Upload
buiminh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
DENGAN MEDIA SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI ) SISWA KELAS DASAR 2 ( D2 ) SLB-B YAKUT
PURWOKERTO TAHUN PELAJARAN 2008/2009
SKRIPSI
Oleh : Retno Muktiasih
X 5107585
PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2009
ii
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
DENGAN MEDIA SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI ) SISWA KELAS DASAR 2 ( D2 ) SLB-B YAKUT
PURWOKERTO TAHUN PELAJARAN 2008/2009
Oleh :
Retno Muktiasih X 5107585
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan
PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2009
iii
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Persetujuan Pembimbing :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. H.A. Salim Choiri, MKes. Drs. R. Indianto, MPd. NIP. 19570901 198203 1 002 NIP. 19510115 198003 1 001
iv
Skripsi Berjudul
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
DENGAN MEDIA SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI ) SISWA KELAS DASAR 2 ( D2 ) SLB-B YAKUT
PURWOKERTO TAHUN PELAJARAN 2008/2009
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada hari: Senin Tanggal : 20 Juli 2009 Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda tangan: 1. Ketua : Dra. B. Sunarti, MPd. ………………….. 2. Sekretaris : Dewi Sri Rejeki, SPd.,MPd. ………………….. 3. Penguji 1 : Drs. H. A. Salim Ch., M.Kes. ………………….. 4. Penguji 2 : Drs. R. Indianto, MPd. ………………….. Disahkan oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan, Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatulloh, MPd NIP. 19600727 198702 1 001
v
ABSTRAK
Retno Muktiasih. MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MEDIA SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) SISWA KELAS DASAR 2 (D2) SLB–B YAKUT PURWOKERTO TAHUN PELAJARAN 2008/2009, Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan memahami bacaan siswa kelas D2 SLB – B YAKUT Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009. Kompetensi Dasar yang penulis ukur adalah membaca bacaan singkat dengan lancar. Sedangkan indikator yang yang bisa dilihat yaitu meningkatnya hasil tes tertulis sesudah pelaksanaan pembelajaran menggunakan media SIBI dibandingkan dengan hasil tes sebelum menggunakan media SIBI yaitu dengan berkomuniksi lisan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : 1) Ada kenaikan hasil pre tes (rata-rata 57,5 jauh di bawah KKM 75) dengan hasil tes setelah menggunakan media SIBI pada siklus I menjadi 68 ( masih di bawah KKM 75). Hasil tes berikutnya menjadi 90 (di atas KKM) pada siklus II dan 91,67 pada siklus III. Dengan demikian kenaikan yang terjadi pada siklus II sebesar 32,35 % sedangkan kenaikan pada siklus III bila dibandingkan dengan siklus I sebesar 34,70 %. 2) Berdasarkan catatan rata-rata waktu penyelesaian tes siklus I (66,5 menit) dibandingkan dengan rata-rata waktu penyelesaian tes siklus II (27,5 menit) terjadi efisiensi waktu sebesar 39 menit atau terjadi efisiensi waktu sebesar 58, 64 %. Dari catatan rata-rata waktu penyelesaian tes pada siklus III (25,5 menit) bila dibandingkan dengan siklus I terjadi efisiensi waktu penyelesaian tes sebesar 41 menit (61,65 %). 3) Dari hasil pengamatan kegiatan siswa setelah menggunakan media SIBI terjadi peningkatan proses belajar dalam hal perhatian, semangat belajar, menumbuhkan keberanian bertanya atau menjawab pertanyaan, proses belajar lebih efektif dan siswa lebih aktif belajar karena siswa lebih mudah memahami materi ajar.
vi
MOTTO
1. Berharaplah yang terbaik, dan bersiaplah menghadapi yang terburuk.
(Peribahasa Inggris)
2. Yang membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah ialah : Guru.
(R. W. Emerson)
3. Siapa yang malu bertanya berarti malu untuk belajar.
(Peribahasa Denmark)
4. Menyadari bahwa engkau bodoh, adalah langkah yang besar menuju
keberhasilan (Disraeli, 427 -347 SM)
5. Kebodohan adalah ibu dari segala ketakutan.
(Henry Honie)
6. Kalau anda dipuji hendaknya oleh orang yang lebih hebat dari anda sendiri.
Kalau anda dicela hendaknya oleh orang yang tidak sehebat anda.
(Pepatah Tibet)
7. Tangan kita tidak akan bergerak meraih sesuatu, bila hati kita tidak menghendakinya.
(P. Wales)
8. Anak- anak lebih membutuhkan teladan dari pada kecaman.
( Joseph Joubert)
9. .Rahasia keberhasilan penerapan pendidikan: Hargailah murid.
( RW Emerson)
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT rahmat, taufik dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyusunan
skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ. (K), Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta
2. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, MPd., Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
3. Drs. R. Indiyanto, MPd., Ketua Jurusan Fakultas Ilmu Pendidikan,
sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini
4. Drs. H. Abdul Salim Choiri, MKes., Ketua Program Studi Pendidikan
Luar Biasa, sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini
5. Dra. B. Sunarti MPd., Ketua Penguji Skripsi
6. Dewi Sri Rejeki, SPd., MPd., Sekretaris Penguji Skripsi
7. Mur Riyadiningsih, SPd., Kepala SLB-B YAKUT Purwokerto
8. Juwadi, SPd., MPd. Observer dalam penelitian tindakan kelas ini
9. Suami dan anak-anak tersayang yang selalu memberi motivasi dan
mendorong dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun spiritual
demi tersusunnya skripsi ini, semoga mendapat balasan berlipat dari Allah
SWT. Amin.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca,
khususnya para pendidik yang menangani anak berkebutuhan khusus tuna rungu.
Purwokerto, 9 Juni 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................... v
MOTTO ...................... ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………….. 1
B. Perumusan Masalah …………………………………. 3
C. Tujuan dan Indikator ………………………………... 3
D. Manfaat Penelitian .………………………………….. 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………. 5
A. Kajian Teori …………………………………………. 5
1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu ……………... 5
a. Pengertian Anak Tunarungu …………………. 5
b. Faktor Penyebab Anak Tunarungu ………….. 6
c. Klasifikasi Anak Tunarungu ………………… 7
d. Hambatan Anak Tunarungu Dalam Mengikuti
Pembelajaran ………………………………… 8
e. Kebutuhan Anak Tunarungu Dalam Mengikuti
Pembelajaran ………………………………… 9
ix
f. Kemampuan Anak Tunarungu Dalam Memahami
Bacaan ………………………………………. 10
2. Tinjauan Tentang Pembelajaran Anak Tunarungu .. 11
a. Pengertian Pembelajaran …………………….. 11
b. Metode Pembelajaan Bagi Anak Didik Pada
Umumnya ........................................................ 14
c. Metode Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu .. 17
d. Media Pembelajaran Pada Umumnya ………. 18
e. Media Pembelajaran Pada Anak Tunarungu … 20
3. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) ............... 21
a. Pengertian SIBI .............................................. 21
b. Komunikasi Total dan SIBI ........................... 22
c. Komponen atau Unsur Pembeda dalam SIBI .. 25
d. Lingkup Sistem Isyarat ................................... 26
e. Tata Makna Dalam SIBI .................................. 28
B. Kerangka Berfikir …………………………………… 29
C. Hipotesis Tindakan …………………………………. 29
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………. 30
A. Setting Penelitian …………………………………… 30
B. Subjek Penelitian …………………………………… 30
C. Data dan Sumber Data ……………………………… 30
D. Teknik Pengumpulan Data …………………………. 30
E. Validitas Data ………………………………………. 31
F. Teknik Analisa Data ………………………………... 31
G. Indikator Keberhasilan ……………………………… 31
H. Prosedur Penelitian …………………………………. 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………. 35
A. Pelaksanaan Penelitian ...............…………………… 35
1. Pelaksanaan Penelitian Siklus I ........................… 35
2. Pelaksanaan Penelitian Siklus II ........................… 43
3. Pelaksanaan Penelitian Siklus III........................… 49
x
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan .......…………………………………… 59
2. Saran ……..............……………………………… 60
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 61
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Tes dan Waktu Penyelesaian Tes Siklus I ………………… 37
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus I .................................... 39
Tabel 3. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus I ……………………… 40
Tabel 4. Hasil Tes dan Waktu Penyelesaian Tes siklus II .......................... 44
Tabel 5. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus II ................................... 46
Tabel 6. Hasil Pengamatan Observasi Kegiatan Guru Siklus II ..………… 48
Tabel 7. Hasil Tes Tes dan Waktu Penyelesaian Siklus III ......................... 50
Tabel 8. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus III ................................ 52
Tabel 9. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus III ……..……………… 53
xii
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Gambar 1. Posisi Tempat Duduk Anak ABK ....................................... 10
Gambar 2. Kerucut Pengalman ............................................................. 12
Gambar 3. Abjad Jari Amerika .............................................................. 23
Gambar 4. Skema Kerangka Berfikir ................................................... 29
Gambar 5. Skema Penelitian .................................................................. 32
Grafik 1. Nilai Siklus I dan KKM ...................................................... 37
Grafik 2. Waktu Penyelesaian Tes Siklus I ......................................... 38
Grafik 3. Hasil Pengamatan Kegiatan S iswa Siklus I ....................... 39
Grafik 4. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus I ......................... 41
Grafik 5. Nilai Siklus II dan KKM ..................................................... 45
Grafik 6. Waktu Penyelesaian Tes Siklus II ....................................... 46
Grafik 7. Hasil Pengamatan Kegiatan S iswa Siklus II ...................... 46
Grafik 8. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus II ........................ 48
Grafik 9. Nilai Siklus III dan KKM ................................................... 51
Grafik 10. Waktu Penyelesaian Tes Siklus III ...................................... 51
Grafik 11. Hasil Pengamatan Kegiatan S iswa Siklus III ..................... 52
Grafik 12. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus III ...................... 54
Gambar 6. Kerucut Pengalaman ............................................................ 57
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I SURAT-SURAT IJIN PENELITIAN
LAMPIRAN II SURAT KETERANGAN PENELITIAN DARI SEKOLAH
LAMPIRAN III JADWAL PENELITIAN
LAMPIRAN IV SILABUS BAHASA INDONESIA KLS II SEMESTER 2
LAMPIRAN V RPP I DAN II
LAMPIRAN VI LEMBAR EVALUASI SIKLUS I, II, III
LAMPIRAN VII HASIL TES SIKLUS I, II, III
LAMPIRAN VIIII HASIL PENGAMATAN SISWA SIKLUS I, II, III
LAMPIRAN IX HASIL PENGAMATAN GURU SIKLUS I, II, III
LAMPIRAN X GAMBAR LINGKUP ISYARAT
LAMPIRAN XI PENERAPAN SISTEM ISYARAT BAHASA
INDONESIA
LAMPIRAN XII TATA MAKNA DALAM SISTEM ISYARAT BAHASA
INDONESIA
LAMPIRAN XIII ABJAD JARI SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA
LAMPIRAN XIV BIODATA OBSERVER
LAMPIRAN XV FOTO KEGIATAN PENELITIAN
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya sangat
membutuhkan berhubungan dengan orang lain. Manusia berhubungan satu dengan
yang lain dalam rangka mengungkapkan perasaan, keinginan dan pikiran mereka
masing-masing melalui berkomunikasi.
Pengertian komunikasi telah banyak diketengahkan oleh para ahli. Jon
Esienson & Mardel Ogilvie (2005: 3), mendefinisikan pengertian komunikasi
sebagai berikut :
”Komunikasi sebagai manifestasi atau pernyataan sosial yang meliputi semua
fenomena dan aktivitas yang berkaitan dengan interaksi apakah ilmu bahasa
( linguistic) atau bukan bahasa (non linguistic)”.
Menurut Mulyono & Sudjadi S (1994: 153) ”Komunikasi adalah pengiriman
pesan atau informasi dari komunikator (orang yang mengirimkan pesan) kepada
komunikan (orang yang menerima pesan)”. Dalam komunikasi terjadi interaksi
antara komunikator dan komunikan agar informasi dapat diterima dengan benar,
pesan dan ide-ide pikiran itu harus diubah dahulu menjadi lambang-lambang
seperti lambang yang berupa gerakan, sinar, suara atau bahasa.
Menurut Abdul Salim Choiri dan Munawir Yusuf, (2008), yang juga
sejalan dengan pengertian yang diberikan oleh Sardjono (2005) bahwa
komunikasi adalah sebagai pengiriman pesan atau informasi dari komunikator
(pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Komunikasi informasi
dapat disampaikan menggunakan berbagai cara seperti tanda atau isarat jari,
gerak-gerak tubuh, bendera, peluit, dan bunyi-bunyian (termasuk menggunakan
suara atau bahasa). Secara umum komunikasi dikelompokkan menjadi lambang
verbal dan lambang non verbal.
Anak tunarungu, mereka mengalami kesulitan dalam wicara dan
1
xv
pendengarannya, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
atau berinteraksi dengan lingkungannya. Anak tunarungu tidak mampu
menempatkan dirinya menjadi komunikator maupun komunikan dengan baik
dalam berkomunikasi, termasuk dalam berkomunikasi dengan masyarakat sekitar
yang lebih luas.
Anak tunarungu yang pernah sekolah atau anak tunarungu yang sedang
mengikuti pendidikan, mempunyai kualitas berkomunikasi dan kemampuan
berbahasa yang jauh lebih baik dibanding dengan anak tunarungu yang sama
sekali tidak pernah menempuh pendidikan. Hal ini dikarenakan di sekolah khusus
tunarungu dibekali keterampilan berbahasa dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
Pelajaran Bahasa Indonesia di kelas dan jenjang pendidikan dasar memiliki beban
pelajaran yang lebih banyak dibanding pelajaran lainnya. Ini dimaksudkan agar
mereka memiliki kemampuan yang cukup dalam berkomunikasi. Pada gilirannya
diharapkan nantinya mereka dapat menggunakan kemampuan berkomunikasi itu
sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat.
