moral merupakan perilaku yang harus dilakukan atau dihindari,sedangkan sikap merupakan kesiapan (predisposisi) individu untuk bersespons/bertindak terhadap objek sebagai manivestasi dari sistem nilai dan moral yang ada didalamnya. Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yang dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindara yang akan nampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai manifestasi dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya. 3. Karakteristik nilai,moral, dan sikap pada remaja Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol yang berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan akan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman,pegangan,atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang(Sarwono,1989).

Pembentukan nilai-nilai baru ini dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengembangkannya sendiri. Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal,yakni mulai mampu berfikir abstrak dan mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis,maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu,tempat,dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka(Gunarsa,1988). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi(Monks,1989). Perkembangan pemikiran moral remaja yang demikian ini,jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensional. Pada akhir masa remaja akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral berikutnya yang disebut dengan tahap pasca konvensional/dimana orisinalitas pemikiran moral remaja sudah semakin tampak jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata-pranata yang bersifat konvensional. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menantang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya(Gunarsa 1988),apalagi kalau orang tua atau orang dewasa lainnya berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang melawan pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja ini merupakan gejala wajar yang terjadisebagai unjuk kemampuan berpikir kritis terhadap segala sesuatau yang dihadapi dalam realitas. Gejala dikap menentang pada remaja itu hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang kearah moralitas yang lebih matang dan mandiri. Lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja menurut michael yaitu: a. pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrae b. keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan c. penilaian moral menjadi semakin kognitif d. penilaian moral menjadi kurang egoistik e. penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam penyelidikan yang dilakukan oleh kolhberg mengemukakan 6 tahap(stadium) perkembangan moral. Ada tinkat perkembangan moral menurut kolhberg, yaitu tingkat: 1. prakonvensional 2. konvensional 3. postkonvensional

4. Faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai,moral dan sikap Lingkungan merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai,moral dan sikap-sikap individu(Horrocks,1976;Gunarsa 1988). Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai,moral dan sikap individu ini mencakup aspek psikologis,sosial,budaya dan fisi kebendaan,bak yang terdapat dalam lingkungan keluarga,sekolah maupun masyarakat.

5. Upaya pengembangan nilai,moral dan sikap pada remaja serta implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Suatu sistem sosial yang paling awal berusaha menumbuhkembangkan sistem nilai,moral dan sikap kepada anak-anak adalah keluarga. Ini didorong oleh keinginan dan harapan yang kuat pada orang tua agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang luhur,mampu membedakan antara yang baik dan buruk dan para orang tua menanamkan nilai-nilai luhur,moral dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diidamkan. Upaya pengembangan nilai,moral dan sikap juga diharapkan dapat dikembangkan secara efektif dilingkungan sekolah. Disekolah ada bidang studi PMP,Pendidikan Agama,etika dan budi pekerti yang emplisit dalam setiap bidang studi yang diajarkan. Ada serangkaian penelitian menarik yang dilakukan oleh Blatt dan Kohlberg (1995) yang menunjukkan bahwa upaya pedagogis yang lebih terbatas untuk merangsang proses perkembangan moral dapat juga memiliki dampak yang berarti pada anak. Prosedur diskusi moral yang digunakan oleh Blatt yaitu prosedur pertama,kurikulum pendidikan moral dipusatkan pada suatu rangkaian dilema moral yang didiskusikan bersama-sama antara siswa dan guru. Prosedur kedua, menimbulkan diskusi antara para murid pada dua tahap perkembangan moral yang berdekatan. Implikasi bagi pendidikan dari hasil-hasil penelitian blatt itu adalah bahwa guru harus secara serius membantu para siswa untuk mempertimbangkan berbagai konflik moral yang sesungguhnya,memikirlan cara pertimbangan yang digunakan dalam menyelesaikan konflik moral,melihat ketidakkonsistenan dalam cara berfikirnya,dan menemukal jalan untuk mengatasinya.