Pelajaran bahasa atau lebih khusus lagi dalam hal pemahaman bacaan
merupakan pelajaran yang sangat penting, karena merupakan dasar untuk
memahami pelajaran yang lainnya. Untuk mengukur apakah anak sudah
memahami suatu bacaan atau belum, guru dapat mengukur melalui kegiatan tanya
jawab tentang bacaan yang disajikan, baik secara lisan maupun tertulis (dikte
tentang isi bacaan atau melengkapi kalimat).
Anak tunarungu dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, ada
yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar anak tunarugu terutama
dikarenakan mereka sangat miskin kosakata dan dalam membaca bibir atau
membaca ujaran. Hal ini oleh karena ada beberapa kata yang memiliki pola
ucapan yang hampir sama sehingga anak kesulitan menangkap kata yang
disampaikan. Akibat yang ditimbulkan kata yang ditangkap anak tidak sesuai
yang disampaikan oleh guru sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda. Ini
berarti telah terjadi adanya hambatan komunikasi.
Komunikasi dengan berbicara pada umumnya dianggap ciri khas manusia
sebagai makhluk sosial. Anak tunarungu pada umumnya sulit mengembangkan
xvi
kemampuan berbicara (komunikasi lesan) karena tidak dapat menggunakan indera
pendengarannya secara penuh. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ( SIBI) dirancang
dan dikembangkan dalam rangka membantu perkembangan kepribadian,
kecerdasan dan penampilan anak tunarungu sebagai makhluk sosial.
Pendekatan baru dalam pembelajaran anak tunarungu selain mengunakan
media yang sudah lazim yaitu berbicara, membaca ujaran, menulis, membaca dan
mendengar – dengan memanfaatkan sisa kemampuan rungu- juga dengan
menggunakan isyarat alamiah, abjad dan jari, dan isyarat yang dibakukan yang
lebih dikenal dengan nama ”Komunikasi Total” (komtal).
Komtal menerapkan konsep yang bertujuan mencapai komunikasi yang
efektif antara sesama tunarungu ataupun kaum tunarungu dengan masyarakat luas
dengan menggunakan media berbicara, membaca bibir, mendengar dan berisyarat
secara terpadu ( Anonim, Kamus SIBI, xii).
Sistem Isyarat Bahasa Indonsia (SIBI) sebagai bagian dari media
berkomunikasi anak tunarungu, sejauh ini belum banyak dikaji pengaruhnya
terhadap kemampuan memahami bacaan anak-anak tunarungu.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan
meneliti, terutama pada peserta didik tunarungu kami penulis ampu. Dengan
menggunakan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia diharapkan hambatan komunikasi
anak dapat dieleminir atau bahkan dihilangkan sehingga komunikasi efektif bisa
dilaksanakan di kelas.
B. Perumusan Masalah
Konsisten dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
permasalahan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah
media pembelajaran Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman bacaan pada siswa kelas D2 SLB-B YAKUT
Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009.
xvii
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan efektifitas
penerapan media pembelajaran Sistem Isyarat Bahasa Indonesia dalam
meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan siswa kelas D2 SLB-B YAKUT
Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009.
Kompetensi Dasar yang penulis ukur adalah Membaca Bacaan Singkat
dengan Lancar. Sedangkan indikator yang bisa dilihat yaitu meningkatnya nilai
hasil tes tertulis sesudah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media
SIBI dibandingkan dengan nilai hasil tes sebelum menggunakan media SIBI yaitu
dengan media berbicara dan membaca bibir.
D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Meningkatnya kemampuan siswa dalam memahami bacaan singkat melalui
metode Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)
2. Meningkatnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru
dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
3. Terjadi komunikasi efektif antara guru dengan siswanya
4. Tersosialisasinya media SIBI pada lingkungan sekolah.
5. Apabila semua guru mengembangkan metode SIBI ini berarti akan
meningkatkan komunikasi efektif antar siswa SLB-B dan juga antara siswa
dengan gurunya.
xviii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Tinjauan tentang Anak Tunarungu
a. Pengertian anak tunarungu
Tunarungu menurut Moores, (1982, dalam Sutjihati Soemantri: 2005:93)
....adalah orang yang pendengarannya rusak sampai pada satu taraf tertentu (biasanya 70 db atau lebih) sehingga menghalangi pengertian terhadap suatu pembicakan melalui indera pendengaran sangat ringan, sedang, berat dan sangat berat. Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilagan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama melalui indera pendengarannya.
Andreas Dwidjosumarto (1990 : 1) mengemukakan :
Sesorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunaan dibedakan menjadi dua kategori , yaitu tuli ( deaf ) dan kurang dengar ( hard of hearing ). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu (hearing aid)
Mufti Salim (1984:8) ”Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidakberfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya”.
Kesimpulannya, anak tunarungu adalah anak mengalami kerusakan pada
saraf pendengarannya baik taraf ringan, sedang maupun berat, sehingga ia tidak
mampu atau kurang mampu menerima berbagai rangsangan melalui indera
pendengarannya sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasanya.
5
xix
b. Faktor penyebab ketunarunguan.
Pembagian berdasarkan sebab sebab terjadinya tunarungu (Sutjihati
Soemantri, 2005:94-95) dilihat menurut masa terjadinya ketunarunguan dapat
dibedakan menjadi sbb:
1) Tunarungu yang terjadi pada sebelum dilahirkan. a) Salah satu atau kedua orang tuanya menderita tunarungu atau mempunyai
gen sel pembawa sifat abnormal , misalnya : dominan genis, recesive gen, dan lain- lain.
b) Karena penyakit : Sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit terutama penyakit - penyakit yang diderita pada saat kehamilan trisemester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga . Penyakit ini adalah robela, morbili, dan lain- lain.
c) Karena Keracunan obat obat : Pada suatu kehamilan ibu minum obat-obatan terlalu banyak atau ibu pecandu alkohol, atau tidak menghendaki kehadiran anak, ia minum obat penggugur kandungan akan menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.
2) Tunarungu yang terjadi pada saat kelahiran. a) Sewaktu ibu melahirkan ibu mengalami kesulitan, sehingga persalnannya
dibantu penyedotan (tang). b) Prematuritas, yakni bayi lahir sebelum waktunya. 3) Tunarungu yang terjadi pada setelah dilahirkan (post natal). a) Ketulian terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis)
atau infeksi umum seperti difteri, morbili dan lain- lain. b) Pemakaian obat- obatan ototoksi pada anak- anak. c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran
bagian dalam misalnya jatuh.
Brown seperti dikutip oleh Heward & Orlansky, (1999: 263-264)
memberikan contoh-contoh penyebab kerusakan pendengaran yaitu :
1) Materna Rubela ( campak) pada waktu ibu mengandung muda terkena penyakit campak sehingga dapat menyebabkan rusaknya pendengaran.
2) Faktor Keturunan , yang nampak dari adanya bebrapa anggota keluarga yang mengalami kerusakan pendengaran.
3) Adanya komplikasi pada saat dalam kandungan dan kelahiran 4) Meningitis (radang otak), sehingga ada semacam bakteri yang dapat merusak
sensitivitas alat dengar di bagian dalam telinga.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
ketunarunguan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik
(ketuturunan), penyakit, keracunan obat, ataupun karena faktor kecelakaan.
xx
c. Klasifikasi anak tunarungu
Puesche seperti dikutip oleh Boothroyd ( 1982 : 43) mengklasifikasikan
tuna rungu sebagai berikut:
1) Tingkat ketunarunguan, terdiri dari empat macam yaitu :
a) Kehilangan pendengaran ringan Kehilangan pendengaran ringan berarti bahwa suara- suara dengan kekuatan sampai dengan 25- 40 db dan di atasnya tidak dapat didengar.
b) Kehilangan pendengaran sedang Kehilangan pendengaran sedang berarti bahwa suara-suara dengan kekuatan 45- 70 db tidak dapat didengar.
c) Kehilangan pendengaran berat Kehilangan pendengaran berat berarti tidak dapat mendengar suara-suara sampai kekuatan 70-90db.
d) Kehilangan pendengaran sangat berat. Bagi yang kehilangan pendengaran sangat berat, suara- suara harus mempunyai kekuatan 90 db atau lebih agar dapat didengar.
2) Tempat kerusakan dalam telinga terdiri dari dua macam yaitu :
a) Kerusakan Kondusif dan b) Kerusakan sensorik.
Andreas Dwijosumarto (dalam Sutjihati Soemantri: 2005:95)
mengemukakan :
Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 db, penderita hanya memerlukan latihan bicara dan bantuan mendengar secara khusus.
Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 - 69 db penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 db Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 db ke atas, penderita
ini dikategorikan mengalami tuli.
Berdasarkan uraian di atas maka ketunarunguan secara garis besar dapat
diklasifikasikan sebagai tunarungu ringan dan tunarungu sedang (kurang
mendengar) dan tunarungu berat atau total yang biasa disebut tuli.
xxi
d. Hambatan anak tunarungu dalam mengikuti pembelajaran.
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran .Akibat terbatasannya ketajaman pendengaran anak tunarungu tidak
terjadi proses peniruan suara setelah masa meraba, proses peniruan hanya terbatas
pada peniruan visual .
Bahasa merupakan alat komunikasi dipergunakan manusia dalam
mengadakan hubungan. Kelompok manusia memiliki bahasa yang sama dapat
bertukar pikiran baik yang bersifat konkrit maupun yang abstrak. Tanpa mengenal
bahasa yang digunakan masyarakat, kita akan mengalami kesulitan dalam
mengambil bagian dalam kehidupan sosial mereka, karena hal tersebut terutama
dilakukan dengan media bahasa .
Bahasa mempunyai fungsi dan peranan pokok sebagai media untuk
berkomunikasi, dalam fungsinya dibedakan berbagai peran bahasa antara lain :
1) Bahasa sebagaimana wahana untuk mengadakan kontak / hubungan. 2) Untuk mengungkapkan perasaan kebutuhan dan keinginan. 3) Untuk mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain. 4) Untuk pemberian informasi. 5) Untuk memperoleh pengetahuan (Depdikbud, 1996.)
Dengan demikian seorang anak yang memiliki kemampuan berbahasa,
mereka akan memiliki sarana untuk mengembangkan segi sosial, emosional
maupun intelektualnya. Mereka juga akan memiliki kemampuan mengungkapkan
perasaan dan keinginannya terhadap sesama, dapat memperoleh pengetahuan dan
saling bertukar pikiran.
Hambatan anak tunarungu secara umum dan dalam mengikuti pembelajaran,
disebabkan karena perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi anak
tunarungu terutama yang tergolong tuli tentu tidak mungkin untuk sampai pada
penguasaan bahasa melalui pendengarannya melainkan harus melalui penglihatan
dan memanfaatkan sisa pendengarannya melainkan harus melalui penglihatannya
dan memanfaatkan sisa pendengarannya.Oleh sebab itu komunikasi bagi anak
tnarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada anak tunarungu tersebut.
xxii
Adapun berbagai media komunikasi yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Bagi anak anak tunarungu yang mampu bicara tetap menggunakan bicara
sebagai media membaca ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak
tunarungu
2. Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana penerimaan.
3. Menggunakan isyarat sebagai media.
e. Kebutuhan anak tunarungu dalam mengikuti pembelajaran
Untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dikemukakan di atas maka
dalam kegiatan pembelajaran anak tunarungu dibutuhkan hal hal berikut di
bawah ini :
1) Dalam berbicara jangan membelakangi anak. 2) Membaca bibir, guru hendaknya berbicara dengan artikulasi yang jelas dengan
intonasi sedang. 3) Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru. 4) Manfaatkan telinga yang masih berfungsi untuk menentukan posisi tempat
duduk. 5) Perbanyak peragaan dengan berbagai gambar dan atau tulisan. 6) Hindarkan kata-kata yang belum dikenal anak, kecuali kata yang sukar
tersebut sebagai upaya untuk menambah kekayaan bahasa mereka. 7) Pertanyaan/soal hendaknya ringkas/pendek tetapi cukup representatif
(Depdiknas, 1996)
Pelaksanaan pembelajaran perlu diperhatikan pula prinsip- prinsip sebagai
berikut (H. A. Salim Choiri, 2008: 8 ) :
1) Prinsip Keterarahwajahan Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengarannya (kurang dengar atau bahkan tuli). Sehingga organ pendengarannya kurang/tidak berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah terlatih, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang menyebut anak tunarungu dengan istilah “pemata”, karena matanya seolah-olah tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicaranya. Prinsip ini menuntut guru ketika memberi penjelasan hendaknya menghadap ke anak (face to face) sehingga anak dapat melihat gerak bibir guru.
xxiii
2) Prinsip Keterarahsuaraan Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber suara/bunyinya. Dengan sisa pendengarannya, anak hendaknya dibiasakan mengkonsentrasikan sisa pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi, sehingga anak dapat merasakan adanya getaran suara. Suara/bunyi yang dihayatinya sangat membantu proses belajar-mengajar anak terutama dalam pembentukan sikap, pribadi, tingkah laku, dan perkembangan bahasanya. Dalam proses belajar-mengajar, ketika berbicara guru hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan cukup keras, sehingga arah suaranya dapat dikenali anak. 3) Prinsip Keperagaan Anak tunarungu karena mengalami gangguan organ pendengarannya maka mereka lebih banyak menggunakan indera penglihatannya dalam belajar. Oleh karena itu, proses belajar mengajar hendaknya disertai peragaan (menggunakan alat peraga) agar lebih mudah dipahami anak, disamping dapat menarik perhatian anak.
Dibawah ini tempat duduk yang disarankan untuk anak dengan
kebutuhan khusus (tunarungu)
Gambar 1. Posisi tempat duduk ABK
Keterangan :
= meja/ kursi pendidik
X = adalah tempat duduk anak dengan kebutuhan khusus
f. Kemampuan memahami bacaan anak tunarungu
Kemampuan memahami bacaan berkaitan erat dengan kemampuan
berbahasa. Mohammad Efendi (2005 : 75 – 76) menjelaskan bahwa:
V
x
x
x
V
xxiv
Ada dua hal pentng yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek kebahasaan . Pertama konsekuensi akibat kelainan pendengaran (tunarungu) berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsang bunyi atau peristiwa bunyi di sekitarnya. Kedua, Akibat keterbatasannya dalam menerima rangsang bunyi pada gilirannya penderita mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di sekitarnya. Kemunculan kedua kondisi tersebut pada anak tunarungu secara langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran perkembangan bahasa dan bicaranya. Bagi anak tunarungu segala sesuatu yang sempat terekam di otak melalui persepsi visualnya tidak ubahnya bagai pertumjukan film bisu sebab anak tunarungu hanya dapat menangkap peristiwa itu secara visual saja.
Menurut Sastrawinata (1978l: 77), rata-rata problem yang dihadapi anak
tunarungu dari aspek kebahasaan adalah :
1) Miskin kosakata ( perbendaharaan kata bahasa terhambat) 2) Sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan atau
sindiran . 3) Kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan pandai,
mustahil dan lain- lain. 4) Kesulitan menguasai irama dan gaya bahasa.
Kemampuan menginterprestai anak tunarungu hanya bersandar pada
pengalaman bahasa yang terbatas maka anak tunarungu mengalami masalah yang
serius yang berkenaan dengan kemampuan bahasa dan bicaranya. Dari beberapa
kesulitan yang dijabarkan di atas akan lebih parah lagi akibatnya apa bila anak
tunarungu tersebut kurang dalam kemampuan membaca ujaran.
2. Tinjauan tentang Pembelajaran Anak Tunarungu
a. Pengertian pembelajaran
Belajar adalah proses aktif untuk mempelajari dan memahami konsep yang
dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar
merupakan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dan guru dalam
kegiatan pendidikan.Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar ditinjau
dari sudut kegiatan siswa berupa pengalaman belajar siswa , yaitu kegiatan siswa
yang direncanakan guru untuk diaalami selama kegiatan belajar mengajar.
xxv
Dengan demikian pembelajaran didifinisikan sebagai pengorgaisasian atau
penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang sebaik-baiknya yang
memungkinkan terjadinya peristiwa belajar pada siswa.
Proses belajar/mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti --setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi-- dan sampai sejauh mana Anda mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung (Lozanov, 1978: 3)
Dr. Vernon A. Magnesen ( 1983:57) menyatakan dalam belajar kita akan
mendapatkan hasil sebagai berikut :
10 % dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa yag kita lakukan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan
Model Pembelajaran 5
Kerucut Pengalaman
Mengerjakan Hal yang Nyata
Melakukan Simulasi
Bermain Peran
Menyajikan/Presentasi
Terlibat dalam Diskusi
Lihat Demonstrasi
Lihat Video/Film
Lihat Gambar/Diagram
Dengarkan
Tingkat Keterlibatan
Verbal
Visual
Terlibat
Berbuat
Yang Diingat
10%
20%
30%
50%
70%
90%
Baca
“Succesful Learning Comes from doing” (Wyatt $ Looper, 1999)
Rose dan Nicholl, (t.th: 165) menyatakan “Orang belajar dengan cara yang
berbeda-beda dan semua cara sama baiknya. Setiap cara memiliki kekuatan
sendiri-sendiri. Dalam kenyataannya semua memiliki ketiga gaya belajar yaitu
gaya belajar Auditorial, gaya belajar Visual dan gaya belajar Kinestetik, hanya
saja biasanya satu gaya mendominasi”.
Gambar 2. Kerucut Pengalaman
xxvi
Pelajar Visual didorong untuk banyak membuat simbol dan gambar dalam
catatan mereka. Dalam matematika dan ilmu pengetahuan , tabel dan grafik akan
memperdalam pengetahuan mereka. Peta pikiran dapat menjadi alat yang bagus
bagi pelajar visual dalam mata pelajaran apapun. Pelajar visual belajar terbaik saat
mereka mulai dengan “gambaran-gambaran keseluruhan”, melakukan tujuan
umum mengenai bahan pelajaran akan sangat membantu. Membaca bahan secara
sekilas, misalnya, memberikan gambaran umum mengenai bahan bacaan sebelum
mereka terjun ke dalam perinciannya.
Pelajar Kinestetik lebih menyukai proyek terapan. Lakon pendek dan lucu
terbukti dapat membantu. Pelajar kinestetik suka belajar melalui gerakan, dan
paling baik menghafal informasi dengan mengasosiasikan gerakan dengan setiap
fakta. Banyak pelajar kinestetik menjauhkan diri dari bangku, mereka lebih suka
duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekelilig mereka.
Untuk menambah pengetahuan maka kami tampilkan juga gaya belajar
Auditorial. Pelajar Auditorial lebih tertarik mendengarkan kuliah, contoh, dan
cerita serta mengulang informasi, inilah cara-cara utama belajar mereka. Para
pelajar auditorial mungkin lebih suka merekam pada kaset dari pada mencatat,
karena mereka suka mendengarkan informai secara berulang-ulang.
Mereka mungkin mengulang sendiri dengan keras apa yang anda katakan.
Mereka tentu saja menyimak, hanya saja mereka suka mendengarkannya lagi. Jika
anda melihat mereka kesulitan dalam suatu konsep bantulah mereka berbicara
dengan diri mereka sendiri untuk memahaminya. Anda dapat membuat fakta
panjang yang mudah diingat oleh siswa auditorial dengan mengubahnya menjadi
lagu, dengan melodi yang sudah dikenal baik. Ada pelajar auditorial yang suka
mendengarkan musik sambil belajar, sementara ada yang menganggapnya sebagai
gangguan. Pelajar auditorial harus diperbolehkan berbicara dengan dengan suara
perlahan pada diri mereka sendiri sambil bekerja.
Dari sisi psikologi belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut : “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
xxvii
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. (Slameto, 2003 ).
Dari bebrapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah
proses perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan. Dalam belajar dikenal adanya tiga gaya belajar yaitu gaya belajar
auditorial,gaya belajar visual, dan gaya belajar kinestetik.
Untuk anak dengan kebutuhan khusus dalam hal ini “tuna rungu” maka gaya
belajar Auditorial berarti tidak ada, karena fungsi pendengaran anak tidak ada dan
kalaupun ada tinggal sisa pendengaran yang sangat sedikit., sehingga guru harus
mengembangkan gaya belajar yang lain yaitu “Gaya Belajar Visual dan Gaya
Belajar Kinestetik”
b Metode pembelajaran bagi anak didik pada umumnya
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara-cara untuk mencapai hasil
pembelajaran dan digunakan dalam kondisi tertentu untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan. Cara ini disebut strategi pebelajaran.. Metode
pembelajaran yang bervariasi atau strategi pembelajaran merupakan hal yang
penting dalam proses pembelajaran. Kondisi dan tujuan yang bervariasi
merupakan variabel yang tidak bisa diubah dan merupakan landasan dalam proses
pembelajaran.( Model Pembelajaran Pendidikan Khusus)
Beberapa metode pembelajaran secara umum yaitu : metode ceramah,
penjelasan singkat (Verbal Exposition), tanya jawab (Question and Answer),
penugasan/pekerjaan rumah (Home Work), tugas akhir /proyect work, bermain
peran (Role Playing) , pakem, pembelajaran kontekstual (Contextual teaching
learning/CTL), studi kasus, quantum teaching/learning (QTL),
1) Model Project Work
Project work adalah model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik
pada prosedur kerja yang sistematis dan standar untuk membuat atau
menyelesaikan suatu produk (barang atau jasa), melalui proses produksi/
pekerjaan yang sesungguhnya.
xxviii
a) Quantum Teaching and Learning (QTL)
(1) Merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik.
(2) Filosofi Pendekatan Pembelajaran Quantum (TANDUR)
(3) TTuummbbuuhhkkaann,, ttuummbbuuhhkkaann mmiinnaatt ddeennggaann mmeennuunnjjuukkkkaann ““AAppaakkaahh mmaannffaaaattnnyyaa
bbaaggiikkuu,, ddaann bbaaggii kkeehhiidduuppaannkkuu””
(4) AAllaammii,, cciippttaakkaann ddaann ddaattaannggkkaann ppeennggaallaammaann uummuumm yyaanngg ddaappaatt ddiimmeennggeerrttii
sseemmuuaa ppeesseerrttaa ddiiddiikk
(5) NNaammaaii,, sseeddiiaakkaann kkaattaa--kkaattaa kkuunnccii,, kkoonnsseepp,, mmooddeell,, rruummuuss,, ssttrraatteeggii,, sseebbaaggaaii
sseebbuuaahh mmaassuukkaann..
((66)) DDeemmoonnssttrraassiikkaann,, sseeddiiaakkaann wwaakkttuu ddaann kkeesseemmppaattaann bbaaggii ppeesseerrttaa ddiiddiikk uunnttuukk
mmeennuunnjjuukkkkaann bbaahhwwaa mmeerreekkaa ttaahhuu
((77)) UUllaannggii,, ttuunnjjuukkkkaann ppaaddaa ppeesseerrttaa ddiiddiikk ccaarraa mmeenngguullaannggii mmaatteerrii ddaann
tteeggaasskkaann bbaahhwwaa ““ AAkkuu ttaahhuu bbaahhwwaa aakkuu mmeemmaanngg ttaahhuu iinnii””
((88)) RRaayyaakkaann,, uunnttuukk mmeennggaakkuuii hhaassiill bbeellaajjaarr ppeesseerrttaa ddiiddiikk,, bbaaiikk ddaallaamm bbeennttuukk
ppeennyyeelleessaaiiaann,, ppaarrttiissiippaassii,, ppeerroolleehhaann kkeetteerraammppiillaann aattaauuppuunn iillmmuu
ppeennggeettaahhuuaann llaaiinnnnyyaa,, mmaakkaa aakkuuiillaahh ddaann rraayyaakkaann
CCaarraannyyaa ::
((11)) BBaanngguunn IIkkaattaann EEmmoossiioonnaall ..
((22)) JJaalliinnllaahh RRaassaa SSiimmppaattii && SSaalliinngg PPeennggeerrttiiaann
((33)) CCiippttaakkaann KKeerriiaannggaann && KKeettaakkjjuubbaann
((44)) PPeennggaammbbiillaann RReessiikkoo
((55)) RRaassaa SSaalliinngg MMeemmiilliikkii
((66)) KKeetteellaaddaannaann
b) Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran/pengajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan
yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga
xxix
siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
c) PBL (Problem Based Learning)
(1) Pembelajaran yang didasari oleh dorongan penyelesaian masalah
(2) Definisi PBL yaitu belajar merupakan pemahaman dari proses kerja
sebagai bagian dari pemahaman atau pemecahan masalah
d) Inquiry Training
Model pembelajaran yang diarahkan untuk membantu peserta didik
mengembangkan keterampilan intelektual yang terkait dengan penalaran sehingga
mampu merumuskan masalah, membangun konsep dan hipotesis serta menguji
untuk mencari jawaban.
Phase 1 ; Mengidentifikasi Masalah
Phase 2: Mengumpulkan informasi yang dilihat dan dialami terkait dengan
masalah
Phase 3 : Mengelompokkan data
Ø Memisahkan variabel-variabel yang relevan
Ø Membuat hipotesa tentang hubungan penyebab
Phase 4: mengorganisasikan dan memformulasikan suatu paparan
Phase 5: menganalisis strategi inquiry dan mengembangkan model yang lebih
efektif
e) Bermain Peran (Role Playing)
Phase 1 ; memotivasi kelompok
Phase 2 : memilih peran
Phase 3 : menyiapkan peng mat
Phase 4 : menyiapkan tahapan peran
Phase 5 : pemeranan
Phase 6 : diskusi dan Evaluasi
Phase 7 : Pemeranan Ulang
xxx
Phase 8 : diskusi dan Evaluasi
Phase 9 : membagi pengalaman dan menarik generalisasi
c. Metode pembelajaran bagi anak tunarungu
Secara umum sebetulnya tidak ada pebedaan yang signifikan antara
metode pembelajaran secara umum maupun dengan anak tunarungu. Namun
seorang guru tunarungu harus mampu memodifikasi suatu metode yang ada
dengan karakteristik dan kemampuan anak tunarungu yang ditanganinya.
Di bawah ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
pembelajaran bagi anak tunarungu :
1) Menggunakan bahasa yang singkat dan jelas.
2) Banyak menggunakan prinsip keterarahan wajah, keterarahan suara dan
keperagaan.
3) Menggunakan gambar-gambar, grafis, dan komunikasi total.
4) Hindari tes yang bersifat listening diganti tes yang sesuai dengan kondisi
siswa.
5) Menilai kemampuan berbahasa dengan mempertimbangkan lama pendidikan
siswa (tidak dilihat dari umurnya atau jenjang kelasnya).
6) Memperhatikan derajat sisa pendengaran siswa (kurang dengar ringan, kurang
dengar berat atau tergolong tuli)
7) Mempertimbangkan pemakaian alat bantu mendengar (ABM), lamanya
pemakaian, jenis, kondisi, dan keteraturan pemakaian.
8) Menilai kemampuan berbahasa ekspresif dan reseptif siswa dilakukan secara
seimbang.