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN EMOSI, NILAI, MORAL, SIKAP REMAJA1. Pengertian Emosi Emosi merupakan perasaan-perasan yang dipengaruhi dari warna afektif. Warna afektif yang dimaksud disini adalah perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatanperbuatan kita sehari-hari. Disamping perasaan senang atau tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira, senang, cinta, marah, takut, cemas dan benci. Pada saat emosi seringkali terjadi perubahan-perubahan pada fisik, antara lain berupa: a. Peredaran darah ; bertambah cepat bila marah b. Reaksi elektris pada kulit ; meningkat bila terpesona c. Denyut jantung ; bertambah cepat bila terkejut d. Pernapasan ; bernapas panjang kalau kecewa e. Pupil mata ; membesar bila marah f. Bulu roma ; berdiri kalau takut, dsb. 2. Pengertian nilai Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4)

mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya diinginkan, di mana lebih diinginkan mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). Lebih diinginkan ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. 3. Pengertian Moral Istilah moral berasal dari kata "mores" (latin) yang artinya tata cara dalam kehidupan,adat istiadat atau kebiasaan(Gunarsa 1988:36) 4. Karakteristik nilai, moral dan sikap remaja. Lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja menurut michael yaitu: a. pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrae b. keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan c. penilaian moral menjadi semakin kognitif d. penilaian moral menjadi kurang egoistik e. penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam penyelidikan yang dilakukan oleh kolhberg mengemukakan 6 tahap(stadium) perkembangan moral. Ada tinkat perkembangan moral menurut kolhberg, yaitu tingkat: 1. prakonvensional 2. konvensional 3. postkonvensional 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja Ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja,yaitu: d. Perubahan Jasmani e. Perubahan pola interaksi dengan orang tua f. Perubahan interaksi dengan teman sebaya g. Perubahan pandangan luar h. Perubahan interaksi dengan lingkungan sekolah 6. Karekteristik Perkembangan Emosi Remaja Karakteristik perkembangan remaja sejalan dengan perkembangan masa remaja itu sendiri,yaitu sebagai berikut: a. Perubahan fisik tahap awal pada periode pra-remaja disertai sikap kepekaan terhadap rangsangrangsang dari luar menyebabkan responnya biasanya berlebihan sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng,tetapi juga cepat merasa senang bahkan meledak-ledak. b. Perubahan fisik yang semakin tampak jelas pada periode remaja awal menyebabkan mereka cendrung menyendiri sehingga tidak jarang pula merasa terasing,kurang perhatian dari orang lain,atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau memperdulikannya. c. Periode remaja tengah sudah semakin menyadari pentingnya nilai-nilai yang dapat dipegang teguh sehingga jika melihat fenomena yang terjadi di masyarakat yang menunjukkan adanya

kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui menyebabkan remaja sering kali secara emosional ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar,baik dan pantas untuk dikembangkan dikalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau orang dewasa disekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya. d.Periode remaja akhir mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai menunjukkan pemikiran,sikap,perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu,orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orang tua juga semakin lebih bagus dan lancar karena mereka sudah semakin bebas penus serta emosinya pun mulai stabil.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap Bagi para ahli psikoanalisis perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologik. Teoriteori lain yang lain yang nonpsikoanalisis beranggapan bahwa hubungan teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh kohlberg menunjukan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Dalam perkembangan nilai kohlberg menyatakan adanya tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan. Moral yang sifatnya penalaran menurut kohlberg perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. 6. Saling keterkaitan antara nilai, moral, dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkah laku. Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya, adat kebiasaan dan sopan santun (sutikna, 1988:5).nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang termasuk dalam sila kemanusiaan yang beradil dan beradab, antara lain: a. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia b. mengembangkan sikap tenggang rasa c. tidak semena-mena terhadap orang lain, berani membela kebenaran dan keadilan, dsb. Kaitannya antara nilai dan moral: Moral adalah ajaran tenggang baik-buruk, perbuatan, kelakuan akhlak, kewajiban, dsb.(purwa darminto, 1957:957). Dalam kaitannya dengan pengalaman nilai-nilai hidup maka moral merupakan kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud. Dengan demikian keterkaitan antara nilai, moral dan sikap tingkah laku akan tampak dalam pengalaman nilai-nilai. 7. Upaya pengembangan nilai,moral dan sikap pada remaja serta implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Suatu sistem sosial yang paling awal berusaha menumbuhkembangkan sistem nilai,moral dan sikap kepada anak-anak adalah keluarga. Ini didorong oleh keinginan dan harapan yang kuat pada orang tua agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang luhur,mampu membedakan antara yang baik dan buruk dan para orang tua menanamkan nilai-nilai luhur,moral dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diidamkan.