Untuk anak tunarungu ketika berbicara menggunakan metode ceramah
jangan membelakangi anak, jika perlu ditulis di papan tulis kemudian anak
disuruh menirukan berulang-ulang. Hindarkan penggunaan metode ceramah tanpa
dilengkapi dengan demonstrasi di depan kelas , sketsa di papan tulis, atau tanpa
dilengkapi dengan gerakan anggota badan yang mendukung. Hindarkan
pembicaraan yang membelakangi peserta didik/ menghadap papan tulis. Hal ini
anak tidak akan dapat menangkap kesan melalui membaca bibir. Karena anak ini
xxxi
menyerap proses pembelajaran persentase terbesar adalah sejauh yang mereka
lihat. Pembicaraan dengan istilah baru sebaiknya ditulis di papan tulis
d. Media pembelajaran pada umumnya
1) Pengertian Media
Media berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti antara. Makna tersebut dapat diartikan sebagai alat komnikasi yang digunakan untuk mambawa informasi dari suatu sumber kapada penerima. Sejumlah pakar membuat batasan tentang media, diantaranya yang dikemukakan oleh Association of Education and Communication Technologi (AECT ) Amerika. Menurut AECT, media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Apabila dikaitkan dengan media pembelajaran maka media dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunkan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi dari pengajar ke peserta didik.. ( Heinich, 1986: 113 )
Hal yang sama dikemukakan sebelumnya oleh Briggs (1970) “bahwa
media adalah segala bentuk fisik yang dapat menyampaikan pesan serta
merangsang peserta didik untuk relajar”.
2) Peran Media.
Dalam proses pembelajaran media memiliki konstribusi dalam
meningkatkan mutu dan kualitas pengajaran. Kehadiran media tidak saja
membantu pengajar dalam menyampaikan materi ajarnya, tetapi juga
memberi nilai tambah pada kegiatan pembelajaran itu. Hal ini berlaku bagi
segala media baik yang canggih, mahal maupun media yang sederhana
dan murah.
Kemp, dkk.(1985), dalam Hamzah B. Uno (2007 : 116) mengatakan :
a. Pemberian materi ajar menjadi lebih standar b. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik c. Kegiatan belajar menjadi lebih interaktif d. Waktu yang dubutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi e. Kualitas belajar dapat ditingkatkan a. Pembelajaran dapat disajikan dimana saja, kapan saja sesuai yang
diinginkan f. Meningkatkan sifat positif peseta didik dan proses belajar menjadi
lebih kuat atau lebih baik.
xxxii
g. Memberikan nilai positif bagi pengajar
Sudar Siandes dkk (tanpa tahun, 6-7) Mengemukakan :
Media pendidikan tentu saja bermakna lebih luas jika dibanding dengan media proses belajar mengajar. Media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi secara efektif dan efisien. Media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan proses belajar mengajar dapat tercapai dengan sempurna. Media pendidikan juga berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga peserta didik tidak merasa bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar
Guru dalam menyampaikan materi mesti menggunakan media,
paling tidak yang digunakannya adalah media verbal yaitu berupa kata-
kata yang diucapkan di hadapan peserta didik. Segala sesuatu yang
terdapat di lingkungan sekolah, baik berupa manusia atau bukan manusia
yang pada permulaannya tidak dilibatkan dalam proses belajar mengajar,
tetapi setelah dirancang dan dipakai dalam kegiatan tersebut, lingkungan
itu berstatus media sebagai alat perangsang belajar. Dengan kata lain, alat
itu baru disebut media jika dirancang dan dipakai dalam proses belajar.
Media secara umum digolongkan menjadi 4 (empat) jenis, yakni:
a. Media visual: gambar, photo, sketsa, diagram grafik, karton poster,
peta dan globe.
b. Media dengar: radio, tape rekorder, laboratorium bahasa, dan CD.
c. Project still media : slide, OHP.
d. Projected mosion media : TV, Video, Komputer.
Namun demikian ada pula yang mengelompokan media menjadi 6
(enam) jenis, yakni:
a. Alat-alat visual dua dimensi pada bidang yang tidak transparan,
gambar, grafik, peta, poster.
b. Berbagai papan: papan tulis, white board, papan planel.
c. Visual 3 dimensi: benda asli, model, barang/alat tiruan.
xxxiii
d. Audio: radio, tape rekorder, CD.
e. Audiovisual murni: film.
f. Demonstrasi dan widya wisata.
e. Media pembelajaran bagi anak tunarungu
Anak tuna rungu dalam melakukan pembelajaran terutama dalam
komunikasi menggunakan segala aspek yang ada pada anak tunarungu tersebut.
Adapun berbagai media yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1) Bagi anaktuna rungu yang mampu berbicara tetap menggunakan bicaranya sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak anak tunarungu.
2) Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai penerimaannya 3) Menggunakan isyarat sebagai media.(Sudar Siandes, dkk, 2007)
Model media pendidikan berdasarkan karakteristiknya digolongkan
menjadi dua bagian yaitu : “Media dua dimensi dan media tiga dimensi. Media
dua dimensi meliputi media grafis, media bentuk papan, dan media cetak.
Sedangkan media tiga dimensi dapat berujud sebagai benda asli baik hidup atau
mati dan dapat pula berujud sebagian tiruan yang mewakili aslinya” (Sudar
Siandes, dkk, 2007: 8)
Media Pembelajaran secara khusus berdasar karakteristik anak tunarungu
berupa: Foto-foto, video, kartu huruf, kartu kalimat, anatomi telinga, miniatur
benda, finger alphabet, model telinga, torso setengah badan, puzzle buah-buahan,
puzzle binatang, puzzle konstruksi, silinder, model geometri, menara segi tiga,
menara gelang, menara segi empat, atlas, globe, peta dinding, miniatur rumah
adat, dan lain-lain.
Kesimpulannya, bahwa media dalam pembelajaran merupakan segala
bentuk alat komunikasi belajar yang dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi dari sumber ke peserta didik yang bertujuan merangsang mereka untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran. Media dapat digunakan juga untuk
mengantarkan pembelajaran secara utuh dan dapat juga dimanfaatkan untuk
menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran, memberikan
penguatan maupun motivasi.
xxxiv
3. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ( SIBI )
a. Pengertian
Sistem isyarat bahasa Indonesia (SIBI) yang dibakukan merupakan
salah satu media yang membantu komunikasi sesama kaum tunarungu di dalam
masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis tentang
seperangkat isyarat jari, tangan dan berbagai gerak yang melambangkan kosa kata
bahasa Indonesia. Di dalam upaya pembakuan tersebut dipertimbangkan bebrapa
tolok ukur yang mencakup segi kemudahan, keindahan, dan ketepatan
pengungkapan makna atau struktur kata disamping beberapa segi yang lain.
( Kamus SIBI,xiv,2002).
Secara terperinci tolok ukur itu sebagai berikut :
1) Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili sintaksis bahasa
Indonesia yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. Hal ini
merupakan tujuan utama suatu sistem yang mengalihkan bahasa masyarakat
umum ke dalam isyarat. Upaya ini berbeda dengan bahasa yang biasa
berkembang di antara kaum tunarungu secara alami dan sampai sekarang
belum diteliti dan memiliki tata kata dan aturan yang berbeda dengan bahasa
Indonesia.
2) Sistem isyarat yang disusun harus mewakili satu kata dasar atau imbuhan
tanpa penutup kemungkinan adanya beberpa perkecualian bagi
dikembangkannya isyarat yang mewakili satu makna. Misalnya untuk kata
gabung yang sudah demikian padu maknanya sehingga tidak bisa diwakili dua
isyarat. Kata-kata yang mempunyai arti ganda memerlukan pertimbangan
berdasar tiga prinsip yaitu ada/ tidak persamaan arti, ejaan dan ucapan serta
tema yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Bila dua
dari tiga prinsip itu sama dan hanya satu tema untuk kata tersebut dalam KBBI
, isyarat yang sama harus digunakan. Jika prinsip ini tidak diikuti maka jumlah
dalam isyarat ini terlalu besar sehingga akan membingungkan penyandang
tunarungu, khususnya ketika membaca menulis.
3) Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi sosial, budaya, dan
ekologi bahasa Indonesia. Pemilihan isyarat perlu menghindari adanya
xxxv
kemungkinan konotasi yang kurang etis di dalam komponen isyarat di daerah
tertentu di Indonesia.
4) Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan
kejiwaan siswa.
5) Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan banyak
diguakan oleh kaum tunarungu Indonesia dan harus dikembangkan melalui
konsultasi dengan waki-wakil dari masyarakat.
6) Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan dipelajari oleh siswa, guru, orng
tua murid, dan masyarakat.
7) Isyarat yang dirancang harus memiliki kelayakan dalam wujud dan maknanya.
Artinya wujud isyarat harus secara visual memiliki unsur pembeda makna
yang jelas, tetapi sederhana, indah dan menarik gerakannya. Makna isyarat
harus menunjukkan sifat yang luwes (memiliki kemungkinan untu
dikembangkan), jelas dan mantap (tidak berubah-ubah artinya).
8) Isyarat yang dipakai harus dapat dibaca pada jarak yang sedekat mungkin
dengan mulut pengisyarat dan dengan kecepatan yang mendekati tempo
berbicara yang wajar dalam upaya merealiasikan tujuan konsep komunikasi
total yaitu keserempakan dalam berisyarat dan berbicra sewaktu
berkomunikasi.
9) Sistem iyarat harus dituangkan dalam kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
yang efisien dengan deskripsi dan gambar yang akurat.
b. Komunikasi Total dan Sistem Isyarat Bahasa Indonesian
Komtal merupakan konsep yang bertujuan mencapai komunikasi yang
efektif antara sesama tunarungu ataupun kaum tunarungu dengan masyarakat luas
dengan menggunakan media berbicara, membaca bibir, mendengar, dan berisyarat
secara terpadu. Penerapan komtal memerlukan adanya suatu sistem isyarat yang
didalam kenyataanya memiliki bermacam-macam dasar dan pandangan. Begitu
juga di Indonesia pengertian komtal bermacam-macam
Perintisan penerapan komunikasi total dimulai pada tahun 1978 oleh SLB-B
Zinnia di Jakarta dan oleh SLB-B Karya Mulya di Surabaya pada tahun 1981.
Pada waktu itu SLB-B Zinnia masih menggunakan isyarat spontan., kemudian
xxxvi
menggunakan isyarat dengan mengikuti American Sign Language (ASL) yang
diperkenalkan oleh ibu Baron Sutadisastra. Begitu juga SLB-B Karya Mulya
mulai menggunakan isyarat ASL setelah diperkenalkan oleh ibu Baron
Sutadisastra.
Melihat dinamika dan perkembangan anak tunarungu ini, Pusat
Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan memandang perlu untuk meneliti serta mengembangkan suatu
perangkat isyara baku yang dapat digunakan secara nasional.
Sejak tahun 1982 Kelompok Kerja Pendidikan Luar Biasa (KKPLB) di
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, telah mulai dan berhasil
menyelesaikan desain serta berbagai panduan dalam menerapkan Komunikasi
Total. Kegiatan pengembangan tersebut sempat terhenti pada tahun 1986 dan
baru dilanjutkn kembali pada tahun 1989 oleh KKPLB saat itu berkedudukan di
IKIP Jakarta.
Kamus isyarat bagi tunarungu di Indonesia telah dimulai dengan
munculnya Pedoman Isyarat Bahasa Indonesia yang disusun oleh SLB- Karya
Gambar 3. Abjad Jari Amerika. Sumber : Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas.
xxxvii
Mulia pada tahun 1989, Kemudian muncul Kamus Dasar Bahasa Isyarat Indonesia
yang disusun oleh SLB-B Zinnia pada tahun 1990 dan tahun-tahun berikutnya
dikembangkan lebih jauh lagi. Pada tahun yang sama KKPLB menghasilkan juga
kamus isyarat yang didasarkan pada isyarat yang berkembang di sebelas lokasi di
Indonesia yang selanjutnya disebut isyarat lokal, menyerap isyarat yang
berkembang di negara lain disebut isyarat serapan, menemukan syarat baru pada
saat ujucoba yang selanjutnya disebut isyarat temuan, dan isyarat tempaan yaitu
isyarat yang ditempa oleh KKPLB sendiri. Pada tahun 1992 selama satu tahun,
KKPLB melakukan uji coba di lima SLB-B dan diakhiri dengan evaluasi.
Pada tahun 1993 Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan berupaya
memadukan hasil karya ketiga lembaga tersebut, dan berhaail menyusun
rancangan Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.
Selanjutnya dalam tahun 1993 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dalamhal ini Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah, mengambil kebijakan berupa pemaduan keempat hasil karya
tersebut untuk dibaukan sebagai Sistem Isyarat Nasional. Kegiatan terebut
diselengarkan bersama dengan Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana
Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Sarana Pendidikan dan
Kebudayaan Deartemen Pendidikan dan Kebudayaan serta mendatangkan
Konsultan Ahli di bidang pengembaga bahasa isyarat yaitu Associate Prof. Merv
Hyde, Ph.D. Konsultan menyusun rekomendasi guna pemilihan dan
pengembangan bahasa isyarat Indonesia bagi siswa tunarungu berdaarkan
pertemuan dengan instansi yang telah menghasilkan kamus isyarat dan analisis
atas hasil karya mereka. Rekomendasi ini juga memuat kriteria yang diakui secara
nternasionaldan diusulkan untuk digunakan sebagai tolok ukur pemilihan dan
pengembangan perangkat isyarat di Indonesia.
Melalui serangkaia kegiatan yang melibatkan semua instansi yang telah
mengembangkan kamus, tersusunlah kamus baku. Kamus itu disusun berdasarkan
kosa kata yang paling dasar yag seyogyanya diketahui oleh pemakai bahasa
Indonesia yang berpendidikan sekolah dasar.
xxxviii
Didalam pembakuan itu sumber isyarat yang digu nakan adalah kamus
isyaratyang disusun oleh SLB-B Zinnia, KKPLB IKIP Jakarta, SLB-B Karya
Mulia, dan Badan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
c. Komponen/Unsur Pembeda Makna dalam sistem isyarat
Dalam sistem isyarat ini terdpat dua jenis komponen yang satu berfungsi
sebgai penentu atau pembeda makna, sedangkan yang lain berfungsi sebagai
penunjang. Semuanya bersifat visual sehingga fapat dilihat. Komponen-
komponen itu adalah sebagai berikut :
1) Komponen Penentu Makna
(a) Penampil, yaitu tangan atau bagian tangan yang digunakan untuk
membentuk isyarat, antara lain :
(1) tangan kanan, tangan kiri atau kedua tangan
(2) telapak tangan dengan jari membuka, menggenggam, atau sebagian
jari mencuat.
(3) posisi jari tangan membentuk huruf A, B, C atau huruf lain
(4) jari-jari tangan merapat atau merenggang; dan
(5) Posisi jari tangan membentuk angka 1, 2, 3 atau angka lain.
(b) Posisi, yaitu kedudukan tangan atau kedua tangan terhadap pengisyarat
pada waktu berisyarat, antara lain :
(1) tangan kanan atau kiri tegak, condong, mendatar, mengarah ke
kanan, ke kiri, ke depan atau menyerong
(2) telapak kanan atau kiri telentang, telungkup menghadap ke kanan,
ke kiri, ke depan atau ke pengisyarat, dan
(3) kedua tangan berdampingan, berjajar, bersilang, atau bersusun.
(c) Tempat, yaitu bagian badan yang menjadi tempat awal iyarat dibentuk ata
arah akhir isyarat, antara lain :
(1) kepala dengan semua bagiannya, seperti pelipis, dahi dan dagu,
(2) leher
(3) dada kanan, kiri, tengah, dan
xxxix
(4) tangan
Penampil dapat menyentuh, menempel, memukul, mengusap ataupun
mengelilingi tempat.
(d) Arah, yaitu gerak penampil ketika isyarat dibuat, antara lain :
(1) menjauhi atau mendekati pengisyarat
(2) ke samping kiri, kanan, atau bolak-balik, dan
(3) lurus, melengkung.
(e) Frekuensi, yaitu jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat dibentuk.
Ada isyarat yang frekuensinya hanya sekali, ada yang dua kali atau lebih,
atau ada juga gerkan kecil yang diulang-ulang.
5) Komponen Penunjang
(a) Mimik muka, memberikan makna tambahan/tekanan terhadap pesan
isyarat yang disampaikan. Pada umumnya melambangkan kesungguhan
atau intensitas pesan yang disampaikan, misalnya pada waktu
mengisyaratkan rasa senang, sedih atau ceria.
(b) Gerak tubuh misalnya bahu, memberikan kesan tambahan atas pesan,
misanya isyarat tidak tahu, ditambah naiknya kedua bahu diartikan benar-
benar tidak tahu atau tidak tahu sedikitpun.
(c) Kecepatan gerak berfungi sebagai penambah penekanan makna. Isyarat
pergi yang dilakukan dengan epat, dapat diartikan pergilah dengan segera.
(d) Kelenturan gerak menandai intensitas makna isyarat yang disampaikan.
Isyarat marah yang dilakukan dengan kaku dapat diartikan sebgai marah
sekali. Demikian juga isyarat berat yang dilakukan dengan kaku dapat
ditafsirkan berat sekali.
d. Lingkup Sistem Isyarat
Berdasarkan pembentukannya, isyarat dapat dibedakan menjadi tiga
macam :
xl
1) Isyarat pokok, yaitu isyarat yang melambangkan sebuah kata atau konsep.
Isyarat ini dibentuk dengan pelbagai macam penampil, tempat arah, dan
frekuensi sebagaimana telah diuraikan di atas.
2) Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang melambangkan awalan, akhiran, dan
partikel.
(a) Isyarat awalan
Isyarat ini dibentuk dengan tangan kanan sebagai penampil utama dan
tangan kiri sebgai penampil pendamping. Isyarat awalan dibentuk sebelum
isyart pokok. Seluruhnya ada tujuh buah isyarat awalan yang meliputi
isyarat awalan me-, ber-, di-, ke-, pe-,ter-, dan se-.
(b) Isyarat akhiran dan partikel
Isyarat ini dibentuk sesudah isyarat pokok dengan tangan kanan sebagai
penampil, bertempat di depan dada dan digerakkan mendatar ke kanan.
Isyarat ini terdiri dri isyarat akhiran –i, -an, -man, -wan, -wati, dan partikel
–lah, kah, dan –pun.
(c) Isyarat bentukan.
Isyarat bentukan alah iyarat yang dibentuk dengan menggabungkan isyarat
pokok dengan isyarat imbuhan dan dengan menggabungkan dua isyarat
pokok atau lebih.
(1) Isyarat yang mendapat awalan dan/atau akhiran/partikel, isyarat yang
mendapat awalan/hanya akhiran, atau gabungan awalan dan akhiran
dibentuk sesuai dengan urutan pembentukannya.
(2) Isyarat kata ulang.
Kata ulang diisyaratkan dengan mengulang isyarat pokok. Apabila
frekuensi isyarat pokok lebih dari satu kali, dilakukan jeda sejenak
antara isyarat poko yang pertama dengan isyaat pokok yang kedua.
Kata ulang berubah bunyi diisyaratkan seperti kata ulang biasa. Kata
ulang berimbuhan diisyaratkan sesuai dengan urutan pembentukannya.
Kata ulang yang tergolong kata ulang smu diisyaratkan sebagai isyarat
pokok.
xli
(3) Isyarat kata gabung
Kata gabung diisyaratkan dengan menggabungkan dua isyarat pokok
atau lebih sesuai dengan urutan pembentukannya. Beberapa kata
gabung yang sudah padu benar, ada yang dilambangkan dengan satu
isyarat.
(4) Abjad jari.
Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan (kanan
atau kiri) untuk mengeja huruf atau angka. Bentuk isyarat huruf dan
angka dalam Sistem Isyarat Bahasa Indonesia serupa dengan
International Manual Alphabet (dengan perubahan-perubahan).
Abjad jari digunakan untuk :
(a) mengisyaratkan nama diri
(b) mengisyaratkan singkatan atau akronim, dan
(c) mengisyaratkan kata yang belum ada siyaratnya.
e. Tata makna dalam sistem isyarat bahasa indonesia
Makna kata dalam sistem ini pada amumnya dimunculkan dalam konteks atau
situasi komunikasi.
1) Kata-kata yang memiliki makna yang sama/sinonim diisyaratkan dengan
tempat, ara dan frekuensi yang sama tetapi dengan penampil yang berbeda.
2) Kata yang sama dengan makna yang berbeda (yang tergolong polisemi)
dilambangkan dengan isyarat yang sama.
3) Beberapa kata yang memiliki makna yang berlawanan (yang trgolong
antonim) ada yang diisyaratandengan penampil dan tempat yang sama, tetapi
arah gerakannya berbeda.
xlii
B. Kerangka Berfikir
Dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru mempunyai kebebasan
untuk menentukan media apa yang digunakan. Setiap media mempunyai
kelebihan dan kelemahan, oleh karena itu guru dituntut untuk memilih media yang
sesuai dengan materi yang diajarkan. Dalam hal ini kreativitas guru bukan hanya
dalam memilih media pengajaran, tetapi juga dalam memotivasi anak dan memilih
alat bantu yang akan digunakan agar anak lebih tertarik dan memahami materi
Penggunaan media pengajaran merupakan salah satu model pembelajaran
yang menekankan pada bagaimana siswa belajar, bagaimana mengungkap dan
mengerti pengetahuan serta pemahaman siswa terhadap konsep.
Penggunaan media Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) pada pelajaran
Bahasa Indonesia untuk pemahaman bacaan dimaksudkan agar siswa lebih
mudah menerima materi yang diajarkan oleh guru.
Gambar 4. Skema Kerangka Berfikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dirumuskan di atas, maka dibuat
hipotesis tindakan sebagai berikut : “Model pembelajaran Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia ( SIBI ) dapat meningkatkan kemampuan membaca bacaan singkat
dengan lancar pada siswa kelas D2 SLB-B YAKUT Purwokerto Tahun Pelajaran
2008/2009.”
HAMBATAN BELAJAR NILAI < KKM
KONDISI AWAL
TINDAKAN
PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA SIBI
HASIL
PENINGKATAN KEMAMPUAN NILAI > KKM PEMBELAJARAN EFEKTIF DAN EFISIEN
xliii
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitan
Tempat yang akan digunakan untuk penelitian adalah SLB-B YAKUT ,
alamat Jl. Kol. Sugiri No. 10 Purwokerto KP. 53116, Telpon (0281) 635972.
Waktu penelitian bulan April minggu ketiga sampai dengan Mei minggu
keempat tahun 2009.
B. Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas D2 yang terdiri dari 2 siswa. Alasan
dipilihnya kelas tersebut karena penulis mengajar di kelas terebut.
C. Data dan Sumber Data
Sumber data berupa hasil tes yang dilakukan setelah poses pembelajaran
sebelum penelitian dan hasil tes setiap akhir siklus dan data observasi yang
dilakukan oleh guru yang diberi mandat sebagai observer. Jadi sebagai sumber
data adalah daftar nilai dan data hasil perolehan nilai dari quis yang berisi tentang
rekaman proses pembelajaran yang meliputi kegiatan siswa dan guru.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes formatif dan observasi.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua (2) macam yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer berupa data hasil observasi yang akan digunakan
untuk menilai peneliti sendiri mengenai kegiataan belajar mengajar yang
dijalankan menggunakan media SIBI. Data sekunder berupa nilai hasil tes
formatif yang yang dilakukan pada masing-masin siklus.
xliv
E. Validitas Data
Informasi yang akan dijadikan data penelitian akan diperiksa validitasnya
menggunakan triangulasi dan review informan kunci agar data tersebut dapat
dijadikan sebagai dasar yang kuat untuk menarik simpulan.
Menurut Lexy J. Moleong 1995 : 178 ”Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data dengan memanfaatkan sarana di luar data untuk keperluan pengecekan atau membandingkan data”. Teknik triangulasi yang digunakan antara lain berupa triangulasi sumber data dan tiangulasi metode pengumpulan data.
Review informan kunci (observer) adalah mengonfirmasikan data atau
interpretasi temuan kepada informan kunci sehingga diperoleh kesepakatan antara
peneliti dan informan tentang data atau interpretasi temuan tersebut. Hal ini
dilakukan melalui kegiatan diskusi antar tim peneliti setelah kegiatan pengamatan
maupun kajian dokumen.
F. Teknik Analisa Data
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan cara membandingkan
nilai pre tes dengan nilai post tes, atau membandingkan data nilai antara sebelum
diberikan pembelajaran dengan SIBI dengan data yang diperoleh setelah
pembelajaran dengan menggunakan SIBI .
G. Indikator Kinerja/Keberhasilan
Menggambarkan tentang rumusan kinerja yang nantinya dijadikan acuan
dalam menentukan keberhasilan atau keefektifitan dari suatu penelitian.
Dalam penelitian ini indikator yang digunakan adalah bahwa apabila nila rata-rata
sesudah diberikan tindakan (perlakuan) lebih tinggi dari pada nilai rata-rata
sebelum diberi tindakan maka dinyatakan bahwa pembelajaran dengan media
SIBI dinyatakan berhasil. Dengan kata lain bahwa meningkatnya nilai hasil tes
tertulis sesudah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media SIBI lebih
baik dibandingkan dengan nilai hasil tes sebelum menggunakan media SIBI yaitu
dengan media berbicara dan membaca bibir.
xlv
H. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Prosedur Penelitianan
Prosedur kerja pada penelitian ini siklus kegiatan yang tediri 3 siklus
masing-masing siklus meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan hasil
tindakan (acting), observasi (observation), dan refleksi (reflection).
Prosedur kerja tersebut dapat digambarkan dengan skema berikut :
Gambar 5. Skema Penelitian.
2. Rencana Tindakan
a. Menentukan sekolah yang akan digunakan sebagai tempat penelitian dan
memilih kelas yang akan diberi perlakuan dengan menggunakan pembelajaran
media SIBI
b. Mensosialisaikan kepada siswa mengenai ketentun Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia meliputi :
1) Komponen Pembeda Makna
2) Lingkup Sistem Isyarat
3) Tata Makna dalam Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
PERENCANAAN
IMPLEMENTASI TINDAKAN
REFLEKSI
OBSERVASI
xlvi
c. Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pembelajaran,
menyiapkan alat evaluasi, membuat instrument penelitian yang berupa lembar
observasi.
d. Kegiatan pembelajaran sesuai jadwal yang sudah ada dan peneliti melakukan
pengamatan kegiatan pembelajaran.
e. Pada setiap akhir siklus diadakan evaluasi tes kemampuan memahami bacaan
singkat dengan cara menjawab pertanyaan bacaan ,dikte, dan melengkapi
kalimat yang diambil dari bacaan tersebut untuk mendapatkan data
kemampuan dimaksud dan observasi terhadap proses pembelajaran.
3. Pelaksanaan Tindakan
a. Siklus I
1) Rencana (Planning)
a) Identifikasi dan klasifikasi masalah yang dihadapi siswa dan guru
dalam kegiatan belajar mengajar
b) Menentukan Metode Pembelajaran
c) Membuat rencana program pembelajaran
d) Membuat soal-soal tes
e) Membuat lembar observasi
f) Menyampaikan ketentuan media Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
(SIBI) yang meliputi :
(1) Komponen pembeda makna yang terdiri dari komponen penentu
makna dan komponen penunjang.