Upaya pengembangan nilai,moral dan sikap juga diharapkan dapat dikembangkan secara efektif dilingkungan sekolah. Disekolah ada bidang studi PMP,Pendidikan Agama,etika dan budi pekerti yang emplisit dalam setiap bidang studi yang diajarkan. Ada serangkaian penelitian menarik yang dilakukan oleh Blatt dan Kohlberg (1995) yang menunjukkan bahwa upaya pedagogis yang lebih terbatas untuk merangsang proses perkembangan moral dapat juga memiliki dampak yang berarti pada anak. Prosedur diskusi moral yang digunakan oleh Blatt yaitu prosedur pertama,kurikulum pendidikan moral dipusatkan pada suatu rangkaian dilema moral yang didiskusikan bersama-sama antara siswa dan guru. Prosedur kedua, menimbulkan diskusi antara para murid pada dua tahap perkembangan moral yang berdekatan. Implikasi bagi pendidikan dari hasil-hasil penelitian blatt itu adalah bahwa guru harus secara serius membantu para siswa untuk mempertimbangkan berbagai konflik moral yang sesungguhnya,memikirlan cara pertimbangan yang digunakan dalam menyelesaikan konflik moral,melihat ketidakkonsistenan dalam cara berfikirnya,dan menemukal jalan untuk mengatasinya.

Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap peserta Didik Usia Remajahttp://ikhsanudin.wordpress.com/2011/05/24/perkembangan-nilai-moral-dan-sikap-peserta-didikusia-remaja/Mei 24, 2011, ikhsanudin blog

1. Pengertian Nilai, Moral, dan sikap Proses pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan bentuk sikap dan tingkah laku merupakan proses kejiwaan yang bersifat muskil. Seseorang individu yang ada waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata tidak selalu kerena ia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau tidak sesuai dengan perbuatan baik dan norma sosial. Berbuat sesuatu secara fisik adalah bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Akan tetapi, di dalamnya tidak cukup sikap mental yang tidak selalu mudag ditangapi, kecuali ia tidak langsung, misalnya melalui ucapan atau perbuatan yang sangat dapat menggambarkan sikap mental tersebut. Dalam kaitanya dengan nilai, moral merupakan kontrol dalam sikap dan tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud, misalnya dalam pengamalan nilai tenggang rasa, dalam melakukannya seseorangakan selalu memerhatikan perasaan orang, sehingga tidak berbuat sekendak hatinya. Menurut Santrock,1995 berpendapat bahwa moral adalah sesuatu yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Nilai-nilai kehidupan menyangkut persoalan baik dan buruk, sehinga berkaitan denga persoalan, dalam hal ini aliran psikonalisis tidak tidak membedakan antara sosial, norma, dan nilai (Sarlito, 1991:91). Semua konsep itu menurut Freud menyatu dalam konsepnya tentang seperego. Seper ego dalam teori Freud merupakan bagian dari jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan tingkah laku (ego) sehinga tidak bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat.

2. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja Salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukan remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok masyarakatnya. Remaja diharapkan menggati konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskan ke dalam kode moral yang berfungsi sebagai pedoman perilakunya. Micheal mengemukakan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja, yaitu sebagai berikut. a. Pandangan moral individu makin lama menjadi lebih abstrak b. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah c. Penilaian moral yang semakin kognitif mendorong remaja untuk berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah yang dihadapi d. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mudah dalam arti bahwa penilaian moral menimbulkan ketegangan emosi Tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut. a. Tingkat prakonvensional Anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata-mata ditafsirkan darisegi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran kebaikan), tingkat ini dapat di bagi dua tahap: 1) Tahap orientasi hukuman dan keputusan 2) Tahap orientasi relativitas-instrumental b. Tingkat konvensional Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Ia memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinyasendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melaikan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua kelompok yang terlihat di dalamnya, teingkatan ini memiliki dua tahap: 1) Tahap orientasi kesempatan antara pribadi atau orientasi 2) Tahap orientasi hukuman dan keterteban c. Tingkat pasca-konvensional (otonom/berdasarkan prinsip) Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan selepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tehap pada tingkat ini: 1) Tahap orientasi kontrak sosial legalitas 2) Tahap orientasi prinsip etika universal 3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi anak-anak usia 12-16 tahun, gambaran ideal yang diidentifikasikan adalah orang-orang dewasa yang berwibawa atau simpatik, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal yang diciptakan sendiri. Para sosiolog berangapan bahwa masyarakat mempunyai peran penting dalam pembentukan

moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempuyai sangsi-sangsi tersendiri buat si pelangar. Teori perkembangan moral yang di kemukakan oleh Kohlberg menunjukan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi yang diperoleh dari kebiasaan danhal-hal lainyang berhubungan dengan nilaikebudayaan. Tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spotan pada masa anak-anak (Singgih Gunarsa, 1990:202). Anak memang bekembang melalui interaksi sosial tetapi interaksi ini mempunyai corak yang khusus dan faktor pribadi anak ikut berperan. 4. Implikasi Pengembangan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya, proses yang dilalui seseorang delam pengembangan nilai-nilai hidup tertentu adalah sebuah proses yang belum seluruhnya dipahami para ahli (Surakmad, 19980:17). Apa yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang bhanya dapat didekati memalui cara-cara tidak langsung, yakni dengan mempelajari gekala tingkah laku orang tersebut, mampu membandingkan dengan gejala serta tingkah laku orang lain. Di antara proses kejiwaan yang sulit untuk dipahami adalag proses terjelmanya nilai-nilai hidup dalam diri individu, yang mungkin didahului oleh pengenalan nilai secara intelektual, disusul oleh penghayatan nilai tersebut, dan kemudian tumbuh dala diri seseorang sedemikian rupa kuatnya sehingga seluruh jaln pikiran, tingkah lakunya, serta sikapnya terhadap segala sesuatu di luar dirinya, bukan saja diwarnai, tetapi juga dijiwai oleh nilai-nilai tersebut. POINT 4 http://choiroe.blogspot.com/2010/04/implikasi-kebutuhan-remaja.html

IMPLIKASI KEBUTUHAN REMAJAIMPLIKASI KEBUTUHAN REMAJA DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

by: Heru Wahyudi I. PendahuluanA. Latar Belakang Siswa merupakan suatu komponen input dalam proses pembelajaran. Berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan banyak bergantung pada keadaan, kemampuan dan tingkat perkembangan siswa itu sendiri. Hasil pendidikan dan proses kemajuannya sudah tentu tidak sama untuk setiap siswa, karena adanya perbedaan individu baik fisik, psikologis maupun kondisi sosial budaya tempat mereka hidup. Setiap siswa dalam masa remaja juga sebagai anggota masyarakat yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan tentu memiliki kebutuhan dan minat serta masalah yang dihadapi dengan karakteristik yang berbeda. Sebagai individu seorang remaja berkedudukan sebagai pribadi yang utuh, pilah, tunggal dan khas. Individu sebagai subjek yang merupakan satu kesatuan psikofisik dengan berbagai kemampuannya untuk berhubungan dengan lingkungan, dengan sesama dan dengan Tuhan yang menciptakannya. Sebagai makhluk psikofisik remaja memiliki kebutuhan fisik dan psikologis dan sebagai makhluk individu dan sosial remaja memiliki kebutuhan individu (pribadi) dan sosial

kemasyarakatan dalam kehidupannya . Remaja mengalami proses yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangannya yakni proses secara berkelanjutan guna memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan adalah kecendrungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan kelakuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan muncul sebagai akibat adanya perubahan (internal change) dalam organisme atau akibat pengaruh kejadiankejadian dari lingkungan organisme (Hamalik, 1978). Kebutuhan akan menimbulkan dorongan atau motivasi yang mendasari tingkah laku tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja sebagai makhluk individu mempunyai kebutuhan baik pribadi maupun sosial. Sehubungan dengan hal tersebut akan dibahas lingkup kebutuhan remaja sebagai individu dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