(2) Lingkup isyarat yang terdiri dari
Ø Isyarat pokok
Ø Isyarat tambahan –awalan dan akhiran
(3) Isyarat bentukan –awalan / akhiran / partikel, kata ulang, kata
gabung dan bilangan
(4) Abjad jari –mengisyaratkan nama diri, singkatan / akronim, kata
yang belum ada isyaratnya
xlvii
2) Implementasi Tindakan (Action)
a) Mengajarkan materi menggunakan media SIBI
b) Mengobservasi proses pembelajaran untuk mengumpulkan data
aktivitas pembelajaran guru dan siswa. Peneliti meminta teman sejawat
untuk melakukan observasi dan mengisi lembar observasi secara
objektif.
c) Melakukan evaluasi/tes formatif
d) Melakukan Analisis Hasil Evaluasi dan Observasi
3) Analisis dan Refleksi
Data hasil evaluasi dan observasi dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif , kemudian disimpulkan :
a) Apakah terjadi peningkatan prestasi belajar ?
b) Berapa prosen peningkatan prestasi belajar tersebut ?
c) Apakah terjadi proses belajar :
Ø Yang lebih menarik ?
Ø Terjadi komunikasi yang efektif ?
Ø Kegiatan belajar lebih interaktif ?
Ø Waktu terhadap proses pemahaman lebih singkat ?
Ø Meningkatkan sifat positif peserta didik ?
Ø Memberikan nilai positif bagi pengajar ?
b. Siklus II
Hasil dari siklus I digunakan untuk merancang ulang, melakukan tindakan
dan melakukan analisis dan refleksi selanjutnya. Pola yang sama digunakan pada
Siklus II dan siklus III sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir.
xlviii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Konsisten dengan latar belakang permasalahan, rumusan masalah dan tujuan
penelitian yang telah diuraikan sebelumnya pada bab I, bahwa penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memahami bacaan siswa kelas D2
SLB-B YAKUT Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009. Dalam penelitian ini
diajukan hipotesis tindakan sebagaimana diuraikan pada akhir bab II bahwa :
Model pembelajaran Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ( SIBI ) dapat
meningkatkan kemampuan membaca bacaan singkat dengan lancar pada siswa
kelas D2 SLB-B YAKUT Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009.
Dalam rangka menguji kebenaran hipotesis tindakan yang penulis ajukan,
maka selanjutnya dilakukan penelitian lapangan dengan menerapkan pendekatan
penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas kali ini dirancang dalam tiga
siklus, yang masing-masing siklus melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan
tindakan/ perlakukan/intervensi, pengamatan/evaluasi dan refleksi.
Uraian berikut ini secara berturut-turut memuat tahapan-tahapan penelitian
di setiap siklus untuk menggambarkan perencanaan, proses dan hasil penelitian.
1. Pelaksanaan Penelitian Siklus 1
a. Perencanaan Penelitian
Sebelum melaksanakan tindakan pada siklus 1 penulis melakukan
persiapan – persiapan administratif, baik yang berkaitan dengan penyusunan
proposal, perijinan, persiapan penelitian, seperti penjadwalan, pengembangan
Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP) dan silabus, pengembangan instrumen
pengamatan aktivitas siswa dan guru serta instrumen tes untuk mengetahui
kemampuan memahami bacaan siswa kelas D2 SLB-B.
Seluruh aspek persiapan administratif dalam penelitian ini penulis
lampirkan di akhir skripsi ini.
xlix
b. Pelaksanaan Tindakan Penelitian
Penelitian pada Siklus I dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 Mei 2009 yaitu
pembelajaran dengan menggunakan RPP I dengan Kompetensi Dasar membaca
bacaan singkat dengan lancar dengan indikator pemahaman bacaan dengan cara
menulis kalimat melalui dikte, menjawab pertanyaan bacaan dan melengkapi
kalimat.
Hal-hal yang merupakan tindakan penting pada Siklus I adalah :
1) Memberikan materi pembelajaran yang didahului dengan apersepsi dan
pembahasan tentang bacaan
2) Memberi tugas untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Dikte
3) Minta tolong teman sejawat untuk menjadi observer dan berkolaborasi dengan
observer untuk mengamati kegiatan siswa maupun guru.
4) Menyimpulkan tentang bahan ajar yang telah diberikan kepada siswa
c. Pengamatan dan evaluasi
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka pengamatan yang dilakukan pada
siklus I meliputi tes kemampuan siswa dalam membaca bacaan singkat dengan
lancar, pengamatan terhadap kegiatan siswa dan pengamatan terhadap kegiatan
guru.
Tes kemampuan siswa dimaksudkan untuk mengetahui
1) Apakah terjadi peningkatan prestasi belajar ?
2) Berapa prosen peningkatan prestasi belajar tersebut ?
Pengamatan terhadap kegiatan siswa dan guru dimaksudkan untuk
mengetahui apakah telah terjadi proses belajar dan mengajar :
1) Yang lebih menarik
2) Terjadi komunikasi yang efektif
3) Kegiatan belajar lebih interaktif
4) Waktu terhadap proses pemahaman lebih singkat
5) Meningkatkan sifat positif peserta didik
6) Memberikan nilai positif bagi pengajar
l
0102030405060708090
100
Nilai
AK
SS
KKM
Pada kegiatan pengamatan selama pelaksanaan siklus I dihasilkan
beberapa temuan sebagai berikut :
1). Hasil Tes dalam Penelitian Siklus I
Daya serap siswa kurang karena hasil test Siklus I AK = 69,67 dan SS =
66,33, berarti masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) = 7,5.
Sedangkan waktu penyelesaian tes AK = 64 menit dan SS = 69 menit, rata-rata
waktu penyelesaian 66,5 menit
Tabel 1. Hasil tes dan waktu penyelesaian tes pada Siklus I
No Nama Nilai Waktu Tes (mnt)
1
2
AK
SS
69,67
66,33
64
69
Rata-rata 68 66,5
KKM 75 -
Hasil tes tersebut di atas, setelah disusun dalam grafik, terlihat sbb:
Grafik 1. Nilai Tes kemampuan membaca siswa pada Siklus 1 dan KKM
li
61
62
63
64
65
66
67
68
69
Waktu Evaluasi
AK
SS
Rata-rata
Grafik 2. Waktu Penyelesaian Tes Siklus I (dlm menit)
2). Pengamatan terhadap kegiatan siswa.
Pengamatan terhadap kegiatan siswa selama proses pembelajaran
dilakukan oleh observer (guru lain). Aspek kegiatan siswa yang diamati selama
proses pembelajaran di maksudkan untuk mengetahui apakah telah terjadi proses
belajar :
a) Yang lebih menarik ?
b) Terjadi komunikasi yang efektif ?
c) Kegiatan belajar lebih interaktif ?
d) Waktu terhadap proses pemahaman lebih singkat ?
e) Meningkatkan sifat positif peserta didik ?
f) Memberikan nilai positif bagi pengajar ?
Hasil pengamatan terhadap kegiatan siswa dapat disajikan sbb:
a) Jalannya proses pembelajaran secara umum berjalan baik tetapi perhatian
siswa belum stabil, kadang perhatian kadang tidak
b) Semangat belajar siswa selama pembelajaran juga tidak menentu
c) Keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan masih kurang
d) Keaktifan bertanya para siswa juga masih kurang
e) Kemampuan memahami bacaan terkadang baik terkadang kurang baik
lii
0
1
2
3
4
Skor
Peningkatan Perhatian
semangat Belajar
Menjawab Pertanyaan
Bertanya
Pemahaman Bacaan
Gemar berlatih
Waktu pembelajaran
f) Siswa masih kurang tertarik untuk berlatih membaca
g) Waktu pembelajaran masih kurang efektif
Hasil pengamatan terhadap kegiatan siswa selama pembelajaran
berlangsung pada siklus I dapat disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa pada Siklus I
PERTANYAAN SKOR JAWABAN
Apakah KBM dengan Media SIBI :
1. Siswa lebih memperhatikan dengan baik ?
2. Siswa lebih semangat dalam belajar ?
3. Siswa lebih berani menjawab pertanyaan ?
4. Siswa lebih aktif bertanya ?
5. Siswa lebih mudah memahami bacaan ?
6. Siswa gemar berlatih dengan media SIBI ?
7. Waktu pembelajaran lebih efektif ?
2
2
1
1
2
2
1
Total Skor Perolehan 11
Rata-rata skor Perolehan 1,57
Hasil pengamatan di atas apabila disajikan dalam bentuk grafik dapat
berbentuk menjadi sebagai berikut:
Grafik 3. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus I
liii
3). Pengamatan terhadap kegiatan guru
Pengamatan terhadap kegiatan guru dalam pembelajaran dilakukan oleh
observer/teman guru lain selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah guru dalam memberikan pembelajaran
sudah menerapkan kaidah-kaidah pembelajaran yang baik atau belum. Baik dalam
kegiatan guru di awal pembelajaran, pada kegiatan inti pembelajaran maupun
pada akhir pembelajaran.
Beberapa hasil pengamatan terhadap kegiatan guru adalah sbb:
a) Penyampaian pendahuluan guru sudah baik, sebelumnya anak dikenalkan
tentang pasar secara langsung
b) Guru dalam menyampaikan materi pelajaran baik
c) Pengamatan terhadap kegiatan siswa masih kurang
d) Bimbingan guru terhadap siswa dalam membaca, pemahaman bacaan sudah
baik
e) Guru kurang dapat memotivasi anak dikarenakan anak kurang paham terhadap
bacaan tersebut
f) Guru dalam pemberian penghargaan terhadap hasil yang dicapai siswa cukup
baik
g) Guru cukup baik dalam memberikan umpan balik kepada siswa sehingga
tinggal mengaktifkan siswa secara terus-menerus
h) Guru dalam menyimpulkan dan menutup pelajaran sudah baik
Hasil pengamatan terhadap kegiatan guru selama memberikan tindakan
pada penelitian siklus I dapat disajikan dalam tabel berikut di bawah ini:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru pada Siklus I
NO KEGIATAN/AKTIVITAS GURU SKOR
1. Menyampaikan Pendahuluan 3
2. Menyampaikan Materi 3
3. Mengamati kegiatan siswa 2
liv
0
1
2
3
4
Skor
Menyampaikan Pendahuluan
Penyamp Materi Mdia SIBI
Mengamati Keg Siswa
Membimbing Siswa
Memotivasi untukbertanya/jawab
Memberikan Penghargaan
Cek Pemahaman/ajukanPertanyaan
Menyimpulkan/MenutupPelajaran
Rata-rata
4. Membimbing Siswa 3
5. Memotivasi Siswa untuk Bertanya /menyampaikan
Pendapat
2
6. Memberikan Penghargaan 3
7. Mengecek Pemahaman dengan Mengajukan Pertanyaan 3
8. Menyimpulkan dan Menutup Pelajaran 3
Total Skor 22
Rata-rata skor perolehan 2,75
Hasil pengamatan terhadap kegiatan guru pada siklus I tersebut apabila
digambar dalam grafik tampak sebagai berikut:
Grafik 4. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru pada Siklus I
d. Refleksi Hasil Penelitian pada Siklus I
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi pada penelitian siklus 1 dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
lv
1) Bahwa daya serap siswa pada penelitian siklus I termasuk masih kurang
karena hasil test Siklus I masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM) = 7,5.
2) Jalannya proses pembelajaran secara umum berjalan baik tetapi perhatian
siswa belum stabil, kadang perhatian kadang tidak
3) Semangat belajar siswa selama penelitian siklus I juga tidak menentu
4) Keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan masih kurang
5) Keaktifan bertanya para siswa dalam pembelajaran juga masih kurang
6) Kemampuan siswa dalam memahami bacaan terkadang baik
7) Siswa kurang tertarik untuk berlatih membaca
8) Waktu pembelajaran masih kurang efektif
9) Penyampaian pendahuluan guru sudah baik, sebelumnya anak dikenalkan
tentang pasar secara langsung
10) Guru dalam menyampaikan materi pelajaran baik
11) Pengamatan terhadap kegiatan siswa masih kurang
12) Bimbingan guru terhadap siswa dalam membaca, pemahaman bacaan sudah
baik
13) Guru kurang dapat memotivasi anak dikarenakan anak kurang paham
terhadap bacaan tersebut
14) Guru dalam pemberian penghargaan terhadap hasil yang dicapai siswa
cukup baik
15) Guru cukup baik dalam memberikan umpan balik kepada siswa sehingga
tinggal mengaktifkan siswa secara terus-menerus
16) Guru dalam menyimpulkan dan menutup pelajaran sudah baik
Berdasarkan beberapa kesimpulan hasil penelitian pada siklus I tersebut
di atas, maka peneliti merasa masih perlu untuk melakukan penelitian siklus II,
dengan memberikan perubahan tindakan atau intervensi tertentu, dalam rangka
meningkatkan kemampuan memahami bacaan siswa sampai kemampuan mereka
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebanyak 7.5. yang sudah
ditetapkan di awal penelitian.
lvi
Perubahan tindakan penelitian pada siklus II terutama dalam hal-hal
berikut:
1) Guru meningkatkan dan membuat siswa tertarik untuk lebih memerhatikan
pelajaran
2) Guru memotivasi anak agar bersemangat dalam belajar
3) Guru memberi umpan balik yang menarik
4) Guru meningkatkan pemahaman siswa dengan cara yang mudah dipahami
anak
5) Guru memberikan pembelajaran aktif dan guru harus berusaha lebih kreatif.
6) Guru dan observer harus lebih aktif dalam mengamati kegiatan siswa
7) Memberikan pembelajaran yang menarik dengan menggunakan media yang
mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa yaitu dengan menggunakan
media SIBI
2. Pelaksanaan Penelitian pada Siklus II
a. Perencanaan Penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian pada Siklus I maka direncanakan pelaksanaan
Siklus II yang sebelumnya dipersiapkan rencana pada hari Rabu, tanggal 20 Mei
2009 meliputi:
1) Mengembangkan RPP 2 yaitu pembelajaran dengan menggunakan media
SIBI
2) Membuat lembar pengamatan/observasi terhadap kegiatan guru untuk
pembelajaran dengan media SIBI
3) Membuat lembar pengamatan/observasi terhadap kegiatan siswa dalam
pembelajaran dengan menggunakan media SIBI.
4) Menambah kosakata SIBI
b. Pelaksanaan Tindakan/Intervensi
Pelaksanaan tindakan/intervensi pada penelitian siklus 2 dilaksanakan
pada hari Sabtu, 23 Mei 2009, pembelajaran menggunakan RPP dengan
lvii
menggunakan media SIBI dan yang menjadi penekanan guru pada pelaksanaan
penelitian siklus 2 adalah:
1) Guru memberi bahan ajar sesuai dengan RPP 2
2) Guru memberi pembelajaran dengan menggunakan media SIBI
3) Guru meyampaikan bacaan wacana dengan SIBI
4) Guru menjelaskan isi wacana dengan media SIBI
5) Siswa mengerjakan LKS yang meliputi dekte menjawab pertanyaan dan
melengkapi kalimat
6) Observer melakukan pengamatan atau Observasi terhadap guru dan siswa
dalam pembelajaran dengan menggunakan media SIBI
c. Hasil Pengamatan dan evaluasi
Pada kegiatan pengamatan selama pelaksanaan penelitian siklus II
dihasilkan beberapa temuan sebagai berikut :
1). Hasil Tes dalam Penelitian Siklus II
Daya serap siswa kurang karena hasil test Siklus II AK = 92 dan SS = 88,
berarti masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) = 7,5. Sedangkan
waktu penyelesaian tes AK = 26 menit dan SS = 29 menit, rata-rata waktu
penyelesaian 27,5 menit
Tabel 4. Hasil tes dan waktu penyelesaian tes Siklus II
No Nama Nilai Waktu (mnt)
1
2
AK
SS
92
88
26
29
Rata-rata 90 27,5
KKM 75 -
Berdasarkan hasil tes pada penelitian siklus II tersebut, dapat digambarkan
dalam grafik sbb:
lviii
24
25
26
27
28
29
Waktu Tes
AK
SS
Rata-rata
0102030405060708090
100
Nilai
AK
SS
KKM
Grafik 6. Nilai Siklus II dan KKM
Dilihat dari lamanya waktu yang digunakan untuk mengerjakan soal tes
dapat digambarkan dalam grafik berikut:
Grafik 6. Waktu Pelaksanaan Tes Siklus II (dlm menit)
2. Pengamatan terhadap kegiatan siswa
Beberapa hasil pengamatan terhadap kegiatan siswa dalam penelitian
siklus II dapat disajikan sebagai berikut:
(a) Siswa telah mengalami peningkatan perhatian terhadap pelajaran
(b) Semangat siswa dalam belajar media SIBI meningkat dengan baik
(c) Siswa berani menjawab pertanyaan dari guru.
(d) Keaktifan bertanya para siswa masih perlu ditingkatkan
(e) Siswa lebih mudah memahami bacaan dengan media SIBI.
lix
0
1
2
3
4
Skor
Peningkatan Perhatian
semangat Belajar
Menjawab Pertanyaan
Bertanya
Pemahaman Bacaan
Gemar berlatih
Waktu pembelajaran
Rata-rata
(f) Siswa lebih gemar berlatih dengan media SIBI
(g) Waktu pembelajaran lebih efektif
Tabel 5. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus II
PERTANYAAN SKOR JAWABAN
Apakah KBM dengan Media SIBI :
1. Siswa lebih memperhatikan dengan baik ?
2. Siswa lebih semangat dalam belajar ?
3. Siswa lebih berani menjawab pertanyaan ?
4. Siswa lebih aktif bertanya ?
5. Siswa lebih mudah memahami bacaan ?
6. Siswa gemar berlatih dengan media SIBI ?
7. Waktu pembelajaran lebih efektif ?
3
3
3
2
3
3
3
Total Skor Perolehan 20
Rata-rata skor Perolehan 2,86
Data hasil pengamatan terhadap kegiatan siswa dalam pelaksanaan
penelitian siklus II dapat disajikan dalam grafik sbb:
Grafik 7. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa siklus II
lx
3. Pengamatan terhadap kegiatan guru.
Beberapa data hasil pengamatan terhadap kegiatan guru dalam penelitian
siklus II dapat disajikan sbb:
(a) Guru telah menyampaikan pelajaran dengan pendahuluan yang baik
(b) Guru telah menyampaikan pelajaran dengan media SIBI belum maksimal
(c) Pengamatan guru terhadap kegiatan siswa sudah baik
(d) Guru membimbing siswa dengan baik dan sabar
(e) Guru telah memberikan motivasi yang baik siswa sudah berani bertanya.
(f) Guru juga memberikan penghargaan yang baik dan positip.
(g) Guru selalu mengecek pemahaman dengan cara bertanya-jawab
(h) Guru telah membuat kesimpulan dan menutup pelajaran dengan baik
Data hasil pengamatan selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 6. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus II
Data nilai hasil pengamatan kegiatan guru selama pembelajaran pada
penelitian siklus II terse but di atas dapat digambar sbb:
NO KEGIATAN/AKTIVITAS GURU SKOR JAWABAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Menyampaikan Pendahuluan
Menyampaikan Materi
Mengamati Kegiatan Siswa
Membimbing Siswa
Memotivasi Siswa untuk Bertanya /
menyampaikan Pendapat
Memberikan Penghargaan
Mengecek Pemahaman dengan Mengajukan
Pertanyaan
Menyimpulkan dan Menutup Pelajaran
3
4
3
3
3
3
3
3
Total Skor 25
Rata-rata skor perolehan 3,125
lxi
0
1
2
3
4
Skor
Menyampaikan Pendahuluan
Penyamp Materi Mdia SIBI
Mengamati Keg Siswa
Membimbing Siswa
Memotivasi untuk bertanya/jawab
Memberikan Penghargaan
Cek Pemahaman/ajukan Pertanyaan
Menyimpulkan/Menutup Pelajaran
Rata-rata
Grafik 8. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus II
d. Refleksi Hasil Penelitian pada Siklus II
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi pada penelitian siklus 2 dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Bahwa daya serap siswa pada penelitian siklus 2 telah terjadi peningkatan
yang signifikan di banding dengan daya serap pada penelitian siklus 1, yaitu
hasil test Siklus II AK = 92 dan SS = 88, berarti kemampuan membaca siswa
sudah berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) = 7,5. Sedangkan
waktu penyelesaian tes juga sudah mengalami pemendekan, yaitu AK = 26
menit dan SS = 29 menit, rata-rata waktu penyelesaian 27,5
2) Siswa telah mengalami peningkatan perhatian terhadap pelajaran
3) Semangat siswa dalam belajar media SIBI meningkat dengan baik
4) Siswa berani menjawab pertanyaan dari guru.
5) Keaktifan bertanya para siswa masih perlu ditingkatkan
6) Siswa lebih mudah memahami bacaan dengan media SIBI.
7) Siswa lebih gemar berlatih dengan media SIBI
8) Waktu pembelajaran lebih efektif
lxii
9) Guru telah menyampaikan pelajaran dengan pendahuluan yang baik
10) Guru telah menyampaikan pelajaran dengan media SIBI belum maksimal
11) Pengamatan guru terhadap kegiatan siswa sudah baik
12) Guru membimbing siswa dengan baik dan sabar
13) Guru telah memberikan motivasi yang baik siswa sudah berani bertanya.
14) Guru juga memberikan penghargaan yang baik dan positip.
15) Guru selalu mengecek pemahaman dengan cara bertanya-jawab
16) Guru telah membuat kesimpulan dan menutup pelajaran dengan baik
Hasil pengamatan pada siklus 2 terjadi kenaikan yang cukup signifikan
pada hasil test siswa Demikian juga terjadi peningkatan yang baik melalui
pengamatan terhadap guru maupun siswa..
Namun demikian peneliti dan observer bersepakat untuk memberi
penguatan untuk mencari kebenaran/keyakinan terhadap hasil yang dicapai
dengan menekankan pemberian refleksi terutama pada:
1) Penguatan dalam penyampaian materi dengan media SIBI
2) Meningkatkan keberanian anak untuk aktif bertanya
3. Pelaksanaan Penelitian pada Siklus III
a. Perencanaan Penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian pada Siklus II maka direncanakan
pelaksanaan Siklus III yang sebelumnya dipersiapkan rencana pada hari Sabtu, 22
Mei 2009 meliputi:
1) Membuat soal test yang bobotnya sesuai/setara dengan soal test siklus 2
2) Membuat lembar evaluasi atau LKS.
3) Membuat teks bacaan ( bukan tulisan tangan anak) yang sama seperti pada
RPP 2, supaya anak juga mengenal tulisan yang ada pada buku cetak karena
anak biasanya menulis dengan huruf tegak bersambung.
b. Pelaksanaan Tindakan/Intervensi
Pelaksanaan tindakan/intervensi pada penelitian siklus 3 dilaksanakan
lxiii
pada hari Sabtu, 25 Mei 2009, pembelajaran menggunakan RPP dengan
menggunakan media SIBI dan yang menjadi penekanan guru pada pelaksanaan
penelitian siklus 2.
Adapun hal-hal yang dilaksanakan meliputi :
1) Memberi materi pelajaran dengan RPP 2, namun diusahakan penyajiannya
lebih disempurnakan.
2) Menyajikan bacaan dalam kertas bukan dengan tulisan tegak bersambung
3) Melatih setiap anak untuk membacanya sambil mempraktekanya dengan SIBI
4) Membahas bersama-sama kesulitan terutama untuk kata kata yang belum
hapal dan sering mengalami kekeliruan.
5) Melatih ekspresi, penekanan dalam mempraktekan SIBI agar maknanya lebih
mengena.
6) Masih berkolaborasi dengan observer yang bertugas mengamati kegiatan
siswa maupun guru dalam kegiatan pembelajaran.
c. Hasil Pengamatan dan evaluasi
Pada kegiatan pengamatan selama pelaksanaan penelitian siklus III
dihasilkan beberapa temuan sebagai berikut :
1) Hasil Tes dalam Penelitian Siklus III
Nilai hasil tes siklus III untuk AK = 96,67 sedangkan SS = 86,67. Waktu
penyelesaian tes AK = 22 menit dan SS = 29 menit sehingga rata-rata waktu
penyelesaian 25,5 menit.
Dari hasil tes diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 7. Hasil tes dan waktu penyelesaian tes Siklus III.
No Nama Siklus III Waktu (mnt)
1
2
AK
SS
96,67
86,67
22
29
Rata-rata 91,67 25,5
KKM 75 -
lxiv
0
5
10
15
20
25
30
Waktu
AK
SS
Rata-rata
0102030405060708090
100
Nilai
AK
SS
KKM
Hasil tes tersebut dapat digambarkan dalam grafik sbb:
Grafik 9. Nilai Siklus III dan KKM
Dari lama waktu yang digunakan untuk menyelesaikan soal tes dapat
digambarkan sbb:
Grafik 10. Waktu Penyelesaian Tes Siklus III
2) Pengamatan terhadap kegiatan siswa.
Beberapa hasil pengamatan Kegiatan siswa dapat disajikan sbb:
a) Perhatian siswa terhadap pelajaran jauh lebih meningkat.
b) Semangat belajar siswa jauh lebih meningkat.
lxv
0
1
2
3
4
Skor
Peningkatan Perhatian
Semangat Belajar
Menjawab Pertanyaan
Bertanya
Pemahaman Bacaan
Gemar berlatih
Waktu pembelajaran
Rata-rata
c) Keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan lebih baik
d) Siswa lebih aktif bertanya dikarenakan sudah paham terhadap bacaan tersebut.
e) Siswa semakin aktif dalam berlatih SIBI
f) Waktu pembelajaran jauh lebih eferktif.
Tabel 8. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus III
PERTANYAAN SKOR JAWABAN
Apakah KBM dengan Media SIBI :
1. Siswa lebih memperhatikan dengan baik ?
2. Siswa lebih semangat dalam belajar ?
3. Siswa lebih berani menjawab pertanyaan ?
4. Siswa lebih aktif bertanya ?
5. Siswa lebih mudah memahami bacaan ?
6. Siswa gemar berlatih dengan media SIBI ?
7. Waktu pembelajaran lebih efektif ?
4
4
4
3
4
4
4
Total Skor Perolehan 27
Rata-rata skor Perolehan 3,857
Hasil tes tersebut dapat digambar dalam grafik sbb:
Grafik 11. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus III
lxvi
3) Pengamatan terhadap kegiatan guru.
Beberapa data hasil pengamatan terhadap kegiatan guru dalam penelitian
siklus III dapat disajikan sbb:
1) Penyampaian pendahuluan oleh guru dalam pembelajaran baik sekali.
2) Penyampaian materi dengan SIBI oleh guru sudah baik.
3) Pengamatan terhadap kegitan siswa lebih optimal, siswa dibimbing satu
persatu, kesulitan anak langsung direspon.
4) Motivasi siswa untuk bertanya dan berpendapat baik.
5) Guru sangat baik dalam memberi penghargaan terhadap keberhasilan murid.-
Dalam memgecek pemahama baik sekali dengan cara bertanyaa secara lisan.
6) Penyimpulan dan penutup baik sekali, juga pesan moral, saran dan tugas.