B. Rumusan Pertanyaan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan penulisan sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud dengan Pentingnya Kebutuhan Bagi Perilaku Manusia? 2. Apa saja JenisJenis Kebutuhan Remaja dan Bagaimana Pemenuhannya? 3. Bagaimana Implikasi Kebutuhan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan? C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan pertanyaan penulisan di atas, maka tujuan penulisan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan Pentingnya Kebutuhan Bagi Perilaku Manusia. 2. Mendeskripsikan JenisJenis Kebutuhan Remaja dan Pemenuhannya. 3. Mendeskripsikan Implikasi Kebutuhan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan. D. Keterbatasan Penulisan Sehubungan dengan keterbatasan waktu, tenaga, serta kemampuan yang ada pada penulis, maka dalam makalah ini penulis memberi batasan materi yaitu Pentingnya Kebutuhan Bagi Perilaku Manusia, JenisJenis Kebutuhan Remaja dan Pemenuhannya dan Implikasi Kebutuhan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan. E. Manfaat Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan gambaran tentang Pentingnya Kebutuhan Bagi Perilaku Manusia, JenisJenis Kebutuhan Remaja dan Pemenuhannya dan Implikasi Kebutuhan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan. 2. Sedangkan bagi penulis sendiri akan memperoleh pengalaman baru, pengetahuan yang lebih luas dan keterampilan yang cukup tentang Implikasi Kebutuhan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan serta dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar lebih lanjut. II. Pembahasan A. Pentingnya Kebutuhan Bagi Perilaku Manusia Individu adalah pribadi yang utuh dan kompleks. Kekompleksan tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu di samping seorang

individu harus memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama dalam masyarakat, memahami lingkungan serta memahami pula bahwa ia makhluk Tuhan. Sebagai makhluk psiko-fisis manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis dan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan individu dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan sosial psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menuju jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan-kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik, karena pengalaman kehidupan sosialnya semakin luas. Kebutuhan itu timbul disebabkan oleh dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Sumadi, 1984:70). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Semua individu dalam bertingkah laku pada dasarnya dimotivasi oleh kedua kebutuhan yang saling berhubungan satu sama lain, sebagai perwujudan dari adanya tuntutan-tuntutan dalam hidup bersama kelompok sosial sekitar. Menurut Mappiare (1982:130) dua kebutuhan yang dimaksud adalah: 1. Kebutuhan diterima oleh kelompok atau orang-orang lain di sekitar. 2. Kebutuhan menghindari penolakan kelompok atau orang lain. Dalam proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, individu banyak belajar dari lingkungan sosial di sekitarnya yang menimbulkan pengalaman-pengalaman belajar, antara lain pengalaman bergaul dengan orang tuanya, saudara-saudaranya, keluarganya yang lain, guru-gurunya dan teman-teman sekelompoknya. Melalui pengalaman bergaulnya itu individu belajar dan mengetahui tingkah laku yang bagaimana yang mendatangkan kepuasan baginya dan tingkah laku yang bagaimana yang tidak mengenakkan. Dengan kata lain, individu belajar membentuk pola tingkah laku yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut di atas. B. JenisJenis Kebutuhan Remaja dan Pemenuhannya Kebutuhan manusia timbul akibat dorongan-dorongan (motif) yang ada pada dirinya. Motif timbul akibat kebutuhan psikologis atau tujuan kehidupan yang kompleks. Menurut Sunarto (1994:49) kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : 1. Kebutuhan Primer yaitu kebutuhan yang merupakan kebutuhan biologis (organik) yang timbul dari dorongan/motif asli seperti kebutuhan makan, minum, bernapas, kehangatan tubuh, dan kebutuhan seksual dan perlindungan diri. 2. Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan yang timbul oleh motif dipelajari (kebutuhan sosialpsikologis) seperti kebutuhan untuk mencari pengetahuan, mengikuti pola hidup bermasyarakat, hiburan dan lainnya. Remaja sebagai individu pada umumnya mempunyai kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar seorang individu oleh Lindgren (Sunarto, 1994:53) dideskripsikan sebagai berikut. Deskripsi Karakteristik 4.

Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan yang terkait langsung dengan pengembangan diri yang relatif kompleks, abstrak dan bersifat sosial 3. Kebutuhan untuk memiliki 2. Kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang 1. Kebutuhan jasmaniah, termasuk keamanan dan pertahanan diri Kebutuhan yang terkait dengan pertahanan diri khususnya pemeliharaan dan pertahanan diri bersifat individual Keempat macam kebutuhan tersebut bersifat hirarki dari kebutuhan yang bertingkat rendah yaitu kebutuhan jasmaniah sampai pada kebutuhan yang bertingkat tinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Hirarki kebutuhan tersebut sejalan dengan teori kebutuhan Maslow (Sunarto dan Hartono, 1994:54) yaitu:

kebutuhan aktualisasi diri kebutuhan kognitif kebutuhan penghargaan kebutuhan cinta kasih kebutuhan keamanan kebutuhan jasmaniah (fisiologis) Menurut Lewis dan Lewis (Sunarto dan Hartono, 1994:55) kegiatan remaja didorong oleh berbagai kebutuhan yaitu: a. kebutuhan jasmaniah b. kebutuhan psikologis c. kebutuhan ekonomi d. kebutuhan sosial e. kebutuhan politik f. kebutuhan penghargaan; dan g. kebutuhan aktualisasi diri Prescott (Oxendine, 1984:224) mengklasifikasikan kebutuhan remaja sebagai berikut: 1. Kebutuhan psikologis seperti melakukan kegiatan, beristirahat dan kegiatan seksual; 2. Kebutuhan sosial (status) seperti menerima, diterima, menyukai orang lain; 3. Kebutuhan Ego atau interaktif seperti kontak dengan kenyataan, harmonisasi dengan kenyataan, dan meningkatkan kematangan diri sendiri. Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan psikologis akan muncul setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi. Ia mengklasifikasikan kebutuhan sebagai berikut: 1. Kebutuhan akan keselamatan (Safety needs); 2. Kebutuhan memiliki dan mencintai (belonging and love needs);

3. Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan (esteem needs); 4. Kebutuhan untuk menonjolkan diri (selfactualizing needs) Perumusan kebutuhan tersebut berjalan secara hirarkis dan sistematis. Suatau kebutuhan baru akan terpuaskan setelah kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Pada akhirnya seseorang akan berusaha untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan selfactualizing C. Kebutuhan Remaja dan Implikasinya dalam penyelenggaraan Pendidikan Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa (remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Untuk itu guru perlu memperhatikan aspek berikut : 1. Mempelajari kebutuhan remaja melalui berbagai pendapat orang dewasa; 2. Mengadakan angket yang ditujukan kepada para remaja untuk mengetahui masalahmasalah yang sedang mereka hadapi 3. Bersikap sensitif terhadap kebutuhan yang tibatiba muncul dari siswa yang berada di bawah bimbingannya. Dari uraian di atas, kebutuhan remaja diklasifikasikan menjadi 4 kelompok kebutuhan yaitu: 1. kebutuhan organik yaitu makan, minum, bernapas, seks; 2. kebutuhan emosional yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari pihak lain dikenal dengan nAff; 3. kebutuhan berprestasi atau need of achievement dikenal dengan nAch yang berkembang karena dorongan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan kemampuan psikofisis; dan 4. kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis. Sejalan dengan pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu yang sudah dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya. Berikut ini beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow: 1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis : Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis. Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang. Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif. 2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman: Sikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi. Adanya ekspektasi yang konsisten Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil. Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/ganjaran atas segala

perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa. 3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan: a. Hubungan Guru dengan Siswa : Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian: empatik, peduli dan interes terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik. Guru dapat menerapkan pembelajaran individu dan dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya) Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif. Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya. Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya. b. Hubungan Siswa dengan Siswa : Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya diantara siswa Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian. Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran. Sekolah mengembangkan tutor sebaya Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam. 4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri: a. Mengembangkan Harga Diri Siswa Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipasi dan bertanggung jawab. Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mungkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum b. Penghargaan dari pihak lain Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan. Mengembangkan program star of the week Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa. Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap siswa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik. Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri c. Pengetahuan dan Pemahaman Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.

Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discoveryinquiry Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir kritis dan berdiskusi. d. Estetik Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik. Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan Memelihara sarana dan prasarana yang ada di sekeliling sekolah Ruangan yang bersih dan wangi Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah 5. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata. Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif siswa. Melibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan self expressive dan kreatif II. Simpulan/Penutup Remaja mengalami proses yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangannya yakni proses secara berkelanjutan guna memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan adalah kecendrungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan kelakuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan muncul sebagai akibat adanya perubahan (internal change) dalam organisme atau akibat pengaruh kejadiankejadian dari lingkungan organisme. Sebagai implikasi pemenuhan kebutuhan remaja dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa (remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Untuk itu guru perlu memperhatikan aspek berikut: 1. Mempelajari kebutuhan remaja melalui berbagai pendapat orang dewasa; 2. Mengadakan angket yang ditujukan kepada para remaja untuk mengetahui masalahmasalah yang sedang mereka hadapi 3. Bersikap sensitif terhadap kebutuhan yang tibatiba muncul dari siswa yang berada di bawah bimbingannya. 4. Guru dapat menerapkan pembelajaran individual dan kelompok serta dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya) 5. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler yang variatif dapat mengakomodir kebutuhan yang berbeda dari siswa.

Diposkan oleh Heru Wahyudi di 18:39

http://promosinet.com/keluarga/pengasuhan/1308-implikasikebutuhan-remaja-.htmlSaturday, June 02, 2012

IMPLIKASI KEBUTUHAN REMAJASiswa merupakan suatu komponen input dalam proses pembelajaran. Berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan banyak bergantung pada keadaan, kemampuan dan tingkat perkembangan siswa itu sendiri. Hasil pendidikan dan proses kemajuannya sudah tentu tidak sama untuk setiap siswa, karena adanya perbedaan individu baik fisik, psikologis maupun kondisi sosial budaya tempat mereka hidup. Setiap siswa dalam masa remaja juga sebagai anggota masyarakat yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan tentu memiliki kebutuhan dan minat serta masalah yang dihadapi dengan karakteristik yang berbeda. Sebagai individu seorang remaja berkedudukan sebagai pribadi yang utuh, pilah, tunggal dan khas. Individu sebagai subjek yang merupakan satu kesatuan psikofisik dengan berbagai kemampuannya untuk berhubungan dengan lingkungan, dengan sesama dan dengan Tuhan yang menciptakannya. Sebagai makhluk psikofisik remaja memiliki kebutuhan fisik dan psikologis dan sebagai makhluk individu dan sosial remaja memiliki kebutuhan individu (pribadi) dan sosial kemasyarakatan dalam kehidupannya . Remaja mengalami proses yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangannya yakni proses secara berkelanjutan guna memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan adalah kecendrungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan kelakuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan muncul sebagai akibat adanya perubahan (internal change) dalam organisme atau akibat pengaruh kejadiankejadian dari lingkungan organisme (Hamalik, 1978). Kebutuhan akan menimbulkan dorongan atau motivasi yang mendasari tingkah laku tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja sebagai makhluk individu mempunyai kebutuhan baik pribadi maupun sosial. Sehubungan dengan hal tersebut akan dibahas lingkup kebutuhan remaja sebagai individu dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.