Hasil pengamatan observser terhadap kegiatan pembelajaran guru dapat
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 9. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus III
NO KEGIATAN/AKTIVITAS GURU SKOR JAWABAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Menyampaikan Pendahuluan
Menyampaikan Materi
Mengamati Kegiatan Siswa
Membimbing Siswa
Memotivasi Siswa untuk Bertanya
Memberikan Penghargaan
Mengecek Pemahaman dengan Mengajukan
Pertanyaan
Menyimpulkan dan Menutup Pelajaran
4
4
4
4
3
4
4
4
Total Skor 31
Rata-rata skor perolehan 3,875
lxvii
0
1
2
3
4
Skor
Menyampaikan Pendahuluan
Penyamp Materi Mdia SIBI
Mengamati Keg Siswa
Membimbing Siswa
Memotivasi untuk bertanya/jawab
Memberikan Penghargaan
Cek Pemahaman/ajukan Pertanyaan
Menyimpulkan/Menutup Pelajaran
Rata-rata
Data dalam tabel 9 apabila digambarkan dalam grafik menjadi sbb:
Grafik 12. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus III
B. Hasil Penelitian
Bahwa penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memahami
bacaan siswa kelas D2 SLB-B YAKUT Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009.
Dalam penelitian ini diajukan hipotesis tindakan sebagaimana diuraikan pada
akhir bab II bahwa : Model pembelajaran Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ( SIBI )
dapat meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan pada siswa kelas D2 SLB-B
YAKUT Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009.
Pengujian kebenaran hipotesis tindakan yang penulis ajukan, dilakukan
melalui penelitian lapangan dengan menerapkan pendekatan penelitian tindakan
kelas dalam tiga siklus, yang masing-masing siklus melalui tahapan perencanaan,
pelaksanaan tindakan/ perlakukan/intervensi, pengamatan/evaluasi dan refleksi.
Sebagai hasil penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Bahwa model pembelajaran Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ( SIBI ) dapat
meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan pada siswa kelas D2 SLB-B
YAKUT Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009. Kesimpulan ini didukung oleh
lxviii
bukti-bukti hasil penelitian sebagai berikut: Kemampuan membaca siswa pada
sebelum diberi tindakan model pembelajaran dengan SIBI 57,5 , setelah akhir
tindakan nilai rata-ratanya meningkat menjadi 68 (akhir siklus 1), kemudian
meningkat lagi menjadi 90 (akhir siklus 2) dan akhirnya meningkat lagi menjadi
91,67 (akhir siklus 3).
Hasil penelitian lain yang dapat dipetik dari penelitian ini antara lain:
1. Bahwa rata-rata waktu penyelesaian tes siklus I (66,5 menit) dibanding
kan dengan rata-rata waktu penyelesaian tes siklus II (27,5 menit) terjadi
efisiensi waktu sebesar 39 menit atau terjadi efisiensi waktu sebesar 58, 64 %.
Dari catatan rata-rata waktu penyelesaian tes pada siklus III (25,5 menit) bila
dibandingkan dengan siklus I terjadi efisiensi waktu penyelesaian tes sebesar
41 menit (61,65 %).
2. Bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan SIBI lebih efektif dan
efisien. Terutama pada diri siswa, mereka mengalami peningkatan dalam hal
perhatian, semangat belajar, menumbuhkan keberanian bertanya atau
menjawab pertanyaan, proses belajar lebih efektif dan siswa lebih aktif belajar
karena siswa lebih mudah memahami materi ajar.
Di samping itu kegiatan guru terjadi peningkatan proses dalam hal
penyampaian materi menjadi lebih singkat, keaktifan siswa meningkat,
sehingga memudahkan dalam memotivasi, membimbing siswa, memberikan
penghargaan dan mengamati pemahaman siswa.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Sistem Isyarat
Bahasa Indonesia ( SIBI ) dapat meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan
dalam pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas D2 SLB-B YAKUT
Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009.
Sebagaimana diketahui bahwa anak tunarungu, mereka mengalami
kesulitan dalam wicara dan pendengarannya, sehingga mereka mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan lingkungannya. Anak
tunarungu tidak mampu menempatkan dirinya menjadi komunikator maupun
lxix
komunikan dengan baik dalam berkomunikasi, termasuk dalam berkomunikasi
dengan masyarakat sekitar yang lebih luas. Di Lingkungan pendidikan anak
tunarungu, juga mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan, termasuk
kesulitan dalam hal pemahaman bacaan. Sebagaimana dikemukakan oleh
Mohammad Efendi (2005 : 75 - 76) bahwa anak tunarungu memiliki dua ciri
penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam kebahasaan,
yaitu:
Pertama konsekuensi akibat kelainan pendengaran (tunarungu) berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsang bunyi atau peristiwa bunyi di sekitarnya. Kedua, Akibat keterbatasannya dalam menerima rangsang bunyi pada gilirannya penderita mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di sekitarnya. Kemunculan kedua kondisi tersebut pada anak tunarungu secara langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran perkembangan bahasa dan bicaranya.
Kesulitan-kesulitan anak tunarungu dalam aspek kebahasaan juga
dinyatakan oleh Sastrawinata (1978l: 77), yaitu :
6) Miskin kosakata ( perbendaharaan kata bahasa terhambat) 7) Sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan atau
sindiran . 8) Kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan
pandai, mustahil dan lain- lain. 9) Kesulitan menguasai irama dan gaya bahasa.
Hasil penelitian ini yaitu model pembelajaran Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia ( SIBI ) dapat meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan dalam
pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas D2 SLB-B YAKUT Purwokerto
Tahun Pelajaran 2008/2009 sejalan dengan tujuan dibakukannya Sistim Isyarat
Bahasa Indonesia (SIBI) yaitu sebagai salah satu media yang membantu
komunikasi sesama kaum tunarungu di dalam masyarakat yang lebih luas.
Wujudnya adalah tatanan yang sistematis tentang seperangkat isyarat jari, tangan
dan berbagai gerak yang melambangkan kosa kata bahasa Indonesia ( Kamus
SIBI,xiv,2002).
Anak tunarungu yang berhasil meningkatkan pemahaman isi bacaan, maka
peluang anak tunarungu untuk belajar, menyerap dan memperoleh pengetahuan
dari luar dirinya akan semakin terbuka. Ilmu pengetahuan tidak hanya diterima
lxx
Model Pembelajaran 5
Kerucut Pengalaman
Mengerjakan Hal yang Nyata
Melakukan Simulasi
Bermain Peran
Menyajikan/Presentasi
Terlibat dalam Diskusi
Lihat Demonstrasi
Lihat Video/Film
Lihat Gambar/Diagram
Dengarkan
Tingkat Keterlibatan
Verbal
Visual
Terlibat
Berbuat
Yang Diingat
10%
20%
30%
50%
70%
90%
Baca
“Succesful Learning Comes from doing” (Wyatt $ Looper, 1999)
anak tunarungu melalui penglihatan, tetapi juga melalui media lain yang dikemas
dalam sistem isyarat bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan konsep Vernon A.
Magnesen ( 1983:57) menyatakan dalam belajar kita akan mendapatkan hasil
sebagai berikut :
10 % dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa yag kita lakukan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Rose dan Nicholl, (t.th:
165) yang menyatakan bahwa “Orang belajar dengan cara yang berbeda-beda.
Ada gaya belajar Auditorial, gaya belajar Visual dan gaya belajar Kinestetik”.
Anak tunarungu yang belajar dengan menggunakan media SIBI merupakan salah
satu bentuk dari gaya belajar visual.
Untuk mempertahankan agar anak tunarungu tetap dapat mempertahankan
kemampuan pemahaman membaca, maka sebaiknya guru dalam pembelajaran
memperhatikan hal-hal sbb :
1. Untuk dapat mengajar dengan baik menggunakan media SIBI seorang guru
harus sudah menguasai Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.
Gambar 6. Kerucut Pengalaman
lxxi
2. Guru juga harus mensosialisasikan media SIBI kepada siswanya, bila perlu ke
orangtua siswa. Apabila pembelajaran dalam satu sekolah bisa dilaksanakan
oleh seluruh guru secara berkelanjutan pada setiap tingkat maka proses dan
hasil belajar menjadi lebih optimal.
3. Universitas Sebelas Maret Surakata dalam hal ini Program Studi Pendidikan
Khusus sebaiknya berperan serta dalam mensosialisasikan media SIBI ini
melalui workshop atau pelatihan-pelatihan berskala nasional.
lxxii
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan.
Berdasarkan hasil analisis data pada bab IV di muka, maka selanjutnya
dapat disimpulkan hasil penelitian ini sebagai berikut:
Bahwa pembelajaran dengan media SIBI dapat meningkatkan
kemampuan memahami bacaan dalam penalajaran Bahasa Indonesia pada siswa
kelas dasar 2 (D2) semester 2 SLB - B YAKUT Purwokerto tahun pelajaran
2008/2009.
Simpulan penelitian ini didukung oleh fakta bahwa:
(1) Kemampuan membaca siswa pada sebelum diberi tindakan model
pembelajaran dengan SIBI 57,5 , setelah akhir tindakan nilai rata-ratanya
meningkat menjadi 68 (akhir siklus 1), kemudian meningkat lagi menjadi
90 (akhir siklus 2) dan akhirnya meningkat lagi menjadi 91,67 (akhir siklus
3). Kenaikan yang terjadi pada siklus II sebesar 32,35 % sedangkan
kenaikan pada siklus III bila dibandingkan dengan siklus I sebesar
34,70 %.
(2) Berdasarkan catatan rata-rata waktu penyelesaian tes siklus I (66,5
menit) dibandingkan dengan rata-rata waktu penyelesaian tes siklus II (27,5
menit) terjadi efisiensi waktu sebesar 39 menit atau terjadi efisiensi waktu
sebesar 58, 64 %. Dari catatan rata-rata waktu penyelesaian tes pada siklus
III (25,5 menit) bila dibandingkan dengan siklus I terjadi efisiensi waktu
penyelesaian tes sebesar 41 menit (61,65 %).
(3) Bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan SIBI lebih efektif dan
efisien. Terutama pada diri siswa mereka mengalami perningkatan dalam hal
perhatian, semangat belajar, menumbuhkan keberanian bertanya atau
menjawab pertanyaan, proses belajar lebih efektif dan siswa lebih aktif
belajar karena siswa lebih mudah memahami materi ajar.
lxxiii
B. Saran
Beberapa saran yang bisa disampaikan dalam kesempatan yang baik ini
adalah sebagai berikut :
4. Untuk dapat mengajar dengan baik menggunakan media SIBI seorang guru
harus sudah menguasai Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Hal ini penting
karena dengan metode SIBI ini seorang siswa tunarungu akan lebih
memahami materi ajar pada seluruh mata pelajaran sehingga kemampuan
siswa secara menyeluruh akan meningkat. Kemampuan komunikasi sesama
tunarungu juga lebih mudah karena media ini sudah terstandar / dibakukan
secara nasional. Apabila anak sudah tidak sekolah (terjun ke masyarakat)
maka ia akan berusaha berkomunikasi dengan seluruh kemampuan yang ada.
Guru juga harus mensosialisasikan media SIBI kepada siswanya, bila perlu ke
orangtua siswa. Apabila pembelajaran dalam satu sekolah bisa dilaksanakan
oleh seluruh guru secara berkelanjutan pada setiap tingkat maka proses dan
hasil belajar menjadi lebih optimal.
5. Universitas Sebelas Maret Surakata dalam hal ini Program Studi Pendidikan
Khusus sebaiknya berperan serta dalam mensosialisasikan media SIBI ini
melalui workshop atau pelatihan-pelatihan berskala nasional.
lxxiv
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Salim Choiri dan Munawir Yusuf. 2008. Modul Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru: Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus. Surakarta:
Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta.
Dindik Prop Jateng. 2008. Model Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.
Makalah. Semarang.
PPRR Lemlit UNS. 2005. Buku Panduan Inklusi di Sekolah Dasar.: Pembelajaran
dalam Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Surakarta.
Anonim. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SLB-B (Tuna rungu) .
Jakarta : Depdiknas, Dirjen Mendikdasmen, Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa
Anonim. 2005. Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas
Anonim. 2001. Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).Jakarta :
Depdiknas
Bobbi de Porter. 2001. Quantum Teaching (terjemahan). Bandung : Keifa
Christopher Brown. 2008. Seni Membaca Bahasa Isyarat .Yogyakarta : Locus
Hamzah B. Uno. 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta : Bumi Aksara cet. ke 3
Hanif Nurcholis dan Masrukhi. 2007. Saya senang Berbahasa Indonesia SD Kls 2.
Jakarta : Erlangga
Mohammad Efendi. 2005. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Malang :
Bumi Aksara
Mulyono dkk. 1994. Pendidikan Luar Biasa Umum. Jakarta : Dirkjen Dikti
M. Sudar Siandes. Tanpa Tahun. Model Media Pendidikan Inklusi
Sarjono. 2005. Terapi Wicara. Jakarta : Depdikbud Dikti
Sarwiji Suwandi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya
Ilmiah. Surakarta : UNS.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta :
Rinek Cipta
Sudar Siandes. 2007. Model Media dalam Pendidikan Inklusif. Jakarta: Depdiknas
Suroso. 2007. Classroom Action Reasearch. Yogyakarta : Pararaton Publishing
lxxv
Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Pustaka Book
Publisher
Tukimo. 2005. Buku Kerja Tematik SD/MI Kelas II Semester 2. Jakarta : PT.
Tekindo Utama
T. Sutjihati Somantri. 2005. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Rafika
Aditama
Depdikbud., 2007. Model Pembelajaran Pendidikan Khusus. Jakarta : Depdikbud.
No Name, t.th, Kamus Bahasa Isyarat, (http://Isf.wiksign.org/wiki/Language: Signes_du_Monde/English_TOC).22/2/2009.
lxxvi
Mengamati Kegiatan Siswa
Pelaksanaan Pre Test
lxxvii
Berkolaborasi Dengan Observer